Disusun Oleh :
Nurfachri Salehudin
1700859
Sudut yang dibentuk antar sumbu koordinat adalah 90° atau dengan kata lain sumbu x
tegak lurus dengan sumbu y dan sumbu z, demikian juga sumbu y tegak lurus dengan sumbu x
dan z dan juga sumbu z tegak lurus dengan sumbu x dan sumbu y.
Ketiga sumbu tersebut menentukan tiga bidang, yaitu bidang yz, bidang xz dan bidang xy
yang membagi ruang menjadi delapan oktan, Jika titik P dalam ruang, maka koordinat
kartesiusnya dituliskan berupa bilangan ganda tiga yaitu P(x, y,z) Dalam sistem koordinat
dimensi tiga terbagi atas tiga bidang, yaitu :
1. bidang yz yaitu bidang yang tegak lurus sumbu-x
2. bidang xz yaitu bidang yang tegak lurus sumbu-y
3. bidang xy yaitu bidang yang tegak lurus sumbu-z
2 Sistem Koordinat Silindris
Tidak semua benda mempunyai bentuk siku-siku seperti balok, kubus, bujur sangkar, dan
bentuk-bentuk siku lainnya. Benda-benda seperti tabung, botol, pipa,tampat sampah, kerucut
memiliki bentuk lingkaran dengan simetri yang khas. Bentuk-bentuk seperti ini akan susah untuk
digambarkan pada koordinat kartesius karena simetri lingkaran sulit untuk digambarkan. Atas
dasar inilah muncullah ide untuk mengembangkan system koordinat untuk benda-benda seperti
ini yaitu dengan membuat koordinat silinder. Koordinat silinder terdiri dari 3 sumbu koordinat
yaitu koordinat r, , dan z.
Gaya Coulomb adalah Gaya tarik-menarik atau tolak menolak antara dua muatan titik,
Q 1, dan Q 2 , dalam ruang vakum yang dipisahkan oleh jarak tertentu. muatan titik disini
'
berarti sebagai Sebuah muatan yang berlokasi pada benda yang dimensinya sangat kecil.
gaya coulomb dituliskan dalam bentuk persamaan:
1 Q1 Q2
F́ 1 = a^ (2.1)
4 π ε 0 ( R´12 ) 12
di mana:
Q 1 dan Q 2 adalah muatan masing-masing pada titik 1 dan 2, dalam coulomb ©
Gambar 2.1. Vektor gaya Coloumb pada (a) muatan titik Q 1dan (b) muatan Q 2
Berdasarkan gambar 2.1 (a), gaya yang dialami oleh Q 1 akibat adanya Q 2 dapat dituliskan :
1 Q1 Q2
F´12 = R −⃗
⃗ R2 (2.5)
4 π ε 0 |⃗ R 2| 1
R1 − ⃗
Dan berdasatkan gambar 2.2 (b), gaya yang dialami oleh Q 2 akibat adanya Q 1 dapat dituliskan :
1 Q1 Q2
F´21 = R −⃗
⃗ R1 (2.6)
4 π ε 0 |⃗ R 1| 2
R2 − ⃗
Jika dituliskan dalam bentuk vector satuan, maka persamaan 2.5. dan 2.6. masing – masing
menjadi :
1 Q1 Q2
F´12 = a^ (2.7)
4 π ε 0 ( R´12 )2 12
Dan,
1 Q1 Q2
F´21 = a^ (2.8)
4 π ε 0 ( R´21 )2 21
Hukum coloumb bersifat linear, yaitu gaya pada muatan merupakan jumlah dari gaya – gaya
pada muatan tersebut oleh masing – masing muatan yang lain sehingga :
n
Q1 Ql
F́ 1(r⃗1) = ∑ |r⃗ −⃗ a^1l (2.9)
4 π ε0 l=2 1 r|
2
Medan listrik merupakan gaya yang dialami oleh muatan uji. Satuan medan listrik N/C dan V/m.
Gambar 2.2. (a) Vektor gaya Coulomb pada muatan uji Q, yang disebabkan oleh (a) muatan
titik Q, dan (b) muatan titik Q
Berdasarkan gambar 2.2 (a) maka medan listrik yang dialami oleh muatan uji yang
disebabkan karena muatan Q, adalah:
F
⃗ 1 Q2 Qt
É = Q = 4 π ε 2 a ^t 2 (2.10)
t 0 Qt R 1 t
1 Q
É = 4 π ε 2 a^R (2.11)
0 R
Dan berdasarkan gambar 2.2 (b) maka medan listrik yang dialami oleh muatan uji yang
disebabkan karena muatan Q, adalah:
F
⃗ 1 Q1 Qt
É = Q = 4 π ε 2 a ^t 1 (2.12)
t 0 Qt R 1 t
1 Q
É = 4 π ε 2 a^R (2.13)
0 R
Dari persamaan 2.10 dan 2.12, jika kita menghilangkan dengan substitusi maka a=az=an,
Di mana an adalah vektor satuan yang arahnya dari muatan sumber ke muatan uji. Persamaan
2.11 sama dengan persamaan 2.13, artinya kita dapat menempatkan muatan uji atau target pada
titik 1 atau titik 2. Besar medan listrik yang dihasilkan akan sama dan arahnya selalu menuju ke
target (muatan uji), karena muatan sumber memiliki polaritas positif.
Perhatikan gambar 2.3. nampak terdapat muatan sumber Q yang terletak di pusat bola.
Maka medan listrik yang dialami muatan pada jarak r dari pusat bola adalah:
1 Q
É = 4 π ε 2 a^r (2.14)
0 r
r⃗
di mana a^r= adalah vekior satuan arah radial (arah keluar dari pusat bola).
|r⃗|
Medan listrk juga bersiat linier, jadi medan listrik yang disebabkan oleh muatan listrik sebanyak
n terhadap muatan uji pada posisi r⃗ adalah:
n
Q1 Q
É (⃗r ) =
4 π ε0
∑ |r⃗ −⃗lr | a^rl (2.15)
l=1 l
Untuk menghitung medan listrik yang disebabkan oleh muatan yang tersebar (terdistribusi)
secara kontinu di dalam suatu volume dengan kerapatan muatan ruang p,C/m'. Terlebih dahulu
kita hitung muatan di dalam volume AV:
∆ Q=PV ∆ V (2.16)
∆Q
PV = lim (2.17)
∆V →0 ∆V
Q = ∫ dQ = ∫ PV dV (2.18)
vol vol
Dalam suatu vilamen misalnya berkas tabung sinar katoda atau muatan konduktor dengan radius
kecil, muatan terdistribusi secara kontinu dalam volume tersebut. Namun untuk memudahkan
perhitungan, muatan volume tersebut diperlakukan sebagai muatan garis dengan kerapatan
PL ( Cm ) , yang merupakan rapat muatan permukaan. Tinjau muatan garis yang memanjang
Elemen medan listrik di titik P akibat elemen muatan pada koordinat (0,0, z) dengan kerapatan Pt
dapat dihitung sebagai berikut:
P L d z ' ( ⃗r −r⃗' )
E=
d⃗ (2.19)
4 π ε |r⃗− ⃗
0 r '|
di mana
r⃗ = r a^r (2.20)
dan
Dengan demikian :
'a ' ^z
1 P L (r a^r −z ) d z
dE r = 4πε 3 (2.23)
0 '2 2
(r ¿ ¿ 2+ z ) ¿
Karena komponen E dalam arah z saling menghilangkan, maka sekarang hanya memiliki
komponen E dalam arah r yaitu:
1 P L rd z ' a^r
dE r = 4 π ε 3 (2.25)
0 '2 2
( r ¿ ¿ 2+ z ) ¿
Untuk menghitung medan listrik total dari yang disebabkan muatan yang tersebar
sepanjang sumbu-z dari −∞ ke ∞ maka kita integrasikan persamaan 2.25 menjadi:
∞
1 P L rd z '
Er = ∫ 4πε 3
¿ (2.26)
−∞ 0 '2 2
(r ¿ ¿ 2+ z )
∞
PL r d z'
= ∫ 3
¿ (2.27)
4 π ε0 −∞
(r ¿ ¿2+ z ) '2 2
Mengingat :
du ±u
∫ 3
¿
= 2 +C (2.28)
(u ¿ ¿ 2± a )
2 2 a √ u 2 + a2
Maka
∞
P r Z' PL r
Er = L
[
4 π ε0 r 2 √ r2 + z2 ]−∞
=
4 π ε0
[ 1−(−1) ] (2.29)
Akhir diperoleh :
PL
Er = (2.29)
2 π ε0 r
Sekarang akan kita hitung medan listrik oleh muatan yang terdistribusi secara merata pada
bidang tak-berhingga dengan kerapatan Ps C/m 2? (rapat muatan permukaan). Contohnya seperti
pada konduktor berbentuk saluran, transmisi pipih, dan kapasitor pelat sejajar. Pada gambar 2.5
terdapat suatu lembaran tak berhingga dengan muatan yang terdistribusi secara merata pada
bidang yz.
Gambar 2.5. Distribusi muatan pada suatu lembaran tak berhingga pada bidang yz
Sehingga,
(1) Bagilah bidang s menjadi pita dengan lebar dy' sehingga muatan garis
P L = Ps d y ' (2.32)
(2) Gunakan rumus medan oleh muatan garis:
1 p s dy ' x a^x − y ' a^y
E=
d⃗ (2.33)
2 π ε0 √ x2 + y' 2 √ x2 + y' 2
ps xd y ' a^x y ' d y ' a^y
E=
d⃗ − 2 '2 (2.34)
2 π ε 0 x 2+ y' 2 x +y
p s xd y '
dE x = (2.35)
2 π ε 0 x 2+ y '2
∞
p s ∞ xd y ' ps −1 y
'
Ex = ∫ x2 + y ' 2 = 2 π ε tan x
2 π ε 0 −∞ 0
[ ] −∞
(2.36)
p s π −π
Ex =
( ( ))
2 π ε0 2
−
2
(2.37)
ps
Ex = (2.37)
2 ε0
(3) Jika dipilih P pada sumbu-x negatif, maka akan diperoleh juga:
ps
Ex = (2.38)
2 ε0
Dengan demikian secara umum kedua persamaan 2.37 dan persamaan
2.38, dapat dituliskan:
ps
Ex = a^ (2.39)
2 ε0 N
Dengan arah a^N keluar dari bidang dan tegak lurus terhadap bidang
tersebut.
Medan listrik adalah besaran vektor, sehingga kita harus dapat mempresentasikan baik besar
maupun arahnya. Nampak pada gambar 2.5, arah E ditunjukkan dengan garis kontinu dari titik-
titik muatan yang arahnya di mana-mana pada setiap tiik merupakan tangen E. Garis medan
disebut juga garis flux, garis arah, garis arus, atau garis gaya. Sebuah muatan uji positif yang
berada di titik dalam medan akan dipercepat dalam arah garis medan yang melalui titik tersebut.
Besar medan berbanding lurus dengan kerapatan garis. Semakin rapat garis tersebut maka makin
kuat medan yang direpresentasikan. Penggambaran medan dibatasi hanya untuk kasus 2 dimensi.
Jika garis medan dibatasi pada bidang z = tetap, Seperti pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Penggambaran medan dibatasi bidang z yang tetap untuk kasus 2 dimensi.
Jika garis medan dibatasi pada bidang z tetap, maka secara geometris:
E y dy
= yang merupakan persamaan garis medan.
E x dx
Contoh:
É = y a^x + x a^y
Jawab :
E y dy x
= = ↔ ydy = xdx
E x dx y
1 2 1 2
y = x +C
2 2
1 1 3
(2)2 = (2)2 + C → C =
2 2 2
Sehingga :
1 2 1 2 3
y − x = atau y 2−¿ x 2 = 3
2 2 2
Faraday melakukan eksperimen dengan menggunakan 2 buah bola konsentris, bola luar terdiri
dari 2 belahan yang dapat dihubungkan dengan erat. Bahan isolator/dielektrik diisikan pada
seluruh volume antara kedua bola, seperti gambar 2.6 berikut ini :
Gambar 2.6. Struktur eksperimen Michael Faraday
1. Belahan bola luar dibuka, bola dalam diisi dengan muatan positif tertentu.
2. Bola luar digabungkan kembali dengan erat setelah ruang di antaranya diisi bahan
dielektrik.
3. Bola luar dihilangkan muatannya dengan menghubungkan sebentar dengan tanah.
4. Bola luar dipisahkan dari tanah hati-hati agar tidak mengganggu muatan induksi yang ada
pada bola tersebut, kemudian muatan induksi negatif yang terdapat pada masing-masing
belahan diukur.
Setelah melakukan eksperimen, Faraday memperoleh hasil bahwa muatan total pada bola
luar sama besarmya dengan muatan yang diberikan kepada bola dalam, namun dengan tanda
yang berlawanan. Hal ini tidak bergantung bahan dielektrik yang diisikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perpindahan antara fluks yang
berpindah atau fluks listrik. Makin besar muatan diberikan pada bola dalam, makin besar pula
muatan induksi negatif. Sehingga fluks listrik berbanding lurus dengan muatan pada bola atau
secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
ψ ∝Q (2.40)
Ψ =Q (2.41)
dengan satuan coulomb (C). Secara kuantitati dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika radius bola
dalam a dan muatannya +Q dan radius bola luar b dan muatannya -Q. Maka lintasan fluks listrik
memancar dari bola dalam ke bola luar dan dinyatakan dengan garis medan yang terbagi secara
simetris. Kerapatan flux pada permukaan bola dalam adalah
ψ Q C
2 = 2 = (2.42)
4πa 4πa m2
Q
D=
⃗ r^ (2.43)
4 π a2
Telah diperoleh medan listrik radial dari sebuah muatan titik dalam vakum seperti yang
ditunjukkan oleh persamaan 2.14 sehingga diperoleh kerapatan fluks listrik dalam vakum adalah:
D =ε 0 ⃗
⃗ E (2.44)
Untuk distribusi muatan garis serba sama yang terletak sepanjang sumbu z, telah diperoleh dari
persamaan 2.29, sehingga diperoleh kerapatan fluk listrik:
❑
PV dV ^
E=∫
⃗ R (2.45)
vol 4 π ε 0 R2
Sehingga didapatkan :
❑
PV dV
D=∫
⃗ ^
R (2.46)
vol 4 π ε 0 R2
Menurut hukum Gauss "Fluks listrik yang menembus setiap permukaan tertutup sama dengan
muatan total yang dilingkupi oleh permukaan tersebut". Jika dihutbungkan dengan eksperimen
Faraday maka fluks listrik yang menembus setiap permukaan bola khayal yang terletak di antara
bola konduktor sama dengan jumlah muatan di dalam permukaan khayal. Jasa Gauss terbesar
selain penyataan hukum Gauss tersebut di atas juga memberikan bentuk matematis dari
eksperimen yang dilakukan Faraday. Misalkan kita mempunyai distribusi muatan yang
dilingkupi oleh permukaan tertutup sembarang. Jika muatan total adalah Q, maka fluks listrik
sebesar Q coulomb akan menembus permukaan yang melingkupi muatan Q tersebut, seperti pada
gambar 2.7.
Gambar 2.7 Fluks listrik sebesar Q coulomb akan menembus permukaan yang melingkupi
muatan Q.
Arah ∆ ⃗s adalah normal (keluar) terhadap bidang datar yang menyinggung permukaan pada titik
Ds , dapat
D dari titk P yang berharga ⃗
yang ditinjau. Ambil titik P di permukaan, maka vector ⃗
Ds , tidak sama baik besar maupun arahnya,
dicari komponennya terhadap arah ∆ ⃗s . Umumnya ⃗
Ds , membentuk sudut O terhadap arah ∆ ⃗s ,
dari satu titik dengan lainnya pada permukaan Jika ⃗
maka fluks yang menembus ∆ ⃗s, adalah:
∆ ψ = ( Ds , normal)(∆ S ¿=¿) (∆ S ¿ = ⃗
Ds ∙ ∆ ⃗S (2.47)
ψ=∫ dψ =∮ ⃗
D s ∙ d ⃗S (2.48)
Maka integral pada persamaan 2.48 merupakan integral tertutup rangkap dua. Dengan demikian
hukum Gauss dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut:
❑
ψ=∮ ⃗
D s ∙ d ⃗S = Q (2.49)
s
di mana Q adalah muatan yang dilingkupi oleh permukaan tertutup. Permukaan tertutup yang
melingkupi muatan disebut permukaan Gauss. Jika permukaan tertutup melingkupi muatan yang
terdiri dari beberapa muatan titik maka diperoleh muatan total sebesar:
Q = ∑ Qn (2.50)
Jika permukaan tertutup melingkupi muatan yang tersebar di dalam garis maka diperoleh muatan
total sebesar:
Q = ∫ ρL dL (2.51)
Jika permukaan tertutup tersebut melingkupi muatan yang tersebar di dalam permukaan (idak
perlu permukaan tertutup) maka diperoleh muatan total sebesar:
Q = ∫ ρS dS (2.52)
Dan apabila permukaan tertutup melingkupi muatan yang tersebar di dalam volume maka
diperoleh muatan total sebesar:
❑
Q = ∫ ρV dV (2.53)
vol
Muatan pada umumnya terdistribusi dalam volume secara kontinu, sehingga hukum Gauss
biasanya dituliskan sebagai berikut:
❑ ❑
∮ ⃗D s ∙ d ⃗S =∫ ρV dV (2.54)
s vol
Hukum Gauss digunakan untuk menghitung besarnya medan listrik yang disebabkan oleh
muatan yang tersebar secara kontinu. Pemakaian lain Hukum Gauss adalah untuk mencari
muatan total yang dilingkupi permukaan tertutup. Contoh seperti eksperimen Faraday yaitu
muatan titik di titik asal koordinat bola. Pilih permukaan tertutup berupa bola dengan radius a,
maka intensitas medan dapat ditunjukkan oleh persamaan 2.55 berikut:
Q
E=
⃗ a^ r (2.55)
4 π ε0 r2
Q
D=
⃗ a^ r (2.56)
4 π a2
Q
Ds =
⃗ a^ r (2.57)
4 π a2
dS = r 2 sinθdθd ∅ (2.58)
atau
d ⃗S = a 2 sinθdθd ∅ a^ r (2.59)
Maka,
❑ ❑
∮ ⃗D s ∙ d ⃗S =¿ ∮
s s
( 4 Qπ a a^ ) . a sinθdθd ∅ a^
2 r
2
r (2.60)
2π π
Q
= ∫∫ sinθdθdφ (2.61)
∅ =0 θ=0 4π
2π π
Q
= ∫
∅ =0
[ 4π 0
]
(−cosθ ) d ∅ (2.62)
2π
Q
= ∫ d∅ (2.63)
∅ =0 4π
Dengan demikian :
❑
∮ ⃗D s ∙ d ⃗S =Q (2.64)
s
Dari persamaan 2.64 diperoleh fluks listrik yang menembus permukaan adalah sebesar Q
coulomb, seperti yang diharapkan karena muatan yang dilingkupi ialah Q Coloumb.
Ds , terlihat adanya suatu persamaan
Dari penggunaan hukum Gauss untuk mencari ⃗
integral di mana kuantitas yang dicari ada di dalam integral. Pemecahan permasalahan tersebut
akan mudah, jika dipilih permukaan tertutup yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Ds normal (tegak lurus) terhadap permukaan tertutup di setiap titik pada permukaan
tersebut, sehingga
Ds ∙ d S⃗ =¿ D s dS
⃗ (2.65)
Atau tangensial (arah garis singgung) terhadap perukaan tersebut sehingga
Ds ∙ d ⃗S =0
⃗ (2.66)
Ds ∙ d ⃗S ≠ 0, maka Ds , harus berupa konstanta.
2. Jika⃗
Jika memenuhi kedua syarat di atas, maka perkalian titik dapat diganti dengan perkalian
skalar, dan dapat dikeluarkn dari integral.
E dapat
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa untuk menghitung medan ⃗
digunakan hukum Coulomb untuk kasus yang sederhana. Sedangkan untuk kasus yang rumit,
hukum Coulomb dapat dinyatakan dalam bentuk lain yaitu hukum Gauss. Hukum Gauss dapat
E jika distribusi muatannya simetris, kemudian dipilih permukaan
digunakan untuk menghitung ⃗
Gauss yang cocok.
2.4.1 Pemakaian Hukum Gauss untuk Muatan Titik di Titik Asal (Koordinat Bola)
Penggunaan hukum Gauss untuk muatan titik yang berada di titik asal, maka permukaan Gauss
yang dipilih harus merupakan permukaan sebuah bola yang berpusat di titik asal dan memiliki
Ds di setiap titik pada permukaan adalah normal terhadap permukaan
radius r⃗ . Kemudian arah ⃗
tersebut dan besarnya konstan. Maka besar muatan dapat ditentukan dari penurunan persamaan
berikut ini:
❑
D s ∙ d ⃗S
Q = ∮⃗ (2.67)
s
= ∮ ⃗D s ∙ d ⃗S
bola
= Ds ∮ dS
bola
2π π
= Ds ∫ ∫ r 2 sinθdθdφ
φ=0 θ=0
2π
Q = Ds ( 2 r 2 ) [ Q ]0 = Ds ( 4 π r 2 ) (2.68)
Q
Ds = (2.69)
4 π r2
Q
D=
⃗ a^ r (2.70)
4 π r2
Q
E=
⃗ a^ r (2.71)
4 π ε0 r2
Pemakaian hukum Gauss yang utama adalah adanya kesimetrisan, tanpa adanya simetri maka
kita tidak dapat menggunakan hukum Gauss. Dari pembahasan mengenai muatan garis serba
E Sehingga
sama, untuk muatan yang terdistribusi sepanjang garis, hanya ada komponen radial ⃗
D = D r a^ r atau fungsi dari r. Permukaan tertutup untuk kasus ini dipilih permukaan silinder. Ini
⃗
merupakan satu-satunya permukaan yang memenuhi syarat di mana arah D selalu normal
terhadap pemukaan dan dapat ditutup dengan bidang datar yang normall terhadap sumbu-z.
Gambar 2.8 memperlihatkan sebuah tabung/silinder tertutup dengan radius r dan memanjang dari
z = 0 ke z = L, yang melingkupi muatan yang terdistribusi sepanjang garis dalam sumbu z.
Gambar 2.8. Permukaan Gauss berupa tabung tertutup dengan radius r dari z = O ke z = L
melingkupi muatan yang terdistribusi sepanjang garis dalam sumbu z.
Q= ∮ D s ∙ d ⃗S
⃗ (2.72)
silinder
❑ ❑ ❑
= DS DS ∫ dS+ D s ∫ dS+ D s ∫ dS
selimut tutup atas tutup bawah
L 2π
Q = Ds ∫ ∫ rd ∅ dz=Ds ( 2 π ) L (2.73)
0 ∅=0
Q
Ds = (2.74)
2 πrL
Jika kerapatan muatan garis adalah p, maka muatan total dapat dituliskan sebagai:
Q = ρL L (2.75)
D s =D r a^ r
⃗ (2.76)
ρL
D=
⃗ a^ (2.78)
2 πr r
Dua tabung konduktor yang memiliki sumbu sama membentuk kabel koaksial dengan radius a
dan b. Sebagai permukaan Gauss dipilih silinder dengan radius r yaitu: a < r< b seperti
D yang ada hanyalah
ditunjukkan oleh gambar 2.9. Berdasarkan kesimetrian, maka komponen ⃗
D r . Muatan total pada konduktor dengan r = a dan panjang L adalah:
L 2π
Q= ∫∫ ρs ad ∅ dz =2 πaL ρs (2.79)
z=0 ϕ=0
Gambar. 2.9. Permukaan Gauss dengan radius r yang melingkupi muatan total pada kabel
koaksial dengan radius a dan b.
Q
Ds = (2.81)
2 πrL
seperti pada kasus muatan yang terdistribusi sepanjang garis, yaitu pada persamaan 2.79 dengan
demikian diperoleh:
2 πaL ρ s a ρs
Ds = = untuk a < r < b (2.82)
2 πrL r
Untuk muatan yang tersebar pada konduktor dengan radius a, dapat dituliskan:
ρ L=2 πa ρs (2.83)
ρL
ρ s= a^ r (2.84)
2 πr
ρL
D=
⃗ a^ (2.85)
2 πr r
Hasil tersebut ternyata sama dengan muatan yang terdistribusi sepanjang garis tak berhingga
(persamaan 2.78).
Gambar. 2.10. Muatan total pada dua tabung konduktor yang sesumbu membentuk kabel
koaksial dengan muatan positif pada r = a dan muatan negatif pada r = b.
Untuk kasus seperti pada gambar 2.10 maka tiap garis fluks yang berawal dari muatan positif
pada tabung/silinder bagian dalam (r = a) harus berakhir pada muatan negatif pada permukaan
dalam dari tabung luar, maka muatan total pada tabung luar adalah:
−a
ρ s ,tab, luar = ρ (2.86)
b s ,tab ,dalam
Jika dipilih permukaan Gauss dengan r > b maka muatan total yang dilingkupinya menjadi nol,
sehingga Ds = 0. Dan jika dipilih permukaan Gauss dengan r < a maka akan menghasilkan hal
yang sama yaitu Ds = 0. Seperti halnya pada kapasitor, kabel koaksial pun tidak mempunyai
medan eksternal dan tidak ada medan pada bagian dalam tabung dalam. Hasil tersebut juga
berguna untuk kapasitor koaksial yaitu kabel koaksial dengan panjang berhingga dan kedua
ujung terbuka, serta L >> b. Dengan demikian ketidaksimetrisan kedua ujung tersebut tidak
mempengaruhi pemecahan soal.
Perhatikan elemen volume diferensial pada koordinat kartesian seperti pada gambar 2.11.
D0 = D x0 a^ x + ¿ D y 0 a^ y + D z 0 a^ z (2.87)
sebagai permukaan tertutup dipilih kubus dengan pusat P dan panjang sisi ∆x, ∆y dan ∆z.
❑
D s ∙ d ⃗S dapat diselesaikan dengan carna memecahkannya menjadi:
Hukum Gauss Q = ∮ ⃗
s
❑ ❑ ❑ ❑ ❑ ❑ ❑
D0=∮ ⃗
D s ∙ d ⃗S = ∫ +∫ + ∫ + ∫ + ∫ + ∫ ❑ (2.88)
s depan blk kiri kanan atas bawah
D
Karena permukaan-permukaan tersebut sangat kecil, maka ⃗ dapat dianggap konstan pada
permukaan tersebut, misal pada permukaan depan:
❑
∫ Ds ∙ d ⃗S =⃗
⃗ Ddepan . ∆ y ∆ z a^ x = D x, dpn ∆ X ∆ Z (2.89)
depan
∆ x ∂ Dx
D x, dpn =D x 0 + (2.90)
2 ∂x
∂ Dx
di mana , adalah laju perubahan D x, terhadap x.
∂x
Dengan demikian:
∆ x ∂ Dx
❑
∫
depan
⃗
(
D s ∙ d ⃗S = D x 0+
2 ∂x
∆ y∆z ) (2.91)
Sedangkan
❑
dan
∆ x ∂ Dx
−D x. blk=D x 0− (2.92)
2 ∂x
Demikian juga :
❑ ❑
∂ Dy
∫ ⃗Ds ∙ d ⃗S + ∫
kiri kanan
D s ∙ d ⃗S =
⃗
( )
∂y
∆x∆ y∆z (2.94)
Dan
❑ ❑
∂ Dz
∫
atas
D s ∙ d ⃗S +
⃗ ∫
bawah
D s ∙ d ⃗S =
⃗
( )
∂z
∆x∆ y∆z (2.95)
Di dalam pengaplikasiannya, muatan yang bergerak dan bertumbukan akan menghasilkan energi.
Tumbukkan antar partikel ini terjadi karena adanya muatan yang bergerak di dalam sebuah
´ dalam sebuah medan listrik É
medan magnetik. Misalnya muatan Q akan di pindahkan sejauh dL
, maka gaya pada Q oleh medan É adalah :
F́e = Q É
Gaya luar biasa yang harus dilakukan untuk melawan gaya tersebut : F́e = -Q É
´
Yaitu sama besar namun berlawanan arah. Maka usaha untuk menggerakan Q sejauh dL
´
dW = -Q É . dL
Atau usaha yang diperlukan untuk memindahkan muatan Q ke tempat yang jaraknya berhingga
akhir
adalah : W = -Q ∫ ´
É . dL
awal
Maka usaha yang diperlukan untuk memindahkan muatan Q dari titik B ke titik A ialah :
W = -Q É ∫ É . d Ĺ = -Q É . ĹAB
B
Persamaan ini tidak berlau untuk É yang bergantung waktu, namun masih berlaku untuk É yang
tak serba sama. Persoalan intergral garis dapat diselesaikan menggunakan koordinat kartesian,
silinder atau bola.
Sebagai contoh, ambil bebrapa lintasan di dekat sebuah muatan garis tak berhingga dengan
kerapatan fluks listrik yang telah dihitung pada persamaan 2.78. Dengan demikian medan listrik
tersebut adalah :
ρL
É = Era^ r = 2 π ε r a^ r
0
Usaha yang diperlukan untuk membawa muatan +Q melintasi sebuah lingkaran dengan
radius r yang berpusat pada muatan garis adalah nol. Karena lintasan selalu tegak lurus
terhadap É atau gaya yang bekerja pada muatan selalu tegak lurus terhadap arah
perpindahan muatan.
Jika lintasan yang dipilih sekarang adalah sepanjang lintasan radial dari r=a ke r=b dan
menghasilkan d Ĺ = dr^a r
b
ρL
W = -Q∫ a^ r. dr^a r
a 2 π ε0r
b
ρL
= -Q ∫ dr
2 π ε0 a r
ρL a
=Q ln
2 π ε0 b
Kerja (dalam satuan joule) yang dilakukan oleh gaya luar untuk memindahkan muatan Q dari
satu titik ke titik lain dalam medan listrik É :
W = -Q É . ∆ Ĺ
J
Dan beda potensial V (dalam satuan = V) adalah kerja untuk memindahkan satu satuan
C
muatan positif, maka diperoleh :
akhir
V = - ∫ É . d Ĺ
awal
Dengan demikian untuk memindahkan satu satuan muatan positif dari titik B ke titik A :
VAB = VA – VB = -∫ É . d Ĺ
b
Contoh 1 :
ρL a
Untuk muatan garis Q ln untuk memindahkan muatan Q dari r=b ke r=a adalah:
2 π ε0 b
ρL a
W = -Q ln
2 π ε0 b
W ρL a
Sehingga, VAB = = ln
Q 2 π ε0 b
Jika b > a maka VAB > 0 dan jika b < a maka VAB < 0
akhir
Dari hubungan yang di tunjukkan oleh persamaan V = - ∫ É . d Ĺ, maka unsur panjang ∆L yang
awal
∆V
∆V = - É . ∆L = -E(∆L)cosθ atau lim = -E cos θ
∆ L→ 0 ∆L
dV
Jadi, = -E cos θ pada harga cos θ = -1
dL
dV
dL | max =E
dV
dL | max = -E
É = - ⃗
∇V
Kesimpulan :
Besar potensial medan listrik sama dengan harga maksimum laju perubahan potensial
terhadap jarak.
Harga maksimum tersebut diperoleh pada saat arah arah pertambahan lintasan
berlawanan dengan arah É .
Medan potensial di tunjukkan dengan permukaan equipotensial.
Pada tiap titik, arah É ⊥ permukaan equipotensial, dengan arah menuju permukaan yang lebih
kecil harga potensialnya. Atau dapat di katakan bahwa permukaan equipotensial terjadi jika ∆L
⊥ É sehingga ∆V = -E . ∆ Ĺ = 0 atau É harus ⊥terhadap permukaan equipotensial yang bernilai
= +20, 30, 40, dan 50.
dV
É =
dL | max a^ N dimana a^ N = vektor satuan normal terhadap permukaan equipotensial, arah
dV
Karena, maksimum terjadi pada saat ∆ Ĺsearah a^ N maka :
dL
dV dV
dL | max =
dN
dV
Sehingga, É = a^ atau É = - ⃗
∇V
dN N
∂ ∂ ∂
Koordinat Kartesian : ⃗
∇= a^ + a^ + a^
∂x x ∂ y y ∂z z
∂ 1 ∂ ∂
Koordinat Silinder :⃗
∇= a^ r + a^ ∅+ a^
∂r r ∂∅ ∂z z
∂ 1 ∂ 1 ∂
Koordinat Bola :⃗
∇= a^ r + a^ θ + a^
∂r r ∂θ r sinθ ∂θ θ
Beda potensial antara titik A dan B pada jarak radial r A dan rB dari muatan Q seperti persamaan
A
Q Q 1 rA Q 1 1
VAB = -∫
B 4 π ε 0r
2
dr = [] = ( −
4 π ε 0 r rB 4 π ε 0 rA rB )
,sehingga :
Q 1 1
VAB = (−
4 π ε 0 rA rB )
=¿VA – VB
Jika, titik B menjadi acuan yaitu r = r B =∞, sehingga VB = 0. Maka, beda potensial antara titik A
dan B pada jarak radial rA dan rB dari muatan titik Q, menjadi :
Q 1 Q 1
VAB =
4 π ε 0 rA( )
dan dengan membuang subskrip A akan di peroleh VAB =
4 π ε0 r()
Persamaan tersebut menyatakan potensial pada titik yang berjarak r dari muatan titik Q yang
terletak di titik asal terhadap potensial di titik tidak terhingga. Permukaan equipotensial adalah
permukaan yang merupakan tempat kedudukan titik-titik yang memiliki potensial yang sama.
Contoh permukaan potensial dalam medan potensial muatan titik ialah permukaan-permukaan
bola yang berpusat pada muatan titik.
1 Q
Sehingga, V(⃗r ¿ =
4 π ε 0 |r⃗ −⃗r 1|
1 Q Q Qn
V(⃗r ¿ =
4 π ε0 { +
|⃗r −⃗r 1| |⃗r −⃗r 2|
+…+
|r⃗ −⃗r n| }
Jika masing-masing muatan titik dinyatakan sebagai muatan yang terdistribusi kontinu dalam
ruang dengan rapat muatan ρ v maka :
Dimana, ρ v ( r⃗ ' ) dV ' menyatakan sejumlah muatan differensial yang terletak para r⃗
ρL ( ⃗r ' ) dL'
Jika, di distribusi muatan berbentuk garis, maka : V(⃗r ¿ = ∫
4 π ε 0|r⃗ −r⃗ '|
ρ S ( ⃗r ' ) dS '
Jika, di distribusi muatan berbentuk permukaan, maka : V(⃗r ¿ = ∫
4 π ε 0|r⃗ −r⃗ '|
Kesimpulan :
Potensial yang ditimbulkan oleh sebuah muatan titik adalah usaha yang diperlukan untuk
membawa satu satuan positif dari ∞ ke titik yang dicari potensialnya. Usaha tersebut
tidak bergantung lintasan yang diambil antara kedua titik tersebut.
Potensial yang ditimbulkan oleh sejumlah muatan titik merupakan jumlah dari medan
potensial masing-masing muatan tersebut.
Potensial yang ditimbulkan oleh sejumlah muatan titik atau terdistribusi muatan kontinu
dapat diperoleh dengan membawa satu satuan muatan dari ∞ ke titik yang potensialnya
sepanjang lintasan sepanjang dipilih.
Contoh :
Hitung potensial di titik A (0,0 ; 10) yang di sebabkan oleh distribusi muatan (dalam vakum) :
C
a. Cincin ρ L = 5n ;r=4;z=0
m
C
b. Piringan ρ S = 2n ; 0 ≤r ≤ 4 ; z = 0
m2
Jawaban :
ρL ( ⃗r ' ) dL'
a. VA =∫
4 π ε 0|r⃗ −r⃗ '|
2π
5 ×10−9 (4)
=
4 π ε 0 (10 . 77)
∫d∅
0
VA = 105 V
ρ S ( ⃗r ' ) dS '
b. VA =∫
4 π ε 0|r⃗ −r⃗ '|
r= 4 2 π
2 rdrd ∅
= ∫ ∫ d ∅ 4 π ε √ r 2+ z2
0 0 0
r= 4
2× 10−9 (2 π) rdr
=
4 π ε0
∫
0 √r 2 + z 2
10−9 4
=
8.854 ×10−12
[ √ r 2 +10 ]0
= 87 V
Dipol listrik adalah pasangan muatan titik yang sama besar dan berlawanan tanda yang terpisah
oleh jarak yang relatif kecil dibandingkan dengan jarak ke titik di mana medan listrik dan medan
potensial akan di cari.
Potensial di titik P yang di sebabkan oleh dipol listrik dengan koordinat +Q di (0,0 ; d/2) dan –Q
di (0,0 ; -d/2)
Q 1 −Q 1
Potensial di titik P oleh dipol seperti gambar ialah V = +
4 π ε0 R 1 4 π ε0 R 2
Q 1 1 Q R2−R 1
V= ( +
4 π ε 0 R1 R2
=)4 π ε 0 R1 R 2
Jika R2 = R1 pada bidang z = 0 maka V = 0 atau jika P di ∞ harga V = 0. Jika V di titik tak ∞
maka R1 // R2, sehingg a : R2 - R1 = d cos θ
Dengan demikian :
Qd cosθ
V=
4 π ε0 r2
1 ( ⃗r −⃗r ' )
Atau secara umum : V = 4 π ε ⃗p . dengan r⃗ adalah koordinat titik yang dicari
2
0|⃗r −⃗r '| |⃗r −⃗r '|
potensialnya dan r⃗ ' adalah koordinat pusat dipol seperti pada gambar di bawah ini.
Potensial di titik P dengan koordinat r yang di sebabkan oleh dipol listrik, dengan koordinat r’ di
(0,0 ; d/2) dan –Q(0,0 ;
-d/2)-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Untuk membawa sebuah muatan positif dari ∞ dalam medan sebuah muatan positif yang lain,
maka diperlukan usaha luar.
Kita bayangkan suatu alam semesta yang kosong. Untuk membawa muatan Q 1 dari ∞ ke
titik di mana saja tidak diperlukan usaha, karena tidak ada medan.
Penempatan Q2 pada suatu titik dalam medan Q1 memerlukan usaha luar W2 = Q2V2,1
dimana V2,1 potensial pada titik tersebut yang ditimbulkan oleh Q1
Penempatan Q3 pada suatu titik dalam medan Q1 dan Q2 memerlukan usaha luar : W3 =
Q3V3,1 + Q3V3,2
Penempatan Q4 pada suatu titik medan Q1, Q2, dan Q3 memerlukan usaha W4 = Q4V4,1 +
Q4V4,2 + Q4V4,3
WE = W1 + W2 + W3........
Perhatikan :
Q1 Q3
Q3V3,1 = Q3 = Q1 = Q1V13
4 π ε0 R13
4 π ε0 R 31
Dengan demikian :
2WE = Q1 (V1,2 + V1,3 + V1,4 +.....) + Q2 (V2,1 + V2,2 + V2,3 +.....) + Q3 (V3,1 + V3,2 + V3,3 +.....) + .....
1
WE = ∫ ρvVdV
2 vol
Ψ =Q
´ = ∫ ρvdV
∫ D́ .dS
Secara matematis
´ . D́ dV
´ = ∫∇
∫ D́ .dS
´ . D́ dV = ∫ ρvdV
Maka, ∫ ∇
Persamaan diatas ialah dalam bentuk integral, sedangkan penulisan dalam bentuk titik adalah :
´ . D́ = ρv
∇
1
Maka, persamaan WE = ∫ ρvVdV dapat di tuliskan sebagai WE = ∫ vol ( ⃗
∇.⃗
D ) dV
2 vol
⃗ B) = A ( ⃗
∇ . (A⃗ B ¿+ B́ (⃗
∇.⃗ ∇ A)
Jika vektor B digantikan dengan vektor kerapatan fluks listrik D maka akan menjadi :
⃗ D) = V ( ⃗
∇ . (∇ ⃗ ∇.⃗ D (⃗
D) + ⃗ ∇V)
1
WE = ∫ vol [ ⃗
∇ .( ∇ ⃗ D(⃗
D )− ⃗ ∇ V ) ] dV
2
❑
1
WE =
2
∮ ( ∇ ⃗D ) . d ⃗S −¿ 12 D(⃗
∫ vol ⃗ ∇ V )dV
s
❑
Karena, ∮ ( ∇ ⃗
D ) . d ⃗S = 0 merupakan permukaan tertutup yang melingkupi semesta.
s
1 1
Karena ada faktor D maka persamaannya menjadi :
pada V dan 2 pada ⃗
r r
1
WE = ∫ ⃗ D . (⃗
∇ V )dV
2 vol
Dengan menggantikan É = -⃗
∇V
1 1
Akan di peroleh : WE = D . É dV = = ∫ vol ε 0 E2 dV
∫ vol ⃗
2 2
Persamaan diatas adalah usaha total yang dilakukan oleh medan listrik dengan satuan joule.
Adapun kerapatan usaha yang dituliskan :
1⃗ dW E 1 ⃗
dWE = D . É dV dengan satuan J/m2 atau dapat dituliskan = D . É
2 dV 2
N
1
1. WE =
2 ∑ QnV n
n =1
1
2. WE = ∫ ρvVdV
2 vol
1 1
3. WE = D . É dV = = ∫ vol ε 0 E2 dV
∫ vol ⃗
2 2
4. WE = ∫ vol ε 0 E2 dV
BAB 4
Salah satu aplikasi medan elektromagnetik adalah dalam material yang dapat menghantarkan
atau menghambat arus listrik. Masing – masing material memiliki struktur dan karakteristik
tertentu. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai struktur material dan perhitungan arus serta
kerapatannya akan dijelaskan pada subbab berikut ini.
4.1 Arus dan Rapat Arus
Arus adala muatan listrik yang bergerak, dengan suatu ampere (A) atau Couloumb per sekon
(C/s). Arus didefinisikan sebagai laju aliran muatan yang melalui titik acuan atau menembus
suatu bidang acuan yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
dQ
I= (4.1)
dt
Arus diasosiasikan dengan gerak muatan positif, walaupun konduksi pada logam terjadi
karena gerak electron. Arus ini bergerak dengan memanfaatkan ion dari logam tersebut.
Sehingga arus dapat berjalan menuju dan merambat melalui struktur dari logam tersebut. Dengan
demikian perambatan sebuah muatan dipengaruhi oleh waktu.
Perambatan arus ∆ I yang melalui permukaan ∆ S yang normal tehadap kerapatan arus adalah:
∆ I =J N ∆ S (4.2)
∆ I = ⃗J . ∆ ⃗S (4.3)
Dan arus total adalah integral terhadap permukaan dari persamaan 4.3:
I = ∫ S ⃗J .d ⃗S (4.4)
Kerapatan arus dapat dihubungkan dengan kecepatan kerapatan muatan ruang pada suatu
titik. Dalam waktu t, unsur ∆ Q=ρV ∆ V telah berpindah sejauh ∆ xmelalui bidang acuan yang ⊥
yang arah gerak, seperti terlihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. unsur ∆ Q berpindah sejauh ∆ x dalam arah x pada waktu t.
∆Q ∆V ∆x
∆ I= =ρV =ρ V ∆ S (4.5)
∆t ∆t ∆t
∆I
∆ I = ρV ∆ S v x ⟶ J x = =ρV v x (4.6)
∆S
⃗J = ρV ⃗v (4.7)
Hal tersebut menunjukkan bahwa muatan yang bergerak akan menimbulkan arus, arus
yang demikian disebut arus konveksi, dan ⃗J = ρV ⃗v adalah kerapatan arus konveksi.
- Kekekalan muatan yaitu muatan tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan (walaupun dapat
tercipta secara serentak atau hilang secara serentak dalam proses rekombinasi seperti yang
telah dijelaskan dalam Bab I).
- Persamaan kontinuitas
Untuk menjelaskan konsep kontinuitas arus, perhatikan gambar 4.2.
Gambar 4.2. Elemen luas permukaan dS yang dilalui oleh kerapatan arus J
I = ∫ S ⃗J .d ⃗S (4.8)
Menurut persamaan kontinuitas, aliran keluar muatan positif tersebut harus diimbangi
dengan berkurangnya muatan positif. Jika muatan di dalam permukaan tertutup adalah Q i , maka
−d Q i
laju berkurangnya muatan positif adalah , maka dengan prinsip kekekalan muatan:
dt
I = ∫ S ⃗J .d ⃗S = ∫ vol ( ⃗
∇ . ⃗J ) dV (4.10)
−d Q i
I= (4.11)
dt
d Qi ∂ ρV
= ∫ vol dV (4.13)
dt ∂t
Atau
∂ ρV
I = ∫ vol dV (4.14)
∂t
∂ ρV
∫ vol ( ⃗
∇ . ⃗J ) dV =− ∫ vol dV (4.15)
∂t
Dari persamaan 4.15 diperoleh persamaan kontinuitas dalam bentuk titik berikut:
∂ ρV
⃗
∇ . ⃗J = (4.16)
∂t
Makna fisis persamaan 4.16 adalah arus atau muatan per-second yang keluar dari suatu
volume kecil per satuan volume sama dengan laju pengurangan muatan per satuan volume.
Di dalam konduktor, electron valensi (atau electron konduksi atau electron bebas) dapat bergerak
E , elektron yang bermuatan –e
karena pengaruh adanya medan listrik. Dalam suatu medan listrik ⃗
akan mengalami gaya yang berlawanan arah dengan medan listrik yang diberikan yaitu:
F =−e ⃗
⃗ E (4.17)
Dalam vakum, electron akan dipercepat sehingga energinya terus bertambah. Namun
dalam bahan kristal, laju electron akan berkurang karena terjadi tumbukan yang terus menerus
dengan struktur Kristal. Tidak adanya percepatan tersebut menyebabkan kecepatan rata-rata yang
konstan. Kecepatan ini disebut kecepatan “drift”, yang ditentukan oleh mobilitas electron dan
medan listrik yaitu:
V d=−μ e ⃗
⃗ E (4.18)
E yang
Pada persamaaan 4.18 bahwa arah kecepatan electron berlawanan dengan arah ⃗
menyebabkan kerapatan arus ⃗J menjadi:
⃗J =−ρe μe ⃗
E (4.19)
⃗J =σ ⃗
E (4.20)
σ =−ρe μ e (4.21)
siemens A
Satuan konduktivitas adalah mho/m = [ m ][ ]
=
Vm
Contoh:
A
Konduktivitas Al : σ = 3.82x10
7
[ ]
Vm
A
Konduktivitas Cu : σ = 5.80x10
7
[ ]
Vm
Konduktor logam memenuhi hokum Ohm. Pemakaian hokum Ohm dalam bentuk titik untuk
daerah makroskopik dapat diturunkan dengan menggunakan gambar 4.3.
E
Gambar 4.3. Arus I yang mengalir dalam konduktor logam karena adanya medan listrik ⃗
Anggap ⃗J dan ⃗
E serba sama dalam daerah tabung konduktor maka:
I =∮S ⃗J d ⃗S =JS (4.22)
dan
V ab=−∫ ab ⃗
E.d ⃗ E . ∫ ab d ⃗
L=−⃗ L (4.23)
Sehingga
−I V
J= =σE=−σ (4.25)
S L
Atau
L
V= I (4.26)
σS
Dengan demikian perbandingan antara beda potensial antara ujung-ujung tabung dengan
arus yang masuk dari ujung tabung yang lebih postitf adalah hambatan (resistansi), yaitu:
V =IR (4.27)
Dimana
L
R= (4.28)
σS
V ab − ∫ ab ⃗
E .d ⃗L
R= = (4.29)
I ∮S σ ⃗ E . d ⃗S
Bila muatan negatif (elektron) berlebih ditempatkan di sembarang tempat di dalam konduktor,
maka distribusi muatan di dalam konduktor menjadi tidak seimbang. Medan listrik yang
ditimbulkan oleh elektron tersebut tidak dihilangkan oleh muatan positif, sehingga elektron-
elektron tersebut mulai dipercepat menjauhi satu sama lain.
Elektron yang bergerak ini menyebabkan adanya arus internal, elektron- elektron yang
berlebih ini bergerak mencapai permukaan konduktor, sehingga tidak ada muatan yang tertinggal
di dalam konduktor. Keadaan ini menyebabkan kerapatan muatan dalam konduktor ρV =0, tetapi
kerapatan muatan pada pemukaan konduktor ρV ≠ 0. Ini adalah salah satu karakteristik konduktor
yang baik, Jadi di dalam konduktor akan selalu terjadi kesetimbangan elektrostatik, yang
E =0 di mana-mana di dalam konduktor. Menurut hukum Gauss tidak boleh ada
membuat ⃗
muatan netto pada permukaan Gauss di dalam konduktor.
Pembahasan selanjutnya mengenai medan eksternal seperti gambar 4.4 Medan eksternal
ini dapat diuraikan menjadi 2 komponen, yaitu komponen normal dan komponen tangensial pada
permukaan konduktor.
Secara fisis komponen tangensial D t =0, karena jika ada medan dalam arah tangensial
akan timbul arus listrik yang menyebabkan keadaan keseimbangan elektrostatistik tidak tercapai.
∮⃗
E .d ⃗L=0 (4.30)
∫ ba + ∫ cb + ∫ dc + ∫ ad =0 (4.31)
Dengan menerapkan integral pada setiap interval maka diperoleh:
Et △ w=0 (4.33)
Untuk mencari medan normal, pilih Dt dan buat permukaan Gauss berbentuk tabung.
Dengan memakai hukum Gauss pada persamaan 4.29 yaitu:
∮⃗
D . d ⃗S =Q (4.34)
Dengan demikian
D N ∆ S +0+0=ρ S ∆ S (4.36)
Sehingga
D N = ρS (4.37)
Kesimpulan:
2. Intensitas medan listrik statik di dalam konduktor adalah nol. Intensitas medan listrik statik
pada permukaan konduktor mempunyai arah normal terhadap permukaan,
3. Permukaan konduktor merupakan permukaan equipotensial.
Contoh 1:
Jika diketahui potensial V= 100 ( x 2− y 2) di titik P (2,-1,3) adalah pada batas konduktor dengan
vakum maka hitung:
a. Potensial di titik P.
E,⃗
b. ⃗ EP, ⃗
DP
c. ρ S
Jawab:
Potensial di P ,V P=100(4−1)=300 V
E→⃗
Untuk mencari ⃗ E =−∇ V =−200 x a^ x +200 y a^ y
Dititik P → ⃗
E P=−400 a^ x −200 a^ y V /m
Suatu bahan semikonduktor dapat dibedakan dengan bahan konduktor dan isolator adalah dari
konduktivitasnya, seperti pada gambar 4.5 berikut ini.
Energi yang dapat dimiliki oleh elektron terkelompok dalam daerah yang lebar atau
disebut band (pita energi) seperti pada gambar 4.6. Masing-masing pita terdiri dari tingkat energi
yang banyak sekali yang letaknya sangat berdekatan.
Gambar 4.6. Model pita energy pada konduktor, semikonduktor dan isolator pada 0 K.
Pada temperatur 0K (nol mutlak) setiap tingkat energi yang rendah dalam zat padat terisi,
mulai dari yang rendah sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Elektron-elektron yang mempunyai
energi yang tertinggi disebut elektron valensi terletak pada pita valensi. jika ada tambahan energi
dari luar berupa medan eksternal, maka elektron dapat berpindah atau timbul aliran elektron yang
disebut arus listrik.
Dalam bahan semikonduktor, misalkan ada sejumlah kecil energi dalam bentuk kalor
(thermal), cahaya atau energi yang diterima dari medan listrik dapat menaikkan elektron yang
berada pada pita valensi teratas sehingga dapat berpindah ke pita konduksi.
Dalam semikondutor intrinsik (misalnya Si dan Ge) ada dua jenis pembawa muatan yaitu
elektron dan hole. Kedua jenis pembawa muatan ini bergerak dalam medan listrik dan arah gerak
yang berlawanan, sehingga konduktivitas total menjadi:
σ =−μe ρe + μ h ρh (4.38)
Tabel 4.1. Harga mobilitas electron dan hole untuk material pada suhu 300 K
Material m2 m2
Mobilitas electron, μe ( )
Vs
Mobilitas hole, μh ( )
Vs
Silikon 0,12 0,025
Germanium 0,36 0,176
Kerapatan elektron atau hole per satuan volume bergantung pada temperature seperti
halnya mobilitas elektron atau hole. Jika temperatur naik kerapatan bertambah namun
mobilitasnya turun, sehingga secara rata-rata konduktivitas semikonduktor bertambah jika
temperatur naik. Berbeda dengan semi konduktor, konduktivitas konduktor turun jika temperatur
naik.
- Semikonduktor tipe-n
- Semikonduktor tipe-p
Molekul dielektrik dibagi menjadi dua yaitu molekul polar dan non-polar, misalnya H 2 O ,
N 2 O termasuk molekul polar. Sedangkan O2 , H 2 , N 2termasuk molekul non-polar. Dikatakan
sebagai molekul polar apabila inti positif dan elektron tidak berimpit seperti pada gambar 4.7 (a).
Orientasi dipole molekul polar nampak acak jika tidak ada medan listrik. Sebaliknya jika
diberikan medan listrik maka dipole-dipole akan mengarah pada arah yang sama dengan medan
listrik yang diberikan seperti pada gambar 4.7 (b). Makin kuat maka makin kuat efek
mengarahkan orientasi dipol pada molekul polar.
Gambar 4.7. Molekul polar (a) orientasi dipol acak jika tanpa medan listrik dan (b) orientasi
E
dipole yang diarahkan oleh medan listrik ⃗
Dikatakan sebagai molekul non-polar apabila inti positif dan electron berimpit seperti
gambar 4.8 (a). Namun jika diberikan medan listrik maka muatan positif dan negatif akan
terpisah sejauh d dan jika medan listrik diperbesar maka molekul-molekul dipole akan
terorientasi atau menyejajarkan diri seperti pada gambar 4.8 (b).
E
Gambar 4.8. Molekul nonpolar (a) tanpa medan listrik dan (b) ada medan listrik ⃗
Karakteristik yang dimiliki oleh bahan dielektrik baik berbentuk gas, cair ataupun kristal
padat semuanya dapat menyimpan energi listrik. Sebagai sumber energi adalah medan eksternal,
di mana perpindahan muatan yang bergeser dapat menimbulkan arus transien melalui baterei
yang menimbulkan medan.
Molekul polar memiliki pergeseran yang permanen antara pusat muatan posiltif dan pusat
muatan negati. Molekul non polar tidak mempunyai susunan 'dipol' sebelum ada medan
eksternal. Muatan positif dan negatir bergeser dalam arah yang berlawanan sehingga
E.
menimbulkan 'dipol' yang searah dengan ⃗
Kedua jenis dipol dapat dituliskan dengan momen dipol ⃗p seperti pada persamaan 3.50
yaitu:
⃗p=Q d⃗ (4.38)
di mana
Jika terdapat n dipol persatuan volume, jika dalam volume ∆ V ada n ∆ V dipol, sehingga:
n∆V
⃗ptot = ∑ ⃗pi (4.39)
i=1
Jika dipole-dipole secara keseluruhan berorientasi acak maka ⃗ptot bisa berharga nol.
Jika kita definisikan ⃗psebagai momen dipol per satuan volume atau polarisasi, maka
diperoleh:
n∆V
1
⃗p=lim ¿ Δ V →0
∆V
∑ ⃗pi [ C /m2 ] ¿ (4.40)
i =1
Tinjau bahan dielektrik yang berisi molekul non polar. Tidak ada molekul yang
mempunyai dipol, sehingga ⃗p=0 di seluruh bahan. Dengan mengambil unsur permukaan Δ ⃗S
seperti pada gambar 4,9, jika bekerja medan listrik E maka merdan listrk tersebut menimbulkan
momen dipol ⃗p=Q d⃗ pada setiap molekul.
Secara umum jika ⃗p atau d⃗ mempunyai sudlut sebesar θ terhadap dan jika kerapatan
molukul adalah n molekul/m3, maka muatan netto yaing melalui unsur permukaan Δ ⃗S adalah:
∆ Q b =nQ ⃗d . ∆ ⃗S (4.41)
∆ Q b =⃗
P . ∆ ⃗S (4.42)
Arah ∆ ⃗S keluar sebagai unsur dari permukaan tertutup. Dan arah pertambahan netto
muatan terikat di dalam permukaan tertutup adalah:
Q b=−∮S ⃗
P . d ⃗S (4.43)
D (kerapatan fluks
Hubungan tersebut mirip dengan hukum Gauss dengan mengganti ⃗
listrik) dengan ⃗p (polarisasi). Dengan menuliskan kembali hukum Gauss untuk muatan total
yang dilingkupi permukaan tertutup:
Qtot =−∮ S ⃗
D . d ⃗S =−∮S ε 0 ⃗
E . d ⃗S (4.44)
Karena muatan total dalam bahan dielektrik adalah jumlah muatan terikat dan muatan
bebas maka:
Q tot =Q b +Q (4.45)
Dimana Q b merupakan muatan terikat dan Q adalah muatan bebas. Atau muatan bebas Q
adalah:
Dengan demikian, muatan bebas dapat diperoleh dari pengurangan persamaan 4.44
dengan persamaan 4.43, yaitu:
Q=∮ S ( ε 0 ⃗
E +⃗
P ) . d ⃗S (4.47)
D=ε 0 ⃗
E +⃗
P (jika ada polarisasi dalam bahan) (4.48)
P . d ⃗S =− ∫ vol ( ⃗
Q b=−∮S ⃗ ∇ .⃗
P ) dV = ∫ vol ρb dV (4.49)
Maka
⃗
∇ .⃗
P =−ρb (4.50)
E .d ⃗S =− ∫ vol ( ⃗
Q tot =−∮ S ε 0 ⃗ ∇ . ε0 ⃗
E ) dV = ∫ vol ρ tot dV (4.51)
Maka
⃗
∇ . ε0 ⃗
E =−ρtot (4.52)
D . d ⃗S =− ∫ vol ( ⃗
Q=−∮S ⃗ ∇.⃗
D ) dV = ∫ vol ρV dV (4.53)
Maka
⃗
∇ .⃗
D =ρV (4.54)
Hubungan antara E dan polarisasi ⃗
P bergantung pada jenis bahan. Bahan dielektrik yang
dibahas disini dapat dianggap bahan isotropic, sehingga hubungan E dengan ⃗
P adalah linier.
P dan E selalu sejajar, berapa pun besar E. Hubungan linieritas antara ⃗
Vector ⃗ P dan E adalah:
⃗p= X e ε 0 ⃗
E (4.55)
dimana X e adalah suseptibiltas listrik (tanpa dimensi). Makin besar suseptibiltas, makin besar
polarisasi pada suatu medan listrik tertentu.
D =ε 0 ⃗
⃗ E + X e ε0 ⃗
E=(1+ X e ) ε 0 ⃗
E (4.56)
Dengan mendefinisikan:
( 1+ X e ) =ε R (4.57)
Yaitu permitivitas relatif atau konstanta dielektrik bahan. Dan dengan mendefinisikan
permitivitas sebagai perkalian permitivitas relatif degna permitivitas vakum:
ε =ε R ε 0 (4.58)
Maka
D=ε ⃗
⃗ E (4.59)
Dari persamaan 4.59 nampak dengan adanya konsep permitivitas, maka sekarang tidak
diperlukan lagi konsep polarisasi, momen dipol, dan muatan terikat.
4.7 Syarat Batas untuk Dielektrik Sempurna
Kita tinjau 2 jenis dielektrik dengan permitivitas masing-masing ε 1dan ε 2 seperti pada gambar
4.10.
Dt ,1 Dt , 2 Dt , 1 ε 1
= → = maka: (Syarat Batas 2) (4.61)
ε1 ε2 Dt , 2 ε 2
Untuk memperoleh Syarat Batas 3 yaitu komponen normal, gunakan Hukum Gauss
Dt ,1 D1 sin θ 1 ε 1
= = (4.67)
Dt ,2 D2 sin θ 2 ε 2
Maka
Maka diperoleh:
tanθ 1 ε 1
ε 2 tanθ 1=ε 1 tanθ 2 → = (4.70)
tanθ 2 ε 2
Contoh aplikasi perbatasan bahan dielektrik dengan vakum diperlihatkan pada gambar 4.12.
E,⃗
Untuk menghitung ⃗ D dan ⃗
P di dalam teflon:
Dtef =⃗
⃗ D=ε 0 E 0 a^ x (4.71)
D tef ε 0 E 0 a^ x
⃗
Etef =
⃗ = D =0,48 E0 a^ x
⃗ (4.72)
ε ε R ε0
P kita gunakan:
Untuk mencari ⃗
D tef =ε 0 ⃗
⃗ Etef + ⃗
Ptef (4.73)
Sehingga
Ptef =⃗
⃗ Dtef −ε 0 ⃗
E tef =ε 0 E 0 a^ x −0,48 ε 0 E 0 a^ x =0,52 ε 0 E 0 a^ x (4.74)
Dengan demikian:
D=ε 0 E0 a^ x
⃗ untuk X < 0 , x >¿a
D=ε 0 E0 a^ x
⃗ untuk 0 X ≤ x ≤a
E =E0 a^ x
⃗ untuk X < 0 , x >¿a
E =0,48 ε 0 E0 a^ x
⃗ untuk 0 ≤ x ≤a
P=0
⃗ untuk X < 0 , x >¿a
P=0,52 ε 0 E 0 a^ x
⃗ untuk 0 ≤ x ≤a
4.8 Kapasitansi
Tinjau 2 konduktor di dalam bahan dielektrik yang serba sama seperti pada gambar 4.13.
Pada konduktor, muatan terletak pada permukaan sebagai kerapatan muatan permukaan dan
medan listriknya tegak lurus permukaan konduktor. Potensial di dalam konduktor semuanya
sama. Karena M1 lebih positif daripada M2 maka untuk membawa muatan dari M2 ke M1
diperlukan kerja. Misalkan beda potensial antara M1 dan M2 adalah V0. Kapasitansi sitem kedua
konduktor didefinisikan sebagai perbandingan antara besar muatan total dalam konduktor dengan
Q
beda potensial antara kedua konduktor. Sehingga C= . Umumnya kita dapat menyatakan Q
V0
sebagai integral permukaan pada konduktor positif dan V 0 sebagai kerja untuk membawa muatan
positif dari permukaan negative ke muatan positif:
C=
∮ ε ⃗E . d ⃗S (4.75)
−∫ ⃗ E.d ⃗ L
Jika kerapatan muatan pada konduktor bertambah dengan faktor N, maka menurut Hukum Gauss
D ) dan ⃗
kerpatan flux (⃗ E juga bertambah dengan faktor N, demikian juga beda potensialnya.
Dengan demikian kapasitansi tidak lagi bergantung potensial dan muatan total karena harga
perbandingannya tetap. Dalam hal ini kapasitansi hanya merupakan fungsi dari dimensi fisis
system konduktor dan permetivitas bahan dielektrik. Satuan kapasitansi:
coulomb
=farad
volt
Dari struktur pada gambar 4.14. maka akan timbul medan serba sama:
ρs
E=
⃗ a^ (4.75)
ε z
b 0
ρs ρ
V =−∫ ⃗
E .d ⃗L=−∫ dz= s d (4.77)
a d ε ε
Q= ρs S (4.78)
Dengan demikian
ρs
V 0= d (4.79)
ε
Dan
Q εS
C= = (4.80)
V0 d
Dengan ε =ε R ε 0 (4.81)
Persamaan tersebut menyatakan kapasitansi dari susunan bidang tak berhingga yang luasnya S.
Luas keeping yang besar diperoleh dalam kapasitor berdimensi kecil dengan menyusun keeping-
keping kecil sebanyak 50 sampai 100 jajar atau dengan mengglung lempengan tipis yang
diantaranya berisi bahan dielektrik yang lentur. Untuk menghitung energi yang ada di dalam
kapasitor kita gunakan persamaan 3.77.
W
(4.82)
❑
1
E= ∫ ε E2 dV
2 vol
S d
ε ρ2s 2 2 2
1 1 ρs 1 εS ρs d
W E= ∫∫ dzdS = Sd= (4.83)
2 0 0 ε2 2 ε 2 d ε2
Sehingga
1 2 1 1 Q2
W E= C V 0= QV 0= (4.84)
2 2 2 C
Tinjau kapasitor dengan bahan dielektrik rangkap seperti pada gambar 4.15.
Misalkan beda potensial antara kedua pelat konduktor V 0 , intensitas medan listrik kedua daerah
masing-masing adalah E1, E2
Sehingga
V 0=E 1 d 1 + E2 d 2 (4.85)
ε1
D N 1=D N 2 → ε 1 E1=ε 2 E 2 → E2= E (4.86)
ε2 1
Sehingga:
ε1 ε1
V 0=E 1 d 1 +
ε2 ( )
E 1 d 2= d 1 + d 2 E1
ε2
(4.87)
Atau
V0 ε1 V0 V0
E 1= E 2= =
ε dan ε2 ε ε2 (4.88)
d1+ 1 d2 d1 + 1 d 2 d +d
ε2 ε2 ε1 1 2
V0
ρ S 1=D N 1=ε 1 E1=
d1 d2 (4.89)
+
ε1 ε2
Karena D N 1=D N 2 maka ρ S 2=ρS 1=ρS maka besarnya kapasitansi adalah
Q ρS S
1 1
C= = = =
V 0 V 0 d1 d2 1 1 (4.90)
+ +
ε1 s ε2 s C 1 C 2
Sehingga
D1 D2 ε ε V V
= → D1= 1 D2= 1 0 ε 2=ε 1 0 (4.92)
ε1 ε2 ε2 ε2 d d
Dan
V0
D2=ε 2 (4.93)
d
sehingga
V0
ρ s= (ε + ε ) (4.94)
d 1 2
Dan
Q ρs S S
C= = = { ε + ε } =C1 +C 2 (4.95)
V0 V0 d 1 2
Dari persamaan 3.17 kabel Koaksial dengan radius dalam a dan radius luar b dan panjang kabel
L, telah diperoleh:
ρL b
V= ln (4.96)
2 πε a
Jika muatan total:
Q= ρL L (4.97)
2 πεL
C=
b (4.98)
ln
a
Sedangkan untuk kapasitor yang dibentuk oleh dua kulit bola konduktor dalam sumbu yang sama
dengan radius a dan b, di mana b > a.
ρL 1 1
V= (
−
4 πε a b ) (4.99)
4 πε
C=
1 1 (4.100)
−
a b
Jika dibuat bola luar dengan b di ∞, maka kapasitansi konduktor bola terisolasi adalah:
Q
Er = untuk a< r <r 1 (4.102)
4 π ε1 r2
Dan
Q
Er = untuk r >r 1 (4.103)
4 π ε1 r2
Q 1 1 1 1
¿
[( ) ]− +
4 π ε1 a r1 ε0 r1
(4.104)
4π
C=
1 1 1 1 (4.105)
( − + )
ε1 a r1 ε0 r1
BAB 5
Hukum Bio-Savart berhubungan dengan medan magnet yang ditimbulkan oleh unsur diferensial
arus searah dalam vakum. Hukum Biot-Savart menyatakan bahwa intensitas medan magnet dH
IdLx a R IdLxR
yang dihasilkan pada titik P, seperti yang ditunjukkan dH = = , dengan
4πR 2
4 π R3
diferensial arus elemen IdL sebanding dengan perkalian IdL dan sinus dari sudut antara elemen
dan garis yang menghubungkan P ke elemen dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara
P dan elemen.
Konduktor yang membawa arus (I) dengan panjang (dl), adalah sumber medan magnet dasar.
Daya pada satu lagi konduktor terkait dapat diekspresikan dengan mudah dalam hal medan
magnet (dB) karena primer. Ketergantungan medan magnet dB pada 'I' arus, dimensi serta arah
panjang dl & pada jarak 'r' terutama diperkirakan oleh Biot & Savart.
Sekali dari ujung ke ujung pengamatan serta perhitungan mereka memperoleh suatu ekspresi,
yang meliputi kerapatan fluks magnet (dB), berbanding lurus dengan panjang elemen (dl), aliran
arus (I), sinus sudut θ di antara aliran arah arus dan vektor yang menggabungkan posisi medan
tertentu, dengan komponen arus berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r) dari titik yang
ditentukan dari elemen arus. Ini adalah pernyataan hukum Biot Savart.
Hukum ini dapat digunakan untuk menghitung reaksi magnetik bahkan pada tingkat
molekul atau atom.
Ini dapat digunakan dalam teori aerodinamika untuk menentukan kecepatan yang
didorong dengan garis-garis vortex.
Persamaan Maxwell
Pada jarak yang cukup jauh dari sumber gelombang, amplitudo dari getaran medan akan
mengecil terhadap jarak, sebagai perbandingan (1/r). Gelombang EM juga mempunyai
momentum dan energi sehingga dapat menghasilkan tekanan terhadap materi yang dijumpai.
Gelombang EM mempunyai banyak frekwensi. Sebagai contoh gelombang radio adalah
gelombang EM yang dihasilkan oleh osilasi arus di menara antena radio. Pemancaran
gelombang cahaya adalah bentuk frekwensi tinggi dari radiasi EM yang dihasilkan oleh
osilasi elektron dalam sistem atom. Hukum hukum dasar dari medan listrik dan magnet
mendasari persamaan-persamaan Maxwell. Persamaan ini merupakan unified teori dari EM.
Persamaan tersebut adalah :
Q
∮ E .dA=
ε0
∮ B . dA=0
−dϕB
∮ E .dL=
dt
dϕ B
∮ B . dlL=μ0 J + μ 0 ε 0
dt
menghasilkan kecepatan jalar gelombang sebesar (μoεo)1/2 , yang mana nilai ini sama dengan
kecepatan jalar cahaya. Hasil ini mengawali Maxwell untuk memprediksi bahwa gelombang
cahaya adalah bentuk radiasi gelombang EM
c =f . l
Dalam fisika elektromagnetik, sebuah medan elektromagnetik adalah sebuah medan terdiri
dari dua medan vektor yang berhubungan: medan listrik dan medan magnet. Ketika dibilang
medan elektromagnetik, medan tersebut dibayangkan mencakup seluruh ruang, biasanya medan
elektromagnetik hanya terbatas di sebuah daerah kecil di sekitar objek dalam ruang.
Vektor (E dan B) yang merupakan karakter medan masing-masing memiliki sebuah nilai
yang didefinisikan pada setiap titik ruang dan waktu. Bila hanya medan listrik (E) bukan nol, dan
konstan dalam waktu, medan ini dikatakan sebuah medan elektrostatik. E dan B (medan magnet)
dihubungkan dengan persamaan Maxwell.
Untuk lebih memahami Hukum Ampere bisa kita lihat dari aplikasinya sebagai berikut :
Gambar 6. Ilustrasi dan Grafik Hukum Ampere pada kawat lurus panjang.
Gambar 7. Solenoida.
3. Toroida
Gambar 8. Toroida
Teorema Stokes
Teorema Stokes menghubungkan integral permukaan dengan integral garis tertutup. Sedangkan
teorema divergensi menghubungkan integral volume dengan integral permukaan tertutup.
BAB 6
6.1 Gaya Magnetik
Gaya akan muncul karena medan magnet karena beberapa hal berikut ini :
a. Partikel bermuatan yang bergerak dalam medan H
b. Elemen arus yang berada dalam medan H eksternal
c. Dua elemen berarus
Gaya F1 memiliki besar yang sama dengan F2 tetapi memiliki arah yang berbeda
F1 = -F2
Sehingga F1 dan F2 memenuhi hukum newton ketiga yaitu aksi – reaksi
Dipol Magnetik
dipol magnetic sering dilambangkan sebagai batangan magnet dengan kutub utara dan kutub
selatan, dipol magnetic dapat muncul secara permanen atau muncul pada saat diberikan medan
magnet luar, momen dipol didefinisikan sebagai :
μ0 = IAan
Dimana I adalah loop arus listrik, A adalah luas loop dan an adalah vector normal terhadap arah
loop.
6.2.2 Magnetisasi dan Permeabilitas
Magnetisasi dalam A/m menyatakan tingkat orientasi dipol dipol magnetic di dalam bahan,
ketika diberikan medan magnet,
Momen dipol total :
n∆V
mtot = ∑ mi
l=1
Magnetisasi :
n∆V
1
M = limdeltav menuju 0,
∆V
∑ mi
l =1
Dengan demikian :
B = μH
Kurva Magnetisasi
Hubungan antara B dan H sangatlah kompleks, suatu material magnetic yang telah dimagnetisasi
dapat mempunyai sifat sifat magnet atau magnetisasi sisa (remansi meskipun medan magnet luar
telah dihilangkan) Remanensi dapat dilakukan dengan cara demagnetisasi (magnetisasi kembali
dengan medan magnet yang besarnya makin lama makin turun).
Histeresis
Histeresis didefinisikan sebagai keterlambatan perubahan magnetisasi pada saat H berubah. Bila
bahan feromagnetik diberikan H yang bertambah dan berkurang maka plot B-H akan membentuk
loop hysteresis
WE = ½ ∫ D . EdV
vol
Ingat bahwa perpindahan akibat medan listrik yang berubah terhadap waktu. Misalnya
arus yang melalui kapasitor ketika sumber tegangan bolak balik diterapkan pada pelatnya.
Dengan menuliskan persamaan diatas maka diperoleh:
∮ ⃗H ×d ⃗L=I +∫ ∂∂Dt .d ⃗S
⃗
S
⃗ B
−∂ ⃗
∇∙ ⃗
E=
∂t
⃗ ∂⃗
D
∇∙⃗
H = ⃗J +
∂t
7.4 Perangkat Persamaan Maxwell dalam Bentuk Integral
Eksperimen harus memperlakukan kuantitas mikroskopik fisis sehingga hasilnya
dinyatakan dalam bentuk integral.
∮ ⃗∇ ∙ d ⃗S=∫ ρ v dv
S vol
∮ ⃗B ∙ d ⃗S=0
S
∮ ⃗E ∙ d ⃗L =−∫ ∂∂Bt d ⃗S
⃗
S
∮ ⃗H ∙ d ⃗L=I +∫ ∂∂Bt d ⃗S
⃗
S
Dengan :
ω= frequensi anguler (rad/s)
μ= μr μ0= permeabilitas medium
ε= ε r ε 0 =permitivitas medium
σ = konduktivitas medium
−∩
E (Z,t)= E e
Dengan demikian jika diketahui : ⃗ z
e jωt a^ x
0
H ( Z , t ) dengan :
kita dapat menentukan ⃗
E(Z,t)
⃗
H ( Z , t )=
⃗
n
−∩
σ + jωϵ
H ( Z , t )=
⃗
√
jωμ
E0 e z
e jωt a^ x
E dan ⃗
terlihat dari hubungan diatas ⃗ H memungkinkan terjadi beda fasa.
8.2 Gelombang EM dalam Dielektrik Sempurna
Dalam dielektrik merugi,σ ≪ ωε . Ini merupakan kasus khusus, sehingga :
σ =0 , ε =ε 0 ε r , μ=μ 0 μr
Yang diberikan :
α =0 , β=ω √ με
Juga
μ o
n=
√ ε
<0
E dan ⃗
Dan dengan demikian ⃗ H berada dalam fase waktu satu sama lain,dalam dielektrik
sempurna, konduktivitasnya sangatlah kecil sehingga dapat dianggap nol (σ =0). Dengan
demikian untuk menemukan impedensi instrinsik n dan konstanta propagasi gelombang y sama
dengan untuk medium umum, hanya bedanya σ =0. Maka persamaan menjadi
Y=jω ¿
Dan telah diketahui, bahwa cepat rambat gelombang adalah :
1
V=
√ με
Untuk medium umum :
E(Z,t)=E0 e ± yz e jωt
Maka untuk medium dielektrik sempurna, solusinya berubah menjadi :
E(Z,t)=E0 e j (ωt ±βz )
E(Z,t)
⃗
H ( Z , t )=
Sedang impedansi intrinsic, dari persamaan ⃗ ,dengan memasukan harga σ =0,
n
menjadi:
1
H ( Z , t )= E0 e j(ωt ± βz)
⃗
n
E dan ⃗
Dan dengan demikian ⃗ H mempunyai amplitude yang tetap , tidak dipengaruhi oleh
medium (tidak ada pelemahan amplitude gelombang) atau dengan kata lain tidak terjadi atenuasi
dalam medium dielektrik sempurna.
π
H berbeda fase dengan ⃗
pada setiap titik ⃗ E sebesar .
4
Contoh soal :
Sebuah dielektrik merugi memiliki impedansi intrinsic 200 < 30° Ω pada
frekuensi tertentu. Jika pada frekuensi itu, gelombang datar yang merambat melalui dielektrik
memiliki komponen medan magnet :
1
(
H = 10 e−αx cos ωt − x a^ y A/m
⃗
2 )
Tentukan :
a. E dan α
⃗
b. skindepth dan polarsasi gelombangnya.
Penyelesaian :
Gelombang yang diberikan menjalar sepanjang a^x maka a^ k=¿ a^ ; a^ x H=¿ a^ y ¿ ¿
Atau
a^ E =−^a z
Juga H 0=10 , maka
E0
= η = 200∠ 30 ° = 200e j π /6 → 2000e j π /6
H0
E dan ⃗
Kecuali untuk perbedaan fasa dan amplitude, ⃗ H selalu memiliki bentuk yang sama .
karenanya
E = ℜ¿ e− yx e jωt a E)
⃗
Atau
x π
E = -2e−∩ x cos ωt − +
⃗ a kV/m
2 6 z ( )
Dengan mengetahui bahwa β=y2 kita dapat menemukan α, yaitu :
α =ω
Dan
√ (√με
2
1+ ( ) σ 2
ωε
d−1 )
β=ω
√ (√με
2
1+ ( ) σ 2
ωε
d−1
1/ 2
)
σ 2
√ ( )
α
β
=
( 1+
√
ωε
−1
σ
1+ ( ) +1
σ
ωε
2
)
Tetapi = tan 2θη = tan 60° = √ 3, karenanya :
ωε
1 /2
α 2−1 1
β
= ( )
2+1
=
√3
Atau
β β1
α= = = 0.2887 Np/m
√3 2 √ 3
Dan
1
δ= = 2 √ 3 = 3.464 m
α
Gelombang memiliki komponen E Z ,oleh karenanya akan ter polarisasi sepanjang arah –Z
1 ⃗ 1
x|E|atau 0.368|⃗
E| Sehingga δ = disebut sebagai skin depth ( kedalaman kulit)
e α
∫ ( μ2 H 2+ 2ε ⃗E 2) dv adalah energi total yang tersimpan dalam bentuk medan listrik dan medan
v
❑
ϑ μ ε 2
magnet . sedangkan ∫ ( H 2+ ⃗E )dv adalah laju penambahan energi yang tersimpan dalam
∂t v 2 2
volume atau daya yang menambah energi yang tersimpan pada
❑ ❑
ϑ
2
volume. Dengan penjumlahan kedua suku ∫ σ E dv + ∫ ( μ H 2 + 2ε ⃗E2)dv merupakan daya total
∂t v 2
v
E x⃗
yang mengalir masuk ke volume adalah −∮ ( ⃗ H ) ds .
f E2 o
sumbu Z adalah : P z ,av = S[watt ]
2 n
BAB 9
Pemantulan Gelombang
9.1 Koefisien Refleksi dan Koefisien Transmisi
Apabila gelombang berjalan mencapai perbatasan dua medium yang berlainan, maka
gelombang tersebut sebagian akan diteruskan dan sebagian lainnya akan dipantulkan.
E
a. Koefisien Refleksi untuk Medan ⃗
Dari pernyataan diatas dapat diturunkan koefisien pemantulan yaitu rasio amplitudo
pantul terhadap amplitudo datang, yaitu :
Er
0 E−¿ x 10 n2−n1
Ir= = =
E E i E +¿ x 10 n1 +n2
0
E
b. Koefisien Transmisi untuk Medan ⃗
Koefisien transmisi adalah perbandingan antara gelombang yang diteruskan terhadap
gelombang datang. Secara sistematis :
Et
0 2n 2
It= =
E E i n1+ n2
0
H
c. Koefisien Refleksi untuk Medan ⃗
Perbandingan antara medan H yang direfleksikan terhadap medan H yang datang disebut
koefisien refleksi. Secara sistematis :
Hr
r 0 n1−n2
I = =
H H i n1 +n 2
0
H
d. Koefisien Transmisi untuk Medan ⃗
Secara sistematis :
Ht
0 2 n2
I t = =
H H i n1 +n2
0
9.2 Gelombang Berdiri (Standing Wave)
Gelombang menjalar dari dielektrik sempurna ke konduktor sempurna. Karena medium 2
adalah konduktor sempurn, dimana σ 2 adalah ∞ maka impendansi :
j μ2 ω
n2 =
√ σ 2 + jω∈2
menjadi nol
Er
0 n1−n2
Ir= = =−1
E E i n1 +n2
0
r i
Sehingga, E =−E
0 0
Er
0 n2−n1
Ir= =
E E i n1 +n2
0
Jika n1 dan n2 adalah sembarang medium (real atau kompleks)
Jika n1 adalah bilangan real positif dan n2 adalah bilangan kompleks, sehingga I dapat
merupakan bilangan kompleks dan kita biar kemungkinan tersebut menjadi :
I =|I |e j ∅
Dimana ∅ adalah sudut fase, yang dapat dihitung dengan cara fasor.
Gelombang total didaerah tersebut (dengan menghilangkan faktor waktu) adalah :
i jβ z i jβ z
0 [
E× 1= E e −E e
0
1
a^ x 1
]
Standing Wave Ratio, S
Adalah perbandingan (rasio) antara amplitudo maksimum terhadap amplitudo minimum,
atau dituliskan sebagai :
E× 1 ,max 1+|I |
S= =
E× 1 ,min 1−| I|
Karena I ≤ 1 , maka S selalu positif dan S ≥ 1 jika |I | = 1 , amplitudo pantul dan
amplitudo datang menjadi sama, artinya semua energi gelombang datang dipantulkan dan S
menjadi ∞ ,
1+1
Karena : S= =∞
0
0
1
]
Ei
0
Sedangkan =n1 dan untuk I berlaku : IH = - IE
i
H
0
1 jβ l
Maka, H y 1= [ e −I e j β l ] E i
1 1
n1 0
E×1 e j β I+I e jβ I
| [ ]
1 1
n¿ = =n1
H y1 z=−I e j β I −I e j β I
1 1