Anda di halaman 1dari 6

Kebijakan Pemerintah Kolonial di Indonesia pada Abad Ke 19

A. Kekuasaan Belanda-Prancis di Indonesia

1. Masa Kekuasaan H.W. Daendels


Setelah VOC dibubarkan dan Negeri Belanda berhasil dikuasai oleh Prancis
maka secara politis Hindia Belanda (Indonesia) dikuasai atau dijajah oleh
pemerintahan lolonial Belanda yang dikuasai Prancis.setelah negeri Belanda
dikuasai Prancis. Inggris berusaha merebut Hindia Belanda (Indonesia) terutama
Jawa. Untuk mempertahankan Hindia Belanda (Indonesia) dari serangan Inggris,
Kerajaan Belanda yang dipimpin oleh Louis Napoleon mengirimkan Marshall
Herman Willem Daendels ke Jawa tahun 1808.

Tujuan utama H.W. Daendels adalah mempertahankan Indonesia terutama


Pulau Jawa dari serangan Inggris. Langkah-langkah yang dilakukan Daendels
antara lain.
a. Membangun instalasi militer seperti pelabuhan militer di Surabaya dan
benteng di Jakarta
b. Membuat Jalan Raya Pos (Grote Postweg) dari Anyer sampai Panarukan
c. Mendirikan benteng-benteng pertahanan
d. Membangun pangkalan Angkatan Laut di Merak dan di Ujung Kulon
e. Mendirikan pabrik senjata di Gresik dan pabrik mesiu di Semarang

Usaha yang dilakukan H.W Daendels membutuhkan biaya yang sangat besar.
Untuk itu, H.W. Daendels berusaha memperoleh biaya yang diperlukan dengan
cara sebagai berikut.
a. Menjual tanah-tanah kepada pihak swasta atau partikelir (orang Eropa dan
Cina)
b. Pelaksanaan system penanaman kopi di Priangan (Preangerstelsel).
c. Tetap menerapkan aturan penyerahan sebagian hasil bumi sebagai pajak
(contingenten) dan aturan penjualan paksa hasil bumi kepada pemerintah
dengan harga yang telah ditetapkan (verplichte leverantie).
d. Menerapkan wajib pajak (verlplichte diesten).

Selama memerintah di Indonesia, H.W.Daendels menjalankan kekuasaannya


bertindak kejam dan sewenang-wenang. Tindakan tersebut juga tidak disukai
oleh pihak swasta Belanda. Oleh karena itu, pada bulan April 1810 H.W.
Daendels dipanggil pulang ke Belanda. Selanjutnya posisinya digantikan oleh
Jan Willem Janssens.
2. Masa Kekuasaan Jan Willem Janssens
Pada tanggal 16 Juni 1811, Janssens mengambil alih jabatan gubernur jendral
yang ditinggalkan H.W. Daendels. Pada saat Janssens memerintah, kedudukan
Inggris di Indonesia makin kuat dan makin dekat untuk menguasai Pulau Jawa.
Di bawah pimpinan Lord Minto, Inggris mendarat di Batavia. Janssens dan
pasukannya melakukan perlawanan namun tidak berhasil. Pada tanggal 18
September 1811, pasukan Janssens menyerah kepada Inggris di Tuntang,
Salatiga, dekat Semarang dan selanjutnya menandatangani sebuah perjanjian
yang dikenal dengan nama Kapitulasi Tuntang. Inggris secara resmi berkuasa
atas wilayah Hindia Belanda.

B. Kekuasaan Inggris di Indonesia

1. Masa Kekuasaan Thomas Stamford Raffles (1811-1816)


Raffles berpegang pada asas –asas liberal. Kebijakan ekonomi yang dijalankan
Raffles dikenal dengan nama system pajak tanah atau landrent-system.
Kebijakan yang dilakukan semasa pemerintahan Raffles antara lain.

a. Bidang Ekonomi dan Sosial


 Penghapusan system monopoli
 Penghapusan kerja rodi dan perbudakan
 Penghapusan penyerahan wajib hasil bumi
 Penghapusan desa sebagai unit administrasi penjahan
 Pelaksanaan system sewa tanah atau pajak tanah yang
kemudianmeletakkan dasar bagi perkembangan system perekonomian
uang

b. Bidang Pemerintahan
 Membagi pulau Jawa menjadi enam belas karesidenan
 Mengganti system pemerintahan kolonial menjadi system pemerintahan
feodal
 Bupati-bupati dijadikan pegawai pemerintah colonial yang langsung di
bawah pemerintah pusat dan jabatan yang diwariskan secara turun-
temurun dihapuskan.

Peninggalan Raffles selama memerintah di Indonesia


 Menulis buku yang berjudul History of Java
 Menemukan bunga Rafflesia arnoldi
 Merintis Kebun Raya Bogor
Namun demikian pelaksanaan sistem sewa tanah Raffles gagal karena
berbagai faktor yaitu sistem sosial budaya dan tradisi Jawa, belum adanya
kepastian hukum atas tanah, rakyat belum terbiasa menggunakan uang sebagai
alat pembayaran pajak dan singkatnya masa pemerintahan Raffles.

C. Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa (1830-1870)

Penjajahan Inggris di Indonesia berakhir saat kekuasaan Kaisar Napoleon Bonaparte di


Prancis jatuh pada tahun 1814. Oleh karena itu, Belanda dan Inggris kemudian
mengadakan Perjanjian London pada tahun 1814. Dalam konvensi itu, disebutkan
bahwa Belanda akan menerima kembali daerah jajahannya yang dahulu diserahkan
kepada Inggris . Pada tanggal 19 Agustus 1816 penyerahan kekuasaan atas Indonesia
dari Inggris kepada Belanda. Pihak Inggris diwakili John Fendell, sedangkan pihak
Belanda diwakili Cornelis Theodorus Elout, Arnold Adriaan Buykes, dan Baron van der
Capellen.

Pada tahap selanjutnya, Komisi Jendral di Indonesia diganti oleh gubernur jendral yang
dijabat oleh Baron van der Capellen (1816-1826). Selama memerintah di tanah jajahan,
van der Capellen gagal memberikan perubahan bagi pemerintah colonial. Kemudian
diganti oleh du Bus de Gisignies (1826-1830) namun gagal juga. Pada tahun 1830,
pemerintah Belanda mengangkat van den Bosch sebagai gubernur jendral baru di
Indonesia.

Tugas utama van Den Bosch ketika menjadi gubernur jenderal di Hindia Belanda
adalah menyelamatkan kas Negara Belanda dari kebangkrutan. Van den Bosh
menerapkan Sistem Tanam Paksa di Hindia Belanda. Pemerintah colonial
mengerahkan tanah jajahan untuk mengusahakan tanaman ekspor yang hasilnya
dapat dijual di pasaran dunia.

Ketentuan pokok Sistem Tanam Paksa terdapat pada lembaran Negara No.22
tahun 1834 (Staatblad) yang memuat hal-hal sebagai berikut.
 Setiap desa menyerahkan seperlima tanah pertaniannya untuk ditanami
tanaman yang bias dijual di pasar dunia
 Penduduk harus bekerja di tanah itu selama 66 hari dalam setahun
 Tenaga dan waktu untuk menggarap tanaman perdagangan tidak boleh
melebihi dari tenaga dan waktu menanam padi
 Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab pemerintah
 Hasil dari penanaman wajib diserahkan kepada pemerintah jajahan sebagai
pengganti pajak tanah
 Kewajiban penanaman tanaman wajib dapat diganti dengan penyerahan
tenaga untuk pengangkutan dan bekerja di pabrik
 Penggarapan tanaman wajib diawasi langsung oleh para bupati, kepala desa,
dan pegawai Belanda

Dampak Tanam Paksa


Namun dalam praktiknya pelaksanaan system tanam paksa sangat
menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan tersebut. Akibatnya
terjaddi bencana kelaparan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan
Grobogan (1849). Kejadian ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun
drastis.
Sedangkan keuntungannya, dikenalnya jenis tanaman baru seperti kopi dan
indigo, adanya saluran irigasi, para petani mendapat pengetahuan baru dan
dapat memanfaatkan fasilitas yang dibangun di kemudian hari.
Meski system tanam paksa sangat menguntungkan pemerintah Belanda,
orang-orang Belanda sendiri banyak yang menentangnya. Antara lain Eduard
Douwes Dekker (Multatuli) yang menulis buku Max Havelaar, Fransen van
der Putte yang menulis buku Suiker Contracten , Baron van Houvell.

D. Politik Pintu Terbuka (1870-1900)


Politik pintu terbuka mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1870.
Pelaksanaan politik colonial liberal di Indonesia, dimana golongan liberal
Belanda berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani
oleh pihak swasta, sementara pemerintah cukup berperan mengawasi saja.
Diawali liberalisme di Hindia Belandaditandai dengan penetapan kebijakan
Undang-Undang Agraria pada tahun 1870. Kebijakan tersebut meliputi.
 Agrarische Wet, yaitu kebijakan mengenai pertanahan
 Suiker Wet, Undang-Undang membebaskan para pengusaha dalam
menguasai perusahaan gula yang dimonopoli oleh pemerintah.
 Agrarische Besluit, peraturan yang ditetapkan oleh raja Belanda
 Koelie Ordonantie, kontrak kerja yang dilakukan pemerintah
 Poenalie Sanctie, system penyiksaan terhadap pekerja yang melanggar
aturan
Selama zaman liberal berlangsung, usaha perkebunan swasta di
Indonesia mengalami perkembangan pesat dan mendatangkan
keuntungan yang besar bagi pengusaha. Akan tetapi perkembangan
ekonomi tersebut tidak menyentuh kehidupan bangsa Indonesia yang
tetap saja rendah dan hanya dinikmati oleh pemerintah colonial dan
pihak swasta.

E. Politik Etis
Politik etis adalah politik balas budi. Dimana bangsa Belanda berutang
budi pada bangsa Indonesia yang telah memberikan keuntungan yang
besar bagi bangsa Belanda. Hal ini didasarkan atas keprihatinan pada
kesejahteraan rakyat Indonesia yang sangat rendah. Caranya dengan
meningkatkan kehidupan bangsa Hindia Belanda. Program tersebut
disebut dengan Trias Van Deventer yang berisi sebagai berikut.
a. Edukasi, penyelenggaraan pendidikan
b. Irigasi, perbaikan sarana dan jaringan pengairan
c. Emigrasi, perpindahan penduduk

F. Perubahan Politik, Sosial, Budaya, Ekonomi pada Masa Penjajahan


Barat

1. Dampak Politik:

 Penerapan sistem indirect rule atau sistem pemerintahan tidak langsung


dengan menjadikan para bupati sebagai penguasa VOC.
 Munculnya berbagai perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintah
Hindia Belanda.
 Kebijakan Belanda yang sangat mempengaruhi kehidupan kerajaan-
kerajaan di Indonesia.
 Belanda menjadikan Bupati daerah sebagai alat kekuasaan pemerintahan
mereka.
 Kekuasaan kerajaan bergantung pada kekuasaan kolonial Belanda.

2. Bidang Ekonomi
 Adanya sistem tanam paksa yang diterapkan oleh Belanda terhadap
masyarakat Indonesia.
 Diberlakukannya sistem sewa tanah karenanya terjadilah perubahan dari
sistem ekonomi barang ke sistem ekonomi uang.
 Belanda membangun fasilitas umum dengan memperkerjakan masyarakat
Indonesia pada kerja rodi.

3. Sosial Budaya
 Berpindahnya fokus masyarakat pada bidang sosial budaya akibat
hilangnya perann politik dari para penguasa.
 Ikatan tradisi melemah akibat beberapa upaca adat yang disederhanakan.
 Hilangnya kekuasaan tradisional akibat dihilangnya status raja oleh
Belanda dan digantikan sebagai pegawai pemerintahannya.

4. Bidang Pendidikan
 Munculnya golongan-golongan terpelajar di Indonesia.
 Bangsa Indonesia bisa membaca dan menulis sehingga dapat menjadi
tenaga-tenaga kerja di perusahaan Belanda.
 Bangsa Indonesia menjadi tahu perkembangan yang terjadi di dunia luar.

Anda mungkin juga menyukai