Tyvuyjb
Tyvuyjb
Oleh:
016.06.0008
FAKULTAS KEDOKTERAN
MATARAM
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
diberikan oleh coca cola untuk mengurangi peningkatan glukosa darah.
[Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI), (2019)].
Soft drink berpemanis jenis cola merupakan minuman yang paling
dikenal di seluruh dunia (lebih dari 1,7 miliar penjualan per harinya) dan
dinobatkan sebagai satu-satunya soft drink berkarbonasi paling diminati
didunia (Interbrand, 2019). Tingkat konsumsi soft drink di Indonesia masih
tinggi dibandingkan dengan negara 10 negara-negara di Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN) yang diukur dengan jumlah penduduk
yang sama [Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia (ASRIM), (2011).
Penelitian yang dilakukan oleh nusaresearch team pada tahun 2014 di
Indonesia dengan subjek sebanyak 319 orang terhadap konsumsi soft drink
berpemanis, sebanyak 30,7% usia remaja sampai dewasa (17 – 34 tahun)
mengkonsumsi sebanyak 2-3 kali dalam seminggu, setidaknya selama 3
bulan. Soft drink berpemanis jenis cola merupakan pilihan tertinggi
dibandingkan jenis lainnya. Tingkat konsumsi soft drink berpemanis di
provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masih cukup tinggi (13,3%)
dibandingkan peringkat pertama yaitu Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Jogjakarta (21%). Tingkat konsumsi soft drink berpemanis bersama dengan
makanan cepat saji sebesar 49,2% (Nusaresearch Team, 2014). Tingkat
konsumsi kalori per hari di kota Mataram terhadap konsumsi junk food
bersama dengan soft drink sebesar 349,52 kkal [Survei Sosial Ekonomi
Nasional, (SUSENA), (2014)].
Penelitian Adeleke et al (2013) menjelaskan bahwa pengaruh konsumsi
soft drink berpemanis jenis cola dapat menyebabkan peningkatan terhadap
glukosa darah pada menit ke 30 pada subjek yang sehat setelah intervensi
dibandingkan sebelum intervensi. Kemudian di menit ke 90 terjadi
penurunan dan sampai menit 120 belum kembali ke nilai basal.
Soft drink berpemanis (sukrosa) diabsorbsi 2 kali lebih cepat dengan
jumlah yang besar, karena sifatnya yang mudah dicerna dibandingkan
3
dengan karbohidrat jenis lain dengan volume yang sama (Bloomer et al,
2016; Adeleke et al, 2013). Pada tingkat konsumsi yang ringan, hal tersebut
menyebabkan lonjakan secara mendadak dari glukosa darah, insulin, stres
oksidatif dan apoptosis berbagai sel yang ringan (Bloomer et al, 2016;
Adeleke et al, 2013). Apabila tingkat konsumsi sedang sampai berat, akan
menyebabkan lonjakan glukosa darah secara mendadak berulang. Lonjakan
berulang tersebut lebih merusak tubuh daripada kadar glukosa tinggi stabil
secara kronis. Fluktuasi tersebut menyebabkan peningkatan stres oksidatif
dan apoptosis berbagai sel, khususnya sel β pankreas (terjadinya penurunan
sensitivitas insulin atau resistensi insulin). Ketika sel β sudah mengalami
kerusakan (disfungsi), maka sulit dalam meregulasi tingginya glukosa darah,
pada akhirnya menyebabkan hiperglikemia dan hiperinsulinemia sedang
sampai berat. Hal tersebut akan terjadi berulang kemudian menjadi salah
satu mekanisme utama bagi seorang individu menderita diabetes tipe II
(Bloomer et al, 2016; Adeleke et al, 2013; Malik et al, 2011).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik
untuk meneliti pengaruh konsumsi soft drink terhadap kadar glukosa darah
pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar tahun
2019. Dilakukan pada mahasiswa, dikarenakan tingkat pendidikan dan
pengetahuan bukan faktor mutlak dalam menjaga asupan gizi tubuh dengan
baik dikarenakan juga dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen, namun
tingkat berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan terhadap gizi yang
dikonsumsi 1,27 kali lebih tinggi dari pada tingkat berpendidikan yang lebih
rendah (Irawan, 2010). Disamping itu peneliti akan menggunakan metode
dan tempat penelitian yang berbeda dengan sebelumnya.
4
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut “Apakah ada pengaruh konsumsi soft
drink terhadap peningkatan kadar glukosa darah pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar tahun 2019?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh konsumsi soft drink terhadap peningkatan
kadar glukosa darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Al-Azhar tahun 2019.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengukur rerata kadar glukosa darah puasa Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar tahun 2019.
2. Mengukur rerata kadar glukosa darah post prandial satu jam setelah
pemberian soft drink berpemanis jenis cola pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar tahun 2019.
3. Mengukur rerata kadar glukosa darah post prandial satu jam setelah
pemberian soft drink tidak berpemanis jenis cola pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar tahun 2019. .
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kepustakaan serta
pembelajaran guna perkembangan ilmu kesehatan. Selain itu, penelitian
ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian di bidang
kedokteran berikutnya khususnya di bidang penyakit dalam dan
endokrinologi.
5
1.4.2. Manfaat Pemecahan Masalah Praktis
1.4.2.1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang pengaruh konsumsi soft drink terhadap peningkatan
kadar glukosa darah.
1.4.2.2. Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan data dan masukan untuk
perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya yang lebih
mendalam.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Sekresi insulin terkait kondisi tubuh dapat dibagi menjadi
sekresi insulin basal (saat puasa atau sebelum makan) dan
insulin prandial (setelah makan) (Sherwood, 2013).
1. Kecepatan sekresi insulin basal akan minimum yakni 25
ng/menit/kg berat badan pada kondisi glukosa darah basal/
puasa sebesar 80 - 90 mg/dL. Dapat di lihat pada gambar 2-1
(Guyton, 2016).
8
Gambar 2-2. Kurva glukosa dalam darah pada orang normal
setelah pemberian glukosa 1g/kgBB (Murray et al, 2014).
b. Glukagon
Glukagon merangsang pembentukan adenosin monofosfat
(AMP) siklik terutama di sel hati, dan hal ini selanjutnya
meningkatkan pengubahan glikogen hati menjadi glukosa dan
melepaskannya ke dalam darah, sehingga meningkatkan kadar
gula darah (Guyton, 2016). Adanya kedua hormon insulin dan
glukagon sebagai faktor penting untuk mempertahankan kadar
glukosa dan asam lemak darah (Sherwood, 2013).
c. Hormon Lain
1. Epinefrin, dilepaskan ketika sistem saraf simpatis dirangsang
dengan meningkatkan penyediaan glukosa untuk
metabolisme energi (glikogenolisis) (Guyton, 2016).
2. Kortisol, berfungsi dalam meningkatkan terjadinya
glukoneogenesis (Sherwood, 2013).
3. Tiroid, berfungsi tidak terlalu penting dalam homeostasis
bahan bakar. Akan tetapi dalam kondisi metabolik tertentu
9
dapat mempengaruhi metabolisme glukosa darah (Sherwood,
2013).
4. Hormon Pertumbuhan, berfungsi menurunkan penyimpanan
dan penyerapan glukosa oleh otot saat tidur lelap, stres,
olahraga, dan hipoglikemia (Sherwood, 2013).
B. Enzim
a. Enzim Pencernaan
1. Amilase, berfungsi untuk hidroloisis polisakarida menjadi
disakarida dan dekstrin (Sherwood, 2013).
2. Disakaridase (maltase, sukrase-isomaltase, laktase), yang
berfungsi menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida.
Hasilnya kemudian akan diabsosrbsi dari sistem pencernaan
(Tortora, 2012).
b. Enzim Metabolisme
Enzim - enzim metabolik glukosa di dalam hati berperan
dalam katalisis reaksi tidak setimbang (secara fisiologis
irreversibel). Efek umumnya diperkuat karena aktivitas enzim
yang mengkatalis reaksi dalam arah berlawanan bervarisasi
secara timbal balik. Enzim - enzim yang berperan dalam
pemakaian glukosa (seperti enzim glikolisis, lipogenesis)
menjadi lebih aktif jika terjadi kelebihan glukosa, dan pada
keadaan ini enzim glukoneogenesis memperlihatkan penurunan
aktivitasnya (Murray et al, 2014).
C. Metabolisme Karbohidrat
Setelah diabsorpsi dari proses pencernaan, subunit karbohidrat
tersebut akan diperuntukkan bagi sel di dalam tubuh manusia
(Murray et al, 2014). Reaksi-reaksi kimia (metabolisme) yang terjadi
ketika molekul organik di dalam sel tersebut dibagi menjadi 2
proses, yaitu:
10
a. Katabolisme Glukosa
Proses penguraian atau degradasi molekul organik yang
mencakup dua tingkat penguraian. Pertama adalah hidrolisis
makromolekul organik menjadi subunit lebih kecil. Kedua adalah
oksidasi subunit yang lebih kecil (Sherwood, 2013). Proses
katabolisme glukosa melibatkan 4 reaksi, yaitu glikolisis,
pembentukan asetil koenzim A, reaksi siklus krebs, dan tansport
elektron (Tortora, 2012).
Sebagai alternatif untuk produksi energi, subunit-subunit
organik dibebaskan ke dalam darah. Molekul yang dibebaskan
ini kemudian dapat digunakan sesuai kebutuhan untuk
menghasilkan energi atau sintesis sel di bagian tubuh lain
(Sherwood, 2013).
b. Anabolisme Glukosa
Proses pembentukan atau sintesis makromolekul organik
yang lebih besar dari molekul subunit organik (Sherwood, 2013).
Secara khusus proses katabolisme glukosa melibatkan 3 proses:
1. Glikogenesis, merupakan sintesis glikogen dari glukosa (di
dalam hati dan otot), memfasilitasi simpanan dasri glukosa
dan membantu mempertahankan konsetrasi glukosa plasma
secara konstan (Tortora, 2012).
2. Glikogenolisis, merupakan pemecahan dari glikogen menjadi
glukosa. merupakan lawan dari proses glikogenesis (Tortora,
2012).
3. Glukoneogenesis, proses produksi dari glukosa (di dalam hati
dan korteks ginjal) dari molekul non-gula seperti asam amino
(contoh: glutamin), laktat (dihasilkan dari proses anaerob
glikolisis di dalam otot dan sel darah merah), dan gliserol
(dari lipolisis) (Tortora, 2012).
11
D. Genetik
Diabetes melitus (DM) tipe satu yang disebabkan oleh defek
genetik fungsi dari sel beta, salah satunya adalah Maturity-Onset
Diabetes Of The Young (MODY), disebabkan oleh mutasi pada :
Gen Hepatocyte nuclear factor 4α (HNF4A)—MODYI, disamping
itu juga ada MODY 2-6 (Kumar et al, 2013).
Risiko DM tipe dua akan meningkat 2-6 kali lipat jika orang tua
atau saudara kandung mengalami penyakit ini. Sekitar 50% pasien
DM Tipe 1 mempunyai orang tua yang juga menderita DM, dan
lebih dari 1/3 pasien mempunyai saudara yang juga menderita DM,
sehingga faktor genetik (keturunan) berperan penting (Sudoyo,
2014).
E. Usia
Menurut Berhman (2012), usia bayi tidak menuntut
kemungkinan terjadi beberapa mekanisme fisiologis terkait dengan
kadar (penurunan dan peningkatan) glukosa darah, dikarenakan
sistem organ di dalam tubuh bayi belum sempurna sepenuhnya
disamping terdapatnya kondisi patologis.
Penurunan sensitivitas insulin terjadi pada usia dewasa tua
sampai dengan lansia (> 36 tahun) dari pada dewasa muda (17–36
tahun). Dilihat menggunakan hyperinsulinemic-euglycemic glucose
clamp (HEGC), (Kalyani dan Egan, 2013).
Semakin bertambah usia, perubahan fisik dan penurunan fungsi
tubuh akan mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masalah gizi pada usia
lanjut sebagian besar merupakan masalah gizi berlebih dan
kegemukan/obesitas yang memicu timbulnya penyakit degeneratif
termasuk DM (Kasper et al, 2012).
F. Jenis Kelamin
12
Metabolisme laki-laki lebih besar jika dibandingkan perempuan.
Saat menstruasi, peningkatan kadar progesteron dapat menyebabkan
resistensi insulin sementara, akibatnya kadar glukosa darah lebih
tinggi dari normal. Kadar estrogen yang tinggi dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap insulin, sehingga kadar glukosa darah dapat
lebih rendah dari normal (Guyton, 2016).
G. Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh merupakan indeks sederhana dari berat
terhadap tinggi badan (kg/m2) yang secara umum diklasifikasikan
menjadi kurang (<18,50), normal (18,50 – 24,99), lebih (≥ 25.00)
dan obesitas (≥ 30.00) (WHO, 2004).
Di dunia, setidaknya 2,8 juta orang meninggal setiap tahunnya
sebagai akibat dari berat badan berlebihan atau obesitas. Berat badan
berlebih dan obesitas akan menimbulkan beberapa mekansime
metabolik terkait nutrisi yang pada akhirnya bisa berefek pada
tekanan darah, kolesterol, trigliserida, dan resistensi insulin (WHO,
2019).
H. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu (1) Aktivitas fisik
berat, merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan minimal
selama 10 menit sampai denyut nadi dan napas meningkat lebih dari
biasanya, contohnya ialah mendaki gunung, lari cepat. (2) Aktivitas
fisik sedang, apabila melakukan kegiatan fisik (contohnya: menyapu,
mengepel) minimal lima hari atau lebih dengan durasi beraktivitas
minimal 150 menit dalam satu minggu. (3) Selain kriteria di atas
maka termasuk aktivitas fisik ringan (contohnya seperti menulis,
jalan santai) (WHO, 2010).
13
Studi cross-sectional oleh sakung et al (2018), menggunakan
analisis tes spearman menunjukkan jik aktivitas fisik berat memiliki
hubungan terhadap penurunan kadar glukosa darah.
I. Tekanan Darah
Normalnya tekanan darah dewasa adalah sistolik (120/90)-
diastolik (80/60) [Joint National Committee 7 (JNC 7), (2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Midha et al (2015), menjelaskan jika
tekanan darah sistolik (pre-hipertensi) tidak telalu berbeda antara
orang dengan normoglikemik dan prediabetes, sedangkan untuk
diastolik bernilai lebih tinggi. Studi cross-sectional oleh Yan et al
(2016), menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara subjek
hipertensi dengan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) dan DM
dibandingkan dengan GPD.
J. Penyakit yang Terkait dengan Glukosa Darah
Penyakit terkait glukosa darah bisa disebabkan karena tinggi dan
rendahnya glukosa dalam tubuh. Hal tersebut terjadi karena banyak
faktor yang telibat mulai tingkat seluler, jaringan, organ (terkait
metabolisme dan pemanfaatan glukosa), dan sistem organ
(bagaimana peran seluruh organ di dalam tubuh dalam
mempertahankan nilai adekuat dari glukosa), diantanya ada penyakit
hati, kardiovaskuler, terkait pencernaan, ginjal, riwayat dan
menderita diabetes melitus (Scalon, 2007).
Kondisi penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) adalah
50-60 mg/dL (Perkeni, 2015), selain itu terdapat kondisi kenaikan
glukosa darah (hipergliklemia) yang disebabkan salah satu penyakit
yaitu diabetes melitus. Kriteria DM menurut Pekeni (2015) yaitu:
a. Glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, atau;
b. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl 2-jam, atau;
14
c. Gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik
(poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya), atau;
d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5%.
Pada diabetes melitus terdapat dua defek metabolik utama yang
mendasarinya, yaitu:
a. Resistensi Insulin
Resistensi insulin merupakan penurunan kemampuan
jaringan perifer untuk merespon insulin (Kumar et al, 2013).
Penelitian terhadap terjadinya resistensi insulin yang dilakukan
oleh Boden et al (2015), menyimpulkan apabila dengan
pemberian diet karbohidrat sebesar 50% (dari total kalori sebesar
6206 ± 256 kkal/hari) selama 7 hari terhadap 6 sampel pria sehat
dan berat badan normal, akan mengalami peningkatan glukosa
darah puasa tiap harinya. Penelitian tersebut juga menemukan
kenaikan secara cepat insulin pada hari ke 2, setelah itu
kenaikannya bersifat konstan. Terjadi penurunan ± 50%
sensitivitas insulin setelah 7 hari pemberian nutrisi berlebihan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hajifaraji dan Rnutr (2008)
yang memberian makanan dengan indeks glikemik tinggi selama
6 hari terhadap 16 responden dengan kadar glukosa normal.
Homeostasis Model Assessment of Insulin Resistance Index
(HOMA-IR) digunakan pada penelitian ini dan ditemukan
terjadinya kenaikan secara cepat insulin pada hari ke 2, namun
menurun pada hari ke 4, akan tetapi terjadi kenaikan kembali
secara konstan kadar insulin setelah hari ke 4 sampai 6.
b. Disfungsi Sel Beta Pankreas
Sekresi insulin tidak cukup setelah terjadi resistensi insulin
dan hiperglikemia (Kumar et al, 2013). Bila tidak ada insulin,
15
semua aspek pemecahan dan penggunaan lemak sebagai sumber
energi akan sangat meningkat. Keadaan ini normal bahkan terjadi
di antara waktu makan saat sekresi insulin minimum, namun
menjadi sangat berlebihan pada keadaan diabetes melitus saat
sekresi insulin hampir nol.
K. Mekanisme Lainnya
a. Dehidrasi
Ketika tubuh kekurangan cairan, maka tubuh akan melakukan
kompensasi dengan cara mengaktifkan sistem renin-angiotensin.
Angiotensin II kemudian akan merangsang pelepasan vasopresin
yang memiliki reseptor di hati dan di pulau langerhans pankreas.
Vasopresin merangsang proses glukoneogenesis dan pelepasan
glukagon sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah
(Sherwood, 2013).
b. Pendidikan dan Pengetahuan
16
Tingkat pendidikan dan pengetahuan bukan faktor mutlak
dalam menjaga asupan gizi tubuh dengan baik, namun tingkat
berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan terhadap gizi yang
dikonsumsi 1,27 kali lebih tinggi dari pada tingkat berpendidikan
yang lebih rendah. Faktor dari eksogen dan endogen seperti
lingkungan pendidikan, keluarga, pertemanan, aktivitas fisik
akan mempengaruhi tingkat pendidikan tersebut terhadap
pengetahuan gizi yang dikonsumsi (Irawan, 2010).
17
golongan utama dari karbohidrat berdasarakan ukuran
molekulnya:
1. Monosakarida
Monosakarida ialah karbohidrat yang paling sederhana
Tortora (2012). Menurut Almatsier (2009), ada tiga jenis
yang penting dalam ilmu gizi, yaitu: (1) Glukosa, merupakan
monosakarida yang paling umum ditemui dan molekul yang
paling penting sebagai sumber energi bagi sel. Glukosa dapat
diperoleh dari sari buah, hidrolisis pati, gula tebu atau bit,
maltosa dan laktosa (Murray et al, 2014). (2) Galaktosa dan
Fruktosa, merupakan monosakarida yang bisa diubah
menjadi glukosa di dalam tubuh manusia melalui sel hati
yang digunakan untuk sel (Stanfield, 2013). Galaktosa
diperoleh dari sumber hidrolosisi laktosa. Sedangkan
fruktosa diperoleh dari sumber seperti sari buah, hidrolisi
gula bit atau tebu dan inulin, isomerasi enzimatik sirup
glukosa untuk pembuatan makanan (Murray et al, 2014).
2. Disakarida
Disakarida merupakan gula sederhana yang terbentuk dari
ikatan dua monomer monosakarida. Disakarida dicerna
menjadi monosakarida dan kemudian digunakan untuk
produksi energi (Sherwood, 2013). Beberapa jenis dari
polisakarida adalah (1) Sukrosa, disebut juga gula dari tebu,
terbuat dari ikatan kovalen glukosa dan fruktosa; (2) Laktosa,
terbuat dari ikatan kovalen glukosa dan galaktosa, dapat
diperoleh dari susu dan banyak sediaan farmasi (obat); (3)
Maltosa, terbuat dari ikatan kovalen 2 glukosa, dapat
diperoleh dari hidrolisis enzifmatik pati (amilasi); gandum
dan sereal (Scalon, 2007).
18
3. Polisakarida
Polisakarida merupakan gula kompleks yang terbentuk
dari molekul yang mengandung puluhan atau ratusan
monosakarida. Tidak seperti gula sederhana, polisakarida
biasanya tidak mudah mudah larut dalam air dan tidak terasa
manis (Tortora, 2012). Beberapa jenis dari polisakarida
adalah (1) Glikogen, polisakarida utama di dalam tubuh
manusia, ketika selesai makan karbohidrat tinggi, glukosa
darah akan naik. Kelebihan glukosa tersebut akan diubah dan
disimpan sebagai glikogen di dalam hati dan otot rangka; (2)
Pati, terbentuk dari rantai cabang molekul glukosa yang
berasal dari tanaman. Layaknya disakarida, polisakarida
seperti glikogen dan pati dapat dipecah menjadi
monosakarida melalui proses hidrolisis; (3) Selulosa,
dibentuk dari dinding sel tanaman. Namun, manusia tidak
mempunyai enzim untuk mencerna selulosa, hasilnya akan
melewati sistem pencernaan tanpa ada perubahan.
c. Gula Tambahan
Gula tambahan adalah gula yang ada pada berbagai jensi
makanan kemasan industri seperti minuman soft drink, makanan
(biskuti, permen, seral) dan banyak lainnya.
d. Soft drink
Kandungan tinggi gula pada minuman soft drink meyebabkan
kelebihan glukosa dalam darah, yang kemudian dalam jangka
waktu tertentu (tergantung faktor endogen dan eksogen lain)
disimpan di hati dan otot sebagai glikogen. Jika simpanan
glikogen hati dan otot melebihi batas normal, glukosa sisanya
diubah menjadi asam lemak dan gliserol, yang digunakan untuk
membentuk trigliserida, terutama di jaringan adiposa (lemak).
19
Selain itu juga akan mengakibatkan berbagai kondisi patologis
apabila dikonsumsi secara berlebihan (Sherwood, 2013).
e. Alkohol
Metabolisme alkohol (etanol) melibatkan enzim alkohol
dehidrogenase (ADH) yang terutama terdapat di hati. Proses
perubahan etanol menjadi asetaldehid menghasilkan zat reduktif
Nikotinamid adenin dinukleotida (NADH) yang berlebihan di
hati (Katzung, 2010). Peningkatan NADH ini mengganggu
proses glikogenolisis. Alkohol juga dapat menggangu kerja
enzim yang berperan dalam proses glukoneogenesis dan
lipogenesis (Stanfield, 2013).
f. Teh.
Studi cross-sectional yang dilakukan Maruyuwama et al
(2008) menunjukkan hubungan kebiasaan konsumsi green tea
3% dengan kadar glukosa darah puasa yang lebih rendah dari
pada konsumsi 1% setiap harinya. Konsumsi 2 hari 3,33 gram
green tea dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial
(Lahirin et al, 2014).
B. Perokok Aktif
Perokok aktif (setiap hati, beberapa kali, dan bekas perokok)
adalah orang yang telah menghisap 100 batang rokok dalam
hidupnya atau yang saat ini merokok (Amin, 2010). Penelitian
cross-sectional dilakukan Sari et al (2018), menunjukkan adanya
peningkatan GDP, GDPT dan HbA1C (lebih tinggi 23,64 mg/dL)
pada perokok aktif dibandingkan dengan yang bukan perokok aktif.
Merokok secara aktif menyebabkan perubahan pada sekresi insulin
(oleh sel beta pankreas) dan resistensi insulin, menyebabkan
gangguan metabolisme glukosa yang pada akhirnya menyebabkan
20
penyakit metabolik salah satunya adalah diabetes melitus (Sliwinska
- Mosson dan Milnerowicz, 2017).
C. Penggunaan Farmakologi
Beberapa obat dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah,
di antaranya adalah obat antipsikotik, steroid, beta-blocker, vitamin
C, dan diuretik tiazid [American Diabetes Association (ADA),
(2018)]. Penggunaan antipsikotik dikaitkan dengan kejadian
hiperglikemia, kemungkinan disebabkan oleh penambahan berat
badan akibat resistensi insulin (Katzung, 2010). Kortisol dan
glukokortikoid meningkatkan kecepatan glukoneogenesis hingga 6
sampai 10 kali lipat (Katzung, 2010).
21
Tabel 2-2. Klasifikasi kadar glukosa darah puasa kapiler (Sudoyo,
2014)
Tabel 2-4. Klasifikasi kadar uji HbA1C pada plasma darah (ADA,
2018).
22
Hasil (%) Interpretasi
< 5,7 Normal
5,7 - 6,4 Prediabetes
≥ 6,5 Diabetes
23
Pengambilan sampel darah untuk pengukuran kadar glukosa
biasanya dilakukan dengan melakukan insersi kanula ke dalam vena
dengan menggunakan spuit atau bevel. Pengambilan ini biasanya
dilakukan pada salah satu vena pada lengan yaitu vena mediana
kubiti. Setelah di ambil darah akan dimasukkan ke dalam sebuah
tabung untuk di periksa lebih lanjut (Chairlan, 2011).
Pada keadaan tertentu, pengukuran glukosa darah memakai
cara vena tidak dapat digunakan, misalnya dalam melakukan
skrining kepada masyarakat luas untuk terapi DM. Dalam keadaan
seperti ini maka diperlukan cara lain untuk melakukan pengukuran
glukosa darah. Beberapa peneliti mengajukan cara pengukuran darah
melalui cara kapiler agar masyarakat lebih mudah bisa mengontrol
glukosanya sendiri sehingga mendekati batas normal (Meinisasti,
2017).
2.2. Soft Drink
Soft drink merupakan minuman yang secara umum terdiri dari berbagai
jenis kandungan dan komposisi, diantaranya berkarbonasi, pemanis yang
bisa terdiri dari gula, high-fructose cone syrup, ekstrak buah, pengganti gula
alami (gula buatan), atau kombinasi dari beberapa jenis terebut (Malik et al,
2010). Soft drink juga dapat mengandung beberapa zat lain seperti kafein,
pewarna, pengawet, dan lain sebagainya.
Terminologi “soft” berbeda dengan “hard (minumal beralkohol)”,
meskipun beberapa soft drink megandung alkohol, akan tetapi alkohol
tersebut harus mengandung kurang dari 0,5% dari total volume minuman
(Emmins, 1991). Salah satu soft drink berpemanis yang penting dibahas
dalam penelitian ini terkait pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah
adalah jenis cola.
2.2.1. Kritera Konsumsi Soft drink
24
Kriteria konsumsi soft drink menggunakan Food Frequency
Questionnare (FFQ) yang dinilai dengan mengevaluasi catatan minum
satu kaleng 250-373 ml (atau setara) 1 kaleng (330) minuman soft drink
berpemanis jenis cola (sukrosa 33 gram atau energi total 140 kkal) dan
tidak berpemanis jenis cola (sukrosa 0 g) (Fenwick et al, 2018). Konsumsi
soft drink dikategorikan oleh FFQ seperti pada tabel dibawah ini.
2.2.2. Deskripsi Soft drink (Berpemanis dan Tidak Berpemanis) Jenis Cola
2.2.2.1. Soft drink Berpemanis Jenis Cola
Cola berpemanis merupakan soft drink berkarbonasi (tidak
mengandung alkohol) yang dibuat dengan mengabsorbsikan
karbondioksida ke dalam air berserta komposisi bahan lainnya (CCAI,
2019).
25
Gambar 2-4. Bentuk dan warna soft drink berpemanis dan tidak
berpemanis jenis cola (CCAI, 2019)
Tabel 2-6. Informasi nilai gizi soft drink berpemanis jenis cola 330 ml
(CCAI, 2019).
26
Tabel 2-7. Informasi nilai gizi soft drink tidak berpemanis jenis cola 330
ml (CCAI, 2019).
Tabel 2-7. Lanjutan Informasi nilai gizi soft drink tidak berpemanis jenis
cola 330 ml (CCAI, 2019).
Protein : 0g 0
Karbohidrat Total : 0g 0
Gula : 0g -
Natrium : 30 mg 2
2.2.2.3. Pengaruh Komposisi dan Nilai Gizi Soft drink Jenis Cola (Berpemanis
dan Tidak Berpemanis) Terhadap Tubuh
A. Air Berkarbonasi
Karbondioksida dapat meningkatkan citra rasa pada minuman
sehingga orang menikmati saat mengkonsumsinya. Pada saat larutan
dalam air, CO2 menurunkan pH menjadi sekitar 3,2-3,7 sehingga
memberikan rasa asam (CCAI, 2019).
Penelitian pada tahun 2006 konsumsi soft drink jenis cola dan
minuman berkarbonasi lain, dapat menurunkan densitas massa
tulang. Hal ini dikarenakan fosfor yang terkandung meningkatkan
kehilangan kalsium pada tubuh melalui ginjal.
27
Disamping itu dengan rendahnya asam bisa menyebabkan nyeri
perut apabila dikonsumsi > 3 kali dalam 1 minggu, namun tidak
menimbulkan hal tersebut bila dikonsumsi 3 kali dalam 1 bulan
(Murrell, 2018).
B. Energi Total Dan Karbohidrat Total (Gula/ Sukrosa)
Pada soft drink berpemanis jenis cola terdapat gula sejumlah 33
g dengan % AKG 11 menghasilkan energi total 140 kkal, sedangkan
soft drink tidak berpemanis jenis cola tidak mengandung gula (0 g)
(CCAI, 2019). Tiap gram glukosa menyediakan sekitar 3,75 kkal
energi (Henriksen et al., 2009).
American Hearth Association pada tahun 2014 juga
merekomendasikan sebaiknya konsumsi soft drink berpemanis tidak
lebih dari 450 kkal per 1 minggu. Pada konsumsi ringan,
menyebabkan lonjakan secara mendadak dari glukosa darah, insulin,
stres oksidatif dan apoptosis berbagai sel yang ringan (Bloomer et
al, 2016; Adeleke et al, 2013). Apabila konsumsi sedang sampai
berat (berulang secara teratur), pada akhirnya menyebabkan
hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang sedang sampai berat
(Bloomer et al, 2016; Adeleke et al, 2013; Malik et al, 2011).
C. Pewarna Karamel Kelas IV
Vollmuth (2017), penelitian terdahulu telah membuktikan jika
perbedaan kelas pewarna karamel tidak memiliki efek terhadap
toksikokinetik, genotosisitas, toksik sub-kronik, toksisitas pada
proses berkembang maupun fungsi reproduksi. Akan tetapi tetap
mematuhi aturan dari Food and Drug Administrations (FDA).
Pewarnaan karamel pada soft drink jenis cola telah
menunjukkan hubungan positif dengan risiko hipertensi atau tekanan
darah tinggi. Faktanya, penelitian The Journal of American Medical
Association menemukan bahwa bukan kafein dalam soda yang
28
meningkatkan tekanan darah, tetapi pewarna karamel yang mungkin
bertanggung jawab atas peningkatan risiko hipertensi (Wolfgang,
2005).
D. Pengatur Keasaman (Asam Fosfat)
Bertujuan untuk memberikan rasa asam pada minuman
berkarbonasi, memodifikasikan manisnya gula, berfungsi sebagai
pengawet, dan dapat mempercepat inversi gula dalam soft drink jenis
cola (Nuraeni, 2009).
E. Konsentrat Cola
Konsentrat cola adalah inti utama dari suatu bahan/zat dari soft
drink jenis cola. Tujuan utamanya adalah sebagai perasa sekaligus
sebagai pewarna. Konsentrat adalah bahan makanan yang
konsentrasi gizinya tinggi tetapi kandungan serat kasarnya relatif
rendah dan mudah dicerna (Nuraeni, 2009).
F. Natrium
Terdapat natrium pada soft drink berpemanis jenis cola sejumlah
20 mg % Angka Kecukupan Gizi (AKG) 1 dan soft drink tidak
berpemanis jenis cola 30 mg (% AKG 2). Karena sifatnya yang
mengikat air, natrium dapat membuat lebih banyak cairan yang
terikat di dalam tubuh, sehingga mengharuskan jantung memompa
lebih keras untuk mendorong darah ke seluruh tubuh. Konsumsi
natirum tinggi (> 2 gram per hari, setara dengan 5 gram garam per
hari) bisa menimbulkan kenaikan tekanan darah dan resiko penyakit
jantung dan stroke (WHO, 2012).
G. Kafein
Terdapat kafein pada soft drink berpemanis jenis cola sejumlah
24 mg dan soft drink tidak berpemanis jenis cola 32 mg. Pada
dasarnya dosis sampai 400 mg tetap aman pada dewasa, akan tetapi
hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi tubuh itu sendiri. Kafein
29
berfungsi sebagai zat yang beraksi dalam stimulasi sistem saraf
pusat, meningkatkan kewaspadaan, melawan kelelahan. Kafein dapat
meingkatkan metabolisme. kelebihan konsumsi kafein juga
memeiliki efek pada sakit kepala, tekanan darah tinggi, gangguan
tidur, menimbulkan adiksi, dengan kombinasi antara kafein dan
aspartam akan membentuk zat yang bekerja seperti kokain
(eksositoksin dilepaskan yang akan merangsang otak dengan cara
overstimulasi reseptor neuron) (Acheson et al, 2004).
2.3. Pengaruh Soft drink (Berpemanis dan Tidak Berpemanis) Jenis Cola
Terhadap Kadar Glukosa Darah
Kandungan gula yang terdapat pada soft drink berpemanis jenis cola
(sukrosa) akan diproses di dalam sistem pencernaan dan terjadi pemecahan
molekul sukrosa (disakarida) menjadi glukosa dan fruktosa (monosakarida),
hal yang tidak terjadi pada jenis yang tidak berpemanis. Kemudian hasil dari
pemecahan tersebut akan diabsorpsi dari saluran pencernaan dan masuk ke
dalam hati (Guyton, 2016). Hasil pencernaan sukrosa tersebut akan
diabsorbsi 2 kali lebih secara cepat dan dalam jumlah yang besar karena
sifatnya yang mudah dicerna dibandingkan dengan karbohidrat jenis lain
dengan volume yang sama (Bloomer et al, 2016; Adeleke et al, 2013).
Pada tingkat konsumsi yang ringan, akan menyebabkan lonjakan secara
mendadak dari glukosa darah, insulin (sekresi dan konsentrai insulin
prandial meningkat 2-3 kali dari kadar normal bila glukosa darah meningkat
diatas 100 mg/dL, dan konsentrasi insulin akan menurun sesuai dengan
penurunan glukosa darah), stres oksidatif dan apoptosis berbagai sel yang
ringan (Bloomer et al, 2016; Adeleke et al, 2013).
Pada tingkat konsumsi sedang sampai berat, akan menyebabkan lonjakan
glukosa darah secara mendadak berulang. Lonjakan berulang tersebut lebih
merusak tubuh daripada kadar glukosa tinggi stabil secara kronis. Fluktuasi
tersebut menyebabkan peningkatan stres oksidatif dan apoptosis berbagai
30
sel, khususnya sel β pankreas (terjadinya penurunan sensitivitas insulin atau
resistensi insulin) (Bloomer et al, 2016; Adeleke et al, 2013).
Ketika sel β sudah mengalami kerusakan (disfungsi), maka sulit dalam
meregulasi tingginya glukosa darah, pada akhirnya menyebabkan
hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang sedang sampai berat. Hal tersebut
akan terjadi berulang kemudian dan menjadi salah satu mekanisme utama
bagi seorang individu menderita diabetes tipe II (Bloomer et al, 2016;
Adeleke et al, 2013).
Jika konsumsi soft drink berpemanis pada tingkat yang ringan, meskipun
tetap terjadi lonjakan insulin relatif dan glukosa darah setiap konsumsi, tidak
akan secara langsung menyebabkan DM (Bloomer et al, 2016; Adeleke et
al, 2013; Malik et al, 2011).
Hasil beberapa studi observasional menjelaskan jika konsumsi soft drink
berpemanis (sukrosa lebih dari 25 mg/ hari) berulang secara teratur pada
tingkat sedang sampai berat (1 sampai dengan lebih dari 4 kali per minggu)
setidaknya selama 2 tahun memiliki hubungan lebih tinggi 3 kali untuk
terjadinya DM dan kenaikan berat badan (probesita dan obesitas) pada
dekade ke empat atau lebih dari pada konsumsi karbohidrat jenis lain dan
soft drink yang tidak berpemanis (Adeleke et al, 2013; Aeberli et al, 2011;
Lana et al, 2014; Malik et al, 2011; Odegaard et al, 2009; Ullah et al, 2018).
31
2.4. Kerangka Teori
Kadar Glukosa Darah
Gambar 2-5. Bagan Kerangka Teori
Pankreas
Absorbsi ↑ 2x lebih
↑ Insulin > 2-3x
cepat dan jumlah
besar dibanding
kabohidrat jenis lain
“Konsumsi Sedang-
dengan volume yang “Konsumsi Ringan” Berat”
sama (Stres oksidatif dan (Disfungsi sel β
apoptosis sel β pankreas sedang-berat
pankreas ringan) DM)
: Tidak Diteliti
33
Variabel Bebas Variabel Terikat
34
BAB III
METODE PENELITIAN
Keterangan
P1 : Pretest
X1 : Perlakuan I
X2 : Perlakuan II
P2 : Posttest
35
Gambar 3-1. Bentuk rancangan penelitian pretest-posttets with control
group (Riyanto, 2011)
36
3.3.2.2. Besar Sampel
Perkiraan besar sampel menggunakan rumus uji hipotesis terhadap
rerata dua populasi berpasangan (Sastroasmoro, 2014). Berikut ini
rumusnya:
(Z α +Z β)Sd 2
n=⃒ ⃒
d
Keterangan
Z : Kesalahan tipe 1 ditetapkan 5%, jadi deviat baku α =
α 1,96
Zβ : Kesalahan tipe 2 ditetapkan 10%, jadi deviat baku β =
1,44
Sd : Simpang baku dari rerata selisih = 28
d : Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna = 15
Maka,
(1,96+ 1,44 ) 28 2
n=⃒ ⃒
15
( 3,38 ) 28 2
¿⃒ ⃒
15
94,64 2
¿⃒ ⃒
15
¿ ⃒ 6,3 ⃒ 2
37
¿39
= 39 + 10%
n = 42 sampel
38
4. Mempunyai riwayat dan sedang menderita penyakit hati, gastritis,
kardiovaskuler dan respirasi, terkait pencernaan, ginjal, dan diabetes
melitus.
5. Dalam masa penggunaan farmakologi dan zat lain seperti steroid dan
vitamin C.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent) penelitian ini adalah konsumsi soft drink.
2. Variabel terikat (dependent) penelitian ini adalah kadar glukosa darah.
3.5.2. Definisi Operasional
Tabel 3-1. Definisi Operasional
Definisi Alat Cara Hasil Skala
No Variabel
Operasinal Ukur Ukur Ukur Ukur
1. Variabel a. Konsumsi soft Checklist Mengisi 1. Minum Nominal
Bebas: drink maksimal konsumsi checklist 2. Tidak
Konsumsi selama ≤ 10 soft drink konsumsi minum
Soft drink. menit sampai soft drink
habis yang
dibagi menjadi:
1. Kelompok
Perlakuan
I:
Konsumsi
soft drink
berpemanis
jenis cola
isi bersih
330 ml.
39
Tabel 3-1. Lanjutan Definisi Operasional
2. Kelompok
Perlakuan
II:
Konsumsi
soft drink
tidak
berpemanis
jenis cola isi
bersih 330
ml.
b. Kelompok III
(Kontrol):
40
Tidak diberikan
soft drink.
2. Variabel Kadar glukosa darah Glukometer Selisih Hasil Rasio
Terikat: adalah hasil angka ukur
Kadar pengukuran glukosa dalam dalam
Glukosa darah puasa (≥ 8 satuan mg/dL
Darah. jam) pada semua mg/dL
kelompok (I, III dan Normal :
III): ≤90
a. Pretest: Glukosa Terganggu :
darah puasa nol 90-99
(0) menit, Tidak
dikatakan Normal
normal apabila ≥100
konsentrasinya
< 90 mg/dL
41
3.6. Instrumen dan Bahan Penelitian
Intrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan
data. Instrumen dalam peneltian ini adalah Lembar persetujuan (infromed
consent) menjadi sampel, lembar data penelitian dan checklist konsumsi soft
drink, kuesinoner penelitian, surat izin etika penelitian (ethical clearance),
glukometer, lancet, alat tulis kantor (ATK), stopwatch. Sedangkan bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah soft drink (berpemanis 330 ml
dan tidak berpemanis 330 ml) jenis cola, alkohol pad, darah kapiler jari ke 3
dan 4 sampel.
42
3.7. Cara Kerja Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Al-Azhar Mataram periode 2016 sampai dengan 2018
yang berjumlah 126 orang (FK UNIZAR, 2019). Dari populasi diatas, akan
ditentukan sampel menggunakan metode teknik purposive sampling
(Notoatmodjo, 2014).
Sebelum memulai penelitian, peneliti membuat surat izin etika penelitian
(ethical clearance) kepada Komite Etika Penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Al-Azhar Mataram. Kemudian, peneliti menjelaskan
tujuan penelitian secara umum (untuk apa penelitian ini dilakukan) dan
peneliti meminta persetujuan subjek penelitian dengan mengisi dan
menandatangani lembar persetujun (informed consent) untuk menjadi
sampel. Subjek penelitian yang telah bersedia dan memenuhi criteria
selanjutnya akan dijadikan sampel penelitian.
Setelah itu sampel harus mengisi lembar data penelitian, kuesioner
penelitian dan dinilai apakah termasuk ke dalam kriteria inklusi atau
eksklusi. Penilaian kadar glukosa darah puasa pada pretest sekaligus juga
untuk menentukan apakah subjek masuk ke dalam kriteria inkulsi. Setelah
subjek masuk dalam kriteria inklusi, peneliti membagi 42 sampel menjadi 3
kelompok (14 sampel kelompok I, 14 sampel kelompok II, dan 14 sampel
kelompok kontrol).
Setelah pembagian kelompok tersebut, diberikan perlakuan berupa
konsumsi soft drink berpemanis 330 ml untuk kelompok I dan tidak
berpemanis 330 ml untuk kelompok II, sedangkan untuk kelompok kontrol
(III) tidak diberikan perlakuan. Diukur kembali kadar glukosa darah satu
jam (posttest) pada ketiga kelompok sampel. Kemudian didapatkan hasil dan
data diolah, dilakukan analisis data dengan tahapan editing, coding, entry
and processing, peneliti memperoleh hasil dan yang terakhir peneliti
melaporkan hasil.
43
Populasi: Sampling: Sampel
126 Mahasiswa Fakultas Non-Probability Penelitian:
Kedokteran Universitas Purposive Sampling 42 Sampel
Islam Al-Azhar
Pretest:
Mengukur glukosa Surat
Ekskulsi darah puasa “ethical
clearance”
Inklusi
Menjelaskan
Penelitian
Kelompok III Secara Umum
Kelompok I Kelompok II
(Kontrol)
Analisis data
Hasil
44
3.8. Analisis Hasil
Analisis data merupakan salah satu bagian terpenting dari sebuah
penelitian. Tujuan analisis data ini adalah untuk memperoleh kesimpulan
dari suatu permasalahan yang diteliti. Pada penelitian ini, analisis data
dilakukan menggunakan komputer melalui program Statistical Package For
The Social Sciences (SPSS) for Windows, dengan analisis statistik sebagai
berikut (Notoatmodjo, 2014):
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh untuk dikumpulkan. Dilakukan pada tahap pengumpulan data
atau setelah data terkumpul (Notoatmodjo, 2014).
2. Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri atas beberapa kategori (Notoatmodjo, 2014).
3. Data Entry and Processing
Entry Data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan
ke dalam program komputer yang telah ditetapkan. Setelah semua data
penelitian terkumpul, dilakukan analisis data (processing) dengan uji
statistik dengan cara sebagai berikut (Dahlan, 2015):
a. Analisis Univariat
Bertujuan untuk menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian.
Analisis yang digunakan adalah distribusi frekuensi masing-masing
variabel bebas dan terikat dengan menggunakan ukuran proporsi.
Variabel yang akan dianalisis univariat adalah distribusi yang didapat
pada variabel bebas dan terikat (Dahlan, 2015).
45
Tabel 3-2. Analisis Univariat berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Usia Persentase
Frekuensi Rerata Usia
(Tahun) (%)
Total
46
Kelompok III (Kontrol)
b. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan terhadap dua variabel untuk mengetahui
adanya perubahan yang signifikan. Dalam penelitian ini akan
dibandingkan distribusi silang antara kedua variabel yang berhubungan,
yaitu pengaruh konsumsi soft drink terhadap kadar glukosa darah.
Kemudian akan dilakukan uji statistik untuk menyimpulkan apakah
hubungan antara kedua variabel tersebut bermakna atau tidak (Dahlan,
2015).
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur
perbedaan pretest dan posttest pada setiap kelompok (I sampai III)
adalah uji Repeated Anova jika distribusi data normal, apabila tidak
normal akan menggunakan uji non-parametrik Friedman. Kemudian
untuk membandingkan hasil pretest dan posttest pada setiap kelompok (I
sampai III) menggunakan uji One Way Anova jika distribusi data normal,
apabila tidak normal akan menggunakan uji non-parametrik Kruskal-
Wallis (Dahlan, 2015).
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer
Statistical Package For The Social Sciences (SPSS) (Dahlan, 2015).
Kriteria pengujian terhadap hasil penelitian ini berdasarkan p value
(probabilitas), yang dilakukan dengan cara:
a. Hipotesis diterima apabila nilai p value ≤ α 0,05.
b. Hipotesis ditolak apabila nilai p value > α 0,05.
Tabel 3-3. Rerata kadar glukosa darah sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok I, II dan III (Dahlan, 2015)
47
Glukosa Darah
(mg/dL)
95% Value
Pretest Posttest
n N n %
Soft drink
Kelompok I
Kelompok II
Kontrol
Kelompok III
48
kerahasiaanya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset (Notoatmodjo, 2014).
4. Balancing harms and benefits (memperhitungkan manfaat dan kerugian
yang ditimbulkan)
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal
mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subyek penelitian pada
khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang
merugikan bagi subyek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus
dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stres,
maupun kematian subjek penelitian (Notoatmodjo, 2014).
49
Oktobe
Juli Agustus September
r
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
2. Pengajuan Judul
Proposal
3. Penyusunan Proposal
Penelitian
4. Persetujuan proposal
oleh pembimbing
5. Seminar proposal
penelitian
6. Revisi proposal
penelitian
7. Persetujuan proposal
oleh pembimbing dan
penguji
8. Pengajuan Ethical
clearance
9. Penelitian
10. Konsultasi hasil
penelitian
11. Sidang KTI
Daftar Pustaka
Adeleke, I.A., Acheson K.J., Gremaud, G., Meirim, I., Montigon, F., Krebs, Y.,
Fay, L.B., Gay, L.J., Olaniyan, O.O, Adeosum, O.G., 2013. Effect Of Glucose
Contents Of Selected Soft drinks On Plasma Glucose Level Of Adolescent
Healthy Nigerian Subjects. Nigeria: J. Wilolud: 7 (1): 2-6.
50
Acheson, K., Gremaud, G., Meiring, I., Montigon, F., Krebs, Y., Fay, L.B., Gay,
L.J., Schenite, P.,sxhindler, c., tappy, l. Metabolic effects of caffeine in
humans: lipid oxidation or futile cycling. Am J Clin Nutr 2004;79:40–6
Aeberli, I., Gerber, P.A., Hochuli, M., Kohler, S., Haile, S.R., Gouni-Berthold, I.,
Berthold, H.K., Spinas, G.A., Berneis, K., 2011. Low To Moderate Sugar
Sweetened Beverage Consumption Impairs Glucose And Lipid Metabolism
And Promotes Inflammation In Healthy Young Men: A Randomized
Controlled Trial. M. J. Clin Nutr: 94:479–85.
Amin M., 2010. Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair
RSUD Dr. Soetomo : Surabaya.
Auliya ,P., Oenzil, F., Rofinda, Z. 2016. Gambaran Kadar Gula Darah pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang Memiliki Berat
Badan Berlebih dan Obesitas. Dapat diakses pada
51
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/571/461. Diakses
pada tanggal 1 Juni 2019.
Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C., 2013. Robbins Basic Pathology. 9 edition.
Elsevier Saunders: Canada.
Berhman, R.E., Kliegman, R., Arvin, A.M., 2012. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak.
Edisi 15. EGC: Jakarta.
Bloomer, R.J, Peel, S.A., Moran, R.G., Macdonnchadh, J,. 2016 . Blood Glucose
And Insulin Response To Artificially-And Sugar-Sweetened Sodas In Healthy
Men. Integr Food Nutr Metab. Volume 3 (1): 268-272
Boden, G., Homko, C., Barreto, C.A., Stein, P., Chen, X., Cheung, P., Fcchio, C.,
Koller, S., Merali, S., 2015. Excessive Caloric Intake Acutely Causes
Oxidative Stress, GLUT4 Carbonylation, And Insulin Resistance In Healthy
Men. Science Translational Medicine: 9 2015: 7-304.
Coca Cola Amatil Indonesia (CCAI)., 2019. Coca-cola. Dapat Diakses Pada
Http://Coca-Colaamatil.Co.Id/. Diakses Pada Tanggal 2 Maret 2019.
Dahlan, M.S., 2015. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke 12.
Epdidemiologi Indonesia: Jakarta.
52
Emmins, C., 1991. Soft drink, The Origin And History. Shire Publication Ltd:
USA.
Fenwick, E.K., Gan, A.T., Man, R.E., Sabnayagam, C., Preetum G,M., Khoo, K.,
Aravindhan, A., Franzco, T.Y., Lamoureux, E.L., 2018. Diet Soft drink Is
Associated With Increased Odds Of Proliferative Diabetic Retinopathy.
Clinical And Experimental Ophthalmology: 46: 767–776.
Guyton, C.A., Hall, E.J., 2016. Buku Ahar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 12.
Elsevier: Singapore..
Hajifaraji, M., Rnutr, A.R., 2008. The Effect Of High And Low Glycemic Index
Diets On Urinary Chromium In Healthy Individuals: A Cross-Over Study.
Archives Of Iranian Medicine: 2008: 57 – 64
Henrikson J. E., & Bech-Nielsen H., 2009. Blood Glucose Levels. Dapat Diakses
Pada https:// www.netdoctor.co.uk/ conditions/ diabetes/ a836/ blood glucose
levels /.Diakses pada tanggal 21 Februari 2019.
53
Idris, A.M., Jafar, N., Indriasari, R., 2014. Pola Makan Dengan Kadar Gula
DarahPasien DM Tipe 2. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin. J. Unhas. 100-124.
Irawan, D., 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
2di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis
UI: 22-26.
Kalyani, R.R., Egan, J.M., 2013. Diabetes And Altered Glucose Metabolism With
Aging. Endocrinol Metab Clin North Am. 42(2): 333–347.
Kasper, D.L., Hauser, S.L., Jamson, J.L., Fauchi, S.A., Longo, D.L., Loscalzo, J.,
2012. Harriosns, Principles Of Internal Medicine. 19 Edition. Mc Graw Hill:
USA.
Katzung, B.G., 2010. Farmakologi Dasar & Klinik. Edisi 10. EGC: Jakarta.
54
Lahirin, R., Permadhi, I., Mudjihartini, N., Rahmawati, R., Sugianta, R., 2014.
Additional Benefit Of Higher Dose Green Tea In Lowering PostprandialBlood
Glucose. Medical Journal Of Indonesia Vol. 24, No. 2 June 2015.
Malik, V., Popkin, B., Bray, G,. Pierredespr ́es, J., Willett, W., Frankb, D., 2010
Sugar-Sweetened Beverages And Risk Of Metabolic Syndrome And Type 2
Diabetes. Care.Diabetesjournals.Org: 11.
Maruyawama, K., Iso, H., Sasaki, S., Fukino, Y., 2008. The Association Between
Concentrations Of Green Tea And Blood JCBN Ournal Of Clinica
Biochemistry And Nutrition. J. Clin. Biochem. Nutr., 44, 41–45.
Midha, T., Krishnam, V., Katiyar, P., Kaur, S., Martolia, D.S., Pandey, U., Rao,
Y.K., 2015. Correlation Between Hypertension And Hyperglycemia Among
Young Adults In India. World J Clin Cases; 3(2):171-179.
Murray, R.K., Bender, D.A., Botham, K.M., Kennelly, P.J., Rodwell, V.W., Weil,
P.A., 2014. Biokimia Harper. Ed.29. EGC: Jakarta.
Murrell, D., 2018. Carbonated Water. Dapat diakses pada https:// www.
healthline. com/health/food-nutrition/is-carbonated -water-bad-for-
you#takeaway. diakses pada tanggal 1 maret 2019.
55
Notoatmojdo, S., 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed. Rev. Rineka Cipta:
Jakarta.
Nuraeni, P., 2009. Proses Produksi Minuman Berkarbonasi: Magang Di Pt. Coca -
Cola Bottling Indonesia Central Java. Uns-F. Pertanian Prog. Diii Teknologi
Hasil Pertanian-H.3106091-2009.
Odegaard, A., Koh, W., Arakawa, K., Yu, M.C., Pereira, M.A,. 2009. Soft drink
And Juice Consumption And Risk Of Physician-Diagnosed Incident Type 2
Diabetes. American Journal Of Epidemiology: Vol. 171, No. 6.
Rachmawati, N., 2015. Gambaran Kontrol Dan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Melitus Di Poliklinik Penyakit Dalam Rsj Prof. Dr. Soerojo
Magelang. Dapat diakses pada
http://eprints.undip.ac.id/51927/1/Skripsi_Nita_Rachmawati_PDF.pdf.
Diakses pada tanggal 1 Juni 2019
56
Sakung, J.M., Sirajuddin, S., Zulkifli, A., Rahman, S.A., Sudargo, T., 2018.
Physical activity is associated with lower blood glucose level in high school
teachers in Palu, Indonesia. Int. J. of Community Medicine and Public Health.
5(8):3176-3179.
Sari, M.I., Sari, N., Darlan, D.M., Prasetya, R.K., 2018. Cigarette Smoking And
Hyperglycaemia In Diabetic Patients. Acedonian Journal Of Medical Sciences
; 6(4):634-637.
Sliwinska - Mosson, M., Milnerowicz, H., 2017. The Impact Of Smoking On The
Development Of Diabetes And Its Complications. Diabetes & Vascular
Disease Research: 14(4) 265–27.
Sudoyo, A.W., Alwi, I., Simadibrata, M., Setyohadi, B., Syam, A.F., 2014. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Internal Publishing, Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam: Jakarta.
57
Top Brand Award., 2019. Konsumsi Minuman Ringan di Indonesia. Dapat diakses
pada http://www.topbrand-award.com/. Diakses pada tanggal 1 maret 2019.
Ullah, W.M., Rehman, A., Sindhu, F., Siddiq, W., Sharma, M., Vyas, A.,
Dawoodi, S., 2018. Intake Of Sugar-Sweetened Beverages And Effect On
Health. Int. J. Of Advance Reseach: 6(8), 1170-1174
Vollmuth, T.A., 2017. Food and Chemical Toxicology: Caramel color safety – An
update. Published by Elsevier Ltd: USA: (2018) 578–596
Wolfgang, C., 2005. Habitual Caffeine Intake and the Risk of Hypertension in
Women. JAMA, 294: 2330-2335.
World Health Organization (WHO)., 2019. Indeks of BMI. Dapat Diakses Pada
https://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/bmi_text/e. Diakses pada tanggal 28
Februari 2019.
World Health Organization (WHO)., 2012. Guideline: Sodium intake for adults
and children, 2012. Dapat diakses pada https://www.who.int/news- room/fact-
sheets/detail/salt reduction. Diakses pada tanggal 1 maret 2019.
58
Available at The Lancet. Dapat Diakses Pada http://apps. who. int/bmi /index.j
sp?intro Page=intro_3. html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2019.
Yan, Q., Sun, D., Li, X., Chen, G., Zheng, Q., Gu, C., Feng, B., 2016. Association
Of Blood Glucose Level And Hypertension In Elderly Chinese Subjects: A
Community Based Study. BMC Endocrine Disorders: (2016) 16:40.
59
Lampiran 1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
LEMBAR PERSETUJUAN
(Informed Consent)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Angkatan :
Peneliti Responden
Kelompok X ………………………………
Checklist
60
Konsumsi Soft
drink 330 ml
No Sampel
IYA TIDAK
KUESIONER PENELITIAN
Nama :
Umur : Tahun
Nomor Sampel :
BB : Kg
TB : m
TD (Sistole/Diastol) : mmHg
Indeks Massa Tubuh (IMT) : Kg/m2
61
a. Ya
b. Tidak
2) Apakah dalam 2 jam sebelum penelitian ini saudara mengkonsumsi
minuman yang mengandung alkohol, teh, dan kopi ? Jika ada salah satu
maka pilih iya.
a. Ya
b. Tidak
62
B. KUESIONER RIWAYAT MEROKOK
1. Apakah saudara saat ini merokok ?
a. Ya
b. Tidak
C. KUESIONER AKTIVITAS FISIK
1. Apakah 10 menit sebelum penelitian ini berlangsung saudara melakukan
aktivitas fisik berat (seperti lari cepat, angkat beban) ?
a. Ya
b. Tidak
A. KUESIONER RIWAYAT PENYAKIT
1. Apakah anda mempunyai riwayat dan sedang menderita penyakit hati,
jantung, pembuluh darah dan pernafasan, terkait pencernaan, ginjal, dan
diabetes melitus (kencing manis)? Jika ada salah satu maka pilih iya.
a. Ya
b. Tidak
B. KUESIONER PENGGUNAAN FARMAKOLOGI DAN ZAT LAIN
1. Apakah anda dalam masa penggunaan obat-obatan dan zat lain seperti
(insulin, antipsikotik, steroid, beta-blocker, vitamin C, dan diuretik tiazid)?
Jika ada salah satu maka pilih iya.
a. Ya
b. Tidak
63
Lampiran 5. Data Sampel Hasil Penelitian
Kelompok
Karakteristik Kelompok I Kelompok II Kelompok
III/ Kontrol
n % n % n %
Umur
Angkatan
BB
TB
TD
IMT
64
Lampiran 6. Hasil Uji Statistik
65
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
66