Anda di halaman 1dari 4

H

ai Best Teens, pernah enggak sih kamu mengalami miskomunikasi


dengan orangtua, pacar, atau temanmu? Apa yang kamu sampaikan
mungkin tidak dimengerti dengan baik oleh teman bicaramu.
Akibatnya, kamu bertengkar dengan teman bicaramu. Kalau kamu
pernah mengalaminya maka itu wajar. Yang harus kita lakukan
adalah belajar untuk memperbaiki cara berkomunikasi, agar pesan
yang ingin kita sampaikan dapat diterima dengan baik dan benar
oleh teman bicara kita.

Penasaran kan bagaimana caranya? Tenang saja! Pada bulan


Oktober 2021, Pdt. Rita Dwi Lestari dari GKI Purwodadi, akan
mengajak kita untuk bersaat teduh dengan mendalami tema Seni
Berkomunikasi.

Di bulan sebelumnya, September 2021, Pdt. Debora Rachelina


Stefani Simanjuntak dari GKI Perniagaan mengajak kita untuk
mendalami dan memahami Kitab 1 Samuel. Selain itu, pada rubrik
TeensTacle, Dr. Christian Fredy Naa, dosen di Universitas
Katolik Parahyangan, menulis artikel dengan judul “Memahami
Orangtuaku: Membangun Empati dan Kepercayaan.”

Seperti edisi sebelumnya, renungan Pelita edisi September-Oktober


2021 ini juga memakai renungan Teens for Christ yang disiapkan
oleh Yayasan Komunikasi Bersama (YKB). Selamat membaca dan
merenungkan firman Tuhan ya, Best Teens!

eam
TeensT

Renungan Teens for Christ menggunakan kertas yang ramah lingkungan guna mendukung upaya pelestarian alam
1
Rabu, 1 September 2021

Rumput Tetangga
Lebih Hijau
1 Samuel 1:4-8
“Hana, mengapa engkau
menangis …? Mengapa
hatimu sedih? Bukankah aku
lebih berharga bagimu dari The grass is always greener in the other side (rumput
pada sepuluh anak laki-laki?”
tetangga selalu lebih hijau) adalah peribahasa yang
(1 Samuel 1:8) sering kita dengar. Peribahasa itu berarti apa yang
dimiliki oleh orang lain, biasanya terlihat lebih indah
atau lebih baik dari apa yang kita miliki. Orang yang
memiliki cara pandang seperti itu, akan kesulitan
untuk menikmati berkat yang sudah diterimanya. Ia
terlalu asyik memperhatikan dan menghitung berkat
orang lain ketimbang berkat yang diterimanya.
Sepintas hal itu yang dialami oleh Hana.
Keadaannya yang belum memiliki anak membuatnya mendapat perlakuan yang berbeda.
Ia pun kerap kali dipandang rendah oleh Penina, istri kedua suaminya. Situasi itu
membuatnya begitu sedih. Ia menangis dan tidak mau makan. Ia mengasihani dirinya
sedemikian rupa karena tidak memiliki anak seperti Penina. Begitu tenggelamnya
ia dalam kesedihan sehingga melupakan bahwa ia memiliki suami yang begitu
mengasihinya. Elkana berkata, “Hana, mengapa engkau menangis dan mengapa
engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga
bagimu daripada sepuluh anak laki-laki?”
Best Teens, sejujurnya bukan hanya Hana yang sering melihat dan mengagumi
milik orang lain ketimbang miliknya sendiri. Kita juga tanpa sadar melakukan hal
yang sama. Kita ingin punya orangtua seperti si A, lahir dalam keluarga seperti si
X, memiliki wajah seperti si Z, dan seterusnya. Kata-kata itu tanpa sadar membuat
kita lebih fokus pada milik orang lain daripada yang sudah kita miliki. Akibatnya,
kita mulai kehilangan sukacita dan merasa sedih dengan hidup kita. Padahal, setiap
orang diberikan berkat oleh Tuhan. Bentuknya bisa beda-beda, tetapi semua itu
adalah yang terbaik bagi kita. Meminta apa pun boleh, berusaha untuk menjadi
lebih baik itu harus, tetapi jangan lupa bersyukur dan menikmati berkat yang sudah
Tuhan berikan.

Anda mungkin juga menyukai