Imperialisme dan kolonialisme yang pernah mendera Indonesia juga mengakibatkan hal lain:
aktivitas pemerintahan berpusat di jawa. Hal ini akhirnya terbawa sampai sekarang.
Meskipun saat ini kita sudah melakukan desentralisasi, tapi tetap terasa bahwa wilayah Jawa
seakan adalah pusat pemerintahan.
Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam Revolusi Perancis itu maka kaum
patriot menghendaki perlunya negara kesatuan. Bertepatan dengan keinginan itu pada
awal tahun 1795 pasukan Perancis menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri
ke Inggris sehingga Belanda dikuasai Perancis. Dibentuklah pemerintahan baru
sebagai bagian dari Perancis yang dinamakan Republik Bataaf (1795-1806). Sebagai
pemimpin Republik Bataaf adalah Louis Napoleon saudara dari Napoleon Bonaparte.
Dengan “Surat-surat Kew” itu pihak Inggris bertindak cepat dengan mengambil alih
beberapa daerah di Hindia seperti Padang pada tahun 1795, kemudian menguasai
Ambon dan Banda tahun 1796. Inggris juga memperkuat armadanya untuk melakukan
blokade terhadap Batavia.
Sudah barang tentu pihak Perancis dan Republik Bataaf juga tidak ingin ketinggalan
untuk segera mengambil alih seluruh daerah bekas kekuasaan VOC di Kepulauan
Nusantara. Karena Republik Bataaf ini merupakan vassal dari Perancis, maka
kebijakan-kebijakan Republik Bataaf untuk mengatur pemerintahan di Hindia masih
juga terpengaruh oleh Perancis.
3) Bidang peradilan :
v Memaksa para penguasa di Jawa untuk menggabungkan diri ke dalam wilayah pemerintahan
kolonial
v Melakukan pemungutan pajak
v Meningkatkan hasil bumi berupa tanaman - tanaman yang laku di pasaran dunia
v Penyerahan wajib hasil pertanian bagi pribumi
v Melakuakan penjualan tanah kepada pihak swasta
v Mengeluarkan uang kertas
v Memebentuk Dewan Pengawasan Keuangan (DPK)
5) Bidang Sosial :
v Rakyat dipaksa untuk melakukan kerja rodi untuk membangun jalan Anyer - Panarukan.
v Menghapus upacara penghormatan kepada residen, sunan atau sultan.
v Membuat jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos.
Daendels sebenarnya seorang liberal, tetapi setelah tiba di Indonesia berubah menjadi
seorang diktator yang bertindak kejam dan sewenang-wenang. Sikapnya yang otoriter
terhadap raja-raja Banten, Yogyakarta, Cirebon menimbulkan pertentangan dan perlawanan.
Ia juga melakukan penyelewengan dalam kasus penjualan tanah kepada pihak swasta dan
manipulasi penjualan Istana Bogor. Akibatnya, pemerintahannya banyak menimbulkan kritik,
baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya Daendels dipanggil pulang ke negeri Belanda.
Kemudian Louis Napoleon mengangkat Jansen sebagai gubernur jenderal yang baru
menggantikan Daendels
Pemerintahan
Raffles membagi pulau Jawa menjadi 16 Karesidenan sistem ini diteruskan Belanda
sampai akhir pendudukan di Indonesia. Dengan adanya sistem keresidenan ini
memudahkan Inggris dalam mengorganisir pemerintahan, selain itu juga mengubah
sistem pemerintahan ke corak barat.
Bidang Ekonomi
Penghapusan kewajiban tanaman ekspor menjadi awal kebijakan Raffles selain itu Raffles
juga menghapus pajak hasil bumi “Contingenten” serta sistem penyerahan wajib
“Verplichte leverentie” yang dahulu diterapkan oleh VOC. Raffles melakukan sistem
sewa tanah untuk mendapatkan pemasukan kas Inggris.
Namun pelaksanaannya mengalami kegagalan ada 3 faktor yang menjadi penyebab kegagalan
yakni:
Sulitnya menentukan jumlah pajak tanah karena harus melakukan pengukuran dan
penelitian tentang kesuburan tanah.
Sistem uang sebagai pajak yang harus dibayar belum berlaku sepenuhnya
dimasyarakat Indonesia.
Kepemilikan tanah masih bersifat tradisional.
Hukum
Pada bidang hukum Raffles mengubah pelaksanaan hukum yang sebelumnya pada
pemerintahan Daendels berorientasi pada ras “warna kulit” namun pada masa Raffles lebih
cenderung pada besar kecilnya kesalahan.
Sosial
Raffles mengahapus adanya kerja rodi dan perbudakan, namun dalam kenyatannya Raffles
juga melakukan pelanggaran undang-undang dengan melakukan kegiatan serupa.
Ilmu Pengetahuan
Pada bidang ilmu pengetahuan Raffles menulis suatu buku yang dinamakan History of Java
di London 1817. Selain itu ia juga menulis buku History of the East Indian Archipelago.
Raffles mendukung perkumpulan Bataviaach Genootschap serta melakukan temuan berupa
bunga Rafflesia Arnoldi.
Raffles juga pernah mengundang para ahli pengetahuan dari luar negeri untuk melakukan
penelitian-penelitian di Indonesia. Raffles menemukan bunga raksasa yang diyakini sebagai
bunga terbesar di dunia bersama seorang yang bernama Arnoldi. Adanya gejolak di Eropa ata
situasi Inggris dan Belanda berdampak pula bagi pemerintahan Indonesia dibawah Inggris. Di
tandatanganinya perjanjian London yang berisi bahwa Belanda mendapatkan kembali
jajahannya pada 1814 menjadi akhir dari pemerintahan Inggris di Indonesia, Belanda secara
resmi kembali menguasai Indonesia semenjak tahun 1816.
Sulitnya menentukan pajak untuk luas yang berbeda-beda kepada pemilik tanah.
Sulitnya menentukan tingkat kesuburan suatu tanah.
Terbatasnya jumlah pegawai.
Sistem uang belum sepenuhnya berlaku di masyarakat pedesaan.
Pembagian Wilayah Pada Masa Pemerintahan Raffles
Kebijakan selanjutnya yang dilakukan oleh Raffles yakni dengan membagi wilayah Jawa
menjadi 16 daerah keresidenan. Kebijakan ini dilakukan agar pemerintahan Inggris lebih
mudah dalam melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah di pulau Jawa. Setiap residen
tersebut dikepalai oleh seorang residen dan asisten residen. 16 Keresidenan tersebut
diantaranya Madura, Banyuwangi, Besuki, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang, Jepara,
Jipang-Grobogan, Kedu, Semarang, Pekalongan, Tegal, Cirebon, Batavia dan Banten.
Untuk wilayah pedalaman yakni pada Kasunan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta
wilayah tersebut meliputi Mancanegara Wetan dan Mancanegara Kilen. Setelah menentukan
16 keresidenan, kemudian keresidenan tersebut dibagi menjadi wilayah kebupaten yang
dipimpin oleh seorang bupati. Bupati tersebut dibantu oleh seorang patih yang bertugas
sebagai pengawas teritorial, kepala residen membawahi bidang pemerintahan, peradilan serta
pajak negara
Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana
perjanjian Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh
Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris.
Namun sebelum perjanjian Tuntang ini, sebenarnya Inggris telah datang ke Indonesia
jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake
singgah di Ternate pada tahun 1579. Selanjutnya ekspedisi lainnya dikirim pada akhir
abad ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama East Indies Company (EIC). EIC
mengemban misi untuk hubungan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada
Inggris sampai di Banten dan berhasil mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris
mengadakan perdagangan dengan Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di
Sukadana Kalimantan, tahun 1613 berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan
pada tahun 1614 mendirikan loji di Batavia (jakarta). Dalam usaha perdagangan itu,
Inggris mendapat perlawanan kuat dari Belanda. Belanda tidak segan-segan
menggunakan kekerasan untuk mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi
tragedi Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan
perhatiannya ke daerah lainnya di Asia tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan
Brunei Darussalam sampai memperoleh kesuksesan. Inggris kembali memperoleh
kekuasaan di Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang
pada tahun 1811. Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris memegang kendali
pemerintahan dan kekuasaanya di Indonesia. Sementara itu perhatian Inggris terbagi
dua. Perhatian mereka lebih dicurahkan ke India. Pada tahun 1611 EIC telah membuka
pusat perdagangan di Masuliptam dan kemudian membuka hubungan dagang dengan
Siam dan Myanmar. Sementara itu Inggris telah berhasil menjalin hubungan dengan
Aceh, Makasar, Pariaman, Jambi, Jayakarta, Jepara dan Sukadana. Mereka telah juga
mendirikan kantor-kantor untuk perdagangan mereka. Diantara pemimpin perdagangan
Inggris yang dianggap paling membahayakan kedudukan Belanda di Nusantara adalah
Jhon Jourdei. Dialah yang paling banyak terlibat permusuhan dengan J. P. Ceon,
gubernur jendral VOC. Dengan tegas Jordaen menegaskan bahwa perdagangan di
Maluku adalah bebas baik untuk Belanda maupun Inggris. Permusuhan nantara VOC
dan EIC terjadi ketika perlayaran George Cokayne dan George Ball dipimpin oleh
Gerard Reynest, peristiwa itu terjadi pada tahun 1615. Dalam kontak senjata ini,
Belanda mengalami kekalahan. Pada tahun1616 juga terjadi ketegangan antara kapal-
kapal Inggris di bawah kepemimpinan Samuel Castleton dengan armada VOC dibawah
pimpinann Jan Dirkszoon Lam. Karena kekuatan VOC lebih besar, maka Inggris pun
mengalah. Pemerintah Inggris rupanya tidak mempersiapkan peperangan untuk
kepentingan EIC dikepulauan Nusantara. Inggris kemudian menarik diri dari kegiatan
perdagangan di Asia Tenggara. Pada tahun 1628 kantor dagang Inggris dipindahkan
dari Jayakarta ke Banten bahkan pada tahun 1628 Inggris di usir dari Banten oleh
Belanda. Pada tahun 1684 Inggris mendirikan Port York di Bengkulu. Inilah daerah
kekuasaan Inggris yang tetap bertahan terhadap ancaman Belanda. Pada tahun 1417
karena kesulitan alam, Inggris terpaksa memindahkan kedudukannya dan mendirikan
benteng baru Port Marlborough, tidak jauh dari tempat semula. Didaerah inilah
kekuasaan Inggris tetap bertahan sampai tahun 1824. Pada tahun inilah setelah
ditandatangani Treaty of London, Inggris keluar dari Bengkulu bertukar dengan Malaka
yang semulanya telah diduduki Belanda. B. Pemerintahan Thomas S.Raffles Indonesia
mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk Thomas
Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia. Beberapa kebijakan
Raffles yang dilakukan di Indonesia antara lain: 1. Jenis penyerahan wajib pajak dan
rodi harus dihapuskan. 2. Rakyat diberi kebebasan untuk menentukan tanaman yang
ditanam. 3. Tanah merupakan milik pemerintah dan petani dianggap sebagai
penggarap tanah tersebut. 4. Bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah. Raffles
berkuasa dalam waktu yang cukup singkat. Sebab sejak tahun 1816 kerajaan Belanda
kembali berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1813, terjadi prang Lipzig antar Inggris
melawan Prancis. Perang itu dimenangkan oleh Inggris dan kekaisaran Napoleon di
Prancis jatuh pada tahun 1814. Kekalahan Prancis itu membawa dampak pada
pemerintahan di negeri Belanda yaitu dengan berakhirnya pemerintahan Louis
Napoleon di negeri Belanda. Pada tahun itu juga terjadi perundingan perdamaian antara
Inggris dan Belanda. Perundingan itu menghasilkan Konvensi London atau Perjanjian
London (1814), yang isinya antara lain menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia
yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda,
kecuali daerah Bangka, Belitung dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan
Najamuddin. Penyerahan daerah kekuasaan di antara kedua negeri itu dilaksanakan
pada tahun 1816. Dengan demikian mulai tahun 1816, Pemerintah Hindia-Belanda
dapat kembali berkuasa di Indonesia. Pemerintahan Raffles di Indonesia cenderung
mendapat tanggapan positif dari para raja dan rakyat Indonesia karena hal berikut ini.
1. Para raja dan rakyat Indonesia tidak menyukai pemerintahan Daendels yang
sewenang-wenang dan kejam. 2. Ketika masih berkedudukan di Penang, Malaysia,
Raffles beberapa kali melakukan misi rahasia ke kerajaan-kerajaan yang anti Belanda di
Indonesia, seperti Palembang, Banten, dan Yogyakarta dengan janji akan memberikan
hak-hak lebih besar kepada kerajaan-kerajaan tersebut. 3. Sebagai seorang liberalis,
Raffles memiliki kepribadian yang simpatik. Beliau menjalankan politik murah hati dan
sabar walaupun dalam praktiknya terkadang agak berlainan. C. Kebijakan Pemerintahan
Thomas S. Raffles Pada tanggal 3 Agustus 1811, Angkatan Laut Inggris mendarat di
Teluk Batavia di bawah pimpinan Gilbert Eliot, Lord Minto, dan Thomas Stamford
Raffles. Armada angkatan laut Inggris terdiri dari 100 kapal dengan membawa 1.200
orang. Pendaratan dipimpin oleh Jenderal Auchmuty pada tanggal 4 Agustus 1811.
Pada tanggal 8 Agustus 1811, mereka berhasil menguasai Batavia. Jenderal Jumel
yang ditugaskan mempertahankan Batavia terpaksa mundur hingga di garis pertahanan
Meester Cornelis. Kemudian pimpinan pertahanan diambil oleh Jansens. Ia dihimbau
agar Pulau Jawa diserahkan kepada Inggris tetapi ditolak. Segera terjadi pertempuran
yang hebat di Meester Cornelis selama 16 hari. Tentara Belanda ternyata tidak sanggup
bertahan sehingga Jansens mundur ke arah Bogor. Dari Bogor ia berangkat ke
Semarang dengan harapan dapat mempertahankan PUlau Jawa dari sana. Ia juga
mengharapkan raja-raja yang berkuasa dapat memberikan bantuan, tetapi hal itu tidak
terpenuhi. Dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia, Raffles didampingi oleh
suatu Badan Penasihat (Advisory Council) yang terdiri atas Gillespie, Cranssen, dan
Muntinghe. Tindakan-tindakan Raffles selama memerintah di Indonesia (1811-1816)
adalah sebagai berikut. I) Bidang Birokrasi Pemerintahan 1. Pulau Jawa
dibagi menjadi 16 karesidenan, yang terdiri atas beberapa distrik. Setiap distrik terdapat
beberapa divisi (kecamatan) yang merupakan kumpulan dari desa-desa. 2.
Mengubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi
sistem pemerintahan kolonial yang bercorak barat. 3. Bupati-bupati atau penguasa-
penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya sebagai kepala pribumi secara turun-
temurun. Mereka dijadikan pegawai pemerintah kolonial yang langsung di bawah
kekuasaan pemerintah pusat. II) Bidang Perekonomian dan Keuangan 1.
Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedangkan pemerintah
hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman
ekspor yang paling menguntungkan. 2. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten)
dan sistem penyerahan wajib (Verplichte Leverantie) karena dianggap terlalu berat dan
dapat mengurangi daya beli rakyat. 3. Menetapkan sistem sewa tanah (landrent).
Sistem ini didasarkan pada anggapan bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah
dan para petani dianggap sebagai penyewa (tenant) tanah pemerintah. Oleh karena itu,
para petani diwajibkan membayar pajak atas penggunaan tanah pemerintah. 4.
Pemungutan pajak pada mulanya secara perorangan. Namun, karena petugas tidak
cukup akhirnya dipungut per desa. Pajak dibayarkan kepada kolektor yang dibantu
kepala desa tanpa melalui bupati. Sistem sewa tanah tersebut disebut Lnadrent atau
sewa tanah. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain: 1. Petani
harusmenyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut. 2. Harga sewa
tanah tergantung kepada kondisi tanah. 3. Pembayaran sewa tanah dilakukan
dengan uang tunai. Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau
jawa, kecuali daerah-daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan
daerah-daerah Batavia pada umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah
sekitar Parahyangan merupakan daerah wajib tanam kopi yang memberikan
keuntungan yang besar kepada pemerintah.Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan
pajak kepala. III) Bidang Hukum Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih
baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Apabila Daendels berorientasi pada
warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Menurut
Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu,
harus ada benteng yang sama bagi setiap warga negara. IV) Bidang Sosial 1.
Penghapusan kerja rodi (kerja paksa). 2. Penghapusan perbudakan, tetapi dalam
praktiknya beliau melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan
sejenis perbudakan. Hal itu terbukti dengan pengiriman kuli-kuli dari Jawa ke
Banjarmasin untuk membantu perusahaan temannya, Alexander Hare, yang sedang
mengalami kekurangan tenaga kerja. 3. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman
yang sangat kejam dengan melawan harimau. V) Bidang Ilmu Pengetahuan
Masa pemerintahan Raffles di Indonesia memberikan banyak peninggalan yang
berguna bagi ilmu pengetahuan, antara lain berikut ini. 1. Ditulisnya buku berjudul
History of Java. Dalam menulis buku tersebut, Raffles dibantu oleh juru bahasanya
Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II. 2. Memberikan
bantuan kepada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk mengadakan penelitian
yang menghasilkan buku berjudul History of the East Indian Archipelago, diterbitkan
dalam tida jilid di Edinburgh, Scotlandia pada tahun 1820. 3. Raffles juga aktif dalam
mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan. 4. Ditemukannya bunga bangkai yang akhirnya diberi nama Rafflesia
Arnoldi. 5. Dirintisnya Kebun Raya Bogor. Selama lima tahun Raffles berkuasa di
Indonesia terjadi beberapa kali persengketaan dengan pribumi. Hal ini terjadi di
Palembang (1811), Yogyakarta (1812), Banten (1813), dan Surakarta (1815). D.
Berakhirnya Kekuasaan Thomas S. Raffles Berakhirnya pemerintah Raffles di Indonesia
ditandai dengan adanya Convention of London pada tahun 1814. Perjanjian tersebut
ditandatangani oleh wakil-wakil Belanda dan Inggris yang isinya sebagai berikut. 1.
Indonesia dikembalikan kepada Belanda. 2. Jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap
Koloni, Guyana, tetap ditangan Inggris. 3. Cochin (di Pantai Malabar) diambil alih
oleh Inggris, sedangkan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya. Raffles
yang sudah terlanjur tertarik kepada Indonesia sangat menyesalkan lahirnya Convention
of London. Akan tetapi, Raffles cukup senang karena bukan ia yang harus menyerahkan
kekuasaan kepada Belanda, melainkan penggantinya yaitu John Fendall, yang berkuasa
hanya lima hari. Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu yang meliputi
wilayah Bangka dan Belitung. Karena pemerintahan Raffles berada di antara dua masa
penjajahan Belanda, pemerintahan Inggris itu disebut sebagai masa interregnum (masa
sisipan).