Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

PEMAHAMAN FENOMENA BIOTIK DAN ABIOTIK WILAYAH INDONESIA

1. PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini memberikan penjelasan mengenai unsur biotik dan abiotik pada
berbagai fenomena geosfer di Indonesia yang meliputi unsur lima geosfer, yakni litosfer,
hidrosfer, biosfer, atmosfer, dan antroposfer.
Manfaat
Materi ini diharapkan dapat memberikan mahasiswa kemampuan untuk
memahami fenomena yang terjadi di sekitarnya, baik yang disebabkan oleh dinamika
biotik maupun abiotik. Selanjutnya, berdasarkan data-data, peta, dan informasi yang
diberikan, para mahasiswa mampu menganalisis hubungan antara unsur-unsur biotik
dan abiotik tersebut.
Relevansi
Pokok bahasan ini membahas mengenai proses pembentukan, dinamika, hingga
klasifikasi dalam lima sphere yang ada di bumi. Pemahaman mengenai unsur-unsur
geosfer dunia merupakan salah satu kunci untuk memahami bagaimana negara-negara
di dunia terbagi sehingga menjadi kelompok-kelompok negara tertentu, misalnya negara
maju dan negara berkembang, dan negara kaya dan negara miskin. Kondisi inilah yang
kemudian bermanfaat untuk menjelaskan kondisi geografi regional negara-negara
dunia.
Learning outcomes
Mahasiswa mampu memahami dan mengidentifikasi potensi dan permasalahan di
suatu wilayah menggunakan basis fenomena biotik dan abiotik.

2. PENYAJIAN
Pengantar Konsep dan Teori
Geografi merupakan ilmu untuk mendeskripsikan wilayah atau ilmu tentang bumi
sebagai tempat tinggal manusia (Hobbs, 2017). Geografi, yang dirumuskan oleh para
ahli geografi Indonesia pada Seminar dan Lokakarya di Semarang tahun 1988, diartikan
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena

1
geosfer dengan menggunakan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam
konteks keruangan.

Gambar 4.1 Fokus keilmuan geografi pada cabang ilmu geografi fisik dan geografi
manusia (Hobbs, 2017)
Ilmu geografi adalah bidang ilmu yang integratif antara aspek fisik dan sosial. Dua
cabang utama dari geografi adalah geografi fisik yang bersinggungan dengan ilmu bumi
dan geografi manusia yang bersinggungan dengan ilmu sosial (Hobbs, 2017). Integrasi
dari kedua cabang ilmu ini mempermudah geograf dalam mempelajari hubungan antara
lingkungan dan manusia, antara lain yang berhubungan dengan permasalahan akibat
perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, kemiskinan, dan kelaparan.
Untuk memahami lanskap alam (natural landscape) bumi, aspek geografi fisik
dapat membantu dalam memahami secara komprehensif proses dan bentukan eksisting
fisik bumi. Aspek fisik geografi bisa terdiri dari aspek litosfer, atmosfer, hidrosfer,
pedosfer, biosfer, dan antroposfer. Keenam aspek tersebut secara holistik menjadi
substansi geografi dalam memahami bumi secara fisik, yaitu melalui interaksi dan
interelasi antaraspek .
a. Litosfer
Makhluk hidup di planet bumi tinggal pada lapisan bumi yang keras dan kaku
yang disebut kulit bumi atau litosfer. Litosfer ini terletak paling atas atau paling luar
dari bagian bumi, sehingga sering disebut dengan kerak bumi. Litosfer bukan
merupakan suatu lapisan yang kompak, tetapi terpecah-pecah menjadi beberapa
2
lempeng. Istilah litosfer berasal dari bahasa Yunani, yaitu lithos berarti batuan dan
sphera yang berarti lapisan. Litosfer merupakan lapisan kerak bumi paling luar dan
terdiri atas batuan, abu pasir kerikil, dan berbagai komponen lainnya dengan ketebalan
rata-rata 70 km (Davis and Reynolds, 1996).
Kulit bumi yang keras dinamakan kerak bumi, terbagi atas lempeng benua
(continental crust) dan lempeng samudera (oceanic crust) yang memiliki karakteristik
berbeda. Kerak samudera merupakan bagian padat dari bumi yang terdiri dari endapan
pada permukaan samudera yang berada di dasar lautan. Ketebalan lapisan kerak
samudera ini ialah sekitar 50 – 100 km. Di sisi lain, kerak benua atau kontinen
merupakan daratan yang sangat luas yang berada di permukaan bumi dengan ketebalan
dapat mencapai 150 km. Berdasarkan massa jenisnya kerak samudera memiliki massa
jenis yang lebih besar dibandingkan dengan kerak benua yang menjadikannya lebih
berat, oleh karena itu saat bertumbukan kerak samudera akan bergerak menunjam ke
bawah kerak lainnya, baik sesame kerak samudera maupun kerak benua. Lain halnya
dengan kerak benua yang apabila bertumbukan dengan sesamanya maka akan
cenderung mengalami pengangkatan.
Litosfer terdiri atas berbagai jenis batuan penyusun. Batuan ini merupakan
kumpulan mineral yang sudah membeku. Batuan tersebut juga merupakan elemen kulit
bumi yang menyediakan mineral-mineral anorganik dengan melalui proses pelapukan
serta menghasilkan tanah. Batuan mempunyai komposisi mineral, sifat-sifat fisik, dan
juga umur yang bermacam-macam. Berdasarkan proses pembentukannya, batuan
batuan dibagi menjadi tiga, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan malihan
(metamorf) (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, 2015).
Selain batuan, unsur penting yang terbentuk di atas bumi adalah tanah yang secara
khusus disebut dengan pedosfer. Tanah merupakan hasil pelapukan batuan yang terjadi
secara alami. Proses pembentukan tanah diawali dengan batuan yang berinterkasi
langsung dengan atmosfer dan hidrosfer sehingga memicu terjadinya pelapukan
kimiawi. Batu yang lunak akan terus mengalami pelapukan sehingga muncul calon
makhluk hidup yang kemudian mulai muncul tumbuhan perintis yang dalam
perkembangannya akar tumbuhan tersebut memecah batuan sehingga terjadi pelapukan
biologis. Kombinasi kedua jenis pelapukan tersebut kemudian mempercepat
terbentuknya tanah.
Indonesia memiliki banyak sekali potensi sumberdaya alam maupun buatan, salah
satunya tanahnya yang relatif subur. Tanah merupakan suatu benda alam yang
3
menempati lapisan kulit bumi teratas dan terdiri dari butir tanah, air, udara, sisa tumbuh-
tumbuhan dan hewan, yang merupakan tempat tumbuhnya tanaman.
Jenis tanah di Indonesia sangat beragam yang tergantung dari proses
pembentukannya. Jenis tanah tersebut antara lain andosol, regosol, aluvial, organosol
(gambut), hingga terarosa. Andosol yang merupakan hasil pelapukan abu vulkanis
banyak ditemui di Jawa bagian tengah, Sumatera bagian barat dan beberapa daerah yang
masih terdapat gunungapi. Tanah aluvial merupakan tanah hasil erosi dan banyak
dijumpai di dataran rendah Pulau Jawa, pesisir barat Sumatera dan Sulawesi. Tanah
aluvial merupakan tanah yang subur sehingga dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan
tanaman palawija. Selanjutnya, tanah gambut merupakan hasil pembusukan bahan-
bahan organik di daerah yang selalu tergenang air, sebarannya dapat ditemukan di
pesisir timur Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Tanah terarosa merupakan
tanah hasil pelapukan batuan kapur yang banyak ditemukan di Jawa bagian selatan
sebelah timur, yaitu di Pegunungan Seribu.
Topografi makro di Indonesia sangatlah beragam (lihat van Bammelen, 1949)
yang diperlihatkan oleh pulau-pulau besar di Indonesia. Pulau Sumatera secara umum
terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian timur dan barat. Bagian barat Pulau Sumatera
memiliki topografi berbukit sedangkan bagian timur landai. Pulau Jawa dapat dibagi
menjadi tiga zona, yaitu zona utara, tengah dan selatan: bagian utara Pulau Jawa relatif
landai sedangkan di bagian tengah dan selatan memiliki topografi bergunung dan
berbukit. Pulau Kalimantan sebagian besar memiliki topografi landai, sedangkan Pulau
Sulawesi memiliki topografi berbukit dan bergunung. Kemudian, Pulau Papua dapat
dibagi ke dalam dua zona yang mencakup zona utara, tengah, dan selatan yang mana
zona tengah Papua memiliki topografi berbukit dan bergunung karena adanya
Pegunungan Jayawijaya.
b. Atmosfer
Atmosfer berasal dari bahasa Yunani atmos yang berarti uap air atau gas dan
sphaira yang berarti selimut. Atmosfer adalah lapisan udara tipis yang menyelimuti
bumi (Ahrens, 2009). Atmosfer menjadi tempat terjadinya berbagai reaksi antara
berbagai unsur dan senyawa yang diemisikan dari berbagai kegiatan di bumi. Atmosfer
merupakan sumber oksigen bagi pernapasan dan sumber karbondioksida bagi reaksi
fotosintesis. Sebagai komponen dasar dari siklus hidrologi, atmosfer menjadi media
transportasi air dari lautan ke daratan. Kimia atmosfer mempelajari komposisi kimia
dari gas, cairan, dan padatan di atmosfer yang berinteraksi satu sama lain. Komposisi
4
dan peranan kimia atmosfer berperan penting dalam siklus hidup organisme di bumi
yang seimbang.
Atmosfer merupakan campuran berbagai macam gas yang bersifat homogen.
Udara kering pada atmosfer mengandung gas nitrogen +78%, oksigen +21%,
karbondioksida 0,03%, argon 0,9%, metana, kalium, dan lain-lain +0,07 %. Atmosfer
tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak dirasakan kecuali dalam bentuk angin. Selain
itu, sifatnya yang dinamis dan elastis membuatnya dapat mengembang dan menyusut
serta dapat bergerak.
Salah satu faktor yang membedakan karakteristik atmosfer adalah ketinggian.
Faktor-faktor lain yang menyebabkan perbedaan karakteristik atmosfer adalah iklim,
waktu, garis lintang atau latitude dan aktivitas matahari. Temperatur atmosfer sangat
bervariasi mulai dari yang terendah, yaitu -138oC, hingga 1700o C. Tekanannya
menurun tajam dari 1 atm pada permukaan air laut. Dengan adanya perbedaan
temperatur dari tekanan tersebut maka sifat kimia dari atmosfer sangat berbeda
disebabkan oleh perbedaan altitude atau ketinggian. Hal ini yang menyebabkan adanya
pembagian wilayah berdasarkan karakteristik atmosfer bumi.
c. Hidrosfer
Air merupakan unsur yang sangat penting bagi manusia dan keberlangsungan
kehidupan bumi. Selanjutnya, Marshall (2013) mengatakan bahwa studi tentang air dan
proses fisik, kimia, dan biologinya akan bermanfaat untuk mempelajari karakteristik
bumi. Geografi berkontribusi dalam menjelaskan proses-proses yang menyebabkan
sumberdaya air terdistribusi di permukaan bumi dan mengetahui pola-pola spasial
hubungan antarproses tersebut (Davie, 2019).

5
Gambar 4.2 Siklus Hidrologi (Marshall, 2013)
Salah satu hal yang paling penting dalam mempelajari kondisi air di bumi adalah
dengan mengetahui tentang siklus hidrologi. Siklus hidrologi sendiri mengacu pada
pergerakan alami air pada fase yang berbeda-beda di atmosfer hingga turun ke daratan
(Brutsaert, 2005). Siklus hidrologi dimulai dengan menguapnya air di laut, daratan,
sungai, tanaman, dan sebagainya yang kemudian membentuk awan. Setelah uap air
mencapai titik jenuh dan awan terbentuk, bintik-bintik air jatuh ke tanah dalam berbagai
bentuk seperti hujan, salju, hail, dan bentuk lainnya karena gravitasi. Kemudian, air
bergerak ke dalam tanah melalui celah dan pori tanah untuk kemudian kembali
memasuki sistem air permukaan. Air permukaan yang mengalir maupun yang tergenang
akan kembali terkumpul di lautan dan mengulang siklus.
d. Biosfer
Biosfer merupakan tempat di lapisan bumi yang mana seluruh makhluk hidup
(manusia, hewan, dan tumbuhan) tinggal (Hutchinson, 1970). Biosfer terbentang mulai
dari ketinggian maksimal di mana makhluk hidup bisa tinggal hingga di kedalaman
palung lautan.
Salah satu yang menempati biosfer adalah sekumpulan hewan dan tumbuhan yang
memiliki karakteristik yang sama yang biasanya terbentuk karena kemampuannya
dalam merespon kondisi lingkungan yang dikenal dengan bioma. Bioma dapat diartikan
juga sebagai wilayah dengan kondisi biogeografis yang berskala global, misalnya
tundra, sabana, dan padang rumput tropis, yang terbentuk karena perbedaan iklim antara
suatu wilayah dengan wilayah lainnya dengan jenis ekosistem dan spesies yang berbeda-

6
beda pula (Hoekstra, 2005). Ciri utama bioma adalah dominasi vegetasi tertentu di suatu
wilayah dengan pengaruh kondisi iklim regionalnya. Hal ini menyebabkan perbedaan
antarbioma tampak jelas dari vegetasi yang tumbuh di dalamnya. Bioma dibedakan
menjadi beberapa jenis yang ditentukan dari iklim, curah hujan, letak geografis, dan
intensitas cahaya matahari.
Di Indonesia, sebaran jenis hewan dan tumbuhan juga dipengaruhi oleh adanya
Garis Weber dan Garis Wallace. Garis Weber dan Wallace merupakan garis imajiner
yang membagi jenis/tipe flora dan fauna berdasarkan kesamaan biogeografi. Indonesia
mempunyai perbedaan jenis fauna antara bagian barat, tengah, dan timur. Menurut Moss
dan Wilson (1998), Wallace membagi flora dan fauna di Indonesia menjadi tiga
Kawasan: (1) Kawasan Asiatis (Asiatic), (2) kawasan antara Australia dan Asia (Austral
Asiatic), dan (3) Kawasan Australis (Australic). Jika Garis Wallace adalah sebuah garis
khayal yang memisahkan wilayah flora dan fauna di Asia dengan Australasia, Garis
Weber memisahkan flora dan fauna di Paparan Sahul dengan Paparan Sunda (lihat
Gambar 4.7).
e. Antroposfer
Antroposfer merupakan bagian dari lingkungan yang dibentuk atau diubah oleh
manusia (Kuhn dan Heckelei, 2010). Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem dan
subsistem yang ada di bumi bisa disebabkan oleh pemanfaatan sumberdaya alam,
timbulan sampah, dan emisi.
Manusia merupakan kunci dalam antroposfer ini. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap perkembangan, aktivitas, dan distribusi penduduk sangat penting untuk
memahami potensi perubahan yang bisa terjadi terhadap lingkungan. Beberapa kunci
kajian kependudukan untuk memahami perubahan antroposfer adalah dinamika
penduduk seperti kematian, kelahiran, dan migrasi. Indikator kependudukan terkait
adalah sebagai berikut:
 Jumlah penduduk: merupakan jumlah jiwa yang tinggal di suatu daerah.
 Laju Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, migrasi
masuk dan migrasi keluar.
 Kepadatan penduduk: jumlah penduduk per luas unit wilayah.
 Rasio Jenis kelamin (sex ratio): perbandingan antara jumlah penduduk laki-
laki dan perempuan dikalikan 100.
 Migrasi: gerak penduduk yang melintas batas wilayah asal menuju ke wilayah

7
lainnya untuk menetap di daerah tujuan.
Aktivitas
Litosfer
1. Pelajarilah naskah dokumen, data, dan gambar yang tersedia mengenai persebaran
gunungapi dan jenisnya di Indonesia (minimal 10 gunungapi)!
2. Gambarkan peta sebaran gunungapi dan jenisnya di Indonesia pada peta!
3. Lengkapilah tabel perbandingan kondisi batuan pada masing-masing pulau di
Indonesia (Tabel 6.2). Bedakan antara jenis batuan beku, batuan sedimen, dan batuan
metamorf (masing-masing minimal dua jenis).

4.
Tabel 4.1 Jenis dan Nama Batuan di Indonesia
Jenis dan Nama Batuan
No. Pulau Besar Batuan
Batuan Beku Batuan Sedimen
Metamorf
1) 1) 1)
1. Sumatera 2) 2) 2)
... dst ... dst ... dst
1)
2. Jawa dan Bali 2)
... dst
1)
3. Kalimantan 2)
... dst
1)
4. Sulawesi 2)
... dst
1)
5. Maluku 2)
... dst
1)
6. Nusa Tenggara 2)
... dst
1)
7. Papua 2)
... dst

4. Jelaskan fenomena yang terjadi pada Tabel 4.1 yang sudah Anda buat.

Pedosfer

8
1. Pelajarilah naskah dokumen, data, dan gambar yang tersedia mengenai jenis tanah
dan sebarannya di Indonesia!
2. Lengkapilah tabel jenis tanah pada masing-masing pulau besar di Indonesia berikut
(minimal satu jenis). Gunakan Gambar 4.2 sebagai salah satu acuan.
Tabel 4.2 Jenis tanah dan sebarannya di Indonesia
No Pulau Besar Jenis Tanah
1 Sumatera
2 Jawa dan Bali
3 Kalimantan
4 Sulawesi
5 Maluku
6 Nusa Tenggara
7 Papua

Hidrosfer
1. Pelajarilah naskah dokumen, data, dan data pendukung lainnya mengenai persebaran
danau dan sungai di Indonesia.
2. Pelajarilah naskah dokumen, data, dan data pendukung lainnya mengenai batas laut
Indonesia.
3. Gambarkan peta sebaran danau dan sungai serta batas laut Indonesia pada peta!
4. Jelaskan bagaimana potensi dan permasalahan yang ada dari peta yang telah dibuat.
Atmosfer
1. Cari dan pelajarilah naskah dokumen dan data pendukung mengenai angin, suhu, dan
curah hujan masing-masing provinsi di Indonesia.
2. Hitunglah rata-rata curah hujan dan suhu per provinsi di Indonesia dalam satu tahun
tertentu (praktikan boleh memilih data tahun).
3. Sajikan data yang telah ada dalam bentuk tabel dan grafik!
4. Buatlah klimatograf yang berisi data curah hujan dan suhu di salah satu provinsi di
Indonesia kemudian analisis kaitannya dengan kondisi Indonesia secara umum.
Biosfer
1. Pelajarilah naskah dokumen, data, dan data pendukung lainnya mengenai persebaran
flora dan fauna di Indonesia. Gunakan Gambar 4.7 sebagai salah satu acuan.
2. Pelajarilah naskah dokumen, data, dan data pendukung lainnya mengenai persebaran
jenis bioma di Indonesia

9
3. Lakukan plotting posisi (relatif) masing-masing sebaran flora dan fauna serta jenis
bioma yang dominan ke dalam peta dasar yang sudah disediakan.
Antroposfer
1. Pelajari Tabel 4.3 mengenai migrasi per provinsi di Indonesia.
Tabel 4.3 Jumlah migrasi neto per provinsi di Indonesia
Migrasi Neto
Provinsi
1995 2000 2005 2010 2015
1)
Aceh - 19980 - 146 212 25 185 967
Sumatera - 95615 - 218 634 - 94 568 - 248 682 - 127 383
Utara
Sumatera - 6 076 - 124 929 - 20 506 - 20 529 - 722
Barat
Riau 21 146 270 107 115 073 169 143 83 639
Jambi 4 362 26 188 14 980 57 425 780
Sumatera - 59202 11 294 - 40 778 - 12 418 - 34 548
Selatan
Bengkulu 30 194 33 001 2 686 20 917 11 097
Lampung - 51715 - 245 - 19 011 - 61 981 - 43 278
2)
Bangka 2 763 2 115 43 754 10 863
Belitung
3)
Kepulauan 165 324 145 686 155 209 121 978
Riau
DKI Jakarta -228503 - 148 141 - 159 411 - 239 464 - 207 252
Jawa Barat 668 836 465 268 287 839 453 087 244 426
Jawa Tengah - 380 - 663 290 - 334 589 - 678 443 - 129 379
473
DI 54 305 67 056 102 149 123 872 123 342
Yogyakarta
Jawa Timur 27 837 - 343 071 - 94 111 - 285 309 - 105 806
Banten 412 941 158 009 272 097 117 087
Bali 12 879 39 872 37 630 61 209 88 962
Nusa 10 998 9 250 - 5 393 6 666 58 966
Tenggara
Barat
Nusa - 10 507 14 921 3 148 - 18 145 8
Tenggara
Timur
Kalimantan 10 722 3 520 - 16 506 506 2 365
Barat
Kalimantan - 6 594 99 484 - 15 760 88 463 25 933
Tengah
Kalimantan 12 884 26 708 20 750 48 163 31 504
Selatan
Kalimantan 62 618 112 681 101 911 140 519 18 836
Timur
Kalimantan 16 213
Utara
Sulawesi - 26 290 15 674 - 2 950 2 569 - 2 292
Utara
Sulawesi 42 816 44 773 24 833 22 787 25 446
Tengah

10
Sulawesi - 11 807 - 104 567 - 40 344 - 87 932 - 40 906
Selatan
Sulawesi 18 131 88 038 10 031 21 484 11 289
Tenggara
Gorontalo - 24 191 - 4 534 9 875 - 2 076
Sulawesi 14 661 4 217 17 153 6 502
Barat
Maluku - 22 968 - 74 124 - 20 802 - 943 - 11 840
Maluku - 13 716 - 6 164 9 575 5 556
Utara
Papua Barat 8 267 3 882 37 070 39 589
Papua 26 802 25 407 13 879 27 759 13 354

2. Klasifikasikan migrasi masuk risen dan migrasi keluar risen tiap provinsi di
Indonesia.
3. Pelajari tabel 4.4 mengenai persentase sex ratio yang merupakan perbandingan
antara jumlah penduduk perempuan dengan laki-laki. Sex ratio didapatkan dari
rumus (Jumlah Penduduk Perempuan/Jumlah Penduduk Laki-Laki)*100%.
Tabel 4.4 Persentase sex ratio per provinsi di Indonesia tahun 2019
Persentase Provinsi Persentase
Provinsi Sex Ratio Sex Ratio

Nusa Tenggara
Aceh
99,9 Barat 94,4

Nusa Tenggara
Sumatera Utara
99,6 Timur 98,1

Kalimantan
Sumatera Barat
99,4 Barat 103,5

Kalimantan
Riau
105,2 Tengah 109,7

Kalimantan
Jambi
104,1 Selatan 103

Sumatera Kalimantan
Selatan 103,3 Timur 110,2

Kalimantan
Bengkulu
103,9 Utara 112,8

Lampung 104,9 Sulawesi Utara 104,1

Kep. Bangka
Sulawesi Tengah
Belitung 108,4 104,2

Kep. Riau 103,9 Sulawesi Selatan 95,6

11
Sulawesi
DKI Jakarta
100,2 Tenggara 101,2

Jawa Barat 102,5 Gorontalo 100,4

Jawa Tengah 98,3 Sulawesi Barat 100,8

D. I. Yogyakarta 98 Maluku 101,6

Jawa Timur 97,5 Maluku Utara 104

Banten 103,8 Papua Barat 111,1

Bali 101,5 Papua 110,6

Gambarkan klas sex ratio pada peta yang Anda buat!

12
Gambar 4.3 Fisiografi makro negara-negara di Asia Tenggara (Hutchison, 2005)

13
Gambar 4.4 Sebaran dan Jenis Tanah di kawasan Asia Tenggara (Dudal, 2005)

14
Gambar 4.5 Sebaran sungai-sungai besar di Indonesia dan Asia Tenggara (Gupta, 2005)

15
Gambar 4.6 Distribusi curah hujan tahunan rata-rata di Asia Tenggara (Chuan, 2005)

16
Gambar 4.7 Garis Weber, Wallace, dan Lydekker yang membagi flora dan fauna di Indonesia (Moss dan Wilson, 1998)

17
3. PENUTUP
Tes Formatif
1. Jelaskan secara deskriptif berbagai fenomena geosfer di Indonesia terutama unsur
biotik dan abiotik berdasarkan klasifikasi pulau-pulau besar!
2. Bagaimana keterkaitan antar fenomena geosfer terutama unsur biotik dan abiotik di
Indonesia? Cari literatur dan data pendukung untuk melengkapi jawaban Anda!

DAFTAR PUSTAKA
1. Ahrens, C. D. 2009. Meteorology Today: An Introduction to Weather, Climate, and
The EnvironmentBrooks/Cole, Cengage Learning, Belmont.
2. Aksa, F. I., Utaya, S., & Bachri, S. 2019. Geografi dalam Perspektif Filsafat Ilmu.
Majalah Geografi Indonesia Vol. 33, No.1, Maret 2019 ISSN 0125 – 1790.
3. Davis, G. dan Reynolds, S. J. 1996. Structural Geology of Rocks and Regions. John
Willey and Sons Inc., New York.
4. Hobbs, J.J. 2017. Fundamentals of World Regional Geography. Fourth edition.
Cengage Learning, Boston.
5. Husain, A. dan Burchanuddin, A. 2019. Ketahanan Dasar Lingkungan: Basic
Environment. Sah Media, Makassar.
6. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2015.
Pengenalan Gunung Api. Dilansir dari
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/Pengenalan_Gunung_Api.pdf diakses
pada 1 November 2019.
7. Van Bammelen, R. W. 1949. The Geology of Indonesia, Vol. 1A: General Geology
of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. The Hague Martinus Nijhoff, Leiden.
8. Brutsaert, W. 2005. Hydrology: An Introduction. Cambridge University Press,
Cambridge.
9. Davie, T. 2019. Fundamentals of Hydrology. Routledge, Abingdon.
10.Marshall, S. J. 2013. Hydrology. Reference Module in Earth Systems and
Environmental Science.
11.Hutchinson, G. E. 1970. The Biosphere. Scientific American, 223 (3), 44-53.
12.Hoekstra, J. M., Boucher, T. M., Ricketts, T. H., & Roberts, C. 2005. Confronting A
Biome Crisis: Global Disparities of Habitat Loss and Protection. Ecology
letters, 8(1), 23-29.

18
13.Moss, S. J. dan Wilson, M. E. 1998. Biogeographic Implications of the Tertiary
Palaeogeographic Evolution of Sulawesi and Borneo. Biogeography and geological
evolution of SE Asia, 133, 163.
14.Kuhn, A. dan Heckelei T. 2010. Anthroposphere. In: Speth P., Christoph M.,
Diekkrüger B. (eds) Impacts of Global Change on the Hydrological Cycle in West
and Northwest Africa. Springer, Berlin. https://doi.org/10.1007/978-3-642-
12957-5_8
15.Hutchison, C. S. 2005. The Geological Framework. In Gupta A (Ed.) The Physical
Geography of Southeast Asia, 4, 94. Oxford University Press on Demand.
16.Dudal, R. 2005. Soils of Southeast Asia. In Gupta A (Ed.) The Physical Geography
of Southeast Asia, 4, 94. Oxford University Press on Demand.
17.Chuan, G.K. 2005. The Climate of Southeast Asia. In Gupta A (Ed.) The Physical
Geography of Southeast Asia, 4, 94. Oxford University Press on Demand.
18.Gupta, A. 2005. Rivers of Southeast Asia. In Gupta A (Ed.) The Physical Geography
of Southeast Asia, 4, 94. Oxford University Press on Demand

19
20

Anda mungkin juga menyukai