BAB II
LANDASAN TEORI
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis
nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan yang tidak sehat pada
manusia terjadi karena kurangnya pengetahuan gizi, sehingga manusia tidak mampu
Hemoglobin.
Menurut Lie Goan Hong (1985 dalam Matondang,2007) Pola makan adalah berbagai
informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang
dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai ciri khas untuk suat kelompok
masyarakat tertentu. Sedangkan menurut Mulia (2010) Pola makan adalah gambaran
mengenai jenis makanan dan frekuensi makan yang dikonsumsi dan berlaku berulang-ulang
Baliwati (2004 dalam Okviani, 2011) mengatakan bahwa pola makan atau pola
konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang
atau kelompok orang pada waktu tertentu. Dan Handayani mempertegas definisi pola makan
sebagai tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan
makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan yang menggambarkan
konsumsi makan harian meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan
a. Jenis Makanan
Makanan yang dikategorikan sebagai makanan sehat adalah makanan yang mengandung
unsur-unsur zat yang dibutuhkan tubuh dan tidak mengandung bibit penyakit atau racun.
Namun, makanan yang dikategorikan sehat ini sangat berhubungan dengan sikap dan pola
makan setiap orang. Jadi, makanan yang mengandung unsur-unsur bergizi harus disertai
dengan upaya menjaga kebersihan dan kesehatan orang yang mau memakannya.
1. Unsur-unsur zat makanan yang sehat diperlukan agar tubuh dapat beraktivitas dengan
normal. Unsur-unsur makanan sehat adalah makanan yang mengandung zat-zat, seperti
protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, dan air dengan takaran yang seimbang.
2. Manfaat unsur-unsur makanan zat-zat yang dikandung dalam makanan mempunyai fungsi
atau manfaat tersendiri bagi tubuh kita. Zat-zat yang dibutuhkan tubuh berfungsi sebagai
Zat tenaga, zat tenaga biasa berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein. Unsur-
unsur ini biasa terdapat pada nasi, jagung, daging, telur, dan sebagainya.
Zat pembangun, dalam makanan terdapat zat yang disebut dengan zat pembangun.
Unsur-unsur makanan yang mengandung zat pembangun adalah protein, mineral, dan
air. Unsur-unsur ini harus seimbang agar kesehatan seseorang terjaga dengan baik.
Zat pengatur, makanan yang terdapat zat pengatur adalah mineral, vitamin, dan air.
Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang.
Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah sebagai berikut :
11
1. Faktor ekonomi
Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi kosumsi pangan adalah
pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya akan pendapatan akan meningkatkan peluang
untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik,sebaliknya penurunan
pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kulaitas maupun
kuantitas.
mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikosumsi.
Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar
3. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan individu yang
melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan
4. Pendidikan
Dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap
5. Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi
12
2.3 Pengertian, Fungsi, Komponen dan Kandungan Darah Manusia
Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berada dalam
konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh
darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai bahan serta fungsi homeostasis. Darah
merupakan komponen penting yang terdapat tubuh hal ini disebabkan karena darah memiliki
banyak manfaat lainnya dalam menunjang kehidupan. Tanpa adanya darah yang cukup, tubuh
akan mengalami berbagai jenis gangguan kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Darah juga merupakan campuran dari cairan dan sel, yang didalamnya terdapat juga
makronutrisi seperti protein serta ion seperti sodium dalam darah ini. Semua komponen
tersebut memainkan peran yang penting untuk tubuh kita. Selain untuk mengangkut senyawa
penting bagi tubuh darah juga membuang produk buangan dari sel, darah juga bertindak
untuk melindungi tubuh dari invasi virus dan bakteri serta terhadap kerusakan pada sel.
Darah memiliki ketebalan lebih dibandingkan air, dan darah juga terasa sedikit lengket. Suhu
dari darah yang terdapat dalam tubuh 38 derajat Celsius, hal itu, lebih tinggi 1 derajat dari
suhu tubuh. Sangat Pentingnya darah dalam tubuh karena darah memiliki fungsi sebagai
berikut :
Fungsi darah iyalah sebagai pengangkut semua macam jenis zat-zat kimia seperti hasil
13
Menjaga Sistem Kekebalan Tubuh (Proteksi)
Fungsi darah sebagai sistem kekebalan tubuh ialah karena darah akan menyuplai jaringan
yang terdapat dalam tubuh dengan berbagai macam jenis nutrisi, mengangkut sisa-sisa dari
zat-zat metabolisme, dan juga darah juga memiliki kandungan berbagai bahan-bahan
penyusun sistem imun sehingga akan mampu untuk mempertahankan tubuh dari serangan
Darah akan dapat membantu dalam menjaga keseimbangan tubuh, contohnya darah akan
dapat membuat suhu tubuh tetap terjaga, hal ini dilakukan dengan melalui plasma darah, yang
dapat mengabsorbsi unsur panas. Pada saat pembuluh darah meluas, darah ajab mengalir
lebih lambat dan hal ini tentu akan menyebabkan panas hilang, dan pada saat suhu
lingkungan turun, pemuluh darah dapat mengerut agar kehilangan unsur panas dapat ditekan.
1. Air = 91%
2. Protein = 3%
3. Mineral = 0,9%
Adapun komponen yang terdapat di dalam darah itu penting dan saling berkaitan. Dibawah
14
1. Korpuskuler
Korpuskuler merupakan unsur padat yang terdapat dalam darah dan tebentuk dari sel darah
merah (Eritrosit), sel darah putih (Leukosit), serta keping darah (Trombosit).
Sel darah merah dikatakan juga dengan Eritrosit merupakan unsur dan komponen utama dari
sel darah. Sel darah merah ini memiliki bentuk bikonkaf (pipih) dengan kedua sisi yang
cekung terdapat pada bagian tengah. Warna merah yang terdapat pada eritrosit ini disebabkan
karena didalamnya terkandungan hemoglobin. Fungsi darah eritrosit itu berguna untuk dapat
mengikat oksigen.
15
Sel darah putih disebut juga dengan Leukosit mempunyai inti, akan tetapi tidak memiliki
bentuk yang tetap. Fungsi dari leukosit (sel darah putih) ialah sebagai pemakan bibit-bibit
penyakit serta benda asing yang yang masuk ke dalam tubuh. Leukosit (sel darah putih) ini
jumlahnya akan secara terus menerus meningkat tergantung dari banyak sedikitnya bibit
penyakit ataupun benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Sel darah putih tersebut terdiri
a. Agranulosit
Sel leukosit yang tidak memiliki granula didalamnya, yang terdiri dari :
Limposit, bentuknya ada yang besar dan juga ada yang kecil, di dalam sitoplasmanya
tidak terdapat glandula serta intinya besar, banyaknya berkirsar 20%-15% dan
memiliki fungsi untuk membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jarigan
tubuh.
Monosit.Terbanyak dibuat pada sumsum merah, ukurannya lebih besar dari limfosit,
monosit ini berfungsi sebagai fagosit dan terdapat 34% banyaknya. Apabila dilihat
Menurut Guyton (1995) Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu
komponen sel yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut
16
hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sedangkan Williams
(2007) berpendapat bahwa Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri
dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang
mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin
sekitar 7,5 μm, dan tebal 2 μm namun dapat berubah bentuk sesuai diameter kapiler yang
akan dilaluinya, selain itu setiap eritrosit mengandung kurang lebih 29 pg hemoglobin, maka
pada pria dewasa dengan jumlah eritrosit normal sekitar 5,4jt/ μl didapati kadar hemoglobin
Hemoglobin (Hb) merupakan porfirin besi yang terikat pada protein globin. Protein
terkonyungasi ini mampu berikatan secara reversible dengan O2 dan bertindak sebagai
transpor O2 dalam darah.13 Hb adalah suatu molekul alosterik yang terdiri atas empat
subunit polipeptida dan bekerja untuk menghantarkan O2 dan CO2. Hb mempunyai afinitas
untuk meningkatkan O2 ketika setiap molekul diikat, akibatnya kurva disosiasi berbelok yang
memungkinkan Hb menjadi jenuh dengan O2 dalam paru dan secara efektif melepaskan O2
ke dalam jaringan.14 Hb adalah suatu protein yang kaya akan zat besi. Hb dapat membentuk
oksihemoglobin (HbO2) karena terdapatnya afinitas terhadap O2 itu sendiri. Melalui fungsi
kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Pigmen pada kompleks tersebut
berwarna merah, lantas hal inilah yang menjadikan eritrosit juga berwarna merah. Molekul
ini diberi nama Hb karena memiliki empat gugus heme yang mengandung besi ferro dan
Struktur Hb terdiri atas empat grup heme dan empat rantai polipeptida dengan total
asam amino sebanyak 574 buah. Rantai polipeptidanya terdiri atas dua rantai α dan dua rantai
17
β dengan masing-masing rantai berikatan dengan satu grup heme. Pada setiap rantai α
terdapat 141 asam amino dan setiap rantai β terdapat 146 asam amino.17 Pada pusat molekul
terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan nama porfirin. Porfirin terbentuk dari empat
cincin pirol yang dihubungkan oleh suatu jembatan untuk membentuk cincin tetrapirol. Pada
cincin ini terdapat empat gugus mitral dan gugus vinil serta dua sisi rantai propionol. Porfirin
yang menahan satu atom Fe disebut dengan nama heme. Pada molekul heme inilah Fe dapat
sebagai eritropoiesis merupakan proses yang diregulasi ketat melalui kendali umpan balik.
Pembentukan eritrosit dihambat oleh kadar hemoglobin diatas normal dan dirangsang oleh
keadaan anemia dan hipoksia. Dalam hal ini Williams (2007) kembali mengemukakan
pendapat bahwa Eritropoiesis pada masa awal janin terjadi dalam yolk sac, pada bulan
kedua kehamilan eritropoiesis berpindah ke liver dan saat bayi lahir eritropoiesis di liver
berhenti dan pusat pembentukan eritrosit berpindah ke sumsum tulang. Pada masa anak-anak
dan remaja semua sumsum tulang terlibat dalam hematopoiesis, namun pada usia dewasa
hanya tulang-tulang tertentu seperti tulang panggul, sternum, vertebra, costa, ujung proksimal
femur dan beberapa tulang lain yang terlibat eritropoiesis. Bahkan pada tulang-tulang seperti
Menurut Munker (2006) Pada periode stress hematopoietik tubuh dapat melakukan
reaktivasi pada limpa, hepar dan sumsum berisi lemak untuk memproduksi sel darah,
mengatakan bahwa Proses eritropoiesis diatur oleh glikoprotein bernama eritropoietin yang
diproduksi ginjal (85%) dan hati (15%). Pada janin dan neonatus pembentukan eritropoietin
berpusat pada hati sebelum diambil alih oleh ginjal. Eritropoietin bersirkulasi di darah dan
menunjukkan peningkatan menetap pada penderita anemia, regulasi kadar eritropoietin ini
18
berhubungan eksklusif dengan keadaan hipoksia. Sistem regulasi ini berkaitan erat dengan
faktor transkripsi yang dinamai hypoxia induced factor-1 (HIF-1) yang berkaitan dengan
proses aktivasi transkripsi gen eritropoeitin. HIF-1 termasuk dalam sistem detektor kadar
oksigen yang tersebar luas di tubuh dengan efek relatif luas (cth: vasculogenesis,
meningkatkan reuptake glukosa, dll), namun perannya dalam regulasi eritropoiesis hanya
ditemui pada ginjal dan hati. Eritropoeitin ini dibentuk oleh sel-sel endotel peritubulus di
korteks ginjal, sedangkan pada hati hormon ini diproduksi sel Kupffer dan hepatosit. Selain
keadaan hipoksia beberapa zat yang dapat merangsang eritropoiesis adalah garam-garam
Eritropoietin yang meningkat dalam darah akan mengikuti sirkulasi sampai bertemu dengan
reseptornya pada sel hematopoietik yaitu sel bakal/stem cell beserta turunannya dalam jalur
eritropoiesis.
b) Memicu ekspresi protein spesifik eritroid yang akan menginduksi diferensiasi sel-sel
eritroid.
stimulating factor dan trombopoietin akan mempercepat proses maturasi stem cell
19
1) Stem cell : eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat memperbaharui diri
platelet).
2) BFU-E : burst-forming unit eritroid, merupakan prekursor imatur eritroid yang lebih
3) CFU-E : colony-forming unit eritroid, merupakan prekursor eritroid yang lebih matur
dan lebih terfiksasi pada salah satu jenis eritrosit (bergantung pada subunit
hemoglobinnya.
lebih mudah dibedakan dibanding sel prekursornya, masih memiliki inti, bertambah
banyak melalui pembelahan sel dan ukurannya mengecil secara progresif seiring
5) Retikulosit : eritrosit imatur yang masih memiliki sedikit sisa nukleus dalam bentuk
poliribosom yang aktif mentranslasi mRNA, komponen membran sisa dari sel
prekursornya, dan hanya sebagian enzim, protein serta fosfolipid yang diperlukan sel
selama masa hidupnya. Selelah proses enukleasi, retikulosit akan memasuki sirkulasi
nukleus, dan penambahan serta pengurangan protein, enzim, dan fosfolipid. Setelah
proses ini barulah eritrosit mencapai ukuran dan fungsi optimalnya dan menjadi
matur.
Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin yang membentuk struktur
tetramer. Sintesis globin terjadi seperti protein pada umumnya, mRNA dari intisel akan
20
ditranslasi ribosom untuk merakit rantai asam amino untuk membentuk globin. Di sisi lain
proses pembentukan heme relatif lebih kompleks, bahan dasar heme adalah asam amino
glisin dan suksinil-KoA, hasil dari siklus asam sitrat. Pada awalnya proses ini terjadi di dalam
sampai terbentuk coproporhyrinogen III, kemudian substrat akan masuk kembali kedalam
Sintesis heme terjadi hampir pada semua sel mamalia dengan pengecualian eritrosit
matur yang tidak memiliki mitokondria, namun hampir 85% heme dihasilkan oleh sel
prekursor eritroid pada sumsum tulang dan hepatosit. Regulasi sintesis heme terjadi melalui
mekanisme umpan balik oleh enzim δ- aminolevulinat sintase (ALAS), ALAS tipe 1
ditemukan pada hati sedangkan ALAS tipe 2 ditemukan pada sel eritroid. Heme tampaknya
bekerja melalui molekul aporepresor bekerja sebagai regulator negatif terhadap sintesis
ALAS1, pada percobaan tampak bahwa sintesis ALAS1 tinggi saat kadar heme rendah dan
hampir tidak terjadi saat kadar heme tinggi. Selain sintesis hemoglobin, heme juga
dibutuhkan enzim hati sitokrom P450 untuk memetabolisme zat lain, keadaan ini dapat
Gambar 3 hemoglobin
21
Hemoglobin Embrio
Hemoglobin Embrio (HbE) merupakan Hb primitif yang dibentuk oleh eritrosit imatur di
dalam yolk sac. HbE ditemukan di dalam embrio dan akan tetap ada sampai umur gestasi 12
minggu. Terdapat beberapa rantai di dalamnya, seperti rantai ζ yang merupakan analog dari
Hemoglobin Fetal
Hemoglobin Fetal (HbF) merupakan Hb utama pada fetus dan newborn. Hb jenis ini memiliki
dua rantai α dan dua rantai γ. HbF sudah mulai disintesis di hepar sejak umur gestasi lima
minggu dan akan tetap ada sampai beberapa bulan setelah kelahiran. Pada saat lahir masih
22
terdapat sekitar 60% sampai dengan 80% HbF dan secara perlahan akan mulai tergantikan
kecil HbF pada manusia dewasa yang menderita kelianan di dalam darah, seperti halnya
myeloid leukemia, hereditary percistance of fetal hemoglobin dan sickle cell anemia.
Hemoglobin Adult
Hemoglobin Adult (HbA) tersusun atas dua rantai α dan dua rantai β. HbA merupakan jenis
Hb yang utama (95%-97%), namun masih terdapat pula sebagian kecil HbA2 (2%-3%) dan
HbA1. HbA2 tersusun atas dua rantai α serta dua rantai δ dan mulai muncul pada akhir masa
fetus sampai memasuki masa anak-anak. HbA1 merupakan Hb yang terbentuk selama proses
pematangan eritrosit. Hb jenis ini 15 biasa disebut dengan nama glycosylated hemoglobin
Hb memiliki kemampuan untuk mengikat CO, sama halnya dengan O2, namun dengan
afinitas yang berbeda. Ikatan Hb dan CO diketahui 210 kali lebih kuat dibandingkan dengan
23
ikatan yang terdapat pada HbO2, sehingga peningkatannya yang drastis dapat menimbulkan
keadaan hipoksia yang membahayakan. Sekalipun berbahaya, namun bukan berarti tubuh kita
tidak memiliki HbCO sama sekali. Sebanyak 1-3% HbCO beredar di tubuh manusia dan
dapat meningkat sampai dengan 5% pada seseorang yang merokok. Penguraian HbCO yang
relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja eritrosit dalam fungsinya membawa oksigen
ke seluruh tubuh. Kondisi seperti ini dapat berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat
menyebabkan keracunan serta gangguan metabolisme otot dan fungsi enzim intra seluler.
Sulfhemoglobin
Hemoglobin jenis ini merupakan hasil reaksi antara hemoglobin dan hidrogen sulfida. Jenis
Sulfhemoglobin tidak dapat berikatan dengan O2, namun dapat berikatan dengan CO2 dan
Methemoglobin
Methemoglobin adalah jenis hemoglobin yang tidak mengandung unsur ferro (Fe2+),
melainkan unsur ferri (Fe3+). Hal ini kelak mengakibatkan ketidakmampuan Hb berikatan
dengan O2. Methemoglobin muncul akibat defek metabolik ataupun kelainan genetik.
Normalnya terdapat sekitar 2% methemoglobin dalam tubuh, pada kadar seperti ini tubuh
masih dapat menolerir sehingga tidak muncul keadaan patologis. Saat kadarnya meningkat
sampai 10% maka akan muncul sianosis dan apabila mencapai 60% maka dapat terjadi
kadaan hipoksia.
24
Biosintesis
Biosintesis Hb diawali dengan pembentukan molekul heme yang secara umum berlangsung
pada sel-sel perkusor eritroid di dalam sumsum tulang atau kurang lebih sekitar 85% dari
total keseluruhan, sedangkan mayoritas sisanya berlangsung di dalam sel-sel hepatosit yang
terdapat pada hepar. Biosintesis heme dapat dibagi ke dalam 5 tahapan fungsional yaitu:
Katabolisme
Proses ini diawali dengan oksidasi jembatan metilen yang terdapat pada cincin heme oleh
sistem enzim heme oksigenase. Enzim ini kelak akan membuka cincin tetrapirol dan
merubahnya menjadi bentuk linier. Atom ferro di tengah cincin porfirin membuat senyawa
ini menjadi lebih mudah dioksidasi dan menjadi bentuk ferri. Selama proses ini diperlukan
O2 dan NADPH yang berfungsi sebagai pereduksi heme. Hasil dari pembukaan cincin heme
ini adalah verdoglobin sedangkan tetrapirol yang tersisa kemudian dibelah dan menjadi
biliverdin. CO2 dan atom besi yang dilepaskan serta protein globin yang tersisa akan dipecah
oleh enzim-enzim protease. Asam amino tersebut kelak dapat dapat digunakan lagi untuk
membentuk protein ataupun dipecah lebih lanjut, sedangkan besi yang dilepaskan akan
Nilai Normal
25
Nilai normal Hb ditentukan dari kadar Hb itu sendiri. Kadar Hb adalah ukuran pigmen
respiratorik dalam butiran-butiran darah merah.19 Jumlah Hb dalam darah normal kira-kira
15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen”.15 Berdasarkan
skala AV Hoffbrand, nilai normal Hb untuk pria dewasa adalah 13,5-17,5 g/dL, sedangkan
untuk wanita dewasa nilainya 11,5-15,5 g/dL.21 Berbeda dengan AV Hoffbrand, WHO juga
anemia.
2.4.2 Anemia
hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal. Anemia terjadi
sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya
26
anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan
keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual dan
muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb
1) Hb 11 g% : tidak anemia
b. Anemia megaloblastik
Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (ptery glutamic acid) dan
disebabkan karena sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah
baru.
d. Anemia hemolitik
Disebabkan oleh karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat
daripada pembuatannya. Menurut penelitian, ibu hamil dengan anemia paling banyak
disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe) serta asam folat dan vitamin B12.
Pemberian makanan atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah
memberikan makanan yang banyak mengandung protein, zat besi (Fe), asam folat,
Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan
sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan kehilangan banyak darah. Wanita
27
Usia Subur (WUS) adalah salah satu kelompok resiko tinggi terpapar anemia karena mereka
tidak memiliki asupan atau cadangan Fe yang cukup terhadap kebutuhan dan kehilangan Fe
a. Asupan Fe yang tidak memadai Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe
sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah 26μg/hari. Secara rata-rata, wanita
hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber Fe seperti daging sapi, ayam, ikan,
telur, dan lain-lain, tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini
meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang dikonsumsi, dan faktor diet
yang mempercepat (enhancer) dan menghambat (inhibitor) penyerapan Fe, jenis yang
dimakan. Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan lebih mudah dicerna dan tidak
dipengaruhi oleh inhibitor Fe. Non-heme iron yang membentuk 90% Fe dari makanan
non-daging seperti biji-bijian, sayuran, buah dan telur. Bioavabilitas non-heme iron
dipengaruhi oleh beberapa faktor inhibitor dan enhancer. Inhibitor utama penyerapan
Fe adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-bijian sereal, kacang
dan beberapa sayuran seperti bayam. Polifenol dijumpai dalam minuman kopi, teh,
atau vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi, ayam, ikan karena mengandung
asam amino pengikat Fe untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan asam laktat
bagi janin dan plasenta, dan untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan.
28
kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan pengaruh antara suplementasi Fe selama
c. Malabsorpsi Episode diare yang berulang akibat kebiasaan yang tidak higienis dapat
mengakibatkan malabsorpsi. Insiden diare yang cukup tinggi, terjadi terutama pada
malaria, serangan malaria yang berulang dapat menimbulkan anemia karena defisiensi
zat besi.
d. Simpanan Zat Besi yang buruk Simpanan zat besi dalam tubuh orang-orang Asia
memiliki jumlah yang tidak besar, terbukti dari rendahnya hemosiderin dalam
sumsum tulang dan rendahnya simpanan zat besi di dalam hati. Jika bayi dilahirkan
dengan simpanan zat besi yang buruk, maka defisiensi ini akan semakin parah pada
bayi yang hanya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) saja dalam periode waktu yang
lama.
e. Kehilangan banyak darah Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit dan
donor darah. Pada wanita, kehilangan darah terjadi melalui menstruasi. Wanita 13
hamil juga mengalami pendarahan saat dan setelah melahirkan. Efek samping atau
akibat kehilangan darah ini tergantung pada jumlah darah yang keluar dan cadangan
menstruasi 28 hari. Diduga 10% wanita kehilangan darah lebih dari 80 ml per bulan.
Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita tidak
mempunyai persedian Fe yang cukup dan absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat
menstruasi juga bervariasi dengan tipe alat kontrasepsi yang dipakai. Intrauterine
29
Device (IUD) dan spiral dapat meningkatkan pengeluaran darah 2 kali saat menstruasi
dan pil mengurangi kehilangan darah sebesar 1,5 kali ketika menstruasi berlangsung.
Komplikasi kehamilan yang mengarah pada pendarahan saat dan pasca persalinan
dihubungkan juga dengan peningkatan resiko anemia. Plasenta previa dan plasenta
normal seorang wanita hamil akan mengeluarkan darah rata-rata 500 ml atau setara
dengan 200 mg Fe. Pendarahan juga meningkat saat proses melahirkan secara
caesar/operasi.
f. Ketidakcukupan gizi Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi, khususnya
negara berkembang, adalah konsumsi gizi yang tidak memadai. Banyak orang
bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absorpsi zat besi yang buruk
dan terdapat beberapa zat dalam makanan tersebut yang mempengaruhi absorpsi besi.
dan anemia sel sabit merupakan faktor non gizi yang penting.
h. Obat dan faktor lainnya Diantara orang-orang dewasa, anemia defisiensi besi
berkaitan dengan keadaan inflamasi yang kronis seperti arthritis, kehilangan darah
melalui saluran pencernaan akibat pemakaian obat, seperti aspirin, dalam jangka
dalam darah menurun. World Health Organization (WHO) merekomendasikan sejumlah nilai
cut off untuk menentukan anemia karena defisiensi zat besi pada berbagai kelompok usia,
jenis kelamin, dan kelompok fisiologis. Meskipun sebagian besar anemia disebabkan oleh
30
defisiensi zat besi, namun peranan penyebab lainnya (seperti 15 anemia karena defisiensi
folat serta vitamin B12 atau anemia pada penyakit kronis) harus dibedakan. Menurut Gibney
(2009) deplesi zat besi dapat dipilah menjadi tiga tahap dengan derajat keparahan yang
a. Tahap pertama meliputi berkurangnya simpanan zat besi yang ditandai berdasarkan
penurunan feritin serum. Meskipun tidak disertai konsekuensi fisiologis yang buruk,
keseimbangan besi yang marginal untuk jangka waktu lama sehingga dapat terjadi
b. Tahap kedua ditandai oleh perubahan biokimia yang mencerminkan kurangnya zat
besi bagi produksi hemoglobin yang normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan
c. Tahap ketiga defisiensi zat besi berupa anemia. Pada anemia defisiensi zat besi yang
berat, kadar hemoglobinnya kurang dari 7 g/dl. Darah akan bertambah banyak dalam
30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19% Bertambahnya darah dalam kehamilan
sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan
antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu
meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan. Perubahan
yang makin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume plasma
31
pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm
Infeksi penyakit yang memperbesar risiko anemia adalah infeksi cacing dan malaria karena
dapat menghambat pembentukan hemoglobin. Diare dan ISPA juga dapat mengganggu nafsu
makan sehingga berakibat pada penurunan konsumsi gizi. Penelitian Farida (2006)
menyatakan ada hubungan yang bermakna antara infeksi dan anemia dimana angka kejadian
anemia remaja putri yang menderita infeksi dalam satu bulan terakhir lebih besar
dibandingkan yang sehat. Status gizi adalah salah satu parameter untuk mengukur status
kesehatan, karena status gizi merupakan cerminan akumulasi konsumsi zat gizi dari masa ke
masa. Status Gizi mempunyai korelasi positif dengan kadar Hb, Seperti yang diungkapkan
oleh Permaesih (2005) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status
gizi dengan anemia. Remaja puteri yang memiliki status gizi kurus/kurang memiliki resiko
1,4 kali untuk menderita kukurangan Hb atau anemia dibandingkan dengan yang memiliki
Aktivitas fisik manusia mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah. Individu yang secara
rutin berolahraga kadar hemoglobinnya akan naik. Hal ini disebabkan karena jaringan atau
selakan lebih banyak membutuhkan O2 ketika melakukan aktivitas. Tetapi aktifitas fisik yang
terlalu ekstrim dapat memicu terjadinya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan
sistem pertahanan antioksidan tubuh, yang dikenal sebagai stres oksidatif. Pada kondisi stres
32
oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan
merusak organisasi membran sel. Peroksidasi lipid membran sel memudahkan sel eritrosit
mengalami hemolisis, yaitu terjadinya lisis pada membran eritrosit yang menyebabkan Hb
terbebas dan pada akhirnya menyebabkan kadar Hb mengalami penurunan. Hal yang berbeda
diungkapkan dalam penelitian Chibriyah (2017) dengan nilai P 0,623 dan Kosasi (2014)
dengan uji analisis Mann Whitney 0,265 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
Transfusi darah
Erythropoietin, obat yang membantu sumsum tulang Anda membuat lebih banyak sel darah
Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin dan mineral lainnya
33