CASE REPORT - Fahira
CASE REPORT - Fahira
Pasien rujukan dari RS Hermina depok datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 3 hari SMRS. (13/07/21)
Awalnya sejak awal Juni pasien sering mengeluh nyeri kepala kepada ibunya. Semakin hari nyeri kepala semakin
bertambah, dan disertai dengan mual dan muntah-muntah pasien sudah dibawa ke klinik hanya dikasih pereda nyeri,
obat mual dan lambung. Pada awal juli pasien mengeluh pandangannya kabur dan berbayang (double) dengan nyeri
kepala yang masih belum berkurang. Akhirnya pada tanggal 12/07 pasien dibawa ke RS vitalaya, disana pasien
kejang 1x kaku, kelojotan mata mendelik keatas. Lalu dirujuk ke RS Hermina depok. Semenjak kejang pasien
cenderung tidur dan tidak dapat menjawab pertanyaan. Lalu pasien di CT Scan dan diketahui ada SOL IK. Keluhan
bicara pelo trauma kepala, kelemahan sisi tubuh disangkal. Keluhan demam, batuk, pilek, sesak nafas, nyeri
tenggorokan, anosmia, ageusia, diare dan kontak pasien covid disangkal.
Pasien terpasang nasal canul 3lpm, terpasang NGT no 14 sejak tgl 13/7/2021, terpasang IVFD NACL 3%
450cc/24jam, terpasang NACL 0,9% 35cc/jam. terpasang foley kateter no 14 urine kemerahan (sudah lapor dr.
chairi, advice loading rl 300cc/jam sudah di loading di igd)
3/8 anak
S: O: : BB 37 kg
t 37.4 C
CNS: sedasi dgn propofol 40 mg/jam, miloz 2 mg/jam, pupil isokor 4/4, RC +/+, luka operasi baik, EVD undulasi (-),
produk tidak bertambah
CVS: TD 112/75 (86) mmHg, HR 100 x/menit, akral hangat, CRT<2", tanpa penopang, D 1.35 cc/kg/jam
Resp: RR 12 x/menit, SpO2 100%, WOB normal, dgn V SIMV RR 12, VT 330 ml, PEEP 5, FiO2 50%
GIT: supel, residu kuning kehijauan diet tolerate 6 x 200 cc (baru mulai lagi)
4/8 anak
S: post ekstubasi2 jam yang lalu, tidak sesak, batuk2 sudah membaik
O: : BB 37 kg
t 37 C
CNS: GCS E3M5V4, pupil isokor 4/4, RC +/+, luka operasi baik, EVD undulasi (-), produk tidak bertambah
CVS: TD 99/71 mmHg, HR 80 x/menit, akral hangat, CRT<2", tanpa penopang
Resp: RR 16 x/menit, SpO2 100%, WOB normal, stridor (-), ronki -/- dgn NK 3 lpm
GIT: supel, residu (-), diet tolerate 6 x 250 cc
5/8 psikolog
S: Pasien perempuan usia 13 tahun
keluhan : emosi tidak stabil, cenderung tidur, komunikasi lebih banyak dengan ibu, komunikasi dengan dokter dan
perawat tidak mau bicara
Alloanamnesa dengan ibu, pemeriksaan dengan pasien terbatas karena pasien sedang tidur.
Menurut ibu, saat ini emosi pasien cenderung kurang stabil. Ia mudah menangis karena rindu keluarganya di rumah,
menangis karena memikirkan ayahnya yang sempat sakit di rumah, memikirkan adik-adiknya yang harus ditinggalkan
oleh ibu di rumah karena ibu merawat dirinya di rs, ataupun karena ia merasa tidak enak karena telah merepotkan
ibunya. Selain itu, pasien pun mudah marah, misalnya ketika ia dipangggil berulang kali oleh ibu saat sedang tidur
(karena sepanjang hari tidur) lalu ia menjawab dengan nada ketus. Pasien cenderung dapat mengungkapkan pikiran
dan perasaannya kepada ibu. Namun, ia cenderung menjawab seadanya kepada dokter dan perawat. Menurut ibu,
hal tersebut terjadi karena setiap kali dokter dan perawat datang, pasien sedang tertidur.
Pasien perempuan usia 13 tahun
keluhan : emosi tidak stabil, cenderung tidur, komunikasi lebih banyak dengan ibu, komunikasi dengan dokter dan
perawat tidak mau bicara
Alloanamnesa dengan ibu, pemeriksaan dengan pasien terbatas karena pasien sedang tidur.
Menurut ibu, saat ini emosi pasien cenderung kurang stabil. Ia mudah menangis karena rindu keluarganya di rumah,
menangis karena memikirkan ayahnya yang sempat sakit di rumah, memikirkan adik-adiknya yang harus ditinggalkan
oleh ibu di rumah karena ibu merawat dirinya di rs, ataupun karena ia merasa tidak enak karena telah merepotkan
ibunya. Selain itu, pasien pun mudah marah, misalnya ketika ia dipangggil berulang kali oleh ibu saat sedang tidur
(karena sepanjang hari tidur) lalu ia menjawab dengan nada ketus. Pasien cenderung dapat mengungkapkan pikiran
dan perasaannya kepada ibu. Namun, ia cenderung menjawab seadanya kepada dokter dan perawat. Menurut ibu
hal tersebut dilakukan karen a
(Diubah pada: 15:05:58 / 10 August 2021)
O: : Kognitif
verbal : reseptif cukup baik, ekspresif : artikulasi kurang baik, suara lemah. intraverbal : beberapa jawaban tidak
sesuai (misalnya ketika ditanya anak ke berapa, usia saat ini).
orientasi tempat : -
30/8 anak
S: demam jarang, KU membaik(mobilisasi, nafsu makan)
O: : BB 37 kg
t 38.3 C
CNS: GCS E4M5V5, pupil isokor 4/4, RC +/+, luka operasi baik
CVS: TD 100/80 mmHg, HR 106 x/menit, akral hangat, CRT<2"
Resp: RR 18 x/menit, SpO2 100%, WOB normal, stridor (-), ronki -/-
GIT: supel, residu (-), diet lunak
A:
Bacterial meningitis, unspecified [G00.9][primary]
Benign neoplasm, cerebral meninges [D32.0][secondary]
Elevation of levels of transaminase and lactic acid dehydrogenase [LDH] [R74.0][secondary]
P: waspada interaksi meropenem >< VPA , jika meropenem >14 hari pertimbangkan untuk mengganti VPA
omeprazole stop
cetirizin 1 x 10 mg
cek SGOT/SGPT rabu
Gizi awal
15/7 A: Skor strong kids 3, IMT/U -1.64SD
Tidak ada alergi makanan, terpasang NGT, tidak ada residu, estimasi asupan RS 14% kebutuhan
Riwayat SOL IK
Kebutuhan energi 2100kkal, protein 58gr, lemak 58gr, KH 336gr
Berat Badan: 37.5
Tinggi Badan: 155
D: asupan enteral tidak adekuat berkaitan dengan kondisi klinis ditandai asupan enteral 21,4% kebutuhan [primary]
P: I: tujuan : optimalkan asupan enteral > 80% kebutuhan bertahap 3hari
DIberikan diet cair 6x100ml rute NGt naik bertahap
ME: asupan enteral evaluasi 3hari
D:asupan energi inadekuat berkaitan dengan kondisi klinis ditandai dengan asupan <80%[primary]
P: I:tujuan:mengoptimalkan asupan per NGT bertahap sesuai kondisi pasien mencapai minim 80%
D:asupan oral inadekuat berkaitan dengan kondisi klinis ditandai dengan asupan oral <80%[primary]
P: I:tujuan:mengoptimalkan asupan makan minimal mencapai 80%
edukasi keluarga terkait pemberian makan oral dari keluarga yang aman untuk pasien
D:asupan oral inadekuat berkaitan dengan kondisi klinis ditandai dengan asupan oral <80%[primary]
P: I:tujuan:mengoptimalkan asupan makan minimal mencapai 80% disesuaikan dengan toleransi makan pasien
makan malam hari ini dicoba makan oral berupa bubur lauk cincang
D:asupan oral inadekuat berkaitan dengan kesulitan menelan ditandai dengan asupan <80%[primary]
P: I:tujuan:mengoptimalkan asupan makan minimal 80%
diberikan kombinasi diet lunak dan makanan cair dengan 3xmakan utama bentuk lunak rute oral, dan
3x250cc/300kkal pediasure rute NGT
D:asupan oral inadekuat berkaitan dengan daya terima pasien ditandai dengan asupan <80%[primary]
P: I:tujuan:mengoptimalkan asupan makan minimal 80%
diberikan kombinasi diet lunak dan makanan cair dengan 3xmakan utama bentuk lunak rute oral, dan
3x250cc/300kkal pediasure rute NGT
D:asupan oral inadekuat berkaitan dengan kesulitan menelan ditandai dengan asupan <80%[primary]
P: I:tujuan:mengoptimalkan asupan makan minimal 80%
diberikan kombinasi diet lunak dan makanan cair dengan 3xmakan utama bentuk lunak dan 2x250cc/300kkal
pediasure rute oral
1/9
S: monitoring dan reassesment
O: : A:sgot 77 u/l, sgpt 142 u/l
pasien tidak ada kesulitan menelan makanan lunak, nafsu makan membaik, minum air tidak ada batuk, BAB tidak
ada masalah
asupan per oral dengan diet lunak --> dengan tim habis
asupan per oral dengan enteral --> 2x250cc/300 kkal (09-15)
asupan tambahan dari keluarga --> buah apel/pear 1.5 porsi
asupan 24 jam 88% dari total kebutuhan per hari
Temperatur: 38.4
Heart Rate: 114
Respiration Rate: 17
Tekanan Darah: 90/60
A:
D:perubahan nilai lab terkait gizi berkaitan dengan efek samping obat ditandai dengan sgot 77 u/l, sgpt 142
u/l[primary]
P: I:tujuan:mengoptimalkan asupan makan minimal 80% dan tidak memperberat kerja fugnsi hati
diberikan kombinasi diet lunak dan makanan cair dengan 3xmakan utama bentuk lunak dan 2x250cc/300kkal
pediasure rute oral
BB 38.5 kg di poli
Biokimia
CRP
procalcitonin
CaseReport
Latar Belakang
Bakterial meningitis merupakan salah satu infeksi bakteri pada sisten saraf pusat yang disebabkan
beberapa jenis bakteri tergantung dari kelompok umurnya. Pada pasien neonatus dan balita infeksi
bakteri penyebab meningitis pada umumnya Escherichia coli, GBS, E. coli, Streptococcus pneumoniae,
Listeria monocytogenes. Sementara itu pada anak 3bulan -10 tahun umumnya bakteri S. pneumoniae,
Neisseria meningitidis, Haemophilus dan kelompok remaja sampai 19 tahun N. meningitidis, S.
pneumoniae. Meningitis terjadi ketika bakteri pathogen melalu perluasan ke sinusitis atau mastoiditis
pada ruang subarachnoid. Adanya bakteri pada ruang subarachnoid memicu respon imun yang
menyebabkan adanya perlawanan dengan respon inflamasi dan terjadi pelepasan sitokin dan kemokin.
Inflamasi yang tidak teratasi dapat menyebabkan penurunan perfusi otak, edema otak, meningkatak
tekanan intracranial, gangguan metabolic dan vaskulitas yang dipicu dari gangguan sraf dan iskemia.
Komplikasi dari meningitis terdapat dua yakni jangka pendek berupa kondisi klinis berupa kejang, efusi
subdural, penurunan neurologis fokal dan jangka Panjang berupa penurunan fungsi pendengaran,
gangguan kognitif, hidrosefalus, gangguan belajar dan epilesi (zainel, 2021).
Diagnose dilakukan dengan melihat nilai C-reactive protein (CRP) dan prokalsitonin dalam tubuh.
Prokalsitonin sendiri digunakan untuk mengetahui respon dari pemberian antibiotik. Pengobatan
meningitis umumnya mendapat terapi antibiotic rata-rata 14 hari namun bisa sampai 21 hari tergantung
usia dan jenis bakteri yang menginfeksi. Penggunaan antibiotic dalam jangka waktu panjang umumnya
digunakan pada meningitis dengan komplikasi seperti empiema subdural, ventrikulitis, abses otak, dan
trombosis (Alamarat,2020).
Intra-cranial space occupying lesion merupakan neoplasma yang bersifat jinak atau ganas maupun
primer atau sekunder. Hal ini juga bisa dipicu oleh massa inflamasi atau parasit yang terletak di dalam
rongga tengkorak, hematoma, dan malformasi vaskular (Butt, 2005).
SOL IK diklasifikasikan menjadi neoplastic dan non neoplastic yang umumnya disebabkan abses serebral
karena pyogenic, toxoplasma, tuberculoma, cysticercosis, echinococosis, schistosomiasis. Selain itu bisa
disebabkan dari trauma kepala sehingga adanya subdural haematoma, extdural haematoma, vascular-
intracerebral haematoma dan Inflammatory. Sementara itu, neoplastic umumnya diseabaikan
astrocytoma, meningioma, schwanoma, pituitary adenoma meskipun metastase otak dan tulang
belakang bukanmenjadi pemicu utama adanya tumor. Gejala yang ditimbulkan dari adanya lesi ini
tergantung pada lokasi massa pada jaringan otak. Umumnya terjadi peningkatan tekanan intracranial
sehingga menyebabkan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran, papilloedema, muntah, bradikardia,
hipertensi arteri, dilatasi pupil, lesi saraf kranial ke-6 (unilateral atau bilateral), hemiparesis, respons
plantar ekstensor bilateral (datta, 2019).
Tujuan
Tujuan dari studi kasus ini untuk penerapan proses asuhan gizi terstandar pada pasien dengan bacterial
mengingitis dan space occupiying lesion intracranial pada pasien anak sebagai intervensi medis.
Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan yakni dengan pendekatan obervasional dengan desain studi
kasus metode kohort prosepektif.
Gambaran Kasus
Pasien anak F umur 13 tahun rujuk dari RS H dengan penurunan kesadaran 3 hari SMRS. Pasien sering
mengeluhkan nyeri kepala sejak awal Juni dan memberat disertai mual muntah dan dibawa ke klinik
setempat diberikan obat mual dan lambung. Pasien mengeluhkan gangguan penglihatan berupa
penglihatan kabur dan berbabayang pada awal juli dan nyeri kepala belum perbaikan. Pasien masuk RS
setempat dengan kejang 1x dan sejak itu cenderung tidur dan sulit diajak komunikasi. Dari hasil CT scan
di RS setempat didapati adanya SOL IK. Pasien masuk RS PON dilakukan MRI terdapat massa regio
parietal sinistra, menyangat dengan kontras tampak intraaxial dan menempel pada falx dengan diagnose
Meningioma aplastik dan dilakukan kraniektomi. Diagnosa medis pasien meningioma plastic, bacterial
meningitis.
Hasil
A:
Antropomestri: Berat badan 37.5kg, Tb 155 cm, IMT/U -1.64SD, skor strong kids 3
Biokimia:
Fisik klinis:
Diet:
Personal:
D:
1. Asupan oral inadekuat berkaitan dengan kondisi klinis ditandai dengan penurunan kesadaran,
cenderung tidur
I: tujuan:
Diberikan diet cair bertahap berupa formula komersil pediasure mulai 6x200 rute NGT
OBAT
Meropenem 3x1,5 g (H14/14)
Keppra 2x250 mg PO (H1)
Asam valproat 2x8 cc -> Rabu mulai 2x6 cc selama 2 hari, 2x4 cc 2 hari berikutnya, 2x2cc 2 hari berikutnya, lalu stop
Lainnya sesuai TS neuropediatri
a. Biokimia
c. Asupan makan
Pembahasan
Daftar pustaka
Abdulwahed Zainel 1 , Hana Mitchell 1,2 and Manish Sadarangani. 2021.Bacterial Meningitis in Children:
Neurological Complications, Associated Risk Factors, and Prevention. Microorganisms 2021, 9, 535.
Published 5 march 2021. Avalaible on file:///C:/Users/ASUS/Downloads/microorganisms-09-00535-
v2.pdf
Alamarat Z dan Hasbun R. 2020. Management of Acute Bacterial Meningitis in Children. Infection and
Drug Resistance 2020:13 4077–4089. Avalaible on https://www.dovepress.com/getfile.php?fileID=63617
M. EJAZ BUTT, SAEED A. KHAN, NASEER A. CHAUDRHY AND G. R. QURESHI, 2005. INTRA-CRANIAL SPACE
OCCUPYING LESIONS A MORPHOLOGICAL ANALYSIS. Biomedica Vol. 21 (Jan. – Jun., 2005). Avalaible on
http://www.thebiomedicapk.com/articles/31.pdf
DATTA PK1, SUTRADHAR SR2, KHAN NA3, HOSSAIN MZ4 , SUMON SM5, HASAN I6, DATTA R7,ANWAR
AT8, ISLAM R9, ELAHI ME10. 2019. CLINICAL PATTERN OF INTRA-CRANIAL SPACE OCCUPYING LESION IN
TERTIARY LEVEL HOSPITAL. J Dhaka Med Coll. Vol. 28, No. 1. April, 2019. Avalaible on
https://doi.org/10.3329/jdmc.v28i1.45751
Pengkajian gizi awal dilakukan di ruang intensive, berat badan pasien 37.5 kg, tinggi badan Tb
155 cm, IMT/U -1.64SD, skor strong kids 3. Nilai biokimia ditemukan abnormal pada elektrolit
dalam darah 132 mmol/l. Penilaian fisik klinis didapati GCS E2M5V1, pasien tampak gelisah,
terpasang NGT dan oksigen nasal kanul 3 lpm. Pemberian awal diet MRS yakni 6x200cc/200
kkal rute NGT. Asupan diberikan bertahap disesuaikan dengan kondisi klinis pasien.
Berdasarkan perhitungan kebutuhan gizi menggunakan factor stress 1.7 dan factor aktivitas 1.1
didapati energi 2300 kkal, protein 86 gram, lemak 63 gram karbohidrat 345 gram. Selama
diperawatan intesif, pasien mengalami penurunan toleransi dan belum dapat dioptimalkan
sampai 80%, analisis asupan rata-rata yakni 52%. Pasien mendapatkan terapi antibiotic yakni
meropenem selama 14 hari via intravena. Masalah gizi yang terjadi yakni asupan enteral
inadekuat berkaitan dengan toleransi pasien ditandai dengan asupan <80%. Setelah perawatan
dari ruang intesif dipindahkan ke kamar rawat inap dengan pemberian diet 6x200 dengan produk
komersial. Monitoring dilakukan selama 3 hari sekali terkait asupan makan, hasil biokimia dan
fisik klinis terkait kesadaran umum, tanda vital.
Kondisi kesadaran umum pasien yang masih belum stabil ditinjau dari hasil GCS E3M6V3
dengan kondisi cenderung tidur dan penglihatan berkurang dan hasil biokimia yang didapati
masih anemia sehingga optimalisasi asupan makan dilakukan secara per NGT. Kondisi anemia
ini dapat disebabkan karena asupan makanan inadekuat dan kondisi hiperkatabolik.
Asupan diupayakan mencapai 80% secara bertahap dan dilakuakn juga upaya untuk
memberikan makanan rute oral secara bertahap. Pasien mengalami kesulitan menelan air yang
lebih sering terbatuk-batuk karena penggunaan NGT yang lama. Gangguan menelan yang
dialami pasien berkaitan dengan kondisi neurologis dan muskular dari adanya pembedahan di
otak. Kondisi gangguan penceranan yakni BAB cenderung keras dan diberikan intervensi gizi
tambahan dengan tinggi serat melalui NGT dengan ekstra jus papaya dan makanan pemberian
rute oral dilakukan dengan pemberian snack pudding dan biscuit dari keluarga. Pemberian ekstra
jus papaya merupakan salah satu intervensi untuk membantu memperbaiki kondisi gangguan
pencernaan yakni kosntipasi yang terjadi akibat ketidakseimbangan microbiota usus. Hubungan
antara keseimbangan mikorbiota usus dengan sistem saraf pusat telah banyak diteliti yang
banyak dikenal dengan “gut-brain axis” dimana terjadi interaksi dua arah antara sistem
pencernaan dan sistem saraf pusat.
Dalam kasus ini, kondisi stress kronis, otak dapat mengaktifkan hormone kortisol yang dapat
berpengaruh pada kondisi psikologis. Sehingga dapat terjadi kondisi depresi pada pasien salah
satu gejala yang muncul penurunan nafsu makan.
Intervensi asupan makan dilakukan dengan bertahap dari asupan enteral penuh rute NGT,
dikombinasikan dengan asupan makan lunak rute oral dan asupan enteral rute NGT hingga
diakhir intervensi diberikan asupan rute oral seluruhnya. Selain itu nafsu makan pasien juga
sangat meningkat dan sudah mau lebih banyak asupan per oral. Perbaikan asupan makan terjadi
karena inflamasi meningitis berhasil ditekan. Perbaikan status gizi dan kondisi hiperkatabolik
dapat dilkaukan lebih maksimal dengan asupan makanan tinggi protein.