MANAJEMEN PEMASARAN
Oleh:
SITI AISYAH, M.M
NIP. 199202162019032022
MEDAN
2020
MANAJEMEN PEMASARAN
Oleh:
Konsultan:
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
5.2 Model Perilaku Konsumen ...................................................................... 28
5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen ......................... 29
5.3.1 Faktor Budaya ............................................................................... 29
5.3.2 Faktor Sosial ................................................................................. 30
5.3.3 Faktor Kepribadian........................................................................ 31
5.3.4 Faktor Psikologis ........................................................................... 32
5.4 Peran Dalam Keputusan Membeli ........................................................... 33
5.5 Perilaku Pembelian .................................................................................. 33
5.5.1 Perilaku Pembelian yang Rumit .................................................... 33
5.5.2 Perilaku Pembelian Pengurang Disonansi .................................... 34
5.5.3 Perilaku Pembelian Karena Kebiasaan ......................................... 34
5.5.4 Perilaku Pembelian yang Mencari Variasi .................................... 35
5.6 Proses Keputusan Pembeli....................................................................... 35
5.7 Latihan Soal dan Diskusi ......................................................................... 36
BAB 6 MENCIPTAKAN EKUITAS MEREK .................................................... 37
6.1 Apakah Ekuitas Merek Itu ? .................................................................... 37
6.1.1 Peranan Merek .............................................................................. 39
6.1.2 Ruang Lingkup Penetapan Merek ................................................. 40
6.1.3 Mendefinisikan Ekuitas Merek ..................................................... 40
6.1.4 Manfaat Ekuitas Merek ................................................................. 41
6.2 Elemen-Elemen Ekuitas Merek ............................................................... 43
6.3 Model Ekuitas Merek .............................................................................. 49
6.4 Membangun Ekuitas Merek..................................................................... 51
6.4.1 Memilih Elemen Merek ................................................................ 51
6.4.2 Kegiatan Pemasaran Holistik ........................................................ 52
6.4.3 Mendesign Aktifitas Pemasaran Holistik ...................................... 55
6.4.4 Mengelola Ekuitas Merek ............................................................. 56
6.5 Merencanakan Strategi Penetapan Merek ............................................... 57
6.6 Latihan Soal dan Diskusi ......................................................................... 57
BAB 7 STRATEGI POSITIONING MEREK...................................................... 58
7.1 Mengembangkan dan Mengkomunikasikan Strategi Positioning ........... 58
7.1.1 Point of Difference (POD)............................................................. 60
7.1.2 Points of Parity (POP) ................................................................... 60
7.2 Menetapkan Keanggotaan Kategori ........................................................ 61
7.3 Latihan Soal dan Diskusi ......................................................................... 62
BAB 8 STRATEGI DIFFERENSIASI DAN SIKLUS HIDUP PRODUK ...... 63
iv
8.1 Strategi Diferensiasi ................................................................................ 63
8.2 Strategi Pemasaran Sesuai Siklus Hidup Produk .................................... 64
8.3 Latihan Soal dan Diskusi ......................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB 1
PENGERTIAN, KONSEP DAN LINGKUP PEMASARAN
1
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, (Bandung: CV Alfabeta,
2005), h. 1
2
Philip Kotler dan Gary Armstrong, Principles of Marketing, Tenth Edition, (New Jersey:
Pearson Prentice Hall, 2006), h. 6
1
5. Memberikan nilai kepada konsumen dan laba bagi perusahaan.
Pengertian pemasaran secara luas lebih dari sekedar penjualan dan
periklanan. Para ahli mendefinisikan pemasaran sebagai berikut:
“Marketing is total system business designed to plan, price, promotion, and
distribute want satisfying products to target markets to achieve
organizational objectives” …. Pemasaran adalah suatu sistem total dan
kegiatan bisnis yang dirancang untuk mendistribusikan barang-barang yang
dapat memuaskan keinginan dan mencapai sasaran serta tujuan organisasi.”3
“Marketing is the process of focusing the resources and objective of an
organization an wnvironmental, opportunities and need, … pemasaran
adalah suatu proses yang berfokus pada sumber daya manusia dan bertujuan
untuk memanfaatkan peluang-peluang pasar secara global.”4
“Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu atau
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
penciptaan, pewarnaan dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai dengan
orang atau kelompok lain.”5
“Pemasaran sebagai usaha menyediakan dan menyampaikan barang dan
jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu serta
harga yang tepat dengan promosi dan komunikasi yang tepat.”6
“Marketing adalah proses merencanakan konsepsi, harga, promosi dan
distribusi ide, menciptakan peluang yang memuaskan individu dan sesuai
tujuan organisasi.”7
Dari definisi di atas menunjukkan bahwa pemasaran merupakan
serangkaian prinsip untuk memilih pasar sasaran (target market), mengevaluasi
kebutuhan konsumen, mengembangkan barang dan jasa, memuaskan keinginan
konsumen, memberikan nilai kepada konsumen serta memberikan laba bagi
perusahaan. Definisi pemasaran ini berstandar pada konsep inti yang meliputi
kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands). Dengan
demikian, konsep pemasaran bertumpu pada adanya realitas kebutuhan dan
keinginan dari manusia. Kebutuhan manusia meliputi sandang, pangan, papan,
perlindungan, keamanan, dan perasaan memiliki untuk kelangsungan hidupnya.
Keinginan adalah hasrat terhadap pemuas kebutuhan tertentu. Pemasar tidak dapat
menciptakan kebutuhan, tetapi berusaha mempengaruhi keinginan manusia.
Adanya keinginan manusia yang didukung oleh daya beli akan menciptakan
permintaan.
3
William J. Stanton dalam Djaslim Saladin dan Achmad Buchory, Manajemen Pemasaran,
(Ringkasan Praktis, Teori, Aplikasi & Tanyajawab, (Bandung: Linda Karya, 2010), h. 2
4
Keegan dalam Djaslim Saladin dan Achmad Buchory, Manajemen Pemasaran,
(Ringkasan Praktis, Teori, Aplikasi & Tanyajawab, (Bandung: Linda Karya, 2010), h. 2
5
Fandy Tjipono, Strategi Pemasaran Jasa, (Malang: Bayu Media, 2002), h.7
6
Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, Persada, 2009), h.
5
7
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, h. 3
2
Jadi, dapat disimpulkan bahwa inti dari pemasaran (marketing) adalah
mengidentifikasikan dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Sedangkan dari
sudut pandang manajemen, pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian
proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menghantarkan nilai kepada
pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang
menguntungkan organisasi dan pemegang kepentingan lainnya. Sehingga,
manajemen pemasaran dapat dikatakan sebagai seni dan ilmu memilih pasar
sasaran serta meraih, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan melalui
penciptaan, penghantaran dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang unggul.
3
3. Konsep penjualan: Konsep ini berpendapat bahwa konsumen akan
tetap diam, organisasilah yang harus melaksanakan upaya penjualan dan
promosi yang agresif.
4. Konsep pemasaran: Konsep pemasaran mengatakan bahwa kunci
untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan
keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan
secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing.
5. Konsep pemasaran sosial: Konsep pemasaran sosial berpendapat
bahwa tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan dan
kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan
dengan cara yang lebih efektif dan efisien daripada para pesaing dengan
tetap melestarikan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan
masyarakat.
6. Konsep pemasaran global: Pada konsep ini, manajer eksekutif
berupaya memahami semua faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi pemasaran melalui manajemen strategis yang baik
dengan tujuan akhirnya adalah berupaya untuk memenuhi keinginan
semua pihak stakeholder.
4
1.2.1 Tujuan Pemasaran
Tujuan pemasaran atau marketing objectives adalah apa yang ingin dicapai
oleh perusahaan melalui pemasaran. Apabila kepuasan konsumen terpenuhi, maka
penjualan produk meningkat dan perusahaan mendapatkan keuntungan atau laba
dan sebaliknya. Kepuasan konsumen adalah segalanya bagi perusahaan yang
berorientasi kepada pemasaran/marketing.
5
BAB 2
STRATEGI PEMASARAN
8
Ibid, h. 17
6
2.2 Mengembangkan Strategi Pemasaran
Setiap langkah yang dilakukan dalam memformulasikan strategi pemasaran
harus diorientasikan pada upaya untuk mencapai kepuasan pelanggan atau customer
satisfaction. Kepuasan pelanggan merupakan kunci utama dari konsep pemasaran
dan strategi pemasaran. Menurut Bone and Kurt (1987) bahwa pengembangan a
profitable marketing strategy dimulai dari identification of attractive opportunities
(mengidentifikasi peluang), kemudian defines the target market (menentukan pasar
sasaran) dimana perusahaan akan mencurahkan seluruh aktivitas pemasarannya
secara langsung. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Zikmund dan
D’Amico (1989) yang menegaskan bahwa terdapat tiga langkah utama di dalam
pengembangan strategi pemasaran, yaitu:
a. Analysis market segments and selecting target markets
b. Planning a marketing mix strategy that will satisfy customer’s needs
c. and meet the objectives and goals of the organization.
Cravens (1994) berkomentar bahwa dalam langkah kedua, disamping
menganalisis segmen pasar dan memilih pasar sasaran, adalah sangat penting bagi
perusahaan untuk menentukan positioning strategy (strategi penempatan pasar).
Maksudnya, dalam langkah kedua tersebut perusahaan harus menentukan posisi
produknya di pasaran, bagaimana produknya atau mereknya akan dipersepsikan
dan diposisikan oleh para konsumen.
7
konsumen, setiap perangkat pemasaran dirancang untuk memberikan manfaat bagi
konsumen. Berikut adalah pengertian product, price, place dan promotion menurut
Kotler dan Amstrong9 serta hubungan 4P dari sudut pandang penjual dengan solusi
bagi konsumen adalah sebagai berikut:
1. Produk (Product) → Product means the goods and service combination
the company offers to the target market. Produk merupakan kombinasi
barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada target pasar.
Perusahaan berusaha mempengaruhi konsumen melalui produk yang
mereka tawarkan. Misalnya dengan membuat produk yang menarik,
packaging yang bagus dan exlusive dan sebagainya. Bagi konsumen,
produk merupakan solusi bagi kebutuhan pelanggan, artinya bagaimana
konsumen mendapatkan solusi untuk masalah.
2. Harga (Price) → Price is the amount of money customers must pay to
obtain the product. Harga adalah sejumlah uang yang konsumen harus
keluarkan untuk mendapatkan produk. Jika dilihat dari sejarahnya,
harga dibentuk atas dasar kesepakatan antara penjual dengan pembeli
melalui mekanisme tawar menawar. Penjual menetapkan harga yang
tinggi untuk produk yang mereka jual, sedangkan pembeli akan
menawar dengan harga serendah mungkin. Dengan proses tawar
menawar akhirnya disepakati harga yang dapat diterima oleh kedua
belah pihak. Sedangkan bagi konsumen, harga dianggap sebagai nilai
(value) yang berkaitan dengan pengorbanan yang harus dikeluarkan
dibandingkan dengan benefit atau manfaat produk yang didapatkan.
3. Tempat (Place) → Place includes company activities that make the
product available to target customers. Tempat meliputi kegiatan
perusahaan memproduksi dan menempatkan produknya sehingga
tersedia bagi target konsumen. Perusahaan harus menentukan tempat
atau saluran distribusi yang dapat mempermudah konsumen untuk
memperoleh produk mereka. Konsumen menilai pemasaran yang baik
adalah ketika mereka mudah menemukan produk yang mereka inginkan.
4. Promosi (Promotion) → Promotion means activities that communicate
the merits of the product and persuade target customers to buy it.
Promosi adalah aktivitas mengkomunikasikan produk dan membujuk
target konsumen untuk membelinya. Perusahaan melakukan kegiatan
promosi untuk memperkenalkan produk sehingga konsumen menjadi
kenal kemudian menyenanginya, bahkan promosi juga berfungsi untuk
mengingatkan kembali konsumen yang telah lupa akan keberadaan
produk tersebut. Bagi konsumen promosi dianggap sebagai yang
disampaikan oleh pemasar kepada konsumen.
9
Philip Kotler dan Gary Amstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi 1 Jilid 1, (Jakarta:
Erlangga, 2012), h. 51
8
2.4 Latihan Soal dan Diskusi
a. Latihan Soal
1. Jelaskan langkah-langkah pengembangan strategi pemasaran !
2. Jelaskan konsep marketing mix !
3. Ambil salah satu contoh produk atau merek, uraikan masing-masing
strategi pemasaran melalui 4 P !
b. Diskusi
Diskusikan dengan kelompok Anda. Ambil salah satu contoh produk
atau brand kemudian analisa bagaimana bauran pemasaran 7 P mereka!
9
BAB 3
KEPUASAN PELANGGAN
10
Usman Moonti, Dasar-Dasar Pemasaran, (Yogyakarta: Interpena, 2015), h. 11-15
10
Beberapa alasan mengapa perusahaan harus memperhatikan dan
mementingkan konsumennya adalah sebagai berikut:
a. Pelanggan adalah orang yang penting dari segala urusan bisnis
b. Pelanggan tidak tergantung kepada perusahaan, tetapi perusahaanlah
yang tergantung pada mereka
c. Pelanggan membentuk perusahaan dan pantaslah mendapat pelayanan
dari perusahaan dengan baik
d. Pelanggan bukanlah benda yang dapat dihitung dengan statistik,
pelanggan adalah manusia yang hidup dan memiliki perasaan dan emosi
e. Pelanggan bukanlah seseorang yang dapat didebat dan dipermainkan
seleranya
f. Pelanggan adalah mereka yang dating dengan keinginan, kebutuhan dan
harapan dengan demikian tugas perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
11
Agustina Shinta, Manajemen Pemasaran, (Malang: Universitas Brawijaya Press, 2011),
h. 25-26
11
e. Mendorong setiap anggota organisasi untuk bekerja dengan tujuan serta
kebanggaan yang lebih baik
12
pelanggan memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk
memuaskan mereka sekali lagi. Selain itu resiko publisitas buruk
tentang produk da perusahaan dapat ditekan. Kategori ini juga
bermanfaat bagi perusahaan untuk mengkoreksi kekurangan produk dan
pelayanan untuk perbaikan kedepannya.
2. Private response: kategori ini dilakukan konsumen dengan
memberikan peringatan kepada kolega, teman atau keluarga mengenai
pengalamannya dengan produk atau perusahaan tersebut. Jika tindakan
ini dilakukan konsumen, maka biasanya akan berdampak cukup besar
bagi citra perusahaan.
3. Third-party response : tindakan ketidakpuasan ini biasanya meliputi
usaha permintaan ganti rugi secara hukum dengan melakukan
pengaduan melalui media massa (misalnya menulis di surat pembaca),
atau secara langsung mendatangi lembaga perlindungan konsumen,
instansi hukum, dan sebagainya. Tindakan seperti ini sangat ditakuti
oleh sebagian besar perusahaan apalagi jika perusahaan tidak memiliki
prosedur penanganan keluhan yang baik. Hal ini jelas akan merugikan
perusahaan secara finansial dan juga citra perusahaan akan jelek dan
dilihat oleh masyarakat luas.
Terdapat beberapa aspek penting yang harus selalu diperhatikan dalam
menjalankan penanganan terhadap keluhan konsumen, diantaranya yaitu:12
a. Empati terhadap konsumen yang marah atau kesal.
b. Kecepatan dalam penanganan keluhan konsumen.
c. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan keluhan konsumen.
d. Kemudahan bagi konsumen untuk menyampaikan atau menghubungi
perusahaan.
Ada empat faktor yang mempengaruhi apakah konsumen yang tidak puas
akan melakukan complain atau tidak. Menurut Day dalam Engel, Well & Miniard
(1994), yaitu:
1. Tingkat kepentingan konsumsi, yaitu menyangkut derajat pentingnya
produk bagi konsumen, harga, waktu yang dibutuhkan untuk
mengkonsumsi produk serta social visibility.
2. Pengetahuan dan pengalaman, yakni jumlah pembelian sebelumnya,
pemahaman akan produkm persepsi terhadap kemampuan sebagai
konsumen dan pengalaman komplain sebelumnya.
3. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi, meliputi jangka waktu
penyelesaian masalah, gangguan terhadap rutinitas aktifitas konsumen,
dan biaya.
4. Peluang keberhasilan dalam melakukan komplai.13
Untuk mampu menciptakan kepuasan konsumen tersebut, para pengembang
pemasaran perlu memiliki strategi pemasaran yang jitu dalam memasarkan
12
Ibid, h. 28
13
Usman Moonti, h. 16
13
produknya, karena strategi pemasaran juga merupakan alat fundamental yang
direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan
keunggulan bersaing yang digunakan untuk melayani target market. Salah satu
bentuk strategi pemasaran yang mampu mendukung dalam memasarkan produk dan
jasa serta menciptakan kepuasan konsumen adalah dengan menggunakan marketing
mix (bauran pemasaran) yang meliputi: product, price, place, dan promotion atau
yang sering disebut sebagai 4-P. Dengan demikian, faktor-faktor yang ada dalam
bauran pemasaran merupakan variabel-variabel yang diharapkan mampu
menciptakan kepuasan konsumen,atau dengan kata lain variabel-variabel tersebut
akan mempengaruhi kepuasan konsumen dalam membeli suatu produk atau jasa.
14
BAB 4
SEGMENTASI, TARGETTING PASAR
14
Achmad Rizal, Manajemen Pemasaran di Era Masyarakat Industri 4.0, (Yogyakarta:
Deepublish ,2020), h. 104
15
kelompok atau segmen-segmen yang memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan,
keinginan, perilaku dana tau respon terhadap program pemasaran spesifik.15
Menurut Saladin (2010), segmentasi pasar adalah proses pengelompokan-
pengelompokan pasar ke dalam kelompok pembeli yang potensial dengan
kebutuhan yang sama dana tau karakteristik yang disukai serta memperlihatkan
hubungan pembelian yang sama pula.16
Pada dasarnya, segmentasi pasar adalah proses membagi pasar keseluruhan
suatu produk atau jasa ke dalam beberapa segmen. Dengan melakukan segmentasi
pasar, pemasaran akan lebih terarah dan efektif sehingga dapat memberikan
kepuasan kepada konsumen. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa segmentasi adalah tindakan mengelompokkan pasar berdasarkan kesamaan
karakteristik.
Untuk bersaing secara lebih efektif, sekarang banyak perusahaan
menerapkan pemasaran sasaran. Perusahaan tidak tidak merencanakan ussaha
pemasaran mereka, tetapi memfokuskan diri kepada konsumen yang mempunyai
peluang besar untuk mereka puaskan. Pemasar sasaran mengharsukan pemasar
melakukan tiga langkah utama seperti yang terlihat dalam gambar berikut ini:
Penjelasan Gambar 3 :
1. Segmentasai Pasar
Mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli yang berbeda
yang mungkin meminta produk dan atau bauran pemasaran pemasaran
tersendiri.
2. Penetapan Pasar Sasaran
Memilih sattu atau lebih segmen untuk dimasuki
3. Penetapan Posisi
15
Tjiptono dan Chandra, Market Segmentation, (Jakarta: Erlangga, 2012), h.150
16
Saladin Djaslim, Manajemen Pemasaran, Edisi Pertama, (Bandung: Linda Karya: 2010),
h.94
16
Membentuk dan mengonsumsikan manfaat utama yang membedakan
produk dalam pasar.
17
Achmad Rizal, Manajemen Pemasaran di Era Masyarakat Industri 4.0, h. 104-105
18
Kotler, Bowen dan Makens, Marketing for Hospitality and Tourism, (New Jersey:
Pearson Education Inc., 2012), h. 265
17
Pasar bisnis dapat disegmentasi dengan menggunakan beberapa variabel
yang digunakan dalam pasar segmentasi pasar konsumen seperti geografis, manfaat
yang dicari dan tingkat pemakaian. Namun, pemasar bisnis juga menambahkan
beberapa variabel yang mencakup (macam industri dan ukuran perusahaan),
operating, characteristic, purchasing approach, situational factors dan personal
characteristic. Dalam industri yang dipilih, perusahaan bisa melakukan segmentasi
lebih lanjut berdasarkan ukutan industri atau letak geografisnya. Secara ringkas,
berikut variabel-variabel yang digunakan dalam segmentasi pasar bisnis yang
dirangkum oleh Achmad Rizal19:
a. Demografis
1. Industri: Industri mana yang harus dilayani ?
2. Ukuran perusahaan: Berapa ukuran perusahaan yang harus kita
layani?
3. Lokasi: Wilayah geografis mana yang harus kita layani?
b. Variabel Operasi
1. Teknologi: Apa teknologi pelanggan yang harus menjadi fokus kita?
2. Status pengguna atau non pengguna: Apakah kita harus melayani
pengguna berat, pengguna menengah, pengguna ringan atau non
pengguna?
3. Kapasitas pengguna: Apakah kita harus melayani pelanggan yang
memerlukan banyak dari layanan yang sedikit?
c. Pendekatan Pembelian
1. Organisasi fungsi pembelian: Apakah kita harus melayani
perusahaan dengan organisasi pembelian yang sangat tersentralisasi
atau terdesentralisasi?
2. Struktur kekuatan: apakah kita harus melayani perusahaan yang
didominasi secara engineering, secara finansial, dan seterusnya?
3. Sifat dan hubungan yang ada: Apakah kita harus melayani
perusahaan yang mempunyai hubungan kuat dengan kita atau hanya
mengejar perusahaan yang paling diinginkan?
4. Kebijakan pembelian umum: Apakah kita harus melayani yang lebih
menyukai menyewa (lease)? Kontrak saja? Pembelian sistem?
Lelang tertutup?
5. Kriteria pembelian: Apakah kita harus melayanin perusahaan yang
mencari kualitas? Jasa? Harga?
d. Faktor Situasional
1. Urgensi: Apakah kita harus melayani perusahaan yang memerlukan
pengiriman atau layanan cepat dan mendadak?
2. Aplikasi spesifik: Apakah kita harus fokus pada aplikasi tertentu dari
produk kita dibandingkan semua aplikasi?
3. Ukuran atau pesanan: Apakah kita harus fokus pada pemesanan
besar atau kecil?
e. Karakteristik Pribadi
19
Achmad Rizal, Manajemen Pemasaran di Era Masyarakat Industri 4.0, h. 117-118
18
1. Kemiripan pembeli dan penjual: Apakah kita harus melayani
perusahaan yang memiliki orang dan nilai-nilai yang serupa dengan
kita?
2. Sikap terhadap resiko: Apakah kita harus melayani pelanggan yang
mengambil resiko atau menghindari resiko?
3. Loyalitas: Apakah kita harus melayani perusahaan yang
memperlihatkan loyalitas tinggi kepada pemasok mereka?
20
Ibid, h. 265
19
pemasaran massal menjadikan pasar semakin terpecah, dan media iklan serta
saluran distribusi semakin marak sehingga semakin mempersulit dan mempermahal
jangkauan terhadap konsumen massal. Beberapa ahli mengatakan bahwa
pemasaran massal sedang sekarat. Sebagian besar perusahaan beralih ke pemasaran
mikro pada satu dari empat tingkat segmentasi pasar yaitu: pemasaran segmen,
pemasaran ceruk, pemasaran wilayah local dan pemasaran perorangan.21
1. Pemasaran Segmen
Pemasaran segmen menawarkan manfaat kunci melebihi pemasaran
massal. Perusahaan sering kali dapat merancang, memberi harga,
melepaskan, dan menghantarkan produk atau jasa dengan lebih baik dan
juga dapat menyesuaikan program dan kegiatan pemasaran untuk
mengalahkan pemasaran yang dilakukan pesaing.
Kita dapat menentukan karakter segmen pasar dengan berbagai cara,
salah satunya dengan mengidentifikasi segmen preferensi atau prefernsi
segmen, yang terdiri dari: Preferensi homogen, yaitu ada ketika semua
konsumen mempunyai prefernsi yang hampir sama, pasar tidak
menunjukkan segmen alami. Lalu adapula preferensi terdifusi yaitu
kondisi dimana konsumen memiliki preferensi yang sangat bervariasi. Jika
ada beberapa merek di pasar, masing-masing ingin memosisikan diri di
dalam ruang persaingan dan memperlihatkan perbedaan nyata untuk
menyesuaikan diri dengan perbedaan dalam preferensi konsumen. Dan yang
terakhir adalah preferensi kelompok yang dihasilkan ketika segmen pasar
alami muncul dari kelompok konsumen dengan preferensi yang sama.
2. Pemasaran Ceruk
Ceruk (niche) adalah kelompok konsumen yang lebih sempit yang
mencari bauran manfaat yang berbeda. Pemasar biasanya mengidentifikasi
ceruk dnegan membagi satu segmen menjadi subsegmen. Lalu, seperti apa
ceruk yang menarik itu? Konsumen memiliki kumpulan kebutuhan yang
berbeda, dimana mereka bersedia membayar lebih kepada perusahaan yang
paling memuaskan mereka. Ceruk tidak besar tetapi mempunyai ukuran.
Laba dan pertumbuhan yang potensial dan tidak menarik banyak pesaing
lain. Penceruk mendapat keekonomisan tertentu melalui spesialisasi.
Pemasar ceruk ingin memahami kebutuhan konsumen mereka
dengan baik sehingga konsumen bersedia membayar harga tinggi. Ketika
efisiensi pemasaran meningkat, ceruk yang tampak terlalu kecil bisa
menjadi lebih menguntungkan. Biaya mendirikan toko yang rendah di
internet misalnya dapat membuat banyak bisnis kecil yang baru berdiri
mampu membidik ceruk.
3. Pemasaran Lokal
Pemasaran sasaran memunculkan program pemasaran yang
disesuaikan khusus untuk kebutuhan dan keinginan kelompok pelanggan
local di bidang perdagangan, lingkungan sekitar, bahkan toko perorangan.
Pemasaran lokal mencerminkan tren yang sedang tumbuh, disebut
“pemasaran akar rumput”. Kegiatan pemasara lokal berkonsentrasi untuk
berada sedekat mungkin dan secara pribadi serelevan mungkin dengan
21
Ibid, h. 105-108
20
pelanggan individu. Sebagai contoh, sebahagian besar keberhasilan awal
Nike berasal dari melibatkan konsumen sasaran melalui pemasaran akar
rumput seperti menjadi sponsor tim sekolah lokal, klinik yang dijalankan
para ahli, dan penyediaan sepatu, pakaian dan peralatan.
Orang yang menyukai pemasaran lokal melihat iklan nasional
sebagai sesuatu yang percuma kareta terlalu jauh dan gagal menghantarkan
kebutuhan lokal. Sebaliknya, orang yang menentang pemasaran lokal
berpendapat bahwa pemasaran lokal meningkatkan biaya manufaktur dan
pemasaran dengan mengurangi skala keekonomisan dan memperbesar
masalah logistik.
4. Pemasaran Individual
Tingkat segmentasi akhir mengarah ke “satu segmen”, “pemasaran
yang disesuaikan (customized)” atau “pemasaran satu-satu”. Sekarang
pelanggan mulai mengambil inisiatif yang lebih individual dalam
menentukan apa yang dibeli dan bagaimana caranya. Mereka menggunakan
internet untuk mencari informasi dan mengevaluasi penawaran produk atau
jasa, mengadakan komunikasi dengan pemasok, pengguna dan reviewer
produk dan dalam banyak kasus, mereka dapat merancang sendiri produk
yang mereka inginkan.
Penyesuaian (customization) tentunya tidak berlaku umum untuk
semua perusahaan. Penyesuaian dapat sangat sulit diimplementasikan untuk
produk yang kompleks seperti mobil. Penyesuaian juga dapat meningkatkan
biaya barang lebih besar dari biaya yang bersedia dibayarkan oleh
pelanggan.
22
Tjiptono dan Chandra, Market Segmentation, h. 162
21
mencerminkan kenyataan bahwa perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan
yang dapat diakses dan dilayani secara efektif dan efisien.
Menurut Tjiptono dan Chandra terdapat lima alternatif dalam memilih target
market, yaitu:
a. Singgle-Segmen Cocentration
Perusahaan memilih satu segmen pasar tunggal, dengan sejumlah
pertimbangan, misalnya keterbatasan dana yang dimiliki perusahaan,
adanya peluang pasar dalam segmen bersangkutan yang belum banyak
digarap atau bahkan diabaikan pesaing, atau perusahaan menganggap
segmen tersebut merupakan segmen yang paling tepat sebagai landasan
untuk ekspansi ke segmen lainnya.
b. Selective Specialization
Dalam strategi ini, perusahaan memilih sejumlah segmen pasar yang
atraktif dan sesuai dengan tujuan dan sumber daya yang dimiliki.
c. Market Specialization
Dalam strategi ini, perusahaan berspesialisasi pada upaya melayani
berbagai kebutuhan dari suatu kelompok pelanggan tertentu.
d. Product Specialization
Dalam spesialisasi produk, perusahaan memusatkan diri pada produk
atau jasa tertentu yang akan dijual kepada berbagai segmen pasar.
e. Full Market Coverage
Dalam strategi ini, perusahaan berusaha melayani semua kelompok
pelanggan dengan semua produk yang mungkin mereka butuhkan.
Umumnya hanya perusahaan besar yang sanggup menerapkan strategi
ini, karena dibutuhkan sumber daya yang sangat besar.
Ada empat kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan target market
yang optimal yaitu:23
1. Responsif
Pasar sasaran harus responsif terhadap produk dan program pemasaran
yang dikembangkan.
2. Potensi Penjualan
Semakin besar pasar sasaran, semakin besar nilainya. Besarnya pasar
tidak hanya dari populasi, tetapi juga daya beli dan keinginan pasar
untuk memiliki produk tersebut.
3. Pertumbuhan Memadai
4. Jangkauan Media
Adakalanya marketer gagal menjangkau pasar karena tidak memiliki
pengetahuan yang baik tentang media planning dan karakter-karakter
yang ada. Biasanya pemilihan media massa diserahkan sepenuhnya
kepada biro iklan yang terkadang tidak pas cara penyampaiannya.
23
Agustina Shinta, Manajemen Pemasaran, h. 71
22
4.7 Jenis-jenis Target Market
1. Target market jangka pendek
Pasar yang ada hari ini yang direncanakan akan dijangkau dalam
waktu dekat dengan tujuan menghasilkan penjualan dalam waktu dekat.
2. Target market masa depan
Adalah target pasar pada tiga atau lima tahun mendatang. Mungkin
harus mengubah produk, pasar sasaran, menambah atau menguranginya.
Tujuannya adalah untuk mendeteksi dan memenuhhi perubahan prioritas
konsumen, mengatasi persaingan dan mencegah berimigrasinya konsumen
kepada para pesaing.
3. Target market primer
Adalah pasar sasaran utama dari produk tersebut., yaitu heavy user
(pemakai fanatik) dimana jumlah pasar ini tidak banyak namun mereka
mengkonsumsi produk dalam jumlah yang besar. Selain itu terdapat pasar
distributor utama yang menguasai 80% firm penjualan.
4. Target market sekunder
Pasar yang terdiri dari konsumen-konsumen yang sering tidak
dianggap penting tetapi jumlahnya cukup besar. Meski tidak begitu penting
hari ini, pasar ini tidak dapat dilupakan karena: konsumen memerlukan
waktu untuk mengkonsumsi lebih banyak, mungkin saat ini mereka belum
terbiasa atau belum memiliki kebutuhan yang mendesak atau belum
memiliki daya beli yang cukup kuat untuk menjadi konsumen primer. Tapi
suatu saat konsumen sekunder bisa menjadi konsumen primer.
5. Influencer
Konsumen sekunder tidak begitu penting tetapi dapat menjadi
influencer yaitu konsumen yang persuasif dan rela mempengaruhi orang
lain untuk mengkonsumsi suatu produk.
4.8 Positioning
Hal yang paling penting dalam proses STP (Segmenting, Targetting,
Positioning) adalah mencoba menempatkan produk di benak konsumen dengan
ciri-ciri yangdapat dibedakan dengan produk lainnya. Positioning merupakan cara
pemasar menanamkan citra, persepsi dan imajinasi atas produk yang ditawarkan
kepada konsumen melalui proses komunikasi. Positioning tidak sama dengan
segmentasi baik diferensiasi ataupun konsentrasi.
Menurut Ginting (2011) positioning adalah cara produk didefinisikan oleh
konsumen atas atribut penting, tempat yang diduduki produk dipikiran konsumen
dibandingkan dengan produk pesaing.24 Menurut Tjipto dan Chandra, positioning
adalah cara produk, merek, atau organisasi pesaing oleh pelanggan saat ini maupun
calon pelanggan.25 Menurut Achmad Rizal positioning adalah tindakan merancang
penawaran dan citra perusahaan agar mendapatkan tempat khusus dalam pikiran
24
Nembah F Hartimbul Ginting, Manajemen Pemasaran, Cetakan Pertama, (Bandung:
Yrama Widya, 2011), h. 235
25
Tjiptono dan Chandra, Market Segmentation, h. 1
23
pasar sasaran. Tujuannya adalah menempatkan merek dalam pikiran konsumen
untuk memaksimalkan manfaat potensial bagi perusahaan.26
Dengan kata lain positioning adalah suatu tindakan atau langkah-langkah
yang dilakukan oleh perusahaan dalam upaya penawaran nilai dimana dalam satu
segmen tertentu konsumen mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu
perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya. Positioning merupakan penempatan
produk di benak konsumen pada segmen tertentu dengan cara komunikasi.
26
Achmad Chandra, Manajemen Pemasaran di Era Masyarakat Industri 4.0, h. 140
27
Agustina Shinta, Manajemen Pemasaran, h. 72-73
24
Contoh: Perusahaan ban B.F Goodrich Company mendayagunakan
tema “kami adalah produsen lainnya“ dalam iklannya. Strategi ini
memposisikan produk jauh dari merk pesaingnya, produk ban Good
Year yang sarat dengan iklan.
2. Memposisikan produk melalui atribut produk
Contoh: Pasta gigi Ciptadent menekankan pada perlindungan
maksimum
3. Memposisikan produk melalui harga dan kualitas
Contoh: Toko-toko di Ratu Plaza Jakarta dikenal dengan barang
dagangannya yang berkualitas tinggi harga yang mahal. Kebalikan
strategi ini adalah strategi harga obral dengan kualitas yang tidak begitu
tinggi.
4. Memposisikan produk dalam hubungannya dengan kegunaan produk.
Contoh: Penjualan perusahaan soda kue Arm & Hammer meningkat
setelah memposisikan kembali produknya sebagai bahan pemusnah bau
yang efektif untuk disimpan di lemari es.
5. Memposisikan produk dalam hubungannya dengan pasar sasaran.
Contoh: Untuk mengurangi penurunan penjualan, Johnson & Johnson
memposisikan kembali produk shampoo bayi untuk dipakai para ibu,
bapak dan orang-orang yang harus sering mencuci rambut.
6. Memposisikan produk dalam hubungannya dengan kelas produk
Contoh: Perusahaan/produsen minuman kalengnya mencantumkan
informasi nutrisi di etiket kalengnya berkaitan dengan memposisikan
produk dengan tema tanggung jawab sosial.
25
BAB 5
PERILAKU KONSUMEN
Deskripsi Singkat : Bab ini mengkaji konsep pelanggan bisnis dan akhir,
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen, jenis perilaku pembelian konsumen serta
proses difusi dan adopsi bagi produk baru yang ada di
pasar.
Manfaat dan : Mahasiswa dapat menjelaskan model perilaku
Relevansi konsumen, proses keputusan membeli, proses difusi
dan adopsi produk baru, perilaku pembelian pasar.
Kompetensi Dasar : Memahami pasar dan kebutuhan konsumen, konsep
pelanggan bisnis sebagai elemen penting dalam
elemen pasar.
Petunjuk : Beberapa kegiatan pokok yang harus dilakukan agar
Pembelajaran menguasai materi pada bab ini adalah:
1. Mengenal kompetensi dasar yang harus dicapai.
2. Membaca dan memahami bahan ajar yang
disajikan baik dalam tulisan maupun
perkuliahan.
3. Meyelesaikan tugas-tugas yang diberikan setiap
akhir perkuliahan.
26
barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului
dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.28
David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta (1984) mengemukanan bahwa:
“Consumer behavior may be defined as decision process and physical activity
individuals engage in when evaluating, acquiring, using or disposing of good and
services”, artinya yaitu perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses
mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang dan
jasa.29
Gerald Zaldman dan Melanie Wallendorf (1979) menjelaskan bahwa:
“Consumer behavior are acts, process and social relationship exhibited by
individuals, group and organizations in the obtainment, use of, and consequent
experience with product, services and other resources”, artinya yaitu perilaku
konsumen adalah tindakan-tindakan, proses, dan hubungan social yang dilakukan
individu, kelompok, dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu
produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk,
pelayanan, dan sumber-sumber lainnya.30
Menurut Kotler dan Armstrong (2002), perilaku konsumen adalah suatu
ilmu yang mempelajari bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih,
membeli, memakai dan memanfaatkan barang, jasa, gagasan atau pengalaman
dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasratnya.31
Schiffman dan Kanuk (2008) mengemukakan bahwa studi perilaku
konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seseorang individu membuat
keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha,
energy) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi.32
Perilaku konsumen adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam
mencari, menukar, menggunakan, menilai, mengatur barang atau jasa yang
dianggap mampu memuaskan kebutuhan mereka.33
28
Agustina Shinta, Manajemen Pemasaran, h. 40
29
Ibid, h. 40
30
Ibid, h. 40
31
Philip Kotler dan Gary Armstrong, Manajemen Pemasaran, Terjemahan, Jilid 1,
(Jakarta: PT. Prenhallindo, 2002), h. 201
32
Leon Schiffman dan Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen, Edisi Ketujuh, (Jakarta: PT.
Indeks, 2008), h. 6
33
Sukarno Wibowo dan Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2013), h. 235
27
Nugroho, mendefinisikan perilaku konsumen adalah tindakan langsung
terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan meyusuli tindakan ini. 34
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat diambil beberapa catatan penting
bahwa perilaku konsumen merupakan tindakan atau perilaku individu, kelompok
maupun organisasi menyangkut suatu proses sebelum pembelian, tindakan
memperoleh, memakai dan mengkonsumsi produk serta melakukan evaluasi atas
kegiatan-kegiatan di atas.
34
Nugroho J.Setiadi, Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan
Penelitian Pemasaran (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 3.
28
Gambar 4. Model Perilaku Konsumen
35
Bilson Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen, h. 9
29
a. Kultur
Kultur atau kata lainnya budaya merupakan nilai-nilai persepsi,
keinginan dan tingkah laku yang dipelajari oleh seseorang anggota
masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Kultur
merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar pada diri
seseorang. Perilaku manusia sebagian besar diperoleh melalui suatu
proses sosialisasi baik itu kumpulan nilai, perseprsi maupun preferensi.
b. Sub kultur
Sub kultur adalah sekelompok orang yang memiliki sistem nilai sama
berdasarkan pada pengalaman hidup dan situasi. Subkultur terdiri dari
nasionalisme, agama, kelompok, ras dan wilayah geografis. Banyak
subkultur yang membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering
merancang produk dan program pemasaran disesuaikan dengan
kebutuhan mereka.
c. Kelas Sosial
Pembagian masyarakat yang relative permanen dan teratur dengan para
anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan tingkah laku serupa.
Kelas sosial memiliki beberapa ciri-ciri yaitu:
1) Orang-orang dalam kelas sosial yang sama cenderung bertingkah
laku lebih seragam daripada orang-orang dari dua kelas sosial
yang berbeda.
2) Orang-orang merasa memiliki posisi inferior atau superior
sehubungan dengan kelas sosial mereka.
3) Kelas sosial seseorang ditandai dari sekumpulan variabel seperti
pekerjaan, penghasilan, kesejahteraan, pendidikan dan pandangan
terhadap nilai suatu variabel.
30
4) Kelompok disosiasi, adalah kelompok dengan nilai atau perilaku
yang ditolak oleh seseorang.
b. Keluarga
Organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat.
Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling
berpengaruh. Keluarga dapat dibedakan menjadi dua keluarga dalam
kehidupan pembeli, yaitu:
1) Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung
seseorang.
2) Keluarga prokreasi yaitu pasangan hidup (suami atau istri) dan
anak-anaknya.
c. Peran dan Status
Seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya
baik dalam keluarga, klub ataupun organisasi. Posisi seseorang dalam
tiap-tiap kelompok dapat didefinisikan dalam peran dan status.
1) Peran : Aktivitas yang diharapkan dilakukan seseorang menurut
orang-orang yang ada di sekitarnya.
2) Status: mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh
masyarakat.
31
dirinya sendiri. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan
ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, ketaatan,
kemampuan bersosialisasi, data tahan dan kemampuan beradaptasi.
Yang berkaitan dengan kepribadian adalah konsep diri, dasar pemikiran
konsep diri yaitu apa yang dimiliki seseorang memberikan kontribusi
pada dan mencerminkan identitas mereka.
32
adalah ransangan internal yang kuat yang memotivasi tindakan.
Dorongan akan menjadi motif jika diarahkan menuju ransangan
(stimulus) pengurang dorongan tertentu.
Petunjuk (cues) adalah ransangan minor yang menentukan kapan, di
mana, dan bagaimana tanggapan seseorang. Jika seseorang mempunyai
pengalaman menyenangkan terhadap produk maka tanggapan terhadap
produk akan diperkuat secara positif. Penguatan adalah memastikan
bahwa produk yang akan dibeli memang sesuai dengan kebutuhan
dengan cara membandingkan produk tersebut dengan produk lainnya.
d. Keyakinan dan Sikap
Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap.
Hal ini kemudian mempengaruhi perilaku pembelian mereka.
Keyakinan merupakan pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang
mengenai sesuatu. Sikan merupakan evaluasi perasaan dan
kecenderungan dari seseorang terhadap suatu objek atau ide yang
relative konsisten
36
Achmad Rizal, Manajemen Pemasaran di Era Masyarakat Industri 4.0, h. 85
37
Ibid, h. 85-87
33
beresiko dan sangat mengekspresikan pribadi. Biasanya konsumen tidak banyak
tahu tentang kategori produk tersebut dan harus belajar banyak.
Perilaku pembelian yang rumit terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1) Pembeli mengembangkan keyakinan tentang produk tersebut.
2) Membangun pendirian tentang produk tersebut
3) Membuat pilihan pembelian yang cermat.
Pemasar perlu mendiferensiasi kelengkapan merek, menggunakan media
cetak untuk menjelaskan manfaat merek tersebut, dan memotivasi staf penjual toko
dan kenalan pembeli untuk mempengaruhi pemilihan akhir merek. Contoh produk
dengan perilaku pembelian yang rumit adalah mobil, rumah, apartmen, computer
dan lainnya.
5.5.2 Perilaku Pembelian Pengurang Disonansi
Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam pembelian, namun melihat sedikit
perbedaan dalam merek-merek. Keterlibatan yang tinggi didasarkan pada produk
yang mahal, jarang dilakukan dan beresiko. Pembeli akan berkeliling untuk
mempelajari apa yang tersedia namun akan membeli dengan cukup cepat, mungkin
terutama bereaksi terhadap harga yang baik atau terhadap kenyamanan belanja.
Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami disonansi/ketidaksesuaian yang
muncul dari pengamatan terhadap hal-hal yang mengganggu dari produk tersebut
atau kabar yang menyenangkan dari produk-produk sejenis lainnya. Konsumen
akan waspada terhadap informasi yang membenarkan keputusannya. Langkah-
langkah yang dilakukan konsumen adalah:
1) Bertindak
2) Mendapatkan keyakinan
3) Mengakhirinya dengan sekumpulan pendirian
Komunikasi pemasaran harus ditujukan pada penyediaan keyakinan dan
evaluasi yang membantu konsumen merasa puas dengan pilihan mereknya. Contoh
produk dengan perilaku pembelian mengurangi disinansi adalah pembelian tempat
tidur, sofa, perabot rumah tangga dan sebagainya.
5.5.3 Perilaku Pembelian Karena Kebiasaan
Rendahnya keterlibatan konsumen dalam pembelian dan tidak adanya
perbedaan merek yang signifikan. Keterlibatan yang rendah karena produk yang
murah dan sering dibeli. Proses pembelian dimulai dengan keyakinan merek yang
dibentuk oleh pemahaman pasif, dilanjutkan oleh perilaku pembelian, kemudian
mungkin diikuti oleh evaluasi. Pemasar dapat menggunakan harga dan promosi
penjualan untuk mendorong uji coba produk, iklan harus menekankan hanya
beberapa hal pokok dan menggunakan symbol dan citra visual yang dapat diingat
dan dikaitkan dengan produk tersebut dengan mudah. Kampanye iklan harus
ditujukan pada pengulangan pesan-pesan pendek. Media yang efektif untuk
digunakan adalah media televise karena merupakan medium dengan keterlibatan
rendah yang cocok bagi pemahaman pasif. Contoh produk dengan perilaku
pembelian seperti ini adalah produk konsumsi sehari-hari seperti kopi, pasta gigi,
minuman, sabun, minyak, dan lainnya.
34
5.5.4 Perilaku Pembelian yang Mencari Variasi
Beberapa situasi pembelian ditandai oleh keterlibatan konsumen yang
rendah namun perbedaan merek yang signifikan. Dalam situasi ini konsumen sering
melakukan perpindahan merek. Proses pembelian dimulai dengan konsumen
memiliki keyakinan tentang produk, memilih merek produk tanpa melakukan
banyak evaluasi, dan terakhir mengevaluasi produk selama konsumsi, namun pada
kesempatan berikutnya, konsumen mungkin memilih merek lain untuk tujuan
variasi bukan karena merasa tidak puas terhadap produk sebelumnya. Pemimpin
pasar akan melakukan strategi dengan mendominasi rak-rak penjualan,
menghindari kekurangan persediaan, dan sering mensponsori iklan-iklan untuk
mengingatkan konsumen. Produk dengan perilaku pembelian ini contohnya adalah
kue kering dan permen.
5.6 Proses Keputusan Pembeli
Selanjutnya, Simamora (2002) merincikan lima tahapan yang dilalui
konsumen dalam proses pembelian, yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi,
evaluasi alternative, keputusan pembelian dan perilaku pembelian. Model ini
menekankan bahwa proses pembelian bermula sebelum pembelian dan berakibat
jauh setelah pembelian. Lihatlah Gambar 6. di bawah ini:
1. Pengenalan Masalah
Proses dimulai saat pembeli menyadari adanya masalah atau kebutuhan.
Pembeli merasakan adanya perbedaan antara yang nyata dan diinginkan.
Kebutuhan ini disebabkan adanya rangsangan internal maupun
eksternal. Dari pengalaman, manusia telah belajar bagaimana mengatasi
dorongan ini dan dimotivasi ke arah produk yang diketahui akan
memuaskan dorongan ini.
2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang terdorong kebutuhannya mungkin akan
mencari informasi lebih lanjut. Jika dorongan konsumen kuat dan
produk itu berada di dekatnya, maka konsumen akan langsung
membelinya. Jika tidak, kebutuhan konsumen ini hanya akan menjadi
ingatan. Pencarin informasi terdiri dari dua jenis menurut tingkatannya.
Yang pertama adalah perhatian meningkat yang ditandai dengan
pencarian informasi yang sedang-sedang saja. Yang kedua adalah
pencarian informasi secara aktif yang dilakukan dengan mencari
informasi dari segala sumber.
35
3. Evaluasi Alternatif
Konsumen memproses informasi tentang pilihan merek untuk membuat
keputusan terakhir. Pertama, melihat bahwa konsumen mempunyai
kebutuhan. Konsumen akan mencari manfaat tertentu dan selanjtnya
kepada atribut produk. Konsumen akan memberikan bobot yang
berbeda untuk setiap produk sesuai dengan kepentingannya. Kemudia
konsumen mungkin akan mengembangkan himpunan kepercayaan
merek. Konsumen juga dianggap memiliki fungsi utilitas, yaitu
bagaimana konsumen mengharapkan kepuasan produk bervariasi
menurut tingkat alternatif tiap ciri, dan akhirnya konsumen akan tiba
pada sikap kea rah alternative merek melalui prosedur tertentu.
4. Keputusan Pembelian
Pada tahap evaluasi, konsumen menyusun merek-merek dalam
himpunan pilihan dan membentuk niat pembelian, biasanya memilih
merek yang disukai. Tetapi ada pula faktor yang mempengaruhi sikap
orang lain dan faktor-faktor keadaan yang tidak terduga.
5. Perilaku Purna Pembelian
Sesudah pembelian terhadap suatu produk, konsumen akan mengalami
beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen mendasarkan
harapannya kepada informasi yang diterima tentang produk. Jika
kenyataan yang didapatkan berbeda dengan yang diharapkan, maka
merasa tidak puas. Bila produk tersebut memenuhi harapan, makan akan
merasa puas. Jika konsumen merasa puas akan memperhatikan
kemungkinan untuk membeli lagi produk tersebut. Sedangkan
konsumen yang tidak puas akan melakukan hal yang sebaliknya, bahkan
menceritakan ketidakpuasannya kepada orang lain, yang membuat
konsumen lain tidak menyukai produk tersebut.
Memahami kebutuhan konsumen dan proses pembelian adalah dasar bagi
suksesnya pemasaran karena perusahaan dapat menyusun strategi efektif untuk
mendukung penawaran yang menarik bagi pasar sasaran.
36
BAB 6
MENCIPTAKAN EKUITAS MEREK
38
Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Marketing Management 14th, Global Edition
Harlow, (England: Pearson Education Limited, 2012), h. 263
39
William J. Stantoon, Prinsip Pemasaran, Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 269
40
Philip Kotler dan Gary Amstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, h. 255
37
termasuk nama merek, merek dagang dan semua hal lain dari produk identifikasi.41
Menurut Grewal dan Levy (2012) merek adalah komponen dari sebuah perusahaan
yang terdiri dari berbagai elemen yang dipilih menjadi mudah bagi konsumen untuk
mengenali produk atau layanan.42
Merek merupakan salah satu bagian terpenting dari suatu produk. Merek
dapat menjadi suatu nilai tambah bagi produk baik itu produk berupa barang atau
jasa. Merek identik dengan nama dan juga sering diartikan sebagai slogan atau
symbol, hal inilah yang menjadi pembeda antara produk satu denga produk lainnya.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa merek
adalah identifikasi perusahaan yang terdiri dari beberapa elemen atau atribut seperti
nama, logo, atau kombinasi dari atribut tersebut untuk membedakan perusahaan
dari para pesaingnya dan menarik konsumen atau pembeli.
Merek sebenarnya merupakan janji perusahaan untuk secara konsisten
memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek terbaik
memberikan jaminan kualitas. Tetapi lebih dari itu, merek tidak hanya sekedar
symbol, merek dapat memiliki enam tingkatan pengertian:43
a. Atribut:
Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Mercedes
menyatakan ssesuatu yang mahal, dibuat denga baik. Terancang baik,
tahan, bergengsi tinggi, nilai jual kembali yang tinggi, cepat dan lain-
lain. Perusahaan dapat menggunakan satu atau beberapa atribut ini
untuk mengiklankan mobil tersebut.
b. Manfaat
Suatu merek lebih dari serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli
atribut, mereka membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk
diterjemahkan menjadi manfaat fungsional.
c. Nilai
Nilai juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi, Mercedes
berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi dan nilai-nilai. Pemasar merek
harus mengetahui kelompok pembeli mobil mana yang mencari nilai-
nilai ini.
d. Budaya
Merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya
Jerman yang terorganisasi, efisien dan kualitas tinggi.
e. Kepribadian
Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. jika merek merupakan
orang, binatang atau suatu objek, apa yang akan terpikir oleh kita?
Mercedes mencerminkan seseorang pemimpin yang masuk (orang),
41
William Perreault, Joseph Cannon, E. Jerome McCarthy, Basic Marketing: A Marketing
Strategy Planning Approach, 19th, (New York: McGraw-Hill, 2014), h. 204
42
Grewal dan Levy, Marketing by Grewal & Levy 3th Edition, (New York: McGraw-Hill,
2012), h. 303
43
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 460
38
singa yang memerintah (binatang) atau suatu istana yang agung (objek).
Kadang-kadang merek mengambil kepribadian seseorang terkenal.
f. Pemakai
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut. Kita akan terkejut jika melihat seseorang sekretaris
berusia 20 tahun mengendarai Mercedes. Yang ada dalam benak kita
adalah seorang manajer puncak berusi 50 tahun ke atas. Pemakainya
adalah orang-orang yang menghargai nilai, budaya, dan kepribadian
produk tersebut.
Dengan beberapa pengertian merek di atas, perusahaan harus dapat
menentukan pada tingkat mana akan menanamkan identitas merek.
44
Darmadi Durianto dkk, Strategi Menaklukan Pasar, (Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2007), h. 61
39
4) Merek sangat berpengaruh dalam bentuk perilaku konsumen. Merek
yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.
5) Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh
konsumen.
6) Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
45
Bilson Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen, h. 29
46
Tony Sitinjak dan Tumpal JRS, Pengaruh Citra Merek dan Sikap Merek Terhadap
Ekuitas Merek, (Jurnal Ekonomi Perusahaan, Vol 12, 2005), h. 170
47
Achmad Rizal, Manajemen Pemasaran Di Era Masyarakat Industri 4.0, h. 126
40
Prinsip dari model ekuitas merek berbasis pelanggan adalah bahwa
kekuatan merek terletak pada apa yang dilihat, dibaca, didengar, dipelajari,
dipikirkan dan dirasakan penggan tentang merek sepanjang waktu.
Ekuitas merek berbasis pelanggan (customer based brand equity) adalah
pengaruh diferensial yang dimiliki pengetahuan merek atas respons konsumen
terhadap pemasaran merek tersebut.
Pertama, ekuitas merek timbul akibat perbedaan respons konsumen. Jika
tidak ada perbedaan, maka pada intinya produk nama merek merupakan suatu
komoditas atau versi generic dari produk. Persaingan kemungkinan timbul dalam
hal harga.
Kedua, perpedaan respon adalah akibat pengertahuan konsumen terhadap
merek. Pengetahuan merek (brand awareness) terdiri dari semua pikiran, perasaan,
citra, pengalaman, keyakinan dan lain-lain yang berhubungan dengan merek.
Secara khusus, merek harus menciptakan asosiasi merek yang kuat, menyenangkan,
dan unik dengan pelanggan seperti yang dilakukan Volvo (keamanan), Hallmark
(perhatian), dan Harley-Davidson (petualangan)
Ketiga, respons differnsial dari konsumen yang membentuk ekuitas merek
tercermin dalam persepsi, preferensi dan perilaku yang berhubungan dengan semua
aspek pemasaran merek. Merek yang lebih kuat menghasilkan pendapatan yang
lebih besar. Karena itu, tantangan bagi pemasar dalam membangun merek yang
kuat adalah memastikan bahwa pelanggan memiliki jenis pengalaman yang tepat
dengan produk, jasa dan program pemasaran mereka untuk menciptakan
pengetahuan merek yang diinginkan.
48
Bilson Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen, h. 48
49
Ibid, h. 50
41
a. Loyalitas memungkinkan terjadinya transaksi bahkan transaksi berulang
atau jika konsumen tersebut merupakan commited buyer, tidak hanya
akan terjadi pembelian ulang, namun konsumen tersebut juga dapat
merekomendasikan merek kepada orang lain.
b. Merek yang kuat memungkinkan perusahaan menetapkan harga yang
lebih tinggi yang berarti perusahaan akan mendapatkan margin yang
lebih tinggi pula
c. Merek yang kuat akan memberikan kredibilitas pada produk lain yang
menggunakan merek tersebut
d. Merek yang kuat memungkinkan return yang lebih tinggi
e. Merek yang kuat memungkinkan diferensiasi relatif dengan pesaing
yang jelas, bernilai dan berkesinambungan.
f. Merek yang kuat memungkinkan fokus internal yang jelas.
g. Merek yang kuat dapat menciptakan toleransi konsumen terhadap
kesalahan produk atau perusahaan, melalui loyalitas yang tinggi
terhadap merek tersebut.
h. Merek yang kuat menjadi faktor yang menarik karyawan-karyawan
berkualitas sekaligus mempertahankan karyawan-karyawannya.
i. Merek yang kuat dapat menarik konsumen untuk hanya menggunakan
faktor merek dalam pengambilan keputusan pembelian.
Berdasarkan berbagai pengertian mengenai merek dan manfaat merek
diatas, maka merek memegang peranan sangat penting salah satunya adalah
menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada
konsumen. Konsumen akan memutuskan berdasarkan apa yang mereka pikirkan
dan rasakan tentang merek, ke mana dan bagaimana mereka piker merek itu
seharusnya dipersepsikan dan berkenan atau tidak akan segala bentuk tindakan atau
program pemasaran.
Janji merek (brand promise) adalah visi pemasar tentang seperti apa merek
seharusnya dana pa yang harus dilakukan merek untuk konsumen. Pada akhirnya,
nilai dan prospek masa depan merek sebenarnya terletak pada konsumen,
pengetahuan mereka tentang merek, dan kemungkinan respons mereka terhadap
kegiatan pemasaran sebagai hasil dari pengetahuan ini. Memehami pengetahuan
merek konsumen dan semua hal yang terhubung dengan merek yang bersangkutan
dalam pikiran konsumen adalah sangat penting karena merupakan dasar ekuitas
merek. Douglas Holt dari Oxford University percaya bahwa agar perusahaan dapat
membangun pemimpin merek dan menjadi icon, mereka harus membangun
pengetahuan budaya, menetapkan strategi menurut prinsip penetapan merek
budaya, serta mempekerjakan dan melatih ahli budaya.
42
6.2 Elemen-Elemen Ekuitas Merek
Ekuitas merek tidak terjadi dengan sendirinya tetapi ditopang oleh elemen-elemen
pembentuk ekuitas merek (brand equity), yaitu:50
1. Brand Awareness (Kesadaran Merek)
Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk
mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
bagian dari kategori produk tertentu. Menurut Simamora, peran brand
awareness tergantung pada sejauh mana kadar kesadaran yang dicapai
suatu merek.51 Menurut Keller, kesadaran merek berkaitan dengan
brand node atau jejak dalam memori, yang dapat mengukur kemampuan
konsumen dalam mengidentifikasi merek dalam kondisi yang berbeda.52
Menurut Aaker dalam Tjiptono, brand awareness yaitu kemampuan
seseorang untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek
merupakan anggota dari kategori produk tertentu.53 Menurut
Suryawardani, Sastika dan Hanifa, kesadaran merek adalah suatu
kondisi dimana nama merek berada di benak konsumen. Kesadaran
merek merupakan dimensi fundamental dari ekuitas merek, dari
pandangan konsumen, dimana konsumen tidak akan memilih sebuah
merek jika konsumen tidak sadar akan merek tersebut.54
Tingkat kesadaran merek dapat digunakan secara berurutan seperti yang
terdapat di gambar bawah ini dalam bentuk sebuah piramida:
50
David A. Aker, Manajemen Ekuitas Merek : Memanfaatkan Nilai dari Suatu Merek.
Cetakan Pertama, (Jakarta: Mitra Utama, 1997), h.23
51
Bilson Simamora, Remarketing For Bussiness Recovery, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2001), h. 74
52
Kevin Lane Keller, Strategic Brand Management, 4th Edition, (Londong: Pearson
Education: 2013), h. 72
53
Fandy Tjiptono, Pemasaran Jasa, Prnsip, Penerapan dan Penelitian, (Yogyakarta: Andi
Offset: 2014), h. 97
54
W. Sastika, B. Suryawardani, F. H. Hanifa, Analysis of Website Quality, Brand
Awareness on Trust and Its Impact on Customer Loyalty, (Advances in Economics,
Business and Management Research: 1st Global Conference, Management and
Enterpreneuship / GCBMF-16, Vol 15), h. 96
43
Gambar 7. Piramida Kesadaran Merek
44
a. Alasan untuk membeli : persepsi kualitas yang baik dapat membantu
periklanan dan promosi yang dilakukan menjadi lebih efektif, yang
akan terkait dengan keputusan pembelian oleh konsumen.
b. Diferensiasi atau posisi: persepsi kualitas suatu merek akan
berpengaruh untuk menentukan posisi merek tersebut dalam
persaingan.
c. Harga optimum: penentuan harga optimum yang tepat dapat
membantu perusahaan meningkatkan persepsi kualitas merek
tersebut.
d. Minat saluran distribusi: pedagang akan lebih menyukai untuk
memasarkan produk yang disukai oleh konsumen, dan konsumen
lebih menyukai produk yang memiliki persepsi kualitas yang baik.
e. Perluasan merek: persepsi kualitas merek yang kuat dapat dijadikan
sebagai dasar oleh perusahaan untuk melaksanakan kebijakan
perluasan merek.
57
Freddy Rangkuti, The Power of Brands, Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi
Pengembangan Merek, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama: 2008), h. 43
58
Fandy Tjiptono, Pemasaran Jasa, Prnsip, Penerapan dan Penelitian, h. 120
59
Astuti Sri Wahyuni dan I Gede Cahyadi, Pengaruh Elemen Ekuitas Merek Terhadap
Rasa Percaya Diri Pelanggan di Surabaya atas Keputusan Pembelian Sepeda Motor
Honda, (Majalah Ekonomi, Tahun XVII. No. 2, Agustus), hal. 145 - 156
45
3) Perilaku (attitude), asosiasi merek dikaitkan dengan motivasi diri
sendiri yang merupakan bentuk punishment, reward, learning dan
knowledge.
Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya
dihubungkan dengan berbagai hal-hal berikut, seperti yang dijelaskan
dalam Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001), yaitu:60
1) Product attribute (atribut produk): Mengasosiasikan atribut dan
karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang
paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini
efektif karena atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara
langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.
Misalnya, apa yang tercermin dalam kata mobil Mercedes pasti
berbeda dari kata yang tercermin dalam kata mobil Suzuki.
2) Intangibles attributes (atribut tak berwujud): Suatu faktor tak
berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas,
kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan
serangkaian atribut yang objektif.
3) Customer’s benefits (manfaat bagi pelanggan) : Karena sebagian
besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggam, maka
biasanya terdapat hubungan antarkeduanya. Contoh, mobil
Mercedes sangat nyaman dan aman dikendarai (suatu karakteristik
produk) dan memberikan kepuasan mengemudi pada pelanggan
(suatu manfaat pelanggan). Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi
dua, yaitu rational benefit (manfaat rasional) dan psychological
benefit (manfaat psikologis). Manfaat rasional berkaitan erat dengan
atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses
pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis sering
kali merupakan konsekuensi ekstrim dalam proses pembentukan
sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli
atau menggunakan merek tersebut. Misalnya dalam merek produk
Intel Inside terkandung manfaat processor komputer yang cepat.
4) Relative price (harga relatif) : Evaluasi terhadap suatu merek di
sebagaian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi
merek tersebut dalam satu atau dua tingkat dari tingkat harga.
5) Application (penggunaan) : Pendekatan ini adalah dengan
mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau
aplikasi tertentu.
6) User/customer (pengguna atau pelanggan) : Pendekatan ini adalah
dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe
pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. Misalnya Dimension
Kiddies dikaitkan dengan pemakainya yaitu anak-anak.
60
Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset
Ekuitas dan Perilaku Merek, (Yogyakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 70-72
46
7) Celebrity/person (orang terkenal/khalayak) : Mengaitkan orang
terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi
kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.
8) Product class (kelas produk) : Mengasosiasikan sebuah merek
menurut kelas produknya.
9) Competitors (para pesaing) : Mengetahui pesaing dan berusaha
menyamai pesaing bahkan mengungguli pesaing.
61
Nurul Huda, Khamim Hudori, dkk, Pemasaran Syariah: Teori dan Aplikasi, (Jakarta:
Kencana, 2017), h. 32
62
Muhammad Irfan Tariq, Muhammad Rafay Nawaz, Muhammad Musarrat Nawaz,
Hashim Awais Butt, Customer Perceptions About Branding and Purchase Intention: A
study of FMCG in an Emerging Market. (Journal of Basic and Applied Scientific
Research), hal. 340-347
63
Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset
Ekuitas dan Perilaku Merek, Cetakan ketiga (Yogyakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
2004), h. 4
47
konsumen loyal yang merasakan adanya pengorbanan jika
melakukan pergantian merek.
4) Konsumen yang benar-benar menyukai merek tersebut (liking the
brand). Pilihan mereka didasarkan pada asosiasi seperti symbol,
pengalaman dalam menggunakan serta kesan kualitas yang tinggi.
5) Konsumen yang setia (commited buyer), adalah konsumen yang
memiliki kebanggaan dalam menggunakan merek. Bagi mereka
merek begitu penting baik karena fungsinga maupun sebagai
ekspresi mengenai jati diri mereka.
Loyalitas merek dan para pelanggan yang ada mewakili suatu strategic
asset yang jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar, mempunyai
potensi untuk memberikan nilai. Nilai-nilai yang diciptakan brand
lotalty antara lain:64
1) Mengurangi biaya pemasaran
Suatu basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek bisa
mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk
mempertahankan pelanggan lama lebih murah dibandingkan dengan
berusaha mendapatkan pelanggan baru. Semakin tinggi loyalitas,
semakin mudah menjaga pelanggan tetap puas. Loyalitas dan
sekelompok konsumen merupakan rintangan besar bagi para
competitor, karena untuk menang, pelanggan yang sudah loyal
diperlukan sumber daya yang besar agar dapat membujuk para
pelanggan beralih merek.
2) Meningkatkan perdagangan
Loyalitas yang lebih besar memberikan dorongan perdagangan yang
lebih besar karena para pelanggan mengharapkan merek tersebut
selalu tersedia. Loyalitas merek juga dapat mendominasi keputusan
pemilihan pertokoan dan meyakinkan pihak pertokoan untuk
memajang produk di raknya karena para pelanggan akan
mencantumkan merek tersebut di dalam daftar belanja mereka.
Peningkatan perdagangan menjadi penting apabila akan
memperkenalkan ukuran baru, jenis baru, variasi atau perluasan
merek.
3) Memikat para pelanggan baru
Suatu basis pelanggan yang puas dan suka pada suatu merek tertentu
dapat menimbulkan keyakinan bagi calon pelanggan khususnya jika
pembelian tersebut agak mengandung resiko. Kelompok pelanggan
yang relative puas akan memberikan suatu citra bahwa merek
tersebut merupakan produk yang diterima luas, berhasil, beredar di
pasaran, dan sanggup memberikan dukungan pelayanan yang luas
dan peningkatan mutu produk. Kesadaran merek juga dapat
dibangkitkan dari kelompok pelanggan. Teman dan kolega para
pengguna akan menjadi sadar akan produk tersebut hanya dengan
menyaksikannya dan akan membangkitkan semacam kenangan
yang berkaitan dengan konteks penggunaan dan pengguna yang sulit
64
Bilson Simamora, Remarketing For Bussiness Recovery, h. 85
48
dijangkau oleh iklan manapun. Jadi, loyalitas merek dapat memikat
pelanggan baru dengan du acara, yakni menciptakan kesadaran
merek dan meyakinkan kembali.
4) Memberi waktu untuk menanggapi ancaman-ancaman persaingan
Loyalitas merek memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk
merespons gerakan-gerakan kompetitif. Jika salah satu competitor
mengembangkan produk yang unggul, seorang pengikut yang loyal
akan memberi waktu pada perusahaan kepercayaannya untuk
memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau
menetralisasikannya.
49
d. Model Resonasi Merek
Pembangunan merek sebagai sederet langkah yang menampak naik, dari
bawah ke atas:
50
c. Pencitraan merek, menggambarkan sifat ekstrinsik produk atau
jasa, termasuk cara di mana merek berusaha memenuhi
kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan
d. Penilaian merek adalah respons dan reaksi emosional pelanggan
terhadap merek
e. Resonansi merek, mengacu pada sifat hubungan yang dimiliki
pelanggan dengan merek dan sejauh mana mereka merasa
“sinkron” dengan merek.
65
Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT Indeks,
2009), h. 268-269
66
Ibid, h. 269
51
1) Dapat diingat. Seberapa mudah elemen merek itu diingat dan dikenali?
Apakah berlaku dalam pembelian maupun konsumsi? Nama-nama
pendek seperti Tide, Crest, dan Puffs adalah elemen merek yang mudah
diingat.
2) Berarti, artinya apakah elemen merek itu kredibel dan mengindikasikan
kategori yang berhubungan dengannya. Apakah elemen merek itu
menyiratkan sesuatu tentang bahan produk atau tipe orang yang
mungkin menggunakan merek.
3) Dapat disukai, maksudnya adalah seberapa menarik estetika elemen
merek. Apakah elemen merek itu dapat disukai secara visual, secara
verbal dan cara lainnya.
4) Dapat ditransfer. Maksudnya adalah apakah elemen merek dapat
digunakan untuk memperkenalkan produk baru dalam kategori yang
sama atau berbeda. Apakah elemen merek itu menambah ekuitas merek
melintasi batas geografis dan segmen pasar. Meskipun mulanya
merupakan penjual buku online, namun Amazon.com cukuo cerdik
untuk tidak menyebut dirinya sendiri Books’R’ Us Amazon terkenal
sebagai sungai terbesar di dunia, dan nama itu menyiratkan berbagai
macam barang yang dapat dikirimkan, satu gambaran penting tentang
beragam produk yang kini dijual di perusahaan tersebut.
5) Dapat disesuaikan. Seberapa mudah elemen merek itu disesuaikan dan
diperbaharui
6) Dapat dilindungi. Seberapa mudah elemen merek itu dapat dilindungi
secara hukum? Seberapa mudah elemen merek dapat dilindungi secara
kompetitif.
67
Achmad Rizal, Manajemen Pemasaran Di Era Masyarakat 4.0, h. 133
52
demanding, karena mereka mempunyai pilihan yang beragam. Di pihak lain,
lingkungan sosial semakin menuntut perusahaan untuk mempunyai tanggung jawab
sosial yang tinggi dan di sisi internal para karyawan juga menginginkan haknya
untuk diperhatikan dengan seimbang. Keberhasilan pemasaran bukan hanya
ditentukan dari kehebatan bagian pemasaran dalam melakukan planning dan
eksekusi program, tapi juga ditentukan dari sinergisitas elemen-elemen yang
mempunyai kepentingan terhadap keberhasilan pemasaran perusahaan. Pemasara
holistic mensinkronkan semua kepentingan tiap elemen, sehingga tidak ada pihak
yang terlewatkan. Adapaun dimensi /elemen pemasaran holistik menurut Kotler
dan Keller dalam Rahmawati (2006) adalah pemasaran internal (internal
marketing), pemasaran terintegrasi (integrated marketing), pemasaran kinerja
(performance marketing) dan pemasaran hubungan (relationship marketing). 68
68
Rahmawati, Manajemen Pemasaran, (Samarinda: Mulawarman University PRESS,
2016), h. 10 - 12
53
b. Pemasaran Terintegrasi (Integrated Marketingi)
Pemasar mutlak memerlukan integrase antar bagian, integrase
mendorong terjadinga sinergi. Sinergi menghasilkan impact yang luar
biasa dibandingkan dengan usaha individu. Hasil usaha bersama akan
lebih besar dibandingkan penjumlahan hasil usaha individu. Pemasaran
terintegrasi mensinergikan masing-masing elemen pemasaran, yaitu
product, price, place, promotion, packaging, person, process dan
physical evidence menjadi kesatuan yang utuh sehingga mempunyai
impact luar biasa terhadap kinerja pemasaran. Banyak produk yang
gagal dalam pemasaran karena kurang integrase masing-masing elemen,
misalnya produk fashion merek X menyasar segmen SES A+ (kalangan
menengah atas). Secara produk, harga, kemasan dan komunikasi
mungkin sudah sesuai tetapi produk tersebut juga dijual di pasar
tradisional yang membuat gengsinya turun. Hasilnya produk tersebut
kurang laku, karena target market tidak mau membeli, mereka takut
mengurangi prestise mereka. Target market enggan disamakan dengan
konsumen yang SES-nya di bawah mereka.
c. Pemasaran Internal (Internal Marketing)
“Layani karyawanmu agar mereka melayani pelangganmu dengan
maksimal.” Pernyataan tersebut sangat sesuai dengan internal
marketing, sebab titik berat kegiatan internal marketing adalah
bagaimana merekrut, mentraining, dan memotivasi karyawan agar
mereka bisa melayani konsumen dengan baik. Pemasaran internal sama
pentingnya dengan pemasaran eksternal, karyawan adalah asset
perusahaan yang sangat berharga, mereka yang melayani konsumen
secara langsung. Bagaimana mereka bisa memberikan pelayanan
excellent jika mereka tidak pernah mendapatkan pelayanan sama dari
perusahaan. Bayak aktiviats pemasaran yang hanya berfokus kepada
kampenye eksternal, namun sedikit yang menyadari bahwa aset
perusahaan yang sesungguhnya paling berpengaruh adalah karyawan.
Terlepas dari industri apapun, membangun kekuatan brand seluruh
karyawan harus merasa terhubung dengan corporate brand sekaligus
memahami peran mereka dalam mewujudkan aspirasi brand.
d. Pemasaran Kinerja (Performance Marketing)
Selain menghitung financial revenue, perusahaan juga harus
menghitung sisi non financial, karena program pemasaran yang telah
dijalankan tidak hanya menghasilkan revenue dalam bentuk uang, tapi
juga dalam bentuk aset intangible, misalnya brand equity, market share,
brand image, kepuasan pelanggan dan lain-lainnya. Jangan sampai
program yang dipilih menghasilkan financial revenue tinggi, tapi
menggerogoti sisi non financial atau mempunyai negative impact
terhadap intangible asset. Selain itu, jalannya perusahaan harus selaras
dengan hukum, etika bisnis, norma-norma sosial dan memperhatikan
kondisi kesejahteraan masyarakat luas, sehingga perusahaan dituntut
memiliki program corporate social responsility (CSR).
54
6.4.3 Mendesign Aktifitas Pemasaran Holistik
Pemasaran holistik menekankan tiga pendekatan yang penting dalam
merancang program pemasaran pembangunan merek, yaitu:69
a. Personalisasi
Pemasaran personalisasi memastikan merek dan pemasaran relevan
denga jumlah pelanggan, menjadi sebuah tantangan mengingat tidak ada
dua pelanggan identic. Untuk beradaptasi dengan keinginan pelanggan
yang semakin besar personalisasinya, pemasar menerapkan konsep yang
menawarkan pengalaman., contoh toko roti atau restoran dengan konsep
open kitchen. Selain itu, pemasaran satu-satu lewat social media dan
pemasaran dengan izin konsumen juga termasuk dalam konsep
personalisasi ini.
b. Integrasi
Konsep ‘bauran pemasaran’ 4 P tidak cukup menggambarkan program
pemasaran modern. Pemasaran integrasi membaurkan dan
menyesuaikan kegiatan pemasaran untuk memastikan efek individual
dan kolektif. Kita dapat mengevaluasi kegiatan pemasaran terintegrasi
berdasarkan efektivitas dan efisiensi dalam memperbaharui kesadaran
dan menciptakan, mempertahankan atau memperkuat citra merek.
c. Internalisasi
Internal branding adalah kegiatan atau proses yang membantu
memberikan informasi dan menginspirasi karyawan untuk turut
mensukseskan branding dengan mendorong mereka memahami dan
menggunakan merek perusahaan. Penting bagi perusahaan agar semua
karyawan mempunyai pemahaman yang mendalam dan update tentang
merek dan janjinya. Pemasar holistik bahkan harus melangkah jauh dan
melatih serta mendorong distributor dan penyalur untuk melayani
pelanggan dengan baik. Penyalur yang tidak terlatih bisa
menghancurkan usaha terbaik membangun citra merek yang kuat.
Beberapa prinsip penting menetapkan merek internal antara lain yaitu:
1) Memilih saat yang tepat.
Titik balik merupakan peluang ideal untuk menangkap perhatian
dan imajinasi karyawan.
2) Menghubungkan pemasar internal dan eksternal.
Pesan internal dan eksternal harus sesua. Kampanye e-bisnis
IBM tidak hanya membantu mengubah persepsi public tentang
perusahaan di pasar, kampanye ini juga mengirimkan sinyak
kepada para karyawan bahwa IBM bertekad menjadi pemimpin
dalam menggunakan teknologi internet
3) Menghidupkan merek bagi karyawan.
Kampanye penetapan merek professional harus didasarkan pada
riset pemasaran dan disupervisi oleh departemen pemasaran.
Komunikasi internal harus informative dan memberi semangat
kepada karyawan.
69
Ibid, h. 73 - 75
55
d. Memanfaatkan Asosiasi Sekunder
Cara terakhir ini adalah dengan “meminjamkan”, maksudnya adalah
menciptakan ekuitas merek dengan menghubungkan merek ke
informasi lain dalam ingatan yang memperlihatkan arti bagi
konsumen.70 Asosiasi merek sekunder dapat menghubungkan merek
dengan sumbersumber seperti perusahaan itu sendiri (melalui strategi
penetapan merek), dengan negara/wilayah geografis lain (melalui
identifikasi asal produk), dan saluran distribusi (melalui strategi
saluran). Begitu pula dengan merek lain (melalui bahan atau pemerekan
bersama), karakter (melalui lisensi), juru bicara (melalui pensponsoran),
acara olahraga atau budaya, atau beberapa sumber pihak ketiga lain
(melalui penghargaan atau ulasan).
56
bisa dipakai. Lalu memutuskan apakah perusahaan akan
mempertahankan positioning yang sama atau menciptakan positioning
baru.72
72
Achmad Rizal, Manajemen Pemasaran di Era Masyarakat 4.0, h. 136
57
BAB 7
STRATEGI POSITIONING MEREK
73
Philip Kotler dan Gary Armstrong, Dasar-Dasar Pemasaran, Jilid 1 Edisi ke-9, (Jakarta:
Erlangga, 2003), h. 69
74
Lamb, Hair dan Daniel, (2002), h. 234
58
Menurut Kartajaya, banyak definisi positioning yang diberikan oleh
marketer dengan versi dan model mereka masingmasing. Seperti yang dikatakan
oleh Al Ries and Jack Trout “Positioning is not what you do to product. Positioning
is what you do to mind of the prospect.” intinya adalah positioning bukan tentang
apa yang dilakukan terhadap produk, tapi positioning adalah tentang apa yang
dilakukan kepada pikiran dari target sasaran.75
Menurut Basu Swastha dan Irawan (2008:99) product positioning adalah
suatu strategi manajemen yang menggunakan informasi (dikumpulkan melalui riset
dan studi segmentasi) untuk menciptakan suatu kesan terhadap produk sesuai
dengan keinginan pasar yang dituju atau pasarnya. Posisi produk juga melibatkan
adanya perubahan penting pada barang itu sendiri atau perubahan-perubahan pada
bungkus, harga, merek, promosi ataupun aspek pemasaran lain yang dapat
mempengaruhi pandangan konsumen.76
Kottler (2014) dalam Rahmawati menilai positioning is the act of designing
the company’s offering and image to occupy a distinctive place in the minds of
target market, yang dipahami bahwa positioning bertujuan menancapkan image
posisi ‘tertentu’ dari suatu produk di pikiran para target marketnya.77
Positioning mengharuskan pemasar mendefinisikan dan
mengkomunikasikan persamaan dan perbedaan antara merek mereka dan
pesaingnya. Secara khusus, memutuskan positioning memerlukan: (1) menentukan
kerangka acuan dengan mengidentifikasi target pasar dan persaingan yang relevan,
(2) mengidentifikasi Point of Parity (POP) dan Point of Difference (POD) yang
sesuai dengan kerangka acuan, dan (3) menciptakan mantra merek untuk
merangkum posisi dan esensi merek.
Positioning bersifat dinamis berkembang dan berubah sesuai kondisi pasar,
jika dirasa positioning saat ini kurang menguntungkan, maka bisa dilakukan
repositioning atau melakukan perubahan posisi merek. Merek bisa direposisikan
apabila diikuti dengan perubahan-perubahan target, yang berarti juga mengubah
bauran pemasaran dalam beberapa cara.
Strategi positioning merek pada hakikatnya adalah kepanjangan dari strategi
merek, yang merupakan bagian dari strategi pemasaran. Sehingga pemahaman
terhadap pasar dan strategi pemasarannya sendiri merupakan panduan utama dalam
menentukan posisi merek. Seperti yang kita ketahui setidaknya terdapat tiga
kategori strategi dasar yang terkait dengan strategi pemasaran yaitu posisi untuk
pasar massal (mass market), posisi untuk pasar ceruk (niche market), dan posisi
untuk pasar terdiferensiasi (differentiated market). Jika, kita mengikuti dinamika
pasar, biasanya akan dimulai dengan pasar yang besar dan relative homogeny.
Namun, harus diingat bahwa homogenitas pasar massal ini sebenarnya lebih
ditentukan oleh cara pemasar memandang kebutuhan konsumen. Pada awalnya
75
Hermawan Kartajaya, Positioning, Differentiation, Brand, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2004), h. 56
76
Swasta Basu dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern, (Yogyakarta: Liberty Offset:
2008), h. 99
77
Rahmawati, Manajemen Pemasaran, h. 84
59
pasar akan diperlakukan sebagai pasar massal dengan kebutuhan yang relative
homogen. Kemudian pasar mengalami kematangan dan mulai terfragmentasi. Pasar
mulai terpecah-pecah berdasarkan keinginan konsumen yang berbeda-beda. Dan
pemasar dipaksa untuk melayani konsumen dengan berbagai produk atau layanan
sesuai dengan selera pasar. Mulailah proses kuctomisasi pasar masal (mass
customization). Pemasar mulai dipaksa untuk menetapkan posisinya yang tidak
hanya bertumpu pada pasar massal, tetapi harus dilakukan diferensiasi.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pemasar dalam mendefinisikan
atau menetapkan posisinya pada pasar, yaitu:78
1) Kerangka Referensi Kompetitif
Satu titik awal dalam mendefinisikan kerangka referensi yang
kompetitif untuk suatu positioning merek adalah menentukan
keanggotaan kategori (category membership) produk atau sekumpulan
produk dengan suatu merek bersaing dan yang berfungsi sebagai
pengganti dekat.
2) Titik Perbedaan (POD) dan Titik Paritas (POP)
Setelah pemasar menetapkan kerangka referensi kompetitif untuk
positioning dengan mendefinisikan pasar sasaran pelanggan dan sifat
persaingannya, mereka dapat mendefinisikan asosiasi titik perbedaan
dan asosiasi titik paritas yang tepat.
78
Achmad Rizal, Manajemen Pemasaran di Era Masyarakat Industri 4.0, h. 141 - 143
79
Rahmawati, Manajemen Pemasaran, h. 88 - 89
60
memunculkan POD memang hal penting, dan saat yang sama penting juga eksis
dalam kompetisi pasar dengan memastikan adanya POP dalam penawaran barang
atau jasa anda. POP perlu ada dalam merek karena konsumen melihatnya sebagai
esensial yang memastikan legitimasi dan kredibilitas merek. Sebagai contoh, para
konsumen tidak akan memandang sebuah restoran sebagai restoran bagus dan
berkelas jika tidak bisa menawarkan makanan berkualitas, pelayanan, kebersihan,
higienitas, harga, porsi dan interior yang nyaman. Secara umum, kategori-kategori
POP dapat berubah seiring waktu karena faktor kemajuan teknologi, peraturan
pemerintah, atau tren konsumen, namun bisa dipastikan bahwa kehadiran POP
wajib jika merek yang dikelola ingin tetap eksis di pasar.
Jenis asosiasi dalam POP berasal dari 2 (dua) bentuk dasar yaitu kategori
dan kompetitif. POP kategori adalah atribut atau manfaat yang dilihat konsumen
sebagai hal penting untuk mendapatkan legitimasi dan kredibilitas dalam produk
atau jasa kategori tertentu.80
80
Ibid, h. 90 - 91
81
Achmad Rizal, Manajemen Pemasaran Di Era Masyarakat Industri 4.0, h. 142
61
Pemasar harus memutuskan pada tingkat apa pemasar akan menetapkan
titik perbedaan merek. Pada tingkat terendah, ada atribut merek, pada
tingkat berikutnya manfaat merek dan pada tingkat atas ada nilai merek.
4) Menciptakan POP dan POD
Salah satu kesulitan umum dalam menciptakan positioning merek yang
kuat dan kompetitif adalah bahwa banyak atribut dan manfaat yang
membentuk titik perintis dan titik perbedaan berkorelasi negatif.
Misalnya sulit untuk memposisikan merek sebagai merek yang ‘murah’
dan pada saat yang sama ingin menyatakan bahwa merek itu mempunyai
‘kualitas tertinggi’. Sayangnya, konsumen umumnya ingin
memaksimalkan baik atribut maupun manfaat yang berkolerasi negatif.
Sebagian besar seni dan ilmu pemasaran berhunungan dengan trade off,
dan begitu juga dengan positioning. Pendekatan terbaik jelas adalah dua
dimensi tersebut. Beberapa pemasar yang menerapkan pendekatan lain
untuk trade off atribut atau manfaat, merek ameluncurkan dua
kampanye pemasaran yang berbeda, masing-masing ditujukan kepada
atribut atau manfaat merek yang berbeda dan bahkan berusaha
meyakinkan bahwa hubungan yang tampaknya negatif antara atribut dan
manfaat.82
82
Ibid, h. 143
62
BAB 8
STRATEGI DIFFERENSIASI DAN SIKLUS HIDUP PRODUK
1) Diferensiasi Karyawan:
Perusahaan dapat memiliki karyawan yang lebih terlatih dan
menyediakan layanan pelanggan yang unggul.
2) Diferensiasi Saluran:
Perusahaan dapat mendesain cakupan, keahlian dan kinerja saluran
distribusinya sehingga bisa lebih efektif dan efisien, agar konsumen
lebih mudah untuk mendapatkan produknya.
63
3) Diferensiasi Image:
Perusahaan dapat menciptakan image yang kuat dan berbeda dengan
para pesaing, yang disesuaikan dengan kebutuhan sosial dan psikologis
konsumen.
4) Diferensiasi Jasa:
Sebuah perusahaan jasa membedakan diri dengan merancang sistem
pengiriman lebih baik dan lebih cepat, menyediakan solusi lebih efektif
dan efisien kepada konsumen dengan fokus pada jenis diferensiasi yakni
keandalan, ketahanan dan inovasi.
83
Danang Suyoto, Dasar-Dasar Manajemen Pemasaran, Konsep, Strategi dan Kasus,
(Yogyakarta: CAPS, 2013), h. 79
84
Achmad Rizal, Manajemen Pemasaran di Era Masyarakat Industri 4.0, h. 144 - 145
64
Gambar 10. Product Life Cycle
1) Tahap Perkenalan (Introduction)
William dkk (2010) menyebutkan ciri-ciri pada tahap perkenalan
(Introduction) adalah sebagai berikut:85
a. Biaya distribusi dan promosi tinggi
b. Penjualan masih lamban dan rendah
c. Keuntungan yang diperoleh sedikit bahkan bisa merugi
2) Tahap Pertumbuhan (Growth)
Menurut Rahman tahap perkenalan mulai terlewati maka akan masuk ke
tahap pertumbuhan. Pada tahap ini ditandai:86
a. Adanya pesaing baru yang bermunculan memasuki pasar
b. Perusahaan mulai melakukan evaluasi dan perbaikan pada
produknya
c. Harga produk cenderung tetap
d. Promosi mulai dikurangi
e. Penjualan mengalami kenaikan
3) Tahap Kedewasaan (Maturity)
Menurut Ginting, menyebutkan pada suatu saat pertumbuhan penjualan
melambat mencapai tahap kematangan. Tahap ini biasanya berjalan
lebih lama dari tahap sebelumnya, dan menciptakan tantangan yang
paling hebat kepada manajer pemasaran.87 Ciri-cirinya adalah William
dkk:88
85
William J. Stanton dalam Djaslim Saladin dan Achmad Buchory, Manajemen
Pemasaran, (Ringkasan Praktis, Teori, Aplikasi & Tanyajawab), h. 115
86
Arif Rahman, Strategi Dahsyat Marketing Miz for Small Business, (Jakarta: Trans Media
Pustaka, 2011), h. 21
87
Nembah F Hartimbul Ginting, Manajemen Pemasaran, h. 124
88
William J. Stanton dalam Djaslim Saladin dan Achmad Buchory, Manajemen
Pemasaran, (Ringkasan Praktis, Teori, Aplikasi & Tanyajawab), h. 117
65
a. Volume penjualan masih naik, tetapi enaikan terus mengalami
penurunan
b. Keuntungan makin menurun
c. Persaingan semakin tajam
4) Tahap Kemunduran (Decline)
Dalam tahap kemunduran ini beberapa perusahaan menarik diri dari
pasar. Yang masih tinggal memangkas penawaran, menghentikan
segmen pasar yang volume dan margin nya kecil, atau memotong biaya
promosi dan menurunkan harga, oleh karena itu perusahaan harus
memberikan perhatia penuh kepada produknya yang mulai mundur,
untuk perusahaan harus me review trend penjualan, pangsa pasar, biaya,
dan laba agar bisa memutuskan akan mempertahankan atau
menyingkirkan produk yang mundur.89 Strategi pemasaran pada tahap
ini sebagai berikut:90
a. Mencari produk yang lemah, dengan mencari system informasi
produk mana yang mengalami kemunduran kemudian memutuskan
apakah akan membiarkannya saja, memodifikasi strategi atau
meninggalkannya.
b. Membangkitkan lagi produk tersebut, dengan membangkitkan usaha
pada variable marketing mix yang masih mampu menghasilkan laba,
mengalihkannya ke segmen pasar baru, atau mendapatkan dan
mempromosikan penggunaan baru dari produk tersebut.
c. Meninggalkan produk tersebut, membiarkan dan menunggu sampai
produk sudah tidak ada lagi pembelinya atau menjual produk
tersebut ke perusahaan lain dengan cara lisensi.
89
Nembah F Hartimbul Ginting, Manajemen Pemasaran, h. 125
90
Arif Rahman, Strategi Dahsyat Marketing Miz for Small Business, h. 23
66
DAFTAR PUSTAKA
67
Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Indeks.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management 14th, Global Edition
Harlow. England: Pearson Education Limited.
Kotler, P., Keller, K. L., & Armstrong, G. (2012). Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jilid
1. Jakarta: Erlangga.
Leon, S., & Kanuk, L. L. (2008). Perilaku Konsumen Edisi 7. Jakarta: Indeks.
Moonti, U. (2015). Dasar-Dasar Pemasaran. Yogyakarta: Interpena.
Perreault, W., Cannon, J., & McCarthy, E. J. (2014). Basic Marketing: A Marketing
Strategy Planning Approach, 19th. New York: McGraw-Hill Education.
Rahman, A. (2011). Strategi Dahsyat Marketing Miz for Small Business. Jakarta:
Trans Media Pustaka.
Rahmawati. (2016). Manajemen Pemasaran. Samarinda: Mulawarman University
Press.
Rangkuti, F. (2008). The Power of Brands, Teknik Mengelola Brand Equity dan
Strategi Pengembangan Merek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rizal, A. (2020). Manajemen Pemasaran di Era Masyarakat Industri 4.0.
Yogyakarta: Deepublish.
Saladin, D., & Buchory, A. (2010). Manajemen Pemasaran (Ringkasan Praktis,
Teori, Aplikasi & Tanya Jawab). Bandung: Linda Karya.
Sastika, W., Suryawardani, B., & Hanifa, F. H. (2016). Analysis of Website
Quality, Brand Awareness on Trust and Its Impact on Customer Loyalty.
Advances in Economics, Business and Management Research: 1st Global
Conference, Management and Enterpreneuship / GCBMF-16, Vol. 15.
Retrieved from
https://openlibrary.telkomuniversity.ac.id/pustaka/157301/analysis-of-
website-quality-brand-awareness-on-trust-and-its-impact-on-customer-
loyalty.html
Shinta, A. (2011). Manajemen Pemasaran. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Simamora, B. (2001). Remarketing For Bussiness Recovery. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Simamora, B. (2002). Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka.
Sitinjak, T., & J.R.S, T. (2005). Pengaruh Citra Merek dan Sikap Merek Terhadap
Ekuitas Merek. Jurnal Ekonomi Perusahaan, Vol. 12.
Stantoon, W. J. (1996). Prinsip Pemasaran, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Suyoto, D. (2013). Dasar-Dasar Manajemen Pemasaran, Konsep, Strategi dan
Kasus. Yogyakarta: CAPS.
Tariq, M. I., Nawaz, M. R., Nawaz, M. M., & Butt, H. A. (2013). Customer
68
Perceptions About Branding and Purchase Intention: A study of FMCG in an
Emerging Market. Journal of Basic and Applied Scientific Research, 3(2),
340–347. Retrieved from https://www.textroad.com/pdf/JBASR/J. Basic.
Appl. Sci. Res., 3(2)340-347, 2013.pdf
Tjiptono, & Chandra. (2012). Market Segmentation. Jakarta: Erlangga.
Tjiptono, F. (2002). Strategi Pemasaran Jasa. Malang: Bayu Media.
Tjiptono, F. (2014). Pemasaran Jasa, Prnsip, Penerapan dan Penelitian.
Yogyakarta: Andi Offset.
Wahyuni, A. S., & Cahyadi, I. G. (2007). Pengaruh Elemen Ekuitas Merek
Terhadap Rasa Percaya Diri Pelanggan di Surabaya atas Keputusan Pembelian
Sepeda Motor Honda. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Airlangga, Vol. 17 No.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.20473/jeba.V17I22007.4207
Wibowo, S., & Supriadi, D. (2013). Ekonomi Mikro Islam. Bandung: CV. Pustaka
Setia.
69