Anda di halaman 1dari 168

“EFEKTIVITAS MOXIBUSTION DAN ICE MASSAGE TERHADAP

NYERI MUSCULOSKELETAL PADA MAHASISWA PROFESI STIK

MUHAMMADIYAH PONTIANAK”

SKRIPSI

Disusun Oleh :

SETIAWATI LESTARI

SR162100015

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020
EFEKTIVITAS MOXIBUSTION DAN ICE MASSAGE TERHADAP

NYERI MUSCULOSKELETAL PADA MAHASISWA PROFESI STIK

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Stara Satu

(S1) Pada Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah

Pontianak

Oleh:

SETIAWATI LESTARI

SR162100015

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2020

i
PERSETUJUAN

HASIL PENELITIAN

EFEKTIVITAS MOXIBUSTION DAN ICE MASSAGE TERHADAP

NYERI MUSCULOSKELETAL PADA MAHASISWA PROFESI STIK

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

Yang Dipersiapkan dan Disusun Oleh:

SETIAWATI LESTARI

SR162100015

Telah disetujui oleh dosen pembimbing

Pontianak, 13 Mei 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Wuriani, M. Pd., M. Kep Ns. Hidayah, M. Kep


NIDN: 1128127501 NIDN: 1114088601

ii
PERSETUJUAN

HASIL PENELITIAN

EFEKTIVITAS MOXIBUSTION DAN ICE MASSAGE TERHADAP

NYERI MUSCULOSKELETAL PADA MAHASISWA PROFESI STIK

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Stara Satu (S1)

Pada Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah

Pontianak

Yang Dipersiapkan dan Disusun Oleh:

SETIAWATI LESTARI

SR162100015

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Wuriani, M. Pd., M. Kep Ns. Hidayah, M. Kep


NIDN: 1128127501 NIDN: 1114088601
Ketua Program Studi Ners

Mengetahui,

Ns. Gusti Jhoni Putra, M. Pd, M. Kep


NIDN: 1116108503

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN (REVISI)

SEMINAR HASIL PENELITIAN

Nama : Setiawati Lestari

Nim : SR162100015

Judul : Efektivitas Moxibustion dan Ice Massage terhadap Nyeri Gangguan

Musculoskeletal pada Mahasiswa Profesi STIK Muhammadiyah

Pontianak

TELAH DIREVISI HASIL PENELITIAN DAN DISETUJUI OLEH TIM

PENELAAH/TIM PEMBIMBING YAITU:

No Nama Tanda Tangan


1 Ns. Wuriani, M. Pd., M. Kep

2 Ns. Hidayah, M. Kep

3 Ns. Surtikanti, M. Kep

Pontianak, 01 Januari 2019

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Wuriani, M. Pd., M. Kep Ns. Hidayah, M. Kep

NIDN: 1128127501 NIDN: 1114088601

iv
KATA PENGANTAR

Proposal penelitian ini berjudul ”Efektivitas Moxibustion Dan Ice

Massage Terhadap Nyeri Gangguan Musculoskeletal Pada Mahasiswa Profesi

STIK Muhammadiyah Pontianak” diangkat penelitian karena sikap tubuh pada

profesi yang salah bisa menimbulkan nyeri dileher, nyeri bahu, nyeri pinggang

atas dan pinggang bawah, dan seringkali mengganggu saat dinas.

Selain itu, dalam proposal ini juga membahas mengeni penanganan nyeri

musculoskeletal dengan nonfarmakologis. Ada banyak sekali teknik untuk

menghilangkan nyeri atau mereduksi nyeri, yaitu imaginery, teknik relaksasi,

distraks, TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) dan analgesic.

Selain dari teknik yang disebutkan di atas ada juga pengobatan alternatif

mereduksi nyeri. Salah satu pengobatan alternatif atau terapi komplementer yang

dapat mereduksi nyeri adalah moxibustion dan ice massage. Desain yang

digunakan pada penelitian ini menggunakan quasi experiment atau menguji coba

suatu penelitian. Rancangan pada penelitian ini menggunakan two group pretest

and posttest without control group untuk membandingkan nilai pretest and

posttest terhadap nyeri musculoskeletal. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui

bagaimana efektivitas moxibustion dan ice massage terhadap nyeri

musculoskeletal.

Semoga adanya proposal ini dapat memberikan manfaat bagi pelayanan

kesehatan, institusi, dan masyarakat mengenai penanganan nyeri musculoskeletal.

v
UCAPAN TERIMAKASIH

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin peneliti ucapkan kepada Allah Subhanahu

Wa Ta’ala, karena berkat rahmat dn hidayahnyalah peeliti dapat menyelesaikan

penelitian yang berjudul “Efektivitas Moxibustion dan Ice Massage terhadap

Nyeri Gangguan Musculoskeletal pada Mahasiswa Profesi STIK Muhammadiyah

Pontianak”. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih karena selama penyusunan skripsi ini, penulis

banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, saran serta dorongan dari berbagai

pihak yang terlibat di dalamnya, dan pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Haryanto, S. Kep, Ners. MSN.Ph.D. WOC/ETN selaku Ketua STIK

Muhammadiyah Pontianak. Selaku Dosen Pembimbing Pertama dan Kedua.

2. Ns. Gusti Jhoni Putra, M. Pd, M. Kep selaku ketua Program Studi S1 Sekolah

Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak.

3. Ns. Wuriani, M. Pd., M. Kep selaku koordinator serta pembimbing penelitian,

yang telah membantu dan membimbing saya dalam proses penyusunan

penelitian ini.

4. Ns. Hidayah, M. Kep selaku pembimbing 2 yang juga telah membantu dan

membimbing saya dalam proses penusunan penelitian ini.

5. Ns. Parliani, MNS selaku dosen dan pembimbing akademik yang selalu

memberikan masukan dalam proses perkuliahan.

vi
6. Seluruh dosen Program Studi S1 Keperawatan STIK Muhammadiyah

Pontianak yang telah membekali penulis dengan pengetahuan, ilmu serta

pengalaman yang didapatkan selama perkuliahan.

7. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moril dan material

dan selalu mendoakan setiap saat sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini. Terutama kepada ibu saya yang selalu memberikan kasih

saying dan pengorbanan, serta doa-doa yang selalu dipanjatkan kepada saya.

8. Rekan-rekan satu pembimbing dan satu angkatan Program Studi S1 Reguler

Angkatan2016 STIK Muhammadiyah Pontianak yang saling memberikan

motivasi dan bantuan dalam proses menyelesaikan penelitian ini.

9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan pada penelitian

ini, oleh karena itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan dari penelitian ini. Akhir kata semoga penelitian ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca dan sebagai dasar dari penelitian di waktu yang

akan datang.

Waasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pontianak, 13 Mei 2020

Setiawati Lestari
NIM. SR2100015

vii
EFEKTIVITAS MOXIBUSTION DAN ICE MASSAGE TERHADAP
NYERI MUSCULOSKELETAL PADA MAHASISWA PROFESI STIK
MUHAMMADIYAH PONTIANAK

SETIAWATI LESTARI
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak

ABSTRAK

Latar Belakang: Keluhan musculosceletal adalah keluhan pada bagian-bagian


otot skeletal yang dirasakan oleh seorang dimulai dari keluhan sangat ringan
sampai sangat sakit. Berdasarkan wawancara pada 10 orang mahasiswa, mereka
mengakui mengalami gangguan musculoskeletal. Jika dibiarkan akan
mengakibatkan terjadinya low back pain (LBP), kualitas belajar, absen saat
pratikum, menggangu konsentrasi dalam bekerja, menimbulkan kelelahan dan
menurunkan produktivitas. Tujuan: Mengetahui efektivitas moxibustion dan ice
massage terhadap nyeri gangguan musculoskeletal pada mahasiswa profesi STIK
Muhammadiyah Pontianak. Metode: Penelitian ini menggunakan metode quasy
experiment, dengan rancangan Two group pretest and posttest without control
group. Sampel yang digunakan sebanyak 30 responden dengan menggunakan
metode purposive sampling. Analisa data yang digunakan menggunakan uji
Wilcoxon dan Man-Whitney. Hasil Penelitian: Terdapat perbedaan efektifitas
antara moxibustion dan terapi ice massage terhadap penurunan nyeri
musculoskeletal pada mahasiswa profesi STIK Muhammadiyah Pontianak dengan
p value = 0,006 pada moxibustion dan p value 0,0012 pada terapi ice massage.
Kesimpulan: Moxibustion lebih efektif dari pada terapi ice massage karena
moxibustion memberikan panas yang dihasilkan dari gumpalan moxa tetapi juga
karena stimulus panas tersebut.
Kata Kunci: Moxibustion, Ice Massage, Musculoskeletal Disorders, Mahasiswa

viii
EFFECTIVENESS OF MOXIBUSTION AND ICE MASSAGE FOR
MUSCULOSKELETAL PAIN IN STIK MUHAMMADIYAH PONTIANAK
PROFESSION STUDENTS

SETIAWATI LESTARI
Institute Of Nursing Muhammadiyah Pontianak

ABSTRAK

Background: Musculosceletal complaints are complaints on the parts of the


skeletal muscle that are felt by a person starting from very mild to very painful
complaints. Based on interviews with 10 students, they admitted experiencing
musculoskeletal disorders. If left unchecked will lead to low back pain (LBP),
quality of learning, absent during pratikum, disrupt concentration at work, cause
fatigue and reduce productivity. Objective: To find out the effectiveness of
moxibustion and ice massage for musculoskeletal disorders in STIK
Muhammadiyah Pontianak profession students. Method: This study uses a quasy
experiment method, with the design of the two groups pretest and posttest without
control group. The sample used was 30 respondents using purposive sampling
method. Analysis of the data used using the Wilcoxon and Man-Whitney tests.
Results: There is a difference in effectiveness between moxibustion and ice
massage therapy for the reduction of musculoskeletal pain in students of the
Muhammadiyah Pontianak STIK profession with p value = 0.006 in moxibustion
and p value 0.0012 in ice massage therapy. Conclusion: Moxibustion is more
effective than ice massage therapy because moxibustion provides heat generated
from moxa lumps but also because of the heat stimulus.
Keywords: Moxibustion, Ice Massage, Musculoskeletal Disorders, Students

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
PERSETUJUAN HASIL PENELITIAN ..................................................... ii
PERSETUJUAN UJIAN HASIL PENELITIAN ........................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN ................................................. iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH........................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 7
1. Tujuan Umum .................................................................................... 7
2. Tujuan Khusus ................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori .......................................................................................... 10
1. Konsep Musculoskeletal Disorders (MSDs)...................................... 10
2. Konsep Nyeri ..................................................................................... 24
3. Konsep Moksibusi ............................................................................. 42
4. Konsep Ice Massage .......................................................................... 59
B. Keaslian Penelitian ................................................................................. 71
C. Kerangka Konsep ................................................................................... 75
D. Hipotesis ................................................................................................. 76
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep ................................................................................... 77
B. Variabel .................................................................................................. 77
C. Desain Penelitian .................................................................................... 78
D. Populasi .................................................................................................. 79

viii
E. Sampel .................................................................................................... 79
F. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 82
G. Definisi Operasional ............................................................................... 82
H. Instrumen Penelitian ............................................................................... 84
I. Uji Validitas dan Reliabilitas.................................................................. 84
J. Rencana Prosedur Pengambilan Data .................................................... 84
K. Rencana Pengolahan dan Analisis Data.................................................. 87
L. Rencana Kegiatan Penelitian .................................................................. 90
M.Etika Penelitian....................................................................................... 91
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 93
B. Karakteristik Responden ........................................................................ 93
C. Hasil Penelitian ...................................................................................... 94
BAB V PEMBAHASAN
A. Interpretasi Dan Diskusi Hasil ............................................................... 101
B. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 110
C. Implikasi ................................................................................................. 111
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 112
B. Saran ....................................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Efek Fisiologis dan Terapi Ice Massage...................................... 62


Tabel 2.2 Respon Kulit Pada Terapi Ice Massage....................................... 63
Tabel 2.3 Keaslian Penelitian ...................................................................... 71
Table 3.1 Definisi Operasional ................................................................... 82
Table 3.2 Jadwal Kegiatan .......................................................................... 90
Table 3.3 Jadwal Jadwal Kegiatan Penelitian.............................................. 90
Table 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia .................... 94
Table 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .... 95
Table 4.3 Distribusi Nyeri Musculoskeletal (pretest Moxibustion)............. 95
Table 4.4 Distribusi Nyeri Musculoskeletal (posttest Moxibustion)............ 96
Table 4.5 Distribusi Nyeri Musculoskeletal (pretest Ice Massage)............. 97
Table 4.6 Distribusi Nyeri Musculoskeletal (posttest Ice Massage)............ 98
Table 4.7 Hasil Uji Wilcoxon ...................................................................... 99
Table 4.8 Hasil Man-Whitney ..................................................................... 100

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Nordic Body Map .................................................................... 11


Gambar 2.2 Pathway Nyeri ........................................................................ 29
Gambar 2.3 Pengukuran Wong-Baker Faces Pain Rating Scale................. 33
Gambar 2.4 Numberic Rating Scale (NRS)................................................. 34
Gambar 2.5 Visual Analog Scale (VAS)...................................................... 35
Gambar 2.6 Skema Kerangka Teoritis ........................................................ 72

xi
DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Konsep ...................................................................... 77


Skema 3.2 Rancangan Penelitian ................................................................ 78

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Biodata Penulis


Lampiran 2 Lembar Permohonan Menjadi Responden (Informed Consent)
Lampiran 3 Lembar Prosedur Intervensi
Lanpiran 4 Lembar Persetujuan Responden Untuk Keikutsertaan Dalam
Penelitian
Lampiran 5 Lembar Observasi Pretest Dan Lembar observasi Posttest
Lampiran 6 Surat Izin Pengambilan Data
Lampiran 7 Surat Keterangan Lolos Uji Etik
Lampiran 8 Surat Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 10 Hasil Analisa Univariat
Lampiran 11 Hasil Uji Normalitas Data
Lampiran 12 Hasil Uji Wilcoxon
Lampiran 13 Hasil Uji Mann Whitney

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan suatu gangguan pada

system musculoskeletal yang mengakibatkan gejala seperti nyeri akibat

kerusakan pada nervus, dan pembuluh darah pada berbagai lokasi tubuh seperti

leher, bahu, pergelangan tangan, pinggul, lutut, dan tumit (Cho K, 2016). Saat

melaksanakan aktivitasnya, gangguan ini dapat terjadi pada berbagai profesi

dan termasuk perawat. Perawat seringkali tidak memperhatikan hal-hal penting

yang menjadi faktor resiko terjadinya penyakit akibat kerja.

Occupational Safety and Health Administration (OSHA), menjelaskan

bahwa penyakit akibat kerja merupakan penyakit atau cedera yang terjadi di

tempat kerja sebagai akibat dari terkena bahan atau kondisi kerja saat

melakukan pekerjaan. Salah satu penyakit dari dampak pekerjaan yang

diakibatkan oleh prosedur kerja yang tidak ergonomis adalah keluhan

musculoskeletal. Musculoskeletal Disorders merupakan beragam macam

nyeri/sakit pada saraf, tendon serta otot (dikutip dalam Tawarka, 2010, h. 24).

World Health Organization (WHO) (2016) menyatakan prevalensi

kondisi musculoskeletal bervariasi berdasarkan usia dan diagnosis, antara

20%– 33% orang di seluruh dunia hidup dengan kondisi musculoskeletal yang

menyakitkan. Sebuah laporan terbaru dari Amerika Serikat menunjukkan

bahwa satu dari dua orang dewasa Amerika hidup dengan kondisi

1
2

musculoskeletal jumlah yang sama dengan mereka yang menderita penyakit

pernapasan kardiovaskular atau kronis (WHO, 2016).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) memperoleh

data bahwa sekitar 40,5 % penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan

pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami pekerja, umumnya berupa

penyakit musculoskeletal sebesar (16%). Salah satu pekerja yang berisiko

mengalami keluhan musculoskeletal disorders di rumah sakit adalah perawat

(dikutip dalam Albugis & Diana, 2009, h. 3).

Keluhan musculoskeletal yang umum dirasakan oleh perawat adalah

sakit leher, nyeri punggung, carpal tunnel disorder, toracic outlet syndrome,

tennis elbow dan low back pain. Keluhan-keluhan ini timbul karena berbagai

macam faktor yakni kontraksi otot yang berlebihan, aktivitas/kegiatan yang

beruIang dan sikap dalam bekerja yang tidak alamiah. Banyaknya faktor risiko

yang berkaitan dengan kejadian. Musculoskeletal Disorders yaitu termasuk

umur pekerja jenis, kelamin, masa kerja dan kebiasaan olahraga (Suma’mur,

2014).

Dampak yang ditimbulkan oIeh MSDs adalah penurunan output,

kecacatan material hasil yang akhirnya mengakibatkan tidak terpenuhinya

deadline pembuatan dan pelayanan menjadi tidak memuaskan (Bukhori, 2010).

Dampak yang cukup penting adalah bahwa 48% tenaga yang bekerja di rumah

sakit adalah perawat, sehingga apabila terjadi Musculoskeletal Disorders pada

perawat maka kinerja pelayanan akan menurun serta aktivitas dan kualitas
3

kerja perawat juga akan menurun sehingga berisiko terjadi kecelakan dan

penyakit akibat kerja (Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), 2016).

Resiko MSDs merupakan kasus yang paling banyak mempengaruhi

kesehatan tenaga keperawatan dan akibatnya dapat berpotensi mempengaruhi

ketersediaan tenaga perawat dikarenakan pekerjaan tersebut beresiko dan

banyaknya perawat yang sakit (De Castro, 2015). Pratama dan Yuantari (2015)

menunjukkan keluhan musculoskeletal disorders yang terbanyak ditemukan

sakit pada bagian tangan kanan (100%), bagian tangan kiri (93,2%), bagian

betis kanan (70,5%), bagian betis kiri (68,2%) serta punggung (63,6) (h. 24)

musculoskeletal disorders yang sering dirasakan oleh para pekerja adalah pada

bagian bawah (63,5%), leher dan lutut (57,1%), serta bahu kanan dan

pergelangan kaki (54%) (Iridiastadi & Yassierli, 2019, h. 24). OSHA untuk

perawat dan petugas lainnya memiliki gangguan MSDs tertinggi, yaitu sebesar

27.020 kasus, setara dengan tingkat kejadian atau insiden rate (IR) yaitu 249

per 10.000 pekerja, tujuh kali lebih tinggi dari semua sector industri, sedangkan

ambang kejadian MSDs pada perawat dan petugas lainnya mengalami

peningkatan sebesar 10 persen (Maysyaroh, 2016).

Penyebab dari banyaknya kasus MSDs pada perawat umumnya

dikarenakan seringnya melakukan gerakan yang dipaksakan, postur tubuh yang

tidak ergonomis, gerakan yang berulang-ulang, termasuk mengangkat beban

pasien yang berat, postur membungkuk, membengkok, memutar, berdiri terlalu

lama, dan menjaga posisi tubuh yang statis (Hou & Shiao, 2015, h. 2).

Karakteristik tubuh pasien yang asimetris, berat, dan bergerak tanpa koordinasi
4

membuat penanganan pasien menjadi tidak mudah bagi tubuh perawat (Garg,

Owen, & Carlson, 2015)

Gangguan musculoskeletal dapat terjadi kapanpun selama perawat

melakukan aktivitas pekerjaannya. Burneau of Labor Statistic di Amerika

Serikat tahun 2002, perawat menduduki peringkat teratas pada pekerjaan yang

paling banyak mengakibatkan keluhan seperti kaku, kesemutan, kebas dan

nyeri musculoskeletal (dikutip oleh Lestari, 2015)

Menghilangkan nyeri merupakan hal yang penting dan sangat

diperlukan karena rasa nyeri ini sangat mengganggu aktivitas, yang perlu

diperhatikan adalah bagaimana upaya kita untuk mengurangi bahkan

menghilangkan rasa nyeri tersebut. Ada banyak sekali teknik untuk

menghilangkan nyeri atau mereduksi nyeri, yaitu imaginery, teknik relaksasi,

distraks, TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) dan analgesik

(Judha, Sudarti, Fauziah, & Arofah, 2012). Selain dari teknik yang disebutkan

di atas ada juga pengobatan alternatif mereduksi nyeri. Salah satu pengobatan

alternatif atau terapi komplementer yang dapat mereduksi nyeri adalah

moxibustion.

Moxibustion merupakan jenis intervensi non-medikasi pada pengobatan

tradisional di Asia Timur. Secara umum, moxibustion merupakan metode

stimulasi akupunktur langsung atau tidak langsung menggunakan mugwort

(Sherman, 2013). Moxibustion sendiri digunakan sebagai pengobatan alternatif

untuk penyakit-penyakit yang berhubungan dengan keadaan dingin dan

keadaan lembab, masyarakat china mempercayai bahwa penyakit dapat terjadi


5

karena ketidakseimbangan yin dan yang, untuk penyakit atau masalah

kesehatan dengan keadaan defisiensi yang (panas) atau kelebihan yin (dingin)

moxibustion dapat digunakan untuk menyeimbangkan keduanya (Traditional

Chinese Medicine (TCM) World Foundation, 2016).

Di Indonesia Moksibustion belum ada di implementasikan untuk di RS

karena moxibustion ini belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia dan

tumbuhannya itu berasal dari negara china, hanya terapi acupuncture saja yang

masyarakat tahu dalam pengobatan china. Moksibustion di negara china ibu

kota Guangzhou sudah di implementasikan di RS dan memiliki ruangan khusus

yang bernama acupuncture department. Ruangan nya khusus untuk untuk

pasien-pasien yang mau di acupuncture, cupping bambu dan moxibustion.

Orang yang melakukan moxibustion adalah seorang perawat professional yang

sudah memiliki sertifikat khusus dan mengikui pelatihan yang didapati

mengenai pengobatan tradisional chineses medicine (Yichun, 2019).

Moxibustion memiliki efek untuk mereduksi nyeri, Penelitian yang

dilakukan Gadau, M., et al. (2014) menunjukkan bahwa akupunktur yang

dikombinasikan dengan moxibustion lebih efektif dalam menurunkan nyeri dari

pada penggunaan akupunktur tanpa moxibustion, hal ini tentu saja

menunjukkan ada peran penting dari moxibustion terhadap nyeri pada pasien

lower back pain.

Selain moxibustion ada terapi komplementer lain yang bisa digunakan

untuk mereduksi nyeri, yaitu ice massage atau yang sering kita sebut pijat es.

Ice massage adalah tindakan pemijatan dengan menggunakan es pada area


6

yang sakit. Tindakan ini merupakan hal sederhana yang dapat dilakukan untuk

menghilangkan nyeri. Pemberian ice massage dilakukan selama 5 sampai 10

menit (Puspitasari, 2014). Peneliti Raisler hasil studinya menyimpulkan bahwa

ice massage merupakan intervensi keperawatan noninvansif yang efektif,

aman, dan mudah untuk menghilangkan nyeri persalinan (dikutip dalam

Nurchairiah., et al, 2013, h. 2)

Fenomena yang ditemukan oleh peneliti berdasarkan wawancara pada

10 orang mahasiswa, mereka mengakui mengalami gangguan musculoskeletal

seperti keluhan nyeri di leher, nyeri bahu, nyeri punggung atas dan punggung

bawah. Gangguan ini muncul karena, postur tubuh yang tidak ergonomis,

gerakan yang berulang-ulang, postur membungkuk, memutar, berdiri terlalu

lama, duduk secara terus menerus, termasuk mengangkat beban pasien yang

berat, saaat mahasiswa profesi sedang magang maupun orang yang bekerja

dirumah sakit.

Resiko tinggi pada gangguan musculoskeletal ini sering terjadi pada

mahasiswa perawat, jika dibiarkan akan mengakibatkan terjadinya low back

pain (LBP), kualitas belajar yang tidak baik dikarena nyeri yang muncul, absen

saat pratikum, menggangu konsentrasi dalam bekerja, menimbulkan kelelahan

dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas. Berdasarkan fenomena

tersebut peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Efektifitas Moksibustion

Dan Ice Massage Terhadap Nyeri Gangguan Musculoskeletal Pada Profesi

STIK Muhammadiyah Pontianak”.


7

B. Rumusan Masalah

Mahasiswa profesi STIK Muhammadiyah Pontianak, sering

mengalami gangguan musculoskeletal dikarenakan, sikap tubuh yang salah

yang bisa menimbulkan nyeri dileher, nyeri bahu, nyeri pinggang atas dan

pinggang bawah, dan seringkali mengganggu saat dinas. Berdasarkan

fenomena yang didapati oleh peneliti maka rumusan masalah yang dapat

ditegakkan adalah “ Bagaimana efektivitas moxibustion dan ice massage

terhadap nyeri gangguan musculoskeletal pada mahasiswa profesi STIK

Muhammadiyah Pontianak ?”

C. Tujuan

1. Umum

Diketahui efektivitas moxibustion dan ice massage terhadap nyeri gangguan

musculoskeletal pada mahasiswa profesi STIK Muhammadiyah Pontianak.

2. Khusus

a. Diketahui gambaran nyeri gangguan musculoskeletal pada mahasiswa

profesi STIK Muhammadiyah Pontianak.

b. Teridentifikasi pengaruh penggunaan terapi moxibustion terhadap nyeri

gangguan musculoskeletal pada mahasiswa profesi STIK

Muhammadiyah Pontianak.

c. Teridentifikasi pengaruh penggunaan terapi ice massage terhadap nyeri

gangguan musculoskeletal pada mahasiswa profesi STIK

Muhammadiyah Pontianak.
8

d. Diketahui perbandingan efektivitas terapi moxibustion dan terapi ice

massage terhadap nyeri gangguan musculoskeletal pada mahasiswa

profesi STIK Muhammadiyah Pontianak.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pelayanan keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan ilmu bagi

tenaga keperawatan dalam menangani nyeri pada pasien dengan terapi

komplementer moxibustion dan ice massage, khususnya untuk penanganan

nyeri gangguan musculoskeletal .

2. Bagi institusi

Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan kepustakaan untuk

memperkaya pustaka yang sudah ada sehingga dapat dimanfaatkan serta

berguna untuk peserta didik berikutnya dalam proses pembelajaran dan

dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk peningkatan ilmu pengetahuan

dalam bidang kesehatan khususnya keperawatan.

3. Bagi keilmuan

Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan referensi informasi untuk

bidang keilmuan, untuk memperkaya ilmu pengetahuan terutama ilmu

kesehatan dalam penggunaan terapi komplementer terapi moxibustion dan

ice massage dalam mereduksi nyeri.

4. Bagi masyarakat
9

Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi masyarakat

tentang teknik yang bisa mengurangi nyeri terutama nyeri gangguan

musculoskeletal .

5. Bagi peneliti

Peneliti ini dapat menambah pengalaman peneliti dan sebagai batu

pijakan untuk terus mengembangkan diri dan kemampuan dalam

mengimplementasikan pengalaman dan ilmu yang didapati peneliti kepada

masyarakat.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

1. Definisi MSDs

MSDs merupakan sekelompok kondisi patologis dimana dapat

mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus system musculoskeletal

yang mencakup system saraf, tendon, otot dan struktur (National Institute

For Occupational Safety And Health (NIOSH), 2010). Gangguan

musculoskeletal yang disebabkan ketika seseorang melakukan aktivitas

kerja dan kondisi pekerjaan yang signifikan sehingga mempengaruhi adanya

fungsi normal jaringan halus pada system musculoskeletal yang mencakup

saraf, tendon, otot (WHO, 2017).

Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan suatu gangguan pada

system muskuloskeletal yang mengakibatkan gejala seperti nyeri akibat

kerusakan pada nervus, dan pembuluh darah pada berbagai lokasi tubuh

seperti leher, bahu, pergelangan tangan, pinggul, lutut, dan tumit (Cho K,

2016).

2. Gejala MSDs

MSDs ditandai dengan adanya gejala sebaga berikut yaitu: nyeri,

bengkak, kemerah-merahan, panas, mati rasa, retak atau patah pada tulang

dan sendri dan kekakuan, rasa lemas atau kehilngan daya koordinasi tangan,

susah untuk digerakan. MSDs diatas dapat menurunkan produktivitas kerja,

kehilangan waktu kerja, menimbulkan ketidakmampuan secara temporer

10
11

atau cacat tetap (Lukman, 2012). Untuk memperoleh gambaran tentang

gejala MSDs bisa menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan cara

melihat tingkat keluhan sakit dan tidak sakit. Untuk melihat dan

menganalisa peta tubuh (NBM) sehingga dapat diestimasi tingkat dan jenis

keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja. (Akevren, 2010).

Gambar 2. 1 Nordic Body Map


Sumber : Akevren (2010)

3. Keluhan MSDs

Surotin (2012) menjelaskan keluhan MSDs ini dibagi menjadi dua

yaitu keluhan sementara dan keluhan menetap. Keluhan ini akan dijelaskan

sebagai berikut:

a. Keluhan sementara adalah keluhan otot yang terjadi pada otot menerima

beban statis, keluhan ini dapat hilang jika melakukan istirahat dan

pembebanan dihentikan sementara.


12

b. Keluhan menetap adalah keluhan otot yang bersifat menetap walaupun

sudah melakukan pemberhentian pengangkatan beban tetapi rasa sakit di

otot masih muncul. Keluhan otot biasanya terjadi karena kontraksi otot

yang berlebihan yang disebabkan oleh pembebanan saat bekerja yang

terlalu berat dengan durasi yang cukup lama.

4. Jenis-jenis MSDs

Gangguan musculoskeletal yang diakibatkan oleh cedera pada saat

bekerja yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan cara bekerja. Sehingga

menyebabkan kerusakan pada otot, saraf, tendon, dan persendian.

Sedangkan arti gangguan musculoskeletal sendiri adalah penyakit yang

menimbulkan rasa nyeri berkepanjangan. Gangguan musculoskeletal yang

berhubungan dengan pekerjaan dapat terjadi bila mana ada ketidakcocokan

antara kebutuhan fisik kerja dan ketidakmampuan fisik tubuh manusia.

Menurut Umay (2017), jenis-jenis keluhan MSDs pada bagian tubuh dibagi

menjadi beberapa bagian diantaranya adalah:

a. Nyeri leher

Penderita akan merasakan otot leher mengalami peningkatan tegangan

dan leher akan merasa kaku. Ini disebabkan karena leher selalu miring

saat bekerja dan peninkatan ketegangan otot. Leher merupakan bagian

tubuh yang perlindungannya lebih sedikit dibandingkan batang tubuh

yang lain. Sehingga leher rentan terkena trauma atau kelainan yang

menyebabkan nyeri pada leher dan gangguan gerakan terutama bila

dilakukan gerakan yang medadak dan kuat. Faktor resiko yang dapat
13

menyebabkan nyeri leher pada pekerjaan dengan aktivitas pergerakan

lengan atas dan leher yang berulang-ulang, beban statis pada otot leher

dan bahu, serta posisi leher yang ekstrem saat bekerja. Pekerjaan yang

sebagian besar waktunya selalu duduk menggunakan computer juga

mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami nyeri leher. Gejala yang

muncul pada saat nyeri leher antara lain rasa sakit di leher dan terasa

kaku, nyeri otot-otot yang terdapat pada leher, sakit kepala dan migraine.

Nyeri leher akan cenderung merasa seperti terbakar. Nyeri bisa menjalar

ke bahu, lengan, da tangan dengan keluhan terasa baal atau seperti

ditusuk jarum. Nyeri yang tiba-tiba dan terus menerus dapat

menyebabkan bentuk leher yang abnormal, kepala menghadap kesisi

yang sebaliknya.

b. Nyeri bahu

Nyeri bahu hampir selalu didahului dengan munculnya tanda rasa nyeri

pada bahu terutama pada saat melakukan aktivitas gerakan yang

melibatkan sendi bahu sehingga seseorang yang merasakan nyeri pada

bahu merasa ketakutan untuk menggerakkan sendi bahunya. Nyeri bahu

pada pekerja yang dalam aktivitasnya harus mengangkat beban berat,

bukan disebabkan oleh proses degenerasi terapi terjadi bila lengan harus

diangkat sebatas atau melebihi acromion. Posisi tersebut bila berlangsung

secara terus-menerus akan menyebabkan terjadinya iskemia pada tendon.

Tekanan tinggi pada otot bahu akan menyebabkan meningkatnya

aktivitas kontraksi otot dimana dapat mendorong terjadinya peningkatan


14

pada keduanya yaitu kelelahan otot bahu. Gejala yang biasanya muncul

akibat nyeri pada bahu yaitu: nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi,

kerusakan jaringan kolagen dan jaringan lunak.

c. Nyeri punggung

Nyeri punggung disebabkan oleh ketegangan otot dan postur tubuh yang

saat mengangkat beban barang dengan posisi salah, beban barang yang

terlalu berlebihan. Sikap punggung yang membungkuk dalam bekerja,

membungkuk sambil menyamping, posisi duduk yang kurang baik dan di

dukung dengan desain kursi yang buruk, beresiko menyebabkan penyakit

akibat hubungan kerja berupa gangguan musculoskeletal yang dapat

menyebabkan kekakuan dan kesakitan pada punggung. Keluhan pada

punggung atau keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan pada otot

skeletal yang dirasakan dengan intensitas nyeri yang berbeda-beda, dari

nyeri yang ringan sampai nyeri yang sangat sakit. Nyeri punggung dapat

merupakan akibat dari aktifitas kehidupan sehari-hari khususnya dalam

pekerjaan yang berkaitan dengan postur tubuh seperti mengemudi,

pekerjaan yang membutuhkan duduk yang terus menerus, atau yang lebih

jarang nyeri punggung akibat dari beberapa penyakit lain.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs

Hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk

dijelaskan secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu yang

selalu ada dan berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs.

Menurut Akevren (2010) faktor-faktor resiko tersebut bisa diklasifikasikan


15

dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia atau pekerja

dan ditambah lagi dengan faktor psikososial.

a. Faktor pekerjaan

1) Postur kerja

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan

bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh

posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi

keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena

ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja.

2) Frekuensi

Frekuensi yang terlampau sering akan mendorong fatigue dan

ketegangan otot tendon. Ketegangan otot tendon dapat dipulihkan

apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan

otot. Dampak gerakan berulang akan meningkat bila gerakan tersebut

dilakukan dengan postur janggal dan beban yang berat.

3) Durasi

Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi

didefinisikan sebagai durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi

sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan durasi lama yaitu > 2 jam per hari.

Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko bila postur tersebut

dipertahankan lebih dari 10 detik.


16

4) Beban

Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan adalah 23-

25 kg, sedangkan menurut Depkes (2009) mengangkat beban

sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15-

20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg.

5) Alat perangkai/genggaman

Pada saat tangan harus memegang alat ataupun menekan tombol,

maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan

langsung dari pegangan alat, apabila hal ini sering terjadi dapat

menyebabkan rasa nyeri otot menetap.

b. Faktor lingkungan

1) Getaran

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi

otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran

darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya

menimbulkan rasa nyeri otot.

2) Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,

kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban,

sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot

(Akevren, 2010).
17

3) Pencahayaan

Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek

secara jelas dan tepat tanpa menimbulkan kesalahan. Pencahayaan

yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah karena

mata akan berusaha melihat dengan cara membuka mata lebar-lebar.

Intensitas cahaya untuk membaca sekitar 300-700 lux, pekerjaan di

kantor 400-600 lux, pekerjaan yang memerlukan ketelitian 800-1200

lux dan pekerjaan di gudang 80-170 lux (Akevren, 2010).

c. Faktor pekerja

1) Usia

Keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu

24-65 tahun. Keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan

tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur.

Bridger menegaskan bahwa dengan meningkatnya usia akan terjadi

degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang

berusai 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa

kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut,

pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada

tulang dan otot menjadi berkurang (dikutip dalam Akevren, 2010, h.

28).

2) Jenis kelamin

Pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin

pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan


18

otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan

pria. Michael menjelaskan dalam hasil studinya menemukan bahwa

pekerja wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan

MSDs. Berdasarkan laporan yang diterimanya, pekerja wanita

mempunyai risiko lebih dari dua kali lipat (dikutip dalam Akevren,

2010, h. 30).

3) Waktu kerja

Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik pengukuran kerja

untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu

unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu

pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu

yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi

tertentu. Karuniasih menjelaskan bahwa supir yang telah

bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam merasakan pegal-pegal pada

punggung dan leher (dikutip dalam Akevren, 2010, h. 30).

4) Kebiasaan merokok

Sama halnya dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok pun masih

dalam taraf perdebatan para ahli. Hal ini dikarenakan efek rokok akan

menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit,

mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan

risiko terkena osteoporosis, menghambat penyembuhan luka patah

tulang serta menghambat degenerasi tulang.


19

5) Kesegaran jasmani

Keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas

kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat.

Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan

tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami

keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan

mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan

meningkat akibat kurangnya kelenturan otot sejalan dengan

bertambahnya aktivitas fisik tanpa kesegaran jasmani.

6) Kekuatan fisik

Pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah beresiko tiga kali lipat

lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang

memiliki kekuatan otot yang tinggi. Namun sama halnya dengan

kebiasaan merokok dan jenis kelamin, pendapat ini masih

diperdebatkan.

7) Masa kerja

Terjadinya peningkatan derajat keeratan (OR) antara nyeri pada leher

dan bahu dengan masa kerja yang bergantung pada usia kerja. Derajat

peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika masa kerja

seseorang semakin lama pekerja yang berumur lebih dari 15 tahun

telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan dan kiri,

leher dan punggung bawah.


20

8) Indeks masa tubuh

Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status

gizi pekerja. Dihitung dengan rumus BB2/TB (berat badan2/tinggi

badan), menurut WHO, dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (<

18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-30) serta obesitas (> 30).

Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk seseorang makan

bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini

dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha

untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan

otot punggung bawah. Tan & Horn berpendapat bila ini berlanjut terus

menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang

belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus. Kegemukan

dan obesitas mengarah pada konsekuensi kesehatan yang serius.

Risiko semakin meningkat seiring dengan meningkatnya BMI. Indeks

massa tubuh merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kronis

seperti musculoskeletal disorders terutama osteoarthritis (dikutip

dalam Akevren, 2010, h. 34).

d. Faktor psikososial

Aspek sosial yang tidak baik dapat mempengaruhi terhadap peningkatan

insiden MSDs. Dapat juga disebabkan karena beban pekerjaan yang

berlebihan (over stress) ataupun beban kerja yang terlampau ringan

(under stress). Contohnya pekerjaan yang sangat sedikit aktifitas fisiknya


21

dan hanya menghabiskan waktu dengan banyak duduk, dapat

meningkatkan prevalensi MSDs.

6. Pengendalian MSDs

Akveren (2010), menjelaskan pengendalian pada MSDs adalah

sebagai berikut:

a. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya

menggunakan pengendalian teknik.

b. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering

disebut pengendalian administratif.

c. Menggunakan alat pelindung diri.

Agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan pekerjaan,

maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut adalah :

1) Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping.

2) Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara sembarangan,

karena dapat meningkatkan risiko cidera.

3) Jangan ragu meminta tolong pada orang.

4) Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang.

5) Apabila barang yang hendak dipindahkan terlalu berat, jangan

melanjutkan.

6) Lakukan senam/peregangan otot sebelum bekerja.

7. Keluhan MSDs yang sering terjadi pada perawat

Keluhan yang sering terjadi pada perawat adalah nyeri punggung.

Nyeri punggung terjadi dikarenakan postur kerja yang tidak ergonomis yang
22

dilakukan oleh perawat saat melakukan pekerjaannya seperti, mengangkat

pasien dari kursi roda ke tempat tidur pasien, dengan posisi tubuh

membungkuk, punggung memuntir, leher menunduk.

8. Gangguan musculoskeletal pada bagian tubuh

1) Gangguan pada tangan

a) Tendonitis: adalah peradangan pada tendon, umumnya digambarkan

sebagai nyeri lokal pada titik inflamasi dan kesulitan untuk

menggerakan persendian yang terkena. Tendonitis dapat terjadi

sebagai akibat dari trauma atau penggunaan berlebih pada pergelangan

tangan, siku (tennis elbow), dan sendi bahu (McCauley-Bush, 2012).

b) Tenosinovitis: adalah cedera pada selubung synovial yang diinduksi

pergerakan repetitif. Salah satu contoh tersering dari tenosiovitis

adalah sindrom DeQuervain yang digambarkan sebagai inflamasi

kronik pada otot dan tendon pergelangan tangan bagian lateral (ibu

jari). Gejala yang timbul termasuk nyeri, edema, baal, kesemutan dan

sulit menggerakan ibu jari (McCauley-Bush, 2012).

c) Carpal tunnel syndrome (cts). CTS terjadi ketika terjadi kompresi

nervus medianus pada terowongan karpal. Faktor yang menyebabkan

terjadinya CTS diantaranya tekanan pada tangan dalam jangka waktu

yang lama, pergerakan repetitif, pemakaian sarung tangan yang tidak

pas, paparan tangan (Frontera & Silver, 2015, h. 373).


23

d) Trigger finger atau juga dikenal sebagai tenosinovitis stenosing adalah

terjadinya hentakan tiba-tiba, triggering dan terkuncinya jari pada

posisi fleksi atau ekstensi (Frontera & Silver, 2015, h. 373).

2) Gangguan pada leher dan bahu

a) Bursitis: peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada

jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat

posisi bahu yang janggal seperti mengangkat bahu di atas kepala dan

bekerja dalam waktu yang lama (Stack et al., 2016).

b) Tension neck syndrome: gejala ini terjadi pada leher yang mengalami

ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur leher menengadah ke

atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini mengakibatkan kekakuan

pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian

leher (Stack et al., 2016).

c) Thoracic outlet syndrome: adalah terjadinya kompresi pada pleksus

brachialis, arteri dan vena subclavialis pada ekstremitas atas. Gejala

yang timbul antara lain, nyeri pada bahu atau lengan, baal dan

kesemutan pada jari (McCauley-Bush, 2012).

3) Gangguan pada punggung dan lutut

a) Low back pain

Kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf,

ligamen, intervertebral disc dari lumbar spine (tulang belakang).

Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot tulang belakang

mengalami peregangan jika postur punggung sering membungkuk.


24

Diskus mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari

tulang belakang termasuk syaraf (McCauley-Bush, 2012).

b) Pada lutut

Penyakit muskuloskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan

dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang

berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan tersebut

(bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut

bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut

meradang yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis) (Stack et al.,

2016).

4) Gangguan muskuloskeletal pada kaki atau tumit.

Ankle strains / sprains. Ankle strains terjadi akibat tertariknya tendon

dari otot. Sedangkan sprain diakibatkan terjadi peregegangan atau

robeknya ligament pada sistem muskuloskeletal. Gejala yang mungkin

timbul seperti nyeri, bengkak, merah, dan kesulitan untuk menggerakan

persendian (Stack et al., 2016).

B. Konsep Nyeri

1. Definisi nyeri

Nyeri merupakan alasan yang paling umum bagi pasien-pasien untuk

mendatangi tempat perawatan kesehatan dan merupakan alasan yang paling

umum diberikan untuk pengobatan terhadap diri sendiri. Menurut The

International Association for the Study of Pain dapat digambarkan sebagai


25

suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan

kerusakan jaringan (Nandar, 2018).

Nyeri biasa terjadi karena adanya rangsangan mekanik atau kimia

pada daerah kulit di ujung-ujung syaraf bebas yang disebut nosireseptor.

Pada kehidupan nyeri dapat bersifat lama dan ada yang singkat, berdasarkan

lama waktu terjadinya inilah maka nyeri dibagi menjadi dua, yaitu nyeri

kronis dan nyeri akut, beda diantara keduanya adalah :

a. Nyeri akut

Sebagian terbesar, diakibatkan oleh penyakit, radang, atau injuri jaringan.

Nyeri jenis ini biasanya awitannya datang tiba-tiba sebagai contoh,

setelah trauma pembedahan dan mungkin menyertai kecemasan atau

distres emosional. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau

cedera sudah terjadi. Nyeri akut biasanya berkurang sejalan dengan

terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari 6

(enam) bulan penyebab nyeri yang paling sering adalah tindakan

diagnosa dan pengobatan. Dalam beberapa kejadian jarang menjadi

kronis.

b. Nyeri kronik

Secara luas dipercaya menggambarkan penyakitnya. Nyeri ini konstan

dan intermiten yang menetapkan sepanjang suatu periode waktu. Nyeri

kronik sulit untuk menentukan awitannya. Nyeri ini dapat menjadi lebih

berat yang dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor kejiwaan. Nyeri


26

kronis dapat berlangsung lebih lama (lebih dari enam bulan)

dibandingkan dengan nyeri akut dan resisten terhadap pengobatan. Nyeri

ini dapat dan sering menyebabkan masalah yang berat bagi pasien.

2. Patofisiologi nyeri

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara

yang paling baik untuk memahami tiga kompoen fisiologis berikut, yakni:

resepsi, persepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri memasuki mengirim

impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula

spinalis dan menjadi salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirna sampai

didalam massa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri

yang dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus

nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmsi tanpa bantuan ke korteks

serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai koteks serebral, maka otak

menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang

pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam

upaya mempersepsi nyeri (Puspitasari, 2014).

a. Resepsi

Nyeri terjadi karena ada bagian/ organ yang menerima stimulus nyeri

tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor). Nosiseptor merupakan ujung-

ujung saraf yang bebas, tidak bermielin atau sedikit bermielin dari neuron

aferen. Nosiseptor tersebar luas pada kulit dan mukosa dan terdapat pada

struktur-struktur yang lebih dalam seperti pada visera, persendian,


27

dinding arteri, hati dan kandung empedu. Nosiseptor memberi respon

terhadap stimului yang membahayakan seperti kimiawi, thermal, listrik

atau mekanis. Spasme otot menimbulkan nyeri karena menekan

pembuluh darah yang menjadi anoksia.pembengkakan jaringan menjadi

nyeri akibat tekanan (stimulus mekanis) kepada nosiseptor yang

menghubungkan jaringan.

b. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus

nyeri di transmisikan ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut

menstrasmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak. Setelah trasmisi saraf

berakhir didalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan

mempersepsikan sensasi nyeri dan terjadilah reaksi yang kompleks.

Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor

neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri.

c. Reaksi

Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang

terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Reaksi terhadap nyeri meliputi

beberapa respon antara lain:

1) Respon fisiologi

Nyeri dengan intensitas yang ringan hingga sedang dan nyeri yang

superfisial akan menimbulkan reaksi “flight or fight”, yang

merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis


28

pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis dan sitem

saraf parasimpatis akan menghasilkan suatu aksi.

2) Respon perilaku

Gerakan tubuh yang khas dan ekpresi wajah yang mengidentifikasi

nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang

terasa nyeri, postur tubuh membengkok, dan ekspresi wajah yang

menyeringai. Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh,

gelisah atau sering memanggil perawat. Namun kurangnya ekspresi

tidak selalu berarti bahwa klien tidak mengalami nyeri.

a. Antisipasi terhadap nyeri dan upaya untuk menghilangkannya

b. Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu bereaksi

terhadap nyeri dengan cara berbeda-beda, tergantung toleransinya.

c. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai yang diyakini

seseorang. Fase akibat terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti.

Klien mungkin masih memerlukan perhatian perawat. Jika klien

mengalami serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respon

akhir dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat

membantu klien memperoleh kotrol dan harga diri untuk

meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri.

d. Perjalanan nyeri

Ada empat proses yang terjadi pada perjalanan nyeri yaitu

transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.


29

1) Transduksi merupakan proses perubahan rangsang nyeri

menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung

saraf. Rangsang ini dapat berupa stimulasi fisik, kimia, ataupun

panas. Dan dapat terjadi di seluruh jalur nyeri.

2) Transmisi adalah proses penyaluran impuls listrik yang

dihasilkan oleh proses transduksi sepanjang jalur nyeri, dimana

molekul molekul di celah sinaptik mentransmisi informasi dari

satu neuron ke neuron berikutnya.

3) Modulasi adalah proses modifikasi terhadap rangsang.

Modifikasi ini dapat terjadi pada sepanjang titik dari sejak

transmisi pertama sampai ke korteks serebri. Modifikasi ini

dapat berupa augmentasi (peningkatan) ataupun inhibisi

(penghambatan).

4) Persepsi adalah proses terakhir saat stimulasi tersebut sudah

mencapai korteks sehingga mencapai tingkat kesadaran,

selanjutnya diterjemahkan dan ditindaklanjuti berupa tanggapan

terhadap nyeri tersebut.

3. Pathway nyeri
30

Gambar 2.2 Fisiologi Nyeri


Sumber : Baharudin (2018)

4. Jenis-jenis nyeri

Puspitasari (2014) menjelaskan klasifikasi dari nyeri berdasarkan

lokasi atau sumber, antara lain:

a. Nyeri somatik superfisial (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisial kulit dan jaringan

subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri kulit dapat

berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila klit hanya

yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai penyengat, tajam, meringis,

atau seperti terbakar, tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan

menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi berdenyut.

b. Nyeri somatik dalam


31

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot,

tendon, ligamentum, tulang, sendi dalam arteri. Struktur-strukturini

memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri kulit dan

cenderung menyebar ke daerah sekitarnya.

c. Nyeri visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh.

Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri

somatik dan terletak di dinding otot polos organ-organ berongga.

Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adalah pereganggan

atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia dan

peredangan.

d. Nyeri alih

Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri berasal dari salah satu daerah

ditubuh tetapi dirasakan terletak didaerh lain. Nyeri visera sering

dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen

medula spinalis yang sama dengan viksus yang nyeri tersebut berasal dari

masa mudigah, tidak hanya ditempat organ tersebut berada pada masa

dewasa.

e. Nyeri neuropoti

Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari

sistem saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat (SSP) yang menimbulkan
32

perasaan nyeri. Dengan demikian, lesi di SST atau SSP dapat

menyebabkan gangguan atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik

sering memiliki kualitas seperti terbakar, perih atau seperti tersengat

listrik. Pasien dengan nyeri neuropatik menderita akibat instabilitas

Sistem Saraf Otonom (SSO). Dengan demikian, nyeri sering bertambah

parah oleh stres emosi atau fisik (dingin, kelelahan) dan mereda oleh

relaksasi.

5. Derajat nyeri

Pengukuran derajat nyeri sebaiknya dilakukan dengan tepat karena

sangat dipengaruhi oleh faktor subyektif seperti faktor fisiologis, psikologi,

lingkungan. Karenanya, anamnesis berdasarkan pada pelaporan mandiri

pasien yang bersifat sensitif dan konsisten sangatlah penting. Pada keadaan

di mana tidak mungkin mendapatkan penilaian mandiri pasien seperti pada

keadaan gangguan kesadaran, gangguan kognitif, pasien pediatrik,

kegagalan komunikasi, tidak adanya kerjasama atau ansietas hebat

dibutuhkan cara pengukuran yang lain. Pada saat ini nyeri di tetapkan

sebagai tanda vital kelima yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian

akan rasa nyeri dan diharapkan dapat memperbaiki tatalaksana nyeri akut

(Mardana, 2009). Menurut Mangku dan Senapathi (2010) ada berbagai cara

yang dipakai untuk mengukur derajat nyeri, cara yang sederhana dengan

menentukan derajat nyeri secara kualitatif sebagai berikut :

a. Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu

melakukan aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.


33

b. Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas terganggu, yang hanya

hilang apabila penderita tidur.

c. Nyeri berat adalah nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari,

penderita tidak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri

sewaktu tidur.

6. Intensitas nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan leh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam insitas yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan

objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh

terhadap nyeri itu sendiri. Menurut Puspitasari (2014) pengukuran dengan

teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu

sendiri. Jenis pengukuran nyeri adalah sebagai berikut:

a. Skala intensitas nyeri deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang

tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis . pendeskrpsi ini di

ranking dari “ tidak terasa nyeri” sampai “ nyeri yang tidak tertahankan”.

Perawat menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk

memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasaan. Perawat juga

menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa


34

kauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan

klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.

b. Wong-baker faces pain rating scale

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai

dari senyum sampai menangis karena kesakitan. Skala yang ditunjukkan

pada gambar 2. 3 berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi,

seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien

yang tidak mengerti bahasa lokal setempat.

Gambar 2.3 Pengukuran Wong-Baker Faces Pain Rating Scale


Sumber : Baharudin (2018)
c. Numeric rating scale (NRS)

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan

menunjukkan angka 0-5 atau 0-10, dimana angka 0 menunjukkan tidak

ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat. Dianggap

sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin,

dan perbedaan etnis. Numeric rating scale yang di tunjukkan pada

gambar 2.4 , lebih baik dari pada VAS terutama untuk menilai nyeri akut.

Namun, kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk


35

menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan

tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama

antar kata yang menggambarkan efek analgesik.

Gambar 2.4 Numberic Rating Scale (NRS)


Sumber : Baharudin (2018)

d. Visual analog scale (VAS)

Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan

untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual

gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang

nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda

pada tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa

angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada

nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang

mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS yang

ditunjukkan pada gambar 2.5 juga dapat diadaptasi menjadi skala

hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan

dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya sangat mudah dan

sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS tidak banyak


36

bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik serta

kemampuan konsentrasi.

Gambar 2.5 Visual Analog Scale (VAS)


Sumber : Baharudin (2018)

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri

Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang

mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Perawat mempertimbangkan

semua faktor yang mempengaruhi klien yang merasakan sakit. Hal ini

sangat penting dalam upaya memastika bahwa perawat menggunakan

pendekatan yang holistik dalam pengkajian dan perawatan klien yang

mengalami nyeri.

a. Usia

Perbedaan dan perkembangan yang ditemukan di antara kelompok usia

ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi

terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami

nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.

Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga


37

mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan

mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Pada

lansia yang mengalam nyeri, perlu dilakukan pengkajian, diagnosis,

penatalaksanaan secara agresif. Namun, individu yang berusia lanjut

memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang membuat mereka

merasakan nyeri. Karena lansia telah hidup lebih lama, mereka

kemungkinan lebih tinggi mengalami kondisi patologis yang menyertai

nyeri. Sekalipun klien yang berusia lanjut menderita nyeri, maka ia dapat

mengalami gangguan status fungsi yang serius. Mobilisasi, aktivitas

perawatan diri, sosialisasi di lingkungan luar rumah, dan toleransi

aktivitas dapat mengalami penurunan.

b. Jenis kelamin

Pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap

nyeri. Diragukan apakah apakah hanya jenis kelamin saja yang

merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa

kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin (misal, menganggap

bahwa seorang laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis,

sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang

sama). Toleransi nyeri sejak lama telah telah menjadi subjek penelitian

yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi terhadap nyeri

dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik

pada setiap individu tanpa memperlihatkan jenis kelamin.

c. Kebudayaan
38

Nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu

mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh

kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana beraksi terhadp nyeri.

Petugas kesehatan seringkali berasumsi bahwa cara yang mereka lakukan

dan apa yang mereka yakini adalah sama dengan cara dan kenyakinan

orang lain. Dengan demikian, mereka mencoba mengira bagaimana klien

akan berespons terhadap nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap yang

terkait dengan nyeri di berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman

tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu perawat dalam

merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk klien yang

mengalami nyeri.

d. Makna nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi

pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini

juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu

tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-

berbeda, apabila nyeri memberi kesan ancaman, suatu kehilangan,

hukuman dan tantangan.

e. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan


39

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya penglihatan (distraksi)

dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan

salah satu konsep yang perawat terapkan diberbagai terapi untuk

menghilangkan nyeri. Seperti relaksasi, tekhnik imajinasi pembimbing

dan massase. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada

stimulus yang lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran

yang perifer. Biasanya hal ini menyebabkan toleransi nyeri individu

meningkat, khusus nya terhadap nyeri yang berlangsung hanya selama

waktu distraksi.

f. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas

seringkali meningkatkan nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbukan suatu

perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan

ansietas. Sulit untuk memisahkan dua sensasi.suatu bukti bahwa stimulus

nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan

emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbik dapat memproses

reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan

nyeri.

g. Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan

sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal

ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderit

penyakit dalam jangka lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur,


40

maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali

lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang

lelap dibanding pada akhir hari yang melelahkan.

h. Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalama nyeri. Pengalaman nyeri

sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima

nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan mendatang. Apabila

individu sejak lama sering lama mengalami serangkaian episode nyeri

tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas atau

bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami

nyeri, dengan jenis yang sama berulang-ulang. Tetapi kemudian nyeri

tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu

tersebut menginterprestasikan sensasi nyeri. Akibatnya klien akan lebih

siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk

menghilangkan nyeri.

i. Gaya koping

Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun

keseluruhan atau lokal. Klien sering kali sering kali menemukan berbagai

cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik atau psikologis

nyeri. Penting untuk memahami sumber-sumber koping klien selama ia

mengalami nyer. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga

pendukung, melakukan latihan atau menyanyi dapat digunakan dalam


41

asuhan keperawatan untuk mendukung klien dan mengurangi nyeri

sampai tingkat tertentu.

j. Dukungan keluarga dan social

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran

orang-orang terdekat klie dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.

Individu ini kelompok sosial budaya tempat mereka menumpahkan

keluhan mekreka tentang nyeri. Individu yang mengalami nyeri

seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau eman dekat untk

memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri

tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan

meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau

teman, seringkali pengalaman nyeri membuat kien semakin tertekan.

Kehadiran orangtua sangat penting bagi anak-anak yang sedang

mengalami nyeri.

8. Nyeri yang sering muncul pada MSDs

a. Nyeri kram otot

Kram otot dapat terjadi pada semua bagian otot tetapi yang sangat sering

terjadi pada bagian betis kaki. Kram otot bisa terjadi saat kita duduk,

berjalan, atau bahkan sedang tidur. Penderita sering merasakan ototnya

pegal, keras, atau bengkak sebelum atau sesudah kram otot terjadi

(Hartono, 2012).
42

b. Nyeri kesemutan

Kesemutan atau dalam istilah medisnya disebut parestesia adalah sensasi

geli atau mati rasa yang dibarengi dengan perasaan seperti Anda tertusuk

jarum. Hal ini terjadi ketika saraf secara tidak sengaja mendapatkan

tekanan sehingga aliran darah pada saraf tidak lancer (Adrian, 2018).

c. Nyeri sendi

Nyeri sendi merupakan kondisi munculnya rasa tidak nyaman, rasa sakit

atau peradangan pada setiap bagian dari sendi. Hal ini termasuk tulang

rawan, tulang, ligamen, tendon, atau otot. Nyeri sendi yang paling umum

mengacu pada arthritis atau arthralgia, yang merupakan peradangan atau

rasa sakit dari dalam sendi itu sendiri.

d. Nyeri kebas

Kebas adalah kekakuan pada anggota badan akibat terlalu lama

beraktivitas berulang. Tangan kebas biasa dialami para pekerja, sperti

karyawan kasir hingga pekerja kantoran yang berkutat dengan keyboard

komputer. Kebas berhubungan dengan saraf, karena tubuh manusia

terdiri dari jaringan saraf yang rumit. Masing-masing saraf mempunyai

fungsi berbeda-beda. Saraf pengatur indera perasa adalah salah satunya,

saraf ini perlu dijaga sedemikian rupa, agar tetap menjalankan fungsinya.

Sedikit gangguan saja, hal itu akan memunculkan masalah hingga

menjadi penyebab tanga kebas.


43

9. Skala pengukuran nyeri yang digunakan pada MSDs

Alat ukur yang digunakan dalam aplikasi riset ini adalah

menggunakan pengukuran nyeri secara numeric pain rating scale (NPRS).

C. Moksibusi

1. Sejarah moksibusi

Dalam bahasa China, “akupunktur” terdiri dari dua kata, yaitu zhen

ju. Zhen berarti “jarum”, yang merupakan teknik yang sudah dikenal

masyarakat di Amerika. Ju berarti “moxibustion”, yang masih kurang

popular.

Moxibustion sejenis terapi panas. Dengan menyalakan sebuah batang moxa

yan menyerupai cerutu diatas titik akupunktur, panas akan merasuk kedalam

meridian untuk mengatur qi dan darah dengan cara yang sama seperti jarum.

Moxibustion dapat merawat hampir setiap penyakit sebuah akupunktur. Hal

ini dapat digunakan sebagai pendekatan pelengkap terhadap terapi lainnya

atau sebagai terapi yang berdiri sendiri. Para praktisi hanya menggunakan

pemanasan yang tidak langsung, dimana moxa dan kulit. Sebagai contoh,

media itu bisa berupa sepotong bawang putih, seiris jahe, atau garam. Agar

sederhana, kita menggunakan istilah terapi panas dari pada moxibustion.

Disamping itu, kami menganjurkan anda memakai moxa hanya diatas kulit

dan berhati-hati agar tidak menyentuhkan batang yang menyala pada kulit

atau abu panas moxa akan membakar kulit anda (Wang, 2005).

2. Identifikasi daun moksa


44

Dalimartha menjelaskan identifikasi daun moksa adalah sebagai

berikut (dikutip dalam Sangatri, 2014): 

Nama Latin  : Artemisia vulgaris L. (baru Cina) 

Nama Simplisia : Artemisiae Vulgaris Folium (daun baru Cina) 

Nama Inggris  : Folium artemisiae argyi mugwort leaf

Suku  : Asteraceae (Compositae)

Sinonim :A. chinensis, A. igniaria, A. indica, A. integrifolia, A

moxa, A. lavandulaefolia, A. Crossostephium

artemesioides.

3. Uraian tumbuhan

Tumbuhan asal cina ini berambut halus dan berbau

tajam,menyenangi tanah yang cukup lembap dan kaya humus. Dapat

ditemukan tumbuh liar di hutan dan di lading sampai ± 3.000 m dpl.

Artemisia argyl Levl. Et. Vant adalah jenis baru cina yang ditanam

dipekarangan sebagai tumbuhan obat. Semak, menahun, setengah, berkayu,

percabangan banyak, beralur dan berambut, tumbuh tegak, tinggi mencapai

1 m.

Daun tunggal, berbentuk bulat telur dengan tepi berbagi menjari,

ujung meruncing, kedua permukaan berambut halus, warna permukaan atas

hijau, bawahnya hijau keputihan, duduk berseling, panjang 8-12 cm, lebar

6-8 cm. Bunga majemuk dalam bonggol, kecil-kecil, warnanya kuning

muda, tersusun dalam rangkaian berbentuk malai yang tumbuh merunduk,

keluar dariketiak daun dan ujung tangkai. Buah kotak, bentuk jarum, kecil,
45

cokelat. Biji kecil, cokelat. Baru cina merupakan salah satu tumbuhan obat

yang berkhasiat untuk pengobatan penyakit pada perempuan. Sering

dimasak dengan daging berlemak sebagai sayuran. Seperti daun adas, baru

cina merupakan satu dari 9 tumbuhan obat sacral di Anglo Saxon.

Perbanyakan dengan stek atau biji.

4. Bagian yang digunakan

Bagian yang digunakan dari tumbuhan Arthemesia Vulgaris

diantaranya: Daun, biji, dan akar. Pemakaian saat segar atau dengan cara

dikeringkan. Untuk moksa, yang dipakai dari tumbuhan ini adalah daunnya.

Dalam penggunaannya sebagai moksa, daun Artemisia vulgaris (baru Cina)

dikeringkan lalu digulung menyerupai cerutu lalu dibakar sampai ujungnya

menyala, lalu digunakan untuk memanasi titik akupunktur tertentu seperti

pada nyeri lambung, tidak nafsu makan, pendengaran kurang, kelumpuhan

otot, sesak napas, pembengkakan kronis ati dan limpa, penyakit tulang

belakang, skrofula, pleuritis, rematik, ekzema, dan gatal-gatal (pruritus).

Daun segar yang digiling halus juga digunakan untuk pemakaian luar,

misalnya pada luka berdarah, bisul, borok dan penolak serangga.

Sejumlah daun Artemisia vulgaris (baru china) yang direbus juga bisa

digunakan untuk mandi atau mengompres leher yang kaku (tortikolis).

5. Habitat artemesia vulgaris

Tumbuhan asal china ini berambut halus dan berbau tajam,

menyenangitanah yang cukup lembap dan kaya humus. Dapat ditemukan

tumbuh liar dihutan. Artemisia argyi Leavl.  Et. Vant adalah jenis baru cina
46

yang ditanam di pekarangan sebagai tumbuhan obat. Baru cina merupakan

salah satu tumbuhan obat yang berkhasiat untuk pengobatan penyakit pada

perempuan. Sering dimasak dengan daging berlemak sebagai sayur. Seperti

juga adas, baru cina merupakan satu dari 9 tumbuhan obat sacral di Anglo

Saxon. Perbanyakan dengan stek atau biji.

6. Kandungan kimia

Daun baru cina mengandung minyak atsiri (phellandrene,

cadinene,α-thujone), α-amirin, fernenol, dihydromatricaria ester, cineole,

1-α- terpineol, β-kariophilene, 1-quebrachitol, dan tanin. Akar dan

batangnya mengandung inulin (yang mengandung artemose). Sedangkan

cabang kecil mengandung oxytocin,yomogi alcohol, dan ridentin.

7. Sifat herbal moksa

Empat sifat tumbuhan merujuk kepada sifat- sifat “ dingin”, “panas”,

”hangat” dan “sejuk”. Keempat sifat tersebut memiliki dua kategori yang

berlawanan, kategori yang pertama yaitu hangat dan panas dan kategori

yang lainnya yaitu dingin dan sejuk. Dalam setiap kategori

memiliki beberapa aspek umum dan beberapa perbedaan. Dengan demikian,

hangat dan panas memiliki beberapa aspek umum, sifat hangat lebih lemah

dari sifat panas. Sejuk dan dingin juga memiliki aspek umum sifat sejuk

lebih lemah dari sifat dingin. Sifat herbal berasal dari efek tindakan tersebut

di badan organik.

Hal ini sesuai dengan dingin atau panasnya sifat penyakit yang

digunakan untuk mengobati. Herbal yang bertindak untuk menghilangkan


47

atau mengurangi panas disebut sifat dingin atau sejuk. Sebaliknya, herbal

yang bertindak untuk menghilangkan atau mengurangi dingin disebut sifat

panas atau hangat. Ada beberapa tumbuhan yang memiliki sifat netral. Ini

berarti bahwa herbal adalah sifat yang tidak juga berarti hangat maupun

dingin. Di antaranya ada yang sedikit hangat dan beberapa juga sedikit

sejuk. Dengan demikian kenetralan masuk dalam penggolongan empat sifat;

hal ini relatif dan tidak mutlak.

8. Rasa daun moksa

Rasa dari herbal adalah konsep tingkat tinggi yang meringkas sifat

klinis. Pada dasarnya semua tumbuhan memiliki sifat dan rasa. Tumbuhan

dengan sifat yang sama tetapi rasa yang berbeda memiliki tindakan yang

berbeda. Demikian pula, tumbuhan dengan rasa yang sama tetapi sifat yang

berbeda memiliki tindakan yang berbeda. Kedua sifat dan rasa herbal harus

diperhitungkan untuk memahami tindakan tersebut dan untuk

menerapkannya secara efektif. Untuk alasan ini, tenaga medis di seluruh

China selama berabad-abad setiap kali membahas herbal, sifat dan rasalah

yang disebutkan pertama kali. Rasa dari daun moksa diantaranya: pedas,

tajam, dan pahit.

9. Meridian

Teori meridian mengenai sistem pembuluh darah yang menopang

seluruh tubuh manusia, dan menyediakan sarana untuk menghubungkan

semua bagian tubuh. “Meridian” adalah istilah umum yang meliputi jing dan

luo. Jing adalah meridian utama, yang merupakan jalur yang


48

menghubungkan tubuh bagian atas dan bawah, visera (interior) dan kulit,

otot-otot, tulang dan jaringan lainnya (bagian luar). Luo adalah cabang-

cabang kolateral kecil meridian utama. Luo membagi cabang menjadi lebih

kecil, dan membentuk jaringan pembuluh yang mencapai setiap bagian dari

tubuh.

Di dalam tubuh, meridian erat kaitannya dengan organ visceral.

Sedangkan di luar, mereka erat berhubungan dengan anggota tubuh dan

sendi. Meridian menjadi saluran antara interior dan eksterior tubuh karena

mereka menggabungkan semua organ dan jaringan. Sistem meridian

menyediakan jalur untuk pergerakan qi dan darah, yin-yang, dan berbagai

organ untuk saling mempengaruhi satu sama lain di bawah kondisifisiologis

dan patologis. Aplikasi akupunktur dan moxibustion juga bergantung pada

sistem meridian. Teori meridian merupakan komponen penting dari sistem

teoritis TCM.

a. Fisiologis

Meridian utama dan kolateral, membentuk jaringan yang luas yang

menggabungkan setiap bagian dari tubuh manusia ke seluruh organ.

Meridian sangat penting untuk menggabungkan dari banyak bagian tubuh

dan keselarasan fungsi organ visceral dan kegiatan penting lainnya.

b. Patologi

Meridian memiliki hubungan yang erat dengan serangan dan

perkembangan penyakit. Jika meridian dan qi terganggu, kemampuan

untuk mengangkut qi dan darah terganggu.


49

c. Mekanime

Moksibusi menggunakan api bisa menghangatkan yang dan

menghilangkan dingin yin, bahkan bisa melelehkan racun yang

disebabkan oleh lembab, angin, dahak, dan sebagainya. Panas yang

dihasilkan oleh moksa menstimulasi kulit agar mengaktifkan transmisi

serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini

menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C delta-A berdiameter kecil.

Gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri. Panas yang dihasilkan

meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri dengan menyingkirkan

produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin dan prostaglandin

yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang serat saraf yang

menutup gerbang sehingga transmisi nyeri ke medulla spinalis dan ke

otak dihambat.

Hal ini disebabkan karena setelah 10 menit pemberian

moxibustion pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus

melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap

panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal

yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran

pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari

tungkai otak, di bawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga

terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan aliran darah

ke setiap jaringan khususnya yang mengalami radang dan nyeri

bertambah sehingga mengalami penurunan skala nyeri pada jaringan


50

yang meradang. Hangat yang dihasilkan berfungsi untuk mengatasi atau

mengurangi nyeri yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah sehingga

panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan kontraksi otot dan

melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri dengan

mengurangi ketegangan serta meningkatkan aliran darah di daerah

persendian dengan menurunkan viskositas cairan sinovial dan

meningkatkan distensibilitas jaringan. Secara fisiologis respon tubuh

terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah,

menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot,

meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas

kapiler (Trianipurna, 2017).

d. Diagnosis

Secara umum, kapan pun sebuah penyakit menunjukkan

perubahan pada banyak bagian di luar tubuh, itu bisa di diagnosis melalui

meridian. Untuk memastikan mana organ visceral yang sakit dan dimana

meridian tersebut terganggu.

e. Pengobatan

Pengobatan dengan akupunktur dan moxibasi bertujuan untuk

memberikan stimulasi di titik akupunktur (accupoint) sepanjang meridian

untuk mengembalikan fungsi meridian dan mengatur aktifitas yin-yang,

qi dan darah dari organ visceral, sehingga untuk mencapai tujuan

terapeutik. Dalam moksibasi, ketika titik-titik akupunktur (accupoints)

diberlakukan, ada beberapa urutan yang dapat ditentukan sebagai sebuah


51

urutan, yaitu tubuh bagian atas sebelum tubuh bagian bawah; belakang

sebelum perut; kepala sebelum ekstremitas; dan meridian yang sebelum

meridian yin. Efek farmakologis baru china diantaranya masuk meridian

ginjal, paru, dan limpa, menghilangkan sakit, melancarkan peredaran

darah, mencegah keguguran, serta mengatur menstruasi.

10. Kriteria untuk pengukuran nyeri pada moxibustion

Pengukuran yang digunakan pada moxibustion dari hasil penelitian

untuk pengukuran skala nyeri bisa menggunakan skala nyeri ringan dan

sedang, karena untuk nyeri berat itu tidak bisa dilakukan intervensi pada

moxibustion harus menggunakan analgesik. Moxibustion tidak digunakan

untuk luka terbuka dikarenakan akan terjadi pelebaran pada kulit yang luka

dan memperlambat proses penyembuhan luka. Nyeri yang diukur dalam

moxibustion ini nyeri yang seperti kekakuan dan kelelahan pada organ tubuh

yang sakit seperti nyeri punggung.

11. Prinsip terapi

Pemilihan daun Atrhemesia Vulgaris sebagai bahan baku pembuatan

moksa karena daun tersebut bersifat pahit dan pedas yang mampu

mengaktifkan yang-qi dan bisa membuka 12 jalur meridian utama dan

membuat qi dan darah tetap lancar sirkulasinya. Pedasnya itu bisa masuk

kedalam melalui meridian dan melancarkan qi dan xue, sedangkan pahitnya

untuk menghilangkan lembab.

a. Tujuan moksibusi
52

1) Menghangatkan qi, xue supaya lancar, 

2) Mengusisr penyebab penyakit dingin

3) Menghangatkan yang

4) Menambah kekuatan yang

b. Tekhnik moksibusi ada dua yaitu:

1) Bu dengan cara api dibiarkan mati sendiri, kemudian titik akupunktur

yang dimaksud ditekan. 

2) Xie dengan cara api moksa ditiup-tiup untuk menghasilkan api

yang besar sambil moksa diangkat naik turun dan tanpa adanya

penekanan dititik akupunktur.

c. Aplikasi penggunaan moksibusi

1) Sindrom dingin 

2) Tonifikasi yang

3) Stagnasi qi dan xue

4) Sindrom lembab dingin

5) Defisiensi yang

6) Defisiensi qi

d. Fungsi moksa

1) Mengalir di meridian 

2) Menghilangkan lembab dan dingin

3) Menghangatkan uterus
53

4) Menghangatkan limpa dan lambung

5) Mengatur menstruasi

6) Mengembalikan posisi janin.

7) Mengaktifkan yang qi

12. Indikasi moksibusi

Menggunakan istilah medis china, dalam 'aksi' bagian detail dari

spektrum efek ramuan. Deskripsi ini terdiri dari satu pernyataan yang

paling penting tentang ramuan, rasa, arah, tindakan dan kaitannya

dengan organ atau saluran memberikan informasi penting tentang kualitas

klinis. Namun, terapi yang tepat dari kualitas ramuan yang ditentukan

dalam tindakan. Ini kualifikasi yang tepat dari ramuan yang diperlukan

untuk memilih ramuan yang paling cocok sesuai dengan diagnosis yang

diperoleh dan menggunakan kriteria yang sama. Sebagai aturan, masing-

masing rempah memiliki banyak tindakan di pembuangan, yang dapat

memiliki hingga delapan tindakan yang berbeda. Tindakan setiap ramuan

yang berbeda dan karena itu dapat dinilai menurut kepentingan klinis

mereka. Tindakan terapi dapat dinilai menurut:

a. Terapi yang berhubungan dengan darah

1) Mengatur darah

2) Menyimpan darah agar pada tempatnya

3) Mengatur pergerakan darah


54

4) Menguatkan darah

5) Mendinginkan darah

6) Melancarkan stagnasi darah

7) Menghentikan perdarahan 

b. Terapi yang berhubungan dengan yang, diantaranya:

1) Menguatkan yang

2) Mengaktifkan yang

3) Menurunkan kekuatan yang hati

4) Menghangatkan yang

c. Terapi yang berhubungan dengan cairan dan jing

1) Tonifikasi dan menutrisi yin

2) Meningkatkan cairan

3) Melancarkan cairan

4) Mendinginkan cairan

5) Menyimpan essence/sari

d. Terapi untuk bagian luar,saluran dan lubang

1) Pembebasan bagian luar

2) Bagian luar yang terbuka

3) Bagian luar yang dingin

4) Menstabilkan bagian luar

5) Menutrisi bagian luar

6) Mengendalikan keringat

7) Menghangatkan saluran
55

8) Mencerahkan mata

e. Terapi untuk kaku,bengkak dan wujud

1) Melemahkan kekauan/bengkak dan menghilangkan bengkak

2) Menghentikan dan menghilangkan wujud

3) Melemahkan kekakuan

4) Meredakan bengkak

5) Menghentikkan obstruksi aliran qi

13. Dosis herbal

Dosis yang diberikan berlaku untuk jumlah minimal dan maksimal

dari herbal mentah yang digunakan dalam rebusan. Dosis standar

menunjukkan dosis harian yang telah terbukti dalam praktek. Dosis

Moksibusi 3-20 gram, standar 6 gram. Pertimbangan yang digunakan untuk

menentukan dosis herbal :

a. Ketika herbal termasuk dalam resep senyawa dengan herbal lain, yang

jumlah umumnya dikurangi dari single- ramuan dosis nya .

b. Dalam rumus senyawa, jumlah herbal utama biasanya lebih besar dari

herbal tambahan.

c. Jumlah ramuan untuk dipersiapkan sebagai rebusan biasanya lebih besar

dari persiapan sebagai pil atau bubuk.

d. Faktor pasien

Dokter harus memperhitungkan usia, tubuh pasien ukuran dan kekokohan

konstitusi. Secara umum, pasien lanjut usia memiliki toleransi yang lebih

rendah untuk tumbuh-tumbuhan, karena qi dan darah mereka cenderung


56

menurun, sedangkan anak-anak ukuran yang lebih kecil. Sebagai aturan

praktis , untuk anak di bawah usia lima tahun penggunaan seperempat

dari dosis lazim dewasa, dan untuk anak-anak usia 6 tahun atau lebih tua

menggunakan setengah dari dosis lazim dewasa. Secara umum,untuk

pasien konstitusi yang lemah mengurangi dosis yang tepat.

e. Faktor penyakit

Secara umum, dosis yang lebih kecil diperlukan pada sakit

yang berkepanjangan dan dosis yang lebih besar dalam penyakit baru-

baru ini. Untuk herbal restoratif, dosis yang lebih besar diperlukan bagi

mereka yang sudah tua atau lemah oleh penyakit, tetapi jumlahnya harus

kecil di awal dan meningkat secara bertahap. Untuk penyakit serius obat

harus kuat dan dalam dosis yang relatif besar, sedangkan untuk penyakit

ringan obat harus ringan dan dalam dosis yang relatif kecil untuk

menghindari melukai asli qi.

f. Faktor herbal

Secara umum, herbal adalah kualitas cahaya dosis yang harus relatif

kecil, dan jika itu adalah kualitas yang berat dosis yang harus relatif lebih

besar. Di sisi lain, jika rasa ramuan dan sifat kuat dosis yang harus relatif

lebih kecil, dan jika mereka ringan dosis yang harus relatif lebih besar.

Dalam kasus ramuan yang beracun, dosagemust yang dikontrol dengan

hati-hati untuk menghindari efek yang tidak di inginkan .

14. Kontra indikasi dan perhatian khusus daun moksibusi


57

Kontra indikasi dan perhatian khusus daun moksibusi berkaitan

dengan dosis yang digunakan. Penggunaan daun moksa dalam dosis tinggi

dapat menyebabkan efek samping seperti mulut kering, mual, muntah,

masalah lambung, diare dan pusing. Penggunaan daun moksa yang

berlebihan / overdosis (20-30 gram) mengarah ke gejala di atas dalam

waktu 1-4 jam, jika dosis ini diulang, maka dapat terjadi halusinasi,

paraesthesias, kejang dan hepatomegali. Dosis sangat tinggi juga dapat

menimbulkan masalah selama kehamilan, yaitu dapat mengakibatkan

perdarahan dan menyebabkan aborsi. Pengeringan sampai kering atau

sampai hangus dapat mengurangi efek toksik.

a. Jenis moksa

Ada banyak jenis moksibusi. Bagian berikut memperkenalkan jenis

yang paling umum menggunakan moksa (cone) kerucut, moksa (roll)

tongkat dan jarum dipanaskan (warming needle). Bagian berikut

memperkenalkan jenis yang paling umum menggunakan moksa

kerucut, moksa tongkat dan jarum yang dipanasi.

1) Moksibusi dengan moksa kerucut

Remas dan bentuk moksa ke kerucut atau silinder. Moksa ini

bervariasi dari ukuran sebesar biji gandum sampai setengah buah

zaitun. Satu unit perawatan adalah penggunaan satu kerucut atau

silinder moksa di salah satu acupoint. Moksibusi dengan moksa

dapat langsung atau tidak langsung. 

2) Moksibusi dengan moksa sticks


58

Sebuah moxa stick moxa digulung menjadi bentuk silinder panjang

tipis dandibalut dengan kertas, seperti rolling rokok. Ketika

digunakan salah satu ujung tongkat dinyalakan dan diterapkan pada

titik akupunktur atau bagian tubuh yang sakit. Moksa tongkat

(moxa stick) mudah untuk memanipulasi, hasil terapi yang baik dan

mudah diterima oleh pasien. Teknik ini paling sering digunakan

dalam praktek klinis. Moksibusi dengan moxa tongkat di

klasifikasikan ke dalam "moksibusi mild-warm (ringan-hangat)",

" sparrow peck moksibusi (burung gereja-mematuk moxibustion)”,

dan “circling moksibusi dan circling moksibusi.

15. Metode pemakaian moksa

Moksibusi adalah cara pengobatan tradisional yang menggunakan

moksa (MoE-Kuasa= ramuan daun-daunan yang dibakar), moksa dibuat

dari daun  Arthamesia vulgaris. Jenis moksa:

a. Moksa kerucut

Cara menggunakan moksa secara umum adalah sebagai berikut :

1) Gunakan moksa batang ataupun moksa kerucut-kerucut.

2) Gunakan moksa dan jangan biarkan abu dari moksa menetes di kulit

pasien.

3) Setelah penggunaan selesai pastikanlah api moksa sudah benar-

benar padam.

Cara moksibusi menggunakan moksa kerucut yaitu:

1) Cara langsung
59

Cara langsung yaitu sebelum melakukan moksibusi daerah yang

akan dimoksa terlebih dahulu diolesi dengan parafin. Cara langsung

dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

a) Scaring/meninggalkan bekas.

b) Non scaring/ tidak meninggalkan bekas

2) Cara tidak langsung

Cara tidak langsung yaitu dengan memberikan penyekat antara

moksa kerucut dan kulit. Penyekat dapat berupa selapis garam dapur

atau irisan jahe. Menurut Pialoux & Saputra (dikutip dalam Sangatri,

2014) menjelaskan cara moksibusi dengan moksa batang yaitu:

a) Langsung, mula-mula ujung moksa didekatkan dengan kulit,

kemudian setelah pasien merasa panas moksa dijauhkan sedikit

demi sedikit, begitu seterusnya.

b) Mematuk, ujung moksa didekatkan sampai dekat, lalu dijauhkan,

dan kemudian didekatkan kembali, begitu seterusnya.

c) Rotasi, moksa digerakkan melingkar di daerah yang dsedang

dimoksibusi.

16. Indikasi moksibusi:

Pialox & Saputra (dikutip dalam Sangatri, 2014, hal 17) menjelaskan

bahwa ada 2 jenis indikasi moxibustion, yaitu:

a. Sindrom dingin

b. Defisiensi yang
60

Moksibusi pada umumnya diterapkan untuk mengobati penyakit dibawah

ini:

1) Arthralgia yang disebabkan oleh angin dingin dan lembab

2) Kolaps yang dengan ekstremitas dingin

3) Penyakit akibat sindrom dingin, seperti : diare kronis, disentri, retensi

flegma.

4) Neurodermatitis

5) Sindrom ekses dibagian atas dan sindrom defisien di bagian bawah,

seperti : hemoptyis,asma,epistaksis.

6) Beberapa sindrom luar karena dingin.

7) Beberapa penyakit ginekologi seperti posisi janin yang abnormal

dan prolaps uterus.

8) Infentile diseases seperti enuresis dan diare. Teknik moksibusi untuk

tujuan tonifikasi yaitu dengan membiarkan api moksa mati sendiri dan

kemudian titik akupunktur tersebut ditekan-tekan. Sedangkan untuk

tujuan sedasi api moksa ditiup-tiup dan titik akupunktur tidak usah

ditekan atau dibiarkan saja.

17. Kontra indikasi

Sangatri (2014) menjelaskan bahwa kontra indikasi dari moksibusi

adalah:

a. Moksibusi dilarang untuk keadaaan yin si dan yang xiang, yang berarti

keadaan yin kosong dan yang berlebihan.


61

b. Tidak dianjurkan moksibusi area wajah, genitalia, putting susu, daerah

tendo dan pembululuh darah penting, perut bagian bawah dan daerah

koksigeus pada wanita hamil.

c. Pada pasien dengan kondisi lemah. Scarring Moxibution tidak boleh

dilakukan di area kepala, wajah, pembuluh darah besar.

D. Ice Massage

1. Definisi ice massage

Puspitasari (2014) menyatakan bahwa ice massage merupakan salah

satu metode yang dapat digunakan untuk membantu mengurangi kerusakan

jaringan, dan mencegah terjadinya inflamasi pada otot, tendon dan ligament.

Ice massage sangat baik untuk menyembuhkan atau mengurangi rasa nyeri,

dan rasa tidak nyaman yang disebabkan strain otot, proses pembengkakan,

ang terjadi setelah cedera dan ice massage dapat diaplikasikan pada semua

anggota tubuh. Ice massage dapat diaplikasikan sewaktu dan dapat

digunakan sebagai metode penanganan cedera akut tetapi tergantung dari

tingkat cedera yang dialami dari jaringan otot. Proses dari pemberian ice

massage sangat sederhana, posisi pasien yang nyaman sebelum terapi. Ice

digerakkan secara perlahan secara menyilang pada area yang terkena cedera

atau dengan gerakan menyilang dari kulit dan usahakan otot pasien dalm

keadaan rileks.
62

Ice massage dilakukan setelah terjadi cidera, rasa dingin dari ice

akan mengurangi terjadinya proses peradangan pada jaringan ikat dan

mengurangi terjadinya resiko bengkak. Efek dari massage dapat

memberikan efek rileksasi yang menimblkan efek sedative bagi jaringan

otot. Fisioterapi membantu mempercepat proses penyembuhan, ketika

metabolisme menurun saat diberikan ice massage, dan darah akan kembali

membawa nutrisi dan akan mempercepat proses penyembuhan. Ice massage

akan mengurangi terjadinya kerusakan pada cedera dengan mengurangi

terjadinya bengkak dan menjaga peredaran darah.

2. Indikasi dan kontraindikasi ice massage

a. Indikasi ice massage antara lain:

1) Cedera (sprain, strain, contusion).

2) Sakit kepala.

3) Gangguan temporo mandibular (TMJ disorder).

4) Nyeri post operasi.

5) Peradangan pada sendi.

6) Tendinitis dan bursitis.

7) Nyeri lutut, nyeri sendi, dan nyeri perut.

b. Kontraindikasi ice massage

Puspitasari (2014), kontraindikasi dari ice massage adalah:

1) Open wounds.

2) Robekan pada otot.

3) Robekan pada tendon.


63

4) Luka bakar.

5) Fraktur

3. Efek fisiologis pemberian ice massage terhadap jaringan

Ice massage yang dilakukan atau diaplikasikan langsung pada kulit

akan mempengaruhi penurunan suhu pada kulit. Aplikasi ice massage

selama 5 menit berpengaruh pada penurunan suhu 18,9 derajat celcius pada

otot gastrok. Studi lain juga menyebutkan dengan ice massage penurunan

suhu dikulit sebesar 2,7 derajat celcius. Adapun aplikasi ice massage selama

10 menit akan menurunkan suhu kulit 26,6 derajat celcius pada kedalaman

kulit sekitar 2 cm. Namun ada penelitian menyebutkan penurunan suhu 15,9

derajat celcius selama 5 menit dengan kedalaman 2 cm.

Tabel 2.1 Efek Fisiologis dan Terapetis Terapi Dingin

Efek Fisiologis Sistemik Efek Fisiologis Lokal Efek Terapetis

Vasokontriksi Vasokontriksi local. Relaksasi otot.

Piloereksi Desensitisasi akhiran Menghambat pertumbuhan


saraf bebas. bakteri.

Menggigil Penururunan refill Mencegah pembengkakan.


kapiler. Mengurangi nyeri.
Penurunan metabolism Mengurangi perdarahan.
sel.

Sumber: Arofah (2010)

Pemberian ice massage ke pada kulit tidak hanya akan

mempengaruhi kecepatan konduksi dan nyeri sensorik pada syaraf pada

serabut A delta dan C delta, tetapi juga dapat merangsang serabut A delta.

Serabut yang berdiameter besar akan mengaktifkan gerbang control nyeri

dan akan mengambat munculnya sensasi nyeri karena cidera. Dejarat


64

penurunan suhu akan meningkat dengan pemberian ice massage yang lebih.

Penelitian menunjukkan adanya penurunan suhu kulit 7,4 derajat celcius

akan berpengaruh terhadap kecepatan konduksi saraf sebanyak 33%.

Dengan pemberian ice massage selama 10 menit dimana suhu kulit normal

adalah 33 derajat celcius. Penurunan suhu dari 33 derajat celcius menjadi

26,6 derajat celcius akan membuat suhu kult menjadi 6,4 derajat celcius. Ini

jauh dibawah 14,4 derajat celcius yang merupakan batas terjadinya

analgesik maksimum.

Tabel 2.2 Respon kulit pada aplikasi dingin

Tahap Waktu Pemberian Aplikasi Dingin Respon


1 0-3 menit Sensasi dingin
2 2-7 menit Rasa terbakar, nyeri
3 5-12 menit Anastesi relative kulit

Sumber: Arofah (2010)

Respon terhadap cedera akut, ada vasokontriksi pada tingkat arteriola

dan venula yang berlangsung 5-10 menit. Pemberian ice massage akan

menyebabkan terjadinya vasokontriksi yang dapat memperlambat terjadinya

pendarahan dan memungkinkan trombosit darah untuk melakukan perbaikan

terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh.

Vasodilatasi ini akan membawa lebih banyak darah ke daerah yang

mengalami cedera serta meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.

Reaksi kimia yang memicu vasodilatasi ini membuang leukosit dan racun

yang tertinggal setelah cedera.


65

Proses peredaran darah yang kembali lancar memungkinkan untuk

menghambat terjadinya proses peradangan. Respon sel terjadi bersamaan

dengan respon vascular. Setelah trauma terdeteksi mediator kimia memicu

respon vascular. Mediator kimia lainnya juga akan mengingatkan tubuh

untuk mengirim leukosit yang menggunakan fagositosis untuk

membersihkan dan sel-sel ini memainkan peran besar dalam perbaikan

struktur yang menyebabkan pembengkakkan dan edema. Vascular limfatik

dan system vascular berperan untuk menghilangkan getah bening dan zat

racun pada tubuh. Pada fase ini aliran darah yang membaik akan membantu

untuk menghilangkan zat racun dan leukosit pada area yang cedera

(Puspitasari, 2014).

Untuk cedera akut, terapi dingin sering digunakan bersama-sama

dengan teknik pertolongan pertama pada cedera yang disebut RICE (rest,

ice, compression and elevation).

Teknik ini meliputi :

1) Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera.

2) Memberikan es selama dua hari setelah cedera untuk mencegah

pembengkakan luka.

3) Mempergunakan kompresi elastis selama dua hari untuk mencegah

pembengkakan.

4) Berusaha agar bagian yang cedera ada di atas letak jantung untuk

mengurangi kemungkinan terjadinya pembengkakan.


66

Nyeri yang disebabkan karena cedera, adapun penanganannya dengan

menggunakan terapi dingin. Terapi dingin dilakukan sampai pembengkakan

berkurang. Terapi dingin biasanya digunakan pada 24 sampai 48 jam setelah

terjadinya cedera dan dipakai untuk mengurangi sakit dan pembengkakan.

Panas selanjutnya digunakan dalam fase rehabilitasi kronis.

4. Jenis aplikasi terapi dingin (cold therapy)

Terapi dingin dapat digunakan dalam beberapa cara. Pada cedera

olahraga beberapa teknik yang sering dipergunakan adalah es dan masase

es, imersi air dan atau es, ice packs dan vacpocoolant sprays, termasuk :

a. Es dan ice massage

Ice massage dapat diaplikasikan sewaktu dan dapat digunakan sebagai

metode penanganan cedera akut tetapi tergantung dari tingkat cidera yang

dialami dari jaringan otot. Proses dari pemberian ice massage sangat

sederhana, posisi pasien yang nyaman sebelum terapi. Ice digerakkan

secara perlahan secara menilang pada area yang terkena cidera atau

dengan gerakan menyilang dari kulit dan usahaka otot pasien dalam

keadaan rileks. Ice massage dilakukan setalah terjadi cedera, rasa dingin

dari ice akan mengurangi terjadinya proses peradangan pada jaringan ikat

dan mengurangi terjadinya resiko bengkak. Efek dari massage dapat

memberikan efek rileksasi yang menimbulkan efek sedative bagi jaringan

otot. Fisioterapi membantu mempercepat proses penyembuhan, ketika

metabolisme menurun saat diberikan ice massage, dan darah akan


67

kembali membawa nutrisi dan akan mempercepat proses penyembuhan.

Ice massage akan mengurangi terjadinya kerusakan pada cidera dengan

mengurangi terjadinya bengkak dan menjaga peredaran darah (Rakasiwi,

2013).

1) Peralatan

Pada terapi ini es dapat dikemas dengan berbagai cara. Salah satunya

adalah dengan membekukan es pada styrofoam. Pada penggunaannya

ujung stryofoam dapat digunakan sebagai pegangan pada saat

dilakukan terapi. Es dalam pemakaiannya sebaiknya tidak kontak

langsung dengan kulit dan digunakan dengan perlindungan seperti

dengan handuk. Handuk juga diperlukan untuk menyerap es yang

mencair.

2) Indikasi

Indikasi terapi es adalah pada bagian bagian otot lokal seperti tendon,

bursae maupun bagian bagian myofacial trigger point. Indikasi lain

antara lain :

a) Cidera (sprain, strain, contusion).

b) Sakit kepala

c) Gangguan temporo mandibular (TMJ disorder)

d) Nyeri post operasi

e) Peradangan pada sendi

f) Nyeri lutut, nyeri sendi, dan nyeri perut.

3) Kontraindikasi ice massage antara lain :


68

Rakasiwi (2013) menjelaskan bahwa kontraindikasi dari ice massage

adalah:

a) Open wounds

b) Robekan pada otot

c) Robekan pada tendon

d) Luka bakar

e) Fraktur, dan lain lain.

4) Penggunaan

Es dapat digunakan langsung untuk memijat atau untuk memati-

rasakan jaringan sebelum terapi pijat. Ice massage dapat memberikan

dingin yang lebih efisien dari pada cold packs atau metode lain yang

menggunakan terapi dingin. Terapi biasanya diberikan selama 10

sampai 20 menit (Purnama, 2012).

5) Metode ice massage

Metode yang digunakan dalam ice massage adalah efflurage (stroking

movement), efflurage merupakan gerakan mengusap yang dilakukan

secara ritmis dan berturut-turut kea arah proksimal. Tekhnik efflurage

memiliki efek sedative yaitu menenangkan, oleh karena itu gerakan ini

dapat dilakukan pada awal dan akhir pijatan. Efflurage terhadap

peredaran darah antara lain mempercepat pengangkutan zat sampah

dan darah yang mengandung karbondioksida dan memperlancar aliran

limfe baru dan darah yang mengandung banyak sari makanan dan

oksigen. Massage diberikan secara langsung ke area atau otot


69

hamstring dengan gerakan memutar dan stroking selama 5-10 menit

(Purnama, 2012).

b. Ice packs

1) Peralatan

Pada prinsipnya ice packs merupakan kemasan yang dapat

menyimpan es dan membuat es tersebut dapat terjaga dalam waktu

relatif lama di luar freezer daripada kemasan plastik. Alat ini tersedia

di apotek dan toko obat. Sebagian besar ice packs mengandung bahan

kimia yang dapat mempertahankan suhu dingin dalam jangka waktu

lama. Bahan kimia seperti isopropyl alkohol dapat ditambahkan

denagn rasio 2:1 terhadap air untuk mencegah terjadinya pembekuan

sehingga ketika dipergunakan, ice packs dapat mengisi kontur tubuh.

Terdapat dua jenis ice packs yaitu yang berbahan gel hypoallergenic

dan yang berisi cairan

atau kristal.

2) Penggunaan

Pada umumnya ice packs dapat dipergunakan selama 15 sampai 20

menit. Pada kemasan ice packs yang berupa plastik, diperlukan

handuk untuk mengeringkan air kondensasi.

3) Indikasi

Sama dengan ice massage.

4) Perhatian khusus
70

Pengguna ice packs lebih praktis akan tetapi apabila terjadi kebocoran

kemasan dapat menimbulkan bahaya iritasi kulit akibat bahan kimia

yang dikandungnya.

c. Vapocoolant spray

1) Peralatan

Vapocoolant spray merupakan semprotan yang biasanya berisi

fluoromethane atau ethyl chloride.

2) Indikasi

Vacoopolant spray sering digunakan untuk mengurangi nyeri akibat

spasme otot serta meningkatkan range of motion.

3) Penggunaan

Untuk meningkatkan range of motion, terdapat beberapa prosedur

pemakaian yakni :

a) Vapocoolant membentuk sudut 30° dengan kulit dengan jarak 30

sampai 50 cm dari kulit.

b) Penyemprotan dilakukan dari arah proksimal ke distal otot

c) Kecepatan penyemprotan sekitar 10 cm per detik dan dapat diulang

sampai dengan 2-3 kali.

4) Perhatian khusus

Penggunaan vapocoolant harus dilakukan sesuai prosedur untuk

menghindari frozen bite.


71

d. Cold Baths / Water Immersion

1) Peralatan

Cold baths merupakan terapi mandi di dalam air dingin dalam jangka

waktu maksimal 20 menit. Peralatan yang dipergunakan tergantung

bagian tubuh yang akan direndam. Pada perendaman seluruh tubuh

diperlukan tanki whirpool. Pada terapi ini aitr dan es dicampur untuk

mendpatkan suhu 10° sampai dengan 15° C.

2) Indikasi

Terapi ini biasanya dilakukan untuk pemulihan paska latihan maupun

kompetisi.

3) Penggunaan

Penderita berendam di dalam air yang sudah didinginkan. Proses ini

berlangsung sekitar 10 sampai dengan 15 menit. Ketika nyeri

berkurang, terapi dihentikan dan dilanjutkan terapi lain seperti

massage atau stretching. Pada saat nyeri kembali dirasakan, dapat

dilakukan perendaman kembali. Dalam tiap sesi terapi, perendaman

kembali dapat dilakukan sampai tiga kali ulangan.

4) Perhatian khusus :

Terapi dingin berpotensi untuk meningkatkan penjendalan kolagen,

konsekuensinya aktivitas fisik harus dilakukan secara bertahap paska

terapi dingin (Purnama, 2012).


72

5. Kriteria untuk pengukuran nyeri pada ice massage

Pengukuran yang digunakan pada ice massage dari hasil penelitian

untuk pengukuran skala nyeri bisa menggunakan skala nyeri ringan dan

sedang, karena untuk nyeri berat itu tidak bisa dilakukan intervensi pada ice

massage harus menggunakan analgesic. Ice massage tidak digunakan untuk

luka terbuka dikarenakan akan terjadi pelebaran pada kulit yang luka dan

memperlambat proses penyembuhan luka. Nyeri yang diukur dalam ice

massage ini nyeri yang seperti kekakuan dan kelelahan pada organ tubuh

yang sakit seperti nyeri punggung.


71

E. Keaslian Penelitian

Penelitian kepustakaan mengenai “Efektifitas Moksibustion Dan Ice Massage Terhadap Nyeri Gangguan Musculoskeletal

Pada Profesi STIK Muhammadiyah Pontianak” menunjukkan adanya beberapa penelitian terkait yang berjenis dengan penelitian

ini serta dapat dijadikan keaslian dalam penelitian ini adalah

Tabel 2.3 Keaslian Penelitian


No Judul Penelitian Nama Tahun Metode Hasil Persamaan Perbedaan
Peneliti
1 Efektifitas Nurchairiah, 2013 D: Quasi Hasil penelitian ini menemukan Sampel: 30 orang Tempat: di STIK
kompres dingin Andi; eksperimen bahwa rerata intensitas nyeri Desain : quasy experiment. Muhammadiyah Pontianak
terhadap Hasneli, S:30 terhadap kelompok eksperimen Terapi yang digunakan Terapi yang digunakan
intensitas nyeri Yesi; responden sebelum kompres adalah 7,00 dan sama untuk menerunkan sifatnya pans (moksibusi) dan
pada pasien Indriati, V: Kompres setelah kompres adalah 5,47 adalah intensitas nyeri dingin (ice massage).
fraktur tertutup Ganis dingin nilai p 0,000 <α (0,05). Itu berarti Mencari perbandingan yang
di ruang Dahlia terhadap ada perbedaan yang signifikan mana yang lebih efektif dalam
RSUD Arifin intensitas tentang interisty of pain sebelum menanganan nyeri.
Achmad Pekan nyeri. dan sesudah memberikan kompres
Baru. I: Numeric dingin pada kelompok eksperimen.
Ratting Kehilangan rasa sakit terhadap
Scale kelompok kontrol sebelum dan
A: analisa sesudah pemberian kompres dingin
statistic adalah konstan pada 7.27. rerata
perbandingan interisty fraktur nyeri
eksperimental dan kelompok
kontrol memiliki perbedaan
signifikan dengan nilai p 0,000 <α
(0,05). Penelitian ini menemukan
bahwa pemberian kompres dingin
untuk mengurangi nyeri antar
pasien dengan fraktur tertutup di
RSUD Arifin Achmad efektif.
72
Tabel 2.3 (lanjutan)

2 Hubungan Putri, Eka 2018 D: Hasil penelitian diperoleh proporsi Kasus yang diteliti sama. Peneliti mencari perbandingan
angkat angkut Sri; Analytical keluhan musculoskeletal disorders Sasarannya pada perawat. terapi penatalaksaan pada
pasien dengan Suwandi, cros pada perawat ruang rawat inap Koesioner menggunakan nyeri MSDs.
keluhan Tjipto; sectional RSUD Teluk kuantan adalah NBM. Sasaran peneliti: Mahasiswa
musculoskeletal Makomula S: 56 orang 66,1%. Variabel yang berhubungan Profesi STIK Muhammadiyah
disorders min V: Angkat dengan keluhan musculoskeletal Pontianak.
(MSDs) pada angut pasien disorders adalah postur kerja dan Tempat: di STIK
perawat ruang dengan masa kerja. Variabel confounding Muhammadiyah Pontianak
rawat inap keluhan adalah berat beban dan umur. Terapi yang digunakan
RSUD Teluk musculoskel Variabel yang tidak berhubungan sifatnya pans (moksibusi) dan
Kuantan Tahun etal adalah indeks massa tubuh dan dingin (ice massage).
2018 disorders kebiasaan olahraga. Kesimpulan Sampel peneliti: 30
pada dari penelitian ini adalah masa kerja
perawat merupakan variabel yang paling
ruang rawat dominan berpengaruh terhadap
inap keluhan musculoskeletal disorders
I: Kuesioner dengan (p-value=0,007; OR:
dan Nordic 17,949; 95% CI: 2,212-145,619).
Body Map
A: Analisis
bivariate
dilakukan
dengan uji
chi-Square
No Judul Penelitian Nama Tahun Metode Hasil Persamaan Perbedaan
Peneliti
3 Efek yang Jianfeng, 2015 D: Random Skor VAS dan RMQ berkurang Dalam penelitian ini Sasaran peneliti: Mahasiswa
berbeda Xu; sampling secara keseluruhan persamaan nya, Profesi STIK Muhammadiyah
Waktu Ruizhu, Lin; S: 40 empat kelompok selama menggunakan eksperimen Pontianak.
rangsangan Yongli, Wu; peserta perawatan. Ada yang signifikan pada moksa. Tempat: di STIK
panas pada nyeri Yingxu, V: titik tidak dapat perbedaan dalam skor Sama sama penatalaksaanan Muhammadiyah Pontianak
punggung Wang; acupoint VAS (P <0,01) dan RMQ nyeri. Terapi yang digunakan
bawah. Jian, Liu; guanyuan skor (P <0,01) antara sebelum sifatnya pans (moksibusi) dan
Yanling, pada nyeri pengobatan dan af- dingin (ice massage).
Zhang; punggung ter 2 minggu pengobatan pada Sampel peneliti: 30
Yuequan, bawah kelompok LL. Setelah perawatan-
Zhang; dengan ment, kelompok LL dilaporkan
Chaolei, Xi membakar secara signifikan lebih rendah
73
Tabel 2.3 (lanjutan)

moksa Skor VAS dibandingkan dengan


untuk kelompok CA, kelompok ML,
jangka dan kelompok SL (P <0,05)
waktu yang
berbeda.
I: analogue
scale (VAS)
dan Roland
Morris
Ques-
tionnaire
(RMQ)
A: analisis
statistic
menggunak
an uji chi-
square.
4 Efektivitas Chen, 2011 D: Random Untuk mengevaluasi peningkatan Dalam penelitian ini Sasaran peneliti: Mahasiswa
Moksibusi yang Mingren; subject keparahan, kami akan membuat persamaan nya, Profesi STIK Muhammadiyah
peka terhadap Chen, blinded(gro penggunaan skor M-JOA dan menggunakan eksperimen Pontianak.
panas Rixin; up A and B) mengambil analisis sekunder. pada moksa. Tempat: di STIK
dibandingkan Xiong, Jun; S: 316 Tingkat peningkatan = [(skor Sama sama penatalaksaanan Muhammadiyah Pontianak
dengan Yi, Fan; pasien sebelum perawatan - setelah nyeri. Terapi yang digunakan
Moksibusi Chi, V: skor perawatan) / skor sifatnya pans (moksibusi) dan
nasional pada Zhenhai; Efektivitas pretreatment] × 100%. Definisi dingin (ice massage).
pasien dengan Zhang, Bo moksa tercantum di bawah ini: Sampel peneliti: 30
Lumbar disc dalam Peningkatan penting secara klinis
herniation akut pengobatan sebagai ≥
di cina. herniasi 75%, peningkatan yang sangat
lumbar efektif yaitu 50 hingga 75%,
I: meningkat 30 hingga 50% dan tidak
Koesioner efektif <30%. Itu
JOA Back nomor dalam empat kategori akan
pain dihitung masing-masing
secara efektif pada setiap titik
waktu
74
Tabel 2.3 (lanjutan)

No Judul Penelitian Nama Tahun Metode Hasil Persamaan Perbedaan


Peneliti
5 Pengaruh terapi Nurlis, Eva; 2012 D: Quasy Menunjukkan adanya pengaruh Kasus yang diteliti sama Peneliti mencari perbandingan
ice massage Bayhakki; experimenta pemberian terapi dingin ice dengan peneliti, terapi penatalaksaan pada
terhadap Erika l massage terhadap perubahan menggunakan metode nyeri MSDs.
perubahan nyeri S: 30 itensitas nyeri berupa penurunan quasy experimental. Sasaran peneliti: Mahasiswa
pada penderita responden nyeri dimana mean intensitas nyeri Profesi STIK Muhammadiyah
low back pain. V: Ice sebelum terapi 5,53 menjadi 2,57 Pontianak.
massage setelah diberikan terapi dengan p Tempat: di STIK
terhadap value=0,000 ( p value< 0,005). Muhammadiyah Pontianak
intensitas Berdasarkan Terapi yang digunakan
nyeri low sifatnya pans (moksibusi) dan
back pain dingin (ice massage).
I: observasi Sampel peneliti: 49
A: analisis
univariate
dan bvariat
75

F. Kerangka Teori

Faktor terjadinya MSDs Keluhan MSDs yang sering


terjadi pada perawata adalah
1. Usia nyeri punggung .
2. Masa kerja
3. Indeks masa tubuh
4. Beban kerja pada
mahasiswa profesi STIK Postur tubuh yang tidak
Muhammadiyah Pontianak ergonomis
5. Kekuatan fisik
6. Faktor pekerjaan
Adanya stimulus nyeri/ sakit pada
saraf, tendon serta otot

Pemberian terapi
Pemberian
farmakologi
terapi Non-
seperti analgesik
farmakologi

Pemberian terapi Pemberian terapi


moxibustion ice massage

Proses Proses
Vasodilatasi Vasokonstriksi

Memberikan sinyal kehipotalamus melalui sumsum tulang belakang

Berperan dalam menghambat munculnya sensasi


nyeri, yang bias menyeybabkan nyeri itu menjadi
ringan atau nyeri sedang.

Keterangan :
Yang diteliti oleh peneliti :

Gambar 2.6 Skema Kerangka Teori


(Sumber : Akevren, 2010., Sherman &Sharon 2016., Suma’mur 2014., Judha,
et al 2012., Sangatri 2014., Puspitasari 2014)
76

F. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini yaitu :

1. Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada pengaruh efektivitas moksibustion dan ice

massage terhadap nyeri gangguan muskuloskeletal pada profesi STIK

Muhammadiyah Pontianak.

2. Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada pengaruh efektivitas moksibustion dan ice

massage terhadap nyeri gangguan muskuloskeletal pada profesi STIK

Muhammadiyah Pontianak.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen :
Variabel Dependen :
Moksibusi
Nyeri Musculoskeletal
Ice Massage

Skema 3.1 Kerangka Konsep

B. Variabel Penelitian

Dharma (2011) menjelaskan bahwa variabel adalah karakteristik yang

melekat pada populasi, bervariasi antara satu dengan yang lainnya dan diteliti

dalam suatu penelitian.

1. Variabel bebas

Variabel independent dalam penelitian ini adalah penggunaan moksibustion

dan ice massage.

2. Variabel terikat

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah terhadap nyeri pada

musculoskeletal.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti

untuk melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya

penelitian. Bentuk penelitian ini yaitu eksperimen semu (quasy experiment),

Quasi experiment adalah peneliti yang menguji coba suatu intervensi pada

77
78

sekelompok perlakuan atau control. Rancangan pada penelitian ini adalah two

group pretest and posttest without control group. Pada rancangan ini peneliti

memberikan intervensi moxibustion dan ice massage terhadap nyeri

musculoskeletal.

Skema 3. 2 Rancangan Penelitian

R1 : O1 X1 O2

R2 : O3 X2 O4

Keterangan :

R : Respon penelitian semua mendapatkan perlakuan/intervensi

R1 : Responden kelompok perlakukan (moxibustion)

R2 : Respon kelompok perlakuan (terapi ice massage)

O1 : Pre test pada kelompok perlakuan (moxibustion)

O2 : Post test pada kelompok perlakukan (moxibustion)

O3 : Pre test pada kelompok perlakukan (terapi ice massage)

O4 : Post test pada kelompok perlakukan (terapi ice massage)

X1 : Uji coba/intervensi pada kelompok perlakuan (moxibustion)

X2 : Uji coba/intervensi pada kelompok perlakuan (terapi ice massage)

D. Populasi

Populasi yang dipilih peneliti adalah 133 mahasiswa profesi Sekolah

Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak.


79

E. Sampel

Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan Non probability

sampling dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel tidak

dilakukan secara acak dan dilakukan berdasarkan maksud dan tujuan tertentu

yang dilakukan oleh peneliti (Dharma, 2011). Sampel pada peneliti ini

sebanyak 30 mahasiswa STIK Muhammadiyah Pontianak. Nursalam (2009)

menjelaskan pengambilan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan

rumus sebagai berikut :

N . z2 p . q
n=
d ( N −1 ) + z . p .q

133 x 1.962 x 0.5 x 0.5


=
0.05 (133−1 ) +. 1.962 x 0.5 x 0.5

133 x 3.8416 x 0.25


= 2
0.05 (132 ) +. 1.96 x 0.25

127.7332
= = 20,1515 dibulatkan menjadi 21
6.33864

Keterangan:

n : Besar sampel

N : Besar populasi

p : Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50 %

q : 1 – p (100%- p)

Z : Nilai standar normal untuk a = 0,05 atau (1.96)


80

d : Tingkat kesalahan yang dipilih (d= 0.05)

Riyanto (2011) menjelaskan untuk mengantisipasi hilangnya unit eksperimen

maka dilakukan koreksi dengan sebagai berikut:

n
n’ =
1−f

21
=
1−30 %

21
= = 30
0.7

Keterangan :

n’= Besar sampel yang dihitung perkelompok studi

f = perkiraan drop out 30%

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Mahasiswa profesi STIK Muhammadiyah Pontianak yang bersedia

menjadi responden dengan mendatangani lembar informed consent.

b. Mahasiswa profesi yang mengalami muscukoskeletal disorders pada

nyeri punggung.

c. Skor skala NPRS, nyeri ringan sampai nyeri sedang.

d. Tidak mengkonsumsi analgetik saat penelitian berlangsung.

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah


81

a. Mahasiswa Reguler S1 dan D3

b. Mahasiswa yang mengalami pusing atau kelelahan.

F. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di STIK Muhammadiyah Pontianak yang beralamat di

Jl. Sungai Raya Dalam, Gg. Ceria V Kampus STIK Muhammadiyah

Pontianak. Peneliti mengambil lokasi di STIK Muhammadiyah dikarenakan,

titik kumpul bertemu yang jelas dan jarak tempuh dari rumah juga lumayan

dekat.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai 12 Februari – 13 Maret 2020.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional pada table 3.1 dalam penelitian ini menggunakan

variabel bebas dan variabel terikat sebagai berikut:

Table 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala


operasional Ukur
1 Moksibustion Terapi Intervensi ini - - -
alternative diberikan 5-
dari china 10 menit
dengan pada titik
membakar akupunktur
gumpalan yang
mugwort berbeda.
kering pada Intervensi
titik dilakukan
akupunktur sebanyak 3
tertentu. kali yang
Pemberian dilakukan
intervensi selama 2
dengan moxa minggu.
stick agar abu Dikatakan
82

No Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala


operasional Ukur
dan percikan efektif bila
apinya tidak terjadi
mengenai penurunan
kulit pasien skala nyeri
secara setelah
langsung. dilakukan
Tujuan intervensi.
diberikan Dikatakan
intervensi tidak efektif
untuk bila tidak
mengurangi terjadi
rasa nyeri penurunan
yang skala nyeri
dihasilkan setelah
dari dilakukan
hangatnya intervensi.
moxa.
2 Ice massage Ice mssage Intervensi - - -
merupakan yang
salah satu dilakukan
metode yang selama 5-10
dapat menit.
digunakan Dikatakan
untuk efektif bila
membantu terjadi
mrngurangi penurunan
kerusakan skala nyeri
jaringan, dan setelah
mencegah dilakukan
terjadnya pada intervensi.
otot, tendon Dikatakan
dan ligament. tidak efektif
ice massage bila tidak
dapat terjadi
diaplikasikan penurunan
pada semua skala nyeri
anggota setelah
tubuh. dilakukan
intervensi.
3 Nyeri MSDs Gejala yang - Numeric Tidak ada Interval
ada pada salah Pain Rating nyeri : 0
satu bagian Scale
tubuh atau Nyeri
lebih yang ringan : 1-
dirasakan oleh 3
responden
berupa pegal Nyeri
pada otot, sedang : 4-
kaku, nyeri, 6
kesemutan,
rasa terbakar Nyeri
dan bengkak hebat : 7-
pada 10
83

No Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala


operasional Ukur
persendian.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan moxa stick, moxa box,

batu es, numeric pain rating scale (NPRS) dan kuesioner nurdic body map

(NBM). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan numeric pain rating

scale sebelum dan sesudah diberikan intervensi.

I. Validasi dan Reliabilitas

Penelitian yang dilakukan oleh Ferraz, MB., et al., (1990) dalam

Physiopedia (2017) menunjukkan bahwa NPRS (Numeric Pain Rating Scale)

merupakan alat ukur yang telah valid, angka rehabilitas skala nyeri NPRS r =

0.96. Untuk uji validitas skala nyeri NPRS berkisar antara 0,86 hingga 0,95.

J. Prosedur Pengambilan Data

Prosedur pengambilan data merupakan cara peneliti untuk

mengumpulkan data dalam penelitian. Sebelum melakukan pengumpulan data,

perlu dilihat alat ukur pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil

penelitian. Alat ukur pengumpulan data tersebut antara lain dapat berupa

koesioner/angket, observasi, wawancara, atau gabungan ketiganya. Pada

penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi

eksperimental. Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan


84

melakukan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari

perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat, 2011).

Pengumpulan data tentang responden dan karakteristik responden

dikumpulkan oleh peneliti sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi penelitian

ini. Adapun prosedur dalam pengambilan data pada penelitian ini, yaitu:

1. Tahap persiapan

a. Perizinan

Perizinan dimulai dengan tahap penyusunan proposal sampai uji

proposal, kemudian peneliti mengajukan surat perizinan dari institusi

untuk melakukan penelitian di STIK Muhammadiyah Pontianak,

dilanjutkatkan dengan perizinan agar peneliti dapat melakukan di

institusi tersebut dengan nomor surat: 150//II.1.AU/F/II/2020.

b. Persiapan alat

Pada tahap ini peneliti menyiapkan instrument peneliti yaitu moxa-

stick, moxa-box, dan handuk kecil untuk kelompok perlakukan

moxibstion. Sedangkan untuk kelompok terapi ice massage instrument

yang digunakan adalah es dan handuk. Tidak lupa untuk mempersiapkan

lembar observasi yang didalamnya sudah terdapat NPRS (numeric rating

pain scale).

2. Tahap pelaksanaan

a. Pertemuan pertama

1) Peneliti melakukan perkenalan, menjelaskan tujuan dan prosedur

kepada responden secara umum.


85

2) Peneliti membagi lembar informed conset kepada responden yang

telah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yaitu mahasiswa

profesi STIK Muhammadiyah Pontianak yang mengalami gangguan

musculoskeletal.

3) Responden yang telah menandatangani lembar informed consert akan

dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok intervensi moxibustion

dan kelompok terapi ice massage.

4) Peneliti membagi lembar observasi pretest untuk mengukur tingkat

nyeri yang responden isi saat mengalami gangguan musculoskeletal.

5) Responden diminta menghubungi peneliti ketika mengalami gangguan

musculoskeletal, responden mengisi lembar observasi pretest, dan

melakukan kontrak waktu untuk pertemuan kedua untuk melakukan

intervensi selanjutnya.

b. Pertemuan kedua

1) Peneliti melakukan home visit kerumah responden sesuai dengan

kontrak waktu sebelumnya.

2) Peneliti menerima lembar observasi pretest yang telah diisi responden.

3) Peneliti memberikan intervensi pertama kepada setiap responden,

pada masing-masing kelompok.

4) Peneliti menjelaskan pemberian intervensi dilakukan 3 kali intervensi

selama 2 minggu, diberikan selama 5-10 menit dan diletakkan

menggunakan moxa box.

5) Peneliti melakukan kontrak waktu untuk pemberian intervensi kedua.


86

c. Pertemuan ketiga

1) Peneliti melakukan home visit pada hari selanjutnya seusai perjanjian

dan memberikan intervensi kedua kepada setiap responden, pada

masing-masing kelompok.

2) Peneliti melakukan kontrak waktu ntuk pemberian intervensi ke tiga.

d. Pertemuan keempat

1) Peneliti kembali melakukan home visit dan memberikan intervensi

terakhir.

2) Peneliti memberikan lembar observasi posttest yang akan responden

isi ketika intervensi sudah dilakukan.

3) Respoden diminta untuk mengisi lembar observasi posttest.

K. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Data yang telah terkumpul akan diolah peneliti dengan bantuan sistem

komputerisasi (Notoatmojo, 2012), proses pengolahan data yang dilakukan

peneliti yaitu:

a. Editing

Proses editing dalam penelitian ini adalah dengan memberikan identitas

pada instrument penelitian (lembar observasi) dan pengecekan ulang

apakah sudah lengkap, jelas, dan konsisten.

b. Coding
87

Proses coding dalam penelitian ini adalah nama responden akan diganti

kode berupa angka, selain itu kelompok intervensi moxibustion diberikan

kode A dan kelompok intervensi ice massage diberikan kode B.

c. Scoring

Pada penelitian ini skala nyeri berbentuk angka dengan rentang 1-10.

d. Entry

Penelitian akan memasukkan data ke program computer Microsoft Excel

untuk diolah dengan komputerisasi selanjutnya.

e. Tabulating

Pada tahap ini peneliti akan memasukkan data yang diperoleh kemudian

dikelompokkan sesuai dengan jenis intervensi dan diproses.

f. Analyzing

Setelah data diolah dengan computer, selanjutnya data yang diperoleh

akan dianalisis dalam dua bentuk, yaitu data yang berbentuk table,

dimana pada bentuk ini peneliti memberikan hasil efektivitas kedua

intervensi terhadap nyeri musculoskeletal dan data yang berbentuk narasi

untuk mempermudah pemahaman dari hasil penelitian yang sudah

dilakukan oleh peneliti.

2. Analisis data

a. Analisis univariat

Nilai yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari ukuran tengah yaitu,

mean, median, nilai minimum, maksimum dan standar deviasi. Analisis


88

univariate bertujuan untuk mendeskripsikan karkteristik responden, pada

penelitian ini adalah usia, gambran intensitas nyeri sebelum dan sesudah

dilakukan inervensi, baik pada kelompok moxibustion maupun

kelompok ice massage.

b. Analisis bivariat

Sebelum melakukan uji parametric, peneliti melakukan uji normalitas

data dengan Shapiro wilk, data dikatakan berdistribusi normal pabila p >

0,05. Nilai α sebesar 5 % (Sastroasmoro dan Ismael, 2010; Oktavia,

2015). Dalam penelitian ini peneliti menetapkan kesalahan/tingkat

kemaknaan α sebesar 5 % dengan nilai deviat baku alfa (Z) sebesar

1,960. Hasil uji normalitas data pada penelitian ini nilai α pretest dan

posttest baik pada kelompok moxibustion maupun terapi ice massage >

0,05 yang artinya data tidak berdistribusi dengan normal. Uji parametric

yang digunakan adalah uji Wilcoxon untuk melihat pengaruh pemberian

intervensi moxibustion dan terapi ice massage berupa skala nyeri pada

pretest dan posttest. Kemudian dilakukan uji Man-Whitney untuk

melihat perbandingan efektivitas antara kedua kelompok intervensi,

yaitu moxibustion dan ice massage.


89

L. Jadwal Kegiatan Penelitian

Peneliti membuat jadwal kegiatan yang dilakukan dari mulai

pengambilan data sampai akan dilakukan intervensi yang akan diberikan

pada mahasiswa profesi STIK Muhammadiyah Pontianak. Table 3.2 dan 3.3

menjelaskan rencana kegiatan dan jadwal yang akan dilakukan oleh peneliti.

Table 3. 2 Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan November Desember Januari Februari Maret April Mei


Seleksi dan
pengumuman
tema penelitian
Pengambilan
Data Awal
Masa konsulan
proposal
Seminar
proposal
Masa revisian
proposal
Uji etik
penelitian
Pengumpulan
dan Analisa data
Ujian hasil
penelitian
Pengumpulan
dan publikasi

Table 3.3 Jadwal Penelitian

Kegiatan Januari Februari Maret April Mei


Mengumpulkan responden dan
Permohonan menjadi responden
Menjelaskan prosedur intervensi
Persetujuan responden untuk
keikutsertaan dalam penelitian
Pemberian lembar observasi Pretest
Pemberian ice massage dan moxibustion
Pemberian lembar observasi posttest
Analisa data pretest dan post test
90

M. Etika Penelitian

Penelitian yang berjudul “Efektivitas Moxibustion Dan Ice Massage

Terhadap Nyeri Musculoskeletal Pada Mahasiswa Profesi STIK

Muhammadiyah Pontianak” telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik

STIK Muhammadiyah Pontianak dengan No. Surat

38/II.I.AU/KET.ETIK/II/2020.

Penelitian ilmu keperawatan pada umumnya melibatkan manusia

sebagai subjek penelitian, maka penulis harus memahami prinsip-prinsip etika

penelitian. Suatu penelitian harus berpedoman pada norma dan etika

(Nursalam, 2009). Menurut Dharma (2011) terdapat empat prinsip utama

dalam etik penelitian keperawatan.

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human diginity).

Peneliti harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat dan

martabat manusia. Responden memiliki hak asasi dan kebebasan untuk

menentukan pilihan ikut atau menolak penelitian (autonomy). Tidak boleh

ada paksaan atau penekanan tertentu agar subjek bersedia ikut dalam

penelitian. Subjek dalam penelitian juga berhak mendapatkan informasi

yang terbuka dan lengkap tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan

dan manfaat penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan

yang mungkin didapat dan kerahasiaan informasi.

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan

mempertimbangkannya dengan baik, subjek kemudian menentukan

apakah akan ikut serta atau menolak sebagai subjek penelitian. Prinsip ini
91

tertuang dalam pelaksanaan informed consent yaitu persetujuan untuk

berpartisipasi sebagai subjek penelitian setelah mendapatkan penjelasan

yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang keseluruhan pelaksaan

penelitian.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and

confidentiality).

Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak asasi

untuk mendapatkan kerahasiaan informasi. Namun tidak bisa dipungkiri

bahwa penelitian menyebabkan terbukanya informasi tentang subjek.

Sehingga peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi yang

menyangkut privasi subjek yang tidak ingin identitas dan segala informasi

tentang dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan

dengan cara meniadakan identitas seperti nama dan alamat subjek

kemudian diganti dengan kode tertentu. Dengan demikian segala informasi

yang menyangkut identitas subjek tidak terekspos secara luas.

3. Menghormati keadilan dan iklusivitas (respect for justice inclusiveness).

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

secara penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan

dilakukan secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung

makna bahwa peneliti memberikan keuntungan dan beban secara merata

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.


92

4. Menghitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm

and benefits).

Prinsip ini mengandung makna setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek peneliti

dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (beneficience).

Kemudian mininimalisir resiko/ dampak yang merugikan bagi subjek

penelitian (non-malaficience). Prinsip ini harus diperhatikan oleh peneliti

ketika mengajukan usulan untuk mendapatkan persetujuan etik dan komite

etik penelitian. Penelitian harus mempertimbangkan rasio antara manfaat

dan kerugian /resiko dari penelitian.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Bab IV ini berisi tentang hasil pengumpulan data yang telah dilaksanakan

selama penelitian. Penelitian efektifitas moksibustion dan ice massage terhadap

nyeri gangguan musculoskeletal pada mahasiswa profesi STIK Muhammadiyah

Pontianak dilaksanakan selama kurang lebih 31 hari mulai dari tanggal 12

Februari 2020 sampai dengan tanggal 13 maret 2020. Pelaksanaan pengumpulan

data dilakukan oleh peneliti dibantu oleh mahasiswa profesi dan para dosen STIK

Muhammadiyah Pontianak.

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di STIK Muhammadiyah Pontianak yang

telah berdiri sejak tahun 2006 yang beralamat di Jalan Sungai Raya Dalam,

Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Jumlah mahasiswa profesi

regular di STIK Muhammadiyah sebanyak 70 responden, sedangkan

mahasiswa non regular atau program khusus sebanyak 63 responden dan

jumlah dosen yang mengajar sebanyak 42 dosen. STIK Muhammadiyah

Pontianak saat ini adalah Ns. Haryanto, MSN., Ph.D. Jarak yang ditempuh dari

rumah peneliti menuju lokasi penelitian sekitar 8,5 km dengan waktu tempuh

sekitar 30 menit melalui Jalan Desa Kapur menuju Jalan Ayani II.

B. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini sebanyak 30 responden mahasiswa

yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi kemudian dibagi menjadi dua

kelompok intervensi, kelompok pertama sebanyak 15 responden diberikan

93
94

intervensi berupa terapi moxibustion dan kelompok kedua sebanyak 15

responden responden diberikan intervensi berupa terapi ice massage. Adapun

karakteristik yang digambarkan dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin

dan tingkat nyeri responden.

C. Hasil Penelitian

1. Analisa Univariat

Analisa ini dilakukan untuk melihat karakteristik responden dan

distribusi frekuensi masing-masing variable independent (moxibustion dan

terapi ice massage) dan variable dependen (skala nyeri pada

musculoskeletal). Pada penelitian ini, analisa univariat menampilkan

distribusi frekuensi table, yang bertujuan untuk menampilkan karakteristik

responden berupa usia juga skala nyeri pretest dan posttest dari masing-

masing terapi.

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Pada Mahasiswa Profesi
Di STIK Muhammadiyah Pontianak (n=30)

Usia Jumlah Persentase %


21 1 3,3%
22 18 60,0%
23 7 23,3%
24 2 6,7%
25 2 6,7%
Total 30 100%
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden terbanyak berusia

22 tahun yaitu 18 responden (60,0%), usia 23 tahun sebanyak 7 responden

(23,3%), usia 24 tahun sebanyak 2 responden (6,7%) , usia 25 tahun

sebanyak 2 responden (6,7%), usia 21 tahun yaitu 1 responden (3,3%). Usia


95

yang termuda responden penelitian ini ialah 21 tahun dan yang tertua ialah

25 tahun.

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada
Mahasiswa STIK Muhammadiyah Pontianak (n=30)

Jenis Kelamin Jumlah Persentase %


Perempuan 25 83,3%
Laki-laki 5 16,7%
Total 30 100%
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa responden terbanyak berjenis

kelamin perempuan yang mendominasi pada penelitian ini sebanyak 25

responden (83,3%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 5 responden

(16,7%).

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Musculoskeletal (pretest kelompok
moxibustion) di STIK Muhammadiyah Pontianak (n=15)

Skala Nyeri Skor Nyeri Jumlah Persentase %


Nyeri Ringan 3 3 20,0%
(1-3)
Nyeri Sedang 4 2
(4-6) 5 5 66,7%
6 3
Nyeri Berat (7-10) 7 2 13,3%
Total 15 100%
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebelum diberikan terapi

moxibustion responden paling banyak mengalami nyeri dengan skala nyeri

sedang yaitu 10 responden (66,7%) (skala nyeri 4 sebanyak 2 responden,

Skala nyeri 5 sebanyak 5 responden dan skala nyeri 6 sebanyak 3

responden), skala nyeri ringan sebanyak 3 responden (20,0%) (skala nyeri 3

sebanyak 3 responden), dan skala nyeri berat yaitu 2 responden (13,3%)


96

(skala nyeri 7). Skor nyeri terendah pada pretest kelompok moxibustion

yaitu dengan skala nyeri 3 dan skor tertinggi dengan skala nyeri 7.

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Musculoskeletal (posttest kelompok
moxibustion) di STIK Muhammadiyah Pontianak (n=15)

Skala Nyeri Skor Nyeri Jumlah Persentase %


Tidak Ada Nyeri (0) 0 2 13,3%
Nyeri Ringan 2 6 53,3%
(1-3) 3 2
Nyeri 4 4
Sedang 5 1 33,3%
(4-6)
Total 15 100%
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa setelah diberikan terapi

moxibustion responden didominasi dengan skala nyeri ringan sebanyak 8

responden (53,3%) (skala nyeri 2 sebanyak 6 responden dan skala nyeri 3

yaitu 2 responden), nyeri sedang sebanyak 5 responden (33,3%) (skala nyeri

4 sebanyak 4 responden dan skala nyeri 5 sebanyak 1 responden) dan tidak

ada nyeri yaitu 2 responden (13,3%) (skala nyeri 0). Skor nyeri terendah

pada posttest kelompok moxibustion yaitu dengan skala nyeri 0 dan skor

tertinggi dengan skala nyeri 5.

Berdasarkan diagram 4.1 hasil intervensi yang dilakukan tampak

perubahan nyeri yang signifikan setelah dilakukan intervensi moxibustion

pada pasien didapatkan hasil nyeri hilang atau tidak dirasakan.


97

Diagram 4.1
Skala Nyeri Pretest Dan Posttest Intervensi Moxibustion

Skala Nyeri Pretest Dan Posttest Intervensi Moxibustion


8
7 7
7
6 6 6
6
5 5 5 5 5 5
5
4 4 4 4 4 4 4
4
3 3 3 3
3
2 2 2 2 2 2
2
1
0 0
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Skor Pretest Skor Posttest

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Musculoskeletal (pretest kelompok ice
massage) di STIK Muhammadiyah Pontianak (n=15)

Skala Nyeri Skor Nyeri Jumlah Persentase %


Nyeri Ringan 2 1 33,3%
(1-3) 3 4
Nyeri Sedang 4 2 46,7%
(4-6) 5 5
Nyeri Berat (7-10) 7 3 20,0%
Total 15 100%
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebelum diberikan terapi ice

massage responden paling banyak mengalami nyeri dengan skala nyeri

sedang yaitu 7 resonden (46,7%) (skala nyeri 4 sebanyak 2 responden dan

skala nyeri 5 sebanyak 5 responden), skala nyeri ringan sebanyak 5

responden (33,3%) (skala nyeri 2 sebanyak 1 responden, skala nyeri 3

sebanyak 4 responden), dan skala nyeri berat yaitu 3 responden (20,0%)

(skala nyeri 7). Skor nyeri terendah pada pretest kelompok ice massage

yaitu dengan skala nyeri 2 dan skor tertinggi dengan skala nyeri 7.
98

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Musculoskeletal (posttest kelompok
ice massage) di STIK Muhammadiyah Pontianak (n=15)
Skala Nyeri Skor Nyeri Jumlah Persentase %
Tidak Ada Nyeri (0) 0 2 13,3%
Nyeri Ringan 2 6 60,0%
(1-3) 3 3
Nyeri Sedang 4 2
(4-6) 5 1 26,7%
6 1
Total 15 100%
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa setelah diberikan terapi ice

massage responden didominasi dengan skala nyeri ringan sebanyak 9

responden (60,0%) (skala nyeri 2 sebanyak 6 responden dan skala nyeri 3

sebanyak 3 responden), nyeri sedang sebanyak 4 responden (26,7%) (skala

nyeri 4 sebanyak 2 responden, skala nyeri 5 yaitu 1 responden dan skala

nyeri 6 yaitu 1), dan tidak ada nyeri yaitu 2 responden (13,3%) (skala nyeri

0). Skor nyeri terendah pada posttest kelompok ice massage yaitu dengan

skala nyeri 0 dan skor tertinggi dengan skala nyeri 6.

Berdasarkan diagram 4.2 intervensi yang dilakukan tampak

perubahan nyeri yang signifikan setelah dilakukan intervensi ice massage

pada pasien didapatkan hasil nyeri hilang atau tidak dirasakan.


99

Diagram 4.2
Skala Nyeri Pretest Dan Posttest Intervensi Ice Massage

Skala Nyeri Pretest Dan Posttest Intervensi Ice Massage


8
7 7 7
7
6
6
5 5 5 5 55
5
4 4 4 4
4
3 3 3 3 3 3 3
3
2 2 22 2 2 2
2
1
0 0
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Skor Pretest Skor Posttest

2. Analisa Bivariat

Hasil uji normalitas data pada peneltian ini menunjukkan bahwa data

tidak berdistribusi normal sehingga Analisa bivariatnya pada penelitian ini

menggunakan wilcoxon untuk melihat pengaruh dari moxibustion dan terapi

ice massage terhadap nyeri musculoskeletal dan untuk melihat perbandingan

antara moxibustion dan terapi terapi ice massage digunakan uji Man-

Whitney.

Tabel 4.7
Hasil Uji Wilcoxon Pada Intervensi Moxibustion Dan Ice Massage Di STIK
Muhammadiyah Pontianak Pada Bulan Februari-Maret 2020

Hasil N Mean Std. Deviasi p.value


Moxibustion pretest dan 15 2,57 0,728 0,002
posttest
Ice massage pretest dan 15 2,87 0,777 0,009
posttest
Sumber: Data Primer (2020)
100

Dari tabel 4.7 diketahui bahwa pemberian intervensi moxibustion

memiliki pengaruh terhadap skala nyeri dengan p value 0,002, sedangkan

ice massage p value 0,009. Dengan rata-rata penurunan skala nyeri sebesar

2,57 untuk kelompok moxibustion dan 2,87 untuk kelompok ice massage.

Tabel 4.8
Hasil Uji Man-Whitney Moxibustion dan Terapi Ice Massage Di STIK
Muhammadiyah Pontianak Pada Bulan Februari-Maret 2020

Variabel Mean Std. Deviasi Std. Error P value


Mean
Moxibustion 2,57 0,728 0,133 0,006
Ice Massage 2,87 0,777 0,142 0,012
Sumber: Data Primer (2020)

Dari tabel 4.8 diketahui bahwa hasil uji Man-Whitney terhadap dua

jenis terapi dalam menurunkan nyeri musculoskeletal dengan p value 0,006

untuk kelompok moxibustion dan ice massage p value 0,012 yang berarti Ha

dapat diterima yaitu terdapat perbedaan efektivitas antara moxibustion dan

ice massage terhadap penurunan nyeri musculoskeletal.


BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang interpretasi dan diskusi hasil keterbatasan

penelitian dan implikasi terhadap pelayanan, Pendidikan dan penelitian.

A. Interpretasi Dan Diskusi Hasil

Hasil penelitian ini akan menjelaskan tentang tujuan penelitian yang

telah ditetapkan yaitu untuk mengetahui efektivitas antara moxibustion dan

terapi ice massage terhadap musculoskeletal pada mahasiswa profesi di STIK

Muhammadiyah Pontianak serta menjawab hipotesis penelitian yang telah

dirumuskan. Adapun pembahasan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Karakteristik usia responden

Usia dari 30 responden intervensi moxibustion dan terapi ice

massage yang terbanyak adalah berusia 22 tahun yaitu 18 responden

(60,0%), yang berusia 23 tahun sebanyak 7 responden (23,3%), yang

berusia 24 tahun sebanyak 2 responden (6,7%), yang berusia 25 tahun

sebanyak 2 responden (6,7%), dan yang berusia 21 tahun yaitu 1 responden

(3,3%). Usia pada penelitian ini dirasakan oleh mahasiswa profesi STIK

Muhammadiyah dari keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sakit.

Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu

yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,

ligament dan tendon.

Tawarka menjelaskan kekuatan maksimal otot terjadi pada saat umur

20–29 tahun, pada saat umur mencapai 60 tahun rata-rata kekuatan otot

101
102

menurun sampai 20% dan dari faktor lain dikarenakan sikap yang tidak

ergonomi mengakibatkan terjadinya muskuloskeletal disorders (dikutip

dalam Nuryaningtyas & Martiana, 2014, h.166).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI)

menjelaskan usia produktif yaitu antara 15–54 tahun (dikutip dalam

Nuryaningtyas & Martiana, 2014, h. 166). Dalam penelitian ini umur

responden antara 21-25 tahun sehingga masa tersebut masih usia kerja

produktif. Hal ini dikarenakan umur yang produktif mempengaruhi dalam

proses bekerja. Semakin tua umur seseorang maka semakin tinggi risiko

terjadinya keluhan otot, banyaknya umur perawat yang lebih 30 tahun

sangat berisiko tinggi mengalami keluhan otot sejalan dengan penurunan

kekuatan otot akibat semakin bertambahnya umur dan semakin tua.

Semakin lama berkerja dan di iringi dengan meningkatnya umur seseorang

maka terjadi proses degenerasi yang berakibat kepada berkurang stabilitas

pada tulang dan otot, hal itu mengakibatkan stabilitas di otot dan tulang

menurun (Helmina., et al, 2019, h. 25).

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan keluhan

musculoskeletal disorders, yang banyak terasa nyeri dibagian area

punggung, hal ini dikarenakan beban kerja pada mahasiswa profesi yang

sering dalam melakukan tindakan sehingga memicu terjadinya nyeri

musculoskeletal, serta seringnya melakukan gerakan yang dipaksakan,

postur tubuh yang tidak ergonomis, gerakan yang berulang-ulang, termasuk

mengangkat beban pasien yang berat, postur membungkuk, membengkok,


103

memutar, berdiri terlalu lama, dan menjaga posisi tubuh yang statis (Hou &

Shiao, 2015, h. 2). Mahasiwa profesi yang sedang dinas memiliki dibawah

umur rata-rata (25 tahun) untuk terkena keluhan MSDs. Trimunggara

menyatakan semakin bertambahnya umur individu, maka semakin tinggi

risiko individu mengalami kemerosotan elastisitas di tulang sehingga

memicu munculnya gejala (dikutip dalam Helmina., et al, 2019, h. 25).

Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Cindyastira (2014) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur

dengan keluhan musculoskleletal disorders pada pekerja unit produksi

paving block CV Sumber Galian Makasar pada tahun 2014 (Cindyastira., et

al, 2014, h. 8). Karakteristik responden usia pada penelitian ini berpengaruh

terhadap keluhan musculoskeletal karena umur yang produktif

mempengaruhi dalam proses bekerja. Semakin tua umur seseorang maka

semakin tinggi risiko terjadinya keluhan otot.

2. Karakteristik jenis kelamin responden

Jenis kelamin pada penelitian ini sebanyak 25 responden (83,3%)

pada perempuan. dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 5 responden (16,7%).

Michael menjelaskan secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah

dibandingkan dengan pria. Perbandingan otot paria dan wanita adalah 3:1

(dikutip dalam Munir, 2012, h. 26). Pada wanita keluhan ini lebih sering

terjadi pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause

juga menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon


104

estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri tersebut (Fathoni., et al,

2009, h. 136).

Tawarka (2014) menyatakan jenis kelamin berkaitan erat dengan

keluhan musculoskeletal disorders hal ini dikarenakan secara fisiologis

kemampuan otot laki-laki lebih kuat dibanding kemampuan otot perempuan.

Beberapa ahli berbeda pendapat mengenai pengaruh perbedaan jenis

kelamin dengan keluhan musculoskeletal, akan tetapi pada beberapa

peneIitian mendapatkan bahwa jenis kelamin menunjukan pengaruh yang

signifikan terhadap risiko keluhan otot. Kekuatan/kemampuan otot dimiliki

perempuan hanya sekitar dua per tiga dari kekuatan otot lakilaki, sehingga

kapasitas otot perempuan lebih kecil jika dibandingkan dengan kapasitas

otot laki-laki (dikutip dalam Helmina., et al, 2019, h. 25).

Hasil analisa pada penelitian ini bahwa karakteristik responden pada

jenis kelamin ini berpengaruh terhadap keluhan musculoskeletal karena

kekuatan/kemampuan otot dimiliki perempuan hanya sekitar dua per tiga

dari kekuatan otot laki-laki, sehingga kapasitas otot perempuan lebih kecil

jika dibandingkan dengan kapasitas otot laki-laki. Hal ini sejalan dengan

penelitian Naftalia bahwa jenis kelamin berpengaruh untuk terjadinya low

back pain dan didapatkan perawat perempuan yang mengalami low back

pain 67,5 % (dikutip dalam Sumangando., et al, 2017, h. 5). Menurut

peneliti dikarena saat dirumah sakit didominasi oleh perawat perempuan

dibanding laki-laki, sehingga beban kerja lebih berperngaruh pada perawat

perempuan dan menyebabkan keluhan nyeri punggung belakang.


105

Karakteristik jenis kelamin pada responden ini berpengaruh terhadap

keluhan musculoskeletal karena yang mendominsikan pada saat dinas di

rumah sakit ialah mahasiswa profesi perempuan dalam satu kelompok kecil,

sehingga beban kerja yang lebih berpengaruh pada perawat perempuan dan

menyebabkan keluhan musculoskeletal.

3. Efektivitas moxibustion terhadap nyeri musculoskeletal

Moxibustion adalah jenis pengobatan eksternal yang berdasarkan teori

dari traditional chinese medicine (TCM) dengan membakar gumpalan moxa

pada titik akupunktur (Hongyong Deng & Shen, 2013). Metode yang

digunakan dengan cara memanaskan bagian-bagian akupuntur di dalam

tubuh untuk melancarkan peredaran darah didalam tubuh.

Hasil pelenelitian yang dilakukan kepada 15 responden penelitian

yang diberikan intervensi moxibustion terdapat perbedaan skor nyeri

pretest dan posttest. Hasil analisa bivariat yang menggunakan uji Wilcoxon

skor nyeri pada kelompok intervensi moxibustion menunjukkan p value

0,002 yang berarti p > 0,05 dapat disimpulkan bahwa moxibustion efektif

menurunkan nyeri musculoskeletal.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gadau., et al (2014)

menunjukkan bahwa akupunktur yang dikombinasikan dengan moxibustion

lebih efektif dalam menurunkan nyeri dari pada penggunaan akupunktur

tanpa moxibustion, hal ini tentu saja menunjukkan ada peran penting dari

moxibustion terhadap nyeri pada pasien lateral elbow pain (h. 18).
106

Panas yang dihasilkan oleh moksa menstimulasi kulit agar

mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan

lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C delta-

A berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri. Panas

yang dihasilkan meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri dengan

menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin dan

prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang serat

saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi nyeri ke medulla spinalis

dan ke otak dihambat (Trianipurna, 2017).

Setelah 10 menit pemberian moxibustion pada daerah tubuh akan

memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika

reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem

efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi

perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada

medulla oblongata dari tungkai otak, di bawah pengaruh hipotalamik bagian

anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini

menyebabkan aliran darah ke setiap jaringan khususnya yang mengalami

radang dan nyeri bertambah sehingga mengalami penurunan skala nyeri

pada jaringan yang meradang (Trianipurna, 2017).

Penurunan tingkat nyeri musculoskeletal pada penelitian ini

berdasarkan analisis penelitian hal ini disebabkan stimulus panas dari

moxibustion yang diletakkan pada daerah punggung, panas yang dihasilkan

akan masuk sampai kedalam lapisan kulit. Hangat yang dihasilkan berfungsi
107

untuk mengatasi atau mengurangi nyeri yang menyebabkan dilatasi

pembuluh darah sehingga panas dapat meredakan iskemia dengan

menurunkan kontraksi otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga

dapat meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan serta meningkatkan

aliran darah di daerah persendian dengan menurunkan viskositas cairan

sinovial dan meningkatkan distensibilitas jaringan. Secara fisiologis respon

tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah,

menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot dan pada

akhirnya responden akan merasa rileks dan nyaman. Responden bisa

merasakan nyerinya berkurang dikarenakan faktor dari moksa yang bersifat

panas dan menghangatkan. Hangat yang dihasilkan berfungsi untuk

mengatasi atau mengurangi nyeri yang menyebabkan dilatasi pembuluh

darah sehingga panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan

kontraksi otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan

nyeri dengan mengurangi ketegangan serta meningkatkan aliran darah di

daerah persendian.

4. Efektivitas terapi ice massage terhadap nyeri musculoskeletal

Ice massage adalah tindakan pemijatan dengan menggunakan es pada

area yang sakit. Tindakan ini merupakan hal sederhana yang dapat

dilakukan untuk menghilangkan nyeri (Nurlis., et al, 2012, h. 186).

Pemberian terapi dingin dilakukan selama 5 sampai 10 menit. Aplikasi

menggunakan ice massage dapat memberikan perubahan pada kulit,


108

jaringan subkutan intramuscular, dan suhu pada persendian (dikutip dalam

Atmojo & Ambardini, 2017, h. 95).

Hasil yang didapatkan dari peneliti ini terhadap 15 responden yang

diberikan terapi ice massage terdapat perbedaan skor nyeri pada pretest dan

posttest. Hasil Analisa bivariat yang menggunakan uji Wilcoxon skor nyeri

pada kelompok intervensi ice massage menunjukkan p value 0,009 yang

berarti bahwa terapi ice massage juga efektif menurunkan nyeri

musculoskeletal.

Hal ini sejalan dengan teori Kozier., et al (2002) efek fisiologis yang

ditimbulkan oleh terapi dingin ini adalah vasoconstriction, merilekskan otot

pada otot yang mengalami spasme, menurunkan nyeri, memperlambat

perjalanan impuls nyeri dan meningkatkan ambang nyeri, dan memberikan

efek anastesi local. Nyeri yang dirasakan bersifat lokal tanpa penjalaran.

Pemberian terapi dingin berupa ice massage ini dapat merilekskan otot pada

otot yang spasme dan memberikan efek anastesi lokal sehingga dapat

digunakan sebagai terapi alternatif untuk mengurangi nyeri. Sesuai dengan

keluhan yang dirasakan responden dengan low back pain akibat mekanik,

responden merasakan nyeri lokal dan otot terasa pegal disekitar punggung

bawah. Pada penelitian ini sebagian besar responden menyatakan bahwa

mereka merasakan nyaman dan rileks saat dilakukan terapi dingin ice

massage ini. Gerakan memutar yang dilakukan di punggung bawah serta

rasa dingin yang dihasilkan membuat nyeri yang dirasakan menjadi

berkurang (dikutip dalam Nurlis., et al, 2012, h. 190).


109

Penelitian yang sebelumnya yang dilakukan oleh Hendrawan &

Lestari (2017) menunjukkan adanya efektifitas pemberian terapi ice

massage dan penguluran metode PNF terhadap penurunan derajat nyeri

pada kondisi myogenic. Hal ini tentu saja menunjukkan ada peran penting

dari ice massage terhadap nyeri pada responden (h.61).

Penurunan nyeri yang terjadi karena pemberian intervensi berupa

terapi ice massage pada punggung selama 10 menit pada penelitian ini

berdasarkan analisis peneliti disebabkan ice massage dapat distimulus

berupa sentuhan lembut ini merangsang hormon endorphin. Endhorpin

merupakan zat penghilang rasa nyeri yang diproduksi oleh tubuh. Semakin

tinggi kadar endorphin seseorang, semakin ringan rasa nyeri yang dirasakan.

Produksi endorphin dapat ditingkatkan melalui stimulasi kulit. Stimulasi

kulit meliputi massase, penekanan jari-jari dan pemberian kompres hangat

atau dingin yang dapat memberikan efek relaksasi pada otot dan

memberikan rasa nyaman. Faktor yang dapat mempengaruhi nyerinya

berkurang dikarena pemberian terapi ini memberikan efek anastesi local dan

ice massage tersebut terjadi proses vasokontriksi dimana, proses ini dapat

merilekskan otot pada otot yang spasme, sehingga dapat mengurangi nyeri

tersebut.

5. Perbandingan efektivitas antara moxibustion dan ice massage terhadap nyeri

musculoskeletal

a. Analisa uji man-whitney


110

Hasil penelitian menggunakan uji Man-Whitney menunjukkan

bahwa dari 15 responden dengan intervensi moxibustion dan 15

responden dengan intervensi ice massage diperoleh nilai p value= 0,006

pada moxibustion dan , p value = 0,012 pada ice massage, karena data

tidak berdistribusi normal maka nilai p > 0,05 yang artinya hipotesis

dapat diterima yaitu efektivitas moxibustion dan ice massage terhadap

nyeri musculoskeletal pada mahasiswa profesi STIK Muhammadiyah

Pontianak.

b. Analisa peneliti

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa intervensi moxibustion

lebih efektif dalam menurunkan nyeri musculoskeletal dari pada terapi

ice massage. Hal ini dikarenakan moxibustion tidak hanya memberikan

rasa nyaman karena panas yang dihasilkan dari gumpalan moxa tetapi

juga karena stimulus panas tersebut diberikan pada daerah yang sakit.

Stimulus panas yang dihasilkan masuk ke pembuluh darah sehingga

memperlancar aliran darah dan juga dapat membantu mengatasi

pengumpalan darah, merelaksasikan otot dan pada akhirnya

memeberikan kenyamanan pada responden. Hasil analisa responden

mengatakan nyerinya berkurang setelah dilakukan intervensi.

Penelitian ini sejalan dengan Xu., et al (2018) menunjukkan bahwa

terapi moxibustion dapat dilakukan secara signifikan mengurangi nyeri

punggung pada pasien osteoporosis primer. Hal ini menunjukkan bahwa


111

terapi moxibustion dapat menurunkan nyeri musculoskeletal pada

mahasiswa profesi.

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian

ini. Keterbatasan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian hanya menggunakan pengukuran secara subjektif (numeric pain

rating scale) untuk mengukur intensitas nyeri responden.

2. Seluruh responden adalah mahasiswa profesi dengan rentang usia hanya 21-

25 tahun, sehingga membatasi generalisasi hasil penelitian kekelompok usia

yang lebih beragam.

C. Implikasi Terhadap Pelayanan, Pendidikan Dan Penelitian

1. Implikasi terhadap masyarakat

Implikasi atau hal yang didapat dari penelitian ini bagi masyarakat

adalah masyarakat jadi mengetahui terapi non-farmakologi yang dapat

digunakan untuk menurunkan nyeri musculoskeletal.

2. Implikasi terhadap perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan

pengetahuan perawat dalam menjalankan perannya dalam pemberian asuhan

keperawatan khususnya yang bersifat mandiri non-farmakologi.

3. Implikasi terhadap institusi

Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pembaca dalam

pengembangan ilmu terutama tentang terapi non-farmakologi yaitu

moxibustion dan terapi ice massage terhadap penurunan musculoskeletal,


112

juga sebagai dasar penelitian untuk penelitian selanjutnya dengan penyebab

nyeri yang berbeda.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas kesimpulan dari penelitian yang dilakukan yang

dilakukan dan memberikan masukan bagi pihak terkait dan penelitian

selanjutnya terkait dengan efektivitas moxibustion dan ice massage

terhadap nyeri gangguan musculoskeletal pada mahasiswa profesi STIK

Muhammadiyah Pontianak

A. Kesimpulan

1. Gambaran nyeri sebelum diberikan terapi moxibustion responden paling

banyak mengalami nyeri dengan skala nyeri sedang yaitu 10 responden

(66,7%) (skala nyeri 4 sebanyak 2 responden, Skala nyeri 5 sebanyak 5

responden dan skala nyeri 6 sebanyak 3 responden), skala nyeri ringan

sebanyak 3 responden (20,0%) (skala nyeri 3 sebanyak 3 responden), dan

skala nyeri berat yaitu 2 responden (13,3%) (skala nyeri 7). Sesudah

dilakukan intervensi moxibustion mengalami perubahan skala nyeri dengan

skala nyeri ringan sebanyak 8 responden (53,3%) (skala nyeri 2 sebanyak 6

responden dan skala nyeri 3 yaitu 2 responden), nyeri sedang sebanyak 5

responden (33,3%) (skala nyeri 4 sebanyak 4 responden dan skala nyeri 5

sebanyak 1 responden) dan tidak ada nyeri yaitu 2 responden (13,3%) (skala

nyeri 0).

2. Gambaran nyeri sebelum dilakukan ice massage responden paling banyak

mengalami nyeri dengan skala nyeri sedang yaitu 7 resonden (46,7%) (skala

nyeri 4 sebanyak 2 responden dan skala nyeri 5 sebanyak 5 responden),

112
113

skala nyeri ringan sebanyak 5 responden (33,3%) (skala nyeri 2 sebanyak 1

responden, skala nyeri 3 sebanyak 4 responden), dan skala nyeri berat yaitu

3 responden (20,0%) (skala nyeri 7). Sesudah dilakukan intervensi ice

massage responden didominasi dengan skala nyeri ringan sebanyak 9

responden (60,0%) (skala nyeri 2 sebanyak 6 responden dan skala nyeri 3

sebanyak 3 responden), nyeri sedang sebanyak 4 responden (26,7%) (skala

nyeri 4 sebanyak 2 responden, skala nyeri 5 yaitu 1 responden dan skala

nyeri 6 yaitu 1), dan tidak ada nyeri yaitu 2 responden (13,3%) (skala nyeri

0).

3. Umur responden pada penelitian ini antara 21-25 tahun berpengaruh

terhadap keluhan musculoskeletal karena umur yang produktif

mempengaruhi dalam proses bekerja. Semakin lama berkerja dan di iringi

dengan meningkatnya umur seseorang maka terjadi proses degenerasi yang

berakibat kepada berkurang stabilitas pada tulang dan otot, hal itu

mengakibatkan stabilitas di otot dan tulang menurun. Perawat yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 25 responden (83,3%) dan jenis kelamin laki-

laki sebanyak 5 responden (16,7%). Maka karakteristik responden pada usia

dan jenis kelamin berpengaruh terhadap nyeri musculoskeletal, dikarekan

saat dirumah sakit didominasi oleh perawat perempuan dibanding laki-laki,

sehingga beban kerja lebih berperngaruh pada perawat serta diringi

meningkatnya usia maka akan berkurangnya stabilitas otot dan

menyebabkan munculnya keluhan nyeri musculoskeletal.


114

4. Dikarenakan data pada penelitian ini tidak berdistibusi normal maka uji

paired tidak bisa dilakukan dan diganti dengan uji Wilcoxon. Hasil uji

Wilcoxon pada moxibustion memiliki pengaruh terhadap skala nyeri dengan

p value 0,002, sedangkan ice massage p value 0,009. Hal ini dperkuat

dengan beberapa jurnal yang mendukung bahwa moxibustion dapat

mengurangi nyeri pada musculoskeletal.

5. Dikarenakan data tidak berdistirbusi normal, maka uji independent T test

tidak bisa dilakukan maka diganti dengan uji Man-Whitney. Hasil uji Man-

Whitney terhadap dua jenis terapi dalam menurunkan nyeri musculoskeletal

dengan p value 0,006 untuk kelompok moxibustion dan ice massage p value

0,012 yang berarti Ha dapat diterima yaitu terdapat perbedaan efektivitas

antara moxibustion dan ice massage terhadap penurunan nyeri

musculoskeletal. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa intervensi

moxibustion lebih efektif dalam menurunkan nyeri musculoskeletal dari

pada terapi ice massage.

6. Terdapat perbedaan efektifitas antara moxibustion dan terapi ice massage

terhadap penurunan nyeri musculoskeletal pada mahasiswa profesi STIK

Muhammadiyah Pontianak dengan p value = 0,006 pada moxibustion dan p

value 0,0012 pada terapi ice massage, dimana moxibustion lebih efektif dari

pada terapi ice massage karena moxibustion memberikan panas yang

dihasilkan dari gumpalan moxa tetapi juga karena stimulus panas tersebut

diberikan pada daerah yang sakit. Stimulus panas yang dihasilkan masuk ke

pembuluh darah sehingga memperlancar aliran darah dan juga dapat


115

membantu mengatasi pengumpalan darah, merelaksasikan otot dan pada

akhirnya memberikan kenyamanan pada responden.

B. Saran

Berkaitan dengan penelitian yan telah dilaksanakan yaitu efektivitas

moxibustion dan ice massage terhadap nyeri musculoskeletal pada mahasiswa

profesi STIK Muhammadiyah Pontianak maka peneliti mengajukan beberapa

saran sebagai berikut:

1. Untuk pelayanan kesehatan

Disarankan untuk tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan

agar dapat meningkatkan ilmu pengetahuan, memberikan informasi

kepada pasien tentang terapi non farmakologi sebagai penanganan nyeri.

Perlu juga bagi perawat untuk sesekali melakukan peregangan otot

sebelum bekerja dan setelah melakukan pekerjaan, agar otot tidak

mengamali kelelahan.

2. Untuk institusi

Disarankan kepada pihak institusi STIK Muhammadiyah Pontianak

menerapkan atau memberikan mata kuliah tentang ergonomik pada

mahasiswa STIK Muhammadiyah dapat menerapkan terapi non-

farmakologi yang dapat dilakukan sendiri sebagai penanganan nyeri

musculoskeletal.

3. Untuk peneliti selanjutnya


116

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti varibel

lainnya seperti, ice pack pada nyeri nyeri pada punggung belakang, untuk

sampel pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mengambil usia

lanjut untuk mengetahui nyeri yang lebih representative.


DAFTAR PUSTAKA
Adrian. (2018). Kesemutan. Retrieved March 20, 2019, From Alodokter Website:
www.alodokter.com/sering-kesemutan-ini-penyebabnya
Aghnia, A. D. (2017). Pemetaan Keluhan Muskuloskeletal Disorders Berdasarkan
Faktor Pekerjaan Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Bekasi
(Thesis Tidak Dipublikasi). Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakata.
Akevren, S. (2010). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan
Musculosceletal Disorders Pada Welder Di Bagian Fabrikasi Pt. Caterpillar
Indonesia Tahun 2010 (Thesis Dipublikasi) (Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta). Retrieved From https://www.google.com/search?
q=faktor-
faktor+yang+berhubungan+dengan+keluhan+musculosceletal+disorders+pad
a+welder+di+bagian+fabrikasi+pt.
+caterpillar+indonesia+tahun+2010&oq=faktor-
faktor+yang+berhubungan+dengan+keluhan+musculosceletal+disorders+pad
a+we
Albugis, & Dina, Y. (2009). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Kasir Swalayan Di Kota Pontianak.
Tingkat Risiko (Risk Level) Musculoskeletal Disorders (Msds) Di Workshop
Steel Tower Berdasarkan Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) Di
PT, P. 3. Retrieved From http://repository.unmuhpnk.ac.id/id/eprint/263
Arofah. (2010). Dasar-Dasar Fisioterapi Pada Cedera Olahraga. P. 3. Retrieved
From https://www.google.com/search?q=terapi+dingin+(cold+therapy)
+dalam+penanganan+cedera+olahraga&oq=terapi+dingin+(cold+therapy)
+dalam+penanganan+cedera+olahraga&aqs=chrome..69i57.1015j0j4&sourc
eid=chrome&ie=utf-8#
Atmojo, W. T., & Ambardini, R. L. (2017). Efektivitas Kombinasi Terapi Dingin
Dan Massage Dalam Penanganan Cedera Ankle Sprain Akut. Medikora, XVI,
91–110. Retrieved From
https://journal.uny.ac.id/index.php/medikora/article/download/23485/11714
Bukhori, E. (2010). Hubungan Factor Risiko Pekerjaan Dengan Terjadinya
Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Tukang Angkut Beban
Penambang Emas Di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak Tahun 2010.
Caring Nursing Jounal, 3(2), 24. Retrieved From
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
Chen, R., Chen, M., Xiong, J., Yi, F., Chi, Z., & Zhang, B. (2010). Comparison
Of Heat-Sensitive Moxibustion Versus Fluticasone/Salmeterol (Seretide)
Combination In The Treatment Of Chronic Persistent Asthma: Design Of A
Multicenter Randomized Controlled Trial. National Center For
Biotechnology Information, 11. Retrieved From
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc3247033/
Cho K, C. H. And H. G. (2016). Risk Factors Associated With Musculoskeletal
Symptoms In Korean Dental Practitioners. Jurnal Kedokteran Universitas
Lampung, 1, 56–62. Retrieved From https://www.google.com/search?
safe=strict&biw=1366&bih=657&ei=gxv_xzi6ezo89qofzo_waw&q=ergono
mi+sebagai+upaya+pencegahan+musculoskeletal+disorders+pada+pekerja&
oq=ergonomi+sebagai+upaya+pencegahan+musculoskeletal+disorders+pada
+pekerja&gs_l=psy-ab.3..0.19
Cindyastira, D., Russeng, S. S., & Wahyuni, A. (2014). Hubungan Intensitas
Getaran Dengan Keluhan Muskuloskeletal Disorders ( Msds ) Pada Tenaga
Kerja Unit Produksi Paving Block Cv . Sumber Galian Makassar (Thesis
Dipublikasi). Bagian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Fakultas
Kesehatan Masyarakat Unhas, 1–13. Retrieved From
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/10572
De Castro, A. B. (2015). Resiko Jenis Pekerjaan Terhadap Keluhan
Muskuloskeletal Disorders Pada Perawat Rumah Sakit. The American
Nurses Association’s Campaign To Address Work-Related Musculoskeletal
Disorders, P. 2. Retrieved From jurnal.ftumj.ac.id/index.php/semnastek
%0aissn
Deng, Hongyong, & Shen, X. (2013). The Mechanism Of Moxibustion : Ancient
Theory And Modern Research. Evidence-Based Complementary And
Alternative Medicine, 2013, 7. Retrieved From
http://dx.doi.org/10.1155/2013/379291
Dharma, K. K. (2011). Metodelogi Penelitian Keperawatan: Panduan
Melaksanakan Dan Menerapkan Hasil Penelitian (1st Ed.). Jakarta: Trans
Info Media.
Fathoni, H., Handoyo, & Swasti, K. G. (2009). Hubungan Sikap Dan Posisi Kerja
Dengan Low Back Pain Pada Perawat Di RSUD Purbalingga. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal Of Nursing), 4(3), 136.
Retrieved From https://www.google.com/search?
safe=strict&ei=c7sfxtyub4ab9qp1-
yuidg&q=hubungan+sikap+dan+posisi+kerja+dengan+low+back+pain+
+pada+perawat+
+di+rsud+purbalingga+&oq=hubungan+sikap+dan+posisi+kerja+dengan+lo
w+back+pain++pada+perawat+
+di+rsud+purbalingga+&gs_lcp=cgzwc3ktywiqa1ct57eowil5sshg_46ykggac
ab4aiab0zqiaetuazibctytms4yljaunjgbakabaaabaqobb2d3cy13axqwaqa&sclie
nt=psy-ab&ved=0ahukewic4pqzusnoahwgtx0khfx8aueq4dudcao&uact=5#
Frontera, W. R., & Silver, J. K. (2015). Essensials Of Physical Medicine And
Rehabilitation. Ergonomi Sebagai Upaya Pencegahan Musculoskeletal
Disorders Pada Pekerja, 1(2), 180–183. Retrieved From
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/jk/article/download/1643/1601
Gadau, M., Yeung, W. F., Liu, H., Zaslawski, C., Tan, Y. S., Wang, F. C., &
Zhang, S. P. (2014). Acupuncture And Moxibustion For Lateral Elbow Pain:
A Systematic Review Of Randomized Controlled Trials. Us National Library
Of Medicine National Institutes Of Health, 14, 136. Retrieved From
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc4012509/
Garg, A., Owen, B. ., & Carlson, B. (2015). Resiko Jenis Pekerjaan Terhadap
Keluhan Muskuloskeletal Disorders Pada Perawat Rumah Sakit. Junal
Universitas Muhammadiyah Jakarta, P. 2. Retrieved From
https://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:tjbmtiugfjuj:https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek/article/vie
w/517+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id
Hartono. (2012). Akupresur Untuk Berbagai Penyakit (1st Ed.). Yogjakarta:
Sebuah Imprit Dari Penerbit Andi.
Helmina, Diani, N., & Hafifah, I. (2019). Hibungan Umur , Jenis Kelamin , Masa
Kerja Dan Kebiasaan Pada Perawat. Caring Nursing Jounal, 3(1), 23–30.
Retrieved From journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
Hendrawan, A., & Lestari, N. (2017). Pijat Es Dan Penguluran Metode Fasilitasi
Propioceptif Neuromuskuar Dalam Mengurangi Derajat Nyeri Pada Nyeri
Punggung Bawah Miogenik. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad, X(1), 61–66.
Retrieved From
https://jka.stikesalirsyadclp.ac.id/index.php/jka/article/view/73
Hidayat, A. A. A. (2011). Metodelogi Penelitian Keperawatan Dan Teknik
Pengambilan Data (1st Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Hou, J.-Y., & Shiao, J. S.-C. (2015). Resiko Jenis Pekerjaan Terhadap Keluhan
Muskuloskeletal Disorders Pada Perawat Rumah Sakit. Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta, P. 2. Retrieved From
jurnal.ftumj.ac.id/index.php/semnastek
Iridiastadi, & Yassierli. (2019). Ergonomi: Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya. Caring Nursing Jounal, 3, 24. Retrieved From
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
Judha, M., Sudarti, Fauziah, & Arofah. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri
Persalinan (1st Ed.). Retrieved From https://scholar.google.co.id/scholar?
oi=bibs&cluster=3163954926632610473&btni=1&hl=en
Kementrian Kesehatan RI. (2016). PMK Nomor 48 Tentang Standar K3
Perkantoran. Jakarta: Kementrian Kesehatan. Caring Nursing Jounal, 3(224).
Retrieved From journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
Lederas, S., & Felsenfeld, A. (2012). Ergonomic And The Dental Office: An
Overview And Consideration Of Regulatory Influence. Badan Penelitian
Dan Pengembangan Kesehatan, P. 71. Retrieved From
https://www.google.com/search?
safe=strict&biw=1366&bih=657&ei=5x3_xavsj-
hxz7spjysxkau&q=gangguan+muskuloskeletal+pada+praktik+dokter+gigi+d
an+upaya+pencegahannya&oq=gangguan+muskuloskeletal+pada+praktik+d
okter+gigi+dan+upaya+pencegahannya&gs_l=psy-ab.3..0
Lestari. (2015). Pengaruh Stretching Terhadap Keluhan Muskuloskeletal Pada
Perawat Di Ruang Ratna Dan Medical Surgical RSUP Sanglah. Universitas
Sumatera Utara, Medan, P. 2. Retrieved From
https://www.google.com/search?
q=perbedaan+keluhan+muskuloskeletal+sebelum+dan+sesudah+pemberian+
workplace+stretching-
exercise+pada+perawat+di+rsia+badrul+aini+medan+tahun+2015&safe=stri
ct&source=lnms&sa=x&ved=0ahukewinuam628jmahwdyyskhuxqaaeq_auic
sga&biw=
Lukman, & Nurma, N. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Lusiana, N., Andriani, R., & Megasari, M. (2015). Buku Ajar Metodelogi
Penelitian Kebidanan. Buku Ajar Metodelogi Penelitian Kebidanan (1st Ed.,
P. 20). Retrieved From https://books.google.co.id/books?
id=iepocaaaqbaj&printsec=frontcover&dq=buku+ajar+metodologi+penelitia
n+kebidanan&hl=id&sa=x&ved=0ahukewiprpwom8bmahuph7cahdjpcgeq6a
eikdaa#v=onepage&q=buku ajar metodologi penelitian kebidanan&f=false
Mangku, & Senapathi. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia Dan Reanimasi (1st
Ed.). Retrieved From https://www.google.com/search?
safe=strict&ei=lw__xbxii7slmged1yfgca&q=citation+
%22+menurut+mangku+dan+senapathi+
%282010%29+ada+berbagai+cara+yang+dipakai+untuk+mengukur+derajat
+nyeri
%2c+cara+yang+sederhana+dengan+menentukan+derajat+nyeri+secara+kua
litatif
Mardana. (2009). Panduan Tatalaksana Nyeri Operatif. (1st Ed.; PP Idsal.
Pimpinan Dokter Spesialis Anestesiologi Dan Terapi Intensif Indonesia,
Ed.). Retrieved From https://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:lbnvodwamsoj:https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_
dir/0a3e5b2c21e3b90b485f882c78755367.pdf+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=i
d
Maysyaroh. (2016). Hubungan Patient Handling Dengan Kejadian
Musculoskeletal Disorders Pada Perawat Di RSU PKU Muhammadiyah
Delanggu. Caring Nursing Jounal, 3(2), 24. Retrieved From
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
Mccauley, B. (2012). Ergonomics: Foundational Principles, Aplications, And
Technologies. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung, 1, 373. Retrieved
From https://www.google.com/search?
safe=strict&biw=1366&bih=657&ei=gxv_xzi6ezo89qofzo_waw&q=ergono
mi+sebagai+upaya+pencegahan+musculoskeletal+disorders+pada+pekerja&
oq=ergonomi+sebagai+upaya+pencegahan+musculoskeletal+disorders+pada
+pekerja&gs_l=psy-ab.3..0.19
Mitchell, & Tamara. (2010). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders Pada Welder Di Bagian Fabrikasi Pt. Caterpillar
Indonesia Tahun 2010 " The Great Stretching Debate. Sally Longyear
(Thesis Dipublikasi) (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
Retrieved From
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25983/1/wita
handayani-fkik.pdf
Munir, S. (2012). Analisis Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Bagian Final
Packing Dan Part Supply Di PT. X Tahun 2012 (Universitas Indonesia).
Retrieved From http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20313339-t 31724-analisis
nyeri-full text.pdf
Nandar, S. (2018). Nyeri Secara Umum ( General Pain ) (1st Ed.; E. Arisetijono,
M. Husna, B. Munir, & D. Rahmawati, Eds.). Malang: Universitas Brawijaya
Press (UB Press).
NIOSH (National Institute For Occupational Safety And Health). (2010).
Pemetaan Keluhan Muskuloskeletal Disorders Berdasarkan Faktor Resiko
Pekerjaan Pekerja Produksi Baskso CV Unique Mandiri Permasa Bekasi
Tahun 2017 (Thesis Dipublikasi) (Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta). Retrieved From
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35977/1/agin
darojatul aghnia-fkik.pdf
Notoatmojo. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan (1st Ed.). Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmojo. (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Nuha Medika.
Nurchairiah, A., Hasneli, Y., & Indriati, A. (2013). Efektifitas Kompres Dingin
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Dahlia
Rsud Arifin Achmad. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu
Keperawatan, P. 1–7. Retrieved From https://www.google.com/search?
safe=strict&biw=1366&bih=657&ei=rh7_xe7ifzce9qoykp2ocq&q=efektifita
s+kompres+dingin+terhadap+intensitas+nyeri+pada+pasien+fraktur+tertutup
+di+ruang+dahlia+rsud+arifin+achmad&oq=efektifitas+kompres+dingin+ter
hadap+intensitas+n
Nurlis, E., Bayhakki, & Erika. (2012). Pengaruh Terapi Dingin Ice Massage
Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada Penderita Low Back Pain. Jurnal
Ners Indonesia, 2(2), 185–191. Retrieved From
https://www.google.com/search?
q=pengaruh+terapi+dingin+ice+massage+terhadap+perubahan+intensitas+ny
eri+pada+penderita+low+back+pain&oq=pengaruh+terapi+dingin+ice+mass
age+terhadap+perubahan+intensitas+nyeri+pada+penderita+low+back+pain
&aqs=chrome..69i57.1285j0j7&sourceid=chrome&ie=utf-8#
Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan (Edisi 1; Tim Editor Salemba Medika, Ed.). Jakarta: Salemba
Medika.
Nursalam. (2009). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan (1st Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Nuryaningtyas, B. M., & Martiana, T. (2014). Analisis Tingkst Musculoskeletal
Disorders (Msds)Dengan The Rapid Upper Limbs Assessment (RULA) Dan
Karakteristik Individu Terhadap Keluhan Msds. The Indonesian Journal Of
Occupational Safety And Health, 3(2), 166. Retrieved From
http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-k331e290a467full.pdf
Physiopedia. (2017). Numeric Pain Rating Scale. Retrieved From
https://www.physio-pedia.com/numeric_pain_rating_scale
Pratama, & Yuantari. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Musculoskeletal Disorders Pada Pekerja Cleaning Service RSUD Kota
Semarang 2015, Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. Caring
Nursing Jounal, 3(2), 24. Retrieved From
http://eprints.dinus.ac.id/17475/.diakses tanggal 23 oktober 2018.
Puspitasari, C. B. (2014). Pemberian Kompres Dingin Terhadap Penurunan Skala
Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Tn. P Dengan Fraktur Femur 1/3 Proksimal
Dextra Di Ruang Mawar 2 Rsud Dr. Moewardi Surakarta (Thesis
Dipublikasi) (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta).
Retrieved From https://www.google.com/search?
safe=strict&biw=1366&bih=657&ei=dsd_xc2cmvjhz7sp4p2piam&q=pembe
rian+kompres+dingin+terhadap+penurunan+skala+nyeri+pada+asuhan+kepe
rawatan+tn.
+p+dengan+fraktur+femur+1%2f3+proksimal+dextra+di+ruang+mawar+2+r
sud+dr.+moewardi+su
Putri, S. E., Suwandi, T., & Makomulamin. (2018). Hubungan Angkat Angkut
Pasien Dengan Keluhanmusculoskeletal Disorders (Msd’s) Pada Perawat
Ruang Rawatinap Rsud Teluk Kuantan Tahun 2018. Jurnal Photon, 9, 2018.
Retrieved From https://www.google.com/search?
q=hubungan+angkat+angkut+pasien+dengan+keluhan+musculoskeletal+diso
rders+(msds)
+pada+perawat+ruang+rawat+inap+rsud+teluk+kuantan+tahun+2018&oq=h
ubungan+angkat+angkut+pasien+dengan+keluhan+musculoskeletal+disorde
rs+(msds)+pada
Rahman, A. (2019). Analisis Postur Kerja Da Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Pekerja Beton Sektor
Informal Di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa
Tahun 2017. Caring Nursing Jounal, 3, 24. Retrieved From
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
Rakasiwi A.M. (2014). Aplikasi Terapi Dinginsesudah Pelatihan Lebih Baik
Dalam Mengurangi Terjadinya Delayed Onset Muscle Soreness Daripada
Tanpa Terapi Dinginpada Otot Hamstring (Thesis Dipublikasi) (Program
Pascasarjana Universitas Denpasar; Vol. 16). Retrieved From
https://www.google.com/search?
q=efektivitas+kombinasi+terapi+dingin+dan+masase+dalam+penanganan+c
edera+ankle+sprain+akut&oq=efektivitas+kombinasi+terapi+dingin+dan+m
asase+dalam+penanganan+cedera+ankle+sprain+akut&aqs=chrome..69i57.8
27j1j9&sourceid=chrome&
Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan Dilengkapi Contoh
Koesioner Dan Laporan Penelitian (1st Ed.; A. Fiddarain, Ed.). Yogjakarta:
Nuha Medika.
Sangatri, L. B. (2014). Makalah Moksibusi. Retrieved November 25, 2014, From
https://www.scribd.com/doc/248151918
Sherman, S. (2013). Moxibustion Therapy: Uses & Benefits Of Moxibustion.
Retrieved January 17, 2013, From Empirical Point Acupuncture
Acupuncture & Oriental Medicine, Located In Philadelphia, PA Website:
https://www.philadelphia-acupuncture.com/moxibustion-therapy/
Sigami. (2007). Treatment Of Neck And Back Pain. Jurnal Ners Indonesia, 2, 2.
Retrieved From https://www.google.com/search?
safe=strict&biw=1366&bih=657&ei=vdh_xc7xapa_3lupsqovkak&q=treatme
nt+of+neck+and+back+brothers+medical+publisher+ltd.
+pengaruh+terapi+dingin+ice+massage+terhadap+perubahan+intensitas+nye
ri+pada+penderita+low+back+pain&oq=treat
Suma’mur. (2014). Kesehatan Kerja Dalam Perspektif Hiperkes Dan Keselamaan
Kerja. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung, 1. Retrieved From
https://www.google.com/search?
safe=strict&biw=1366&bih=657&ei=gxv_xzi6ezo89qofzo_waw&q=ergono
mi+sebagai+upaya+pencegahan+musculoskeletal+disorders+pada+pekerja&
oq=ergonomi+sebagai+upaya+pencegahan+musculoskeletal+disorders+pada
+pekerja&gs_l=psy-ab.3..0.19
Sumangando, M., Rottie, J., & Lolong, J. (2017). Hubungan Beban Kerja Perawat
Dengan Kejadian Low Back Pain (Lbp) Pada Perawat Pelaksana Di RS TK.
III R.W Monginsidi Manado. Ejoural Keperawatan, 5, 5. Retrieved From
https://www.google.com/search?
q=hubungan+beban+kerja+perawat+dengan+kejadian+low+back+pain+(lbp)
+pada+perawat+pelaksana+di+rs+tk.
+iii+r.w+monginsidi+manado&oq=hubungan+beban+kerja+perawat+dengan
+kejadian+low+back+pain+(lbp)+pada+perawat+pelaksana+di+rs+tk.
+iii+r.w+monginsidi+manado&aqs=chrome..69i57.1935j0j7&sourceid=chro
me&ie=utf-8#
Tawarka. (2010). Ergonomi Industri. Surakarta: Harapan Press. Jurnal Unair,
3(2), 161. Retrieved From http://journal.unair.ac.id/k3@analisis-tingkat-
risiko-muskuloskeletal-disorders-(msds)-dengan-the-rapid-upper-limbs-
assessment-(rula)-dan-karakteristik-individu-terhadap-keluhan-msds-article-
9194-media-39-category-16.html
Tawarka. (2014). Hibungan Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja Dan Kebiasaan
Olahraga Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Perawat.
Caring Nursing Jounal, 3(1), 24. Retrieved From
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-
nursing/article/download/245/194
Traditional Chinese Medicine (TCM) World Foundation. (2016). Yin And Yang
Theory. Retrieved From December 20, 2017 Website:
https://www.tcmworld.org/what-is-tcm/yin-yang-theory/.
Trianipurna, A. (2017). Kompres Hangat Pada Penderita Nyeri Sendi Berfungsi
Untuk Mengatasi Atau Mengurangi Nyeri Yang Menyebabkan Dilatasi
Pembuluh Darah Sehingga Panas Dapat Meredakan Iskemia Dengan
Menurunkan Kontraksi Otot Dan Melancarkan Pembuluh Darah. Retrieved
March 21, 2017, From Kompasiani Beyond Bloggin Website:
https://www.kompasiana.com/triani/58d1590950f9fd5f339c446a/pengaruh-
kompres-hangat-terhadap-nyeri-sendi-pada-lansia
Umay, I. (2017). Pemetaan Keluhan Muskuloskeletal Disorders Berdasarkan
Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja Produksi Bakso Cv Unique Mandiri Perkasa
Bekasi Tahun 2017 (Thesis Dipublikasi) (Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta; Vol. 01). Retrieved From http://www.albayan.ae
Wang, L. (2005). Pengobatan Tradisional Ala China Dilengkapi Dengan Berbagai
Penyakit Umumdari A-Z, Yang Meliputi: Herbal China, Ramuan Obat
Tradisional, Pijat China (Thui Na), Terapi Makanan, Qi Qong, Tai Chi
(Kozier. (2). Jakarta.
Wolf, Potter, Sledge, Boxerman, Grayson, & Evanoff. (2006). Resiko Jenis
Pekerjaan Terhadap Keluhan Muskuloskeletal Disorders Pada Perawat
Rumah Sakit. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah, 5-14,48.
Retrieved From jurnal.ftumj.ac.id/index.php/semnastek
World Health Organization (WHO). (2016). Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan
Musculoskeletal Disorder’s Pada Supir Angkutan Umum Gajah Mada Kota
Medan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9, 461–467. Retrieved From
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/preventif
World Health Organization (WHO). (2017). Pemetaan Keluhan Muskuloskeletal
Disorders Berdasarkan Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja Produksi Bakso Cv
Unique Mandiri Perkasa “Burden Major Of Musculoskeletal Condition”
(Thesis Dipublikasi) (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1438). Retrieved From
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35977/1/agin
darojatul aghnia-fkik.pdf
Xu, D., Xu, H., Liu, J., Wang, T., W, W., Liu, L., … Cao, Y. (2018). Effect Of
Thunder-Fire Moxibustion On Pain , Quality Of Life , And Tension Of
Multifidus In Patients With Primary Osteoporosis : A Randomized
Controlled Trial. Medical Science Monitor, 2937–2945.
https://doi.org/10.12659/msm.909725
Xu, J., Lin, R., Wu, Y., Wang, Y., Liu, J., Zhang, Y., … Li, X. (2015). Effect Of
Stimulating Acupoint Guanyuan (CV 4) On Lower Back Pain By Burning
Moxa Heat For Different Time Lengths: A Randomized Controlled Clinical
Trial. Journal Of Traditional Chinese Medicine, 35(1), 36–40.
https://doi.org/10.1016/s0254-6272(15)30006-6
Yang, J, Lao, L., Yang, M., Chen, J., Luo, X., & Liang F. (2015). Use Of
Moxibustion To Treat Primary Dysmenorrhea At Two Interventional Times:
Study Protocol For A Randomized Controlled Trial. Biomed Central, 16,35.
Https://Doi.Org/10.1186/S13063-015-0552-1 Trials
Lampiran 1

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Setiawati Lestari

Nama Panggilan : Setia/ Tia

Tempat/ Tanggal Lahir : Pontianak, 06 Mei 1998

Agama : Islam

Alamat : Jalan Tanjung Raya II GG. Family, Kecamatan

Pontianak Timur.

Hobi : Membaca, Menyanyi, Memasak, Menonton.

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Status Dalam Keluarga : Anak pertama dari dua bersaudara

Nama Ayah : Effendi

Nama Ibu : Halijah Daeng Sidek

Email : sr162100015@stikmuhptk.ac.id
Facebook : Setiawati Lestari

Motto : Kepp trying, never give up, keep your chin up and

be happy.

SD : SDN N 09 Pontianak Timur ( Lulusan 2010)

SMP : SMP N 21 Tepadu Pontianak imur (Lulusan 2013)

SMA : SMA N 06 Pontianak Timur (Lulusan 2016)

Kuliah : Program Studi S1 Keperawatan STIK

Muhammadiyah Pontianak (2016 - Sekarang)


Lampiran 2

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan hormat,

Saya Setiawati Lestari, mahasiswi Program Studi S1 Sekolah Tinggi Ilmu

Keperawatan Muhammadiyah Pontianak bermaksud melakukan penelitian yang

berjudul “Efektivitas Moxibustion dan Ice Massage terhadap Nyeri Gangguan

Musculoskeletal pada Mahasiswa Profesi STIK Muhammadiyah Pontianak”.

Tujuan dalam penelitian ini yaitu melihat apakah ada efektivitas moxibustion

dan ice massage terhadap nyeri musculoskeletal di STIK Muhammadiyah

Pontianak. Segala informasi yang diberikan melalui lembar observasi yang telah

disusun oleh peneliti dijamin kerahasiaannya dan peneliti bersedia bertanggung

jawab apabila informasi yang diberikan akan merugikan. Saudara berhak untuk

bersedia ataupun menolak menjadi responden apabila ada pernyataan yang tidak

berkenan.

Sehubungan dengan itu, saya memohon kesediaan saudari untuk ikut

berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden penelitian dengan mengisi

lembar observasi yang akan peneliti berikan. Peneliti memohon kepada saudari

untuk memberikan jawaban yang jujur sesuai dengan apa yang saudara ketahui

dan rasakan. Atas perhatian dan kesediaan saudari, saya ucapkan terima kasih.

Pontianak, Januari 2020

Peneliti,

Setiawati Lestari
Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN

Saya Setiawati Lestari, mahasiswa dari STIK muhammadiyah Pontianak akan

melakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Moxibustion dan Ice Massage

terhadap Nyeri Gangguan Musculoskeletal pada Mahasiswa Profesi STIK

Muhammadiyah Pontianak”.

Tujuan dalam penelitian ini yaitu melihat apakah ada efektivitas moxibustion

dan ice massage terhadap nyeri musculoskeletal di STIK Muhammadiyah

Pontianak. Penelitian ini membutuhkan 30 responden, dengan lembar observasi

sebagai alat penelitian dimana responden diminta untuk melingkari angka pada

skala nyeri dilembar observasi tersebut, sesuai dengan gambaran rasa nyeri yang

anda alami, penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

bulan Februari tahun 2020.

A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian

Saudari dapat mengikuti dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila

saudari sudah memutuskan memberikan izin untuk ikut serta dalam penelitian

ini, maka saudari diharapkan dapat mengisi dan menandatangani lembar

persetujuan. Saudari juga dapat mengundurkan diri dalam penelitian ini jika

berubah pikiran atau tidak berkenaan untuk dilakukan penelitian.

B. Prosedur Penelitian

Apabila saudari telah memberikan izin untuk berpatisipasi dalam

penelitian ini, maka akan diminta untuk mendatangani lembar persetujuan

sebanyak rangkap dua, satu untuk saudara simpan, dan satu untuk peneliti.
Prosedur selanjutnya adalah saudara akan diberikan 2 buah lembar observasi

pretest dan posttes kemudian saudari akan diminta untuk mengisi lembar

observasi pretest dengan memberikan kolom pada skala nyeri saat saudari

mengalami nyeri musculoskeletal di daerah punggung, kemudian saudari dapat

menghubungi peneliti untuk menyerahkan lembar observasi pretest dan

melakukan kontrak waktu untuk pemberian salah satu intervensi (tindakan).

Setelah dilakukan intervensi saudari diminta untuk mengisi lembar lembar

observasi posttest dan memberikan kolom pada skala nyeri saat saudari

mengalami nyeri musculoskeletal, dan saudari diminta menghubungi peneliti

kembali untuk menyerahkan lembar observasi tersebut, Adapun prosedur

pemberian intervensi sebagai berikut:

1. Moxibustion

Yang et al., (2015) menjelaskan prosedur pemberian moxibustion

sebegai berikut:

a. Respon diberikan posisi supine

b. Pada titik yang akan diberikan intervensi dilapisi selapis handuk tipis

c. Ujung moxa stick celupkan ke alcohol, kemudian bakar sebentar dan

padamkan

d. Moxa box diletakkan ke titik nyeri dan kemudian moxa stick yang sudah

dibakar ditancapkan ke moxa box.

e. Selanjutnya moxa stick dibakar dan didekatkan pada titik selanjutnya

yaitu 3 jari diatas mata kaki kiri dan kanan dengan jarak 2,5 sampai 3 cm

dari permukaan kulit.


f. Intervensi diberikan 5-10 menit disetiap titik

g. Frekuensi pemberian intervensi dilakukan sebanyak 3 kali selama 2

minggu.

2. Ice Massage

Puspitasari (2014) menjelaskan prosedur pemberian ice massage

sebegai berikut:

a. Memberi salam, menjelaskan tujuan tindakan, menjelaskan langkah

prosedur kepada pasien

b. Siapkan termos es untuk meletakkan es bantu

c. Pasien diposisikan tengkurap senyaman mungkin dan diberi selimut

hanya sebatas pervis

d. Letakkan handuk dibawah perut pasien agar tetesan air dan es tidak

membasahi

e. Bungkus es dengan plastic setelah itu mulai di massage kan ke punggung

pasien. Cara massage nya adalah dengan salah satu tangan memfiksasi

plastik agar tidak bergeser, kemudian tangan yang lainnya menekan es

tersebut ke punggung pasien dengan gerakan memutar

f. Lakukan ice massage selama 5-10 menit atau sampai otot terasa kaku,

tebal (rasa nyeri tidak ada)

g. Perhatikan kenyamanan pasien

h. Setelah selesai,selimut dibuka selebar pelvic

i. Es diambil dan plastik dibuka

j. Keringkan bagian tubuh pasien yang diterapi


k. Rapikan peralatan

l. Mengevaluasi tindakan

m. Pamitan.

C. Kewajiban subjek penelitian

Sebagai subjek penelitian, Saudari berkewajiban mengikuti aturan atau

petunjuk penelitian seperti yang tertulis diatas. Bila ada yang belum jelas,

saudari dapat bertanya lebih lanjut kepada peneliti.

D. Resiko, Efek Samping dan Penanganannya

Pada perlakukan moxibustion, apabila jarak moxa-stick dengan kulit

terlalu dekat akan menimbulkan kemerahan, gatal, sampai melepuh. Namun

pada penelitian ini kulit anda akan dilapisi handuk lembab dan moxa box

sebagai penyangga agar moxa stick tidak menyentuh kulit secara langsung.

Jika sampai terjadi peneliti akan menyiapkan salap luka bakar sebagai

penanganannya. Untuk perlakuan terapi ice massage tidak ada efek samping.

E. Manfaat

Keuntungan yang didapatkan adalah rasa rileks, dan mengetahui

pengaruh kedua perlakuan dalam meredakan atau mengurangi nyeri

musculoskeletal disorders.

F. Kerahasian

Semua informasi yang berkaitan dengan indentitas sudari sebagai

responden akan dirahasiakan dan hanya dipergunakan dalam penelitian ini.

Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas saudari.


G. Pembiayaan

Semua biaya yang terkait dengan penelitian akan ditanggung oleh

peneliti tanpa menerima sedikitpun biaya pada responden.

H. Informasi Tambahan

Saudari diberi kesempatan untuk menyakan semua hal yang belum jelas

sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu membutuh penjelasan

lebih lanjut dapat menghubungi peneliti Setiawati Lestari no 089522259150

atau melalui email sr162100015@stikmuhptk.ac.id


Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN UNTUK KEIKUT SERTAAN

DALAM PENELITIAN

Semua penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan oleh:

Nama : Setiawati Lestari

NIM : SR162100015

Mahasiswa dari STIK Muhammadiyah Pontianak tentang “Efektivitas

Moxibustion dan Ice Massage terhadap Nyeri Gangguan Musculoskeletal

pada Mahasiswa Profesi STIK Muhammadiyah Pontianak” telah disampaikan

kepada saya dan semua pertanyaan telah dijawab oleh peneliti. Saya dapat

menanyakan kepada Setiawati Lestari secara langsung melalui nomor

089522259150 atau melalui email sr162100015@stikmuhptk.ac.id, jika

memerlukan penjelasan lagi.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan SETUJU untuk

berpatispasi dalam penelitian ini

Kode Responden : (diisi oleh peneliti)

Tanggal :

Tanda tangan respon :

Inisial respon :

Tanda tangan saksi :

Nama sanksi :
Lampiran 5

Lembar Observasi

Kode Responden

Umur :

Semester /Kelas :

Program studi :

Skala nyeri (pretest) :

(berikan kolom nomor yang menggambarkan tingkat nyeri yang anda rasakan).

(Sumber : Physiopedia, 2017)


Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9

DOKUMENTASI PENELITIAN
Lampiran 10
Lampiran 11
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI
Nama : Setiwati Lestari
NIM : SR162100015
Dosen Pembimbing I : Ns. Hidayah, M. Kep
Judul Skripsi : Efektivitas Moxibustion dan Ice Massage Terhadap
Nyeri Musculoskeletal Pada Mahasiswa Profesi STIK
Muhammadiyah Pontianak

No Tanggal Masukkan Pembimbing Tanda Tangan


Pembimbing
1 4 April 2020 - Distribusi frekuensi kan
yang digunakan. Bukan
mean,standar deviasi
dllnya. Sesuaikan dengan
di DO. Kalau distribusi
frekuensi dan persentase
yang digunakan
- Usia 23 tahun sebanyak 7
responden (23,3%), Usia
24 tahun sebanyak 2
responden (6,7%), Usia
25 tahun sebnyak 2
responden (6,7%), Usia
21 tahun yaitu 1
responden (3,3%)
- Tidak perlu
mencantumkan standar
deviasi.
- Penyajian tabel
disesuaikan dengan hasil
ukur yang sudh tercantum
dalam definisi
operasional.

BAB V Pembahasan:
28 April 2020 - Selain ini, analisis perlu
diperkuat lagi dengan
penjelasan mengenai
faktor apa saja yang
mempengaruhi kenapa
hasil penelitian si peneliti
bisa sejalan/tidak sejalan
dengan hasil penelitian
sebelumnya atau teori
yang ada sebelumnya
- Tambahkan beberapa
kalimat biar bisa jadi 1
paragraf. Ini masih 1
kalimat
- Ganti penggunaan kata
“hal ini “ dengan bahasa
5 Mei 2020 yang lain
- Pindahkan tahun dibawah
ke bagian ini Gadau., et al
(2014)
- Redaksi kalimatnya
diubah sedikit
“Penurunan tingkat nyeri
muskuloskletal pada
penelitian ini berdasarkan
analisis peneliti, hal ini
disebabkan karena
stimulus panas dari ........
(lanjutkan sendiri) Selain
ini, analisis perlu
diperkuat lagi dengan
penjelasan mengenai
faktor apa saja yang
mempengaruhi kenapa
hasil penelitian si peneliti
bisa sejalan/tidak sejalan
dengan hasil penelitian
sebelumnya atau teori
yang ada sebelumnya.
- Tambahkan beberapa
kalimat tambahan yang
menghubungkan
penjelasan paragraf satu
dan 2. ini masih dikatakan
2 kalimat bukan satu
paragraf
- Penambahan kalimat pada
setiap kata yang kurang.

- Tambahkan hasil
penelitian sebelumnya
yang sejalan /tidak sejalan
12 Mei 2020 dengan temuan hasil
penelitian si peneliti
- Redaksi kalimat
diperbaiki dan hindari
penulisan kata berulang-
ulang
Contoh : penggunaan kata
“dapat” yang berulang
kali
- Kesimpulan itu menjawab
tujuan umum dan tujuan
khusus yang dibuat. Jadi
harus sejalan
pembahasannya
- Isi skripsi full dari cover
hingga bab III dikirimkan
juga ke saya saat
konsultasi di tahap
selanjutnya. Agar bisa
dilihat sinkron tidakny
bab 4 dan 5 yang dibuat
dengan BAB 1 nya
- Kalimat yang dihapus dan
diganti jadi mahasiswa,
dan perbaikan kata
sepertu table.
- BAB Pembahasan :
- Untuk menjawab tujuan
khusus didalam
kesimpulan itu bukan
mengulang-ngulang
statement yang ada
didalam pembahasan. Jadi
perlu diperbaiki redaksi
kalimatnya dan berikan
justifikasinya atau
alasannya kenapa
hasilnya seperti itu
- BAB Kesimpulan dan
Saran
- Berikan justifikasinya
kenapa hasil
penelitiannya dapatnya
seperti itu.
- Usahakan saran dibuat
lebih aplikatif dan
berisikan rekomendasi
peneliti berdasarkan hasil
penelitian tersebut Bagi
tenaga kesehatan ............
dst

- Abstrak :
- Kata 250-300, secara
singkat pada dan jelas.
- Analisa data apa yang
17 Mei 2020 digunakan.
BAB I :
- Ganti kata di tujuan
umum dan khusus,
seperti: Diketahui,
teridentifikasi, dan
redaksi kalimat.
- BAB III :
- Hapus kata yang masih
rencana diganti jadi
jadwal kegiatan.
- Penelitian yang
berjudul”....” telah
mendapatkan persetujuan
dari Komite Etik STIK
Muhammadiyah
Pontianak dengan No.
Surat............
- Dideskripsikan pada saat
proses penelitian
dilakukan bagaimana
penerapan 4 konsep etik
ini dilaksanakan oleh
peneliti. Aplikasinya
seperti apa?
- BAB Kesimpulan dan
Saran
- Berikan justifikasi di uji
Wilcoxon dan man-
whitney.
- ACC, di BAB III, kata
akan di hapus, lebih
baiknya .

- Tanda titiknya cuma Satu


saja
28 Juni 2020 - A.
- B.
- Dst
- Jadikan satu paragraph di
teori moxibustion
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI
Nama : Setiwati Lestari
NIM : SR162100015
Dosen Pembimbing I : Ns. Wuriani, M. Pd., M. Kep
Judul Skripsi : Efektivitas Moxibustion dan Ice Massage Terhadap
Nyeri Musculoskeletal Pada Mahasiswa Profesi STIK
Muhammadiyah Pontianak

No Tanggal Masukkan Tanda Tangan


Pembimbing Pembimbing
1 10 Maret 2020 Konsultasi
Mengenai data
yang mau diinput
ke SPSS
11 Maret 2020 Konsul
interpretasi data
30 Maret 2020 Konsul BAB IV:
1. Lihat buku
panduan
penulisan
2. Judul table
gunakan 1
spasi
3. Kalua bias dan
mampu grafik
pre dan post
dijadikan satu.
4. Pembahasan
masih kurang
membahas
perpoint,
bagaimana pre
dan post pda
masing masing
intervensi.
27 April 2020 1. Nama bulan
diawali huruf
kapital
2. Table 1 spasi
3. Lanjutkan
BAB V
Pembahasan.

19 Mei 2020 Abstrak 150-200


Kata
Cantumkan tujuan
moksa didefinisi
operasional
Surat izin
perizininan di
cantumkan

Anda mungkin juga menyukai