Anda di halaman 1dari 24

10

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis

makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan kesehatan, status

nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan yang tidak sehat pada

manusia terjadi karena kurangnya pengetahuan gizi, sehingga manusia tidak mampu

memenuhi keanekaragaman zat makanan yang dibutuhkan untuk proses pembentukan

Hemoglobin.

Menurut Lie Goan Hong (1985 dalam Matondang,2007) Pola makan adalah berbagai

informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang

dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai ciri khas untuk suat kelompok

masyarakat tertentu. Sedangkan menurut Mulia (2010) Pola makan adalah gambaran

mengenai jenis makanan dan frekuensi makan yang dikonsumsi dan berlaku berulang-ulang

dan terus menerus.

Baliwati (2004 dalam Okviani, 2011) mengatakan bahwa pola makan atau pola

konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang

atau kelompok orang pada waktu tertentu. Dan Handayani mempertegas definisi pola makan

sebagai tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan

makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan yang menggambarkan

konsumsi makan harian meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan

(1996 dalam Sari, 2012)


Pola makan memiliki tiga komponen penting, yaitu jenis, frekuensi, dan jumlah.

a. Jenis Makanan

Makanan yang dikategorikan sebagai makanan sehat adalah makanan yang mengandung

unsur-unsur zat yang dibutuhkan tubuh dan tidak mengandung bibit penyakit atau racun.

Namun, makanan yang dikategorikan sehat ini sangat berhubungan dengan sikap dan pola

makan setiap orang. Jadi, makanan yang mengandung unsur-unsur bergizi harus disertai

dengan upaya menjaga kebersihan dan kesehatan orang yang mau memakannya.

1. Unsur-unsur zat makanan yang sehat diperlukan agar tubuh dapat beraktivitas dengan

normal. Unsur-unsur makanan sehat adalah makanan yang mengandung zat-zat, seperti

protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, dan air dengan takaran yang seimbang.

2. Manfaat unsur-unsur makanan zat-zat yang dikandung dalam makanan mempunyai fungsi

atau manfaat tersendiri bagi tubuh kita. Zat-zat yang dibutuhkan tubuh berfungsi sebagai

zat tenaga, sebagai pembangun, sebagai pengatur, dan sebagainya.

 Zat tenaga, zat tenaga biasa berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein. Unsur-

unsur ini biasa terdapat pada nasi, jagung, daging, telur, dan sebagainya.

 Zat pembangun, dalam makanan terdapat zat yang disebut dengan zat pembangun.

Unsur-unsur makanan yang mengandung zat pembangun adalah protein, mineral, dan

air. Unsur-unsur ini harus seimbang agar kesehatan seseorang terjaga dengan baik.

 Zat pengatur, makanan yang terdapat zat pengatur adalah mineral, vitamin, dan air.

Zat-zat ini mudah diperoleh dalam makanan yang Anda makan.

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang.

Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah sebagai berikut :

11
1. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi kosumsi pangan adalah

pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya akan pendapatan akan meningkatkan peluang

untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik,sebaliknya penurunan

pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kulaitas maupun

kuantitas.

2. Faktor sosio budaya

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk

mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikosumsi.

Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar

biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan.

3. Agama

Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan individu yang

melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan

bahan makanan yang akan dikosumsi

4. Pendidikan

Dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap

pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi.

5. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan.

Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi

melalui media elektronik maupun cetak.

12
2.3 Pengertian, Fungsi, Komponen dan Kandungan Darah Manusia

2.3.1 Pengertian Darah

Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berada dalam

konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh

darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai bahan serta fungsi homeostasis. Darah

merupakan komponen penting yang terdapat tubuh hal ini disebabkan karena darah memiliki

banyak manfaat lainnya dalam menunjang kehidupan. Tanpa adanya darah yang cukup, tubuh

akan mengalami berbagai jenis gangguan kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.

Darah juga merupakan campuran dari cairan dan sel, yang didalamnya terdapat juga

makronutrisi seperti protein serta ion seperti sodium dalam darah ini. Semua komponen

tersebut memainkan peran yang penting untuk tubuh kita. Selain untuk mengangkut senyawa

penting bagi tubuh darah juga membuang produk buangan dari sel, darah juga bertindak

untuk melindungi tubuh dari invasi virus dan bakteri serta terhadap kerusakan pada sel.

2.3.2 Fungsi Darah

Darah memiliki ketebalan lebih dibandingkan air, dan darah juga terasa sedikit lengket. Suhu

dari darah yang terdapat dalam tubuh 38 derajat Celsius, hal itu, lebih tinggi 1 derajat dari

suhu tubuh. Sangat Pentingnya darah dalam tubuh karena darah memiliki fungsi sebagai

berikut :

 Sebagai Zat Pengangkut (Transportasi)

Fungsi darah iyalah sebagai pengangkut semua macam jenis zat-zat kimia seperti hasil

buangan metabolisme, oksigen, karbondioksida, serta juga hormon.

13
 Menjaga Sistem Kekebalan Tubuh (Proteksi)

Fungsi darah sebagai sistem kekebalan tubuh ialah karena darah akan menyuplai jaringan

yang terdapat dalam tubuh dengan berbagai macam jenis nutrisi, mengangkut sisa-sisa dari

zat-zat metabolisme, dan juga darah juga memiliki kandungan berbagai bahan-bahan

penyusun sistem imun sehingga akan mampu untuk mempertahankan tubuh dari serangan

berbagai penyakit seperti bakteri dan virus.

 Menjaga Keseimbangan Tubuh (Regulasi)

Darah akan dapat membantu dalam menjaga keseimbangan tubuh, contohnya darah akan

dapat membuat suhu tubuh tetap terjaga, hal ini dilakukan dengan melalui plasma darah, yang

dapat mengabsorbsi unsur panas. Pada saat pembuluh darah meluas, darah ajab mengalir

lebih lambat dan hal ini tentu akan menyebabkan panas hilang, dan pada saat suhu

lingkungan turun, pemuluh darah dapat mengerut agar kehilangan unsur panas dapat ditekan.

2.3.3 Kandungan Darah

Adapun Kandungan dalam darah, antara lain :

1. Air = 91%

2. Protein = 3%

3. Mineral = 0,9%

4. Bahan organik = 0,1%

2.3.4 Komponen Darah

Adapun komponen yang terdapat di dalam darah itu penting dan saling berkaitan. Dibawah

ini kompone-komponen darah, antara lain :

14
1. Korpuskuler

Korpuskuler merupakan unsur padat yang terdapat dalam darah dan tebentuk dari sel darah

merah (Eritrosit), sel darah putih (Leukosit), serta keping darah (Trombosit).

2. Sel Darah Merah (Eritrosit)

Gambar 1 sel darah merah

Sel darah merah dikatakan juga dengan Eritrosit merupakan unsur dan komponen utama dari

sel darah. Sel darah merah ini memiliki bentuk bikonkaf (pipih) dengan kedua sisi yang

cekung terdapat pada bagian tengah. Warna merah yang terdapat pada eritrosit ini disebabkan

karena didalamnya terkandungan hemoglobin. Fungsi darah eritrosit itu berguna untuk dapat

mengikat oksigen.

3. Sel Darah Putih (Leukosit)

Gambar 2 sel darah putih

15
Sel darah putih disebut juga dengan Leukosit mempunyai inti, akan tetapi tidak memiliki

bentuk yang tetap. Fungsi dari leukosit (sel darah putih) ialah sebagai pemakan bibit-bibit

penyakit serta benda asing yang yang masuk ke dalam tubuh. Leukosit (sel darah putih) ini

jumlahnya akan secara terus menerus meningkat tergantung dari banyak sedikitnya bibit

penyakit ataupun benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Sel darah putih tersebut terdiri

dari beberapa jenis, antara lain :

Macam- macam leukosit meliputi:

a. Agranulosit

Sel leukosit yang tidak memiliki granula didalamnya, yang terdiri dari :

 Limposit.jaringan RES (sistem retikuloendotel) & kelenjar limfe yang menghasilkan

Limposit, bentuknya ada yang besar dan juga ada yang kecil, di dalam sitoplasmanya

tidak terdapat glandula serta intinya besar, banyaknya berkirsar 20%-15% dan

memiliki fungsi untuk membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jarigan

tubuh.

 Monosit.Terbanyak dibuat pada sumsum merah, ukurannya lebih besar dari limfosit,

monosit ini berfungsi sebagai fagosit dan terdapat 34% banyaknya. Apabila dilihat

dengan menggunakan mikroskop akan terlihat bahwa protoplasmanya cukup lebar,

berwarna biru abu-abu memiliki bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya

berbentuk bulat dan panjang dan juga berwarna lembayung muda.

2.4 Proses Pembentukkan Eritrosit dan Hemoglobin

Menurut Guyton (1995) Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu

komponen sel yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut

16
hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sedangkan Williams

(2007) berpendapat bahwa Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri

dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang

mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin

selama masa hidup sel tersebut.

Ganong (1999) berpendapat jika Eritrosit berbentuk bikonkaf dengan diameter

sekitar 7,5 μm, dan tebal 2 μm namun dapat berubah bentuk sesuai diameter kapiler yang

akan dilaluinya, selain itu setiap eritrosit mengandung kurang lebih 29 pg hemoglobin, maka

pada pria dewasa dengan jumlah eritrosit normal sekitar 5,4jt/ μl didapati kadar hemoglobin

sekitar 15,6 mg/dl.

Hemoglobin (Hb) merupakan porfirin besi yang terikat pada protein globin. Protein

terkonyungasi ini mampu berikatan secara reversible dengan O2 dan bertindak sebagai

transpor O2 dalam darah.13 Hb adalah suatu molekul alosterik yang terdiri atas empat

subunit polipeptida dan bekerja untuk menghantarkan O2 dan CO2. Hb mempunyai afinitas

untuk meningkatkan O2 ketika setiap molekul diikat, akibatnya kurva disosiasi berbelok yang

memungkinkan Hb menjadi jenuh dengan O2 dalam paru dan secara efektif melepaskan O2

ke dalam jaringan.14 Hb adalah suatu protein yang kaya akan zat besi. Hb dapat membentuk

oksihemoglobin (HbO2) karena terdapatnya afinitas terhadap O2 itu sendiri. Melalui fungsi

ini maka O2 dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan-jaringan. 15 Hb adalah suatu

kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Pigmen pada kompleks tersebut

berwarna merah, lantas hal inilah yang menjadikan eritrosit juga berwarna merah. Molekul

ini diberi nama Hb karena memiliki empat gugus heme yang mengandung besi ferro dan

empat rantai globin.

Struktur Hb terdiri atas empat grup heme dan empat rantai polipeptida dengan total

asam amino sebanyak 574 buah. Rantai polipeptidanya terdiri atas dua rantai α dan dua rantai

17
β dengan masing-masing rantai berikatan dengan satu grup heme. Pada setiap rantai α

terdapat 141 asam amino dan setiap rantai β terdapat 146 asam amino.17 Pada pusat molekul

terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan nama porfirin. Porfirin terbentuk dari empat

cincin pirol yang dihubungkan oleh suatu jembatan untuk membentuk cincin tetrapirol. Pada

cincin ini terdapat empat gugus mitral dan gugus vinil serta dua sisi rantai propionol. Porfirin

yang menahan satu atom Fe disebut dengan nama heme. Pada molekul heme inilah Fe dapat

melekat dan menghantarkan O2 serta CO2 melalui darah.

Pembentukan Eritrosit dan Hemoglobin Proses pembentukan eritrosit yang disebut

sebagai eritropoiesis merupakan proses yang diregulasi ketat melalui kendali umpan balik.

Pembentukan eritrosit dihambat oleh kadar hemoglobin diatas normal dan dirangsang oleh

keadaan anemia dan hipoksia. Dalam hal ini Williams (2007) kembali mengemukakan

pendapat bahwa Eritropoiesis pada masa awal janin terjadi dalam yolk sac, pada bulan

kedua kehamilan eritropoiesis berpindah ke liver dan saat bayi lahir eritropoiesis di liver

berhenti dan pusat pembentukan eritrosit berpindah ke sumsum tulang. Pada masa anak-anak

dan remaja semua sumsum tulang terlibat dalam hematopoiesis, namun pada usia dewasa

hanya tulang-tulang tertentu seperti tulang panggul, sternum, vertebra, costa, ujung proksimal

femur dan beberapa tulang lain yang terlibat eritropoiesis. Bahkan pada tulang-tulang seperti

disebut diatas beberapa bagiannya terdiri dari jaringan adiposit.

Menurut Munker (2006) Pada periode stress hematopoietik tubuh dapat melakukan

reaktivasi pada limpa, hepar dan sumsum berisi lemak untuk memproduksi sel darah,

keadaan ini disebut sebagai hematopoiesis ekstramedular. Sedangkan Ganong (1999)

mengatakan bahwa Proses eritropoiesis diatur oleh glikoprotein bernama eritropoietin yang

diproduksi ginjal (85%) dan hati (15%). Pada janin dan neonatus pembentukan eritropoietin

berpusat pada hati sebelum diambil alih oleh ginjal. Eritropoietin bersirkulasi di darah dan

menunjukkan peningkatan menetap pada penderita anemia, regulasi kadar eritropoietin ini

18
berhubungan eksklusif dengan keadaan hipoksia. Sistem regulasi ini berkaitan erat dengan

faktor transkripsi yang dinamai hypoxia induced factor-1 (HIF-1) yang berkaitan dengan

proses aktivasi transkripsi gen eritropoeitin. HIF-1 termasuk dalam sistem detektor kadar

oksigen yang tersebar luas di tubuh dengan efek relatif luas (cth: vasculogenesis,

meningkatkan reuptake glukosa, dll), namun perannya dalam regulasi eritropoiesis hanya

ditemui pada ginjal dan hati. Eritropoeitin ini dibentuk oleh sel-sel endotel peritubulus di

korteks ginjal, sedangkan pada hati hormon ini diproduksi sel Kupffer dan hepatosit. Selain

keadaan hipoksia beberapa zat yang dapat merangsang eritropoiesis adalah garam-garam

kobalt, androgen, adenosin dan katekolamin melalui sistem β-adrenergik. Namun

perangsangannya relatif singkat dan tidak signifikan dibandingkan keadaan hipoksia.

Eritropoietin yang meningkat dalam darah akan mengikuti sirkulasi sampai bertemu dengan

reseptornya pada sel hematopoietik yaitu sel bakal/stem cell beserta turunannya dalam jalur

eritropoiesis.

Ikatan eritropoietin dengan reseptornya ini menimbulkan beberapa efek seperti :

a) Stimulasi pembelahan sel eritroid (prekursor eritrosit).

b) Memicu ekspresi protein spesifik eritroid yang akan menginduksi diferensiasi sel-sel

eritroid.

c) Menghambat apoptosis sel progenitor eritroid. Eritropoietin bersama-sama dengan

stem cell factor, interleukin-3, interleukin-11, granulocyte-macrophage colony

stimulating factor dan trombopoietin akan mempercepat proses maturasi stem cell

eritroid menjadi eritrosit.

Secara umum proses pematangan eritosit dijabarkan sebagai berikut :

19
1) Stem cell : eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat memperbaharui diri

dan berdiferensiasi menjadi limfosit, granulosit, monosit dan megakariosit (bakal

platelet).

2) BFU-E : burst-forming unit eritroid, merupakan prekursor imatur eritroid yang lebih

fleksibel dalam ekspresi genetiknya menjadi eritrosit dewasa maupun fetus.

Sensitivitas terhadap eritropoeitin masih relatif rendah.

3) CFU-E : colony-forming unit eritroid, merupakan prekursor eritroid yang lebih matur

dan lebih terfiksasi pada salah satu jenis eritrosit (bergantung pada subunit

hemoglobinnya.

4) Proeritroblast, eritroblast dan normoblast : progenitor eritrosit ini secara morfologis

lebih mudah dibedakan dibanding sel prekursornya, masih memiliki inti, bertambah

banyak melalui pembelahan sel dan ukurannya mengecil secara progresif seiring

dengan penambahan hemoglobin dalam sel tersebut.

5) Retikulosit : eritrosit imatur yang masih memiliki sedikit sisa nukleus dalam bentuk

poliribosom yang aktif mentranslasi mRNA, komponen membran sisa dari sel

prekursornya, dan hanya sebagian enzim, protein serta fosfolipid yang diperlukan sel

selama masa hidupnya. Selelah proses enukleasi, retikulosit akan memasuki sirkulasi

dan menghabiskan sebagian 7 waktu dalam 24 jam pertamanya di limpa untuk

mengalami proses maturasi dimana terjadi remodeling membran, penghilangan sisa

nukleus, dan penambahan serta pengurangan protein, enzim, dan fosfolipid. Setelah

proses ini barulah eritrosit mencapai ukuran dan fungsi optimalnya dan menjadi

matur.

Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin yang membentuk struktur

tetramer. Sintesis globin terjadi seperti protein pada umumnya, mRNA dari intisel akan

20
ditranslasi ribosom untuk merakit rantai asam amino untuk membentuk globin. Di sisi lain

proses pembentukan heme relatif lebih kompleks, bahan dasar heme adalah asam amino

glisin dan suksinil-KoA, hasil dari siklus asam sitrat. Pada awalnya proses ini terjadi di dalam

mitokondria, kemudian setelah terbentuk δ-aminolevulinat (ALA) reaksi terjadi di sitoplasma

sampai terbentuk coproporhyrinogen III, kemudian substrat akan masuk kembali kedalam

mitokondria untuk menyelesaikan serangkaian reaksi pembentukan heme yaitu penambahan

besi ferro ke cincin protoporphyrin.

Sintesis heme terjadi hampir pada semua sel mamalia dengan pengecualian eritrosit

matur yang tidak memiliki mitokondria, namun hampir 85% heme dihasilkan oleh sel

prekursor eritroid pada sumsum tulang dan hepatosit. Regulasi sintesis heme terjadi melalui

mekanisme umpan balik oleh enzim δ- aminolevulinat sintase (ALAS), ALAS tipe 1

ditemukan pada hati sedangkan ALAS tipe 2 ditemukan pada sel eritroid. Heme tampaknya

bekerja melalui molekul aporepresor bekerja sebagai regulator negatif terhadap sintesis

ALAS1, pada percobaan tampak bahwa sintesis ALAS1 tinggi saat kadar heme rendah dan

hampir tidak terjadi saat kadar heme tinggi. Selain sintesis hemoglobin, heme juga

dibutuhkan enzim hati sitokrom P450 untuk memetabolisme zat lain, keadaan ini dapat

meningkatkan kerja ALAS1.

2.4.1 Jenis- Jenis Hemoglobin

Gambar 3 hemoglobin

21
Hemoglobin Embrio

Gambar 4 hemoglobin embrio

Hemoglobin Embrio (HbE) merupakan Hb primitif yang dibentuk oleh eritrosit imatur di

dalam yolk sac. HbE ditemukan di dalam embrio dan akan tetap ada sampai umur gestasi 12

minggu. Terdapat beberapa rantai di dalamnya, seperti rantai ζ yang merupakan analog dari

rantai α dan rantai ε yang merupakan analog dari rantai γ, β serta δ.

Hemoglobin Fetal

Gambar 5 hemoglobin fetal

Hemoglobin Fetal (HbF) merupakan Hb utama pada fetus dan newborn. Hb jenis ini memiliki

dua rantai α dan dua rantai γ. HbF sudah mulai disintesis di hepar sejak umur gestasi lima

minggu dan akan tetap ada sampai beberapa bulan setelah kelahiran. Pada saat lahir masih

22
terdapat sekitar 60% sampai dengan 80% HbF dan secara perlahan akan mulai tergantikan

dengan hemoglobin dewasa (HbA). 17 Penelitian menunjukan bahwa ditemukan sejumlah

kecil HbF pada manusia dewasa yang menderita kelianan di dalam darah, seperti halnya

myeloid leukemia, hereditary percistance of fetal hemoglobin dan sickle cell anemia.

Hemoglobin Adult

Gambar 6 hemoglobin adult

Hemoglobin Adult (HbA) tersusun atas dua rantai α dan dua rantai β. HbA merupakan jenis

Hb yang utama (95%-97%), namun masih terdapat pula sebagian kecil HbA2 (2%-3%) dan

HbA1. HbA2 tersusun atas dua rantai α serta dua rantai δ dan mulai muncul pada akhir masa

fetus sampai memasuki masa anak-anak. HbA1 merupakan Hb yang terbentuk selama proses

pematangan eritrosit. Hb jenis ini 15 biasa disebut dengan nama glycosylated hemoglobin

dan memiliki tiga subfraksi yaitu A1a, A1b dan A1c.

Bentuk Ikatan Karboksihemoglobin

Hb memiliki kemampuan untuk mengikat CO, sama halnya dengan O2, namun dengan

afinitas yang berbeda. Ikatan Hb dan CO diketahui 210 kali lebih kuat dibandingkan dengan

23
ikatan yang terdapat pada HbO2, sehingga peningkatannya yang drastis dapat menimbulkan

keadaan hipoksia yang membahayakan. Sekalipun berbahaya, namun bukan berarti tubuh kita

tidak memiliki HbCO sama sekali. Sebanyak 1-3% HbCO beredar di tubuh manusia dan

dapat meningkat sampai dengan 5% pada seseorang yang merokok. Penguraian HbCO yang

relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja eritrosit dalam fungsinya membawa oksigen

ke seluruh tubuh. Kondisi seperti ini dapat berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat

menyebabkan keracunan serta gangguan metabolisme otot dan fungsi enzim intra seluler.

Sulfhemoglobin

Hemoglobin jenis ini merupakan hasil reaksi antara hemoglobin dan hidrogen sulfida. Jenis

hemoglobin ini menghasilkan perubahan yang irreversible pada rantai polipetida.

Sulfhemoglobin tidak dapat berikatan dengan O2, namun dapat berikatan dengan CO2 dan

membentuk karboksisulfhemoglobin. Kadar normal sulfhemoglobin dalam darah kurang dari

1% dan apabila terjadi peningkatan dapat menimbulkan asidosis yang asimtomatik.

Methemoglobin

Methemoglobin adalah jenis hemoglobin yang tidak mengandung unsur ferro (Fe2+),

melainkan unsur ferri (Fe3+). Hal ini kelak mengakibatkan ketidakmampuan Hb berikatan

dengan O2. Methemoglobin muncul akibat defek metabolik ataupun kelainan genetik.

Normalnya terdapat sekitar 2% methemoglobin dalam tubuh, pada kadar seperti ini tubuh

masih dapat menolerir sehingga tidak muncul keadaan patologis. Saat kadarnya meningkat

sampai 10% maka akan muncul sianosis dan apabila mencapai 60% maka dapat terjadi

kadaan hipoksia.

24
Biosintesis

Biosintesis Hb diawali dengan pembentukan molekul heme yang secara umum berlangsung

pada sel-sel perkusor eritroid di dalam sumsum tulang atau kurang lebih sekitar 85% dari

total keseluruhan, sedangkan mayoritas sisanya berlangsung di dalam sel-sel hepatosit yang

terdapat pada hepar. Biosintesis heme dapat dibagi ke dalam 5 tahapan fungsional yaitu:

1) Pembentukan unit pirol monomer,

2) Kondensasi empat unit pirol untuk membuat polimer siklik,

3) Modifikasi rantai samping,

4) Oksidasi cincin untuk membentuk sistem ikatan rangkap terkonyungasi,

5) Pemasukan zat besi.

Katabolisme

Proses ini diawali dengan oksidasi jembatan metilen yang terdapat pada cincin heme oleh

sistem enzim heme oksigenase. Enzim ini kelak akan membuka cincin tetrapirol dan

merubahnya menjadi bentuk linier. Atom ferro di tengah cincin porfirin membuat senyawa

ini menjadi lebih mudah dioksidasi dan menjadi bentuk ferri. Selama proses ini diperlukan

O2 dan NADPH yang berfungsi sebagai pereduksi heme. Hasil dari pembukaan cincin heme

ini adalah verdoglobin sedangkan tetrapirol yang tersisa kemudian dibelah dan menjadi

biliverdin. CO2 dan atom besi yang dilepaskan serta protein globin yang tersisa akan dipecah

oleh enzim-enzim protease. Asam amino tersebut kelak dapat dapat digunakan lagi untuk

membentuk protein ataupun dipecah lebih lanjut, sedangkan besi yang dilepaskan akan

disimpan dan menjadi cadangan besi tubuh.

Nilai Normal

25
Nilai normal Hb ditentukan dari kadar Hb itu sendiri. Kadar Hb adalah ukuran pigmen

respiratorik dalam butiran-butiran darah merah.19 Jumlah Hb dalam darah normal kira-kira

15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen”.15 Berdasarkan

skala AV Hoffbrand, nilai normal Hb untuk pria dewasa adalah 13,5-17,5 g/dL, sedangkan

untuk wanita dewasa nilainya 11,5-15,5 g/dL.21 Berbeda dengan AV Hoffbrand, WHO juga

mengeluarkan klasifikasi kadr Hb namun dengan disertai penentuan derajat keparahan

anemia.

2.4.2 Anemia

Gambar 7 darah normal dan darah penderita anemia

Menurut Arisman (2007) Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar

hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal. Anemia terjadi

sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang

dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut.

Secara umum anemia dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya

mengakibatkan pembentukkan hemoglobin berkurang. Untuk menegakkan diagnosis

26
anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan

keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual dan

muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan

minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb

dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:

1) Hb 11 g% : tidak anemia

2) Hb 9-10 g% : anemia ringan

3) Hb 7-8 g% : anemia sedang

4) Hb < 7 g% : anemia berat

b. Anemia megaloblastik

Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (ptery glutamic acid) dan

defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) walaupun jarang

c. Anemia hipoplastik dan aplastik Anemia

disebabkan karena sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah

baru.

d. Anemia hemolitik

Disebabkan oleh karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat

daripada pembuatannya. Menurut penelitian, ibu hamil dengan anemia paling banyak

disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe) serta asam folat dan vitamin B12.

Pemberian makanan atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah

memberikan makanan yang banyak mengandung protein, zat besi (Fe), asam folat,

dan vitamin B12.

2.4.3 Penyebab Anemia Defisiensi Besi

Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan

sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan kehilangan banyak darah. Wanita

27
Usia Subur (WUS) adalah salah satu kelompok resiko tinggi terpapar anemia karena mereka

tidak memiliki asupan atau cadangan Fe yang cukup terhadap kebutuhan dan kehilangan Fe

(Fatmah, 2007). Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab anemia:

a. Asupan Fe yang tidak memadai Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe

sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah 26μg/hari. Secara rata-rata, wanita

mengkonsumsi 6,5 μg Fe perhari melalui diet makanan. Ketidakcukupan Fe tidak

hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber Fe seperti daging sapi, ayam, ikan,

telur, dan lain-lain, tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini

disebabkan oleh 11 perubahan fisiologis tubuh ibu hamil, menyusui sehingga

meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang dikonsumsi, dan faktor diet

yang mempercepat (enhancer) dan menghambat (inhibitor) penyerapan Fe, jenis yang

dimakan. Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan lebih mudah dicerna dan tidak

dipengaruhi oleh inhibitor Fe. Non-heme iron yang membentuk 90% Fe dari makanan

non-daging seperti biji-bijian, sayuran, buah dan telur. Bioavabilitas non-heme iron

dipengaruhi oleh beberapa faktor inhibitor dan enhancer. Inhibitor utama penyerapan

Fe adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-bijian sereal, kacang

dan beberapa sayuran seperti bayam. Polifenol dijumpai dalam minuman kopi, teh,

sayuran dan kacang-kacangan. Enhancer penyerapan Fe antara lain asam askorbat

atau vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi, ayam, ikan karena mengandung

asam amino pengikat Fe untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan asam laktat

kurang mampu meningkatkan penyerapan Fe.

b. Peningkatan kebutuhan fisiologi Kebutuhan Fe meningkat selama kehamilan untuk

memenuhi kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe

bagi janin dan plasenta, dan untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan.

Peningkatan absorpsi Fe selama trimester II 12 kehamilan membantu peningkatan

28
kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan pengaruh antara suplementasi Fe selama

kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat

meningkatkan berat lahir bayi dan usia kehamilan.

c. Malabsorpsi Episode diare yang berulang akibat kebiasaan yang tidak higienis dapat

mengakibatkan malabsorpsi. Insiden diare yang cukup tinggi, terjadi terutama pada

kebanyakan negara berkembang. Infestasi cacing, khusunya cacing tambang dan

askaris menyebabkan kehilangan besi dan malabsorpsi besi. Di daerah endemik

malaria, serangan malaria yang berulang dapat menimbulkan anemia karena defisiensi

zat besi.

d. Simpanan Zat Besi yang buruk Simpanan zat besi dalam tubuh orang-orang Asia

memiliki jumlah yang tidak besar, terbukti dari rendahnya hemosiderin dalam

sumsum tulang dan rendahnya simpanan zat besi di dalam hati. Jika bayi dilahirkan

dengan simpanan zat besi yang buruk, maka defisiensi ini akan semakin parah pada

bayi yang hanya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) saja dalam periode waktu yang

lama.

e. Kehilangan banyak darah Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit dan

donor darah. Pada wanita, kehilangan darah terjadi melalui menstruasi. Wanita 13

hamil juga mengalami pendarahan saat dan setelah melahirkan. Efek samping atau

akibat kehilangan darah ini tergantung pada jumlah darah yang keluar dan cadangan

Fe dalam tubuh.Rata-rata seorang wanita mengeluarkan darah 27 ml setiap siklus

menstruasi 28 hari. Diduga 10% wanita kehilangan darah lebih dari 80 ml per bulan.

Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita tidak

mempunyai persedian Fe yang cukup dan absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat

menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi. Jumlah Fe yang hilang/keluar saat

menstruasi juga bervariasi dengan tipe alat kontrasepsi yang dipakai. Intrauterine

29
Device (IUD) dan spiral dapat meningkatkan pengeluaran darah 2 kali saat menstruasi

dan pil mengurangi kehilangan darah sebesar 1,5 kali ketika menstruasi berlangsung.

Komplikasi kehamilan yang mengarah pada pendarahan saat dan pasca persalinan

dihubungkan juga dengan peningkatan resiko anemia. Plasenta previa dan plasenta

abrupsi beresiko terhadap timbulnya anemia setelah melahirkan. Dalam persalinan

normal seorang wanita hamil akan mengeluarkan darah rata-rata 500 ml atau setara

dengan 200 mg Fe. Pendarahan juga meningkat saat proses melahirkan secara

caesar/operasi.

f. Ketidakcukupan gizi Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi, khususnya

negara berkembang, adalah konsumsi gizi yang tidak memadai. Banyak orang

bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absorpsi zat besi yang buruk

dan terdapat beberapa zat dalam makanan tersebut yang mempengaruhi absorpsi besi.

g. Hemoglobinopati Pembentukan hemoglobin yang abnormal, seperti pada thalasemia

dan anemia sel sabit merupakan faktor non gizi yang penting.

h. Obat dan faktor lainnya Diantara orang-orang dewasa, anemia defisiensi besi

berkaitan dengan keadaan inflamasi yang kronis seperti arthritis, kehilangan darah

melalui saluran pencernaan akibat pemakaian obat, seperti aspirin, dalam jangka

waktu lama, dan tumor.

2.4.4 Mekanisme Terjadinya Anemia

Anemia terjadi jika produksi hemoglobin sangat berkurang sehingga kadarnya di

dalam darah menurun. World Health Organization (WHO) merekomendasikan sejumlah nilai

cut off untuk menentukan anemia karena defisiensi zat besi pada berbagai kelompok usia,

jenis kelamin, dan kelompok fisiologis. Meskipun sebagian besar anemia disebabkan oleh

30
defisiensi zat besi, namun peranan penyebab lainnya (seperti 15 anemia karena defisiensi

folat serta vitamin B12 atau anemia pada penyakit kronis) harus dibedakan. Menurut Gibney

(2009) deplesi zat besi dapat dipilah menjadi tiga tahap dengan derajat keparahan yang

berbeda dan berkisar dari ringan hingga berat.

a. Tahap pertama meliputi berkurangnya simpanan zat besi yang ditandai berdasarkan

penurunan feritin serum. Meskipun tidak disertai konsekuensi fisiologis yang buruk,

namun keadaan ini menggambarkan adanya peningkatan kerentanan dan

keseimbangan besi yang marginal untuk jangka waktu lama sehingga dapat terjadi

defisiensi zat besi yang berat.

b. Tahap kedua ditandai oleh perubahan biokimia yang mencerminkan kurangnya zat

besi bagi produksi hemoglobin yang normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan

kejenuhan transferin atau peningkatan protoporfirin eritrosit, dan peningkatan jumlah

reseptor transferin serum.

c. Tahap ketiga defisiensi zat besi berupa anemia. Pada anemia defisiensi zat besi yang

berat, kadar hemoglobinnya kurang dari 7 g/dl. Darah akan bertambah banyak dalam

kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi,

bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga

terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: 16 plasma

30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19% Bertambahnya darah dalam kehamilan

sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan

antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu

meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan. Perubahan

hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi

yang makin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume plasma

meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi

31
pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm

serta kembali normal 3 bulan setelah partus.

2.4.5 Status Kesehatan

Infeksi penyakit yang memperbesar risiko anemia adalah infeksi cacing dan malaria karena

dapat menghambat pembentukan hemoglobin. Diare dan ISPA juga dapat mengganggu nafsu

makan sehingga berakibat pada penurunan konsumsi gizi. Penelitian Farida (2006)

menyatakan ada hubungan yang bermakna antara infeksi dan anemia dimana angka kejadian

anemia remaja putri yang menderita infeksi dalam satu bulan terakhir lebih besar

dibandingkan yang sehat. Status gizi adalah salah satu parameter untuk mengukur status

kesehatan, karena status gizi merupakan cerminan akumulasi konsumsi zat gizi dari masa ke

masa. Status Gizi mempunyai korelasi positif dengan kadar Hb, Seperti yang diungkapkan

oleh Permaesih (2005) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status

gizi dengan anemia. Remaja puteri yang memiliki status gizi kurus/kurang memiliki resiko

1,4 kali untuk menderita kukurangan Hb atau anemia dibandingkan dengan yang memiliki

status gizi normal.

2.4.6 Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik manusia mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah. Individu yang secara

rutin berolahraga kadar hemoglobinnya akan naik. Hal ini disebabkan karena jaringan atau

selakan lebih banyak membutuhkan O2 ketika melakukan aktivitas. Tetapi aktifitas fisik yang

terlalu ekstrim dapat memicu terjadinya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan

sistem pertahanan antioksidan tubuh, yang dikenal sebagai stres oksidatif. Pada kondisi stres

32
oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan

merusak organisasi membran sel. Peroksidasi lipid membran sel memudahkan sel eritrosit

mengalami hemolisis, yaitu terjadinya lisis pada membran eritrosit yang menyebabkan Hb

terbebas dan pada akhirnya menyebabkan kadar Hb mengalami penurunan. Hal yang berbeda

diungkapkan dalam penelitian Chibriyah (2017) dengan nilai P 0,623 dan Kosasi (2014)

dengan uji analisis Mann Whitney 0,265 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara aktivitas fisik dengan kadar hemoglobin.

2.4.7 Pengobatan untuk anemia

Pengobatan harus diarahkan pada penyebab anemia, dan mungkin termasuk:

 Transfusi darah

 Kortikosteroid atau obat lain yang menekan sistem kekebalan tubuh

 Erythropoietin, obat yang membantu sumsum tulang Anda membuat lebih banyak sel darah

 Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin dan mineral lainnya

33

Anda mungkin juga menyukai