Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

“Titrasi Asam Basa”

Dosen Pengampu : 1. Dra. Bina Lohita S., M.Pd., M.Farm., Apt.


2. Dra. Trirakhma Sofihidayati, M.Si.
3. Dra. Eka Herlina M.Pd.
4. Nhadira N, M.KM., Apt.
5. Cantika Zaddana, S.Gz., M.Si.
6. Usep Suhendar, M.Si.
7. Rikkit S.Farm

Asisten Dosen : Khoerul Akbar 066118203


Nama penyusun : Agris Aprian 066120190
Kelas : 1F Farmasi
Kelompok : 10
Anggota kelompok : 1. Kristo Mualdo 066120181
2. Agris Aprian 066120190
3. Mutiara Nur Fathin 066120205

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui proses tritrasi dengan baik dan benar
2. Melakukan tritasi asam basa untuk menentukan konsentrasi suatu larutan
asam
1.2 Dasar Teori
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan
konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan
konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan
menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam
basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam
atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah
warna pada saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen
dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan
basa tepat habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan
indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi (Sukmariah,
1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai
standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan
menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat,
dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya
sedikit, disebut standar primer (Sukmariah, 1990).
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan
berikut:
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang
diketahui kemurniannya.
2. Harus stabil.
3. Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap
air, tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).
Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran
lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata metri berasal dari
bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan
mengukur sama saja, yaitu dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata
latin dan O berasal dari kata Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah
asam ataupun pngukuran dengan asam (yang diukur dalam jumlah basa atau
garam). (Harjadi, W. 1990)
Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan
asam atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan
larutan basa, atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat
habis bereaksi). Jika molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka
molaritas larutan yang satu lagi dapat ditentukan. (Michael. 1997)
Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik,
sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun.
Grafik yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau
sebaliknya disebut kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya
merupakan titik ekuivalen. (Michael. 1997)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian
juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian
adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar
dari 104 pH berubah secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton
ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi
sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi
asam basa, pH dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada
temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen
(PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan
indikator yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh
dari ekuivalen. (Harjadi, W. 1990)
Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :(Susanti,1995)
1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk
menentukan basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat,
asam borat.
2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena
larutan yang digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan
jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa
organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu
terutama senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa
organik dapat larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat
ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam
digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan basa
digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir titrasi biasanya ditetapkan
dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan bantuan
peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer. (Rivai, H, 1990)
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya
secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan
berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik
dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa
yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan: [H+] = [OH-].
Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik
ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik
akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen. (Esdi, 2011)
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen
basa, maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume,
maka rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:
N asam x V asam = N asam x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+
pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H+ (pada asam) atau OH - (pada basa).
BAB II
METODE KERJA
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1. Botol semprot
2. Buret
3. Corong
4. Gelas erlenmeyer
5. Gelas kimia
6. Gelas ukur
7. Pipet gondok
2.1.2 Bahan
1. Asam oksalat
2. Indikator penolphetalein
3. Larutan HCL
4. Larutan NaOH

2.2 Cara Kerja


Pembakuan NaOH dengan BBP Asam Oksalat
a) Disiapkan bahan dan alat yang akan digunakan, ditimbang asam oksalat.
b) Dilarutkan kedalam labu ukur 100 ml, dihimpitkan, dihomogenkan.
c) Dipipet 10 ml larutan ke dalam Erlenmeyer
d) Ditambahkan indikator pp 2-3 tetes
e) Larutan dititar dengan NaOH hingga mencapai warna merah muda seulas
Penetapan kenormalan HCl dengan NaOH
a) Dipipet 10 ml HCl kedalam Erlenmeyer
b) Ditambahkan indicator pp 2-3 tetes
c) Larutan dititar dengan NaOH hingga mencapai warna merah muda seulas
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Data Pengamatan
Pengamatan Keterangan
Pembakuan NaOH dengan BBP
Asam Oksalat
Bobot asam oksalat : 0,65 gr = 650 mg
Bst asam oksalat : 63
100
FP ( 10 ) = 10

Dipipet 10 ml larutan ke dalam Volume penitaran


Erlenmeyer. Simplo : 10,10 ml
Dimplo : 10,20 ml
10,10+10,20
Rata-rata = = 10,15
2

N NaOH =
𝑚𝑔 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑡𝑎𝑟 𝑥 𝐵𝑠𝑡 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑥 𝐹𝑃
650
= 10,15 𝑥 63 𝑥 10
Ditambahkan indikator pp 2-3 tetes.
= 0,101 N
Larutan berwarna merah muda seulas

Penetapan kenormalan HCl dengan


NaOH
Volume penitaran
Simplo : 12,20 ml
Dimplo : 12,30 ml
12,20+12,30
Dipipet 10 ml HCl kedalam Erlenmeyer Rata-rata = = 12,25
2

V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 12,25 x N2
1,015 = 12,25 x N2
1,015
N2 = 12,25

N2 = 0,082 N
Larutan berwarna merah muda seulas

Ditambahkan indicator pp 2-3 tetes

Kelempok Simplo Duplo Rata-rata


1 13,5 13,8 13,65
2 12,3 12,5 12,4
3 14,8 14,5 14,65
4 13,7 13,6 13,65
5 14,8 14,7 14,75
6 12,2 12,5 12,35
7 15,6 15,9 15,75
8 13,2 13,3 13,25
9 15,2 15,3 15,25
10 14,6 14,2 14,4

3.2 Perhitungan
Pembakuan NaOH dengan BBP Asam Oksalat
Bobot asam oksalat : 0,65 gr = 650 mg
Bst asam oksalat : 63
100
FP ( 10 ) = 10

Volume penitaran
Simplo : 10,10 ml
Dimplo : 10,20 ml
10,10+10,20
Rata-rata = = 10,15
2
𝑚𝑔 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
N NaOH = 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑡𝑎𝑟 𝑥 𝐵𝑠𝑡 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑥 𝐹𝑃
650
= 10,15 𝑥 63 𝑥 10

= 0,101 N

Penetapan kenormalan HCl dengan NaOH


Volume penitaran
Simplo : 12,20 ml
Dimplo : 12,30 ml
12,20+12,30
Rata-rata = = 12,25
2

V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 12,25 x N2
1,015 = 12,25 x N2
1,015
N2 = 12,25

N2 = 0,082 N

1 V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 13,65 x N2
1,015 = 13,65 x N2
1,015
N2 = 13,65

N2 = 0,074 N

2 V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 12,4 x N2
1,015 = 12,4 x N2
1,015
N2 = 12,4

N2 = 0,082 N

3 V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 14,65 x N2
1,015 = 14,65 x N2
1,015
N2 = 14,65

N2 = 0,069 N

4 V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 13,65 x N2
1,015 = 13,65 x N2
1,015
N2 = 13,65

N2 = 0,074 N

5 V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 14,75 x N2
1,015 = 14,75 x N2
1,015
N2 = 14,75

N2 = 0,068 N

6 V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 12,35 x N2
1,015 = 12,35 x N2
1,015
N2 = 12,35

N2 = 0,082 N

7 V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 15,75 x N2
1,015 = 15,75 x N2
1,015
N2 = 15,75

N2 = 0,064 N
8 V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 13,25 x N2
1,015 = 13,25 x N2
1,015
N2 = 13,25

N2 = 0,076 N

9 V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 15,25 x N2
1,015 = 15,25 x N2
1,015
N2 = 15,25

N2 = 0,066 N

10 V1 N1 = V2 N2
10,15 x 0,1 = 14,4 x N2
1,015 = 14,4 x N2
1,015
N2 = 14,4

N2 = 0,070 N

3.3 Reaksi
Reaksi asam oksalat dengan NaOH :
2NaOH + H2C2O4 → Na2C2O4 + 2H2O

Reaksi HCl dengan NaOH :


HCl + NaOH → NaCl + H2O

3.4 Pembahasan
Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa
digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena
pengukuran volume memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga
dikenali dengan analisis volumetrik.
Fungsi dari titrasi yaitu: Dapat menemukannya molaritas larutan yang
memiliki konsentrasi tidak diketahui. Dapat menemukan massa garam asam atau
massa garam basa. Titrasi bisa berguna dalam menentukan tingkat kemurnian dari
suatu padatan. Menentukan persentase massa zat yang terlarut di dalam sebuah
larutan tertentu. Selain itu, titrasi sederhana juga berguna untuk melakukan tes bagi
aktivitas buffering. Titrasi asam basa biasanya terjadi pada berbagai macam proses
seperti tes gula darah, nutrisi, atau pada pengujian air yang ada di akuarium. Bisa
juga dilihat pada proses anggur, tes kehamilan, dan analisis yang dilakukan pada air
limbah.
Dalam titrasi asam-basa kuat, titik akhir dari titrasi adalah titik pada saat pH
reaktan hampir mencapai 7, dan biasanya ketika larutan berubah warna menjadi
merah muda karena adanya indikator pH fenolftalein.
Indikator fenolftalein merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Fungsi
penambahan indikator fenolftalein pada titrasi asam basa yaitu untuk menentukan
titik ekuivalen.
Fungsi pembakuan yaitu untuk mengetahui konsentrasi sebuah larutan. Syarat
bahan baku primer untuk pembakuan yaitu: mempunyai kemurnian yang tinggi,
mempunyai rumus molekul yang pasti, tidak mengalami perubahan selama proses
penimbangan, larutan stabil dalam penyimpanan, berat ekivalen yang tinggi.
Fenolftalein biasanya digunakan sebagai indicator keadaan suatu zat yang
bersifat lebih asam atau lebih basa. Prinsip perubahan warna ini digunakan dalam
metode titrasi. Fenolftalein cocok untuk digunakan sebagai indikator untuk proses
titrasi HCl dan NaOH. Fenolftalein tidak akan berwarna (bening) dalam keadaan zat
yang asam atau netral, namun akan berwarna kemerahan dalam keadaan zat yang
basa. Tepatnya pada titik pH di bawah 8,3 fenolftalein tidak berwarna, namun jika
mulai melewati 8,3 maka warna merah muda yang semakin kemerahan akan muncul.
Semakin basa maka warna yang ditimbulkan akan semakin merah.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum Titrasi Asam Basa maka dapat disimpulkan


bahwa:
• Perhitungan pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari
volume rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar
atau konsentrasi HCl.
• Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 3 tetes
indikator berubah warna dari bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang
digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga
harus sangat berhati-hati melakukan praktikum ini. Setelah volume NaOH
(basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.
• Indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa yaitu indikator yang
perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH dan penambahan indikator
diusahakan sedikit mungkin yaitu 2-3 tetes
DAFTAR PUSTAKA

Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara: Jakarta


Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta
Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga:
Jakarta
Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta
Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. LEPHAS: Makassar

Anda mungkin juga menyukai