Anda di halaman 1dari 5

LEMBAR TUGAS MANDIRI (LTM) KOLABORASI DAN KERJA SAMA TIM

KESEHATAN 1

Nama : Muhammad Raihan Anugrah Pekerti


NPM : 2006526604
Fakultas : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Prodi : S1 Reguler Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2020
Kelas : IPE 16 – FG H
Dosen Pengampu : Dra. Ariyani Kiranasari M.Biomed.
Materi : Komunikasi Interprofesi, Kepemimpinan, dan Manajemen Konflik

Kepemimpinan (Leadership)

E. Dinamika dalam Kepemimpinan Kolaboratif


Posisi individu dalam hal kepemimpinan tim dapat ditinjau dari 2 aksis, yaitu (Morgeson et
al, 2010):
1) Aksis Formal dan Informal
Pemimpin formal adalah individu yang memiliki posisi atau hierarki tertentu dalam
tim yang biasanya memiliki akses terhadap sumber daya yang ada. Sedangkan pemimpin
informal adalah individu dalam tim yang tidak memiliki posisi khusus, tetapi dapat
membantu pemimpin formal dalam mengakses sumber daya eksternal. Pemimpin dalam tim
kolaborasi yang dapat timbul sesuai kondisi pelayanan yang dibutuhkan umumnya adalah
pemimpin informal.
2) Aksis Internal dan Eksternal
Pemimpin internal adalah pemimpin yang sangat terintegrasi dalam tim dalam
menjalankan fungsinya sehari-hari. Pemimpin internal juga merupakan anggota tim terkait.
Pemimpin internal sangat memahami proses penyelesaian tugas dan masalah yang ada dalam
tim. Sedangkan pemimpin eksternal adalah pemimpin yang tidak ikut serta dalam
pelaksanaan fungsi tim secara regular. Pemimpin eksternal memiliki kapasitas yang sangat
baik dalam melakukan evaluasi terhadap performa tim dan memberikan umpan balik.

Peran Sesuai Aksis Kepemimpinan dalam Tim Kolaborasi


Dikutip dan dimodifikasi dari Morgeson et al. (2010)

Sumber kekuatan pemimpin (French Dan Raven, 1959)

Sumber kekuatan diatas dapat dikelompokkan sebagai positional power dan personal
power. Jika dikaitkan dengan posisi pemimpin formal dan informal, coercive power biasanya
dimiliki oleh pemimpin formal dan termasuk dalm positional power. Dalam model
kepemimpinan tradisional pelayanan kesehatan, coercive power menjadi kekuatan seorang
dokter. Namun, dalam keadaan dimana masing-masing anggota tim memilki peran penting
dalam pelayanan kesehatan, distribusi kepemimpinan diharapkan dapat lebih baik. Pada era
teknologi informasi dan revolusi industri saat ini, setiap anggota tim dapat memiliki
kompetensi spesifik yang dapat menunjang performa tim. Dengan demikian, dalam
kepemimpinan kolaboratif di pelayanan kesehatan, personal power, seperti expert power,
information power, dan referent power menjadi penting (Dow et al., 2015). Setiap anggota
tim perlu memahami seluruh kekuatan yang dimiliki sesama anggotanya dan
memanfaatkannya memalui proses diskusi, komunikasi efektif, dan interaksi di dalam tim
(Dow et al., 2013).

F. Kegagalan dalam Kepemimpinan

Beberapa bentuk kegagalan dari kepemimpinan kolaboratif disebabkan karena (Grigsby,


2010):
 Tidak mengenal atau mengabaikan budaya organisasi
Budaya organisasi dalam konteks kolaborasi interprofesi mengharuskan pemimpin
mengenal dan mempelajari budaya masing-masing profesi, peran dan fungsi, serta
kekuatan profesi dalam mendukung tujuan organisasi.
 Terlalu cepat ingin meraih keberhasilan dan tujuan organisasi
Berfokus dengan tujuan tanpa memerhatikan proses dan sumber daya yang mendukung
organisasi dapat mengakibatkan masalah dalam kolaborasi. Perhatian terhadap proses dan
pelibatan semua profesi adalah kunci dalam keberhasilan kepemimpinan kolaboratif.
 Menghindari komunikasi, mengeluh, dan emosi terkait kondisi tanpa berusaha untuk
mendengar dan memperbaiki secara bersama.

 Menghindari konflik
Konflik dipandang sebagai sesuatu yang dapat menghambat implementasi kolaborasi.
Pemimpin yang menghindari konflik berisiko mengalami kegagalan pelaksanaan
kolaborasi interprofesi.
 Adanya perencanaan strategis tetapi tidak disertai perencanaan operasional
Pemimpin terpaku pada perencanaan strategis tanpa memerhatikan operasional
pencapaian dan target yang harus dilaksanakan.

G. Manajemen Perubahan
Kepemimpinan kolaboratif memerlukan adaptasi berkelanjutan dari pemimpin maupun
anggota tim terhadap perubahan yang mungkin terjadi di kemudian hari . (Mike Green, 2010)
mengemukakan bahwa dalam suatu perubahan, hal utama yang perlu diubah adalah mindset,
culture, leadership. Berikut ini merupakan langkah manajemen perubahan (Mike Green,
2010):

Langkah-langkah manajemen perubahan (Mike Green, 2010)


a) Orientation
adalah kegiatan untuk menentukan arah kemana perubahan akan dilakukan.
b) Organization
adalah pengaturan orang-orang yang akan melaksanakan perubahan, job deskripsi
setiap orang dan strategi untuk melaksanakan perubahan.
c) Mobilization
adalah proses kegiatan memotivasi, menggerakkan, mengarahkan dan memfasilitasi
orangorang yang telah ditetapkan agar dapat bekerja sesuai dengan job deskripsi yang
telah dibuat untuk melaksanakan perubahan.
d) Implementation
adalah suatu proses kegiatan untuk melaksanakan perubahan. Rencana perubahan
yang telah dibuat dicoba diimplementasikan.
e) Transition
adalah kegiatan mengelola agar orang-orang telah melaksanakan perubahan tetap
melanjutkan dalam melaksanakan perubahan dan tidak kembali pada posisi semula.
f) Integration
adalah menggabungkan semua perubahan dalam suatu bentuk baru yang utuh,
sehingga tujuan perubahan tercapai secara efektif dan efisien.
REFERENSI
 Soemantri, D., Sari, S. P. and Ayubi, D. (2019) Kolaborasi dan Kerja Sama Tim
Kesehatan. Jakarta: CV. Sagung Seto.
 Nuryanto, A., 2015. Manajemen Perubahan dalam Peningkatan Mutu Sekolah.

Anda mungkin juga menyukai