Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelaahan Konsep dan Teori yang Ada

2.1.1. Organisasi

Istilah organisasi dalam bahasa indonesia atau organization dalam bahasa

inggris bersumber pada perkataan latin organization yang berasal dari kata kerja

bahasa latin organizare, yang berarti to form as or into a whole consisting of

interdependent or coordinated parts (membentuk sebagai atau menjadi

keseluruhan dari bagian-bagian yang saling bergantung atau terkoordinasi). Jadi

secara harfiah organisasi itu berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama

lainnya saling bergantung.1

Organisasi merupakan sekumpulan elemen berbeda yang memiliki

keahlian khusus berkumpul dan bekerjasama untuk mencapai suatu atau

serangkaian tujuan bersama. Menurut Richard L. Daft dalam bukunya

Organization Theory and Design, mendifinisikan organisasi sebagai berikut:

“Organizations are social entities that, are goal- directed, are designed as

deliberately structured and coordinated activity systems, and are linked to the

external environment”2. Apa yang dikatakan Daft dapat bermakna bahwa

organisasi itu menggambarkan sebagai entitas sosial, yang diarahkan kepada

1
Onong Uchjana Effendy. 1999. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Hal:114
2
Richard L. Daft, Organization Theory and Design (South-Western: Cengage Learning, 2010).
Hal :11.
pencapaian tujuan, dengan struktur yang dirancang secara sengaja dan

terkoordinasi sebagai suatu sistem, serta terkait dengan lingkungan eksternal.

Organisasi terdiri dari kelompok orang-orang, atau dapat dikatakan juga

terdiri dari kelompok-kelompok tenaga kerja (dalam hal organisasi perusahaan)

yang bekerja untuk mencapai tujuan organisasinya. Untuk mencapai tujuan-

tujuan organisasi dikembangkan dan dipertahankan pola-pola perilaku tertentu

yang cukup stabil dan dapat diperkirakan sebelumnya. Pengembangan dan

pertahanan pola-pola perilaku tersebut, untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi,

akan tetap berlangsung, meskipun orang-orangnya berganti. Dengan kata lain

organisasi tetap ada, meskipun orang-orang atau anggotaanggota organisasi

berubah-ubah3.

Bedasarkan pengertian-pengertian organisasi yang dikemukakan di atas

dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah sebuah wadah tempat berkumpulnya

orang-orang sebagai anggota organisasi tersebut yang memiliki kepentingan dan

tujuan yang sama, dengan tugas pokok, fungsi, peran, dan tanggung jawab yang

jelas, yang mematuhi segala aturan dan mengikuti tata cara dan prosedur yang

berlaku, dan menerima, memahami, dan melaksanakan nilai-nilai / norma-norma /

tradisi bersama secara konsisten, untuk pemecah permasalahan dan pencapaian

tujuan organisasi.4

Untuk mencapai tujuannya, organisasi harus berjalan dan dapat melakukan

fungsinya. Hal ini akan terlaksana, apabila unsur-unsur kesatuan dapat bekerja,

3
Ashar Sunyoto Munandar. 2006. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia. Hal: 247
4
Mahmudin Yasin. 2012. Membangun Organisasi Berbudaya, Bandung: Mizan Media Utama.
Hal: 7.
baik sebagai bagian tersendiri, maupun dalam hubungan dengan unsur-unsur yang
5
lain atau dalam kesatuan fungsi.

Ciri-ciri organisasi dikemukakan Ferland yang dikutip oleh

Handayaningrat (1985:3) sebagai berikut :

1. Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal

2. Adanya kegiatan yang berbeda-beda tetapi satu sama lain saling

berkaitan yang merupakan kesatuan usaha / kegiatan

3. Tiap-tiap anggota memberikan sumbangan usahanya / tenaganya

4. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan

5. Adanya suatu tujuan

Organisasi selain dipandang sebagai wadah kegiatan orang juga dipandang

sebagai proses, yaitu menyoroti interaksi diantara orang-orang yang menjadi

anggota organisasi. Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh kualitas

sumberdaya manusia yang saling berinteraksi dan mengembangkan organisasi

yang bersangkutan.

2.1.2. Tujuan Organisasi

Dalam sebuah organisasi, tujuan didefinisikan sebagai kerangka kerja yang

terdiri dari perilaku yang khusus dan tindakan yang sesuai dengan harapan

manajer organisasi (Katz & Kahn, 1978).

Menurut Yu (2011) juga menyatakan bahwa rencana dan tujuan yang

spisifik membuat kebutuhan intrinsik individu sesuai dengan tujuan dan

5
Samsul Munir Amin. 2013. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah. Hal: 132.
menjadikan kebutuhan intrinsik ini mendapat kekuatan motif untuk mencapai

keinginan atau cita-cita.

Tujuan merupakan satu hasil akhir, titik akhir, atau segala sesuatu yang

akan dicapai. Setiap tujuan disebut sasaran atau target. Setiap organisasi pasti

memiliki tujuan yang spesifik dan unik yang dapat bersifat kuantitatif maupun

kualitatif. Tujuan yang bersifat kuantitatif mencakup pencapaian laba maksimum,

penguasaan pangsa pasar, pertumbuhan organisasi, dan produktivitas. Sementara

tujuan yang bersifat kualitatif dapat disebutkan sebagai efektivitas dan efisiensi

organisasi, manajemen organisasi yang tangguh, moral karyawan yang tinggi,

reputasi organisasi yang baik, stabilitas, pelayanan kepada masyarakat yang

memuaskan, dan citra perusahaan yang baik 6.

Tujuan dicerminkan oleh sasaran yang harus dilakukan baik dalam jangka

pendek, maupun jangka panjang. Tujuan organisasi memiliki pengaruh dalam

mengembangkan organisasi baik untuk perekrutan anggota dan pencapaian apa

yang akan atau ingin dilakukan dalam proses berjalannya organisasi tersebut.

Tujuan dari sebuah organisasi sangat mempengaruhi kinerja dari organisasi itu

sendiri ataupun dalam pengembangan sebuah organisasi. Para ahli dalam bidang

sosiologi dan administrasi telah menyusun tingkatan pengelompokan yang

mendefinisikan prioritas sebuah tujuan organisasi, yaitu:

1. Tujuan atau Misi umum : Pernyataan luas, atau tujuan dalam skala

umum yang mendefinisikan bagaimana tercipta sebuah organisasi

6
Bastian, Indra. 2007. Akuntansi Yayasan dan Lembaga Publik. Yogyakarta: Penerbit Erlangga.
Hal: 4.
tersebut, biasanya tidak berubah dari tahun ke tahun dan sering menjadi

pernyataan pertama dalam konstitusi sebuah organisasi;

2. Tujuan adalah pernyataan yang menjelaskan apa yang sebuah organisasi

itu ingin di capai. Merupakan bagian dari tujuan dan misi dari sebuah

organisasi, tujuan seperti ini bisa seperti ini bisa berubah dari tahun ke

tahun tergantung pada kesepakatan dari kelompok tersebut;

3. Tujuan merupakan deskripsi dari apa yang harus dilakukan berasal dari

tujuan, spesifik yang jelas. laporan tugas terukur untuk mencapai tujuan

yang diharapkan dari sebuah kelompok, biasanya memiliki jangka

pendek dan batas waktu tertentu.

Pemilihan tujuan dari setiap organisasi sangat penting, karena dengan hal

tersebut, bisa menjadi semangat kerja, dan rasa bertanggung jawab, komitmen dan

motivasi dari setiap anggota dalam sebuah kelompok. Untuk itu tujuan dalam

sebuah organisasi menjadi sangat penting dan harus disosialisasikan pada setiap

anggota baru ataupun anggota lama dari organisasi itu sendiri.

Konsep tujuan organisasi dipandang secara luas mempunyai beberapa

fungsi penting yang bervariasi menurut waktu dan keadaan. Berbagai fungsi

tujuan organisasi adalah sebagai berikut :

1. Pedoman Bagi Kegiatan

Tujuan berfungsi sebagai pedoman bagi kegiatan pengarahan dan

penyaluran usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan para anggota organisasi.

Dalam hal ini, fungsi tujuan memberikan arah dan pemusatan kegiatan

organisasi mengenai apa yang harus dan harus tidak dilakukan


2. Sumber Legitimasi

Tujuan juga merupakan sumber legitimasi bagi suatu organisasi melalui

pembenaran kegiatan-kegiatannya, dan di samping itu keberadaannya

diakui di kalangan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.

Pengakuan atas legitimasi ini akan meningkatkan kemampuan

organisasi untuk mendapatkan berbagai sumber daya dan dukungan dari

lingkungan di sekitarnya.

3. Standar Pelaksanaan

Apabila tujuan dinyatakan secara jelas dan dipahami, hal ini akan

memberikan standar langsung bagi penilaian pelaksanaan kegiatan atau

prestasi organisasi. sehingga setelah organisasi menetapkan tujuan-

tujuan dalam bidang-bidang yang dapat dikuantifikasikan, derajat

kesuksesan yang dicapai dapat dengan mudah diukur.

4. Sumber Motivasi

Tujuan organisasi dapat berfungsi sebagai sumber motivasi dan

identifikasi karyawan yang penting. Tujuan organisasi sering

memberikan insentif bagi para anggota. Hal ini tampak paling jelas

dalam organisasi yang menawarkan bonus bagi pencapaian tingkat

penjualan tertentu, dan lain-lain yang dikaitkan dengan secara langsung

dengan laba tahunan.


5. Dasar Rasional Pengorganisasian

Tujuan organisasi merupakan suatu dasar perancangan organisasi.

Tujuan organisasi dan struktur organisasi berinteraksi dalam kegiatan-

kegiatan yang diperlukan untuk :

a. pencapaian tujuan,

b. pola penggunaan sumber daya,

c. implementasi berbagai unsur perancangan organisasi, yang meliputi

pola komunikasi, mekanisme pengawasan, departementalisasi, dan

lain-lain.

Penetapan tujuan dari organisasi dibutuhkan tahapan-tahapan perencanaan

yang matang serta konsep yang jelas tentang tujuan organisasi. Tujuan dari

organisasi tersebut tentunya dapat pula berfungsi sebagai pengikat para

anggotanya baik di dalam maupun di luar organisasi. Semua tindakan dan

perbuatan yang dilakukan oleh anggota organisasi haruslah ditujukan untuk

tercapainya tujuan dari organisasi tersebut. Untuk itulah diperlukan anggota

organisasi yang mempunyai kapasitas dan komitmen yang kuat untuk menetapkan
7
dan mencapai tujuan organisasi.

Dalam hal pencapaian tujuan, suatu organisasi yang berhasil dapat diukur

dengan melihat sejauh mana organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang

sudah ditetapkan sehingga organisasi tersebut dapat dikatakan efektif apabila

banyak tujuan - tujuan organisasi tercapai. Efektivitas atau keefektifan organisasi

dapat didefinisikan sebagai tingkatan pencapaian organisasi atas tujuan jangka

7
Ambarwati, Arie. 2018. Perilaku dan Teori Organisasi. Malang: MNC Publishing. Hal: 6-8.
pendek dan jangka panjang yang didekati berdasarkan nilai - nilai bersaing dan

nilai - nilai inti organisasinya. 8

2.1.3. Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “ergon” berarti kerja dan

“nomos” berarti hukum alam, dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek

manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,

psikologi, engineering, manajemen dan perancangan dan desain (Nurmianto,

1996).

Fokus ergonomi melibatkan tiga komponen utama yaitu manusia, mesin

dan lingkungan yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.Interaksi

tersebut menghasilkan suatu sistem kerja yang tidak bisa dipisahkan antara yang

satu dengan yang lainnya yang dikenal dengan istilah worksystem (Bridger, 2003).

Maksud dan tujuan disiplin ergonomi adalah mendapatkan pengetahuan

yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan

lingkungan kerja, selain itu ergonomi memiliki tujuan untuk mengurangi tingkat

kecelakaan saat bekerja dan meningkatkan produktifitas dan efisiensi dalam suatu

proses produksi. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk

menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik

dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan

manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas kerja secara keseluruhan

8
Ambarwati, Arie. 2018. Perilaku dan Teori Organisasi. Malang : Media Nusa Creative
Publishing. Hal : 51-53
menjadi lebih baik (Tarwaka, 2004). Secara umum tujuan dari penerapan

ergonomi adalah:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan

cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan

mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan social melalui peningkatan kualitas kontak

sosial, mengelola dan mengkordinir kerja secara tepat guna dan

meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif

maupun setelah tidak produksi.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu teknis,

ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang

dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang

tinggi.

Ergonomi dapat membantu karyawan, manajemen, perusahaan, serta

pemerintah untuk meningkatkan efisiensi waktu kerja, meningkatkan

kenyamanan, menurunkan resiko kecelakaan kerja, menurunkan resiko, penyakit

akibat kerja, menurunkan resiko kelelahan, menghindari resiko kebosanan,

menekan angka absensi karyawan, menekan biaya tidak terduga, menekan angka

man-days/hours dan sebagainya yang sangat menguntungkan semua pihak

(Manuaba, 1999). Pulat (1992) menyatakan bahwa ergonomi mempunyai tiga

tujuan yaitu memberikan kenyamanan, keselamatan dan kesehatan kerja yang

optimal, dan efisiensi kerja.


Perkembangan ilmu ergonomi menurut Hendrick (1986) dapat dibedalan

menjadi tiga tahapan generasi yang berbeda yaitu; (1) Ergonomi berkaitan dengan

dengan fisik, fisiologis, lingkungan dan karakteristik perseptual dalam merancang

dan mengaplikasikan sistem antarrmuka antara manusia dengan mesin; (2)

Ergonomi berkaitan dengan proses kognitif khususnya dikaikan dengan

berkembangnya sistem kerja komputer; (3) Ergonomi makro yang ditandai

dengan masuknya unsur eksternal yaitu organisasi dan sosioteknikal. Ergonomi

makro muncul didorong oleh kegagalan beberapa proses transfer teknologi pada

negara berkembang akibat tidak ditinjaunya unsur makro ergonomi (Meshkati,

1991).

Dengan pendekatan ergonomi makro perbedaan antara penelitian dengan

implementasi dan antara teori dan praktek dapat dijembatani, penyelesaian

masalah yang semakin kompleks tersebut diperlukan pendekatan holistik.

Penyelesaian permasalahan dilaksanakan tidak secara parsial satu sudut pandang

keilmua saja, namun dengan mengkolaborasikan dengan ilmu sosiologi, psikologi,

kedokteran dan sebagainya (Manuaba, 2007). Penerapan ergonomi makro mampu

meningkatkan produktivitas pesusahaan yang berdampak secara tidak langsung

pada kesejahteraan dan kualitas hidup karyawan (Purnomo, 2012).

2.1.4. Ergonomi Makro

Ergonomi makro adalah suatu cabang ilmu yang pertama kali

diperkenalkan oleh Hal W. Hendrick pada tahun 1980. Cabang ergonomi ini

muncul diakibatkan oleh perkembangan teknologi yang begitu pesat, melebihi


kecepatan perkembangan organisasi, selain itu juga disebabkan terdapatnya

kelemahan dalam mikro ergonomi.

Ergonomi makro adalah perspektif, metodologi, dan subdisiplin yang

diakui garis ergonomis / faktor manusia. Metodologi ergonomi makro yang

sistematis untuk analisis, desain, dan evaluasi sistem kerja juga telah muncul dari

basis penelitian ini. Sebagai subdisiplin, ergonomi makro berkaitan dengan

organisasi, manusia, teknologi antarmuka. Ilmu empiris yang mendukung

subdisiplin ini adalah berkaitan dengan faktor-faktor dalam subsistem teknologi,

subsistem personel, lingkungan eksternal, dan interaksinya karena berdampak

pada desain sistem kerja. Sebagai perspektif, prinsip panduan tertentu

mencerahkan ergonomis. Ini termasuk partisipasi, fleksibilitas, optimalisasi

sambungan, desain sambungan, harmonisasi sistem, dan proses perbaikan kontinu

(prinsip bersama dengan manajemen kualitas total).

Secara konseptual, ergonomi makro dapat didefinisikan sebagai

pendekatan sistem sosioteknik top-down untuk desain sistem kerja, dan membawa

melalui desain sistem kerja keseluruhan ke desain antarmuka manusia-pekerjaan,

manusia-mesin, dan manusia-perangkat lunak. Tujuan dari ergonomi makro

adalah untuk mengoptimalkan desain sistem kerja dalam hal karakteristik sistem

sosioteknisnya, dan kemudian membawa karakteristik desain sistem kerja secara

keseluruhan hingga desain pekerjaan individu dan antarmuka manusia-mesin dan

perangkat lunak manusia untuk memastikan sistem kerja yang sepenuhnya


harmonis. Ketika tujuan ini tercapai, hasilnya harus berupa peningkatan dramatis

dalam berbagai aspek kinerja dan efektivitas organisasi. 9

Perkembangan keilmuan saat ini melihat bahwa penilaian ergonomi tidak

hanya perlu dilakukan dan dianalisis secara mikro saja, tetapi perlu untuk

diimplementasikan melalui integrasi pada lingkungan yang lebih besar (organisasi

perusahaan) yang dikenal dengan ergonomi makro. Ergonomi makro lebih kepada

ergonomi secara luas yang menempatkan sistem produksi sebagai organisasi

kerja. Dengan konsep yang ada maka ergonomi makro ini merupakan bidang yang

penting untuk diterapkan didalam perusahaan. Karena tujuan organisasi akan

dapat tercapai jika didalam organisasi itu sendiri terdapat sistem yang baik. Untuk

itu ergonomi makro akan bermanfaat dan dapat berpengaruh terhadap tingkat

produktivitas dari perusahaan itu sendiri.

Ergonomi makro adalah konsep yang relatif baru. Ini memandang

pekerjaan dari perspektif sistem dan organisasi, bukan dari tingkat tugas dan sub-

tugas. Akibatnya, ergonomi makro meneliti struktur organisasi, interaksi orang-

orang di dalam organisasi, dan aspek motivasi kerja.

Ergonomi makro memiliki keunggulan tersendiri dan juga dapat

memberikan landasan untuk menerapkan program ergonomi tradisional. Salah

satu kunci keberhasilan penggunaan ergonomi adalah memiliki pengetahuan luas

tentang ergonomi oleh orang-orang dalam organisasi termasuk operator,

supervisor, manajer, insinyur, dan personel kesehatan dan keselamatan. Ergonomi

makro memastikan bahwa semua orang dalam organisasi diberikan kualitas

9
Hendrik, Hal W. 2002. Macroergonomics Theory, Methods, And Applications. London: Mahwah.
Hal : 16-17
kehidupan kerja yang tinggi dan memberikan organisasi aspek tradisional kinerja-

produktivitas, kualitas, dan keselamatan.10

Ergonomi makro merupakan pendekatan sistem sosioteknik secara top-

down dalam menganalisis, merancang, atau memperbaiki sistem kerja dan

organisasi kerja kemudian mengharmonisasikan perancangan tersebut ke dalam

elemen-elemennya secara keseluruhan. Cakupan kajian ergonomi makro meliputi

struktur organisasi, kebijakan organisasi, tata kelola proses kerja, sistem

komunikasi, kerjasama tim, perancangan partisipasi, hingga evaluasi teknologi

dan alih teknologi.

Ergonomi makro mengupayakan adanya keseimbangan antara faktor-

faktor dalam sistem kerja dan organisasi kerja. Terjadinya perubahan pada salah

satu elemen sistem kerja akan memengaruhi elemen-elemen yang lain, sehingga

jika semua elemen yang ada tidak dirancang secara sistem, maka akan terjadi

ketidaksesuaian.

Ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan masalah pada keselamatan,

produktivitas, efisiensi, dan kualitas. Tujuan yang ingin dicapai oleh ergonomi

makro adalah untuk mengoptimalkan rancangan sistem kerja dalam kaitannya

dengan sistem sosioteknik, dan kemudian membawa karakteristik hasil rancangan

tersebut ke level yang lebih bawahnya (mikro) sehingga tercipta sistem kerja yang

harmonis.11

10
Pulat, Babur Mustafa dan David C. Alexander. 1991. Industrial Ergonomics. New York :
Industrial Engineering and Management Press. Hal:275
11
Iridiastadi, Hardianto dan Yassierli. 2016. Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya. Hal: 234
Ergonomi makro memiliki beberapa kajian, diantaranya dimensi struktural

sistem kerja dan sistem sosioteknik. Pembahasan untuk kedua kajian tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Dimensi Struktural Sistem Kerja

Konsep dasar dimensi struktural sistem kerja yaitu organisasi serta

desain organisasi. Organisasi merupakan koordinasi terencana dari dua

orang atau lebih yang menjalankan fungsi pada suatu basis yang relatif

kontinyu dan melalui pembagian kerja serta suatu hierarki untuk

mencapai tujuan tertentu. Desain organisasi berhubungan dengan

perancangan struktur dan proses-proses terkait dari sistem kerja

organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Model Sistem Sosioteknik

Model sistem sosioteknik pertama kali dikembangkan oleh Trist &

Bamforth (1951) dari Tavistock Institute of Human Relations, Inggris.

Model ini memandang organisasi sebagai agen transformasi yang

mentransformasikan input menjadi output.

2.1.5. Sistem Kerja

Telah dinyatakan bahwa desain sosioteknis organisasi kerja dan

Makroergonomi terkait erat (Ingelgård & Norrgren, 2001). Menurut Wu, Chang,

dan Lin (2008), desain struktur sistem kerja dan proses terkait melibatkan

pertimbangan lima faktor sosioteknik utama dari suatu sistem yang berinteraksi

dan mempengaruhi desain sistem kerja yang optimal—subsistem personel,


subsistem organisasi, subsistem teknologi, subsistem tugas, dan subsistem

lingkungan—yang meresapi perusahaan. Seberapa baik subsistem teknologi dan

personel dirancang dengan memperhatikan satu sama lain dan tuntutan

lingkungan menentukan seberapa efektif sistem kerja itu (Pasmore, 1988).

Tantangan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyeimbangkan semua

elemen subsistem dalam sistem kerja yang sepenuhnya harmonis sehingga biaya

akibat ketidaksesuaian sistem dapat dikurangi atau dihindari. Semua elemen dari

suatu sistem berinteraksi dan setiap perubahan pada satu subsistem akan

mempengaruhi elemen dan subsistem lainnya (Appelbaum, 1997; Brown &

Harvey, 2011).

Dapat dikatakan bahwa pendekatan makroergonomi membantu

meningkatkan produktivitas, kualitas produk, kesehatan dan keselamatan

karyawan, serta kualitas kehidupan kerja dalam suatu sistem kerja. Namun, untuk

mencapai hal ini, pendekatan ergonomis makro tersebut harus mencakup

subsistem personel dan interaksinya dengan subsistem teknis, organisasi, dan

lingkungan. Model Inisiatif Rekayasa Sistem untuk Keselamatan Pasien (SEIPS)

digunakan sebagai titik acuan untuk melakukan tinjauan literatur, karena model

ini mewakili dekomposisi hierarkis faktor dan elemen makroergonomis (Carayon

et al., 2006; Carayon et al., 2014). Faktor-faktor tersebut meliputi Person, Kondisi

Organisasi, Alat dan Teknologi, Tugas, dan Lingkungan. Dalam tinjauan literatur

ini, seseorang adalah karyawan yang melakukan tugas yang berbeda melalui alat

dan teknologi.
Sistem kerja adalah gabungan dari subsistem yang terdiri dari manusia,

alat, energi, bahan dan informasi yang dikelola dan berinteraksi untuk mencapai

tujuan berupa produktivitas dan efisiensi yang tinggi (Sutalaksana, 1979). Sistem

kerja harus dirancang sesuai kebutuan dan keterbatasan manusia yang mengacu

pada prinsip fitting the task to the man serta melibatan aspek budaya organisasi

dan teknologi yang digunakan agar dapat terhindar dari dampak negatif seperti

kecelakaan kerja, sistem kerja yang ergonomis mengandung keharmonisan antara

manusia dengan lingkungannya (Purnomo, 2012; Sastrowinoto, 1985). Menurut

Tayyari and Smith (1997) langkah untuk merancang sebuah sistem kerja adalah;

(1) Menentukan tujuan, yakni output yang hendak dicapai harus terdefinisi; (2)

Menentukan input yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang baik; (3)

Mendeskripsikan proses yakni bagaimana pengkonversian input menjadi output;

(4) Alokasi fungsi, yakni semua tugas dan fungsi harus teridentifikasi untuk

mencapai tujuan; (5) Perancangan interface antar sistem.


12
Sistem kerja terdiri dari dua orang atau lebih yang berinteraksi dengan

beberapa bentuk desain pekerjaan, perangkat keras dan/atau perangkat lunak,

lingkungan internal, lingkungan eksternal, dan desain organisasi (yaitu, pekerjaan

struktur dan proses sistem). Desain pekerjaan mencakup modul kerja, tugas,

pengetahuan dan persyaratan keterampilan, dll. Perangkat keras biasanya terdiri

dari mesin atau alat. Lingkungan terdiri dari berbagai parameter fisik, seperti

suhu, kelembaban, penerangan, kebisingan, kualitas udara, dan getaran, faktor

psikososial faktor politik, budaya, dan ekonomi. Desain organisasi dari sistem

12
Hendrik, Hal W. 2002. MACROERGONOMICS THEORY, METHODS, AND APPLICATIONS.
London : Mahwah. Hal : 16-17
kerja terdiri dari struktur organisasi dan proses dimana sistem kerja melakukan

tujuannya. Seperti diilustrasikan pada Gambar 2.1 berikut ini :

Sumber : Macroergonomics Theory, Methods, And Applications

Gambar 2.1 Model Konseptual Dasar Untuk Sistem Kerja

Berikut ini merupakan subsitem yang terdapat dalam sistem kerja menurut

Hendrik (2002) :

1. Desain Pekerjaan

Desain pekerjaan mencakup modul kerja, tugas, persyaratan pengetahuan

dan keterampilan, dan faktor-faktor seperti tingkat otonomi, identitas,

variasi, kebermaknaan, umpan balik, dan kesempatan untuk interaksi

sosial.

2. Teknologi Pekerjaan (termasuk perangkat keras dan perangkat lunak)

Perangkat keras biasanya terdiri dari mesin atau alat, sedangkan

perangkat lunak biasanya terdiri dari teknologi informasi dan aplikasi

pendukung proses kerja.


3. Lingkungan Internal

Lingkungan internal terdiri dari berbagai parameter fisik, seperti suhu,

kelembaban, penerangan, kebisingan, kualitas udara, getaran dan faktor

psikososial.

4. Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal terdiri dari unsur-unsur yang menembus organisasi

yang organisasi harus responsif untuk menjadi sukses. Termasuk adalah

faktor politik, budaya, dan ekonomi (misalnya, sumber daya bahan dan

suku cadang, pelanggan, kumpulan tenaga kerja yang tersedia, dan

sumber daya pendidikan). Yang paling penting adalah tingkat stabilitas

atau perubahan faktor-faktor lingkungan eksternal ini dan, secara

bersama-sama untuk sistem kerja tertentu, tingkat kompleksitas

lingkungan yang mereka berikan kepada organisasi.

5. Desain Organisasi (yaitu , struktur dan proses sistem kerja)

Desain organisasi dari sistem kerja terdiri dari struktur organisasi dan

proses dimana sistem kerja menyelesaikan fungsinya. Desain organisasi

berhubungan dengan perancangan struktur dan proses-proses terkait dari

sistem kerja organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Ketika salah satu struktur atau proses sistem kerja tidak kompatibel

dengan karakteristik sistem sosiotekniknya, dan atau antarmuka manusia-

pekerjaan, manusia-mesin, atau perangkat lunak manusia tidak sesuai dengan

desain sistem kerja, keseluruhannya adalah kurang dari jumlah bagian-bagiannya.

Dengan demikian, kita dapat mengharapkan beberapa kombinasi berikut ini relatif
kurang: (1) produktivitas, (2) kualitas, (3) kecelakaan dan cedera waktu yang

hilang dan kepatuhan terhadap standar dan prosedur keselamatan, dan (4)

motivasi dan aspek terkait dari kepuasan kerja dan kualitas kehidupan kerja yang

dirasakan (misalnya, stres yang dirasakan, kenyamanan psikososial, dll.). Lebih

lanjut, kerugian ini mungkin lebih besar daripada jumlah sederhana dari bagian-

bagiannya.

Ketika sistem kerja telah dirancang secara makroergonomis secara efektif,

dan upaya itu telah dilakukan hingga desain mikro-ergonomis antarmuka

manusia-pekerjaan, manusia-mesin, dan perangkat lunak manusia, hasilnya harus

berupa sistem kerja yang sepenuhnya selaras. Ketika ini terjadi, fungsi sinergis

dapat terjadi, dan langkah-langkah efektivitas organisasi akan jauh lebih besar

daripada jumlah bagian yang ditunjukkan.

2.1.6. Sistem Sosioteknik

Teori sistem sosioteknik telah digunakan selama beberapa dekade sebagai

kerangka kerja untuk merancang dan memahami organisasi, dan telah diterapkan

dalam praktik sebagai kerangka kerja untuk perubahan organisasi. Dalam definisi

sistem sosioteknik, setiap organisasi terdiri dari "subsistem sosial (orang-orang)

yang menggunakan alat, teknik, dan pengetahuan (subsistem teknis) untuk

menghasilkan produk atau layanan yang dihargai oleh subsistem lingkungan (di

mana pelanggan merupakan bagiannya). )" (Shani, Grant, Krishman & Thompson,

1992, hlm. 92). Kerangka kerja ini membagi organisasi menjadi tiga subsistem
yang saling bergantung: sosial, teknis, dan lingkungan. Masing-masing harus

selaras dan bersinergi agar organisasi dapat berfungsi secara optimal

Karakteristik masing-masing subsistem ini telah didefinisikan secara

operasional selama beberapa dekade penelitian tindakan. Subsistem sosial adalah

elemen manusia dalam organisasi yang mampu berinovasi dan beradaptasi dengan

perubahan (Pasmore, 1988). Pada tingkat mikro, subsistem sosial mewujudkan

karakteristik seperti motivasi individu, kinerja kelompok, komunikasi,

fleksibilitas, keterlibatan, otonomi, komitmen dan kepuasan (Pasmore, 1988).

Pada tingkat makro, subsistem sosial mewakili budaya organisasi dan desain

organisasi. Subsistem teknis memegang alat, basis pengetahuan, dan teknologi

yang diperlukan untuk memperoleh input, mengubah input menjadi output, dan

memberikan output atau layanan kepada pelanggan di organisasi (Pasmore, 1988;

Hendrick, 1991).

Menurut ringkasan Pasmore (1988) dari efek teknologi pada perilaku

organisasi, subsistem teknis akan memiliki efek langsung atau tidak langsung

yang berbeda tergantung pada tingkat analisis dalam organisasi. Pada tingkat

individu, subsistem teknis mempengaruhi desain kerja, produktivitas, persepsi

diri, dan kontrak psikologis. Pada tingkat unit fungsional atau departemen,

subsistem teknis mempengaruhi struktur peran, tata letak fisik, pola interaksi, dan

perilaku pengawasan. Pada tingkat organisasi, subsistem teknis mempengaruhi

hubungan antar departemen, struktur organisasi, sistem penghargaan, fleksibilitas

organisasi, dan daya saing secara keseluruhan. Oleh karena itu, pada setiap tingkat

analisis subsistem teknis memiliki tipe interaksi yang berbeda dengan subsistem
sosial. Subsistem teknis dipengaruhi oleh subsistem lingkungan pada tingkat

strategis (Shani et al., 1992).

Sebuah organisasi akan memilih teknologi yang dibutuhkan untuk

melayani pelanggannya dan untuk bersaing dalam lingkungan bisnisnya.

Bagaimana organisasi bersaing dan pelanggan apa yang ditargetkan organisasi

memengaruhi teknologi yang dipilihnya, memengaruhi karyawan yang

dipekerjakan organisasi, dan memengaruhi cara karyawan dilatih, diawasi, dan

diberi kompensasi (Pasmore, 1988). Oleh karena itu, lingkungan mempengaruhi

subsistem sosial organisasi melalui seleksi staf (Pasmore, 1988). Memindai dan

beradaptasi dengan lingkungan merupakan fungsi penting manajer yang

berdampak pada arah strategis perusahaan. Manajer tingkat yang lebih rendah

akan dipengaruhi oleh perubahan lingkungan melalui perubahan teknologi di

subsistem teknis dan oleh adaptasi terhadap perubahan dalam subsistem sosial.

Elemen-elemen dalam sistem sosioteknik yaitu:

1. Subsistem Teknologi Joan Woodward (1965) dalam Hendrick dan

Kleiner (2001) menyatakan teknologi merupakan penentu struktur

organisasi sistem kerja. Teknologi diklasifikasikan berdasarkan jenis

produksi (production technology), tindakan individual (knowledge-

based technology), serta tingkat otomasi, tingkat kesulitan aliran dan

spesifikasi aktivitas (work-flow integration).

2. Subsistem Personel, karakteristik subsistem personel dibedakan


menjadi tiga, yaitu tingkat profesionalisme, faktor demografi dan faktor

psikososial
3. Subsistem Lingkungan, berlangsungnya organisasi tergantung pada
kemampuan adaptasi dengan lingkungan eksternal. Jenis-jenis

lingkungan eksternal antara lain: Sosioekonomi, Pendidikan, Politik,

Budaya, dan Hukum

2.1.7. Metode Penelitian Ergonomi Makro

Menurut Hendrick dan Kleiner dalam Iridiastadi & Yassierli (2017), ada

beberapa metode yang biasa digunakan dalam penelitian ergonomi makro, yaitu:

1. Metode Field Study

Metode ini adalah metode dengan teknik observasi secara

sistematik dan naturalistik yang digunakan untuk mengidentifikasi

karakteristik organisasi dan mengumpulkan data untuk perbaikan. Data

diperoleh melalui wawancara, kuesioner, pengukuran kinerja dan keluhan

pekerja.

2. Metode Survei dengan Kuesioner

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan informasi dalam

berbagai aspek dan digunakan pada tahap diagnosis, evaluasi dan

monitoring. Survei yang valid akan memberikan data terstruktur yang

dapat dinilai dan dianalisis secara baku.

3. Metode Wawancara

Metode ini mengidentifikasi akar masalah pada sistem kerja dan

sistem organisasi secara utuh dan mendalam. Pewawancara dapat

mengumpulkan 13 data yang kaya dan informatif, serta membangun


hubungan dengan responden agar respon dapat leluasa menggambarkan

opininya.

4. Metode Focus Group

Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi secara

berkelompok. Anggota dapat berinteraksi dalam menanggapi suatu kasus

yang berkaitan dengan sistem kerja. Diskusi diarahkan untuk menggali

intervensi untuk perbaikan sistem kerja dan fungsi organisasi secara

keseluruhan.

5. Ergonomi Partisipasi

Metode ini implementasikan teknologi pada sistem organisasi

dengan melibatkan pengguna akhir secara aktif untuk melengkapi

pengetahuan tentang ergonomi dan prosedur di tempat kerja.

2.2. Review Hasil Penelitian

Paruhuman Tampubolon (2018) pada Pengorganisasian dan

Kepemimpinan Kajian Terhadap Fungsi-fungsi Manajemen Organisasi Dalam

Upaya Untuk Mencapai Tujuan Organisasi dalam Jurnal Stindo Profesional,

Volume IV, Nomor 3, Mei 2018, membahas tentang Pengorganisasian adalah

merupakan fungsi kedua dalam Manajemen dan pengorganisasian didefinisikan

sebagai proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan-

tujuan, sumber-sumber, dan lingkungannya. Dengan demikian hasil

pengorganisasian adalah struktur organisasi.


Syahrul Efendi Rambe dan Usman Tarigan (2015) pada Analisis

Organisasi Melalui Pendekatan Perilaku Terhadap Kinerja Di Kantor Camat

Medan Sunggal Kota Medan, Jurnal Administrasi Publik, Volume 6, Nomor 2,

membahas tentang analisis organisasi melalui pendekatan perilaku terhadap

kinerja di Kantor Camat Medan Sunggal Kota Medan. Dipilihnya Kantor

Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan. Permasalahan yang diajukan dalam tesis

ini adalah “Bagaimanakah proses pendekatan perilaku terhadap kinerja yang

dilakukan pada Kantor Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan. Adapun hasil

penelitian dan pembahasan menjelaskan efektifitas, dilihat dari kesesuaian

pelaksanaan tugas dan pekerjaan dengan hasil yang dicapai dan kesesuaian antara

kebijakan dengan pelaksanakan tugas dan pekerjaan pada umumnya sudah sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kesadaran dari masing–masing bidang

akan tugas dan fungsinya berperan besar dalam pelaksanaan tugas masing-masing

bidang.

Clara Theresia, dkk (2013), mengadakan penelitian yang berjudul Evaluasi

Fasilitas Ruang Tunggu Guna Peningkatan Kualitas Pelayanan dengan

Pendekatan Makro Ergonomi pada Stasiun Kereta Api XYS, Jurnal Teknik

Industri USU, Volume 1, Nomor 1, Mei 2013, menyimpulkan bahwa melalui

sepuluh tahapan proses diperoleh hasil pemilihan alternatif yaitu melakukan

perbaikan serta pengadaan fasilitas di bagian ruang tunggu, pelatihan petugas

pada Stasiun kereta api dan perbaikan budaya atau kebiasaan penumpang.

Penelitian ini menghasilkan perancangan sistem kerja secara keseluruhan dan

usulan perbaikan kondisi fasilitas ruang tunggu secara khusus pada Stasiun kereta
api XYZ yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh pihak manajemen

perusahaan guna peningkatan kualitas pelayanan Stasiun kereta api.

Rehab El-Bahey dan Amir Zeid (2015) pada Perspektif Makro-Ergonomi

Pendidikan dalam EDUTE 2015 membahas tentang pendidikan adalah salah satu

bidang di mana ergonomi dapat membuat signifikan kontribusi. Namun, ergonomi

pendidikan masih belum mendapat perhatian yang cukup oleh ergonomi, seperti

bertentangan dengan ergonomi tempat kerja. Seperti yang didefinisikan oleh

Smith, “Ergonomi pendidikan adalah bahwa cabang ergonomi / faktor manusia

yang berkaitan dengan interaksi kinerja pendidikan dan desain pendidikan".

Tinjauan literatur ekstensif yang disediakan oleh Smith di bidang ini telah secara

meyakinkan menunjukkan bahwa, dengan pengecualian beberapa studi awal,

penelitian dalam ergonomi pendidikan cenderung fokus pada "masalah

mikroergonomis". Ini adalah masalah yang berkaitan dengan fisik lingkungan dan

dampaknya terhadap kesehatan siswa. Namun, terlalu sedikit perhatian yang

diberikan pada perspektif makroergonomi yang mencakup kinerja, produktivitas,

dan kesejahteraan peserta didik.

Bawono, dkk (2007) dalam penelitian yang berjudul “Pemetaan

Karakteristik Organisasi Sistem Kerja Pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Kerajinan di Daerah Istimewa Yogyakarta” memetakan karakteristik organisasi

sistem kerja pada beberapa UMKM dan menyatakan hasil dari penelitian ini yaitu

secara umum dimensi kompleksitas UMKM masih sederhana, dimensi formalisasi

pada organisasi sistem kerja UMKM relatif sederhana, dimensi sentralisasi pada
organisasi sistem kerja cukup tinggi, pengambilan keputusan terpusat pada

pemilik.

Tejaningrat (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis

Karakteristik Ergonomi Makro Tempat Penitipan Anak di Kota Yogyakarta”.

Pembahasan dalam penelitian ini yaitu mengenai struktur sistem kerja tetapi tidak

menganalis proses sistem kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan

mengevaluasi karakteristik Ergonomi Makro pada tempat penitipan anak yang ada

di Kota Yogyakarta.

2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu model konseptual yang

menunjukkan hubungan logis antara faktor atau variabel yang telah diidentifikasi

penting dan menjadi fondasi untuk menganalisis masalah penelitian. Kerangka

konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini :

Macro Ergonomics

1.Desain Pekerjaan Pencapaian Tujuan


2.Teknologi Pekerjaan Organisasi
3.Lingkungan
4.Desain Organisasi

Sumber : Microsoft Visio 2010

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual yang disusun memberikan gambaran atas proses

penelitian terhadap tercapainya tujuan suatu organisasi. Peneliti berusaha untuk

melihat pengaruh ergonomi makro terhadap tercapainya suatu organisasi sehingga

apa yang diharapkan dalam penelitian dapat tercapai.


a. Hubungan Desain Pekerjaan Terhadap Tercapainya Tujuan

Organisasi

Menurut Rivai dan Jauvani (2009:127), job design adalah proses penentuan

tugas yang akan dilaksanakan, metode yang digunakan untuk melaksanakan

tugas, dan bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya

di dalam perusahaan. Desain pekerjaan mengarah kepada modul kerja,

tugas, persyaratan pengetahuan dan keterampilan, dan faktor-faktor seperti

tingkat otonomi, identitas, variasi, kebermaknaan, umpan balik, dan

kesempatan untuk interaksi sosial. Apabila desain pekerjaan terlaksana

dengan baik maka akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi dari

organisasi, sehingga tujuan organisasi tercapai dengan baik.

b. Hubungan Teknologi Pekerjaan Terhadap Tercapainya Tujuan

Organisasi

Teknologi pekerjaan mengarah kepada perangkat keras dan perangkat lunak.

Suatu organisasi tidak luput dari perkembangan teknologi. Semakin pesat

pembaharuan teknologi semakin efektif, praktis dan cepat terhadap

organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Evaluasi adalah sebuah proses

untuk menentukan hasil yang telah tercapai dalam beberapa kegiatan yang

direncanakan dalam mendukung tercapainya berbagai tujuan. (Sanyoto

Gondodiyoto. 2007). Perlunya evaluasi teknologi dan ahli teknologi

pekerjaan berguna untuk mencapai tujuan yang diinginkan dari organisasi.


c. Hubungan Lingkungan Terhadap Tercapainya Tujuan Organisasi

Semakin kebutuhannya terpenuhi maka akan semakin besar kinerja pegawai

dalam melakukan tugas dan kewajibannya di perusahaan. Lingkungan Kerja

karyawan merupakan hal yang menentukan dalam poses pelaksanaan tugas

guna mewujudkan tercapainya sasaran dan tujuan organisasi. Lingkungan

kerja di perusahaan juga mempengaruhi kinerja yang dilaksanakan oleh

karyawan. Mengutip pendapat Mc. Clelland (dalam Mangkunegara

2016:28) menyatakan bahwa : “Motif berprestasi yang perlu dimiliki oleh

pegawai harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari lingkungan

kerja. Hal ini karena motif berprestasi yang ditumbuhkan dari dalam diri

sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan

kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah”.

Lingkungan terdiri atas lingkungan internal dan eksternal dimana dengan

adanya lingkungan yang baik membuat karyawan menjadi aman dan

nyaman dan akan membantu organisasi untuk mencapai tujuannya.

d. Hubungan Desain Organisasi Terhadap Tercapainya Tujuan

Organisasi

Desain organisasi adalah sebuah proses memilih dan mengelola aspek-

aspek struktural dan kultural yang dilakukan oleh para manajer sehingga

organisasi mampu mengendalikan kegiatan apa saja yang perlu dilakukan

untuk mencapai tujuan bersama (Wisnu dan Nurhasanah, 2005:11). Desain

organisasi secara khusus berarti desain struktur sistem kerja organisasi dan
proses terkait untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila desain organisasi

terlaksana dengan baik maka sudah pasti tercapailah tujuan suatu organisasi.

2.4. Defenisi Operasional

Definisi operasional variabel pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Operasional Dimensi Indikator


1. Struktur Organisasi
2. Kebijakan/Strategi
Desain Organisasi
Organisasi 3. Reward
Pendekatan sistem 4. People
sosioteknik secara top-down 5. Proses
dalam menganalisis, 1. Job Desk
merancang, atau memperbaiki 2. Jam Kerja
Desain
Ergonomi sistem kerja dan organisasi 3. Motivasi Kerja
1 Pekerjaan
Makro kerja kemudian 4. Beban Kerja
mengharmonisasikan 5. Evaluasi Kerja
perancangan tersebut ke 1. Lingkungan Fisik
dalam elemen-elemennya 2. Lingkungan Eksternal
secara keseluruhan. Lingkungan 3. Karakteristik Fisik, Umur
dan Psikologi
4. Skill dan Pendidikan
Teknologi 1. Evaluasi Teknologi
Pekerjaan 2. Evaluasi Ahli Teknologi
Tujuan didefinisikan sebagai
1. Desain Organisasi
Pencapaian kerangka kerja yang terdiri
2. Desain Pekerjaan
2 Tujuan dari perilaku yang khusus dan
3. Lingkungan
Organisasi tindakan yang sesuai dengan
4. Teknologi Pekerjaan
harapan

Anda mungkin juga menyukai