Anda di halaman 1dari 20

Review Jurnal/Artikel Berkaitan Dengan Topik Atresia Esofagus

Khususnya Dalam Keperawatan Atau Kesehatan

Disusun Oleh :
Kesy Zhulfa Kasi 2010069P
Semester 5A

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Citra Delima


Bangka Belitung
Program Studi S-1 Keperawatan
Tahun 2021

71
Artikel 1
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala ISSN: 1412-1026
Volume 17, Number 2, Agustus 2017 E-ISSN: 2550-0112
Pages: 71-74 DOI: https://doi.org/10.24815/jks.v17i2.8985

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LUARAN


PENANGANAN ATRESIA ESOPHAGUS

1
Dian Adi Syahputra, 2Bustanul Arifin Nawas, 2Dikki Drajat Kusmayadi

1
Divisi Bedah Anak, Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala/
Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh
2
Divisi Bedah Anak, Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran
/Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin, Bandung
E-mail: dianadi_bedah.anak@yahoo.co.id

Abstrak. Atresia esofagus merupakan bentuk kelainan kongenital yang memiliki tingkat mortalitas tinggi berkaitan dengan
berbagai komplikasi yang dapat muncul sebelum dan sesudah tindakan operasi definitif. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi luaran penanganan atresia esofagus. Penelitian ini adalah penelitian analitik
retrospektif dari data yang terdapat pada rekam medis pada tahun Januari 2002 hingga Agustus 2009 dari 2 rumah sakit di
Bandung, Jawa Barat. Uji Fisher's Exact Probability Test dan Kruskal Walis digunakan untuk menilai luaran masing –
masing kelompok. Pada penelitian ini terdapat 26 penderita (13 laki – laki dan 13 perempuan). Rentang usia saat penderita
datang ke rumah sakit yaitu 3 ± 1,41 hari. Berat badan lahir rata - rata adalah 2.475 ± 35,35 gram. Pada penelitian ini
terdapat hubungan yang signifikan antara keadaan sepsis pra operasi (p= 0.032) dan lama penggunaan ventilator (p= 0.022)
dengan luaran penderita atresia esofagus. Sementara tidak terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan lahir (p=
0.11), kehadiran pneumonia (p=0.11) , kehadiran kelainan jantung bawaan (p= 0.99) dan jenis ruang rawatan (p=
0.683) terhadap luaran penderita atresia esophagus. (JKS 2017; 2: 71-74)

Kata Kunci: atresia esophagus, faktorresiko, luaran

Abstract. Esophageal atresia is a congenital anomaly that have high mortality rate associated with complication appears
before and after definitive treatment. Analytic retrospective study to identified risk factors that influence outcome of
esophageal atresia. Data were reviewed from medical record of patients with esophageal atresia within January 2002 to
August 2009 that hospitalized in 2 hospitals in Bandung, West Java. Fisher's Exact Probability and Kruskal Walis Test
were used for the statistical analysis. There are 26 patients (13 boys and 13 girls) with average age when the patients came
to hospital is 3 ± 1,41 days old. Mean birth weight among all patients is 2.475 ± 35,35 grams. In this study, sepsis
condition before operation and lenght of using ventilator are significant to outcome with (p= 0.032) and (p= 0.022). While
birth weight, pneumonia, congenital heart disease, ward during treatment were not significant with (p= 0.11), (p=0.11),
(p= 0.99), and (p= 0.683). (JKS 2017; 2: 71-74)
Pendahuluan
Keywords : esophageal atresia, risk factors, outcome Sejarah atresia esofagus (AE) telah
dideskripsikan di berbagai literatur. Periode
sebelum tahun 1935 merupakan era presurvival.
Dengan meningkatnya angka harapan hidup,
variabel prognostik menjadi fokus perhatian.
Perkembangan perawatan intensif neonatal dan
72
anesthesia berkontribusi dalam manajemen bayi 2005)5, dan ruang perawatan sebelum operasi
“risiko tinggi” dengan AE1. Angka harapan definitive, dan lama penggunaan ventilator.
hidup bayi dengan atresia esofagus telah
meningkat tajam sejak tahun 1950 (< 40%) Analisa statistik dilakukan secara deskriptif dan
hingga saat ini mencapai 85 – 95%. Dengan analitik. Hubungan antara variabel dengan
tersedianya pelayanan intensive pada bayi, luaran penderita atresia esofagus dilakukan
maka kematian pada bayi dengan Berat Badan dengan menggunakan uji Fisher's
Lahir Rendah (BBLR) dapat ditekan. Namun Exact Probability Tes dan Kruskal Walist. Pada
tetap ada kelompok bayi dengan atresia penelitian ini menggunakan tingkat
esofagus yang memiliki harapan hidup rendah kepercayaan 95% atau nilai p < 0,05.4,6
karena disertai kelainan kongenital penyerta 1.

Dahulu, kematian sering disebabkan oleh Hasil Penelitian


respiratory failure, resusitasi yang tidak Dari periode Januari 2002 – Agustus 2009
adekuat, komplikasi dari prematuritas, sepsis, didapatkan 39 penderita, tetapi yang dapat
dan komplikasi dari tindakan operasi itu sendiri. dijadikan subjek penelitian adalah sebanyak
Saat ini kematian sering disebabkan oleh berat 26 penderita, terdiri dari 13 penderita laki –
badan lahir rendah (<1500 gr), Congenital laki dan 13 penderita perempuan. Rentang
Heart Disease mayor, kelainan congenital usia saat penderita datang ke rumah sakit
penyerta lainnya yang berat, jarak esophagus yaitu 3 ± 1,41 hari. Berat rata rata adalah
yang jauh saat dilakukan tindakan operasi1,2, 2.475 ± 35,35
sepsis.3 Berdasarkan data tersebut, klasifikasi gram. Terdapat 3 penderita dengan berat badan
Waterstone jarang digunakan lagi untuk menilai dibawah 1500 gram pada saat datang ke rumah
prognosis atresia esophagus. 2

Syahputra et al.- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luaran


sakit.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan analitik retrospektif Seluruh penderita didiagnosis sebagai atresia
yang bertujuan untuk menilai luaran atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal distal.
esofagus di Bagian Bedah Anak Rumah Sakit Hanya 2 penderita yang langsung dilakukan
Hasan Sadikin Bandung. Penelitian anastomosis esofagus, sedangkan sisanya
ini dilakukan terhadap data dari rekam dilakukan gastrostomy dan esofagostomy
medik seluruh penderita atresia esofagus (delayed anastomosis) terlebih dahulu.
yang dilakukan operasi di Rumah Sakit
Dr. Hasan Sadikin Bandung dan Rumah Sakit Terdapat 5 penderita dengan kelainan jantung
Santo Baromeus Bandung dari Januari 2002 bawan antara lain kardiomegali yang diserta
sampai dengan Agustus 2009. dengan dextrocardia (n=2), Ventricle Septal
Defect (n=1), PDA 4 mm (n=1),dan PDA 7 mm
Data yang diambil meliputi usia saat datang, dengan tricuspid dan mitral regurgitasi (n=1).
jenis kelamin, berat badan lahir (kurang atau Kelainan bawaan pada saluran cerna ditemukan
lebih dari 1500 gr), ada atau tidaknya pada 2 pasien yaitu Malformasi Anorectal (n=1)
bronkopneumonia, kelainan jantung bawaan, dan Malformasi Anorctal dengan annulare
kelainan congenital penyerta lainnya, tindakan pankreas (n=1). Jumlah penderita yang hidup
yang dilakukan (gastrostomy atau definitif setelah tindakan anastomosis esophagus adalah
anastomosis esophagus), sepsis sebelum 8 penderita (31 %).
tindakan operasi (berdasarkan International
pediatric sepsis consensus conference, tahun

73
Pada penelitian ini bila menggunakan jantung bawaan bermakna terhadap luaran.
klasifikasi Spitz, maka survival rate nya yaitu Dengan menggunakan uji Kruskal Wallis maka
35% pada grup A, 40% pada grup B, dan 0% didapatkan rata – rata penggunaan ventilator
pada grup C (Tabel 1). pada kelompok yang hidup (Tabel 3) adalah 5 ±
Pada tabel 2, didapatkan bahwa sepsis pre 2,83 hari, sedangkan pada kelompok meninggal
operasi yang nilai p < 0,05, sehingga adalah 24,5 ± 21,92 hari. Diperoleh nilai p =
berpengaruh terhadap luaran atresia esophagus. 0,022 sehingga terdapat hubungan bermakna
Berdasarkan prevalence rate, perawatan di antara lama penggunaan ventilator
ruangan intensif pra operasi dan kelainan terhadapluaran.
Tabel 1. Survival Rate berdasarkan Klasifikasi Spitz
Survival
Grup Jumlah rate Hidup Persentase
(Spitz)
A 20 97% 7 35%
B 5 59% 2 40%
C 1 22% 0 0%

Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 17 (2): 71-74, Agustus 2017

Tabel 2. Hubungan antara Berat Badan, Kehadiran Pneumonia, Kehadiran Kelainan Jantung Bawaan,
Jenis Ruang Rawatan dan Sepsis terhadap luaran pada penderita atresia esophagus
Variabel Luaran p Prevalence IK 95%
Hidup Meninggal rate
Berat badan >1500 gr 8 16 0,11 - -
<1500 gr 0 2
Pneumonia BP (+) 8 16 0,11 - -
BP (-) 0 2
Kelainan Jantung CHD (+) 2 3 0,99 1,4 0,30 –
Bawaan 4,98
CHD (-) 6 15
Perawatan pra NICU 4 7 0,683 1,364 0,43 –
Operasi 4,29
Bangsal 4 11
Sepsis pra operasi Sepsis (+) 3 15 0,032 0,27 0,08 –
0,854
Sepsis (-) 5 3

Tabel 3. Hubungan antara lama penggunaan ventilator terhadap luaran

Rerata Lama Penggunaan Ventilator Standar Deviasi p


(Hari) (Hari)
Hidup 5 2,83
0,022
Meninggal 24,5 21,92

74
Pembahasan
Angka harapan hidup bayi dengan atresia esofagus telah meningkat tajam sejak tahun 1950 (< 40%)
hingga saat ini mencapai 85 – 95%. Dengan tersedianya pelayanan intensive pada bayi, maka kematian
pada bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dapat ditekan. 1 Prognosis pra operasi penting
dilakukan untuk memperkirakan angka harapan hidup pada penderita atresia esophagus. Saat ini
terdapat dua klasifikasi yang sering digunakan yaitu Klasifikasi Waterstone (1962) dan Klasifikasi
Spitz (1992).1,2,7 Kedua klasifikasi tersebut membandingkan keadaan pra operasi dengan luaran yang
dihasilkan sehingga dapat menentukan prognosis.
Klasifikasi Waterstone sudah jarang digunakan lagi, karena telah tersedinya pelayanan intensive care
pada bayi.2,8 Beberapa klasifikasi lain yang adalah Klasifikasi Prognosis Monteral yang
menghubungkan disfungsi pulmonal dengan lama penggunaan ventilator 9, klasifikasi Vagyu
menghubungkan antara respiratory distress dan bronkopneumonia
dengan luaran.9,10

Pada Klasifikasi Spitz, pneumonia tidak dimasukkan dalam faktor prognosis, tetapi di negara
berkembang yang tingkat pendidikan dan sosioekonomi yang masih rendah, kejadian pneumonia
sering ditemukan akibat keterlambatan diagnosis dan datang ke pusat rujukan.8,9,11. Pada penelitian ini,
pneumonia tidak signifikan (p = 0,11) menentukan luaran penderita atresia esophagus. Faktor berat
badan juga tidak signifikan secara statistik (p = 0,11) menentukan luaran penderita atresia esophagus.
Sedangkan kelainan jantung bawaan secara statistik bukan merupakan faktor yang menentukan luaran,
tetapi secara klinik (prevalance rate) merupakan salah satu faktor resiko meningkatnya mortalitas,
tetapi kematian bukan disebabkan oleh kelainan
jantung bawaan.1,12

Pada penelitian ini, berat badan dan kelainan jantung bawaan tidak signifikan secara statistik sebagai
faktor mortalitas karena kurangnya sample penelitian yang diperlukan. Oleh karena itu, diperlukan
sample yang lebih banyak lagi untuk bisa menentukan apakah berat badan dan kelainan jantung
bawaan sebagai faktor yang menentukan luaran.
Ruang perawatan pra operasi secara klinis (prevalance rate) bermakna sebagai faktor yang menetukan
luaran. Faktor ini diambil sebagai variabel dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan dan adanya
perawatan ruang intensive sangat menentukan angka survival rate. (1,2,8. Pada penelitian ini, dari 8
penderita yang hidup, 4 penderita (50%) dirawat di ruang intensive care saat pra operasi definitif.

Syahputra et al.- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luaran


Pada studi yang dilakukan Rokitansky3, didapatkan hasil bahwa salah satu factor yang meningkatkan
mortalitas adalah keadaan sepsis. Pada penelitian ini, digunakan guideline sepsis yang dikeluarkan
International Pediatric Sepsis Consensus Conference tahun 2008, maka terdapat 18 penderita dalam
keadaan sepsis, dan terdapat 3 orang yang hidup (p = 0,032). Sepsis merupakan salah satu penyebab
mortalitas dan morbiditas pada anak. Tujuan utama kita mengidentifikasi sepsis pada penderita
atresia esophagus adalah untuk menilai perubahan disfungsi organ apakah terdapat perbaikan atau
perburukan, yang secara klinis sangat menentukan prognosis dan terapi yang akan dilakukan.5

Pada studi yang dilakukan Teich dan Apisarnthanarak,13,14 penggunaan ventilator lebih dari 30 hari
berpengaruh terhadap luaran yang dihasilkan. Mortalitas akan meningkat bila didapatkan pneumonia,
berat badan lahir rendah, dan premature. Pada penelitian ini, didapatkan rata – rata penggunaan
ventilator pada kelompok yang hidup adalah 5 ± 2,83 hari, sedangkan pada kelompok meninggal

75
adalah 24,5 ± 21,92 hari. Diperoleh nilai p = 0,022 sehingga terdapat hubungan bermakna antara lama
penggunaan ventilator terhadap luaran.

Kesimpulan
Pada penelitian ini, sepsis pra operasi dan lama penggunaan ventilator berpengaruh secara statistik
terhadap luaran atresia esophagus. Perawatan di ruang intensif dan kelainan jantung bawaan, secara
klinis merupakan faktor yang berpengaruh terhadap luaran

Daftar Pustaka
1. Harmon CM, Coran AG. Congenital anomalies of the esophagus. Dalam Grosfeld JL, O’neill JA, Coran
AG, Fonkalsrud EW. Pediatric surgery 6th edition. Mosby Elsevier. USA. 2006 p. 1051-1080.
2. Beasley SW. Esophageal Atresia and Tracheoesophageal Fistula. Oldham KT, Colombani PM, Foglia RP,
Skinner MA.Dalam
Principles and Practice of Pediatric Surgery, 4th Edition . Lippincott Williams & Wilkins. 2005 p. 1040-1052
3. Rokitansky AM, et al. Recent evaluation of prognostic risk factors in esophageal atresia--a multicenter
review of 223 cases. European journal of pediatric surgery. 1993-Aug; vol 3 (issue 4) : pp 196-201
4. Sastraasmoro S, Ismael S. Studi Cross Sectional. Dalam Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi
ke -3. CV Sagung Seto. 2008 p. 112 – 126
5. Goldstein B, Giroir B, Randolph A. International pediatric sepsis consensus conference:Definitions for
sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med 2005 Vol. 6, No. 1
6. Dahlan, MS. Uji Fisher. Dalam Statistika Utuk Kedokteran dan Kesehatan. PT Arkansas. 2004. p. 124-127
7. Davari H, Esfandiari R, Talaei M. Surgical Luarans in Esophageal Atresia and Tracheoesophageal Fistula:
A Comparison between Primary and Delayed Repair. Journal of Research in Medical Sciences; Vol. 11,
No.1; Jan. & Feb. 2006
8. Verma RK, Nath SS, Sinha GK. Retrospective Study of Esophageal Atresia With Tracheo Esopahageal
Fistula – Three Years Experience.
Indian Journal Anaesth. 2003, 47 (2) : 111 – 115
9. Kumar P, Ojha P. Preoperative Prediction of Survival in Oesophageal Atresia: A New Approach. Indian
Journal of Surgery, Vol. 64, No. 6, Nov - Dec. 2002, pp. 511-515
10. Vagyu M. Gitter H, Richter B, et al. Esophageal atresia in Bremen, Germany-Evaluation of pre operative
risk classification in esophageal atresia. J Pediatr Surg. 2000; 35: 584-7.
11. Tandon RK, et al. Esophageal Atresia : Factors influencing Survival – Experience at Indian tertiary Centers.
J Indian Assoc Padiatric Surg / Jan – Mar 2008 / vol 13/ Isuue 1
12. Leonard H, Barrett AM, Scott JES, Wren C. The influence of congenital heart disease on survival of infants
with oesophageal atresia. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2001;85:F204–F206
13. Teich S, et al. Prognostic classification for esophageal atresia and tracheoesophageal fistula: Waterston
versus montreal. Volume 32, Issue 7, Pages 1075-1080 (July 1997)
14. Apisarnthanarak A, Holzmann-Pazgal G, Hamvas A, Olsen MA, Fraser VJ. Ventilatorassociated
pneumonia in extremely preterm neonates in a neonatal intensive care unit: characteristics, risk factors, and
luarans.
Pediatrics. 2003 Dec;112(6 Pt 1):1420-1

https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=jurnal+atresia+esofagus&btnG=&rlz=#d=gs_qabs&u=%23p%3D2U5M3p-
6msAJ

76
Review Jurnal 1

Judul Faktor-Faktor yang mempengaruhi luaran penanganan Atresia Esophagus


Jurnal Jurnal
Volume dan
Vol. 17, November 2, Agustus 2017 hal 71-74
Halaman
Tahun 2017
1
Penulis Dian Adi Syahputra
Reviewer Kesy zhulfa kasi
Tanggal 19 Oktoberi 2021
atresia ani bertujuan untuk memperbaiki kondisi anus agar bayi bisa hidup normal.
Sebelum dilakukan pengobatan lebih lanjut, bayi yang tidak memiliki lubang anus akan
Tujuan
diberi asupan nutrisi dan cairan melalui cairan infus. Jika ada fistula yang terbentuk pada
Penelitian
saluran kemih yang berisiko meningkatkan terjadinya infeksi, dokter mungkin akan
memberikan antibiotik.

Analisa statistik dilakukan secara deskriptif dan analitik. Hubungan antara variabel dengan
Subjek luaran penderita atresia esofagus dilakukan dengan menggunakan uji Fisher's
Penelitian Exact Probability Tes dan Kruskal Walist. Pada penelitian ini menggunakan tingkat
kepercayaan 95% atau nilai p < 0,05.4,6

Metode Penelitian analitik respektif yang bertujuan untuk menilai luaran anrasia esofagus di bagian
penelitian bedah.
Terdapat 5 penderita dengan kelainan jantung bawan antara lain kardiomegali yang diserta
dengan dextrocardia (n=2), Ventricle Septal Defect (n=1), PDA 4 mm (n=1),dan PDA 7 mm
Hasil dengan tricuspid dan mitral regurgitasi (n=1). Kelainan bawaan pada saluran cerna
ditemukan pada 2 pasien yaitu Malformasi Anorectal (n=1) dan Malformasi Anorctal
Penelitian dengan annulare pankreas (n=1). Jumlah penderita yang hidup setelah tindakan anastomosis
esophagus adalah 8 penderita (31 %).

Pada penelitian ini, sepsis pra operasi dan lama penggunaan ventilator berpengaruh secara
statistik terhadap luaran atresia esophagus. Perawatan di ruang intensif dan kelainan
Kesimpulan
jantung bawaan, secara klinis merupakan faktor yang berpengaruh terhadap luaran

77
Artikel 2

Penatalaksaanaan anestesi pada


koreksi atresia
esofagus

Asterina Dwi Hanggorowati,* Made Wiryana, Ketut Sinardja, Putu


Kurniyanta CrossMark

ABSTRACT
3-day-old neonate, given a diagnosis of esophageal atresia scope has been described. In most of the medical centers,
(EA) with tracheoesophageal fistula (TEF), which is large however, the pediatric fiberoptic scope may not be available.
and just above the carina, was scheduled for TEF repair. We present a case of a neonate undergoing type C EA/TEF
Routine anesthetic management focuses on adequate repair and describe a simple intra- operative technique that
ventilation and avoidance of gastric distension during positive could temporarily occlude the gastroesophageal junction,
pressure ventilation. Using a balloon-tipped embolectomy which allowing stable vital signs of the patient and definitive
catheter or a Fogarty catheter to block the fistula under repair of the tracheoesophageal fistula.
the guidance of fiberoptic

Keywords: Esophageal atresia (EA), tracheoesophageal fistula (TEF), repair, occlude, ligation

Cite This Article: Hanggorowati, A.D., Wiryana, M., Sinardja, K., Kurniyanta, P. 2018. Penatalaksaanaan anestesi pada koreksi
atresia esofagus.

Medicina 49(2): 71-75. DOI:10.15562/medi.v49i2.108

ABSTRAK
Neonatus 3 hari, didiagnosis atresia esofagus (EA) Namun, di sebagian besar pusat kesehatan, cakupan
dengan fistula trakeoesofagus (TEF), yang berukuran serat optik anak mungkin tidak tersedia. Kami
besar dan tepat di atas carina, dijadwalkan untuk operasi menyajikan kasus bayi yang baru lahir yang menjalani
perbaikan TEF. Manajemen anestesi rutin berfokus perbaikan atresia esofagus tipe C/fistula transesofageal
pada ventilasi yang memadai dan menghindari dan menggambarkan teknik intraoperatif ligasi sederhana
distensi lambung selama ventilasi tekanan positif. Pada yang sementara dapat menutup persimpangan
beberapa kasus dikatakan dengan menggunakan gastroesofagus, yang memungkinkan tanda vital
kateter Fogarty untuk menghalangi fistula di bawah perbaikan fistula trakeoesofagus yang pasti.
panduan bronkoskopi serat optik.

Kata kunci: Atresia esofagus (EA), fistula trakeoesofagus (TEF), perbaikan, menutup, ligasi

78
Cite Pasal Ini: Hanggorowati, A.D., Wiryana, M., Sinardja, K., Kurniyanta, P. 2018. Penatalaksaanaan anestesi pada
koreksi atresia esofagus.

Medicina 49(2): 71-75. DOI:10.15562/medi.v49i2.108

PPDS Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

*
Correspondence to: Asterina Dwi Hanggorowati
PPDS Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana asterina123@gmail.com

PENDAHULUAN
Atresia esofagus didefinisikan sebagai kelainan kongenital berupa gangguan kontinuitas pada lumen esofagus. Atresia
esofagus dapat disertai dengan fistula trakeoesofagus yaitu lumen peng- hubung antara bagian proksimal dan atau distal
esofagus dengan jalan nafas (trakea). Pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Gibson pada tahun 1967. Terjadi pada
2500-3000 kelahiran hidup, dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada anak kembar.1,2,3
Etiologi atresia esofagus merupakan multifak- torial dan masih belum diketahui dengan jelas. Adanya hubungan
atresia esofagus dengan berb- agai kelainan bawaan lainnya, menunjukkan bahwa
Bayi dengan atresia esofagus akan menun- jukkan gejala hipersalivasi dan sesak napas yang ditimbulkan akibat aspirasi
pneumonia. Ketika selang nasogastrik tidak dapat melewati esofagus maka dapat diduga adanya atresia. Pemeriksaan
radiologi memiliki peran penting dalam mendiag- nosis atresia esofagus, menegaskan atresia esofagus dengan fistula atau
tanpa fistula dan mendiagnosis anomali lainnya yang terkait dengan VACTERL.4,5 Pengetahuan dan kemampuan seorang
anestesi- ologis dalam menangani pasien-pasien dengan kelainan tersebut akan sangat memainkan peranan penting dalam
keberhasilan durante operasi. Pemahaman terhadap komplikasi yang mungk lesu ini terjadi akibat adanya gangguan
dalam terjadi dan hasil jangka panjang serta gejala si m

79
Jurnal Anestesiologi Indonesia

briogenesis, yang penyebab pastinya belum teridentifikasi .2yang muncul setelah operasi, akan
menentukan prognosis dari pasien tersebut. 1

Manajemen jalan napas perioperatif pada neonatus yang menjalani perbaikan fistula trake-
oesophageal (TEF) dapat menjadi tantangan bagi ahli anestesi. Kita perlu menempatkan
ujung pipa endotrakeal (ETT) di bawah fistula tapi di atas carina untuk memastikan
perlindungan saluran napas, ventilasi yang memadai dan menghindari dilatasi lambung
selama ventilasi tekanan positif (positive pressure ventilation/ PPV). Kesulitannya terletak
pada mempertahankan posisi ETT yang tepat selama manipulasi bedah terutama pada tipe
C, dengan atresia esofagus (EA) dan fistula besar tepat di atas carina. Untuk mencegah
dilatasi lambung pada bayi baru lahir, penerapan balon kateter embolektomi atau kateter
Fogarty dengan bantuan broncho fiberoptik dianjurkan untuk melalukan penutupan TEF.
Namun, di sebagian besar pusat medis, bronkoskop fiberop- tik anak mungkin tidak tersedia
dan prosedur ini memakan waktu lama. Ada kebutuhan mendesak untuk mencari strategi
alternatif untuk mengatasi masalah ini. Kami menghadirkan kasus bayi yang baru lahir yang
menjalani perbaikan C EA / TEF dan menggambarkan teknik intraoperatif seder- hana yang
sementara menutup fistula dan refluks yang menyebabkannya, memungkinkan tanda vital
yang stabil dari perbaikan fistula trakeoesofagus yang pasti.
ILUSTRASI KASUS
Pasien berusia 3 hari, 3010 gram, lelaki, lahir setelah usia gestasi 37 minggu dengan persalinan per
vagi- nam. Tabung nasogastrik tidak bisa dilewati ke perut, dan distensi abdomen progresif
diperhatikan. Pasien didiagnosis fistula trakeoesofagus (tipe C) dengan fistula besar (diameter 5
mm) tepat di atas carina. Tidak didapatkan anomali kongenital lain- nya. Bayi itu dijadwalkan
menjalani koreksi tinda- kan pembedahan. Anestesi umum diinduksi dengan sevofluran sampai 4%
tanpa relaksan otot. Setelah anestesi topikal dengan lidokain, pipa endotrakeal dimasukkan sampai
suara nafas terdengar baik kiri maupun kanan, yang berarti pipa ETT berada pada posisi yang tepat.
Kemudian pasien ditempatkan di posisi lateral kiri. Pembedahan dimulai dengan anestesi umum
yang dijaga dengan sevofluran. Dua dosis tambahan fentanil (0,5 μg / kg) diberikan (dosis 3 μg)
untuk suplemen anestesi perioperatif, sampai pasien tidak bereaksi terhadap thoracot- omy saat
mempertahankan respirasi otonom. Pada saat eksplorasi dan ligasi fistula, operator akan menjepit
bagian distal esofagus tepat di atas dengan bulldog clamp. Seluruh prosedur dilakukan dalam waktu
5 menit. Kemudian relaksan otot dan PPV normal diberikan. Tidak ada dilatasi lambung atau
perubahan hemodinamik yang signifikan yang terjadi selama operasi berlangsung. Pasien sembuh dan
dipulangkan satu minggu kemudian.

Kesimpulan
Atresia esofagus merupakan malformasi kongen- ital yang terjadi pada 2500-3000 kelahiran hidup.
Dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada anak kembar. Angka kejadian atresia esofagus di
Amerika Serikat sekitar satu pada 4500 kelahiran. Di Finlandia memiliki angka kejadiaan yang
tinggi yaitu satu pada 2440 kelahiran.2,4
Atresia esofagus lebih sering terjadi pada lelaki daripada perempuan. Walaupun beberapa kasus
bersifat sporadik, adanya riwayat keluarga dengan atresia esofagus telah dilaporkan. Sekitar 6%
bayi dengan atresi esofagus merupakan anak kembar. Orang tua yang memiliki satu bayi dengan
atresia esofagus, anak selanjutnya berisiko 0,5-2 % memi- liki atresia esofagus. Jika terdapat lebih
satu orang keluarga dengan atresia esofagus angka risiko memiliki kelainan yang sama sekitar
20%.4

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 217


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Adanya hubungan atresia esofagus dengan berbagai kelainan bawaan lainnya, menunjukkan bahwa
lesi ini terjadi akibat adanya gangguan dalam embriogenesis, yang penyebab pastinya belum
teridentifikasi. Adanya gangguan organogenesis pada awal kehamilan dapat menyebabkan gangguan
perkembangan organ secara bersamaan, seperti jantung, musculoskeletal, gastrointestinal dan geni-
tourinari. Terdapat pola yang simultan dengan keja- dian atresia esofagus yang disebut sebagai
VACTERL dan CHARGE. VACTERL merupakan singkatan dari beberapa kelainan organ yaitu
vertebra, malfor- masi anorektal, malformasi cardiovascular, atresia esofagus, anomali renal dan limb
defect. CHARGE berhubungan dengan colobomata, penyakit jantung, atresia coana, retardasi mental,
hipoplasia genital dan kelainan telinga. 4,9,10,11
Etiologi atresia esofagus merupakan multifak- torial dan masih belum diketahui dengan jelas.
Kelainan kromosom seperti trisomi 18 dan 21, adanya agen infektif seperti kekurangan vitamin A
dan penggunaan dosis tinggi pil kontrasepsi yang mengandung progesteron selama kehamilan
diduga sebagai penyebab atresia esofagus. 2,4,7
Esofagus dan trakea berasal dari foregut prim- itif. Terjadi selama minggu ke empat dan kelima
perkembangan embrio. Pemisahan struktur tubular terjadi pada minggu keempat kehamilan dan
leng- kap pada 34-36 hari. Trakea sebagai divertikulum ventral dari faring primitif yaitu bagian
kaudal dari foregut. Septum trakeoesofageal berkembang pada tempat dimana lipatan
trakeoesofageal bersatu. Septum ini membagi foregut menjadi bagian ventral

https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&as_vis=1&scioq=artikel+jurnal+atresia+e
sofagus&q=artikel+jurnal+atresia+esofagus&oq=#d=gs_qabs&
u=%23p%3D1PdNC780WagJ

Review Artikel 2

Judul Penatalaksanaan anestesi pada koreksi atresia esofagus


Jurnal Jurnal atresia esofagus
Volume dan
Vol. 17, November 2, Agustus 2017 hal 71-75
Halaman
Tahun 2018
Penulis Asterina Dwi Hanggorowati
Reviewer Kesy zhulfa kasi
Tanggal 19 Oktoberi 2021
mempertahankan respirasi otonom. Pada saat eksplorasi dan ligasi fistula,
operator akan menjepit bagian distal esofagus tepat di atas dengan bulldog
Tujuan clamp. Seluruh prosedur dilakukan dalam waktu 5 menit. Kemudian relaksan
otot dan PPV normal diberikan. Tidak ada dilatasi lambung atau perubahan
Penelitian hemodinamik yang signifikan yang terjadi selama operasi berlangsung. Pasien
sembuh dan dipulangkan satu minggu kemudian.

Subjek Perempuan yang menikah di usia dini atau belum cukup umur dan
Penelitian Anak perempuan usia 10-14 tahun yang memiliki risiko lima kali

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 218


Jurnal Anestesiologi Indonesia

lebih besar untuk meninggal dalam kasus kehamilan dan


persalinan.
Metode Penelitian analitik respektif yang bertujuan untuk menilai luaran
penelitian anrasia esofagus di bagian bedah.
Terdapat 5 penderita dengan kelainan jantung bawan antara lain
kardiomegali yang diserta dengan dextrocardia (n=2), Ventricle
Septal Defect (n=1), PDA 4 mm (n=1),dan PDA 7 mm dengan
Hasil tricuspid dan mitral regurgitasi (n=1). Kelainan bawaan pada
saluran cerna ditemukan pada 2 pasien yaitu Malformasi Anorectal
Penelitian (n=1) dan Malformasi Anorctal dengan annulare pankreas (n=1).
Jumlah penderita yang hidup setelah tindakan anastomosis
esophagus adalah 8 penderita (31 %).

Pada penelitian ini, sepsis pra operasi dan lama penggunaan


ventilator berpengaruh secara statistik terhadap luaran atresia
esophagus. Perawatan di ruang intensif dan kelainan jantung
Kesimpulan
bawaan, secara klinis merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap luaran

Artikel 3
LAPORAN KASUS

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 219


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Penatalaksanaan Anestesi pada Koreksi Atresia Esophagus dan Atresia


Esofagus
Anesthesia Management Patient with Esophageal Atresia/Tracheoesophageal
Fistula

Fadli Armi Lubis*, Hasanul Arifin*


* Bagian Anestesi dan Terapi intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSU Haji Adam Malik , Medan
Korespondensi/correspondence: fadliarmilubis@yahoo.co.id

ABSTRACT
Background: Esophageal atresia is a congenital medical condition (birth defect) which affects
the digestive tract. Congenital anatomical defect is caused by an abnormal embryological
development of esophageal fistula forming tracheoesofageal. Surgical repair is the definitive
treatment for EA and TEF. Due to fistula, the airway tract is altered and the anesthesiologist
should face a unique challenge on its management

Case : A baby boy, admitted to hospital with main complaint vomitus after breastfed. Physical
findings shown as crackles on breath sound. Intubation using awake technique. During
operation, hemodynamic was stable, maintanance with sevoflurane MAC 1%, fentanyl 4
µg/hr, and rocuronium 0,5 mg/hr. When desaturation occured, we stop the operation, we
check the tube in place, gave adequate ventilation, after a while the saturation rises and then
the operation procedure continued. However, anastomose of esophagus could not be done
because the distance between the defect was too far. Duration of the operation was about 4
hours. Awake intubation technique was used. Hemodynamic was stable during surgery, and
found TEF type C. After surgery patient was taken cared in NICU and 3 days later the patient
died.

Summary: Good anesthetic management using "awake intubation" and good ventilation is a
chosen technique in this case. The operation lasted 4 hours with stable hemodynamics.
However, because the operation did not successfully correct the defect, then the postoperative
outcome were futile.

Keyword: Anesthesia management, congenital anomaly, tracheoesophageal fistula

ABSTRAK
Pendahuluan : Atresia esofagus adalah suatu kondisi medis bawaan ( cacat lahir ) yang
mempengaruhi saluran pencernaan . Cacat bawaan anatomi disebabkan oleh perkembangan
embrio abnormal fistula esofagus membentuk tracheoesofageal . Bedah perbaikan adalah
pengobatan definitif untuk EA dan TEF . Karena fistula , saluran napas diubah dan ahli
anestesi harus menghadapi tantangan unik pada manajemen Kasus : Seorang bayi laki-laki ,
masuk rumah sakit dengan keluhan utama muntah setelah disusui . Temuan fisik ditemukan
ronki basah kasar pada suara napas . Intubasi menggunakan teknik intubasi sadar . Selama
operasi , hemodinamik stabil , maintanance dengan sevofluran MAC 1 % , fentanil 4 mg /
jam , dan rocuronium 0,5 mg / jam . Durasi operasi adalah sekitar 4 jam . Hemodinamik
stabil selama operasi , dan menemukan TEF tipe C. Ketika desaturasi terjadi , kami
menghentikan sejenak operasi, kami memeriksa posisi ETTat , memberikan ventilasi yang

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 220


Jurnal Anestesiologi Indonesia

cukup , setelah beberapa saat saturasi naik dan kemudian operasi dilanjutkan . Meski
demikan anastomose esofagus gagal dilakukan karena jarak antara cacat itu terlalu jauh .
Setelah pasien operasi diambil dirawat di NICU dan 3 hari kemudian pasien meninggal.

Ringkasan: Manajemen anestesi baik menggunakan " intubasi sadar " dan ventilasi yang baik
adalah teknik yang dipilih dalam kasus ini . Operasi berlangsung 4 jam dengan hemodinamik
stabil. Namun, karena operasi tidak berhasil memperbaiki cacat tersebut , maka hasil pasca
operasi kurang baik.

Kata Kunci: Manajemen anestesi, kelainan kongenital , fistula trakeoesofageal

PENDAHULUAN VACTERL1,2 yaitu Vertebra, Anorektal,


Fistula trakheoesofagus merupakan Cardiac, Tracheal,
kelainan kongenital yang terjadi sekitar 1 Esophageal, Renal, dan Limb
dalam 4000 kelahiran hidup, lebih dari 85
% disertai dengan atresia oesofagus. Cacat KASUS
bawaan dari sudut anatomis disebabkan Seorang bayi laki-laki, 14 hari, berat badan
oleh perkembangan embrio yang 2200 gr, dibawa ke rumah sakit dengan
abnormal oleh karena adanya fistula keluhan utama muntah setelah diberikan
esofagus membentuk tracheoesofageal ASI (air susu ibu).
fistel. Perbaikan dari segi pembedahan Pemeriksaan fisik dijumpai adanya ronki
adalah pengobatan definitif untuk pada suara pernapasan. Analisa gas darah
kelainan ini. Pembedahan umumnya laboratorium pH: 7,33 / pCO2: 42,8 / pO2:
dilakukan dalam waktu 24 hingga 72 jam 63,5 / Bic: 22,4 / Tot.CO2: 23,7 / BE: -3,3 /
pada neonatus sehat. Keterlambatan SpO2: 92, 8%. Laboratorium lain dalam
dalam melakukan koreksi atresia batas normal. Temuan radiologi: Atresia
oesophagus dapat meningkatkan resiko esofagus proksimal dengan fistel
aspirasi.Berdasarkan hasil penelitian trakeoesofageal dan dijumpai aspirasi
sekitar 70 % kebanyakan bayi yang pneumonia. Ekokardiografi: struktur
mengalaminya, memiliki paling tidak satu jantung dan fungsi normal. Pasien
abnormalitas lain. Hampir 20 – 25 % direncanakan untuk elektif torakotomi.
disertai dengan penyakit jantung bawaan, Pasien di premedikasi dengan 0,1 mg
meliputi ventricular septal defect, patent sulfas atropin. Intubasi menggunakan
ductus arteriosus, tetralogy of fallot, atrial teknik “awake intubation”. Selama operasi
septal defect, atrioventricular canal, hemodinamik stabil, pemeliharaan dengan
coartasio aorta dan arcus aorta. sevofluran MAC 1%, fentanyl 4 µg/ jam,
dan rocuronium 0,5 mg/jam. Bila
Kecenderungan abnormalitas penyerta desaturasi, operasi dihentikan sementara
lebih banyak pada kasus atresia oesofagus dan diberikan ventilasi. Operasi
tunggal dan lebih sedikit pada kasus fistula berlangsung 4 jam dan pasien ditransfer
trakheoesophagus tunggal. Kelainan ke NICU untuk perawatan lanjutan.
penyerta yang paling banyak terjadi pada
fistula trakheoesophagus dan atresia
esophagus dapat diingat dengan singkatan

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 221


Jurnal Anestesiologi Indonesia

PEMBAHASAN Rujukan yang paling sering digunakan


Beberapa kesulitan ditemukan selama untuk klasifikasi fistula trakeoesophagus
manajemen anestesi termasuk ventilasi dibedakan menjadi tipe I hingga II, tipe
tidak efektif karena selang endotrakeal IIIA, IIIB dan IIIC. Tipe I atresia esophagus
ditempatkan di fistula, dilatasi lambung, murni dengan tidak ada hubungan sama
komorbid penyakit paru-paru yang sudah sekali dengan trachea terjadi sebanyak 8%
ada dari aspirasi sebelumnya dan / atau dari kasus, Tipe II dikenal dengan tipe “H”
sindrom gangguan pernapasan terjadi 4% kasus.
prematuritas, dan adanya anomali yang Tipe IIIA yaitu atresia esophagus dan
terkait, terutama jantung. Manajemen fistula yang berhubungan dengan
anestesi berfokus pada ventilasi paruparu proksimal esophagus dengan trachea,

Gambar 1. Gambaran skematis tipe atresia esofagus


tanpa ventilasi fistula. Teknik ini meliputi
intubasi trakea dan menghindari terjadi hanya 1 %, tipe IIIB adalah atresia
pelumpuh otot dan ventilasi positif yang esophagus dan fistula distal esophagus ke
berlebihan sampai fistel terkoreksi. trachea terjadi 75%-80%, merupakan tipe
yang paling sering terjadi. Tipe IIIC yaitu
Pada fistula trakeoesophagus, fusi yang terjadi 2 fistula yang terjadi pada
inkomplit dari tangkai trakeoesophagus proksimal dan distal esophagus pada
menimbulkan defek pada septum trachea, terjadi 2% kasus1,2,5.
trakeoesophagus dan kegagalan septum
trakeoesophagus untuk membagi foregut Pada pasien dengan fistula
menjadi esophagus dan trakea sehingga tracheoesophagus, pengelolaan airway
terjadilah fistula trakeoesophagus. Proses dan ventilasi adalah masalah yang sangat
pemisahan ini dimulai dari bagian bawah krusial. Ventilasi yang tidak efektif dapat
karina kemudian berlanjut kearah atas. disebabkan karena pemasangan pipa
Dalam 26 hari kehamilan, trakea dan endotrakheal (ETT) pada fistula atau
esophagus seharusnya telah terpisah diatasnya, obstruksi lumen ETT dengan
secara total hingga setinggi laring. timbunan mucus atau gumpalan darah,

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 222


Jurnal Anestesiologi Indonesia

atau adanya kebocoran yang luas akibat bronkoskopi melalui fistula ke esophagus.
penyegelan yang tidak mencukupi. Oklusi yang yang cukup pada fistula
Malposisi ETT juga dapat menyebabkan memperkecil kemungkinan distensi
pelebaran lambung dan aspirasi yang lambung dan memungkinkan positive
kemudian muncul, distensi lambung juga pressure ventilation (PPV)
dapat mengganggu ventilasi. Selain itu intraoperatif. 3
penyakit paru berat yang telah ada
Evaluasi adanya penyakit paru serta
sebelumnya baik dari aspirasi isi lambung
derajatnya perlu dilakukan preoperatif,
atau respirasi distress syndrome (ARDS)
khususnya untuk mencari adanya
akibat prematuritas. Patofisiologi dari
pneumonia aspirasi dan distres respirasi
anomali yang terkait, khususnya anomali
yang berkaitan dengan prematuritas.
jantung. Dan yang terakhir pertimbangan
Pemeriksaan rongent thorak dapat
prematuritas yaitu hipoglikemia,
menunjukkan adanya infiltrat.
hipokalsemi, berat lahir rendah,
apnea/bradikardi dan anemia1,3. Echocardiografi dapat mengetahui adanya
kelainan jantung mayor yang sangat
MANAJEMEN mempengaruhi survival dan akan
PREOPERATIVE berdampak pada pengelolaan anestesi.
tujuan lain adalah untuk melihat
Penegakan diagnosis fistula keberadaan arcus aorta right-sided (5%)
trakeoesofageal ditegakkan secara klinis disebelah kanan yang akan mengetahui
dan radiologis. Pada rontgen thorax, posisi dan pendekatan pembedahan
bayangan radioopak orogastic tube dapat dilakukan pada sisi yang berlawanan
terlihat di proksimal esophagus, dengan arcus aorta. Posisi left lateral
sedangkan pada pemeriksaan foto polos decubitus untuk torakotomi kanan
abdomen dapat menunjukkan adanya (torakotomi kiri untuk situs inversus).
udara dalam usus yang masuk melalui Pemeriksaan foto vertebra harus
fistel. Resiko aspirasi dapat terjadi pada dilakukan untuk menyingkirkan
penggunaan kontras untuk memeriksaan abnormalitas vertebra terutama bila
fistel sehingga hanya dilakukan bila direncanakan untuk pengelolaan nyeri
disgnosis belum jelas. Idealnya pemberian secara epidural. USG ginjal dilakukan
kontras dilakukan dengan bantuan untuk menyingkirkan abnormalitas seperti
bronkoskopi sehingga adanya aspirasi hidronefrosis. Pemeriksaan laboratorium
dapat segera diketahui. Pemeriksaan ini yang dilakukan adalah darah lengkap,
hanya bisa dilakukan bila bayi sudah analisa gas darah arteri dan elektrolit serta
cukup stabil dan dapat ditransfer ke ruang pengambilan sampel untuk pemeriksaan
tindakan. 2 golongan darah untuk cross-macth.
Koreksi asidosis respiratorik dan metabolik
Bronkoskopi rigid secepatnya sebelum yang terjadi,target yang akan dicapai
koreksi pembedahan sangat berguna adalah pH >7,4 dan PaCO2 < 30 mmHg 8
untuk mengkonfirmasi diagnosis dan
posisi fistula. Hal tersebut juga Antibiotik untuk terapi aspirasi
memungkinkan oklusi fistula dengan balon pneumonia harus diberikan secara tepat.
kateter Fogarty, yang dipasang dengan Ampixillin dan gentamisin dapat

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 223


Jurnal Anestesiologi Indonesia

diberikan sebagai profilaksis pada pasien mediastinum. Bila terjadi distress nafas
yang memiliki resiko pada jantung. atau sianosis, maka harus segera dilakukan
Untuk mengurangi resiko aspirasi dapat intubasi sadar (awake intubation) dan
dilakukan dengan cara : menghentikan kontrol nafas dengan relaksan dan sedasi.
pemberian makan secara oral (NPO), bayi Usahakan tercapai saturasi oksigen 95-
diposisikan semi-upright dan 98%.
kantung esophagus atas lendirnya di Penempatan ETT yang cukup dengan
suction terus menerus.2,3 ujung melampaui pembukaan fistula pada
trakhea diatas carina, setiap perubahan
Bila terjadi distress pernafasan dan posisi pasien (misalnya supinasi ke lateral)
hipoksemia muncul sebelum operasi tanpa penempatan ETT harus selalu diperiksa
etiologi yang jelas (sebagian besar ulang karena antara fistula, tepi ETT dan
disebabkan karena aspirasi) karina jaraknya pendek, hal ini dilakukan
maka intubasi trachea merupakan pilihan untuk menghindari distensi yang masif
yang harus segera dilakukan dan ventilasi dan ruptur lambung dan nafas
dipertahankan tetap spontan sampai
mekanik mungkin diperlukan. Kegagalan
fistula diligasi atau gastrostomi selesai.2,3,8
nafas dapat diakibatkan oleh aspirasi
pulmoner, ARDS, distensi lambung atau Akses vena perifer dan centralis melalui v.
gagal jantung kongestif, EET harus hatihati Jugularis interna atau subclavia. Cairan
dipasang untuk menghindari distensi infus yang diberikan harus mengandung
lambung dan aspirasi. Oksigenasi yang gula selama operasi. D10/0,2 NS diberikan
cukup dan ventilasi serta menghindari intravena dengan menggunakan infus
distensi lambung. NG-tube yang dikontrol dengan baik untuk
dengan ukuran sebesar mungkin (10Fr) menghindari terjadinya hipoglikemia.
Insensible water losses diperkirakan 3-4
untuk menghindari distensi lambung,
mL/kg/ jam dan diganti dengan cairan
karena bila terjadi distensi akan
isotonik. Urin output normalnya 1
mengakibatkan tekanan aliran udara tinggi mL/kg/jam namun akan sulit bila bayi
yang akan menurunkan functional residual berat lahir normal.
capacity (FRC) sehingga dapat terjadi
gangguan ventilasi, oksigenasi dan Hypothermia akan meningkatkan
meningkatkan kemungkinan aspirasi. konsumsi oksigen, temperatur lingkungan
dipertahankan tepat yaitu 30 C- 40 C.
Lakukan penghisapan pipa lambung
Ruang operasi harus dijaga
secara kontinyu.
kehangatannya, begitu juga dengan cairan
irigasi bedah dan darah harus dihangatkan
Berikan oksigen sungkup 100% , nafas
sebelum digunakan, hal ini sangat penting
spontan. Jangan lakukan ventilasi positif
karena neonatus sangat beresiko
dengan face-mask, karena akan
terjadinya hipotermi. Untuk mengurangi
menyebabkan distensi lambung rangsangan simpatis dapat digunakan
dan memperberat kompresi paru ipsi opioid (fentanyl)1,2.5
maupun kontralateral serta kompresi

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 224


Jurnal Anestesiologi Indonesia

MANAJEMEN Penghisapan lendir pada kontong


esophagus proksimal sebelum induksi.4
INTRAOPERATIF
Pada kasus dimana bronkoskopi tidak
Akses intravena harus sudah terpasang dikerjakan, untuk mengkonfirmasi ETT
sebelum induksi, jalur kedua dapat dapat digunakan dengan cara lain, setelah
dipasang setelah pasien teranestesi. Bila induksi intubasi mainstem kanan yang
diperlukan untuk total parenteral nutrisi disengaja dapat diikuti withdrawal
pada bayi dapat juga dipasang akses vena perlahan ETT sehingga suara nafas
central. Arteri line untuk BGA dan terdengar disisi kiri, namun penggunaan
monitoring hemodinamik dapat dipasang ETT bermanset tidak dapat
di NICU atau diruang operasi. 3 meminimalisasi resiko distensi lambung
maupun aspirasi, untuk mengkonfirmasi
Elektrokardiogram, Saturasi oksigen, end posisi ETT dapat digunakan visualisasi
tidal CO2 dan rectal temperatur harus fibroptik langsung. Sirkuit yang terpilih
digunakan sebagai monitor. Prekordial digunakan pada operasi ini low
stetoskop diletakkan pada aksila sebelah compression volume anesthesia breathing
kiri untuk memonitoring suara nafas dan circuit (lingkaran sistem absorpsi vs
kemungkinan ETT tergeser selama Mapleson vs sirkuit bain).7
memposisikan pasien dan pembedahan,
kedua precordial stetoskop ditempatkan Monitoring selama durante operasi sangat
diatas lambung untuk mengetahui bila penting selama operasi fistula
fistula terventilasi. Sasaran utama intubasi tracheosophagus. Monitoring non invasif
pada bayi adalah memberikan pertukaran dapat berupa : temperatur,EKG,
oksigen yang adekuat dengan sedikit prekordial stetoskop (pada kedua hemi
tekanan positif pada paru sehingga thorak), blood pressure, SpO2, urin
atelektasis dan distensi pada abdoment output. Monitoring invasif dapat berupa
tidak terjadi. Tekanan positif dengan right radial arterial line, CVC (internal
masker harus dihindari, dengan cara jugular), differential oxymetri, End tidal
pertama pertahankan bayi tetap bernafas CO2 (ET-CO2).4
spontan sampai fistula diligasi, perdalam
agent inhalasi dengan aksis pernafasan MANAJEMEN
untuk meminimalisasi atelaktasis. Awake POSTOPERATIF
intubasi atau induksi dengan inhalasi
tanpa pelumpuh otot merupakan teknik Beberapa ahli bedah lebih menyukai bila
yang dianjurkan, namun harus pasien diekstubasi langsung di ruang
diperhatikan kemungkinan peningkatan operasi untuk meminimalisasi resiko
tekanan intracranial atau perdarahan tekanan pada sutura line. Namun sekitar
intraventrikular pada bayi prematur. 30% akan reintubasi untuk membersihkan
Intubasi dengan awake dapat diberikan sekresi. Tracheomalasia dapat
0,5 – 1 μg/kg fentanil dan 25 – 50 μg/kg menyebabkan obstruksi jalan nafas yang
midazolam. Topikal anestesi dengan spray mengharuskan untuk segera dilakukan
pada lidah, laring dan vocal cord tidak reintubasi. Beberapa anak memiliki
lebih dari 5 mg/kg lidocain (1,0%). gangguan pada paru yang berasal dari
prematuritas atau aspirasi pneumoni.

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 225


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Pemberian narkotik untuk nyeri dapat Artusio’s Anesthesiology Problem-Oriented


menjadi hipoventilasi. Jika pasien tetap Patient Management. 6th ed. Philadelphia :
terintubasi setelah operasi, analgetik Lippicot Willian & Wilkins; 2008 .p. 105-14.
dengan narkotik merupakan pilihan yang 3. Miller.D Ronald, Eriksson I Lars. Fleisher.
tepat. Fentanil 10-20 μg/ kgbb dengan Alee, Young L William, Wiere-Krunesia
muscle relaxant dapat menstabilkan Jeammine, Pediatric Anesthesia. In Miller’s
hemodinamik dan memberikan efek Anesthesia 7th ed. San Fransisco ;
analgesia selama periode post operasi. Elsevier;2010 .p.2590-1.
Analgetik dapat juga diberikan melalui 4. Morgan Edward, Mikhail S. Maget, Murray
caudal cateter yang dapat mencapai J. Michael, Pediatric Anesthesi, In Clinical
dermatom thorak dengan pemberian Anesthesiology, 4th ed. San Francisco ;
intermitten bupivacain (1-2 mL dari McGraw-Hill; 2006 .p. 941-2.
0,125% ditambah epinefrin 1:200.000) 5. Bready.LL, Rasch K Deborah, Ratnamurthy
diberikan setiap 6-8 jam atau syring pump S. Rajam. Tracheoesophageal Fistula. In
chloroprocain (1,5%) ditambah fentanil Decision Making in Anesthesiology. 4th
(0,4 μg/mL) , untuk memastikan posisi dari ed.Texas ; Mosby Elsevier; 2007.p.368-9.
kateter dapat digunakan fluoroscopy,
dimana tindakan ini harus dilakukan oleh Review jurnal ke 3
ahli regional anestesi pada anak yang Penatalaksanaan Anestesi
berkompeten.2,6 pada Koreksi Atresia
Judul
Esophagus dan Atresia
Komplikasi awal yang terjadi setelah Esofagus
repair FTE dapat berupa kebocoran pada
anastomosis, terjadi sekitar 15%, selain itu
esophagus dismotiliti dan Jurnal Jurnal atresia esofagus
gastroesophagus refluk disease (GERD) Volume
dapat terjadi. Tracheomalacia terjadi Vol. 2 No.1, April 2021, Hal:
postoperatif dan paralisis dari pita suara dan
37 - 46
telah dilaporkan. Komplikasi- komplikasi Halaman
lain atelectasis, tracheal compression, Tahun 2021
pulmonary aspirasi dan recurrent Penulis Fadli Armi Lubis, Hasanul Arifin
esophageal stricture. 3
Reviewer Kesy Zhulfa Kasi
Tanggal 19 Oktober 2021
KESIMPULAN
Untuk mengurangi resiko
Seorang bayi laki-laki, 14 hari, berat badan
aspirasi dapat dilakukan dengan
2200 gr, datang ke rumah sakit dengan
keluhan utama muntah setelah diberikan cara : menghentikan pemberian
ASI (air susu ibu). Manajemen anestesi makan secara oral (NPO), bayi
yang baik menggunakan “intubasi sadar” Tujuan diposisikan semi-upright
dan ventilasi yang baik merupakan pilihan Penelitian dan kantung esophagus atas
pada kasus ini. Operasi berlangsung 4 jam lendirnya di
dengan hemodinamik stabil. suction terus menerus.2,3

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 226


Jurnal Anestesiologi Indonesia

tracheoesofageal fistel. atelectasis, tracheal


compression, pulmonary
Perbaikan dari segi pembedahan
aspirasi dan recurrent
adalah pengobatan definitif esophageal stricture. 3
untuk kelainan ini. Pembedahan
umumnya dilakukan dalam
waktu 24 hingga 72 jam pada
Subjek neonatus sehat. Keterlambatan
Kesimpulan:
Penelitian dalam melakukan koreksi atresia
Seorang bayi laki-laki, 14 hari,
oesophagus dapat meningkatkan
berat badan 2200 gr, datang ke
resiko aspirasi.Berdasarkan hasil
rumah sakit dengan keluhan
penelitian sekitar 70 %
utama muntah setelah diberikan
kebanyakan bayi yang
ASI (air susu ibu). Manajemen
mengalaminya, memiliki paling
anestesi yang baik menggunakan
tidak satu abnormalitas lain
“intubasi sadar” dan ventilasi
Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan adalah darah lengkap, yang baik merupakan pilihan
analisa gas darah arteri dan pada kasus ini. Operasi
elektrolit serta pengambilan
sampel untuk pemeriksaan berlangsung 4 jam dengan
Metode golongan darah untuk cross- hemodinamik stabil.
macth. Koreksi asidosis
penelitian
respiratorik dan metabolik yang
terjadi,target yang akan dicapai
adalah pH >7,4 dan PaCO2 < 30
mmHg8
http://jurnal.fk.unand.ac.id/
index.php/jka/article/view/
935
Komplikasi awal yang terjadi
setelah repair FTE dapat berupa
kebocoran pada anastomosis,
terjadi sekitar 15%, selain itu
Hasil esophagus dismotiliti dan
Penelitian gastroesophagus refluk disease
(GERD) dapat terjadi.
Tracheomalacia terjadi
postoperatif dan paralisis dari
pita suara telah dilaporkan.
Komplikasi- komplikasi lain

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 227

Anda mungkin juga menyukai