Anda di halaman 1dari 50

Nama : Afridayani Afnel, SKM

NIM : 200101074
Masalah : Program eliminasi malaria di Kabupaten Asahan sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
293/MENKES/SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria dimulai
dari tahun 2009 dengan target pencapaian untuk Sumatera Utara di
tahun 2025 dan tahun 2030 untuk Indonesia. Berdasarkan API
pada tahun 2019 pengkategorian kabupaten endemis, Kabupaten
Asahan termasuk endemis rendah dengan jumlah 76 kasus, namun
berdasarkan pengkategorian API desa di Kabupaten Asahan masih
ada desa yang termasuk desa endemis sedang dan endemis tinggi.
Desa yang termasuk endemis tinggi adalah Desa Sei Tempurung
dengan API 15,7‰ di wilayah kerja Puskesmas Sei Kepayang
Timur. Hal ini menarik untuk diteliti mengapa masih ditemukan
desa endemis tinggi pada kabupaten dengan kategori endemis
rendah.
Judul : EVALUASI PROGRAM ELIMINASI PENYAKIT
MALARIA
Studi Evaluasi di Puskesmas Sei Kepayang Timur Kabupaten
Asahan, Tahun 2021

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan global dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan dunia. Penyakit
malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk Anopheles. Hasil akhirnya manusia itu akan mengalami
sejumlah gangguan kesehatan yang khas.
Berdasarkan data WHO dalam World Malaria Report 2020, kematian
malaria global turun 60% selama periode 2000 hingga 2019. Wilayah Afrika
mencapai pengurangan yang mengesankan dalam jumlah kematian akibat malaria
tahunan dari 680.000 pada tahun 2000 hingga 384.000 pada 2019. Negara-negara
di Asia Tenggara membuat kemajuan yang sangat kuat, dengan penurunan kasus
dan kematian masing-masing 73% dan 74%.1
Malaria telah menyebar sejak lebih dari tiga ribu tahun lalu. Ia mengancam
hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Kasus malaria di Indonesia
pada tahun 2019 hampir seluruhnya disebabkan oleh P.falciparum dan vivax.
Sebanyak 56.7% kasus malaria disebabkan oleh P.falciparum dan 34,5%
disebabkan oleh P.vivax.2
Angka kejadian malaria (kasus per 1000 populasi berisiko) turun dari 80
pada tahun 2000 menjadi 58 di 2015 dan 57 pada 2019 secara global. Antara
tahun 2000 dan 2015, kejadian kasus malaria global menurun 27%, dan antara
2015 dan 2019 menurun kurang dari 2%, menunjukkan perlambatan tingkat
menurun sejak 2015. Kemajuan yang dibuat sejak awal milenium benar-benar
mencengangkan. Namun seperti yang terlihat dalam laporan World Malaria
Report 2020, kenaikan telah mendatar, sebuah tren yang diamati selama beberapa
tahun terakhir.3
1
WHO, World malaria report 2020: 20 years of global progress and challenges/ (Geneva, World
Health Organization, 2020)
2
Laporan Situasi Terkini Perkembangan Program Pengendalian Malaria Di Indonesia Tahun 2019.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
3
WHO, World malaria report 2020: 20 years of global progress and challenges/ (Geneva, World
Health Organization, 2020)

2
Sebagaimana ditunjukkan dalam pertemuan tentang eliminasi malaria pada
pertemuan World Health Assembly (WHA) ke-60 yang diadakan di Jenewa tahun
2007, komitmen pengendalian malaria akan menjadi perhatian tidak hanya di
dalam negeri, tetapi juga masalah regional dan global. Setiap negara memiliki
kebijakan / rencana untuk mendukung pemberantasan malaria secara global.
Kementerian Kesehatan Brasil meluncurkan Rencana Pencegahan dan
Pengendalian Malaria Nasional (NMPCP) pada tahun 2003.
Melalui NMPCP, kematian akibat malaria dan kasus yang parah menurun
secara signifikan di Brazil setelah tahun 2010. Agenda Penelitian Eliminasi
Malaria (malERA) diusulkan pada tahun 2011 di Brazil. Tujuan utama malERA
adalah mengurangi beban dan memberantas malaria di 91 negara dan wilayah
dengan penularan malaria yang sedang berlangsung di dunia. Tujuan utamanya
adalah memberantas malaria secara global.4 Di negara Cina, Program eliminasi
malaria nasional (NMEP) diluncurkan pada tahun 2010, dengan tujuan eliminasi
malaria secara nasional pada tahun 2020.5
Untuk kawasan Asia Tenggara, ada tiga negara menyumbang 99,5% dari
perkiraan kasus di kawasan ini, India menjadi yang terbesar kontributor (87,9%),
diikuti oleh Indonesia (10,4%) dan Myanmar (1,2%). Kematian akibat malaria
yang dilaporkan di kawasan Asia Tenggara tersebut turun menjadi 162 pada 2019
atau 93% penurunan dibandingkan dengan 2010. India, Indonesia dan Myanmar
menyumbang 48%, 30% dan 9% dari total kematian yang dilaporkan di wilayah
tersebut.6
Walaupun malaria dapat dicegah dan disembuhkan, penyakit ini masih
menjadi tantangan utama bagi kesehatan masyarakat dan pembangunan sosial
ekonomi, terutama di negara berkembang. Menindaklanjuti program MDGS oleh
WHO pada tahun 2000 dan komitmen global eliminasi dalam World Health

4
J.O. Melo, M.A.O. Padilha, R.T.A. Barbosa, W.J.Alonso, A.Y. Vittor, and G.Z. Laporta (2020),
Evaluation of the malaria elimination policy in Brazil: a systematic review and epidemiological
analysis study
5
Jun-Ling Sun, dkk (2016), Comparative evaluation of the diagnosis, reporting and investigation
of malaria cases in China, 2005–2014: transition from control to elimination for the national
malaria programme
6
WHO, World malaria report 2020: 20 years of global progress and challenges/ (Geneva, World
Health Organization, 2020)

3
Assembly (WHA) ke-60 tahun 2007 tentang eliminasi malaria bagi setiap negara,
pemerintah Indonesia mencanangkan program ”Menuju Indonesia Bebas Malaria”
tahun 2030. Program ini telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 293/ MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009
tentang Eliminasi Malaria di Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang hidup
sehat, terbebas dari penularan malaria secara bertahap yang akan tercapai hingga
tahun 2030.
Sasaran wilayah eliminasi dibagi menjadi empat tahap dimulai dari
Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Bali, dan Batam pada tahun 2010.
Selanjutnya, Pulau Jawa, Provinsi Aceh, dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun
2015. Tahap ketiga adalah Sumatera (kecuali Aceh dan Kepulauan Riau), NTB,
Kalimantan, dan Sulawesi pada tahun 2020. Terakhir adalah Provinsi Papua,
Papua Barat, Maluku, NTT, dan Maluku Utara, pada tahun 2030.7
Setelah dilakukan evaluasi dalam program eliminasi malaria di Indonesia
maka pada tahun 2018, tahapan eliminasi malaria berubah dengan target terbagi
menjadi lima regional sampai eliminasi nasional pada tahun 2030. Kementerian
Kesehatan akan mengajukan penilaian sertifikasi eliminasi malaria untuk
Indonesia kepada WHO pada tahun 2030. Proses tersebut didahului dengan
penilaian eliminasi untuk Jawa dan Bali pada tahun 2023; penilaian untuk
Sumatera, NTB dan Sulawesi pada tahun 2025; penilaian untuk Kalimantan dan
Maluku Utara pada tahun 2027; penilaian untuk NTT dan Maluku pada tahun
2028 dan penilaian untuk Papua Barat dan Papua pada tahun 2029 (Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2019).
Eliminasi malaria di Indonesia belum berhasil sesuai target karena sampai
saat ini beberapa wilayah termasuk Pulau Jawa belum seluruhnya bebas malaria.
Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa hal, meskipun penyebabnya telah diketahui
dan program pengendalian juga telah dilakukan termasuk penatalaksanaan
terhadap penderita. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan geografis yang
kompleks dan keberagaman akses pelayanan kesehatan memberikan kontribusi
terhadap maju mundurnya eliminasi malaria (Ipa, 2018). Indikator sebuah daerah

7
Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor 293/ MENKES/SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria
di Indonesia.

4
bebas malaria adalah Annual Parasite Incidence (API) di bawah 1 per 1.000
penduduk, tidak terdapat kasus malaria pada penduduk lokal
Menilik angka 214 juta kasus di seluruh dunia dan 438.000 kematian
diseluruh dunia pada tahun 2016, maka Global technical strategy for malaria
2016-2030 yang bertujuan bebas malaria di seluruh dunia harus lebih digalakkan.
Strategi ini dimulai tahun 2015 oleh World Health Assembly bertujuan :
menurunkan angka kasus malaria >90%, menurunkan angka kematian malaria
>90%, menghilangkan malaria di >35 negara, dan mencegah munculnya kembali
penyakit malaria di negara yang sudah bebas malaria.
Ada beberapa macam ukuran yang dapat digunakan untuk
menggambarkan besarnya masalah malaria (endemisitas) pada di suatu daerah,
yang sering digunakan di Indonesia adalah: Annual Malaria Incidence (AMI) dan
Annual Parasite Incidence (API). Sebelum tahun 2007, AMI sebagai ukuran
tingkat kesakitan malaria masih banyak dipakai di luar pulau Jawa dan Bali pada
daerah-daerah yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan laboratorium di tingkat
Puskesmas, sehingga masih mengandalkan gejala klinis dalam mendiagnosis
penyakit malaria. Pada masa kini, yang dipakai adalah ukuran API karena pada
umumnya Puskesmas sudah memiliki fasilitas pemeriksaan laboratorium malaria.8
Pada umumnya daerah endemis malaria terletak di daerah-daerah terpencil
dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat masih rendah, transportasi dan
komunikasi masih relatif sulit. Menurut data Kementerian Kesehatan, sekitar 72
persen penduduk Indonesia tinggal di daerah bebas malaria. Namun, masih
terdapat 10,7 juta penduduk yang bermukim di zona endemis menengah dan
tinggi malaria. Papua, Papua Timur, dan Nusa Tenggara Timur dikategorikan
sebagai wilayah endemis tinggi malaria.9
Berdasarkan tren kasus positif malaria dan API terlihat penurunan kasus
yang signifikan dari Tahun 2010-2014, namun cenderung stagnan dari Tahun
2014-2019. Tren kasus yang cenderung stagnan tersebut terjadi karena tren kasus
malaria di Provinsi Papua stagnan dan cenderung meningkat. Secara keseluruhan
hampir terjadi penurunan kasus malaria di seluruh provinsi di Indonesia dari

8
https://www.infodokterku.com/index.php/en/82-daftar-isi-content/data/data/85-pengukuran-
masalah-malaria diakses 3 Desember 2020
9
Op.CIt

5
Tahun 2015-2019. Kasus malaria Tahun 2019 di Indonesia sebanyak 250.644,
kasus tertinggi yaitu di Provinsi Papua sebanyak 216.380 kasus, disusul dengan
Provinsi NTT sebanyak 12.909 kasus dan Provinsi Papua Barat sebanyak 7.079
kasus. Sebanyak 86% kasus malaria di Indonesia berasal dari Provinsi Papua.10
Berdasarkan endemisitas malaria 77% penduduk Indonesia telah hidup di
daerah bebas malaria dan sekitar 23% penduduk Indonesia masih tinggal di daerah
endemis malaria. Sebanyak 89% kabupaten/kota di Indonesia telah mencapai
API<1 per 1000 penduduk dan 58%nya telah mencapai eliminasi malaria.11
Pengendalian malaria dilakukan secara komprehensif dengan upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, hal ini bertujuan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian serta mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB).
Keterbatasan tenaga kesehatan terutama di tingkat puskesmas untuk dapat
menjangkau semua penduduk di wilayah kerjanya mengakibatkan cakupan
penemuan penderita malaria masih rendah dan sering terjadi KLB.
Selain itu karena sebagian masyarakat belum memahami tanda-tanda
malaria, cara pengobatan yang benar serta bahaya malaria mengakibatkan
rendahnya kepedulian masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya
penanggulangan malaria. Maka untuk mencapai hasil yang optimal dan
berkualitas upaya tersebut harus dilakukan terintegrasi dengan layanan kesehatan
dasar dan program lainnya.
Eliminasi malaria sangat mungkin dilaksanakan mengingat telah tersedia
tiga kunci utama: adanya obat Artemisinin Combination Therapy (ACT), ada
teknik diagnosis cepat dengan Rapid Diagnostic Test (RDT), dan ada teknik
pencegahan menggunakan kelambu Long Lasting Insecticide Nets (LLINs)
didukung komitmen tinggi pemda setempat.12 Provinsi Sumatera Utara yang
terdiri dari 33 Kabupaten/Kota berdasarkan endemisitas malaria di tahun 2019
masih terdapat 12 Kabupaten/Kota yang termasuk endemis malaria.
Kabupaten Asahan merupakan salah satu dari 12 Kabupaten/Kota yang
masih endemis malaria.13 Kabupaten Asahan termasuk dalam kategori endemis

10
Op.Cit
11
Op.Cit
12
Pedoman penyelenggaraan surveilans dan sistem informasi malaria. 2013. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI
13
Op.Cit. Laporan

6
rendah dengan jumlah kasus positf pada tahun 2019 adalah 76 kasus dan API
0,11‰. Dari 25 kecamatan di Asahan ada 4 kecamatan yang termasuk endemis
malaria. Adapun persebaran datanya yaitu Kecamatan Sei Kepayang Timur 25
kasus positif 2,7‰ API, Kecamatan Silo Laut 19 kasus positif 0,9‰ API,
Kecamatan Tanjung Balai 18 kasus positif 0,5‰ API, dan Kecamatan Bandar
Pulau 14 kasus positif 0,6‰ API.14
Berdasarkan API pengkategorian kabupaten endemis Kabupaten Asahan
termasuk endemis rendah, namun berdasarkan pengkategorian API desa di
Kabupaten Asahan masih ada desa yang termasuk desa endemis sedang dan
endemis tinggi. Desa yang termasuk endemis tinggi adalah Desa Sei Tempurung
dengan API 15,7‰ di wilayah kerja Puskesmas Sei Kepayang Timur. Mengingat
pentingnya hal tersebut diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian terkait
eliminasi malaria di Desa Sei Tempurung, Kecamatan Sei Kepayang Timur,
Kabupaten Asahan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang ada, maka yang
menjadi rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut
a. Bagaimana gambaran input dalam program eliminasi penyakit malaria di
Puskesmas Sei Kepayang Timur?
b. Bagaimana gambaran proses program eliminasi penyakit malaria di
Puskesmas Sei Kepayang Timur?
c. Bagaimana gambaran output dalam program program eliminasi penyakit
malaria di Puskesmas Sei Kepayang Timur?
d. Bagaimana upaya Puskesmas Sei Kepayang Timur dalam mengatasi
permasalahan dan meningkatkan pencapaian hasil program eliminasi
penyakit malaria.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

14
Profil Kesehatan Kabupaten Asahan Tahun 2020. Kisaran: Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan.

7
Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya evaluasi program
eliminasi penyakit malaria di Puskesmas Sei Kepayang Timur tahun 2021.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya input dalam program eliminasi penyakit malaria di
Puskesmas Sei Kepayang Timur.
b. Diketahuinya proses pelaksanaan program eliminasi penyakit malaria di
Puskesmas Sei Kepayang Timur.
c. Diketahuinya output dari program eliminasi penyakit malaria di
Puskesmas Sei Kepayang Timur.
d. Diketahuinya upaya Puskesmas Sei Kepayang Timur dalam mengatasi
permasalahan dan meningkatkan pencapaian hasil program eliminasi
penyakit malaria.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Bagi Dinas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pencapaian program eliminasi
penyakit malaria di Kabupaten Asahan khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Sei Kepayang Timur.
b. Bagi Puskesmas Sei Kepayang Timur
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan kinerja
Puskesmas Sei Kepayang Timur khususnya dalam penanggulangan malaria di
wilayah kerja Puskesmas Sei Kepayang Timur.
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman peneliti tentang mengkaji suatu permasalahan secara ilmiah.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai database dan referensi
untuk peneliti selanjutnya.

8
BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1 Penyakit Malaria


2.1.1 Definisi Penyakit Malaria
Malaria berasal dari bahasa Italia yaitu dari kata “Mal” artinya buruk dan
“Area” yang artinya udara. Secara harfiah (bahasa) malaria adalah penyakit yang
sering terjadi pada daerah dengan udara buruk akibat lingkungan yang juga buruk.
Jadi definisi dari Malaria berarti suatu penyakit infeksi dengan demam berkala
yang disebabkan oleh parasit Plasmodium (termasuk Protozoa) dan di tularkan
oleh nyamuk Anopheles betina.15
2.1.2 Penyebab Penyakit Malaria
Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles betina. Sekelompok parasit yang disebut Plasmodium
yang hidup dalam sel darah merah tersebut sangat kecil dan tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Manusia harus menggunakan mikroskop untuk
melihatnya.
Parasit tidak dapat hidup sendiri, tetapi harus mendapat makanan dari
organisme lain untuk hidup dan berkembang. Dikenal 5 (lima) macam spesies
yang menginfeksi manusia yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi.16
Jenis plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.
falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa
provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P. ovale pernah
ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Sejak tahun 2009 di Pulau
Kalimantan dan Sumatera dilaporkan kasus P. knowlesi yang ditularkan dari
monyet / primata ke manusia, tetapi infeksi dari manusia ke manusia lainnya
sampai saat ini belum dilaporkan.17
2.1.3 Siklus Hidup Plasmodium

15
Zulkhoni, A. 2010. Parasitologi. Penerbit Nuha Medika.Yogyakarta
16
Kemenkes.2020.Buku Saku Tata Laksana Malaria.Jakarta
17
Kemenkes.2020.Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Malaria .Jakarta

9
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk anopheles betina.18
1. Siklus pada manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran
darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk
kedalam sel hati dan menjadi trofozoit hati. Kemudian berkembang menjadi
skizon hati yang terdiri dari 10,000-30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih
kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian trofozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh
menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah
dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut
berkembang dari stadium trofozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung
spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
2. Siklus pada nyamuk anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina mengisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporokista yang mengandung
ribuan sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa
inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium (Tabel 1)

18
Ibid.

10
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan
pemeriksaan mikroskopik.19
Tabel 1. Masa inkubasi penyakit malaria
Plasmodium Masa Inkubasi (rata-rata)
P. falciparum 8 – 25 hari (12)
P. vivax 8 – 27 hari (15)
P. ovale 15 – 18 hari (17)
P. malariae 15 – 40 hari (28)
P.knowlesi 9 – 12 hari (11)

2.1.4 Gejala dan Jenis Penyakit Malaria


Pada malaria, demam merupakan gejala utama. Demam tidak teratur dapat
terjadi pada permulaan sakit. Sifat demam akut (paroksismal) diawali dengan
stadium dingin (menggigil), kemudian demam tinggi, lalu banyak berkeringat.
Periode gejala demam tergantung pada jenis malaria. Selain gejala klasik yang
telah disebutkan di atas, dapat juga ditemukan gejala lain, seperti sakit kepala,
mual, muntah, diare, nyeri, dan nyeri otot. Pada masyarakat di daerah endemis
(imun), gejala klasik tidak selalu ditemukan.
Adapun gejala penyakit malaria berdasarkan jenis malaria yang ada,
sebagaimana yang termaktum di dalam buku saku tata laksana malaria yaitu :
1. Malaria Falsiparum (malaria tropika)
Disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul
intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria
berat yang menyebabkan kematian. Malaria ini termasuk malaria ganas dengan
masa inkubasi 9-14 hari, menyerang limpa dan hati. Apabila organ hati sudah
terkena, akan timbul gejala yang menyerupai penyakit kuning
2. Malaria Vivaks (malaria tersiana)
Disebabkan oleh infeksi Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 2 hari. Jenis ini memberikan infeksi setiap 3 hari sekali,
sehingga sering dikenal dengan istilah malaria tertiana. Masa inkubasi malaria
tertiana berkisar antara 12-17 hari. Serangan pertama diawali dengan sindrom
19
Ibid

11
prodromal seperti sakit kepala, nyeri pinggang, mual, muntah, lesu, demam
tidak teratur pada 2-4 hari pertama, tapi kemudian demamnya menjadi teratur
setiap 48 jam sekali di waktu siang atau sore hari. Suhu badan dapat mencapai
40,6ºC atau lebih. Keadaan dapat diikuti pembengkakan limpa dan timbul
cacar herpes pada bibir, pusing dan rasa mengantuk, atau gejala lain yang
disebabkan iritasi serebral, namun hanya berlangsung sementara. Telah
ditemukan juga kasus malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium vivax.
3. Malaria Ovale
Disebabkan oleh infeksi Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya
bersifat ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks. Penyembuhan pada
P.Ovale sering terjadi secara spontan atau sembuh sendiri dan jarang kambuh.
4. Malaria Malariae (malaria kuartana)
Disebabkan oleh infeksi Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 3 hari. Gejala demam setiap 4 hari sekali, sehingga
disebut malaria kuartana. Masa inkubasi antara 18-40 hari. Gejalanya
menyerupai Plasmodium vivax tetapi demam dirasakan pada sore hari dengan
frekuensi yang teratur dan dapat menyebabkan gangguan pada ginjal yang
bersifat menahun. mencapai 40,6ºC atau lebih. Keadaan dapat diikuti
pembengkakan limpa dan timbul cacar herpes pada bibir, pusing dan rasa
mengantuk, atau gejala lain yang disebabkan iritasi serebral, namun hanya
berlangsung sementara.
5. Malaria Knowlesi
Disebabkan oleh infeksi Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai
malaria falsiparum.
2.1.5 Cara Penularan Penyakit Malaria
Malaria ditularkan melalui 2 cara, yaitu alamiah dan non alamiah.
Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang
mengandung parasit malaria (sporozoit) dan non alamiah jika bukan melalui
gigitan nyamuk anopheles.
Berikut beberapa penularan penyakit malaria secara non alamiah:
1. Malaria bawaan (kongenital)

12
Malaria kongenital adalah malaria pada bayi yang baru dilahirkan karena
ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi karena adanya kelainan pada
plasenta, sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya.
2. Penularan mekanik (transfusion malaria)
Infeksi malaria yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor yang
terinfeksi penyakit malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama atau
melalui transplantasi organ. Parasit malaria dapat hidup selama 7 hari dalam
darah donor.20
2.1.6 Penyakit Malaria Pada Ibu Hamil dan Balita
Malaria pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
serius karena dapat menimbulkan berbagai masalah seperti anemia, persalinan
prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), bahkan kematian ibu dan bayi. Dalam
jangka panjang, risiko malaria bagi ibu hamil adalah pertumbuhan dan
perkembangan kognitif anak akibat lahir prematur dan berat badan kurang.
Penelitian malaria dalam kehamilan di Kabupaten Mimika menunjukkan
bahwa infeksi pada Ibu hamil menyebabkan anemia berat pada Ibu dan penurunan
berat lahir janin. Malaria pada bayi merupakan penyebab utama anemia berat dan
bersama dengan kecacingan menjadi penyebab utama stunting di daerah endemis
malaria. Berdasarkan data Tahun 2019 sebanyak 58% (92 dari 160)
Kabupaten/Kota prioritas stunting merupakan daerah endemis malaria.21
Pada Tahun 2019 dari seluruh kasus malaria di Indonesia, 39% terjadi
pada anak usia di bawah 15 tahun (96.659 kasus) dan 14% atau sebanyak 36.293
kasus terjadi pada balita termasuk 3.858 kasus (2%) terjadi pada bayi. Kasus
malaria pada ibu hamil Tahun 2019 yaitu sebanyak 1.769, kasus terbanyak
dilaporkan dari Provinsi Papua. Proporsi kasus malaria pada Ibu Hamil
dibandingkan seluruh kasus positif malaria yaitu 0.5%.22

2.2 Program Eliminasi Malaria


2.2.1 Definisi Eliminasi Malaria

20
Sorontou, Yohanna.2013. Ilmu malaria Klinik. Jakarta: Penerbit Buku EGC
21
Laporan Situasi Terkini Perkembangan Program Pengendalian Malaria Di Indonesia Tahun
2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
22
Ibid

13
Berdasarkan Keputusan Menkes RI Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009,
Eliminasi Malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria
setempat dalam satu wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus
impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap
dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah menular kembali.23
2.2.2 Tujuan dan Sasaran Eliminasi Malaria
Tujuan dari eliminasi malaria di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat
yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai
tahun 2030.
Sasaran dari program eliminasi malaria berdasarkan Keputusan Menkes RI
Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 adalah
a. Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau Batam pada
tahun 2010;
b. Pulau Jawa, Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015;
c. Pulau Sumatera (kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau) ,
Provinsi NTB, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020; dan
d. Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi NTT, Provinsi Maluku dan
Provinsi Maluku Utara pada tahun 2030.
2.2.3 Pentahapan Eliminasi Malaria
Dalam program malaria Global (Global Malaria Programme) terdapat 4
tahapan menuju eliminasi malaria yaitu: Pemberantasan, Pra Eliminasi, Eliminasi
dan Pemeliharaan (pencegahan penularan kembali).
Skema pentahapan eliminasi malaria adalah sebagai berikut

Keputusan Menkes RI Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang Eliminasi


23

Malaria, Jakarta

14
Situasi yang dicapai pada masing-masing tahap Eliminasi Malaria,
sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menkes RI Nomor
293/Menkes/SK/IV/2009 adalah sebagai berikut :
1. Tahap Pemberantasan
a. Belum semua unit pelayanan kesehatan mampu memeriksa kasus secara
laboratorium (Mikroskopis).
b. Cakupan pelayanan dan sumber daya terbatas.
c. Bila semua penderita demam di unit pelayanan kesehatan sudah dilakukan
pemeriksaan sediaan darah, maka Slide Positif Rate (SPR) masih > 5%.
d. Adanya upaya pengendalian malaria secara intensif untuk mencapai SPR
<5%.
e. Adanya keterlibatan pemerintah, pemerintah daerah, swasta, LSM,
organisasi Profesi, Lembaga Internasional dan lembaga donor lainnya
(pembentukan Tim Gebrak Malaria atau forum kerja sama lain yang sudah
ada di Provinsi dan Kabupaten/kota).
2. Tahap Pra Eliminasi
a. Semua unit pelayanan kesehatan sudah mampu memeriksa kasus secara
laboratorium (mikroskopis).
b. Semua penderita malaria klinis di unit pelayanan kesehatan sudah dilakukan
pemeriksaan sediaan darah dan SPR mencapai < 5%.
c. Adanya peningkatan kualitas dan cakupan upaya pengendalian malaria
(Surveilans, penemuan dan pengobatan, pemberantasan vektor) untuk
mencapai Annual Parasite Incidence (API) < 1/1000 penduduk berisiko.

15
d. Adanya peningkatan keterlibatan pemerintah, pemerintah daerah, swasta,
LSM, organisasi profesi, lembaga internasional, lembaga donor dan lain-lain
(Tim Gebrak Malaria atau forum kerja sama lain yang sudah ada di Provinsi
dan Kabupaten/Kota).
e. Tersedianya peraturan perundangan di tingkat Provinsi/Kabupaten / Kota
yang mendukung kebijakan dan sumber daya untuk pelaksanaan eliminasi
malaria.
3. Tahap Eliminasi
a. API sudah mencapai < 1/1000 penduduk berisiko dalam satuan wilayah
minimal setara dengan Kabupaten / Kota.
b. Surveilans sudah berjalan dengan baik termasuk Active Case Detection
(ACD).
c. Re-orientasi program menuju Tahap Eliminasi kepada semua petugas
kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam eliminasi sudah
dicapai dengan baik.
d. Lintas sektor terkait telah berperan secara penuh dan sinergis mulai dari
pemerintah, pemerintah daerah, LSM, organisasi profesi, lembaga
internasional, lembaga donor dan lain-lain dalam eliminasi malaria yang
tertuang didalam Peraturan Perundangan daerah.
e. Upaya penanggulangan malaria dilakukan secara intensif sehingga kasus
dengan penularan setempat (indigenous) tidak ditemukan dalam periode
waktu satu tahun terakhir.
4. Tahap Pemeliharaan (Pencegahan Penularan Kembali)
a. Mempertahankan kasus indigenous tetap nol.
b. Kegiatan surveilans yang baik masih dipertahankan.
c. Re-orientasi program menuju Tahap Pemeliharaan kepada semua petugas
kesehatan, pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam eliminasi sudah
dicapai dengan baik.
d. Adanya konsistensi tanggung jawab pemerintah daerah dalam tahap
pemeliharaan secara berkesinambungan dalam kebijaksanaan, penyediaan
sumber daya baik sarana dan prasarana serta sumber daya lainnya yang

16
tertuang dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Perundangan yang
diperlukan di Provinsi/Kabupaten/Kota.
2.2.4 Kegiatan Dalam Eliminasi Malaria
Kegiatan dalam eliminasi malaria yang tercantum dalam Keputusan
Menkes RI Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 adalah
1. Tahap Pemberantasan
Untuk mencapai tujuan Tahap Pemberantasan, perlu dilakukan pokok-
pokok kegiatan sebagai berikut :
a. Penemuan dan Tata Laksana Penderita
- Meningkatkan cakupan penemuan penderita malaria dengan konfirmasi
laboratorium baik secara mikroskopis maupun RDT.
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria
efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini
menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah, pemantauan kualitas RDT, dan
meningkatkan kemampuan mikroskopis.
- Memantau efikasi obat malaria.
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
- Melakukan survei vektor dan analisis dinamika penularan untuk menentukan
metode pengendalian vektor yang tepat.
- Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara massal maupun integrasi
dengan program/sektor lain di lokasi endemis malaria.
- Melakukan penyemprotan rumah (Indoor Residual Spraying) atau
pengendalian vektor lain yang sesuai di lokasi potensial atau sedang terjadi
KLB.
- Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.
c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Meningkatkan kemampuan unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta (Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) dalam pelaksanaan SKD-KLB.
- Menanggulangi KLB malaria.

17
- Meningkatkan cakupan dan kualitas pencatatan-pelaporan tentang angka
kesakitan malaria serta hasil kegiatan.
- Melakukan pemetaan daerah endemis malaria dari data rutin dan hasil survei.
d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
- Meningkatkan peran aktif masyarakat antara lain melalui pembentukan Pos
Malaria Desa (Posmaldes) di daerah terpencil.
- Meningkatan promosi kesehatan.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi
keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi
internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat.
- Meningkatkan kemampuan unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta (Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) dalam pelaksanaan SKD-KLB.
- Integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat, seperti
pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan penderita.
- Menyusun Perda atau peraturan perundangan lainnya untuk mendukung
eliminasi malaria.
e. Peningkatan sumber daya manusia
- Menyelenggarakan pelatihan tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah sakit
pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta serta menjaga kualitas
pemeriksaan sediaan darah.
- Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita.
- Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.
2. Tahap Pra Eliminasi
Pokok-pokok kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Penemuan dan tata laksana penderita
- Menemukan semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopis di
Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan
swasta.
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria
efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini
menggunakan Artemisinin Combination Therapy).

18
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala menguji
kemampuan pemeriksaan mikroskopis.
- Memantau efikasi obat malaria.
- Meningkatkan cakupan penemuan dan pengobatan penderita secara pasif
melalui Puskesmas Pembantu, Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
(antara lain Poskesdes, Posyandu, Posmaldes), praktek swasta, klinik, dan
rumah sakit.
- Mengatur dan Mengawasi peredaran penjualan obat malaria selain ACT
(klorokuin, fansidar) di warung-warung obat.
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
- Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara massal maupun secara rutin
melalui kegiatan integrasi dengan program lain dapat mencakup > 80%
penduduk di lokasi fokus malaria dengan API ≥ 1‰.
- Melakukan penyemprotan rumah dengan cakupan > 90% rumah penduduk di
lokasi potensial atau sedang terjadi KLB dan di lokasi fokus malaria dengan
API ≥ 1‰ yang tidak sesuai dengan penggunaan kelambu berinsektisida.
- Melakukan pengendalian vektor dengan metode lain yang sesuai untuk
menurunkan reseptivitas, seperti manajemen lingkungan, larvasidasi, dan
pengendalian vektor secara hayati.
- Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.
c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Puskesmas,
poliklinik, rumah sakit) melaksanakan SKD-KLB malaria, dianalisis dan
dilaporkan secara berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
- Menanggulangi KLB malaria.
- Memperkuat sistem informasi kesehatan sehingga semua penderita dan
kematian malaria serta hasil kegiatan dapat dicatat dan dilaporkan.
- Melaporkan penemuan kasus dengan segera.
- Menginventarisasi dan memetakan fokus malaria.

19
- Membuat data dasar eliminasi, antara lain secara Geographycal Information
System (GIS) berdasarkan data berdasarkan data fokus, kasus, vektor,
genotipe isolate parasit dan intervensi yang dilakukan.
- Membentuk Tim Monitoring Eliminasi Malaria di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Tugas utama Tim tersebut adalah :
a) Membuat data dasar eliminasi.
b) Melakukan penilaian secara objektif dalam menentukan apakah suatu
wilayah kabupaten/kota sudah memenuhi syarat untuk masuk tahap pra
eliminasi atau sudah siap memasuki tahap berikutnya, berdasarkan :
1) Status penularan malaria di wilayah tersebut.
2) Kesiapan dan kemampuan upaya pelayanan kesehatan setempat.
d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
- Meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi
keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi
internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat.
- Melakukan integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat,
seperti pembagian kelambu berinsektisida, penemuan dan pengobatan
penderita.
- Mentaati dan melaksanakan Peraturan daerah dan atau peraturan perundangan
lainnya untuk mendukung eliminasi malaria.
- Melakukan advokasi dan sosialisasi agar mendapat dukungan politik dan
adanya jaminan dalam penyediaan dana secara berkesinambungan untuk
menghilangkan fokus aktif yang masih ada.
- Mobilisasi dana yang bersumber dari kabupaten/kota, provinsi dan pusat
maupun lembaga donor.
- Menyelenggarakan pertemuan lintas-batas provinsi dan kabupaten/kota untuk
merencanakan dan melakukan kegiatan secara terpadu dalam Eliminasi
Malaria.
e. Peningkatan sumber daya manusia

20
- Re-orientasi program menuju Tahap Eliminasi disampaikan kepada petugas
kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam Eliminasi Malaria
agar mereka memahami tujuan eliminasi dan tugas yang harus dilaksanakan.
- Pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah sakit
pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta serta menjaga kualitas
pemeriksaan sediaan darah.
- Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.
- Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita.
3. Tahap Eliminasi
Pokok-pokok kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Penemuan dan tata laksana penderita
- Menemukan semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopis baik
secara pasif (PCD) di unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta,
maupun penemuan penderita secara aktif (ACD).
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria
efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini
menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
- Melakukan follow up pengobatan penderita malaria falciparum pada hari ke-
7 dan ke-28 setelah pengobatan, sedang penderita malaria vivax pada hari
ke-7, 28 dan 3 bulan setelah pengobatan.
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala menguji
kemampuan mikroskopis dalam memeriksa sediaan darah.
- Memantau efikasi obat malaria.
- Melibatkan sepenuhnya peran praktek swasta dan klinik serta rumah sakit
swasta dalam penemuan dan pengobatan penderita.
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
- Melakukan pengendalian vektor yang sesuai, antara lain dengan pembagian
kelambu berinsektisida (cakupan >80% penduduk) atau penyemprotan
rumah (cakupan > 90% rumah) untuk menurunkan tingkat penularan di
lokasi fokus baru dan sisa fokus lama yang masih aktif.

21
- Bila perlu melakukan larvasidasi atau manajemen lingkungan dilokasi fokus
yang reseptivitasnya tinggi (kepadatan vektor tinggi dan adanya faktor
lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan).
- Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.
- Memberikan perlindungan individu dengan kelambu berinsektisida kepada
penduduk di wilayah eliminasi yang akan berkunjung ke daerah lain yang
endemis malaria baik di dalam maupun di luar negeri.
c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Puskesmas,
poliklinik, rumah sakit) melaksanakan SKD-KLB malaria, dianalisis dan
dilaporkan secara berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
- Segera melakukan penanggulangan bila terjadi KLB malaria.
- Melaksanakan surveilans penderita dengan ketat, terutama bila sudah mulai
jarang ditemukan penderita dengan penularan setempat.
- Melaksanakan surveilans migrasi untuk mencegah masuknya kasus impor.
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala menguji
kemampuan mikroskopis dalam memeriksa sediaan darah.
- Memantau efikasi obat malaria.
- Melibatkan sepenuhnya peran praktek swasta dan klinik serta rumah sakit
swasta dalam penemuan dan pengobatan penderita.
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
- Melakukan pengendalian vektor yang sesuai, antara lain dengan pembagian
kelambu berinsektisida (cakupan >80% penduduk) atau penyemprotan
rumah (cakupan > 90% rumah) untuk menurunkan tingkat penularan di
lokasi fokus baru dan sisa fokus lama yang masih aktif.
- Bila perlu melakukan larvasidasi atau manajemen lingkungan dilokasi fokus
yang reseptivitasnya tinggi (kepadatan vektor tinggi dan adanya faktor
lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan).
- Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.

22
- Memberikan perlindungan individu dengan kelambu berinsektisida kepada
penduduk di wilayah eliminasi yang akan berkunjung ke daerah lain yang
endemis malaria baik di dalam maupun di luar negeri.
c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Puskesmas,
poliklinik, rumah sakit) melaksanakan SKD-KLB malaria, dianalisis dan
dilaporkan secara berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
- Segera melakukan penanggulangan bila terjadi KLB malaria.
- Melaksanakan surveilans penderita dengan ketat, terutama bila sudah mulai
jarang ditemukan penderita dengan penularan setempat.
- Melaksanakan surveilans migrasi untuk mencegah masuknya kasus impor.
- Melakukan penyelidikan epidemologi terhadap semua kasus positif malaria
untuk menentukan asal penularan penderita.
- Melaporkan dengan segera setiap kasus positif malaria yang ditemukan di
unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta kepada Dinas
Kesehatan secara berjenjang sampai tingkat pusat.
- Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap fokus malaria untuk
menentukan asal, luas dan klasifikasi fokus tersebut.
- Memperkuat sistem informasi malaria sehingga semua kasus dan hasil
kegiatan intervensi dapat dicatat dengan baik dan dilaporkan.
- Mencatat semua kasus positif dalam buku register secara nasional.
- Melaksanakan pemeriksaan genotipe isolate parasit secara rutin.
- Membuat peta GIS berdasarkan data fokus, kasus positif, genotipe isolate
parasit, vektor, dan kegiatan intervensi yang dilakukan.
- Memfungsikan Tim Monitoring Eliminasi Malaria di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
- Meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi
keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi
internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat.

23
- Melakukan integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat,
seperti pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan penderita.
- Memfungsikan Perda atau peraturan perundangan lainnya, antara lain untuk
membebaskan biaya diagnosis laboratorium dan pengobatan malaria di unit
pelayanan kesehatan pemerintah, serta melarang penjualan obat malaria di
warung atau kaki lima.
- Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk mendapatkan dukungan politik dan
jaminan dalam penyediaan dana secara berkesinambungan dalam upaya
eliminasi malaria, khususnya menghilangkan fokus aktif dan menghentikan
penularan setempat.
- Mobilisasi dana yang bersumber dari kabupaten/kota, provinsi, dan pusat
maupun lembaga donor.
- Melakukan pertemuan lintas batas antar provinsi dan kabupaten/kota untuk
merencanakan dan melaksanakan kegiatan Eliminasi Malaria secara terpadu.
e. Peningkatan sumber daya manusia
- Melaksanakan re-orientasi program menuju Tahap Pemeliharaan (pencegahan
penularan kembali) disampaikan kepada petugas kesehatan pemerintah
maupun swasta yang terlibat eliminasi.
Re-orientasi ini mulai dilaksanakan bila:
a) Surveilans penderita yang ketat sudah mampu memutuskan penularan
malaria setempat secara total atau hampir total (penderita indigenous
sudah sangat jarang ditemukan).
b) Penderita dengan penularan setempat hampir tidak ditemukan atau sangat
jarang.
c) Hampir semua penderita positif yang ditemukan adalah penderita impor,
relaps, induced dan introduced.
- Melaksanakan pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah
sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta terutama di
daerah reseptive untuk menjaga kualitas pemeriksaan sediaan darah.
- Melaksanakan pelatihan tenaga Juru Malaria Desa (JMD) untuk kegiatan
ACD di wilayah yang masih memerlukan.
Tahap Eliminasi sudah tercapai apabila :

24
- Penderita dengan penularan setempat sudah dapat diturunkan sampai nol
dalam periode satu tahun terakhir.
- Kegiatan surveilans di unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta,
mampu mendeteksi dan menghentikan bila terjadi penularan malaria.
4. Tahap Pemeliharaan (Pencegahan Penularan Kembali)
Pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan adalah :
a. Penemuan dan tata laksana penderita
- Di wilayah dengan tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas yang rendah,
penemuan penderita secara dini cukup dengan kegiatan PCD melalui unit
pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta.
- Di wilayah dengan tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas yang tinggi,
penemuan penderita secara dini disamping PCD juga dilakukan ACD oleh
JMD.
- Semua sediaan darah diperiksa ulang di laboratorium rujukan secara
berjenjang di kabupaten/kota, provinsi dan pusat.
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria
efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini
menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
- Melakukan follow up pengobatan penderita positif falciparum pada hari ke-7
dan ke-28 setelah pengobatan, untuk penderita positif vivax pada hari ke-7,
28 dan 90 (3bulan) setelah pengobatan.
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
- Di wilayah dengan tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas yang tinggi, untuk
menurunkan reseptivitas bila perlu dilakukan pengendalian vektor yang
sesuai di lokasi tersebut, seperti larvasidasi atau manajemen lingkungan.
- Di lokasi fokus bila ditemukan penderita dengan penularan setempat dan atau
penderita introduced, dilakukan pengendalian vektor yang sesuai di lokasi
tersebut, seperti penyemprotan rumah atau pembagian kelambu
berinsektisida.
c. Surveilance epidemilogi dan penanggulangan wabah
Untuk mencegah munculnya kembali kasus dengan penularan setempat,
dilakukan kegiatan kewaspadaan sebagai berikut:

25
- Pada tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas rendah dilakukan:
a) Penemuan penderita pasif (PCD) melalui unit pelayanan kesehatan baik
pemerintah maupun swasta.
b)Penyelidikan epidemologi terhadap semua kasus positif untuk
menentukan asal penularan.
c) Follow up pengobatan penderita.
d) Surveilans migrasi untuk mencegah masuknya kasus impor.
- Pada tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas tinggi dilakukan kegiatan-kegiatan
seperti di atas, ditambah kegiatan ACD oleh JMD, pengendalian vektor
yang sesuai untuk menurunkan reseptivitas.
Di samping kegiatan kewaspadaan seperti di atas, masih dilakukan
kegiatan surveilans yang lain seperti :
- Melaporkan dengan segera semua kasus positif yang ditemukan.
- Mempertahankan sistem informasi malaria yang baik sehingga semua kasus
dan hasil kegiatan intervensi dapat dicatat dan dilaporkan.
- Mencatat semua kasus positif dalam buku register di kabupaten/kota, provinsi
dan pusat.
- Melakukan pemeriksaan genotip isolate parasit.
- Melakukan penyelidikan epidemologi terhadap fokus malaria untuk
menentukan asal dan luasnya penularan serta klasifikasinya.
- Membuat peta GIS berdasarkan data fokus, kasus, genotip isolate parasit,
vektor dan kegiatan intervensi.
d. Peningkatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
- Meningkatkan promosi kesehatan untuk mencegah kembalinya penularan dari
kasus impor yang terlambat ditemukan.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM organisasi
keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi
internasional, lembaga donor, dunia usaha, dan seluruh masyarakat.
- Melakukan integrasi dengan program lain dalam kegiatan penurunan
reseptivitas.

26
- Melakukan advokasi dan sosialisasi agar mendapat dukungan politik dan
jaminan dalam penyediaan dana minimal untuk pemeliharaan eliminasi
(mencegah penularan kembali).
e. Peningkatan Sumber Daya Manusia
- Melakukan refreshing dan motivasi kepada petugas mikroskopis agar tetap
menjaga kualitas dalam pemeriksaan sediaan darah.

2.3 Puskesmas
2.3.1 Defini Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.24 Menurut
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Puskesmas merupakan pelayanan
kesehatan yang meliputi promosi (peningkatan kesehatan), pencegahan,
pengobatan dan rehabilitasi (pemulihan kesehatan). Puskesmas harus
diprioritaskan pada bentuk pelayanan kesehatan dasar, prioritas diberikan pada
promosi dan pencegahan (pelayanan kesehatan masyarakat).
2.3.2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan Puskesmas
Berdasarkan Permenkes Nomor 43 Tahun 2019, Puskesmas mempunyai
tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan,
Puskesmas mengintegrasikan program yang dilaksanakannya dengan pendekatan
keluarga.
Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas mempunyai fungsi sebagai
penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah
kerjanya dan penyelenggara Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat
pertama di wilayah kerjanya.
Adapun kewenangan Puskesmas dalam menjalankan fungsinya sebagai
penyelenggara UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya yaitu :

24
Permenkes RI Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat

27
a. Menyusun perencanaan kegiatan berdasarkan hasil analisis masalah kesehatan
masyarakat dan kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerja sama
dengan pimpinan wilayah dan sektor lain terkait.
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap institusi, jaringan pelayanan
Puskesmas dan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat.
f. Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi sumber
daya manusia Puskesmas.
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
h. Memberikan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada keluarga, kelompok,
dan masyarakat dengan mempertimbangkan faktor biologis, psikologis, sosial,
budaya, dan spiritual.
i. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan Pelayanan Kesehatan.
j. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat kepada dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota, melaksanakan sistem kewaspadaan dini, dan
respon penanggulangan penyakit.
k. Melaksanakan kegiatan pendekatan keluarga.
l. Melakukan kolaborasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama
dan rumah sakit di wilayah kerjanya, melalui pengoordinasian sumber daya
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas.
Dalam melaksanakan fungsi Puskesmas sebagai penyelenggara UKP
tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas mempunyai kewenangan dalam :
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan, bermutu, dan holistik yang mengintegrasikan faktor
biologis, psikologi, sosial, dan budaya dengan membina hubungan dokter -
pasien yang erat dan setara.

28
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif.
c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berpusat pada individu, berfokus
pada keluarga, dan berorientasi pada kelompok dan masyarakat.
d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan kesehatan,
keamanan, keselamatan pasien, petugas, pengunjung, dan lingkungan kerja.
e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi.
f. Melaksanakan penyelenggaraan rekam medis.
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
Pelayanan Kesehatan
h. Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi sumber
daya manusia Puskesmas.
i. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem
Rujukan.
j. Melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di
wilayah kerjanya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

2.4. Evaluasi Pelaksanaan Program


2.4.1 Definisi Evaluasi Pelaksanaan Program
Evaluasi program adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan untuk
menilai tingkat keberhasilan program dengan sengaja. Terdapat beberapa arti
mengenai program itu sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b)
program adalah aktifitas yang dilaksanakan secara seksama. Menurut Tyler (1950)
yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5),
evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah
terealisasikan.
Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang
dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5),
evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada
pengambil keputusan. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang

29
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan
yang direncanakan (Suharsimi Arikunto, 1993: 297).
Bila ditilik dari beberapa sudut pandang di atas, dapat dikatakan bahwa
evaluasi rencana merupakan suatu proses pengumpulan data atau informasi ilmiah
yang hasilnya dapat dijadikan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam
menentukan alternatif kebijakan. Hal ini perlu dilakukan untuk melakukan koreksi
atas kebijakan yang lalu guna perbaikan program dalam kebijakan berikutnya.
2.4.2 Tujuan Evaluasi Program
Dalam proses evaluasi program harus ditentukan tujuan mengapa proses
evaluasi dilakukan. Dari segi tujuan (yaitu ingin mengetahui status sesuatu),
evaluasi program dapat dikatakan sebagai suatu bentuk penelitian evaluasi. Oleh
karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana akan memikirkan dan menentukan
bagaimana melakukan langkah-langkah penelitian.
Menurut Endang Mulyatiningsih (2011:114-115), evaluasi program
dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Menunjukkan kontribusi program terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Hasil evaluasi penting untuk mengembangkan program yang sama di tempat
lain.
2. Menentukan keberlanjutan program, apakah perlu dilanjutkan, ditingkatkan
atau dihentikan.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar
(2009:7), terdapat perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi
program adalah sebagai berikut:
1. Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin memahami gambaran tentang
sesuatu lalu mendeskripsikan hasilnya, dan ketika mengevaluasi rencana
pelaksanaan, peneliti ingin mengetahui seberapa tinggi kualitas atau kondisi
suatu hal akibat pelaksanaan program tersebut, dan membandingkan data
yang dikumpulkan dengan kriteria atau standar tertentu.
2. Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut untuk mengajukan pertanyaan
ataupun rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitian
tersebut. Ketika mengevaluasi rencana implementasi, peneliti ingin
mengetahui tingkat pencapaian tujuan program dan tujuan yang telah

30
ditetapkan yang belum tercapai. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dimana
letak kekurangan dan alasannya.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa evaluasi program adalah sejenis
penelitian evaluasi. Pada dasarnya tujuan penelitian evaluasi adalah untuk
menentukan tujuan suatu kebijakan, menentukan rekomendasi kebijakan yang
lalu, dan akhirnya menentukan kebijakan selanjutnya.
2.4.3 Model Evaluasi Program CIPP (Context, Input, Process, Product)
Model evaluasi tampak berbeda satu sama lain, namun maksud dan
tujuannya sama, yakni untuk mengumpulkan data atau informasi tentang objek
yang dievaluasi. Selain itu, informasi yang dikumpulkan dapat diberikan kepada
pengambil keputusan untuk menentukan tindak lanjut yang sesuai untuk rencana
yang dievaluasi.
Dari beberapa penjelasan mengenai kualitas pelayanan publik yang
bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan sebagai sarana
untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pelayanan. Ada beberapa tujuan
evaluasi. Menurut OECD (2002), tujuan dari penilaian keseluruhan adalah untuk
menentukan relevansi dan realisasi tujuan, efisiensi, efektivitas, dampak dan
pembangunan berkelanjutan dari proyek, program atau kebijakan. Menurut
Stufflebeam, evaluasi mengacu pada proses penyimpangan, memperoleh dan
memberikan informasi yang berguna untuk digunakan dalam penilaian lain.
Evaluasi dapat di implementasikan dalam intervensi, seperti kebijakan,
rencana atau kegiatan atau proyek. Dalam melakukan penilaian, banyak kriteria
yang digunakan yaitu relevansi, efektivitas, efisiensi, dampak dan keberlanjutan
serta kebijakan, kegiatan atau program. Dalam melakukan evaluasi terdapat
berbagai macam model, seperti model CIPP (context, input, process dan product),
model kesenjangan, model goal free evaluation, model evaluasi formatif dan
sumatif, model pengukuran dan model kesesuaian. Namun dalam penelitian ini
model CIPP akan digunakan sebagai dasar evaluasi.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengambilan
keputusan yang dikembangkan oleh Stufflebeam yang dikenal dengan CIPP

31
Evaluation Model. CIPP merupakan singkatan dari Context, Input, Process and
Product. Stufflebeam25 membagi evaluasi menjadi empat macam yaitu :
a. Context Evaluation (Evaluasi Konteks)
Evaluasi konteks meliputi analisis masalah yang berkaitan dengan
lingkungan yang direncanakan atau kondisi tujuan yang akan dilaksanakan. Berisi
analisis tentang kelebihan dan kekurangan objek tertentu. Stufflebeam
menyatakan evaluasi konteks sebagai fokus institusi dengan mengidentifikasi
peluang dan menilai kebutuhan (1983).
Satu kebutuhan dirumuskan sebagai suatu kesenjangan (discrepancy view)
kondisi nyata (reality) dengan kondisi yang diharapkan (ideality). Dengan kata
lain evaluasi konteks Evaluasi Penyediaan Layanan Kesehatan (Maulana, et al.)
189 berhubungan dengan analisis masalah kekuatan dan kelemahan dari obyek
tertentu yang akan atau sedang berjalan.
b. Input Evaluation (Evaluasi Masukan)
Evaluasi masukan mencakup analisis pribadi tentang bagaimana
menggunakan sumber daya yang tersedia dan harus menerapkan strategi alternatif
yang direncanakan. Mengidentifikasi dan menilai kapabilitas sistem, alternative
strategi program, desain prosedur untuk strategi implementasi, pembiayaan dan
penjadwalan.
c. Process Evaluation (Evaluasi Proses)
Evaluasi proses adalah evaluasi yang dirancang dan diterapkan dalam
praktik pelaksanaan kegiatan. Ini termasuk mengidentifikasi masalah prosedural
dalam pengelolaan insiden dan kegiatan, dan memantau setiap kegiatan untuk
membuat perubahan secara jujur dan hati-hati.
d. Product Evaluation (Evaluasi Hasil)
Evaluasi produk merupakan kumpulan deskripsi dalam hubungan dengan
konteks, input, dan proses, kemudian diinterprestasikan harga dan jasa yang
diberikan (Stufflebeam and Shinkfield: 1986). Evaluasi produk adalah evaluasi
yang mengevaluasi berhasil tidaknya pencapaian tujuan. Evaluasi mencatat
pencapaian hasil dan catatan perbaikan dan keputusan implementasi.

25
Stufflebeam Daniel L., Chris L. S. Coryn. Evaluation Theory, Models, and Applications. 2nd Edition. San
Francisco: Jossey-Bass.2014: 315.

32
2.5 Kerangka Konsep
Pelaksanaan program eliminasi malaria dapat dievaluasi melalui indikator
masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Dan teori yang digunakan
adalah teori pendekatan sistem yaitu penerapan suatu prosedur secara logis dan
rasional melalui indikaror masukan, proses, output yang berhungan dengan suatu
kegiatan sehingga dapat berfungsi sebagai suatu kesatuan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Oleh Karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai
berikut :

PROSES

 Penemuan dan tata


laksana penderita
INPUT OUTPUT
 Pencegahan dan
 Tenaga penanggulangan Terlaksananya
Kesehatan faktor resiko Program Eliminasi
 Sumber Dana  Surveilans Malaria di
 Sarana dan epidemiologi dan Puskesmas Sei
Prasarana penanggulangan Kepayang Timur
wabah
 Peningkatan KIE
 Peningkatan
Sumber Daya
Manusia

2.6 Penelitian Relevan

33
N AUTHO
JUDUL TUJUAN METODE VARIABEL HASIL PERSAMAAN PERBEDAAN
O R
1 Evaluation of the J.O. Untuk Systemati (1) beban Brazil telah mengalami Memiliki tujuan Metode dan
malaria Melo, mengeval c review malaria di penurunan yang mengesankan yang sama untuk variabel berbeda
elimination M.A.O. uasi and Brasil, (2) dalam rawat inap dan kematian mengevaluasi
policy in Brazil: a Padilha, eliminasi epidemiol perbedaan akibat malaria dalam 3 dekade eliminasi malaria
systematic R.T.A. malaria di ogical geografis, terakhir, tetapi pemberantasan
review and Barbosa Brasil analysis (3) hasil malaria total di Brazil dalam
epidemiological , W.J. study yang waktu dekat tetap tidak mungkin.
analysis study Alonso, bergantung
(Evaluasi A.Y. pada usia, Penghapusan malaria lengkap
kebijakan Vittor, dan (4) P dalam waktu dekat di Brazil akan
eliminasi malaria and G.Z. falciparum membutuhkan alat yang lebih
di Brasil: tinjauan Laporta vs. P baik untuk tantangan yang
sistematis dan (2020) vivax.F6 ditimbulkan P.vivax transmisi dan
studi analisis morbiditas. Khususnya, obat baru
epidemiologi) yang bisa menyembuhkan
penderita yang kambuh P. vivax
dan / atau memblokir penularan
ke vektor malaria yang kompeten
tentunya sangat dibutuhkan.
2 Novel strategies Hélène untuk study vector Strategi baru untuk pengendalian Membahas Metode dan
lead to pre- Hiwat, lebih area and control ; malaria yang diperkenalkan di kebijakan tentang variabel
elimination of Loretta menguran performa case Suriname dalam MM-MP telah eliminasi malaria
malaria in S gi malaria nce manageme menyebabkan penurunan beban
previously high- Hardjop dengan framewor nt; BCC/IEC malaria nasional yang signifikan.
risk areas in awiro, menggun k and (mass Tantangannya adalah untuk lebih
Suriname, South Willem akan monitorin media, mengurangi malaria dengan
America Takken strategi g outreach menggunakan strategi yang

1
(Strategi baru and yang progress programme tersedia yang sesuai di daerah
mengarah pada Leopold tersedia ) and dan populasi yang terkena
eliminasi awal o yang Surveillanc dampak. Pemberantasan malaria
malaria di Villegas sesuai di e, di negara ini akan membutuhkan
daerah yang (2012) daerah Monitoring pemahaman melalui dinamika
sebelumnya dan and penularan dan investasi khusus
berisiko tinggi di populasi Evaluation+ dalam intervensi kunci yang
Suriname, yang F14 efektif.
Amerika Selatan) terkena
dampak
3 Magnitude of Belayne untuk cross gender, age Sebanyak 400 pasien yang secara Gambaran Malaria Tujuan, metode
Malaria Infection h menentuk sectional klinis diduga menderita malaria dan variabel
in Ethiopia Regasa an study diperiksa dengan prevalensi berbeda
(Besaran Infeksi (2014) prevalens keseluruhan adalah 7% (28 kasus
Malaria di i malaria malaria dari 400 pasien) dimana
Ethiopia) di rumah 18 (64,3%) positif Plasmodium
sakit Arba falciparum dan 7 (25%) untuk
Minch, Plasmodium vivax ; sisanya 3
Ethiopia. (10,7%)
menunjukkan infeksi campuran
dari Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax. Laki-laki 16
(4%) lebih terinfeksi
dibandingkan
perempuan 12 (3%). Jenis
kelamin memiliki hubungan yang
bermakna secara statistik dengan
infeksi malaria (p <0,005). Semua
kelompok usia terinfeksi tetapi

2
prevalensi tinggi diamati pada
kelompok usia 15-19 tahun,
diikuti oleh kelompok usia 20-29
tahun.
4 Comparative Jun-Ling Evaluasi Case-level Kejadian Sebanyak 210.730 kasus malaria Evaluasi kebijakan Metode, variabel
evaluation of the Sun, kinerja data kasus, dilaporkan di daratan Cina pada malaria berbeda
diagnosis, Sheng sistem akurasi dan tahun 2005 - 2014. Rata-rata
reporting and Zhou, surveilans ketepatan kejadian tahunan menurun
investigation of Qi-Bin malaria waktu drastis dari 2,5 per100.000 orang
malaria cases in Geng, nasional diagnosis pada tahap kontrol menjadi 0,2
China, 2005– Qian dapat kasus, per 100.000 pada tahap
2014: transition Zhang, mengiden pelaporan eliminasi, tetapi proporsi kasus
from control to Zi-Ke tifikasi dan migran meningkat dari 9,8%
elimination for Zhang, kekurang investigasi, menjadi 41,0%. Sejak dimulainya
the national Can-Jun an- dinilai dan Program Nasional Penghapusan
malaria Zheng, kekurang dibandingk Malaria pada tahun 2010,
programme Wen- an yang an antara proporsi keseluruhan kasus yang
(Evaluasi Biao Hu, apabila tahap didiagnosis melalui pemeriksaan
komparatif Archie diatasi pengendali laboratorium secara konsisten
diagnosis, C. A. akan an malaria meningkat, dengan yang tertinggi
pelaporan dan Clement meningka (2005). - 99,0% pada tahun 2014. Namun,
investigasi kasus s, tkan 2010) dan proporsi ini jauh lebih rendah di
malaria di China, Sheng- program tahap provinsi non-endemik (79,0%)
2005 - 2014: Jie Lai surveilans eliminasi dibandingkan yang di provinsi
transisi dari and pembera (2011 - endemis (91,4%) selama tahun
kontrol ke Zhong- ntasan 2014) di 2011 - 2014. Interval median dari
eliminasi untuk Jie Li malaria. daratan onset penyakit hingga diagnosis
program (2016) Cina. adalah 3 hari pada tahap
malaria nasional) eliminasi, dengan satu hari lebih

3
awal dari pada tahap kontrol.
Sejak 2011, lebih dari 99% kasus
dilaporkan dalam 1 hari setelah
didiagnosis, sedangkan proporsi
kasus yang dilaporkan dalam satu
hari setelah diagnosis paling
rendah di Tibet (37,5%). Sumber
utama laporan kasus bergeser
dari rumah sakit tingkat kota
pada tahap kontrol (67,9% kasus)
ke rumah sakit tingkat kota dan
lembaga kesehatan masyarakat
pada tahap penghapusan (69,4%
kasus). Proporsi investigasi dalam
3 hari setelah pelaporan kasus
meningkat, dari 74,6% pada 2010
menjadi 98,5% pada 2014.
5 The role of Jade D. untuk descriptiv Weekly Sebanyak 65% pos malaria tidak Eliminasi Malaria Metode dan
monitoring and Rae, mengetah e data, ditemukan adanya disfungsi variabel berbeda
evaluation to Suphak ui statistics Individual mayor selama kunjungan
ensure Nosten, fungsiona and consultatio monitoring dan evaluasi,
functional access Stéphan litas pos univariate n data, RDT sedangkan 86% pos malaria
to e Proux, malaria logistic quality penuh dengan tes dan obat-
community-base Aung dalam regressio control, obatan yang digunakan untuk
d early diagnosis Myint program n Statistical pengobatan. Diagnosis dilakukan
and treatment in Thu, METF methods dengan benar dengan sedikit
a malaria Win Cho hasil positif palsu dan kesalahan
elimination Cho, spesiasi yang jarang terjadi.
programme in K’Nyaw Pengetahuan pekerja pasca

4
Eastern Paw, Eh malaria tentang pengobatan
Myanmar Shee malaria menunjukkan sedikit
(Peran Paw, kesenjangan, sebagian besar
monitoring dan Paw pada pengobatan presentasi yang
evaluasi, untuk Bway lebih kompleks. Pos malaria
memastikan Shee, dimanfaatkan dengan baik pada
akses fungsional Saw Aye populasi, dengan 94% konsultasi
ke diagnosis dan Be, Saw terjadi dalam 3 hari pertama
pengobatan dini Hsa demam. Dalam analisis regresi,
berbasis Dah, stock-out yang dilaporkan dan
komunitas dalam dkk laporan mingguan yang tertunda
program (2019) dikaitkan dengan disfungsi mayor
eliminasi malaria dan minor yang diamati dalam
di Myanmar kunjungan pemantauan dan
Timur) evaluasi, menekankan kebutuhan
untuk memperkuat dukungan
kepada supervisor pos malaria
6 Significance of Harsh untuk pre and age, Proyek ini telah berhasil Eliminasi malaria Variabel dan
training, Rajvans melakuka post- gender, menunjukkan nilai rekrutmen metode
monitoring and hi , Sekh n training educational pekerja dari wilayah studi, hasil
assessment of Nisar, surveilans assessme status pelatihan, dan evaluasi kinerja
malaria workers Praveen penyakit, nt petugas lapangan dalam program
in achieving K. manajem questionn eliminasi malaria.
malaria Bharti, en kasus, aire
elimination goal Himans kegiatan
of Malaria hu IEC / BCC,
Elimination Jayswar, peningkat
Demonstration Ashok K. an
Project Mishra, kapasitas,

5
(Pentingnya Ravendr dan
pelatihan, a K. pemantau
pemantauan dan Sharma, an
penilaian tenaga Kalyan kegiatan
kerja malaria B. Saha, pengenda
dalam mencapai Man lian
tujuan eliminasi Mohan vektor di
malaria Proyek Shukla, 1233 desa
Demonstrasi Aparup di
Eliminasi Das, l Mandla,
Malaria) distrik
endemik
malaria
tinggi di
Madhya
Pradesh
di India

6
7 The central role Cara untuk cross Implement Pemberantasan malaria global
of national Smith mengiden case- ation, akan membutuhkan program
programme Gueye, tifikasi study Malaria malaria yang dikelola dengan baik
management for Gretche kompone analysis programme yang menyediakan implementasi
the achievement n n choices and berkualitas tinggi dari strategi
of malaria Newby, manajem changes, berbasis bukti, yang didasarkan
elimination: a Jim en Enabling pada strategi surveilans dan
cross case-study Tulloch, program factors respon yang kuat yang
analysis of nine Laurenc yang disesuaikan dengan konteks
malaria e berhasil penularan di tingkat daerah,
programmes Slutsker, dengan dengan pendanaan dan sumber
(Peran sentral Marcel menggun daya yang memadai untuk
manajemen Tanner akan mempertahankan
program and pendekat pemberantasan malaria dan
nasional untuk Roland an pencegahan reintroduksi
pencapaian D. analitik
eliminasi Gosling studi
malaria: analisis kasus
studi kasus silang silang
sembilan
program malaria)
8 Adapting the Duoqua Untuk studi tanggal Hasil studi mengidentifikasi Metode sama, Variabel dan tujuan
local response n Wang, menilai retrospek diagnosis, kesenjangan dalam pengetahuan yaitu mix method berbeda
for malaria Chris kompone tif tanggal dan praktik kegiatan RACD. (kuantitatif dan
elimination Cotter, n penting metode pelaporan Strategi '1-3-7' akan kualitatif)
through Xiaodon dari campuran kasus, menguntungkan dengan
evaluation of the g Sun, strategi termasuk tanggal mempertimbangkan respon
1-3-7 system Adam '1-3-7' di analisis penyelidika intervensi malaria yang
performance in Bennett, sepanjang kuantitati n kasus, disesuaikan dengan pengaturan

7
the China– Roly D. perbatasa f dan klasifikasi unik dan menantang di daerah
Myanmar border Gosling n China- kualitatif kasus (lokal perbatasan pegunungan.
region and Myanmar vs.
(Mengadaptasi Ning dan untuk diimpor),
respon lokal Xiao mengiden tanggal
untuk eliminasi (2017) tifikasi RACD,
malaria melalui celah dan populasi
evaluasi kinerja tantangan yang diuji
1-3-7 sistem di dalam yang
wilayah menduku tinggal di
perbatasan ng daerah
China-Myanmar) pengambi selama
lan RACD dan
keputusa jumlah
n berbasis individu
bukti yang diuji
selama
RACD

8
9 Evaluation of Tyakara untuk studi - Sistem surveilans malaria di Kano Evaluasi tentang Variabel berbeda
malaria y mengeval observasi karakteristi State Nigeria terbukti sederhana, malaria
surveillance Ibrahim uasi onal yang k fleksibel, dapat diterima, berguna
system in Kano Visa, pengoper terdiri demografi dan didorong oleh donor tetapi
State, Nigeria, Olufemi asian dari - atribute datanya tidak mewakili semua
2013–2016 Ajumobi sistem survei, sistem fasilitas kesehatan. Ketepatan
(Evaluasi dari , Eniola surveilans review surveilans waktu pelaporan kurang optimal.
sistem surveilans Bamgbo malaria di catatan (kegunaan, Kami merekomendasikan
malaria di Kano ye, Ike Kano dan kesederhan pelaporan dari fasilitas kesehatan
State, Nigeria, luwapo State dan analisis aan, swasta, memperkuat kapasitas
2013-2016) Ajayi menilai data fleksibilitas, sumber daya manusia untuk
and atribut sekunder, akseptibilit pengawasan yang mendukung
Patrick utamanya dan as, dan memastikan pendanaan
Nguku pendekat keterwakila pemerintah yang memadai untuk
(2020) an n, meningkatkan sistem '
pengump ketepatan keterwakilan dan meningkatkan
ulan data waktu kualitas data.
metode pelaporan,
campuran stabilitas)
digunaka
n

10 Alternative Regina untuk - Skrining Profil Sebanyak 63 publikasi tentang TT Malaria Tujuan, variabel
transmission M. Alho, mendeskr epidemiol epidemiolo malaria dari tujuh negara dan metode
routes in the Kim ipsikan ogi calon gi dan klinis dimasukkan, dari tahun 1971
malaria Vinícius karakteris pendonor penderita hingga 2016. Sebanyak 422 kasus
elimination era: Amaral tik klinis : studi malaria TT, TT malaria tercatat. Kasus TT
an overview of Machad dan cross Faktor malaria terbanyak pada
transfusion-trans o, epidemiol sectional risiko perempuan (62,0%) dan 39,5% di

9
mitted (TT) Fernand ogi dari - Skrining kematian ≥ Kelompok usia 61 tahun.
malaria in the o F. A. malaria laboratori pada Sekitar setengah dari semua
Americas Val, Tranfusio um darah penderita kasus berasal dari Meksiko
(Rute transmisi Nelson n- - Laporan malaria TT, (50,7%), 40,3% dari Amerika
alternatif di era A. Fraiji, transmitt kasus : Plasmodiu Serikat (AS) dan 6,6% dari
eliminasi Marcia ed (TT) di tinjauan m skrining Brasil.Kondisi ginekidetrik
malaria: A. A. Amerika sistematik calon (67,3%), prosedur pembedahan
gambaran umum Alexand dan donor (20,6%) dan komplikasi dari
tentang malaria re1,Gise mengiden darah neoplasia (6,1%) adalah indikasi
yang ditularkan ly C. tifikasi transfusi yang paling umum. Sel
melalui transfusi Melo, faktor- darah merah kemasan (RBC)
di Amerika) Judith faktor (50,7%) dan darah utuh (43,3%)
Recht, yang adalah produk darah yang paling
André berhubun banyak dikaitkan dengan malaria
M. gan TT. Kasus sebagian besar
Siqueira dengan disebabkan oleh
, kematian Plasmodiummalariae ( 58,4%),
Wuelto berdasark diikuti oleh Plasmodiumvivax
n M. an studi ( 20,7%) dan Plasmodium
Monteir yang falciparum ( 17,9%). Sebanyak
o and dipublikas 66,6% kasus didiagnosis dengan
Marcus ikan mikroskop. Masa inkubasi 2-3
V. G. dalam minggu adalah yang paling sering
Lacerda literatur diamati (28,6%). Kematian
(2017) terlihat pada 5,3% kasus dan
dikaitkan dengan hidup di negara
non-endemik, P. falciparum
infeksi dan penyakit neoplastik
yang menyertai.

10
11
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dalam pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang sangat relevan untuk meneliti
fenomena yang tejadi dalam suatu masyarakat, karena pengamatan diarahkan pada
latar belakang dan individu secara holistik dan memandangnya sebagai bagian
dari suatu keutuhan, bukan berdasarkan pada variable atau hipotesis sehingga
melalui pendekatan kualitatif penelitian yang dilakukan dapat memperoleh
informasi yang lebih detail mengenai kondisi, situasi dan peristiwa yang terjadi.26
Data kualitatif memberikan deskripsi yang detail dan kaya, serta dapat
menangkap variasi versi antar kejadian. Hal ini berdasarkan pendapat Patton, yang
menyatakan bahwa pendekatan kualitatif dalam studi evaluasi ini dapat
memberikan gambaran penting tentang sebuah program secara utuh yang
meliputi: deskripsi yang detail tentang implementasi program, analisa terhadap
proses pelaksanaan program, perbedaan antara jenis partisipan dan partisipasi,
perubahan program menjangkau partisipan serta analisa kelemahan dan kekuatan
program.27

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sei Kepayang Timur Kabupaten
Asahan pada bulan Februari 2021 sampai dengan Mei 2022. Pemilihan lokasi
berdasarkan data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan Tahun 2020, di
wilayah kerja Puskesmas Sei Kepayang Timur ada desa yang memiliki kategori
endemis tinggi yaitu di desa Sei Tempurung dengan API 15,7‰

3.3 Subyek dan Informan Penelitian


Informan adalah semua orang yang berkompeten dan bersedia
diwawancarai untuk memberikan informasi tentang topik yang ingin diketahui,
selain itu informasi juga dapat diperoleh dari orang yang memang ahli
26
Lexy Maleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung, 2003
27
Michael Quinn Patton, Qualitative evaluation and research method, New Bury Park. CA. Sage

1
dibidangnya dan mengerti tentang permasalahan kesehatan. Informan yang terkait
dalam pelaksanaan program eliminasi malaria di wilayah kerja Puskesmas Sei
Kepayang Timur terdiri dari
1. Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan
2. Penanggung jawab/wasor malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan
3. Kepala Puskesmas Sei Kepayang Timur
4. Dokter Pusesmas Sei Kepayang Timur
5. Pemegang Program Eliminasi Malaria Puskesmas Sei Kepayang Timur
6. Petugas Pencatat dan Pelaporan Program Eliminasi Malaria Puskesmas
Sei Kepayang Timur
7. Bidan Puskesmas Sei Kepayang Timur
8. Kader Puskesmas Sei Kepayang Timur
9. Pasien Puskesmas Sei Kepayang Timur yang menderita Malaria

3.4 Cara Pengumpulan Data


Dalam mendapatkan kelengkapan informasi dan data yang sesuai dengan
focus penelitian, maka yang dijadikan teknik pengumpulan data adalah :
1. Teknik wawancara mendalam (indepth Interview)
Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti
atau pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan
pedoman wawancara.maka teknik pengumpulan data tersaji dalam tabel berikut
ini.
2. Pengamatan (Observasi)
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Obsevasi tidak
berstruktur yaitu observasi yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman
observasi. Pada pengamatan ini peneliti hanya mengembangkan suatu
pengamatannya terhadap suatu objek yang berkaitan dengan fokus penelitian.28
3. Telaah Dokumen

Noor, Juliansyah.2013. Metode Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta :
28

Kencana Prenada Media Grup

2
Telaah dokumen dilakukan untuk menyesuaikan jawaban informan
dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan dengan cara melihat kembali
pencapaian kegiatan program dalamdokumen-dokumen terkait.

Pengump
Sub
Indikator Kriteria Informan ulan Instrumen
Fokus
Data
Input Sumber - Kuantitas - Kabid P2P - Wawan - Pedoman
Daya SDM - Wasor cara wawancar
Manusia - Kualitas Dinkes mendal a
SDM - Ka.Pusk am - Dokumen
- Pembagian - Dokter - Observ
tugas - Wasor Pusk asi
- Hambatan - Pet.
- Upaya pencatatan
mengatasi pelaporan
hambatan - Bidan Pusk
- Saran
Dana - Sumber - Kabid P2P - Wawan - Pedoman
Dana - Wasor cara wawancar
- Besaran Dinkes mendal a
Dana - Ka.Pusk am - Dokumen
- Hambatan - Dokter - Observ
- Upaya - Wasor Pusk asi
mengatasi - Pet.
hambatan pencatatan
- Saran pelaporan
- Bidan Pusk
-
Sarana dan - Sarana dan - Kabid P2P - Wawan - Pedoman
Prasarana Prasarana - Wasor cara wawancar
yang harus Dinkes mendal a
ada - Ka.Pusk am - Dokumen
- Sarana dan - Dokter - Observ
Prasarana - Wasor Pusk asi
yang - Pet.
tersedia dan pencatatan
tidak pelaporan
- Hambatan - Bidan Pusk
- Upaya
mengatasi
hambatan
- Saran
Proses Penemuan - Mekanisme - Kabid P2P - Wawan - Pedoman
dan tata penemuan - Wasor cara wawancar
laksana penderita Dinkes mendal a

3
penderita - Tatalaksana - Ka.Pusk am - Dokumen
penderita - Dokter - Observ
- Hambatan - Wasor Pusk asi
- Upaya - Pet.
mengatasi pencatatan
hambatan pelaporan
- Saran - Bidan Pusk

Pencegaha - Kegiatan - Kabid P2P - Wawan - Pedoman


n dan Pencegahan - Wasor cara wawancar
penanggula dan Dinkes mendal a
ngan faktor penanggula - Ka.Pusk am - Dokumen
resiko ngan - Dokter - Observ
- Hambatan - Wasor Pusk asi
- Upaya - Pet.
mengatasi pencatatan
hambatan pelaporan
- Saran - Bidan Pusk

Surveilans - Sistem - Kabid P2P - Wawan - Pedoman


epidemiolo Pelaporan - Wasor cara wawancar
gi dan SKD KLB Dinkes mendal a
penanggula - Sistem - Ka.Pusk am - Dokumen
ngan Pelaporan - Dokter - Observ
wabah kasus - Wasor Pusk asi
- Hambatan - Pet.
- Upaya pencatatan
mengatasi pelaporan
hambatan - Bidan Pusk
- Saran
-
Peningkata - Koordinasi - Kabid P2P - Wawan - Pedoman
n KIE - Kerjsama - Wasor cara wawancar
- Hambatan Dinkes mendal a
- Upaya - Ka.Pusk am - Dokumen
mengatasi - Dokter - Observ
hambatan - Wasor Pusk asi
- Saran - Pet.
pencatatan
pelaporan
- Bidan Pusk

Peningkata - Pelatihan - Kabid P2P - Wawan - Pedoman


n SDM nakes - Wasor cara wawancar
- Bimtek Dinkes mendal a
- Hambatan - Ka.Pusk am - Pedomasn
- Upaya - Dokter - Observ observasi
mengatasi - Wasor Pusk asi - Dokumen

4
hambatan - Pet.
- Saran pencatatan
pelaporan
- Bidan Pusk
- Kader
Puskesmas

Output Terlaksana - Harapan - Kabid P2P - Wawan - Pedoman


nya - Hambatan - Wasor cara wawancar
Eliminasi - Saran Dinkes mendal a
Malaria - Ka.Pusk am - Pedomasn
- Dokter - Observ observasi
- Wasor Pusk asi - Dokumen
- Pet. - Telaah
pencatatan dokum
pelaporan en
- Bidan Pusk

3.5 Metode Pengolahan Data


Perolehan data langsung dari subyek dengan wawancara. Untuk
memperoleh data secermat mungkin digunakan tape recorder, supaya dapat
berkonsentrasi penuh terhadap informasi yang diberikan subyek. Selanjutnya data
yang diperoleh dari lapangan akan direduksi untuk merangkum, memilih hal-hal
pokok, memfokuskan pada hal-hal penting dan dicari tema dan pola yang sesuai
dengan apa yang ingin diteliti. Kemudian data-data yang telah diolah dan
diperiksa keabsahan data tersebut akan dinarasikan dan dideskripsikan ke dalam
hasil penelitian dan selanjutnya akan dibahas dan disimpulkan.
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi. Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi
sumber, yaitu mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang
sama, yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban
sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.29

29
Hamidi. 2010. Metode Penelitian Kualitatif : Pendekatan Praktis, Penulisan Proposal dan
Laporan Penelitian. Malang : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

5
3.6 Analisa Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif menggunakan model Miles and
Huberman (1992). Secara umum Miles and Huberman membuat analisis terdiri
dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu : reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi30 :
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses merangkum, memilih, menyederhanakan
dan menyunting hal- hal yang difokuskan pada penelitian, sehingga ada
pengurangan dan pembuangan data yang tidak diperlukan untuk mempermudah
peneliti dalam mengelompokkan data yang diperlukan.
2. Penyajian Data
Bentuk penyajian data berupa teks naratif dan matriks sesuai dengan fokus
penelitian yang bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam membaca dan
menarik kesimpulan.
3. Menarik Kesimpulan
Peneliti membuat kesimpulan data yang terkait dengan prinsip logika,
mengangkatnya sebagai makna temuan penelitian, kemudian proses penyimpulan
dilakukan secara bertahap, dengan tahap pertama diberikannya suatu kesimpulan,
tahap kedua juga dilakukan suatu kesimpulan, demikian pula tahap ketiga dan
akhirnya secara keseluruhan.

30
Sugiyono.2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfa Beta

Anda mungkin juga menyukai