OBAT ANTIMIKOBAKTERI
Disusun Oleh:
Noni Rosanti D1A181566
Rosa Nurdiana D1A181567
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur Kehadirat Allah Swt Yang Telah Memberikan Rahmat Dan
Hidayahnya Sehingga Kami Dapat Menyelesaikan Makalah Kimia Medisinal 1 Yang
Berjudul “Obat Antimikobakteri”
Terima Kasih Saya Ucapkan Kepada Ibu Lisna Gianti M,Si Apt Yang Telah Membantu
Kami Baik Secara Moral Maupun Materi. Terima Kasih Juga Kami Ucapkan Kepada Teman-
Teman Seperjuangan Yang Telah Mendukung Kami Sehingga Kami Bisa Menyelesaikan
Tugas Ini Tepat Waktu.
Saya Menyadari Bahwa Laporan Yang Kami Buat Ini Masih Jauh Dari Kata Sempurna Baik
Segi Penyusunan, Bahasa, Maupun Penulisannya. Oleh Karena Itu, Saya Sangat
Mengharapkan Kritik Dan Saran Guna Menjadi Acuan Agar Kami Bisa Menjadi Lebih Baik
Lagi Dimasa Mendatang.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu negara tropis. Sepanjang sejarah, wilayah tropis lebih
mudah terjangkit penyakit menular dibandingkan dengan wilayah beriklim sedang. Penyebab
utamanya adalah faktor lingkungan dimana wilayah tropis memiliki kelembaban cukup tinggi
dan pertumbuhan biologis sebagai pendukung keanekaragaman hayati yang tinggi termasuk
patogen, vektor, dan hospes. Hal ini diperparah oleh faktor kesadaran masyarakat dan
pengendalian penyakit menular atau penyakit tropis yang kurang optimal, Salah satu contoh
penyakit tropis yaitu tuberkulosis.
Saat ini, penyakit TB aktif diobati dengan terapi kombinasi yang terdiri atas 3 atau
lebih obat (biasanya 4). Selama terapi, pasien dengan TB aktif umumnya diberikan isoniazid
(INH), rifampisin (RIF), pirazinamid (PZA) dan etambutol (EMB) selama 2 minggu yang
merupakan fase intensif. Kemudian terapi dilanjutkan dengan pemberian isoniazid dan
rifampisin selama 4 bulan lagi (fase lanjutan) untuk memusnahkan sisa bakteri yang telah
masuk kedalam kondisi dormant. Tujuan awal dari terapi kombinasi tersebut adalah untuk
meminimalkan perkembangan resistensi terhadap streptomisin setelah obat tersebut
diperkenalkan pertama kali. Saat ini, standar terapi untuk infeksi TB sensitif obat sangat
efektif dalam pembersihan bakteri
1.2 Tujuan:
Untuk
Untuk
Untuk
1.3 Manfaat:
Dapat
Dapat
Dapat
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
SIFAT MIKOBAKTERI
Penyebaran penyakit TBC Ada 4 faktor penentu terjadinya yaitu: Daya tahan tubuh
seseorang rendah, Infectiousness (tingkat penularan), Lingkungan Dan Kontak.
Penyakit TB aktif diobati dengan terapi kombinasi yang terdiri atas 3 atau lebih obat
(biasanya 4). Selama terapi, pasien dengan TB aktif umumnya diberikan isoniazid (INH),
rifampisin (RIF), pirazinamid (PZA) dan etambutol (EMB) selama 2 minggu yang
merupakan fase intensif. Kemudian terapi dilanjutkan dengan pemberian isoniazid dan
rifampisin selama 4 bulan lagi (fase lanjutan) untuk memusnahkan sisa bakteri yang telah
masuk kedalam kondisi dormant.
(Obat lini pertama saat ini untuk terapi MTB sensitif obat)
1. Isoniazid (INH/H)
Isoniazid adalah suatu analog tiasetazon yang merupakan obat anti-TB efektif sejak
tahun 1940-an namun memiliki efek toksik. Upaya peningkatan efektifitas tiasetazon
dilakukan dengan penggantian cincin fenil dengan cincin piridin karena berdasarkan
penelitian, nikotinamid memiliki efek inhibitor terhadap M. tuberculosis. Salah satu
senyawa yang dihasilkan yaitu isonikotinaldehid tiosemicarbazon terbukti lebih aktif
daripada tiasetazon. Hal ini menginspirasi evaluasi intermediet lain dari proses sintesis
hingga pada akhirnya terjadi penemuan asam hidrazid isonikotinat nikotinat (INH) yang
merupakan obat antituberkulosis terbaik hingga saat ini. Isoniazid pertama kali disintesis
pada tahun 1912.
Mekanisme aksi
Isoniazid masuk ke dalam sel MTB dalam bentuk prodrug. Kemudian, INH akan
diaktivasi oleh enzim katalase peroksidase (KatG) yang dikode oleh gen KatG. Spesies
aktif INH kemungkinan adalah suatu radikal isonicotinic acyl yang selanjutnya
membentuk adduct (produk dari penambahan langsung dua atau lebih molekul berbeda
sehingga terbentuk produk reaksi tunggal dengan kandungan semua atom dari semua
komponen (IUPAC, 1997)) dengan radikal NAD. Adduct yang terbentuk adalah
isonicotinic acylNADH (dalam beberapa jurnal disebut sebagai bentuk aktif INH).
Adduct ini bersifat toksik di dalam sel bakteri (Ma dkk., 2007; Brennan dkk., 2008;
Zhand dkk., 1992) dan berturut-turut mempengaruhi target intraseluler seperti biosintesis
asam mikolat yang merupakan komponen penting pada dinding sel bakteri (Barry dkk.,
1998).
2. Pirazinamid (PZA/Z)
Mekansime aksi
Pirazinamid adalah suatu prodrug sehingga perlu dikonversi ke dalam bentuk
aktifnya, yaitu asam pirazinoat (POA), oleh enzim pirazinamidase (PZase) atau
nikotinamidase mikobakteri. Mekanisme aksi pirazinamid masih belum jelas. Asam
pirazinoat diperkirakan bekerja melalui penghambatan sistem enzim fatty acid synthase
(FAS) I yang berperan penting dalam sintesis asam mikolat M. tuberculosis yang sedang
memperbanyak diri. Kemungkinan mekanisme aksi lainnya yaitu gangguan potensial
membran di bawah kondisi pH asam atau penghambatan translasi setelah berikatan
dengan komponen S1 dari subunit 30s ribosomal. Gangguan potensial membrane terjadi
akibat adanya akumulasi asam pirazinoat. Asam pirazinoat diekskresi oleh pompa effux
lemah. Pada kondisi asam, asam pirazinoat terprotonasi akan direabsorbsi ke dalam sel
dan terakumulasi di dalam sitoplasma karena pompa efflux yang tidak efisien. Akumulasi
asam pirazinoat menghasilkan penurunan pH intraseluler hingga nilai dimana
menonaktifkan sintesis asam lemak penting atau terjadi kerusakan seluler. Berdasarkan
mekanisme tersebut, pirazinamid hanya aktif melawan M. tuberculosis pada pH asam
dimana asam pirazinoat terakumulasi di dalam sitoplasma. Pada jurnal lain
dihipotesiskan bahwa anion pirazinoat di bawah kondisi asam berfungsi sebagai pembawa
proton yang mentransport proton dari luar membran ke dalam ruang intraseluler. Proses
ini mengurangi proton motive force dan berpengaruh pada produksi energi bakteri.
3. Rifamisin
Rifamisin adalah salah satu golongan antibakteri paling efektif dan digunakan secara
luas dalam terapi TB saat ini. Rifamisin diisolasi pertama kali pada tahun 1957 dari
Amycolatopsis (dulunya Streptomyces) mediterranei. Awalnya kelas obat ini merupakan
agen terapi yang kurang disukai karena potensinya terlalu rendah, kelarutan rendah,
bioavailabilitasnya rendah (hanya aktif ketika diberikan secar intra vena) dan waktu
paruhnya pendek. Namun, modifikasi struktural dari rifamisin alami menghasilkan
beberapa turunan dengan potensi tinggi dan tersedia dalam bentuk oral. Saat ini, ada 3
senyawa semisintetik dari kelas ini yang digunakan dalam terapi, yaitu rifampisin,
rifapentin dan rifabutin. Rifampisin menjadi dasar terapi saat ini dengan tanggung jawab
utama untuk mengurangi durasi terapi dari 12 bulan hingga sekarang menjadi 6 bulan.
Mekanisme Aksi
Rifamisin mengandung suatu inti aromatik yang dihubungan pada ke dua sisi oleh
suatu jembatan alifatik. Rifamisin mudah menyebar melalui membrane sel M.
tuberculosis karena obat ini bersifat lipofil. Aktivitas bakterisida dikaitkan dengan
kemampuan obat ini untuk menghambat transkripsi akibat ikatan dengan afinitas tinggi
pada DNA-dependent RNA polimerase. Walaupun target molekuler rifampin telah
dikarakterisasi dengan baik, mekanisme tepatnya dari kelas obat ini masih belum terlalu
jelas.
4. Ethambutol
Aktivitas anti TB dari etambutol dilaporkan pertama kali pada tahun 1961. Etambutol
membunuh secara aktif bacilli yang sedang memperbanyak diri dan memiliki aktivitas
sterilisasi sangat lemah. Obat ini hanya sedikit berperan dalam perpendekkan waktu
terapi. Fungsi utama EMB adalah untuk mencegah munculnya resistensi terhadap obat
lain di dalam terapi kombinasi.
Mekanisme aksi
Obat ini menghambat enzim menghambat arabinosil transferase (embB) yang terlibat
dalam biosintesis dinding sel (Takayama dan Kilburn, 1989). Takayama dan Kilburn
(1989) menunjukkan bahwa EMB menghambat transfer arabinoglaktan ke dalam dinding
sel M. smegmatis sehingga terjadi akumulasi asam mikolat. Interaksi EMB dengan target
molekulernya sangat stereospesifik, hanya 1 dari 4 enantiomer yaitu (S,S)-etambutol yang
aktif melawan M. tuberculosis. Optimisasi lebih lanjut dilakukan sehingga menghasilkan
suatu komponen baru, yaitu SQ-109, suatu senyawa sangat lipofilik dan memiliki
mekanisme aksi berbeda dari etambutol.
2.5 Hubungan struktur-aktivitas
1. Isoniazid
2. Pyrazinamid
Optimasi pirazinamid dilakukan pada tahun 1950-an sebagai kelanjutan kerja terhadap
isonikotinamid. Hubungan struktur-aktivitas dari senyawa ini sangat sulit untuk
dijelaskan karena obat ini tidak aktif di bawah kondisi kultur normal. Oleh karena itu,
data SAR PZA diperoleh sebagian besar dari studi in vivo pada hewan dan jumlahnya
sangat terbatas.
3. Rifampisin
Modifikasi kimia dari produk alami menghasilkan rifampisin sintetis yang penting untuk
peningkatan profil farmakologi, Ringkasan SAR dapat dilihat pada gambar dibawah.
Empat gugus hidroksi pada posisi C1, C8, C21 dan C23 dari kerangka rifamisin sangat
penting untuk aktivitas antibakteri. Setiap modifikasi terhadap gugus hidroksi ini (kecuali
konversi C1-OH menjadi =O) menyebabkan penurunan aktivitas. Perubahan lain pada
konformasi gugus hidroksi ini juga menghasilkan senyawa non aktif. Berdasarkan
struktur kristal rifampisin-RNA polymerase, gugus hidroksi ini berinteraksi langsung
dengan RNA polymerase melalui ikatan hidrogen. Setiap modifikasi yang menganggu
interaksi tersebut akan menghasilkan senyawa dengan penurunan afinitas ikatan.
4. Ethambutol
modifiksi struktur EMB menyimpulkan bahwa ukuran dan sifat gugus alkil pada nitrogen
etilendiamin sangat penting untuk aktivitas EMB. Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa
small α-branched alkyl group lebih efektif dari rantai alkil bercabang pada posisi selain α
dan bahwa rantai alkil yang lebih panjang merugikan aktivitas. Perubahan pada daerah
penghubung molekul bersifat merugikan karena setiap perpanjangan, pemasukkan
heteroatom atau pembuatan cabang pada penghubung etilen menyebabkan penurunan
aktivitas. Selain itu, arildiamin dan sikloalkilamin jauh kurang efektif daripada senyawa
induknya.
1. Isoniazid
Mekanisme
Isoniazid diaktifkan oleh KatG (katalase peroksidase) mikrobakteri, Isoniazid aktif akan
membentuk kompleks kovalen dengan protein pembawa asil (acyl carrier protein) dan
KasA, beta asil protein pembawa sintetase, Kompleks ini menghambat pembentukan as.
Mikolat, komponen esensial dinding sel mikobakteri
Resistensi
3. Mutasi yang menyebabkan ekspresi berlebihan ahpC, gen virulensi yang berperan
dalam proteksi sel dari stress oksidatif
4. Mutasi KasA
Farmakokinetik
Pengggunaan klinis:
Tuberkulosis, dosis dewasa 300 mg sekali sehari. Pyridoxin 25-50 mg/hari dapat
digunakan untuk pasien yang beresiko atau mengalami neuropati karena isoniazid.
pemberian secara oral atau parenteral
Efek samping:
2. Pyrazinamide
Mekanisme Kerja:
Farmakokinetika
Penyerapan baik
Cp mak + 2 jam, T ½ + 9 jam,
Distribusi luas termasuk meningens
dimetabolisme di hati
diekskresi lewat salran kemih
Efek Samping:
3. Rifampisin
Mekanisme Kerja:
Resistensi:
mutasi di rpoB, gen untuk subunit β RNA Polimerase menyebabkan penrunan kemampuan
pengikatannya dengan rifampisin
Farmakokinetik:
Interaksi obat:
Rifampisin merupakan enzyme inducer kuat untuk Cytochrom P-450 isoenzymes. Bila
perlu dosis ditingkatkan 2 kalinya dan diturunkan kembali 2 minggu setelah rifampisin
dihentikan.
4. Ethambutol
Mekansime Kerja:
Resistensi:
mutasi yang menyebabkan overekspresi produk gen emb atau struktur gen
Farmakokinetik:
Efek Samping:
Perhatian:
Perlu pemeriksaan fungsi mata sebelum pengobatan, ingatkan penderita segera lapor jika
ada gangguan mata. Tidak dianjurkan untuk anak kurang 6 tahun.
Penggunaan Klinis:
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Hamilton R (2015). Tarascon Pocket Pharmacopoeia 2015 Deluxe Lab-Coat Edition. Jones &
Bartlett Learning. p. 415. ISBN 9781284057560.
Pharmacists. Archived from the original on 20 December 2016. Retrieved 8 December 2016.
2. ^