Anda di halaman 1dari 51

0

Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
1
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

PERTEMUAN 1
PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan,


khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-
orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian
satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan - khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu
mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk
pencapaian satu beberapa tujuan. (Kartini Kartono, 1994 : 181).

Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting


dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam organisasi. Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi
perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu
(Thoha, 1983:123). Sedangkan menurut Robbins (2002:163) Kepemimpian adalah
kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan
menurut Ngalim Purwanto (1991:26) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian
kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan
sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada
kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.

Dari pengertian di atas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain:

1) Kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi
tempat pemimpin dan anggotanya berinteraksi,
2) Di dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses mempengaruhi
bawahan oleh pemimpin, dan
3) Adanya tujuan bersama yang harus dicapai.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
2
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

Pemimpin jika dialihbahasakan ke bahasa Inggris menjadi "LEADER", yang


mempunyai tugas untuk me-LEAD anggota disekitarnya. Sedangkan makna LEAD adalah:

➢ Loyality, seorang pemimpin harus mampu membangkitkan loyalitas rekan kerjanya


danmemberikan loyalitasnya dalam kebaikan.
➢ Educate, seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi rekan-rekannya dan
mewariskanknowledge pada rekan-rekannya.
➢ Advice, memberikan saran dan nasehat dari permasalahan yang ada
➢ Discipline, memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakkan
kedisiplinan
dalam setiap aktivitasnya.

Pemimpin adalah Orang yang mempunyai kemampuan dalam mempengaruhi orang


lainTERLAHIR DARI :

1. Genetik/Keturunan Leaders are born Leaders born


2. Sosial/Lingkungan Leaders are made Leaders made
3. Ekologis/Bakat(1 & 2) Leaders are born and made

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
3
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

PERTEMUAN II

PEMIMPIN SEBAGAI PENGGERAK

Magnet seperti yang kita kenal memiliki


kekuatan untuk menarik benda-benda yang
terbuat dari besi dan semacamnya. Seolah-olah,
dalam diri magnet ada daya tarik yang bisa
menggerakkan benda lain. Inilah kelebihan yang
dimiliki oleh magnet.Ia memiliki kemampuan
bisa menggerakkan dan memiliki daya tarik
untuk benda-benda feromagnetik di sekitarnya.
Benda feromagnetik adalah benda yang bisa ditarik dengan kuat oleh magnet. Seperti
benda-benda berbahan dasar besi dan beberapa logam lainnya.
Berbicara soal magnet bisa menarik dan menggerakkan benda-benda sekitar, tak
berbeda dengan fungsi seorang pemimpin. Pemimpin adalah sosok yang bisa menarik dan
menggerakkan orang-orang yang ia pimpin. Pemimpin tak akan berhasil jika tak bisa
menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya.
Ada 3 cara untuk membuat besi menjadi bersifat sebagai magnet.
1. Membuat Magnet dengan Cara Menggosok. Caranya besi digosok dengan salah
satu ujung magnet tetap. Arah gosokan dibuat searah agar magnet elementer yang
terdapat pada besi letaknya menjadi teratur dan mengarah ke satu arah.
2. Membuat Magnet dengan Cara Induksi.Besi dan baja dapat dijadikan magnet
dengan cara induksi magnet. Besi dan baja diletakkan di dekat magnet tetap.
Magnet elementer yang terdapat pada besi dan baja akan terpengaruh atau
terinduksi magnet tetap yang menyebabkan letaknya teratur dan mengarah ke satu
arah.
3. Membuat Magnet dengan Cara Arus Listrik. Selain dengan cara induksi, besi
dan baja dapat dijadikan magnet dengan arus listrik. Besi dan baja dililiti kawat
yang dihubungkan dengan baterai. Magnet elementer yang terdapat pada besi dan
baja akan terpengaruh aliran arus searah (DC) yang dihasilkan baterai.
Dari ketiga metode diatas, sebenarnya bisa kita ambil hikmah, bahwa untuk berproses
menjadi sebuah magnet, ada beberapa hal yang harus dilalui. Diantarannya adalah sebuah
besi harus dekat dengan besi yang sudah memiliki kekuatan magnet. Filosofi yang

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
4
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

terbangun sebagai seorang pemimpin adalah kita harus berani dekat dan mendekat kepada
orang-orang yang kita pimpin.
Dari proses ini, kita bisa belajar bahwa untuk menjadi seorang yang memiliki arti di
tengah masyarakat luas yang bisa menarik dan menggerakkan masyarakat diperluakan
sikap konsisten dalam hidupnya. Jangan sampai sebagai seorang pemimpin penggerak kita
mudah terombang-ambing pada suatu kondisi. Hal ini membahayakan karena pengikut kita
akan bingung untuk mengikuti kita. Inkonsistensi inilah yang harus senantiasa kita hindari
baik secara sikap maupun tindakan.Apalagi, sebagai seorang pemimpin yang memiliki
banyak pengikut.
Akhirnya, untuk menjadi seorang pemimpin yang bisa menarik dan menggerakkan kita
perlu belajar pada proses pembuatan besi menjadi magnet. Berani dekat dengan orang
yang ia pimpin dan konsisten dalam sikap maupun tindakan. yakinlah, jika kedua sikap ini
senantiasa dipegang oleh seorang pemimpin, maka ia akan bisa menarik dan
menggerakkan rakyatnya ataupun orang yang ia pimpin ibarat seorang magnet yang
menggerakkan dan menarik besi-besik di sekitarnya. (Wayhu Priambodo/ Ktbr infopublik-
lmj)

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
5
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

PERTEUMUAN III

STRUKTUR ORGANISASI DI ATAS KAPAL

A. Tugas dan Tanggung jawab Nahkoda


Struktur organisasi kapal terdiri dari seorang Nakhoda selaku pimpinan umum
di atas kapal dan Anak Buah kapal yang terdiri dari para perwira kapal dan non
perwira/bawahan (subordinate crew). Nahkoda adalah orang yang bertanggung
jawab terhadap keseluruhan kapal, muatan dan keselamatan setiap kru. Seorang
nahkoda haruslah merupakan navigator yang handal dan berpengalaman.
Tugas dan tanggungjawab nahkoda sangatlah besar dan mencakup kondisi kapal
secara keseluruhan. Misalkan seorang Mualim sedang bertugas di anjungan
sewaktu kapal mengalami kandas. Meskipun pada saat itu Nakhoda tidak berada di
anjungan, akibat kandas itu tetap menjadi tanggung jawab Nakhoda. Contoh yang
lain seorang Masinis sedang bertugas di Kamar Mesin ketika tiba-tiba terjadi
kebakaran dari kamar mesin. Maka akibat yang terjadi karena kebakaran itu tetap
menjadi tanggung jawab Nakhoda. Tugas dan tanggung jawab Nahkoda dapat
dijabarkan melalui penjelasan sebagai berikut:
1. Nakhoda Merupakan Pemegang
Kewibawaan Umum
Mengandung pengertian bahwa semua orang yang
berada di atas kapal, tanpa kecuali harus taat serta
patuh kepada perintah-perintah Nakhoda demi
terciptanya keamanan dan ketertiban di atas kapal.
Tidak ada suatu alasan apapun yang dapat dipakai
oleh orang-orang yang berada di atas kapal untuk
menentang perintah Nakhoda sepanjang perintah
itu tidak menyimpang dari peraturan perundang-
undangan. Setiap penentangan terhadap perintah
Gambar 1 : Ilustrasi Nahkoda Nakhoda yang demikian itu merupakan
pelanggaran hukum, sesuai dengan pasal 459 dam
460 KUH. Pidana, serta pasal 118 UU. No.21, Th. 1992. Jadi menentang perintah
atasan bagi awak kapal dianggap menentang perintah Nakhoda karena atasan itu
bertindak untuk dan atas nama Nakhoda.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
6
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

2. Nakhoda sebagai Pemimpin Kapal


Nakhoda bertanggung jawab dalam membawa kapal berlayar dari pelabuhan
satu ke pelabuhan lain atau dari tempat satu ke tempat lain dengan selamat, aman
sampai tujuan terhadap penumpang dan segala muatannya.
3. Nakhoda sebagai Penegak Hukum
Nakhoda adalah sebagai penegak atau abdi hukum di atas kapal sehingga apabila
di atas kapal terjadi peristiwa pidana, maka Nakhoda berwenang bertindak selaku
Polisi atau Jaksa. Dalam kaitannya selaku penegak hukum, Nakhoda dapat
mengambil tindakan antara lain :
• menahan/mengurung tersangka di atas kapal
• membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
• mengumpulkan bukti-bukti
• menyerahkan tersangka dan bukti-bukti serta Berita Acara
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang begitu besar, Nahkoda
dibantu oleh beberapa perwira dan ABK sesuai dengan struktur organisasi yang
berlaku di atas kapalnya. Struktur organisasi tersebut bukanlah struktur yang baku,
karena tiap kapal bisa berbeda struktur organisasinya tergantung jenis, fungsi dan
kondisi kapal tersebut. Umumnya kapal terdiri dari departemen deck, engine,
catering, dan departemen radio. Berikut adalah salah satu contoh struktur organisasi
di suatu kapal :

Gambar : Contoh Struktur Organisasi di Kapal

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
7
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

A. Tugas dan Tanggungjawab Perwira


➢ Chief Officer atau yang juga disebut Mualim I merupakan kepala departemen
deck. Dia dibantu oleh Mualim II, Mualim III atau terkadang Mualim IV.
Departemen deck juga terdiri dari Bosun dan Carpenter (keduanya adalah petty
officers) dan sejumlah ratings yang terdiri dari Able Seamen (AB) dan
Ordinary Seamen (OS). Departemen Deck bertanggung jawab dalam navigasi
kapal dengan aman dan ekonomis dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain.
Nahkoda merupakan navigator yang berpengalaman dan menentukan haluan
terbaik kapal.
➢ Mualim II bertanggung jawab membantu Nahkoda untuk menjaga agar kapal
tetap pada haluannya dan merawat seluruh peralatan yang digunakan untuk
keperluan navigasi. Tugas departemen deck lainnya adalah terkait penanganan
dan pengaturan muatan yang merupakan tanggungjawab dari Mualim I. Pada
saat kapal tidak berisi muatan, Mualim I harus memastikan bahwa ruang palka
bersih dan dipersiapkan untuk pengisian muatan berikutnya.
➢ Mualim III bertanggung jawab terhadap peralatan keselamatan. Dia harus
memastikan semua peralatan keselamatan dapat berfungsi dengan baik ketika
diperlukan, terutama dalam kondisi emergensi. Bosun dan carpenter langsung
bertanggung jawab kepada Mualim I. Bosun memastikan bahwa instruksi
Mualim dilaksanakan oleh kru kapal. Bosun memiliki pengetahuan dan
pengalaman dalam tali temali. Tugas sehari-hari carpenter adalah mengukur
muatan yang ada di dalam tanki. Dia juga bertanggung jawab mengoperasikan
windlass (mesin jangkar) saat jangkar dinaikkan atau diturunkan.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
8
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

PERTEMUAN IV-V
KESALAHAN MANUSIA (HUMAN ERROR)

Faktor manusia merupakan hal yang penting dalam dunia maritim. Kapal memiliki
lingkungan kerja yang tidak biasa dan bahkan terkadang tidak ramah bagi manusia.
Kurangnya kontak dengan keluarga, berbagai budaya yang hidup bersama, dan tingkat
kejenuhan yang tinggi menyebabkan resiko terjadinya kesalahan dalam bekerja.
Rita Grech menggambarkan sebuah piramida untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan
yang pada umumnya didasari dari tindakan atau kebiasaan yang tidak aman. Dari gambar
dibawah ini dapat dilihat bahwa kecelakaan (accident) merupakan puncak dari beberapa
kejadian (incident). Diperlukan usaha yang komprehensif guna meminimalisir terjadinya
kecelakaan / nyaris (Near Misses), dan usaha tersebut harus berawal dari mengurangi
kebiasaan-kebiasaan atau tindakan tidak aman (unsafe acts) yang dilakukan oleh personil
diatas kapal.

Accidents

Incidents

Near Misses

Unsafe Acts

Gambar : Piramida Kecelakaan

A. Pengertian Human Error


Dalam dunia transportasi, human error memiliki peranan besar dalam terjadinya
beragam kecelakaan. Sanders dan Mc Cormick mendefinisikan human error sebagai
“keputusan atau perilaku yang tidak tepat atau tidak diinginkan yang mengurangi atau
memiliki potensi mengurangi efektifitas, keselamatan atau kerja suatu sistem”. Human
error umunya tidak terjadi secara tersendiri, namun bergabung dengan masalah lainnya.
Seringkali konsep human error berakhir pada kesimpulan bahwa diperlukan tindakan
intervensi terhadap operator manusia, tetapi seringkali masalahnya tidak terletak hanya
pada seorang individu. Dengan demikian, untuk dapat memahami human error kita

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
9
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

perlu memahami kontribusi yang diberikan manusia terhadap keberhasilan dan


keselamatan system.
Dekker menyatakan bahwa human error memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Human error bukan merupakan penyebab kegagalan, namun merupakan efek atau
pertanda bahwa ada masalah yang lebih besar.
2. Human error tidak terjadi secara acak (random), namun berhubungan secara
sistematis dengan peralatan, tugas dan lingkungan manusia.
3. Human error bukan merupakan hasil akhir dari suatu investigasi, namun merupakan
titik awal.

B. Model Human Error dan Pengelolaannya


Human error dapat dilihat dari dua sudut pandang: pendekatan manusia dan
pendekatan system. Setiap pendekatan memiliki penyebab error yang berbeda-beda
sehingga memiliki filosofi pengelolaan error yang berbeda pula. Memahami perbedaan
ini penting untuk menghadapi resiko kecelakaan yang mungkin dapat terjadi.
1. Pendekatan Manusia
Pendekatan ini berfokus pada perilaku manusia yang tidak aman dan
pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh personil. Pendekatan ini memandang
bahwa perilaku tidak aman berasal dari proses mental yang menyimpang dari
kebiasaan seperti: mudah lupa, kurang perhatian, motivasi rendah, kecerobohan,
kelalaian, dan bekerja serampangan.

Cara mengatasinya pada umumnya diarahkan untuk mengurangi perilaku


manusia yang tidak diinginkan, misalnya: dengan memasang poster untuk
memperingatkan personil, membuat prosedur baru atau merevisi prosedur yang
sudah ada, memberikan tindakan disiplin, ancaman pengadilan, training ulang,
menyalahkan atau mengolok-olok orang yang melakukan kesalahan. Pengikut
pendekatan ini cenderung menganggap kesalahan sebagai masalah moral, mereka
berpendapat bahwa hal buruk terjadi pada orang yang tidak baik.

2. Pendekatan Sistem
Pandangan dasar pendekatan ini adalah manusia dapat berbuat salah dan
kesalahan merupakan hal yang wajar terjadi, bahkan di organisasi terbaik
sekalipun. Kesalahan dipandang sebagai konsekuensi, bukan penyebab.
Penanggulangannya berdasar pada asumsi bahwa kita tidak dapat mengubah

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
10
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

kondisi manusia, namun kita dapat mengubah kondisi dimana manusia bekerja. Ide
pokoknya adalah pertahanan terhadap sistem. Semua tekhnologi memiliki sisi
positif dan negatif, hambatan dan perlindungan. Ketika suatu kesalahan terjadi,
masalah penting bukan tentang siapa yang salah namun mengapa dan bagaimana
system pertahanan gagal dilaksanakan.

C. Tipe-tipe Kesalahan Manusia


Tipe kesalahan manusia dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

HUMAN FAILURE

tidak sengaja sengaja

Error Non-Compliance

pelanggaran

Thinking
Action Error
Error
tidak Routine Situational Exceptional
direncanakan
direncanakan

Action-based Memory-based Rule-based Knowledge-based


(SLIP) (LAPSE) (MISTAKE) (MISTAKE)

Gambar : Diagram Tipe Kesalahan Manusia

1. Action Error

Berhubungan dengan tugas yang familiar dilakukan yang membutuhkan tingkat


perhatian sadar yang rendah. Kesalahan ini terjadi apabila perhatian teralihkan,
meskipun hanya sesaat. Orang melakukan apa yang sebenarnya tidak ingin
dilakukan. Kesalahan ini umum terjadi saat kegiatan pemeliharaan dan perbaikan.
a. Slip (Error of commission)
Kesalahan fisik yang sederhana, dan seringkali terjadi. Misalnya salah menekan
tombol, salah menarik tuas.
b. Lapse (Error of omission)
Kesalahan dalam memori jangka pendek, melewatkan suatu langkah dalam
melakukan pekerjaan. Misalnya menyalakan pompa padahal selang belum
dipasang.
Cara menanggulangi:

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
11
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

• Desain lingkungan kerja yang konsisten. Misalnya tombol turun berarti on


dan naik berarti off.
• Penggunaan checklist dalam prosedur.
• Melakukan cross-check terhadap tugas-tugas yang penting.
• Menyingkirkan hal-hal yang dapat mengganggu perhatian.
• Menyediakan waktu yang cukup untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
• Menggunakan alarm dan peringatan untuk membantu mendeteksi
kesalahan.
2. Thinking Error
Merupakan kesalahan dalam pengambilan keputusan atau salah dalam menilai
sesuatu. Kesalahan ini melibatkan proses mental seperti: perencanaan,
pengumpulan informasi, komunikasi, dll). Suatu tindakan dilaksanakan seperti
yang telah direncanakan secara sadar, namun tindakan tersebut tidaklah tepat.
Orang melakukan hal yang salah, namun berpikir bahwa tindakannya adalah benar.
a. Rule based-mistake
Apabila perilaku berdasarkan pada aturan dan prosedur, maka kesalahan dapat
terjadi karena kesalahan penerapan prosedur. Misalnya mengabaikan alarm
dalam situasi darurat karena pernah ada kasus alarm palsu.
b. Knowledge based-mistake
Individu tidak memiliki aturan untuk menangani situasi yang tidak biasa,
namun menggunakan pengalaman dan pengetahuan sendiri untuk
menyelesaikan masalah. Misalnya menggunakan peta yang tidak update,
memperbaiki alat secara asal-asalan menurut pengetahuan sendiri tanpa
mengikuti prosedur yang ada.
Cara menanggulangi:
• Membuat rencana, prosedur atau skenario apabila terjadi situasi emergensi.
• Latihan atau drill kondisi darurat secara regular
• Penggunaan flowchart atau skema sebagai alat bantu dalam mengambil
keputusan
• Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap system melalui
pelatihan
• Belajar dan berdiskusi dari pengalaman atau masalah yang pernah terjadi.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
12
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

3. Non-compliance

Penyimpangan terhadap aturan dan prosedur secara disengaja, disebut juga dengan
“pelanggaran”. Hal ini dapat berupa mengambil jalan pintas, atau tidak mengikuti
prosedur demi menghemat waktu dan tenaga. Biasanya tujuannya memang baik,
namun dapat menyebabkan potensi terjadinya kecelakaan. Seringkali diperburuk
oleh dorongan pimpinan yang ingin sebuah pekerjaan segera diselesaikan.
a. Routine.
Penyimpangan telah menjadi hal yang wajar dilakukan sehari-hari, terdapat
consensus bahwa aturan sudah tidak berlaku, tidak ada pihak yang menegakkan
aturan. Misalnya sehari-hari tidak mengenakan safety harness saat memanjat
karena dianggap ribet dan membuat pekerjaan menjadi lama.
b. Situational
Pelanggaran yang dilakukan karena situasi tertentu, misalnya karena beban
kerja, peralatan dan perlengkapan yang kurang memadai, kondisi cuaca.
Pelanggaran menjadi satu-satunya solusi untuk menyelesaikan suatu
permasalahan yang berat.
c. Exceptional
Seseorang mencoba menyelesaikan masalah yang sangat tidak biasa (seringkali
dalam kondisi emergensi) dengan mengambil resiko melanggar peraturan.
Cara menanggulangi:
• Meningkatkan pemahaman dan kepekaan terhadap resiko dan konsekuensi
misalnya dengan mencantumkan peringatan / resiko dalam prosedur.
• Meningkatkan pengawasan
• Menghilangkan alasan-alasan untuk memotong prosedur, misalnya dengan
memperbaiki desain pekerjaan, menghapus aturan-aturan dan prosedur yang
tidak diperlukan dan tidak realistis, mengelola beban kerja dengan baik.
• Memperbaiki budaya organisasi misalnya dengan cara mendorong keaktifan
personil dalam budaya keselamatan, membiasakan pelaporan terhadap
pelanggaran yang dilakukan.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
13
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

PERTEMUAN VI-VII
KEPEMIMPINAN DAN KERJASAMA TIM (TIM WORK)

A. Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan di atas kapal merupakan aspek yang sangat penting.
Kelancaran dan keselamatan operasi kapal akan sangat bergantung kepada
bagaimana nahkoda sebagai pemimpin tertinggi di atas kapal mampu memimpin dan
mengorganisir para kru kapal.
Banyak penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan tentang kepemimpinan.
Apakah kepemimpinan merupakan karakter bawaan? Atau sejatinya kepemimpinan
itu dapat dipelajari dan dilatih? Apakah setiap orang mampu menjadi pemimpin?
Apakah ada trik atau gaya khusus yang dapat diterapkan untuk bisa menjadi seorang
pemimpin yang sukses? Menurut Handy (1993, hal. 97) masalah kepemimpinan
dapat dijelaskan melalui 3 (tiga) pendekatan, yakni :
a) Trait Theories
Teori ini berasumsi bahwa individu lebih penting dibandingkan dengan
situasi. Apabila kita dapat mengidentifikasi karakteristik pemimpin yang
sukses, maka kita dapat memecahkan masalah terkait kepemimpinan.
Apabila kita tidak dapat membuat “good leader”, setidaknya kita bisa
memilih “good leader”. Menurut teori ini, karakteristik pemimpin yang
baik adalah sebagai berikut:
a. Kecerdasan diatas rata-rata tetapi tidak perlu mencapai level genius.
Khususnya harus memiliki kemampuan yang baik dalam
memecahkan masalah yang kompleks dan abstrak.
b. Memiliki inisiatif, yakni kemampuan untuk melihat perlunya
melakukan suatu aksi dan keberanian untuk menjalankan aksi
tersebut.
c. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap kompetensi dan
aspirasi yang dimiliki diri sendiri.
d. “Helicopter factor” yakni kemampuan untuk melihat lebih tinggi
sebuah situasi dan melihat hubungannya dengan lingkungan secara
keseluruhan.
e. Memiliki kesehatan prima.
Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim
“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
14
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

f. Memiliki tinggi badan rata-rata atau sedikit dibawahnya.


g. Datang dari level sosial-ekonomi yang lebih tinggi di masyarakat.
h. Studi lain menyebutkan beberapa tambahan seperti: entusiasme,
integritas, keberanian, imaginasi, ketegasan, energi, keyakinan.

Teori ini banyak dikritik karena tidak mungkin seseorang memiliki


keseluruhan karakteristik yang dimaksud. Faktanya, tidak ada seorang pun
yang sempurna. Banyak orang yang tidak memiliki seluruh karakteristik
namun kenyataannya bisa menjadi seorang pemimpin yang sukses.

b) Style Theories
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa bawahan akan bekerja
lebih giat dan lebih efektif untuk atasan yang menggunakan gaya
kepemimpinan tertentu dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya.
Dengan kata lain gaya kepemimpinan yang digunakan mempengaruhi
kesuksesan seseorang dalam memimpin.
Menurut Grech (2008, hal.85) terdapat 4 gaya kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan ini dikategorikan berdasarkan karakteristik komunikasi
antara atasan-bawahan.
a. Autocratic
Nahkoda atau perwira bekerja dan mengambil keputusan sendiri, tidak
memperhatikan pendapat orang lain, tidak mendengarkan, tidak
berbagi tugas, tidak memberikan informasi kepada kru. Gaya ini juga
ditandai dengan kurangnya perencanaan. Kapten atau perwira
cenderung kelebihan beban (overloaded) jika ada sebuah masalah atau
situasi kritis terjadi. Gaya autocratic dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yakni:
• Kesenjangan dalam hal senioritas dan kemampuan teknis
• Tradisi
• Kepribadian (memandang negatif terhadap aspek kerjasama
dan menolaknya)
• Kepribadian autocratic yang dominan dari kapten / perwira.
• Karakter bawahan / kru yang lemah dan memandang rendah
diri sendiri.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
15
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

• Kepercayaan diri kapten / perwira yang rendah sehingga


menggunakan otoritas untuk menutupinya.

Reaksi kru terhadap gaya kepemimpinan autocratic umumnya


adalah menarik diri. Hasilnya adalah tim yang tidak efisien
sehingga gaya kepemimpinan ini dapat menjadi ancaman bagi
keselamatan. Nahkoda bisa saja mengambil keputusan yang tidak
aman, semata-mata hanya berdasarkan pengetahuannya saja. Tidak
ada orang yang akan memberitahunya tentang suatu informasi dan
gaya kepemimpinan ini membuatnya tidak mau menerima saran
dari orang lain.
b. Leissez-faire
Pada gaya kepemimpinan ini, nahkoda sangat pasif dan membiarkan
semua anggota kru kebebasan untuk mengambil keputusan. Dia hanya
memberikan sedikit saran, tidak memberi penilaian baik positif
maupun negatif. Suasana kerja sangat rileks dan komunikasi di kapal
berkisar pada berbagai topik, bisa jadi di luar masalah pekerjaan. Gaya
kepemimpinan ini tujuannya adalah untuk menyenangkan pihak lain,
kurang berfokus pada tujuan pelayaran.
Situasi ini umumnya muncul ketika nahkoda bekerja dengan perwira
yang sangat kompeten. Bahaya dari situasi ini adalah otoritas yang
terbalik. Salah satu perwira mungkin terdorong untuk mengambil alih
kepemimpinan karena dia merasa bahwa dia memiliki kemandirian
dan insiatif yang lebih tinggi, apalagi apabila dia menilai kemampuan
dirinya yang setara dengan nahkoda.
c. Self-centered
Gaya kepemimpinan yang self-centered ditandai dengan semua tim
bekerja sendiri-sendiri, dengan rencana masing-masing, fokus
perhatian masing-masing, dan sangat sedikit komunikasi di antara
mereka terkait apa yang mereka lakukan. Situasi ini dapat menjadi
berbahaya, dapat menyebabkan salah paham oleh karena kurangnya
pertukaran informasi. Pertukaran informasi sangat penting terutama
dalam kondisi emergensi dimana ketiadaan pertukaran informasi dapat
menyebabkan timbulnya masalah.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
16
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

d. Democratic
Seorang nahkoda yang demokratis akan bertanya kepada perwiranya
terkait pendapat mereka tentang keputusan-keputusan penting. Para
perwira akan menganggap hal tersebut sebagai dorongan positif untuk
dapat berkontribusi memberikan pendapat mereka. Diskusi sangat
diperbolehkan dan pertukaran informasi sangat tinggi. Gaya
kepemimpinan demokratis secara tidak disadari dapat berubah
menjadi laissez-faire sehingga penting bagi nahkoda untuk terlibat
aktif dalam diskusi, mengemukaan pendapat dan menunjukkan
pilihannya secara jelas dan tegas.
Gaya kepemimpinan mana yang paling baik? Jawabannya tergantung
dari situasi. Penting bahwa seluruh kru bekerja sama untuk menciptakan
sinergi. Sinergi didapatkan saat smua kru bekerja bersama sebagai tim,
mendukung satu sama lain melalui komunikasi dan saling berbagi
informasi. Gaya kepemimpinan democratic dapat mendorong tercapainya
sinergi sehingga umumnya menjadi pilihan dalam situasi dan kondisi
operasi kapal yang normal. Namun demikian, di bawah kondisi tertentu
penting untuk beralih dari gaya democratic menjadi gaya lainnya, misalnya
autocratic. Ketika berada pada situasi emergency, seorang pemimpin harus
bertindak tegas dalam memutuskan sesuatu. Dalam kondisi seperti itu,
diskusi tidak efektif untuk dilakukan karena suatu keputusan harus segera
diambil dan sebuah tindakan harus segera dilakukan untuk menghindari
terjadinya hal-hal yang lebih buruk.
Seorang pemimpin yang baik memiliki kemampuan untuk mengubah
gaya kepemimpinan sesuai dengan kondisi sehingga dapat mengambil
manfaat dari sisi positifnya dan menghindari sisi negatifnya.

B. Transactional Leadership dan Transformational Leadership


Pemimpin yang baik memiliki pengaruh yang besar terhadap bawahan dan
organisasi yang dipimpinnya. Oleh sebab itu banyak penelitian dalam bidang
kepemimpinan yang dilakukan demi untuk mengetahui karakteristik perilaku
para pemimpin yang sukses.
Teori kepemimpinan Transactional-Transformational pertama kali
dijelaskan oleh James Burns pada tahun 1978 (Lai, 2011). Kepemimpinan
Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim
“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
17
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

transformasional merujuk pada gaya kepemimpinan yang ditandai dengan


adanya karisma pemimpin yang kuat dan pembagian visi antara pemimpin dan
pengikutnya. Kekuatan dari pemimpin yang transformasional terletak pada
kemampuannya dalam menginspirasi bawahannya untuk dapat menunjukkan
kinerja terbaik mereka.
Sebaliknya, kepemimpinan transaksional merujuk pada hubungan “give
and take” antara pemimpin dan bawahannya. Hubungan antara atasan-bawahan
dibangun berdasarkan system reward-punishment dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.
Bernard Bass (1985, dalam Lai, 2011) mengembangkan teori Burns untuk
mendeskripsikan karakteristik masing-masing gaya kepemimpinan. Kita dapat
mempelajari kepemimpinan transformasional melalui 5 (lima) dimensi : 2 (dua)
tipe pengaruh ideal (idealized influence), motivasi inspirasi (inspirational
motivation), stimulasi intelektual (intellectual stimulation) dan pertimbangan
individu (individual consideration). Penjelasan masing-masing dimensi adalah
sebagai berikut:
a. Pengaruh ideal (idealized influence). Disebut juga dengan
kepemimpinan karismatik. Karakteristik ini menggambarkan sejauh
mana seorang pemimpin mampu menjadi teladan atau contoh kepada
bawahannya dan menunjukkan prinsip moral dan etika. Pengaruh ideal
ini terbagi menjadi 2 (dua) jenis : atribut (sifat-sifat yang melekat pada
pemimpin) dan perilaku (apa yang dilakukan oleh pemimpin).
b. Motivasi inspirasi (inspirational motivation). Karakteristik ini
menggambarkan sejauh mana pemimpin dapat menjadi penyemangat
dan pembicara mewakili bawahannya. Pemimpin ini menunjukkan
entusiasme dan optimism, dan menekankan komitmen untuk berbagi
tujuan.
c. Stimulasi intelektual (intellectual stimulation). Kepemimpinan
transformasional memupuk kreativitas, sehingga bawahan didukung
untuk memecahkan masalah dengan cara-cara baru yang kreatif.
d. Pertimbangan pribadi (individual consideration). Pemimpin
transformasional sangat memikirkan perkembangan bawahannya.
Pemimpin bertindak sebagai mentor dan pelatih dan

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
18
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

mempertimbangkan kebutuhan individu dalam kelompok. Komunikasi


dua arah seringkali digunakan.

Adapun kepemimpinan transaksional dijelaskan melalui elemen yang berbeda,


yakni:
a. Contingent reward.
Contingent reward menggambarkan sejauh mana sebuah transaksi (atau
hubungan) yang efektif dibangun antara pemimpin dan bawahannya.
Pemimpin akan memberikan bantuan agar bawahan mau bekerja dengan baik.
Pemimpin akan menyatakan kepuasan dan pujian ketika bawahannya dapat
mencapai apa yang diharapkan.
b. Management-by-exception.
Dimensi ini menggambarkan apakah pemimpin akan bertindak untuk
mencegah masalah (manajemen aktif) atau menyelesaikan masalah
(manajemen pasif).

Menurut Bass (dalam Cherry, 2007) kepemimpinan transaksional


dibangun berdasarkan hubungan timbal balik. Hubungan antara atasan dan
bawahan dikembangkan berdasarkan pertukaran reward, misalnya gaji,
pujian, pengakuan. Pemimpin harus menyatakan tujuan organisasi dengan
jelas, mengkomunikasikan tujuan tersebut kepada bawahan, kemudian
mengorganisir tugas dan tanggungjawab bawahan agar bawahan dapat
bekerja bersama untuk mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan.
Hubungan atasan dan bawahan dibangun berdasarkan hierarki jabatan.
Bensimon (dalam Cherry, 2007) mengatakan bahwa pemimpin yang
transaksional menerima dan mempertahankan budaya organisasi beserta
sistem nilai, bahasa dan norma-norma kelompok yang ada. Sebaliknya,
pemimpin yang transformasional mengubah budaya organisasi dengan
memperkenalkan nilai-nilai dan tujuan baru untuk dapat diterapkan dalam
rangka mengembangkan organisasi menjadi lebih baik.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
19
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

C. Team Work
Dalam dunia pelayaran, sangat penting untuk bekerja bersama dalam sebuah

tim. Sebuah tim membutuhkan suatu tujuan yang sama dan rencana untuk dapat

meraihnya. Setiap anggota nya memiliki peran yang sudah ditentukan. Mereka

harus dapat bekerja dengan fleksibel dan saling mendukung satu sama lain saat

dibutuhkan. Manfaat dari sebuah tim adalah bekerja bersama akan terasa lebih

ringan dibandingkan bekerja sendiri-sendiri. Memang terkadang orang merasa

lebih mudah untuk bekerja sendiri dari pada bekerja dengan orang lain karena

kemungkinan terjadinya konflik, komunikasi yang buruk, dan cara kerja yang

berbeda terkadang membuat sebuah tim menjadi kontra-produktif.

Dalam berkerja bersama orang lain, kita harus menyadari bahwa pada

dasarnya setiap manusia suka dipuji ketika mereka dapat melakukan sesuatu

dengan baik. Sebuah kata pujian akan menjadi sangat berarti. Oleh sebab itu, tidak

ada salahnya seorang perwira memberikan pujian atas pekerjaan bawahannya

apabila dapat diselesaikan dengan baik.

Kondisi lingkungan kerja di kapal menyebabkan kru bekerja saling

berdekatan satu sama lain setiap harinya. Saling membantu, saling sabar, dan

saling berbagi pengalaman sangat dibutuhkan agar terwujud suatu hubungan yang

harmonis.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
20
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

Bagan di bawah ini menunjukkan komponen apa saja yang dibutuhkan untuk

membentuk sebuah tim yang baik.

Gambar : Komponen Yang Dibutuhkan Oleh Tim

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa untuk dapat mengambil manfaat terbaik dari
sebuah tim, terdapat beberapa aspek yang harus dipenuhi, yakni:
a. Mutual help (memberikan bantuan yang saling menguntungkan)
b. Help each other succeed (membantu kesuksesan orang lain)
c. Share resources (berbagi sumber daya)
d. Reach our goals (mencapai tujuan bersama)
e. Deal with conflict effectively (menghadapi konflik dengan efektif)
f. Share responsibility (berbagi tanggungjawab)
g. Harmonious atmosphere (suasana kerja yang harmonis)
h. Shared workload (berbagi beban kerja)

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
21
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
22
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

PERTEMUAN IX
KOMUNIKASI EFEKTIF

A. Pentingnya Komunikasi yang Efektif


Komunikasi dan team work merupakan bumbu dasar dalam manajemen sumber
daya manusia di atas kapal. Komunikasi dan team work sangat penting bagi
keselamatan karena kegagalan dalam keduanya dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan. Terdapat banyak insiden di kapal yang diakibatkan oleh komunikasi yang
tidak efektif diantara para kru kapal.
Proses Komunikasi dan Elemen-elemen Komunikasi

Gambar dibawah merupakan model proses terjadinya komunikasi:

Gambar. Model Proses Komunikasi

➢ Transmitter (pengirim) mengirim pesan dengan harapan pesan tersebut dapat


dipahami.
➢ Channel (saluran) merupakan metode yang digunakan oleh pengirim untuk
mengirimkan pesan. Bisa berbentuk elemen non-verbal (misalnya bahasa tubuh,
ekspresi wajah, nada suara), elemen verbal (misalnya bahasa verbal), atau elemen
tertulis (misalnya fax, email, memo, surat, atau print out radio services seperti:
telex, DSC, Navtex). Biasanya merupakan kombinasi dari ketiga elemen tersebut.
Komunikator yang baik akan menggunakan channel yang dapat diterima dengan
baik oleh penerima. Penggunaan beberapa channel untuk berkomunikasi disebut
dengan “multimodal communication”. Di kapal, kru banyak menggunakan
komunikasi multimodal. Misalnya saat memuat barang atau memperbaiki mesin,

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
23
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

kru berkomunikasi baik dengan verbal maupun dengan bahasa tubuh. Hal ini
penting mengingat kondisi kapal yang berisik sehingga sulit bagi penerima pesan
untuk mendengar pesan secara verbal.
➢ Receiver (penerima) merupakan pihak yang menerima pesan. Receiver harus
dapat menginterpretasikan pesan yang mereka terima dengan tepat agar komunikasi
berjalan dengan efektif.
➢ Interference (gangguan) biasanya berasal dari pengaruh lingkungan (dapat
menyebabkan kebisingan, kelelahan atau stress). Gangguan ini dapat menyebabkan
distorsi terhadap pesan asli dan menyebabkan penerimaan dan interpretasi yang
salah.
Menurut Devito (1986), gangguan dapat berupa:
a. Gangguan Fisik. Gangguan ini merupakan gangguan eksternal dan di luar
kontrol pengirim dan penerima pesan. Gangguan ini mempengaruhi proses
pengiriman pesan. Misalnya suara bising di kamar mesin menyebabkan sulit
mendengar apa yang dikatakan kru lain.
b. Gangguan Fisiologis. Gangguan ini dapat terjadi baik pada pengirim atau
penerima pesan. Gangguan ini berkaitan dengan fungsi fisiologis tubuh.
Misalnya gangguan pada telinga menyebabkan seseorang tidak dapat
mendengar dengan baik, kelelahan tubuh menyebabkan sulit berkonsentrasi
mendengarkan perintah dan instruksi.
c. Gangguan Psikologis. Gangguan ini berkaitan dengan kondisi psikologis
seseorang. Misalnya ketika sedang sedih atau marah, seseorang menjadi sulit
untuk mendengarkan atau berkomunikasi dengan orang lain. Prasangka juga
termasuk dalam gangguan psikologis.
d. Gangguan Semantik. Gangguan ini berkaitan dengan bahasa. Kapal yang
mempekerjakan kru dari berbagai Negara (multi-national crew) dapat
mengalami gangguan dapat mengalami gangguan komunikasi apabila kru di
kapal tersebut tidak dibekali dengan kemampuan bahasa inggris yang
memadai.
➢ Feedback (umpan balik) dari penerima sangat penting bagi pengirim untuk
memastikan bahwa pesan telah diterima dan diinterpretasikan sesuai dengan
keinginan si pengirim.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
24
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi suatu proses komunikasi. Oleh sebab itu, penting bagi pengirim dan
penerima pesan untuk selalu memperhatikan berbagai aspek dalam berkomunikasi
untuk memastikan bahwa suatu pesan dapat diterima dengan baik.

B. Closed-Loop Communication
Berbagai interference atau gangguan yang ada di kapal seringkali menyebabkan
miskomunikasi, ditambah lagi dengan perbedaan latar belakang dan karakter masing-
masing kru. Salah satu strategi untuk menghindari miskomunikasi di atas kapal adalah
dengan menggunakan closed-loop communication. Karakteristik dari closed-loop
communication ini adalah:
1. Perintah atau pesan dikatakan dengan keras dan jelas.
2. Penerima perintah atau pesan mengulangi pesan sama persis dengan aslinya.
3. Pengirim perintah / pesan mengkonfirmasi jika pesan yang diulang adalah benar.
Contoh :
1. Lookout: “Fishing vessel ahead 45 degrees to port!
2. Officer on Watch (OOW): “Fishing vessel ahead 45 degrees to port!”
3. Lookout : “Roger!”
Atau :
1. OOW : “Steady on 203!”
2. Helmsman : “Steady on 203!”
3. OOW : “Thank you!”
Strategi closed-loop communication memiliki beberapa manfaat. Ketika sebuah
perintah atau pesan diucapkan dengan lantang dan jelas, semua orang yang ada
disekitar akan mendengarnya. Hal ini dapat meningkatkan kesadaran setiap orang
terhadap situasi (situation awareness). Sehingga apabila terdapat kesalahan, dapat
segera dibetulkan. Seringkali lebih mudah bagi kita untuk menyadari kesalahan kata-
kata kita apabila kata-kata tersebut kita ucapkan dengan keras atau ketika kita
mendengar respon dari orang lain yang mengulangi kata-kata yang kita ucapkan.

C. Good Listener vs Poor Listener


Kegagalan dalam komunikasi dapat diakibatkan oleh penerima pesan yang
kurang dapat mendengarkan dengan baik. Mendengarkan di sini tidak berkaitan
dengan fungsi fisiologis, namun lebih kepada psikologis penerima pesan. Penyebab
seseorang bisa menjadi poor listener diantaranya adalah:

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
25
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

• Lelah atau bosan dengan topik yang dibicarakan


• Menerima informasi yang terlalu banyak
• Terganggu oleh hal-hal lain ketika mendengarkan
• Tidak setuju dengan topik yang dibicarakan
• Tidak tertarik dengan topik yang dibicarakan
• Tidak suka dengan pemberi pesan
• Mempersiapkan jawaban pada saat mendengarkan

Kemampuan mendengar yang efektif tidak hanya berarti mampu mendengar


apa yang dikatakan, namun juga memperhatikan gestur non-verbal dan memberikan
feedback untuk menunjukkan bahwa anda memperhatikan dan memahami pesan
yang diberikan.
Seorang pendengar yang aktif fokus kepada pembicara dan berkonsentrasi
untuk memahami semua pesan yang disampaikan, mencakup kata-kata, nada bicara
dan bahasa tubuh. Hal ini akan menghasilkan pemahaman yang lebih lengkap dan
akurat serta pentingnya pesan yang disampaikan.

D. Menghadapi Konflik
Situasi yang dapat menyebabkan konflik harus dapat dikenali dan dicari
solusinya bersama pihak-pihak yang terlibat dengan mempertimbangkan prosedur
yang ada di kapal.
Gesekan emosi merupakan hal yang normal terjadi diantara orang-orang yang
bekerja bersama-sama di lingkungan yang terbatas. Di bawah kondisi stress dan
kelelahan, masalah kecil dapat menjadi besar dan dapat mengancam keselamatan.
Beberapa hal dibawah ini dapat menyebabkan terjadinya konflik:
1. Nilai-nilai, kepercayaan dan sikap yang berbeda-beda.
2. Prasangka, stereotype dan asumsi yang salah terhadap orang lain.
3. Kelelahan, stress, beban kerja terlalu banyak, dan tekanan.
4. Perbedaan kepribadian, cara kerja dan kompetisi di tempat kerja.
5. Konflik antara komitmen pribadi dan aturan yang ada.
6. Kegagalan komunikasi karena instruksi yang buruk atau kurang nya
perhatian.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
26
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

Konflik merupakan hasil dari kesalahpahaman yang berlangsung terus menerus


terhadap sudut pandang orang lain dan dapat menghasilkan 2 (dua) respon:
MELAWAN (FIGHT) atau MENGHINDAR (FLIGHT)

Gambar. Ilustrasi Respon Seseorang Terhadap Konflik

Respon melawan ditandai dengan perilaku agresi dan usaha untuk mendominasi pihak
lain. Orang dapat saling berteriak, saling berkata kasar, saling mengancam atau bahkan
memukul.
Respon menghindar ditandai dengan tindakan pasif, menarik diri. Orang yang
memiliki respon menghindar umumnya akan menunduk, merendahkan suara, dan
melipat lengan. Baik respon melawan atau menghindar, sama-sama menyebabkan
kenaikan denyut jantung, suhu tubuh, dan tekanan darah. Dapat juga menyebabkan
gemetar, pusing, mual atau sakit perut akibat tubuh melepaskan adrenalin ke dalam
aliran darah.
Respon melawan umumnya dapat menyebabkan konflik menjadi semakin besar.
Pihak lain akan melindungi dirinya dengan menjadi agresif atau justru menghindar
dimana kedua hal tersebut tidak dapat menyelesaikan konflik yang ada. Respon
menghindar tidak akan menghilangkan masalah, karena kemarahan akan menumpuk
dalam diri seseorang yang pada suatu titik akan dapat meledak.
Menemukan cara yang tenang dan rasional dalam menghadapi konflik sangatlah
penting untuk dilakukan. Ketika dalam kondisi marah, seseorang disarankan untuk
bernafas dengan pelan dan dalam, menghitung dalam hati satu sampai dengan sepuluh,
sebelum memberikan respon. Ambil waktu untuk mendengarkan maksud pihak lain
dan nyatakan maksud kita dengan tenang.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
27
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

Terkadang dibutuhkan mediator atau penengah yang dapat membantu


menyelesaikan konflik. Syaratnya pihak tersebut tidak terlibat secara langsung dengan
konflik yang terjadi. Cara menjadi penengah yang baik dapat dilakukan seperti
berikut:
1. Meminta persetujuan dari kedua belah pihak yang berkonflik untuk sama-sama
bersedia mencari solusi dari masalah yang terjadi.
2. Beri pendapat yang netral untuk menengahi kedua belah pihak.
3. Hindari menyerang secara personal.
4. Mendengar, menyimpulkan dan mengecek sudut pandang masing-masing pihak.
5. Menggali kebutuhan masing-masing pihak.
6. Mendorong kedua pihak untuk mencari win-win solution yang dapat memenuhi
keinginan semua pihak. Win-win solution ini hanya dapat ditemukan apabila
kebutuhan dan kekhawatiran semua pihak dapat didengarkan. Hal ini
membutuhkan kesediaan semua pihak untuk mendengarkan orang lain dan untuk
berusaha menyelesaikan konflik sebaik-baiknya.

E. Empat Gaya Komunikasi


Setiap orang memiliki gaya komunikasi yang berbeda-beda. Gaya komunikasi
ini dapat kita amati dalam keseharian pergaulan kita dan akan semakin terlihat ketika
seseorang sedang menghadapi suatu konflik. Gaya komunikasi ini dapat dibagi
menjadi 4 (empat), yakni:
1. Passive Communication
Individu yang pasif memiliki pola perilaku menghindar untuk mengekspresikan
pendapat dan perasaannya. Hal ini biasanya berkaitan dengan rendahnya “self-
esteem”. Individu dengan passive communication merasa dirinya tidak cukup berharga
sehingga seringkali menahan diri terhadap situasi yang menyakitkan atau tidak
nyaman. Tetapi ketika sudah dirasa melewati batas toleransi, emosi mereka dapat
meledak. Namun demikian, setelah ledakan emosi terjadi, mereka akan merasa malu,
bersalah, dan bingung sehingga akan kembali menjadi pasif.
Individu dengan passive communication akan:
a. Sering merasa cemas tidak memiliki kendali terhadap kehidupan.
b. Sering merasa depresi karena merasa tidak memiliki harapan.
c. Sering merasa sakit hati karena kebutuhannya tidak dapat terpenuhi.
d. Sering merasa bingung karena mengabaikan perasaannya sendiri.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
28
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

2. Aggressive Communication
Kebalikan dari passive communication, individu yang memiliki pola perilaku
aggressive dalam berkomunikasi seringkali mengekspresikan perasaan dan
pendapatnya dengan melukai orang lain, baik secara verbal maupun fisik. Pola
perilaku ini biasanya berhubungan dengan rendahnya “self-esteem”, luka emosional
yang belum sembuh, dan perasaan tidak berdaya. Orang dengan aggressive
communication seringkali berperilaku:
a. Berusaha mendominasi orang lain.
b. Mengkritik, menyalahkan atau menyerang orang lain.
c. Tidak dapat mengendalikan diri.
d. Memiliki batas toleransi yang rendah.
e. Berbicara dengan suara yang keras.
f. Bersikap mengancam dan kasar.
g. Tidak mau mendengarkan.
h. Suka menginterupsi.
i. Selalu menyalahkan orang lain.
3. Passive-aggressive Communication
Individu yang memiliki pola komunikasi ini biasanya terlihat pasif di luar, namun
memendam kemarahan di dalam. Individu ini secara diam-diam melakukan
perlawanan terhadap sistem, padahal dari luar terlihat kooperatif. Individu seperti ini
seringkali:
a. Mengeluh sendiri, tidak langsung menyampaikan keberatannya kepada orang
lain.
b. Kesulitan untuk mengakui kemarahannya.
c. Menunjukkan ekspresi wajah yang tidak sesuai dengan apa yang dirasakan.
Misalnya: tersenyum ketika marah.
d. Sarkastik.
e. Tidak mengakui adanya masalah.
f. Terlihat kooperatif padahal melakukan tindakan untuk mengganggu.
4. Assertive Communication
Individu yang assertive dapat menyatakan pendapat dan perasaannya dengan jelas
tanpa menyakiti orang lain. Individu ini memiliki “self-esteem” yang tinggi. Mereka
dapat menghargai diri sendiri dan diri orang lain.
Individu yang assertive akan:
Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim
“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
29
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

a. Menyatakan keinginan, kebutuhannya dengan jelas dan sopan.


b. Mengekspresikan perasaan dengan jelas dan sopan.
c. Berkomunikasi dengan menghormati orang lain.
d. Mendengarkan dengan baik, tidak suka menginterupsi.
e. Dapat mengendalikan diri.
f. Memiliki kontak mata yang baik.
g. Bicara dengan tenang dan nada yang jelas.
h. Merasa mampu dan kompeten.
i. Tidak membiarkan orang lain menindas dirinya.

Secara ringkas, penjelasan di atas dapat disimpulkan dalam gambar berikut:

Gambar: Diagram Perbandingan 4 (empat) Gaya Komunikasi

Komunikasi efektif di atas kapal sangat penting dalam rangka terselenggaranya


pelayaran yang aman. Oleh sebab itu, setiap kru harus menyadari perannya masing-masing
untuk dapat menciptakan suatu kondisi kerja yang harmonis. Perbedaan karakter dan latar
belakang masing-masing kru dapat menyebabkan suatu gesekan, yang apabila tidak
dikelola dengan baik, dapat menyebabkan konflik dan miskomunikasi yang dapat
berdampak buruk bagi keselamatan pelayaran. Oleh sebab itu, seorang perwira diharapkan
mampu menjadi pemimpin yang bijak dalam mengelola kapal, baik dari segi teknis
pelayaran maupun psikologis kru yang bekerja di dalamnya.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
30
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

PERTEMUAN X-XI
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

Kapal merupakan sebuah lingkungan kerja yang unik dimana berbagai individu
bekerja bersama dan hidup bersama dalam sebuah lingkungan yang sempit dengan segala
keterbatasan yang harus dihadapi sehari-hari. Setiap kru yang bekerja di kapal memiliki
karakteristik yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya individu
yang bersangkutan.
Budaya dapat mempengaruhi bagaimana seseorang berinteraksi dan melakukan
kegiatan sehari-hari. Biasanya seorang individu tidak menyadari sepenuhnya bahwa latar
belakang budaya yang dimilikinya sangat bepengaruh terhadap bagaimana dia bersikap dan
berperilaku. Perbedaan baru akan terasa ketika individu tersebut melakukan kontak
dengan individu lain dengan latar belakang budaya yang berbeda. Pada saat itu, barulah
terasa apabila pola sikap dan perilaku yang dimilikinya tidaklah sama dengan yang dimiliki
orang lain.
Lingkungan kerja di kapal yang sempit dan memiliki banyak keterbatasan dapat
menimbulkan konflik bagi seorang individu ketika dirinya harus menghadapi individu lain
yang memiliki budaya yang berbeda dengan yang dimilikinya. Hal ini lebih terasa bagi
pelaut yang bekerja di ocean going vessel yang mempekerjakan kru yang berasal dari
berbagai negara.

A. Pengertian Komunikasi Antar Budaya


Komunikasi antar budaya menjadi hal yang sangat penting di atas kapal demi
terselenggaranya pelayaran yang aman dan efektif. Komunikasi antar budaya adalah
komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang
berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan
ini). Adapun kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh
sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow
across national boundaries. Misalnya; dalam sebuah kapal dengan kru multi nasional
yang berasal dari berbagai Negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain.
Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap
muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya. Guo-Ming Chen dan William J.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
31
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antar budaya adalah proses negosiasi atau
pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi
mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.
Selanjutnya komunikasi antar budaya dapat dilakukan dengan negosiasi untuk
melibatkan manusia di dalam pertemuan antar budaya yang membahas satu tema
(penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak
sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan
makna-makna itu dinegosiasikan. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung
dari persetujuan antar subjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat
untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama.
Ringkasnya, komunikasi antar budaya menjelaskan interaksi antar individu dan
kelompok yang memiliki persepsi yang berbeda dalam perilaku komunikasi dan
perbedaan dalam interpretasi.
Untuk mencapai komunikasi antar budaya yang efektif, individu dapat
mengembangkan kompetensi antar budaya, yakni keterampilan yang dibutuhkan untuk
mencapai komunikasi antar budaya yang efektif. Jandt (1998, 2004)
mengidentifikasikan empat keterampilan sebagai bagian dari kompetensi antar budaya,
yaitu personality strength, communication skills, psychological adjustment and
cultural awareness.

B. Cultural Awareness
Cultural awareness merupakan dasar komunikasi dan melibatkan kemampuan
individu untuk menilai diri sendiri dan peka terhadap nilai budaya, kepercayaan dan
persepsi diri sendiri. Bagaimana kita melihat dunia? Mengapa kita melihat dunia
seperti kita melihatnya sekarang ini? Mengapa kita bereaksi dengan pola perilaku
tertentu? Cultural awareness menjadi penting ketika kita harus berinteraksi dengan
orang-orang yang memiliki budaya yang berbeda. Orang melihat, menginterpretasi
dan mengevaluasi sesuatu dengan cara yang berbeda. Apa yang dianggap baik dalam
suatu budaya belum tentu dianggap baik dalam budaya lainnya. Orang-orang suku
jawa menganggap bahwa alon-alon waton klakon. Artinya ketika melakukan sesuatu
lebih baik pelan-pelan asalkan bisa selesai dengan baik dan sempurna. Bagi orang
yang berasal dari budaya lain, mungkin menganggap pekerjaan orang jawa seperti itu
cenderung lambat dan kurang cekatan. Selain itu, dalam hal komunikasi budaya jawa
juga ada istilah ewuh pakewuh. Ketika mau menyampaikan sesuatu dengan terus

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
32
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

terang merasa tidak enak hati, sehingga umumnya orang jawa berputar-putar dulu
dalam menjelaskan sesuatu sebelum menuju ke pokok masalah. Bagi orang Batak
yang terbiasa to the point dalam berkomunikasi, terkadang hal ini membuat mereka
tidak sabar. Demikian juga sebaliknya, gaya bicara orang batak yang ceplas ceplos
dapat membuat orang jawa sakit hati. Contoh lain adalah orang Italia menganggap
orang amerika sebagai orang yang selalu bekerja, bicara bisnis dalam waktu makan
siang, bahkan minum kopi sambil berjalan. Sedangkan orang Italia umumnya
meminum kopi di bar atau di café dengan rileks. Apakah hal itu berarti orang Italia
pemalas dan orang amerika hiperaktif? Tentu saja tidak. Hal tersebut berarti bahwa
orang dapat memberikan makna yang berbeda terhadap suatu kegiatan yang sama,
misalnya terkait makan. Di Italia, dimana persaudaraan dan pertemanan dianggap
sebagai sesuatu yang sangat berharga, waktu makan siang, makan malam atau coffee
break memiliki konotasi sosial dimana orang-orang saling berkumpul untuk berbicara
dengan rileks. Sedangkan di Amerika waktu dianggap sebagai uang, sehingga saat
makan siang seringkali digunakan untuk membicarakan bisnis atau kontrak.
Kesalahan interpretasi dapat terjadi ketika kita tidak memiliki awareness
(kepekaan) terhadap pola perilaku kita sendiri dan menggunakannya untuk menilai
pola perilaku orang lain. Ketika tidak memiliki pengetahuan yang cukup, kita
cenderung berasumsi, bukan menilai secara obyektif makna dari suatu perilaku. Peka
terhadap dinamika budaya sendiri merupakan hal yang tidak mudah karena budaya
termasuk hal yang tidak kita sadari. Sejak lahir, kita belajar melihat dan melakukan
banyak hal. Pengalaman kita, nilai-nilai kita, dan latar belakang budaya membuat kita
melihat dan melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Terkadang kita perlu untuk
“keluar” dari batasan budaya agar dapat menyadari dampak budaya terhadap perilaku
kita. Akan sangat baik apabila kita bertanya atau meminta feedback dari teman-teman
yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan kita.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
33
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

C. Tingkatan Cultural Awareness


Ada beberapa tingkatan cultural awareness yang menunjukkan bagaimana orang
menilai perbedaan budaya.
1. My way is the only way
Pada tingkatan pertama, orang hanya menyadari cara mereka sendiri dalam
melakukan segala sesuatu. Mereka mengabaikan dampak perbedaan budaya
(parochial stage).
2. I know their way, but my way is better
Pada level kedua ini, individu menyadari bagaimana cara orang lain melakukan
sesuatu, tetapi masih menganggap bahwa cara mereka sendiri adalah yang terbaik.
Pada tahap ini, perbedaan budaya dianggap sebagai sumber masalah dan individu
cenderung mengabaikan atau menguranginya memikirkannya (ethnocentric stage).
3. My way and their way
Pada tingkat ini, individu menyadari cara diri mereka melakukan sesuatu dan cara
orang lain, dan individu memilih cara terbaik sesuai dengan situasi. Pada tahap
ini, individu menyadari bahwa perbedaan budaya memiliki sisi positif dan
negative, serta bersedia untuk menggunakan perbedaan budaya untuk
menciptakan solusi baru (synergistic stage).
4. Our way
Tingkatan keempat membawa orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda
untuk bersama-sama menciptakan budaya dengan berbagi makna yang sama.
Orang-orang saling berdialog dengan intensif untuk menciptakan makna baru,
aturan baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang ada (participatory third
culture stage)

Meningkatkan cultural awareness berarti melihat baik sisi positif maupun sisi
negatif perbedaan budaya. Keragaman budaya dapat menjadi sumber masalah
terutama apabila organisasi membutuhkan personil untuk berpikir dan bertindak
dengan cara yang sama. Keragaman menigkatkan level kompleksitas dan kebingungan
dan membuat sulit mencapai persetujuan. Di sisi lain, keragaman budaya dapat
memberikan manfaat ketika organisasi ingin mengembangkan solusi dan ingin
menggunakan pendekatan yagn berbeda untuk memecahkan masalah. Keragaman
dalam hal ini dapat menciptakan berbagai masukan dan keterampilan baru.
Orang-orang yang memiliki cultural awareness menyadari bahwa:

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
34
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

• Setiap orang tidak sama


• Persamaan dan perbedaan adalah sama-sama penting
• Terdapat banyak cara untuk mencapai tujuan yang sama dan untuk
menjalani hidup
• Cara terbaik ditentukan bergantung pada situasi. Setiap situasi berbeda
dan mungkin membutuhkan solusi yang berbeda.

D. Bagaimana mengelola Keberagaman Budaya


Kita harus menyadari bahwa langkah pertama dalam mengelola keberagaman
budaya adalah dengan mengenali dan berusaha agar tidak takut terhadapnya. Oleh
karena setiap orang merupakan produk budaya yang berbeda-beda, tidak ada buku atau
petunjuk untuk menghadapi keberagaman budaya secara spesifik. Namun ada
beberapa sikap untuk membantu menjembatani perbedaan budaya yang mungkin
dihadapi:
1. Mengakui bahwa anda tidak tahu
Menyadari bahwa kita tidak mengetahui segala sesuatu, bahwa asumsi kita
mungkin saja salah dapat mendukung cultural awareness.
2. Menunda penilaian
Kumpulkan informasi sebanyak mungkin sehingga anda bisa mengetahui
situasi dengan akurat sebelum mengevaluasinya.
3. Empati
Agar dapat memahami orang lain, kita perlu menempatkan diri pada posisi
orang lain. Melalui empati, kita belajar bagaimana orang lain ingin
diperlakukan.
4. Mengecek asumsi
Mintalah feedback kepada teman dan periksalah asumsi anda sendiri untuk
memastikan bahwa anda benar-benar memahami situasi
5. Menghargai keberagaman
Menerima bahwa keberagaman memang ada dan menghargai sisi positif dari
keragaman budaya.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
35
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

PERTEMUAN XII-XIII
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

A. Pengertian Pengambila Keputusan


Kata “keputusan” atau “decision” berasal dari bahasa latin “decidere” yang
artinya “memotong” atau “mengurangi”. Beberapa ahli mengungkapkan definisi
pengambilan keputusan.
• Ray A Killian memberikan definisi yang paling sederhana : “pengambilan
keputusan adalah pemilihan dari beberapa alternatif”.
• T.G Glover mendefinisikan keputusan sebagai “pilihan dari berbagai alternatif
berdasarkan suatu penilaian”
• Felix M. Lopez mengatakan bahwa “sebuah keputusan mencerminkan
penilaian; merupakan penyelesaian dari konflik kebutuhan, cara atau tujuan;
merupakan sebuah komitmen untuk menghadapi ketidakpastian, kompleksitas
dan bahkan irasionalitas”
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan
melibatkan proses meraih tujuan, menyelesaikan tugas dan mencari berbagai alternatif
untuk mengatasi masalah.

B. Karakteristik Pengambilan Keputusan


Dalam pengambilan keputusan, terdapat berbagai macam alternatif dan yang
terbaik dipilih untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Berikut adalah karakteristik dari pengambilan keputusan:
1. Pengambil keputusan memiliki kebebasan untuk memilih alternatif.
2. Pengambilan keputusan mungkin tidak selalu rasional namun bisa saja emosional.
3. Pengambilan keputusan berorientasi pada tujuan (goal-oriented).
4. Pengambilan keputusan merupakan proses mental atau intelektual karena
keputusan akhir dibuat oleh pengambil keputusan.
5. Sebuah keputusan dapat diekspresikan melalui kata-kata namun bisa juga melalui
perilaku.
6. Memilih dari berbagai alternatif melibatkan ketidakpastian terhadap hasil akhir
masing-masing alternatif.
7. Pengambilan keputusan yang rasional diambil setelah analisa menyeluruh dan
menimbang konsekuensi dari berbagai alternatif.
Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim
“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
36
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

C. Jenis-jenis Keputusan
1. Keputusan Terprogram dan Tidak Terprogram
a. Keputusan Terprogram
Keputusan terprogram merupakan keputusan rutin dan berulang dan dibuat di
dalam kerangka aturan dan kebijakan organisasi. Kebijakan dan aturan ini
diterapkan dengan baik untuk menyelesaikan masalah di dalam organisasi.
Keputusan terprogram memiliki dampak jangka pendek. Umumnya diambil
pada tingkat manajemen yang lebih rendah.
b. Keputusan Tidak Terprogram
Keputusan yang tidak terprogram merupakan keputusan yang diambil untuk
menyelesaikan masalah yang tidak umum atau unik dimana alternatif tidak
dapat diputuskan segera. Keputusan ini memiliki kepentingan yang tinggi dan
memiliki konsekuensi jangka panjang. Umumnya keputusan ini dibuat oleh top
manajemen.
2. Keputusan Strategis dan Taktis
a. Keputusan Strategis
Keputusan strategis merupakan keputusan yang sangat penting. Keputusan
strategis berkaitan dengan alokasi sumber daya dan kontribusi terhadap
pencapaian tujuan organisasi
b. Keputusan Taktis
Keputusan taktis merupakan keputusan yang rutin dan berulang. Keputusan ini
diturunkan dari keputusan strategis. Karakteristik keputusan taktis adalah
sebagai berikut:
• Berhubungan dengan operasi sehari-hari organisasi dan harus diambil
secara berkala.
• Biasanya sudah terprogram atau terencana.
• Outcome nya memiliki dampak jangka pendek dan hanya
mempengaruhi sebagian kecil organisasi.
• Wewenang untuk mengambil keputusan taktis dapat di delegasikan
pada manajer dengan tingkat lebih rendah.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
37
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

D. Proses Pengambilan Keputusan


Proses pengambilan keputusan dijelaskan melalui bagan berikut:

Tujuan Identifikasi Pencarian Evaluasi


Spesifik Masalah alternatif alternatif

Pemilihan
Hasil Tindakan
alternatif

Gambar: Diagram Proses Pengambilan Keputusan

➢ Tujuan Spesifik : Kebutuhan untuk mengambil keputusan muncul untuk dapat


mencapai tujuan tertentu. Titik awal pengambilan keputusan berasal dari
pertimbangan apakah sebuah keputusan perlu untuk diambil.
➢ Identifikasi masalah : Menurut Jodeph L Massie “sebuah keputusan yang baik
bergantung pada pengenalan terhadap masalah yang tepat”. Tujuan dari
identifikasi masalah adalah mengidentifikasi masalah dengan tepat sehingga
memberikan petunjuk untuk menemukan solusi yang tepat.
➢ Pencarian alternatif : Sebuah masalah mungkin dapat diselesaikan melalui
beberapa cara, namun belum tentu semua cara tersebut dapat memuaskan
pengambil keputusan. Oleh sebab itu, pengambil keputusan harus menemukan
berbagai alternatif yang memungkinkan agar untuk mendapatkan hasil yang
paling memuaskan. Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam
mencari alternatif adalah:
✓ Pengalaman diri sendiri
✓ Pengalaman orang lain
✓ Tekhnik-tekhnik baru yang lebih kreatif
➢ Evaluasi alternatif : Setelah berbagai alternatif diidentifikasi, langkah
selanjutnya adalah mengevaluasi satu persatu dan memilih yang memenuhi
criteria. Menyempitkan alternatif memerlukan pertimbangan yang serius oleh
sebab itu penghambil keputusan harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada
sejauh mana alternatif tersebut berkontribusi terhadap tujuan yang ingin dicapai
organisasi.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
38
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

➢ Pemilihan alternatif : Evaluasi dari berbagai alternatif menunjukkan


gambaran yang jelas mengenai bagaimana masing-masing alternatif dapat
memberikan kontribusi. Perbandingan terhadap kontribusi tersebut
dilaksanakan dan alternatif terbaik dapat dipilih.
➢ Tindakan : Setelah suatu alternatif dipilih, maka dapat segera dilaksanakan.
➢ Hasil : Ketika suatu keputusan dilaksanakan, maka akan ada hasil yang
didapatkan. Hasil ini harus berhubungan dengan tujuan yang ditetapkan di
awal proses pengambilan keputusan. Hasil ini merupakan indikasi apakah
pengambilan keputusan telah dilaksanakan dengan tepat.

E. Karakteristik Keputusan yang Efektif


Keputusan yang efektif memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Action orientation : Keputusan memiliki orientasi tindakan, searah dengan aspek
yang relevan dan dapat di kontrol oleh lingkungan. Keputusan harus bermanfaat
dalam implementasinya.
2. Goal direction : Keputusan harus diarahkan pada tujuan agar organisasi dapat
mencapai tujuan yang ditetapkan.
3. Effective in implementation : Keputusan harus mempertimbangkan semua faktor
yang terlibat, tidak hanya eksternal namun internal agar keputusan tersebut dapat
diimplementasikan dengan baik.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
39
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

PERTEMUAN XIV
PROGRAM PELATIHAN

Mengelola program pelatihan, di atas kapal secara sepintas tampaknya sesuatu


hal yang sederhana. Namun bila dicermati, membutuhkan suatu penanganan dan
pengelolaan yang sangat serius. Program pelatihan di atas kapal merupakan tanggung
jawab perusahaan yang diamanatkan kepada Nahkoda atau Perwira dalam pelaksanaan
teknisnya. Tanggung jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat penjajakan dan
identifikasi kebutuhan pelatihan sampai dengan tindak lanjut pelatihan.

A. Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan di atas kapal adalah untuk memperbaiki efektifitas kerja kru
dalam mencapai hasil hasil kerja yang telah ditetapkan. Perbaikan efektivitas kerja
dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pengetahuan kru, ketrampilan kru maupun
sikap kru itu sendiri terhadap tugas-tugasnya.
Alasan utama bagi perusahaan untuk melaksanakan pelatihan adalah
memastikan perusahaan mendapatkan imbalan yang terbaik dari modal yang ditanam
pada sumber yang paling penting (dan seringkali yang paling mahal): yaitu sumber
daya manusianya. Dengan memperhitungkan efek ini, maka tujuan dari setiap
pelatihan adalah meraih perubahan dalam pengetahuan, pengalaman, tingkah laku,
atau sikap yang akan meningkatkan keefektifan kru dalam bekerja.
Secara khusus pelatihan akan digunakan untuk :
✓ mengembangkan keahlian dan kemampuan individu untuk memperbaiki
kinerja
✓ membiasakan kru dengan sistem, prosedur dan metode bekerja yang baru
✓ membantu kru dan pendatang baru menjadi terbiasa dengan persyaratan
pekerjaan tertentu dan persyaratan organisasi
Kru yang kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup tentang
bidang kerjanya (terutama kru baru) akan bekerja dengan tersendat sendat. Hal ini
tentunya tidak diinginkan oleh perusahaan karena pekerjaan di kapal banyak berkaitan
dengan keselamatan serta memiliki modal yang besar. Pemborosan tenaga, waktu,
pikiran serta perilaku tidak aman dapat diperbuat oleh orang yang belum memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memedai untuk mengerjakan suatu tugas tertentu.
Oleh sebab itu, pengetahuan dan keterampilan kru harus diperbaiki dan

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
40
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

dikembangkan agar mereka tidak berbuat sesuatu yang merugikan usaha pencapaian
tujuan dengan sukses.
Perlu diingat bahwa pengetahuan dan ketrampilan saja belumlah cukup untuk
menjamin suksesnya pencapaian tujuan. Sikap kru terhadap pelaksanaan tugas, juga
merupakan faktor kunci dalam mencapai sukses. Oleh karena itu pengembangan sikap
juga harus diusahakan dalam program pelatihan. Hal ini terutama penting dalam hal
keselamatan. Seorang kru mungkin saja mengetahui dan mampu melaksanakan suatu
prosedur keselamatan. Namun apakah dia bersedia menjalankan prosedur tersebut?
Hal seperti itulah yang perlu dipupuk agar setiap kru selain memiliki pengetahuan dan
keterampilan, juga memiliki sikap yang bertanggungjawab terhadap aturan dan
keselamatan.

B. Pengelolaan Program Pelatihan


Penyelenggaraan program pelatihan tentu tidak dapat serta merta dilakukan begitu saja
tanpa persiapan yang matang, mengingat biaya untuk penyelenggaraan pelatihan
tersebut tidaklah murah. Ada beberapa langkah untuk mengelola program pelatihan
sebelum pada akhirnya dilaksanakan.
1. Identifikasi dan Analisis Kebutuhan Pelatihan
Langkah pertama dan utama dalam mengelola pelatihan adalah menjajaki dan
mengetahui kebutuhan pelatihan serta sejauh mana kebutuhan tersebut perlu
dipenuhi. Langkah ini merupakan langkah yang bersifat mutlak dan esensial.
Mengingat pentingnya langkah ini, maka dalam melakukannya perlu perhatian
dan persiapan yang matang. Identifikasi kebutuhan pelatihan secara sistematis
ini mempunyai relevansi yang jelas antara kebutuhan pelatihan dengan
kebutuhan atau persyaratan tugas.
2. Menguji dan Menganalisis Jabatan dan Tugas
Menguji dan menganalisis jabatan adalah suatu proses mendapatkan informasi
(data) tentang suatu jabatan untuk penyusunan standar-standar tertentu. Secara
umum, untuk melakukan analisis jabatan dan analisis tugas dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
✓ Menganalisis Uraian Tugas (Job Description)
✓ Menganalisis spesifikasi tugas
✓ Menganalisis kualifikasi

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
41
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

C. Prinsip-prinsip pembelajaran
Seorang pemimpin yang bertanggungjawab tehadap pengelolaan dan pelatihan
personil di atas kapal harus mengetahui dan memahami prinsip-prinsip pembelajaran
agar dapat merancang suatu program pelatihan yang efektif.
1. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari
kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya
perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelatihan akan
timbul pada peserta apabila bahan pelatihan sesuai dengan kebutuhannya. Di
samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan
belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas
seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Adanya
tidaknya motivasi dalam diri peserta dapat diamati dari observasi tingkah
lakunya.
2. Keaktifan
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa
mengolah informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa
mengadakan transformasi. Semakin seseorang aktif terlibat dalam proses
belajar atau pelatihan, maka materi yang disampaikan akan lebih mudah
diterima.
3. Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh individu, belajar adalah
mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling
baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui
pengalaman langsung seseorang tidak hanya mengamati, tetapi ia harus
menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab
terhadap hasilnya. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar
dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar
sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh
seorang individu secara aktif. Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang
dikemukakan oleh seorang filsuf Cina Confucius, bahwa:
apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; dan
apa yang saya lakukan saya paham
Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim
“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
42
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

4. Pengulangan
Thordike hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar
memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan
bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak
pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-
latihan dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama.
Semakin sering berlatih maka akan semakin paham.
5. Tantangan
Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa
individu ketika belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar
seseorang menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat
hambatan dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk
mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila
hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan
masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Menurut teori
ini belajar adalah berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai
tujuan.
6. Feedback dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan feedback dan penguatan adalah teori
belajar operant conditioning dari B.F. Skinner. Kunci dari teori ini adalah
hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat, jika disertai perasaan
senang atau puas dan sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan tidak
senang. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka
perbuatan itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan
efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi.
7. Perbedaan Individual
Manusia merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-
masing mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat
bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal latar
belakang kebudayaan, sosial, dan ekonomi. Perlu disadari bahwa hasil suatu
pelatihan dapat berbeda pada masing-masing peserta. Oleh sebab itu pimpinan
harus melakukan supervisi terhadap perkembangan kemampuan dan
keterampilan anak buahnya.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
43
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

PERTEMUAN XV

MANAJEMEN KAPAL DAN BUDAYA KESELAMATAN

A. Pengertian Manajemen dan Karakteristik Manajemen di Kapal


Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, penyerahan dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber saya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk
menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan organisasi dengan pelaksanaan
fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia atau
kepegawaian, penyerahan, kepemimpinan dan pengawasan.
Manajemen dibutuhkan untuk semua organisasi, baik manajemen di darat
maupun di kapal karena tanpa manajemen pencapaian tujuan akan menjadi sangat
sulit.
Manajemen perkapalan memiliki perbedaan dengan manajemen industri di darat
dalam beberapa aspek, yakni:
1. Perusahaan perkapalan terdiri dari sejumlah unit-unit industri kecil yang
bergerak (mobile) yaitu terdiri dari kapal-kapal yang pada waktu tertentu
menyebar mengikuti jarak jauh di berbagai wilayah.
2. Selama dalam pelayaran, kapal dapat mengalami perubahan cuaca yang
drastis dan dapat mengganggu pekerjanya, baik fisik maupun mental.
3. Kapal beroperasi di lingkungan yang tidak ramah dan harus menyelesaikan
tugas dengan baik pada kondisi cuaca yang ekstrim.
4. Selama di kapal, para pekerjanya selalu dihadapkan resiko bahaya, baik pada
waktu dinas maupun di luar dinas. Misalnya pada waktu ada bahaya
kebakaran, tenggelam, atau kandas.
Adapun industri di darat umumnya beroperasi dalam kondisi yang relatif tetap.
Orang yang bekerja ditempatkan dekat dengan pekerjaan dan mempunyai berbagai
fasilitas dan sarana yang cukup. Industri di darat dalam merekrut pegawai dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan organisasi, baik dalam aspek pendidikan,
pengalaman dan kriteria-kriteria lain yang dipersyaratkan.
Perusahaan pelayaran memiliki kesulitan dalam merekrut orang yang sesuai
untuk karier di laut. Agen pengawakan dapat menemui kesulitan dalam mendapatkan

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
44
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

kru yang berkualitas dan berpengalaman. Fasilitas pendidikan dan pelatihan maritim
tidak selalu tersedia sebagaimana pendidikan umum lainnya sehingga orang-orang
kapal mungkin harus bepergian jauh untuk mengikuti kursus untuk meningkatkan
kompetensi yang dimiliki.
Kapal beroperasi selama 24 jam setiap hari dan awak kapalnya disusun dengan
sistem pergantian (shift) jaga. Mereka harus diatur untuk mengoperasikan kapal
dengan efektif dan aman, terutama dalam hal:
• Jaga laut dan jaga pelabuhan
• Penanganan muatan
• Perawatan kapal dan perlengkapannya
• Tugas-tugas pada saat tiba dan berangkat serta tugas-tugas pada saat
berlabuh.
• Tugas-tugas terkait keselamatan seperti : fire fighting, penyelamatan diri.

B. Tujuan dan Fungsi Manajemen


Tujuan utama setiap organisasi adalah berkembang dan mendapatkan
keuntungan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen secara efektif dan efisien.
George Robert Terry menyatakan bahwa tujuan manajemen adalah :
1. Untuk mencapai keteraturan, kelancaran, dan kesinambungan usaha untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Untuk mencapai efisiensi, yaitu suatu perbandingan terbaik antara input dan
output
Fungsi manajemen antara lain:
1. Planning
Merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pemilihan alternatif-alternatif,
kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, dan program-program
sebagai bentuk usaha untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Terdapat 4 (empat) tingkat kemampuan dasar dalam kegiatan perencanaan:
a) Insight: kemampuan untuk menghimpun fakta dengan jalan
mengadakan penyelidikan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
masalah yang direncanakan.
b) Foresight: kemampuan untuk memproyeksikan atau menggambarkan
jalan atau cara-cara yang akan ditempuh, memperkirakan keadaan-

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
45
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

keadaan yang mungkin timbul sebagai akibat dari kegiatan yang


dilakukan.
c) Studi eksploratif: kemampuan untuk melihat segala sesuau secara
keseluruhan, sehingga diperoleh gambaran secara integral dari kondisi
yang ada.
d) Doorsight: kemampuan untuk mengetahui segala cara yang dapat
menyamarkan pandangan, sehingga memungkinkan untuk dapat
mengambil keputusan.
2. Organizing
Merupakan suatu tindakan atau kegiatan menggabungkan seluruh
potensi yang ada dari seluruh bagian dalam suatu kelompok orang atau
badan atau organisasi untuk bekerja secara bersama-sama guna mencapai
tujuan yang telah ditentukan bersama, baik untuk tujuan pribadi atau tujuan
kelompok dan organisasi.
Dalam pengorganisasian dikenal istilah KISS (koordinasi, integrasi,
simplifikasi, dan sinkronisasi) dalam rangka menciptakan keharmonisan
dalam kegiatan organisasi.
3. Actuating
Merupakan implementasi dari perencanaan dan pengorganisasian, dimana
seluruh komponen yang berada dalam satu sistem dan satu organisasi
tersebut bekerja secara bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing
untuk dapat mewujudkan tujuan.
4. Controlling
Merupakan pengendalian semua kegiatan dari proses perencanaan,
pengorganisasian dan pelaksanaan, apakah semua kegiatan tersebut
memberikan hasil yang efektif dan efisien serta bernilai guna dan berhasil
guna.

C. Prinsip-prinsip Manajemen
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu
dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang
berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari
Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari:
1. Pembagian kerja (division of work)
Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim
“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
46
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

2. Wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility)


3. Disiplin (discipline)
4. Kesatuan perintah (unity of command)
5. Kesatuan pengarahan (unity of direction)
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
(subordination of individual interests to the general interests)
7. Pembayaran upah yang adil (renumeration)
8. Pemusatan (centralisation)
9. Hirarki (hierarchy)
10. Tata tertib (order)
11. Keadilan (equity)
12. Stabilitas kondisi karyawan (stability of tenure of personnel)
13. Inisiatif (Inisiative)
14. Semangat kesatuan (esprits de corps)

D. Budaya dalam Lingkungan Kerja Pelayaran


Budaya dapat digambarkan sebagai cara hidup diantara sekelompok orang,
sebuah organisasi, sebuah profesi, atau sebuah negara. Budaya terdiri dari sekumpulan
norma, sikap, nilai dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sebuah kelompok. Budaya
dapat mempengaruhi cara orang berkomunikasi, mengambil keputusan dan menilai
resiko. Helmreich dan Merritt (2004, dalam Grech, 2008, hal. 135) menyatakan bahwa
terdapat 3 (tiga) jenis budaya yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja yakni:
nasional, profesi dan organisasi. Ketiga tipe budaya tersebut memiliki pengaruh
terhadap sikap, nilai dan interaksi seseorang yang dapat mendorong performa kerjanya
di kapal ke arah positif atau negatif.
1. Budaya Nasional / Bangsa
Budaya nasional memiliki peranan penting dalam membentuk sikap dan
perilaku. Sekarang ini dunia pelayaran dianggap sebagai industri internasional
dimana terdapat berbagai budaya yang saling berinteraksi. Berbagai faktor
seperti komunikasi, team work, kepemimpinan dan tanggung jawab bisa
memiliki perbedaan dalam hal budaya. Hal ini merupakan sebuah tantangan
dalam dunia maritim yang harus ditaklukan agar dapat terhindar dari masalah.
Setiap Negara memiliki ciri komunikasi yang berbeda. Di beberapa negara
mungkin dianggap tidak sopan untuk bertanya langsung kepada atasan, namun
Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim
“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
47
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

di negara lain hal itu merupakan hal yang biasa. Hal-hal seperti ini dapat
menyebabkan kesalahpahaman dan konflik antar budaya apabila tidak diatasi
dengan baik.
2. Budaya Profesi
Budaya profesi berkaitan dengan atribut suatu pekerjaan dan mencakup
berbagai faktor seperti: tradisi, proses pelatihan, resiko pekerjaan, wewenang
dan tanggungjawab serta karakteristik pekerja yang terlibat di dalamnya.
Dalam dunia pelayaran, kru kapal tidak hanya bekerja namun juga hidup di
atas kapal dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini mengakibatkan
kurangnya kontak sosial dengan keluarga, teman dan menciptakan lingkungan
organisasi yang terpencil. Terdapat pekerjaan harian yang terjadwal dengan
ketat beserta peraturan dari otoritas yang lebih tinggi. Hal tersebut tentunya
memiliki dampak terhadap kondisi kerja di kapal.
3. Budaya Organisasi
Budaya organisasi ditemukan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku
seseorang terhadap pekerjaan. Sama dengan budaya nasional, di dalam sebuah
organisasi juga dapat berkembang berbagai norma, nilai, dan kepercayaan yang
tercermin dalam strategi dan sikap manajemen terkait aspek-aspek seperti
komunikasi, kerjasama tim, dan pelatihan. Beberapa kecelakaan dapat secara
tidak langsung dapat diakibatkan oleh kebijakan dan keputusan organisasi yang
dapat mengarah pada human error misalnya kurangnya kesadaran dan
kepekaan terhadap situasi, tingkat kelelahan yang tinggi, beban pekerjaan yang
berlebihan, dsb.
4. Budaya Keselamatan
Keselamatan (safety) tidak mudah untuk didefinisikan karena memiliki
banyak dimensi. Banyak yang menghubungkan budaya keselamatan dengan
rendahnya tingkat kecelakaan. Memang benar bahwa organisasi dengan budaya
keselamatan yang baik umumnya memiliki tingkat kecelakaan yang rendah,
namun kebalikannya belum tentu selalu begitu. Organisasi yang memiliki
budaya keselamatan yang kurang baik mungkin saja beruntung dan memiliki
tingkat kecelakaan yang rendah. Dalam konteks ini, budaya keselamatan
berkaitan dengan sejauh mana orang-orang dan kelompok dalam suatu
organisasi berusaha untuk meningkatkan dan mengkomunikasikan keselamatan

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
48
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

dan bersedia untuk terus menerus belajar, beradaptasi dan memodifikasi


perilaku berdasarkan hasil belajar.
Berikut adalah bagan hubungan antara budaya nasional, profesi dan
organisasi dalam mempengaruhi budaya keselamatan.

Budaya Nasional Budaya Profesi

Budaya Organisasi

Budaya Keselamatan

`
Gambar : Diagram Hubungan Antara Budaya Nasional dan Budaya Profesi
dalam Mempengaruhi Budaya Organisasi dan Budaya Keselamatan

Westrum (1992, dalam Grech, 2008) mengembangkan konsep untuk menjelaskan


tingkatan budaya keselamatan dalam organisasi.

Perbaikan
berkelanjutan

Generative
(keselamatan adalah yang
utama)
Budaya Proactive
keselamatan (mengatasi masalah yang
masih ditemukan)

Bureaucratic
(memiliki sistem untuk
menghadapi kecelakaan) Meningkatkan feedback
Reactive dan kepercayaan
(Bertindak saat ada
Memiliki potensi
kecelakaan)
bahaya

Pathological
(Tidak ingin tahu)

Gambar: Berbagai Tingkatan Evolusi Organisasi dan Hubungannya dengan Budaya


Keselamatan

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
49
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

Seperti yang dapat dilihat pada gambar 17 di atas, sebuah organisasi dapat
mengalami serangkaian evolusi terkait cara merespon budaya keselamatan, dimulai dari
pathological menjadi generative. Sebuah organisasi dapat bergerak dari system yang tidak
aman menjadi system yang aman dan hanya apabila telah mencapai level tertentu maka
organisasi tersebut dapat dikatakan telah menghandle keselamatan dengan serius untuk
meraih budaya keselamatan.
Organisasi yang pathological adalah organisasi yang tidak aman. Terdapat
kecenderungan untuk saling menyalahkan ketika terjadi kesalahan atau kecelakaan.
Jelasnya, organisasi ini tidak memperhatikan keselamatan sama sekali. Organisasi yang
reactive mulai memikirkan keselamatan sebagai isu penting. Hal ini seringkali didorong
oleh faktor eksternal dan internal, mungkin karena insiden dan kecelakaan yang seringkali
terjadi. Pada organisasi bureaucratic, faktor resiko dan keselamatan direview setelah
terjadinya kecelakaan. Pada tahap ini, tekhnik analisa kuantitative digunakan untuk menilai
keselamatan dan mengukur efektifitasnya. Meskipun demikian, keselamatan masih
dianggap sebagai “tambahan”. Organisasi proactive memiliki pendekatan yang lebih
proaktif terhadap keselamatan. Misalnya dengan mengadakan pelatihan manajemen sistem
keselamatan. Kelemahan organisasi ini adalah kurang mampu belajar dari bukti kongrit
yang dikumpulkan setelah terjadinya kecelakaan. Pada akhirnya, organisasi generative
secara penuh mengintegrasi perilaku yang aman ke dalam seluruh kegiatan organisasi.
Mereka juga menggunakan informasi, observasi dan ide-ide baru untuk dimasukkan ke
dalam sistem. Salah satu perbedaan penting antara level akhir dengan level sebelumnya
adalah pada level akhir ini faktor manusia dianggap mencakup individu dan juga
organisasi.
Mashall (2006, dalam Grech, 2008) menyatakan bahwa tantangan untuk berpindah
dari level pathological menjadi generative melibatkan komitmen yang kuat dari
manajemen organisasi. Mereka tidak cukup hanya menerima namun juga menunjukkan
komitmen mereka melalui dukungan aktif terhadap sistem manajemen keselamatan. Begitu
suatu organisasi dapat mencapai tahap generative, organisasi tersebut akan menghadapi
banyak tantangan untuk tetap berada pada level tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020
50
Dr. Fereddy Siagian, M.Th.,M.M.

Ardiansyah. Tugas Dan Tanggung Jawab Awak/Crew Kapal. 2 September 2014.


http://tugasdantanggungjawabawakcrewkapal.blogspot.com/
Badan Diklat Perhubungan. (2000). Modul BST: Personal Safety and Social
Responsibility, Jakarta.
Blakey, TN. (1987). English for Maritime Studies. Hertfordshire : Prentice Hall
DeVito, J. A. (1986). The communication handbook: A dictionary. New York:
Harper & Row
Grech, Rita Michelle., et.al., (2008). Human Factors in the Maritime Domain, CRC
Press, Boca Raton.
Handy, Charles. (1993). Understanding Organization, Oxford University Press,
New York.
Health and Safety Executive of UK Government. Human Factors in Accident
Investigation. 2 September 2014. http://www.hse.gov.uk/humanfactors /topics/core2.pdf
Kuncoro, Ongky Setio. Perlunya Pengembangan SDM Anak Buah Kapal (ABK)
Pada Pt.Merak Jaya Transport. 2 September 2014. http://www.spocjournal.com
/ekonomi/manajemen/87-perlunya-pengembangan-sdm-anak-buah-kapal-abk-pada-
ptmerak-jaya-transport.html (
Lai, Andrea. Transformational-Transactional Leadership Theory. 30 Juni 2014.
http://digitalcommons.olin.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1013&context=ahs_capstone_2
011.
Lova. Menerapkan Fungsi Manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating,
Controlling) Dalam Aspek Perusahaan. 30 Juni 2014. http://lova241smk
.wordpress.com/2012/02/26/menerapkan-fungsi-manajemen-poac-planning-organizing-
actuating-controlling-dalam-aspek-perusahaan/.
Malibu Mirage Owners and Pilots Association. The Error Chain. 2 September
2014. http://www.mmopa.com/gallery/278_MMOPA%20Safety%20Lecture%20-
%20Error%20Chain%20-%2020Sep2012.pdf
Rushden, Lisa. (2008). Contribute to Effective Communications and Teamwork on
a Coastal Vessel. National Search and Rescue Manual.
Serenity. Assertiveness and the Four Styles of Communication. 30 Juni 2014.
http://serenityonlinetherapy.com/assertiveness.htm.
Wikipedia. Manajemen. 30 Juni 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen.
Wikipedia. Pembelajaran. 2 September 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/ Pembelajaran
Wikipedia. Command Hierarchy. 2 September 2014. http://en.wikipedia.org/wiki
/Command_hierarchy.

Kepemimpinan, etos kerja dan Kerjasama Tim


“AKADEMI MARITIM CIREBON” 2020

Anda mungkin juga menyukai