Anda di halaman 1dari 20

1

BAB – I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Agama

Di antara sekian banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, ada yang

menyatakan bahwa agama berasal dari kata Sangsekerta “gam”, yang artinya pergi,

kemudian setelah mendapat awalan – a – dan akhiran – a – (a – gam – a) artinya

menjadi jalan. Gam dalam bahasa Sangsekerta ini mempunyai pengertian yang sama

dengan to go (Inggeris) dan Gaam (Belanda) yang artinya juga pergi. Adanya

persamaan arti ini dapat dimaklumi, mengingat bahasa Sangsekerta dan bahasa-bahasa

Erofa tersebut termasuk rumpun bahasa Indo – Jerman. Jadi dari kata a – gam – a

yang dari segi etimologi artinya jalan ini, sebagian orang mengemukakan rumusan

bahwa yang disebut agama itu ialah “Suatu jalan yang harus diikuti supaya orang

dapat mencapai ke suatu tujuan yang mulia dan suci.

Pendapat yang lain mengatakan, bahwa agama berasal dari bahasa Sangsekerta

– a – yang artinya tidak dan gama yang artinya pergi, berubah atau bergerak. Karena

itu dapat dikatakan bahwa “agama itu sesuatu (maksud ajarannya) yang tidak berubah,

sesuatu yang kekal abadi”.

Pengertian yang lebih populer menyebutkan, bahwa agama berasal dari –

a – yang artinya tidak, dan gama berarti kacau. Jadi “agama ialah (yang membuat

sesuatu) tidak kacau.

Menurut H. Bahrun Rangkuti, agama berasal dari kata a dan gama. Arti a

(panjang) ialah cara atau The way, sedang gama yang berasal dari kata Indo – Jerman

gam sama dengan kata Inggeris to go yaitu berjalan atau pergi. Jadi agama berarti

“cara-cara berjalan atau cara-cara sampai kepada keredhaan Tuhan”.

Dapat disimpulkan bahwa dari segi bahasa (etimologi) arti agama adalah:
2

1. Suatu jalan yang harus diikuti supaya orang dapat sampai pada tujuan yang mulia

dan suci.

2. Sesuatu yang tidak berubah atau sesuatu yang kekal abadi.

3. Yang membuat sesuatu tidak kacau.

4. Cara-cara berjalan atau cara-cara sampai kepada keredhaan Tuhan.

Dalam Al-Qur’an agama disebut millah, misalnya:

yang artinya agama yang dibawa oleh Ibrahim (QS. An-Nahl :123). Selain itu dalam

Al-Qur’an agama disebut juga diin atau ad-diin, misalnya lakum diinukum

waliyyadiin, yang artinya, bagimu diin (agama)mu, bagiku diin (agama)ku (QS. Al-

Kafiruun : 6) Tetapi kata diin selain berarti agama, juga berarti hari pembalasan,

hari kiamat, adat kebiasaan, undang-undang, peraturan dan taat atau patuh.

Kemudian menurut arti istilah (terminologi), Sebuah rumusan tentang

pengertian agama menyebutkan bahwa agama itu mengandung tiga unsur pokok:

1. Satu sistem CREDO (tata keimanan atau tata keyakinan) atau adanya sesuatu yang

mulia di luar manusia.

2. Satu sistem RITUS (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mulia itu.

3. Satu sistem NORMA (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan

manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan

tata keimanan dan tata peribadatan yang dimaksud di atas.

Drs. Hasbullah Bakry, menyebutkan bahwa: “agama adalah jalan hidup dengan

kepercayaan kepada Tuhan YME serta berpedoman pada kitab suci dan dipimpin oleh

seorang Nabi. Dengan definisi ini dapat diketahui bahwa yang disebut agama itu

mengandung empat macam unsur, yaitu:


3

1. Agama itu merupakan jalan hidup atau way of life, suatu jalan muamalah yang

konkrit, dia memiliki aturan-aturan tertentu guna pedoman bagi amal kehidupan

penganut-penganutnya.

2. Agama itu mengajarkan kepercayaan (keimanan) adanya Tuhan YME. Tuhan itu

mustahil tidak ada, dan mustahil jumlahnya berbilang-bilang.

3. Agama itu memiliki kitab suci yang merupakan kumpulan wahyu yang diterima

oleh Nabi-nabi-Nya dari Tuhan YME itu, dengan melalui bisikan roh suci

(Malaikat Jibril).

4. Agama itu dipimpin oleh seorang Nabi. Kalau Nabi itu masih hidup, beliau tidak

sembunyi di lingkungan orang-orang awam yang bodoh, melainkan menyebarkan

ajarannya dengan terbuka dan sanggup berdiskusi di tengah-tengah orang pandai.

Dan kalau Nabi itu sudah wafat, maka ada bukti-bukti yang terang bahwa beliau

pernah hidup mengatakan ini dan itu guna petunjuk bagi umatnya.

B. Pentingnya Agama dalam Kehidupan

Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia, demikian pentingnya

agama dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia

sangatlah membutuhkan agama. Dan sangatlah dibutuhkannya agama oleh manusia,

tidak saja di masa primitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang, tetapi

juga di masa modern sekarang sewaktu ilmu pengetahuan dan teknologi sudah

demikian maju.

Berikut ini adalah sebahagian dari bukti-bukti mengapa agama itu penting

dalam kehidupan manusia:

1. Agama Merupakan Sumber Moral


4

Manusia sangatlah membutuhkan akhlak atau moral, karena moral sangatlah

penting dalam kehidupan. Moral adalah mustika hidup yang membedakan manusia

dengan hewan. Manusia tanpa moral hakekatnya adalah binatang, dan manusia yang

membinatang ini sangatlah berbahaya, ia akan lebih jahat dan lebih buas dari binatang

itu sendiri.

Tanpa moral, kehidupan akan kacau balau, tidak hanya kehidupan perorangan

tetapi juga kehidupan masyarakat dan Negara, sebab soal baik buruk, halal haram

tidak lagi dihiraukan, ini namanya sudah menganut faham Machiavelli.

Machiavellisme adalah dokterin Machiavelli (tujuan menghalalkan segala cara).

Kalau betul ini yang terjadi, bisa juga kemudian bangsa dan Negara hancur binasa.

Ahmad Syauqi (Penyair Arab hidup 1868 – 1952) berkata, bahwa keberadaan

suatu bangsa ditentukan oleh akhlak. Jika akhlak telah lenyap, akan lenyap pula

bangsa itu. Kebenaran ucapan Ahmad Syauqi ini telah berulang kali terbukti dalam

sejarah. Karena hancurnya morallah, maka hancurnya berbagai umat di masa Nabi-

nabi dahulu, seperti kaum Ad (umat Nabi Hud), kaum Tsamud (umat Nabi Shaleh),

penduduk Sodom (umat Nabi Luth), penduduk Madyan (umat Nabi Syu’aib) dan

lain-lainnya.

Dalam kehidupan seringkali moral melebihi peran ilmu, sebab adakalanya

merugikan, kemajuan ilmu dan teknologi mendorong manusia pada kebiadaban,

demikian dikatakan oleh Prof. Alexis Carrel seorang sarjana Amerika penerima

Nobel 1948.

Sekarang di mana moral yang sangat penting bagi manusia ini diperoleh ?

Moral dapat digali dan diperoleh dalam agama, karena agama adalah sumber moral

yang paling tangguh. Nabi Muahmmad s.a.w diutus juga untuk membawa misi moral,

yaitu untuk menyempurnakan akhlak mulia.


5

WM. Dixon dalam The Human Situation menulis agama betul atau salah,

dengan ajarannya percaya kepada Tuhan dan kehidupan akhirat yang akan datang,

adalah dalam keseluruhannya kalau tidak satu-satunya, paling sedikit kita boleh

percaya, merupakan dasar yang paling kuat bagi moral.

Dari tulisan WM. Dixon di atas dapat diketahui bahwa agama merupakan

dasar dan sumber (paling kuat) bagi moral, karena agama mengajarkan kepercayaan

kepada Tuhan dan kehidupan akhirat. Pendapat WM. Dixon ini memang betul, kalau

orang betul beriman kepada Tuhan itu ada, dan Tuhan yang ada itu Maha Mengetahui

segala tingkah laku manusia yang kemudian memberikan balasan kepada setiap orang

sesuai dengan amal yang dikerjakan, maka keimanan seperti ini merupakan sumber

yang tidak kering-keringnya bagi moral, itulah sebabnya ditegaskan oleh Rasulullah

s.a.w:

“Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah orang mukmin

yang paling baik akhlaknya”. (HR. Tirmidzi)

Tetapi agama sebagai sumber moral tidak saja karena mengajarkan

kepercayaan terhadap Tuhan dan kehidupan akhirat, melainkan karena adanya perintah

dan larangan dalam agama. Agama sesungguhnya himpunan perintah dan larangan

Tuhan. Adalah kewajiban manusia untuk taat kepada perintah dan larangan Tuhan ini.

Dari sinilah yang kemudian lahir moral, sebab apa yang diperintahkan oleh Tuhan

adalah selalu yang baik-baik, dan apa yang dilarang-Nya selalu yang buruk-buruk.

Dapat disimpulkan “adalah pentingnya agama dalam kehidupan karena sangat

pentingnya moral bagi manusia, pada hal moral bersumber dari agama. Dan agama

menjadi sumber moral, karena agama mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan dan

kehidupan akhirat, dan selain itu karena adanya perintah dan larangan dalam agama”.

2. Agama Merupakan Petunjuk Kebenaran.


6

Manusia adalah makhluk berakal, bahkan makhluk tukang bertanya. Apa saja

dipertanyakan oleh manusia dengan akalnya, untuk diketahui. Kemudian dari akal

lahirlah ilmu dan filsafat, dengan ilmu dan filsafat ini makin besar kemampuan

manusia untuk mengetahui segala sesuatu dan makin besar kemampuannya untuk itu.

Salah satu hal yang ingin diketahui oleh manusia, ialah apa yang bernama

kebenaran. Masalah ini adalah masalah besar, dan menjadi tanda tanya besar bagi

manusia sejak zaman dulu kala. Apa kebenaran itu, dan di mana dapat diperoleh ?

Manusia dengan akal, dengan ilmu dan filsafatnya ingin mengetahui dan mencapainya.

Dan yang menjadi tujuan ilmu dan filsafat tidak lain juga untuk mengetahui dan

mencari jawaban atas pertanyaan besar ini, yaitu masalah kebenaran.

Tetapi sayang, sebegitu jauh usaha ilmu dan filsafat untuk mencapai kebenaran

ini tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Kemampuan ilmu dan filsafat hanya

sampai pada kebenaran yang relatif atau nisbi, pada hal kebenaran yang relatif atau

nisbi bukanlah kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran yang sesungguhnya ialah

kebenaran yang mutlak dan universal, yaitu kebenaran yang sungguh-sungguh benar,

absolut, dan berlaku bagi semua orang.

Tampaknya sampai kapanpun masalah kebenaran akan tetap menjadi misteri

bagi manusia, kalau manusia hanya mengandalkan alat yang bernama akal, atau ilmu,

atau juga filsafat. Sebab seperti yang dikatakan oleh Demokritus (460-360 SM),

“kebenaran itu dalam sekali letaknya, tidak terjangkau semuanya oleh manusia”.

Kemudian Betrand Russel, seorang filosuf Inggeris berkata, “apa yang tidak sanggup

oleh ahli ilmu pengetahuan, ialah menentukan kebajikan (haq dan bathil). Segala

sesuatu yang berkenaan dengan nilai-nilai adalah di luar bidang ilmu pengetahuan.”

Sekarang, bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran ? sebagai jawaban

dari pertanyaan ini Allah telah mengutus Nabi-nabi dan Rasul-rasul di berbagai masa

dan tempat, sejak Nabi pertama yaitu Adam a.s sampai Nabi terakhir yaitu
7

Muhammad s.a.w. Nabi-nabi dan Rasul-rasul ini diberinya wahyu atau agama untuk

disampaikan kepada manusia. Wahyu atau agama inilah Islam, dan ini pulalah

sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala, yaitu

kebenaran yang mutlak dan universal. Tinggalah kewajiban manusia untuk iman dan

patuh kepada agama kebenaran ini. Agama ssesungguhnya bagaikan satu gedung besar

perpustakaan kebenaran. Masuklah gedung itu dengan membuka pintunya. Tetapi

hanya dengan anak kunci istimewa gedung itu dapat dibuka, yaitu anak kunci yang

bernama iman. Firman Allah menyebutkan:

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa


kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang
yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat,(QS. An-
Nisa’ : 105)

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu

termasuk orang-orang yang ragu.(QS. Al-Baqarah : 147)

Dapat disimpulkan bahwa “agama sangat penting dalam kehidupan, karena

kebenaran yang gagal dicari-cari oleh manusia sejak dahulu kala dengan ilmu dan
8

filsafatnya, ternyata apa yang dicarinya itu terdapat dalam agama. Agama adalah

petunjuk kebenaran. Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu kebenaran yang mutlak

dan universal. Itulah agama Islam”.

3. Agama Merupakan Sumber Informasi Tentang Masalah Metafisika

Prof. Arnold Tonybee memperkuat pernyataan bahwa manusia itu makhluk

tukang bertanya. Sampai pun menurut ahli sejarah Inggeris kenamaan ini tabir rahasia

alam semesta juga ingin disingkap oleh manusia. Dalam bukunya An Historian’s

approach to religion dia menulis, “tidak ada satu jiwa pun akan melalui hidup ini

tanpa mendapat tantangan-tantangan untuk memikirkan rahasia alam semesta”.

Lebih dari itu, bahkan rahasia metafisika pun termasuk hal yang ingin

disingkap oleh manusia, pada hal masalah metafisika adalah masalah yang ghaib-

ghaib seperti hidup sesudah mati (akhirat, Tuhan, Syorga, Neraka) atau hal-hal yang

lain dibalik alam nyata ini, misalnya persoalan kalau nyawa bercerai dengan badan,

kemana gerangan sang nyawa itu pergi? Lelakon apa yang kira-kira bakal dialaminya?

Bagaimana sebenarnya keadaan alam akhirat yang serba ghaib itu? Masalah-masalah

pelik penuh misteri ini ingin diketahui oleh manusia.

Tetapi kenyataan menunjukkan, kalau manusia hanya mengandalkan akalnya

(bahkan dengan ditambah ilmu dan filsafatpun) semua persoalan metafisika tersebut

tidak akan dapat diketahui. Manusia hanya bisa menghayal atau paling tinggi

menduga-duga dan tidak pernah mampu mengetahui masalah yang ghaib tersebut

secara yakin. Soalnya, semua persoalan metafisika yang serba ghaib itu, memang

sudah bukan lagi wilayah kemampuan akal. Ilmu apa pun (hasil akal) menjadi lumpuh

memasuki wilayah tersebut, sebab memang bukan lagi daerah wewenangnya. Firman

Allah s.w.t.
9

Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui

perkara yang gaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka

akan dibangkitkan. (QS. An-Naml : 65).

Ibnu Khaldun, dalam kitab Muqaddimahnya menulis, akal adalah Sebuah

timbangan yang tepat dan catatan-catatannya pasti dapat dipercaya. Tetapi

menggunakan akal untuk menimbang hakekat dari soal-soal yang berkaitan dengan

keesaan Tuhan, atau hidup sesudah mati, atau sifat-sifat Tuhan, atau soal-soal lain

yang di luar lingkungan akal, adalah sebagai mencoba mempergunakan timbangan

tukang emas untuk menimbang gunung. Ini tidak berarti bahwa timbangan itu sendiri

yang kurang tepat. Soalnya ialah, karena akal mempunyai batas-batas yang

membatasinya.

Herbert Spencer berkata: ilmu alam memberitahukan kepada kita bahwa

untuk kita ada batas yang telah ditentukan, yang tidak boleh kita lampaui dalam soal-

soal ilmu. Kita tidak boleh melangkah melewati batas itu untuk mengenal sebab yang

pertama (yang dimaksud ialah Tuhan) dan betapa hakekatnya.

Berhubung dengan itu persoalan yang menyangkut metafisika masih gelap bagi

manusia dan belum dapat penyelesaian. Semua tanda tanya tentang hal itu tidak

terjawab oleh akal manusia, oleh ilmu dan filsafatnya. Pada hal sejak dahulu kala

manusia telah tergoda untuk menyingkap dan mengetahuinya. Sesungguhnya masalah

metafisika sudah masuk wilayah agama atau iman, dan hanya Allah sajalah yang

mengetahuinya. Dan Allah yang Maha Tahu perkara yang ghaib ini, dalam batas-batas

yang dipandang perlu telah menerangkan perkara tersebut melalui wahyu atau
10

agamanya. Dengan demikian agama adalah sumber metafisika, dan karena itu pula

hanya dengan agama manusia dapat mengetahui persoalan metafisika. Dengan

agamalah dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan alam arwah, alam barzah,

alam akhirat, Syorga dan Neraka, Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan soal-soal ghaib

lainnya.

Dapat disimpulkan, “bahwa agama sangat penting bagi manusia (dan karena

itu sangat dibutuhkan), karena manusia dengan akal, dengan ilmu atau filsafatnya

tidak sanggup mengetahui rahasia metafisika. Hal ini hanya dapat diketahui dengan

agama, sebab agama adalah sumber informasi tentang metafisika”.

4. Agama Memberikan Bimbingan Rohani Bagi Manusia di kala Suka maupun


di kala Duka

Hidup manusia di dunia yang fana ini kadang-kadang suka dan kadang-kadang

juga duka. Maklumlah dunia bukanlah syorga, tetapi bukan juga neraka. Jika dunia ini

syorga tentulah hanya kegembiraan yang ada, dan kalau dunia ini neraka tentulah

hanya penderitaan yang terjadi. Kenyataan menunjukkan kehidupan dunia adalah

rangkaian suka dan duka yang silih berganti. Firman Allah s.w.t:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu

dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan

hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan”.(QS. Al-Anbiyaa’ : 35)

Terjadinya suka dan duka yang mewarnai kehidupan manusia di dunia ini,

sebabnya banyak dan bermacam-macam, tetapi dalam garis besarnya, menurut ayat di
11

atas, karena manusia diberi Tuhan dengan yang baik dan yang buruk. Dan hal itu

dimaksudkan sebagai ujian bagi manusia.

Dalam masyarakat dapat dilihat, sering kali orang salah dalam mengambil

sikap dalam menghadapi cobaan suka atau duka ini. Misalnya dikala suka orang

mabuk kepayang dan lupa daratan. Bermacam-macam karunia Tuhan yang ada

padanya tidak mengantarkan dia kepada kebaikan tetapi malah membuat dia jahat.

Qorun yang hidup di zaman Nabi Musa adalah contoh orang seperti ini. Sewaktu

miskin, dia patuh beragama, tetapi sewaktu kaya dia jahat dan memusuhi Nabi Musa.

Selain itu Sa’labah yang hidup di zaman Nabi Muhammad s.a.w juga bertingkah

laku seperti Qorun, sewaktu miskin dia rajin beribadah, tetapi setelah menjadi

peternak besar ditinggalkannya ibadahnya, bahkan dia tolak membayar zakat

ternaknya.

Bagaimana sikap yang benar menghadapi suka dan duka? Jawaban atas

pertanyaan ini terkandung dalam sabda Rasulullah s.a.w yang menyebutkan:

“Betapa menakjubkan keadaan orang yang beriman. Sesungguhnya keadaan


orang yang beriman itu serba baik, dan yang demikian itu tidak bisa terjadi
kecuali hanya pada orang yang beriman. Yakni jika orang yang beriman itu
memperoleh sesuatu yang menggembirakan, dia bersyukur, dan syukur adalah
sikap yang baik baginya. Dan jika orang yang beriman itu ditimpa oleh
sesuatu yang menyedihkan, dia bersabar, dan bersabar itu juga merupakan
sikap yang baik baginya”. (HR. Muslim).

Dengan sabdanya ini Nabi mengajarkan, hendaknya orang yang beriman

bersyukur kepada Allah pada waktu memperoleh sesuatu yang menggembirakan, dan

tabah atau sabar pada waktu ditimpa sesuatu yang menyedihkan.

C. Agama Wahyu dan Agama Budaya

Dilihat dari asal atau sumbernya, agama dapat dibedakan antara agama Wahyu

dan agama Budaya. Agama wahyu dapat juga disebut agama Samawi, agama langit,
12

agama profetis, revealed religion. Agama budaya disebut juga agama ardhi, agama

bumi, agama filsafat, agama ra’yu, natural religion, non revealed religion.

Kedua agama tersebut mempunyai cirri-ciri yang sangat berbeda, dan dengan

memperhatikan cirri-ciri yang ada, dapat diketahui apa yang disebut agama wahyu dan

apa yang disebut agama budaya.

Ciri-ciri agama wahyu

1. Berasal dari wahyu Allah, jadi bukan ciptaan manusia ataupun selain Allah

2. Ajaran ketuhanannya monotheisme (tauhid) mutlak

3. Disampaikan oleh manusia yang dipilih oleh Allah sebagai Nabi atau Rasul-Nya

4. Mempunyai kitab suci yang otentik (asli) dan bersih dari campur tangan manusia

5. Ajarannya bersifat tetap, tidak berubah-ubah, walaupun tafsirannya dapat berubah

sesuai dengan kecerdasan dan kepekaan pengikut-pengikutnya.

6. Kebenaran ajarannya adalah universal, yaitu berlaku bagi setiap manusia, masa,

tempat dan keadaan.

Ciri-ciri agama budaya

1. Hasil pikiran atau perasaan manusia

2. Ajaran ketuhanannya paling tinggi monotheisme nisbi bahkan kadang-kadang

dinamisme, animisme atau polytheisme.

3. Tidak disampaikan oleh Nabi atau Rasul

4. Umumnya tidak mempunyai kitab suci, kalaupun ada sudah mengalami

perubahan-perubahan (bertambah atau berkurang) dalam perjalanan sejarahnya.

5. Ajaran-ajarannya berubah-ubah, sesuai dengan perubahan pikiran pengikut-

pengikutnya.

6. Kebenaran ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia,

masa, tempat dan keadaan.


13

Yang termasuk agama wahyu satu-satunya ialah agama Islam, sedang

selebihnya, kecuali agama Nasrani dan Yahudi, termasuk agama budaya. Agama

Nasrani dan Yahudi dalam bentuk aslinya adalah agama wahyu, sebab kedua agama

tersebut dalam bentuk aslinya tidak lain adalah agama Islam. Menurut Al-Qur’an

semua agama yang dibawa dan dianut oleh semua Nabi adalah agama Islam. Adapun

agama Nasrani dan Yahudi dalam bentuknya yang sekarang, tidak bisa disebut sebagai

agama budaya, tetapi juga kurang memnuhi persyaratan (kurang pas) untuk dikatakan

sebagai agama wahyu. Kedua agama tersebut dalam bentuk yang ada sekarang dapat

digolongkan sebagai Semi Agama Wahyu.

D. Pengertian Islam

Sebagai nama agama Islam adalah sebaik-baik nama, sehingga tidak ada kata

atau sebutan lain yang bisa menggantikannya. Kata Mohammadanisem misalnya,

seperti yang biasa dilontarkan oleh kaum orientalis untuk menyebut Islam sangatlah

tidak memadai dan mempunyai beberapa kelemahan, dan oleh karena itu tidak dapat

dibenarkan.

1. Berbeda dengan nama-nama agama lain, Islam adalah nama yang asli diberikan

oleh Allah s.w.t sendiri. Dalam Al-Qur’an antara lain menyebutkan

“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali

Imran : 19)
14

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-

cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama

bagimu”. (QS. Al-Ma’idah : 3)

2. Nama Mohammadanisem, tidak dikenal dalam kalangan kaum muslimin, dan tidak

sepatah katapun disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad

s.a.w.

3. Kalau Islam Mohammadanisem, berarti Islam itu isme (faham/aliran) ciptaan Nabi

Muhammad s.a.w seperti halnya Marxisme adalah isme ciptaan Karl Marx. Ini

jelas salah sebab Islam adalah wahyu dari Allah s.w.t, sedang tugas Nabi

Muhammad s.a.w hanyalah menyampaikan atau mengajarkan wahyu Allah kepada

manusia.

4. Penamaan Islam dengan Mohammadanisem mengacu kepada Muhammad yang

menurut kaum orientalis pencipta agama Islam. Ini berbau kultus, sesuatu yang

justeru sangat ditentang oleh Nabi Muhammad s.a.w sendiri. Nama Islam mengacu

pada makna, yaitu makna luhur yang terkandung dari makna Islam itu sendiri,

yang mencerminkan kepribadian khasnya sebagai suatu agama. Beberapa agama di

luar Islam memang mempunyai nama yang berorientasi kepada nama pendirinya,

seperti agama Masehi, agama Budha, agama Zarathustra. Atau ada juga nama yang

namanya dikaitkan dengan lingkungan umat tempat agama itu lahir dan

berkembang, misalnya agama Yahudi. Dinamakan agama Yahudi karena agama

itu lahir dan berkembang di lingkungan suku Yahuda salah satu suku Bani Isra’il.

Tetapi sistem penamaan yang berkaitan dengan pendiri agama atau dikaitkan

dengan umat itu tidak berlaku dalam Islam.

Apa arti Islam ? Islam mempunyai beberapa arti, dan ini dapat ditinjau dari

hukum syara’, bahasa dan istilah.


15

Menurut hukum syara’, yaitu menurut apa yang disabdakan oleh Nabi

Muhammad s.a.w sendiri, Islam ialah melaksanakan Rukun Islam. Dalam hadits yang

diriwayatkan oleh Muslim beliau bersabda bahwa yang disebut Islam ialah “Engkau

mengakui tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah,

mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan berhaji ke

Baitullah jika engkau mampu”.

Menurut bahasa (etimologi) Islam mempunyai arti:

1. Islam dari asal kata aslama artinya menyerah. Maksudnya menyerah kepada

kehendak Allah s.w.t. Penyerahan kepada kehendak Allah di sini bersifat mutlak,

bulat, total dengan memenuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-

larangan-Nya atau mematuhi apapun yang ditetapkan-Nya.

Islam dalam arti yang demikian ini, telah berlaku di alam semesta dan sudah

dilakukan dengan baik oleh semua makhluk. Bumi, Matahari, Bulan, Planet-planet,

Udara, Air, Tumbuh-tumbuhan, Binatang dan lain-lain sebaginya semua menyerah

kepada kehendak Allah dengan tunduk dengan ketentuan apa pun yang ditetapkan

Allah atas diri mereka. Tidak ada sesuatu apapun di alam semesta ini kecuali mesti

terjadi, berlaku, beredar dan berjalan sesuai dengan kodrat iradat Allah. Karena itu

seluruh alam semesta ini sesungguhnya adalah muslim. Firman Allah s.w.t

“Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik

dengan kemauan sendiri atau pun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di

waktu pagi dan petang hari”. (AS. Ar-Ra’du : 15)

2. Islam dari asal kata Silmun yang berarti damai, maksudnya damai dengan Allah

dan damai dengan makhluk, terutama semua manusia.

Damai dengan Allah, artinya tidak lain ialah taat kepada Allah, tidak bermusuhan

dan tidak durhaka kepada-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Kalau

perintah Allah diabaikan dan larangan-Nya dilanggar, maka ini namanya


16

bermusuhan dan durhaka kepada Allah, tidak damai. Kalau Allah dimusuhi maka

yang rugi adalah manusia sendiri, sebab Allah Maha Kuasa, sedang manusia maha

lemah, dan kerugian tidak saja diderita di dunia tetapi mungkin juga diderita di

akhirat.

Damai dengan sesama manusia, artinya hidup rukun damai dengan sesama

manusia, tidak berbuat jahat kepada mereka, bahkan berbuat baik kepada mereka.

Sesama manusia di sini dalam pengertiannya yang mutlak, dengan tidak

memandang perbedaan agama, warna kulit, keturunan, kekayaan, pangkat dan

kedudukan, dan lain sebagainya. Karena itu Islam adalah agama perdamaian,

agama persaudaraan. Dalam Islam tidak hanya diajarkan ukhuwah Islamiyah

(persaudaraan sesama muslim). Dalam Sebuah Hadits disabdakan oleh Rasulullah

s.a.w yang artinya:

“Sayangilah orang yang ada di bumi, maka engkau akan disayangi oleh

yang ada di langit”. (HR. Ath-Thabarani)

Tetapi mengapa dalam Islam juga ada ajaran perang ? yaitu perang (jihad) di jalan

Allah ? Dalam Islam memang betul ada ajaran perang, tetapi perang yang

diizinkan oleh Islam ialah perang untuk membela diri, untuk mempertahankan diri,

bukan perang yang sifatnya untuk menyerang. Jika Islam dan umat Islam tidak

mendapat gangguan apa pun dari pihak lain, tidak dibenarkan umat Islam

mengangkat senjata.

Adalah sangat keliru, anggapan sebagian kaum orientalis Barat yang mengatakan

bahwa Islam disebarkan dengan pedang, kemudian Nabi Muhammad digambarkan

sebagai orang yang haus perang dengan tangan kanan memegang pedang dan

tangan kiri memegang Al-Qur’an. Firman Allah menyebutkan:


17

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)

janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al-Baqarah : 190)

3. Islam dari asal kata Salima yang berarti selamat, maksudnya selamat dunia akhirat,

Islam adalah jalan keselamatan bagi manusia, dunia dan akhirat. Tetapi sudah

barang tentu, yang mendapat jaminan selamat dunia akhirat di sini ialah mereka

yang menganut Islam dengan sebaik-baiknya, dengan beriman akan kebenaran

ajaran-ajaran-Nya, dan taat mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa

yang dilarang. Firman Allah s.w.t

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa”. (QS. AL-An’am:153)

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah

akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-

orang yang rugi”.(QS. Ali Imran : 85)


18

Kemudian Islam menurut pengertian istilah (terminologis), mempunyai dua

macam pengertian, yaitu pengertian khusus dan pengertian umum.

Pengertian yang sudah dimaklumi oleh kebanyakan orang bahwa Islam adalah

“Agama Allah yang dibawa/diajarkan oleh Nabi Muhammad s.a.w”, sebagaimana

disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah beliau. Pengertian yang demikian ini

memang tidak salah, tetapi ini adalah pengertian istilah khusus. Islam mempunyai

cakrawala pengertian yang lebih luas dari itu. Sesungguhnya Islam juga agama Allah

yang dibawa/diajarkan oleh semua Nabi/Rasul Allah yang penrnah lahir di berbagai

masa dan tempat, sejak Nabi pertama (Adam) sampai pada Nabi yang terakhir

(Muhammad). Islam dalam makna yang luas inilah Islam menurut pengertian istilah

umum.

Bahwa semua agama yang dibawa oleh Nabi itu Islam, dapat diketahui dari

dua alasan:

1. Al-Qur’an dengan berbagai ayatnya secara hitam di atas putih menerangkan

bahwa agama semua Nabi ialah Islam dan bahwa Nabi-nabi yang

mengajarkannya juga Nabi-nabi Islam. Salah satu ayat menyebutkan:

“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam”.

(QS. Ali Imran : 19)

Ayat ini bersifat umum, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Karena itu

ketentuan bahwa agama (yang benar) di sisi Allah itu Islam. Tidak berlaku

khusus di masa Nabi Muhammad s.a.w, tetapi juga berlaku di masa-masa Nabi

yang pernah ada.


19

2. Adanya kesamaan dasar dan intisari dari agama yang dibawa oleh semua Nabi,

yang berupa ajaran tauhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan untuk misi

terpenting inilah semua Nabi dan Rasul diutus oleh Allah s.w.t kepada umat

mereka masing-masing.

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami

wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan

Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QSl-Anbiya’ : 25)

E. Ruang Lingkup Agama Islam

Ruang lingkup ajaran Islam meliputi tiga bidang, yaitu Aqidah, Syari’ah, dan

Akhlak

1. Aqidah

Yang dibahas dalam bidang aqidah ini ialah bidang keimanan dalam Islam,

dengan meliputi semua hal yang harus diyakini oleh setiap orang Islam, terutama

sekali yang termasuk dalam bidang aqidah ialah Rukun Iman yang enam, yaitu “Iman

kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhirat,

dan Qadha dan Qadar”. Disiplin yang secara khusus membahas aqidah Islam ialah

Ilmu Tauhid atau disebut juga Ilmu Ushuluddin atau Ilmu Kalam.

2. Syari’ah

Yang dibahas dalam syari’ah ini menyangkut pengaturan manusia dengan

Allah yang disebut ibadah, dan hubungan manusia dengan sesama manusia serta

hubungan dengan alam seluruhnya yang disebut muamalah. Rukun Islam yang lima
20

itu: “Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat, dan Haji” termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam

artinya yang khusus, yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara permanent

dan rinci dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi sehingga terdiri dari:

a. Munakahat, (perkawinan, termasuk soal harta waris (fara’id), dan wasiat).

b. Tijarah (hukum niaga), termasuk di dalamnya soal sewa menyewa, hutang

piutang, wakaf dan lain-lain.

c. Hudud dan Jinayat, Keduanya merupakan hukum pidana Islam. Hudud

adalah hukuman bagi tindak kejahatan zina, merampok, mencuri, dan minum-

minuman keras. Jinayat ialah hukuman bagi tindak pidana pembunuhan, melukai

orang, memotong anggota badan, dan menghilangkan manfaat anggota badan.

Dalam jinayat berlaku hukum Qishash, yaitu hukum balas.

d. Khilafat, (pemerintahan/politik Islam).

e. Jihad (perang), termasuk juga soal ghanimah (harta rampasan perang) dan

tawanan.

3. Akhlak

Dalam lingkup akhlak ini membicarakan pengaturan tingkah laku manusia.

Akhlak ini meliputi akhlak kepada Tuhan, kepada Nabi/Rasul, kepada diri sendiri,

kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim dan

lain sebagainya. Secara rinci diuraikan di Bab yang membicarakan masalah akhlak.

Anda mungkin juga menyukai