Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KELOMPOK 1 PPD

PERKEMBANGAN SOSIAL INDIVIDU

Nama Anggota Kelompok:

1. DAVIT ARITONANG
2. FEBY CYNTIA SILALAHI
3. HELEN SINURAYA
4. RAFIKA YANA
5. SITI AISYAH

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
PENDIDIKAN GEOGRAFI
OKTOBER 2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

MEDAN,27 OKTOBER 2021

KELOMPOK 1

2
DAFTAR ISI
COVER ..........................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR....................................................................................................................2

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................4

1. Latar Belakang .......................................................................................................................4


2. Rumusan Masalah ..................................................................................................................4
3. Tujuan ....................................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................................5

1. Apa pengertian dari perkembangan sosia............................................................................5


2. Bagaimana perkembangan sosial anak usia dini..............................................................5-7
3. Bagaimana perkembangan sosial anak-anak..................................................................7-10
4. Bagaimana perkembangan sosial remaja......................................................................10-16
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial..............................16-18

BAB III PENUTUP .....................................................................................................................19

1. Kesimpulan .......................................................................................................................19
2. Saran .................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku yang
berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian dari kelompoknya. Di dalam
perkembangan sosial, anak dituntut untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan
tuntutan sosial di mana mereka berada. Tuntutan sosial yang dimaksud adalah anak dapat
bersosialisasi dengan baik sesuai dengan tahap perkembangan dan usianya, dan
cenderung menjadi anak yang mudah bergaul.
Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki kemampuan untuk
bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar
tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak
melalui kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya baik
orang tua, saudara, teman sebaya ataupun orang dewasa lainnya.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari perkembangan sosial?
2. Bagaimana perkembangan sosial anak usia dini?
3. Bagaimana perkembangan sosial anak-anak?
4. Bagaimana perkembangan sosial remaja?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial?

3. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengertian perkembangan sosial.
2. Mengetahui perkembangan sosial anak usia dini.
3. Mengetahui perkembangan sosial anak-anak.
4. Mengetahui perkembangan sosial remaja.
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial.

4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Perkembangan Sosial
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat
kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi material,
melainkan pada segi fungsional. Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-
perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya
atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif dan
berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”.
Perkembangan menunjuk kepada perubahan yang progresif dalam organisme bukan saja
perubahan dalam segi fisik (jasmaniah) melainkan juga dalam segi fungsi misalnya
kekuatan dan koordinasi. Dengan demikian berarti kita dapat mengartikan bahwa
perkembangan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi-fungsi.
Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial
(zoon politicon). Syamsuddin (1995:105) mengungkapkan bahwa "sosialisasi adalah
proses belajar untuk menjadi makhluk sosial", sedangkan menurut Loree (1970:86)
"sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan
dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan
kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain
di dalam lingkungan sosialnya".
Muhibin (1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses
pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga,
budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978:250) mengutarakan bahwa
perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan
tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma,
nilai atau harapan sosial".
Secara singkat dapat dikatakan bahwa perkembangan sosial anak adalah suatu
proses dalam kehidupan anak untuk berperilaku sesuai dengan norma atau aturan dalam
lingkungan kehidupan anak.

2. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini


Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang
merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan.
Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan
perkembangan anak secara individual.Masa peka adalah masa terjadinya kematangan
fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan.
Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan
kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral.
Perkembangan sosial individu mengikuti suatu pola, yaitu urutan perilaku sosial
yang teratur, di mana pola tersebut sama untuk setiap anak secara normal. Dalam

5
perkembangan sosial anak terdapat beberapa ciri dalam setiap periodenya. Berikut adalah
ciri yang merupakan karakter perkembangan sosial pada masa bayi dan masa prasekolah.

A. Perkembangan Sosial Anak Pada Masa Bayi


Pertumbuhan selama masa bayi yang baru lahir sebenarnya sudah hampir
sepenuhnya berhubungan dengan pemenuhan keinginan jasmaniahnya. Akan
tetapi, juga dengan cepat sekali dia mulai merespons terhadap tingkah lakunya
sendiri sebagai pemenuhan keinginannya. Walaupun cara merespons sederhana,
namun sudah memberikan tanda tentang permulaan adanya kesadaran terhadap
barang atau objek yang ada di sekitarnya.
 1-2 bulan :Belum mampu membedakan objek dan benda
 3 bulan :otot mata sudah kuat dan mampu melihat pada orang atau objek
yang diikuti mampu membedakan suara tersenyum bila orang yang
dikenalnya datang
 4 bulan :mampu memperlihatkan tingkah laku memperhatikan orang
bicara tertawa dengan orang di sekitarnya
 5-6 bulan: tersenyum dengan bayi lain bereaksi berbeda terhadap suara
yang ramah dan tidak
 7 bulan :Kadang-kadang menjambak, agresif, mencakar
 8 bulan:Memegang, melihat, merebut benda
 9 bulan : Mengikuti suara-suara dan tingkah laku yang sederhana
 10-13 bulan :bermain dengan permainan mengenal larangan
 14-18 bulan: tertarik terhadap bayi lain ingin dekat dan berkomunikasi
dengan orang dewasa
 19-24 bulan:mampu melakukan aktivitas sederhana,menggunakan alat
permainan sebagai alat untuk hubungan sosial,bermain bersama tanpa
interaksi

B. Perkembangan Sosial Selama Prasekolah


Karakteristik perkembangan sosial anak pada masa prasekolah, antara lain:
 membuat kontak sosial dengan orang di luar rumah
 mulai senang membentuk kelompok
 ingin dekat dan berkomunikasi dengan orang dewasa
 terjadinya cooperative play
 memilih teman bermain
 mengurangi tingkah laku bermusuhan

Anak secara berangsur-angsur sudah dapat menunjukkan ciri khas dalam


berinteraksi dengan orang lain atau objek lain (pengaruh lingkungan). Dalam masa ini
kesadaran sosial berkembang dengan lamban. Anak bersikap peka terhadap sikap

6
orang lain terhadap dirinya. Dia akan merespons kepada orang yang menaruh
perhatian dan memberi pujian kepada dirinya. Akan tetapi, tingkah laku tersebut
timbul untuk kepentingannya sendiri, bukan karena ia suka kepada pribadi yang
memberikan perhatian atau pujian, karena di masa ini ia tinggal dalam alamnya yang
sempit di mana pengalaman dan pemahaman masih sederhana. Inilah masa kehidupan
anak yang penting, kebiasaan merespons sosial yang terjadi selama tahun pertama ini
yang membuat pola tingkah lakunya melawan atau menolak yang diinginkannya pada
masa berikutnya.

C. Perkembangan Sosial Selama Taman Kanak-Kanak


pada saat ini anak ternyata memiliki kemampuan untuk memilih kawan
bermainnya dan ia sudah dapat menyesuaikan tingkah lakunya bila bermain
dengan teman yang berbeda jenis kelaminnya. Akan tetapi, biasanya mereka
mencari teman bermain dengan jenis kelamin yang sama. Alasan mereka
berteman adalah karena memiliki kesamaan dalam hal minat, kegiatan bermain,
dan tingkat yang sama dalam perkembangan mentalnya. Juga biasanya pada saat
pulang ke rumah, ia akan memceritakan semua pengalaman yang terjadi di
sekolah kepada orang tuanya. Di sinilah pentingnya peranan orang tua untuk
membiasakan diri memberi perhatian dengan penuh kasih sayang dalam
menanggapi cerita anak-anaknya, agar si anak dikemudian hari dalam
menghadapi masalah tidak ragu-ragu untuk mengungkapkan kepada anggota
keluarganya. Juga peranan guru sangat penting, karena ia sebagai pengganti orang
tua, maka pada saat taman kanak-kanak ia harus menunjukkan kasih sayang dan
perhatian kepada para muridnya.

3. Perkembangan Sosial Anak-Anak


Semakin bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks. Dengan
demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.” Dari kutipan diatas
dapatlah dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin kompleks
perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain.Masa
anak-anak (childhood) berlangsung pada usia 6 tahun hingga tiba saatnya individu
menjadi matang secara seksual.
Dari perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain.
Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya. Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide
dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk
kepada orangtuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan
mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang
semestinya menurut alam pikirannya.
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam
bentuk-bentuk interaksi sosial diantarannya:

7
1) Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai
dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan
mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat
hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka
anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang
tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent
menuju kearah independent.
2) Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata
(verbal). Agresi merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa
kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini
diwujudkan dengan menyerang seperti; mencubit, menggigit, menendang dan lain
sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresivitas anak dengan
cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak
yang agresif maka agresivitas anak akan semakin meningkat.
3) Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau
perilaku anak lain.
4) Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan
serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau
cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5) Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain.
Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada
usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6) Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada
usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap
ini semakin berkembang dengan baik.
7) Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap
bossiness. Wujud dari sikap ini adalah; memaksa, meminta, menyuruh,
mengancam dan sebagainya.
8) Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya.
9) Simpati (Sympaty)
8
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian
terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.

Permulaan pendidikan formal ketika memasuki sekolah dasar bukan hanya menambah
kesempatan untuk meningkatkan perkembangan sosialnya, tetapi juga akan menimbulkan
kemampuan untuk menyesuaikan diri, ssehingga dapat mendorong untuk bertingkah laku sesuai
dengan yang diinginkan oleh masyarakat. Salah satu jalan pemecahannya terletak kepada
bimbingan guru yang terampil dan yang simpatik.

Anak yang berumur antara 6-12 tahun biasanya memperlihatkan penyesuaian diri yang
luar biasa terhadap lingkungan sosialnya yang selalu berubah. Pada umur 6 tahun anak tersebut
mengalami kebingungan karena taraf kesadaran sosial dan kemampuannya untuk menyesuaikan
diri dengan pola sosial yang diterima di sekolah berbeda dengan pengalaman yang diterima
sebelumnya seperti tingkat perkembangan fisiknya, tingkat ketajaman mental, dan tipenya.

Apa pun pola perkembangan yang terjadi, pda saat ia memasuki SD kelas 1, ia sudah
diliputi oleh banyak masalah yang berkaitan dengan perkembangan sosialnya. Kemajuan
diperoleh melalui SD. Selama tahun-tahun pertama, biasanya mereka membentuk kelompok 4-5
orang, meskipun sering muncul perbedaan pendapat dan pertengkaran, tetapi ia akan
memberikan kesetiaannya kepada kelompoknya bila ada gangguan dari kelompok lain. Pada saat
anak-anak menginjak kelas pertengahan, ukuran anggota kelompoknya akan bertambah, yaitu
kira-kira 6-8 orang, sudah mulai ada pemisahan jenis kelamin, anak laki-laki biasanya
digerakkan oleh minat dan hobi yang sama seperti olahraga, petualangan, dan lain-lain,
sedangkan anak perempuan cenderung lebih berminat dengan urusan rumah tangga. Sejak umur
11-14 tahun, kelompoknya akan semakin meluas dan relatif terorganisasi. Pada masa inilah ada
istilah gang yang dibentuk dalam kelompok dan yang masing-masing diberi nama sandi, ada
lencana kelompok, peraturan anggota, tempat bertemu tertentu, pimpinan yang diakui, dan tujuan
yang spesifik atau kegiatan sosial yan bercorak kelompok sosial remaja. Dengan demikian, rasa
kesatuan kelompoknya semakin kuat. Anak-anak ini merasa bebas bila berada didalam
kelompoknya juga ia tunduk dengan pimpinan kelompok tersebut, sehingga ia akan
menyesuaikan tingkah lakunya. Formasi dari kelompok yang serupa inilah yang akan menandai
minat dikemudian hari pada pembentukan persaudaraan di sekolah menengah dan perguruan
tinggi, perkumpulan masyarakat, organisasi politik, dan masyarakat atau sosial orang dewasa.

Sebaliknya bagi anak yang terisolasi akan bisa menimbulkan kesulitan bagi dirinya dalam
mengikuti kegiatan anak yang normal, karena ia bersifat peka. Anak tunggal mungkin akan
memperlihatkan hal seperti ini. Biasanya anak seperti ini memperoleh peraturan yang ketat di
rumah dan orang tua dengan keras membentuk tingkah laku anak. Apabila bertemu kasus seperti
ini, guru di sekolah dapat memberi bimbingan melalui konseling.

9
Tibanya akhir masa anak-anak sulit untuk diketahui secara tepat kapan periode ini
berakhir, karena kematangan seksual sebagai kriteria yang digunakan untuk memisahkan masa
anak-anak dan pubertas timbulnya tidak selalu sama pada setiap anak. Salah satu penyebabnya
adalah karena perbedaan kematangan seksual. Biasanya anak laki-laki mengalami masa anak-
anak lebih lama dibandingkan anak perempuan. Secara umum masa akhir anak-anak pada
perempuan berlangsung antara usia 6–13 tahun berarti rentang waktunya sekitar 7 tahun.
Sedangkan bagi anak laki-laki berlangsung antara 6–16 tahun, berarti rentang waktu sekitar 8
tahun.

Ketika seseorang memasuki akhir masa anak-anak maka biasanya para orang tua mulai
memberikan waktunya yang lebih sedikit. Menurut suatu investigasi tentang banyaknya waktu
yang digunakan orang tua bersama anak, maka waktu yang dihabiskan oleh orang tua untuk
mengasuh, mengajar, berbicara dan bermain dengan anak-anak yang telah memasuki masa akhir
kurang dari setengah waktu yang dihabiskan ketika anak masih lebih kecil (Hill & Stafford,
1980). Pada umumnya anak-anak pada masa akhir, lebih diarahkan dalam mengerjakan tugas-
tugas sederhana secara sendiri. Misalnya pekerjaan-pekerjaan membersihkan kamar,
membersihkan dapur, dan lain-lain. Selain dengan adanya kegiatan-kegiatan seperti itu
menyebabkan interaksi dengan orang tua menjadi berkurang.

Perubahan-perubahan pada kehidupan orang tua seperti, kedua orang tua yang bekerja,
perceraian, single parent, sangat mempengaruhi hakikat interaksi orang tua dengan anak pada
masa akhir anak-anak. Ketika tuntutan pengasuhan mulai berkurang biasanya para ibu akan
lebih memilih kembali karir atau memulai suatu kegiatan baru. Hal ini menyebabkan waktu
yang harusnya lebih diberikan untuk membimbing dan mengasuh anak malah digunakan untuk
kegiatan pengembangan karir khususnya bagi para ibu.

4. Perkembangan sosial Remaja


Masa remaja awal atau masa puber adalah periode yang unik dan khusus yang ditandai
dengan perubahan-perubahan perkembangan yang tidak terjadi dalam tahap-tahap lain dalam
rentang kehidupan. Umumnya usia remaja awal ini berkisar antara 12 sampai dengan 14
tahun.
Masa remaja disebut juga masa adolesensi yang berarti tumbuh ke arah dewasa. Masa
remaja itu merupakan masa transisi, baik dari sudut biologis, psikologis, sosial, maupun
ekonomis. Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan gejolak dan keguncangan. Pada
masa ini timbul minat kepada lawan jenisnya dan secara biologis alat kelaminnya sudah
produktif.
Ciri-ciri yang penting pada masa puber adalah sebagai berikut:
 Masa remaja awal merupakan masa tumpang tindih.Karena mencakup tahun akhir
masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja. Sehingga perilaku yang
ditampilkan agak sukar untuk dibedakan.
 Masa remaja awal merupakan periode yang singkat

10
Dibandingkan dengan banyaknya perubahan yang terjadi di dalam perkembangan
manusia maka masa puber merupakan periode yang paling singkat, yaitu sekitar
dua sampai empat tahun.
 Masa puber merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang
pesat.Perubahan-perubahan yang sangat pesat ini akan menimbulkan dampak
pada anak. Misalnya timbul keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman
dan dalam beberapa hal memungkinkan timbulnya perilaku negatif.
 Pada masa ini terjadi kematangan alat-alat seksual.Dengan tumbuh dan
kembangnya fungsi-fungsi organ maka ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang,
seperti mulai tumbuhnya rambut pubis, dan perubahan suara. Pada anak Dalam
perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak: satu yaitu
memisahkan diri dari orang tua dan yang lain adalah menuju ke arah teman-teman
sebaya. Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berturutan
meskipun yang satu dapat terkait pada yang lain. Hal itu menyebabkan bahwa
gerak yang pertama tanpa adanya gerak yang kedua dapat menyebabkan rasa
kesepian.perempuan mulai memasuki masa menstruasi dan mulai tumbuhnya
buah dada.

Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak: satu yaitu
memisahkan diri dari orang tua dan yang lain adalah menuju ke arah teman-teman sebaya. Dua
macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berturutan meskipun yang satu dapat terkait
pada yang lain. Hal itu menyebabkan bahwa gerak yang pertama tanpa adanya gerak yang kedua
dapat menyebabkan rasa kesepian.

I. Kelompok Teman Sebaya


Percepatan perkembangan pada masa puber berhubungan dengan pemasakan seksual
yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum
memasuki masa remaja biasanya anak sudah mampu menjalin hubungan yang erat dengan
teman sebaya. Seiring dengan itu juga timbul kelompok anak-anak untuk bermain bersama
atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas kelompok anak sebelum pubertas adalah
bahwa kelompok tadi terdiri daripada jenis kelamin yang sama. Persamaan seks ini dapat
membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan yang berhubungan dengan perasaan
identifikasi yang mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa puber
anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai
kegiatan.
Perbedaan pertumbuhan anak laki-laki dan perempuan yang khas pada masa akhir anak-
anak akan memperlihatkan tanda-tanda kesadaran akan perbedaan kelamin. Anak
perempuan yang berumur 11-12 tahun bila bermain dengan anak laki-laki, mungkin akan
dipanggil tomboy, sebaliknya anak laki-laki akan disebut sissay. Karena anak perempuan
lebih cepat matang baik secara fisik maupun secara sosial bila dibandingkan anak laki-laki,
maka anak perempuan pada masa praremaja akan lebih cepat menemukan anak laki-laki

11
yang berkenan di hatinya. Akan tetapi, biasanya hal tersebut akan ia rahasiakan dari semua
temannya kecuali kepada temannya yang paling akrab. Sementara anak perempuan tersebut
ingin menarik perhatian laki-laki yang berkenan di hatinya, tetapi disamping itu ia juga bisa
mengkritik ketidaksopanan, ketidakdewasaan, dan sebagainya terhadap anak laki-laki
tersebut. Sebaliknya bagi anak laki-laki yang tadinya menganggap lawan jenis sebagai
gangguan, sekarang menjadi suatu daya tarik yang cukup merisaukan bagi dirinya.
Selama tahun pertama masa puber, seorang remaja cenderung memiliki keanggotaan
yang lebih luas. Dengan kata lain, teman-teman atau tetangga seringkali adalah anggota
kelompok remaja. Biasanya kelompoknya lebih heterogen daripada kelompok teman
sebaya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu
campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens
menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesi yang kuat
maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma kelompok tertentu. Namun hal ini
berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya. Karena pada masa ini ia lebih
mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada mengembangkan pola
pribadi. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma kelompok membuatnya sulit untuk
membentuk keyakinan diri.

II. Melepas diri dari orang tua

Biasanya remaja mencintai keluarganya, namun sering tingkah lakunya sangat berlawanan dari
yang diingini oleh keluarganya (terutama ibunya). Bagi kedua orang tuanya, anak tersebut masih
perlu diasuh, dilindungi, dan diawasi. Adapun bagi remaja, ia menganggap bahwa dirinya sudah
dewasa dan ia perlu suatu kebebasan yang lebih agar ia dapat menggali lapangan kegiatan yang
sebelumnya tidak dikenal, memilih kawan sendiri, dan membuat keputusan sendiri.Orang-orang
dewasa berusaha menyatakan kepada remaja apa yang sebaiknya diperbuat seperti jangan
merokok, jangan meminum minuman keras, jangan ke kafe dan bar, jangan pulang terlambat,
jangan lalai bila sudah membuat janji, jangan salah memilih kawan, jangan menghabiskan waktu
yang terlampau banyak di mal, dan lain-lain. Jadi, dalam segala hal anak muda selalu ditegur dan
diperingatkan atas akibat yang mengerikan mengenai tingkah lakunya jika ia tidak mematuhi
peringatan tersebut. Hal inilah yang dapat menimbulkan konflik dalam perebutan untuk saling
menguasai antara orang tua dan anaknya. Di lain pihak, karena anak berumur belasan tahun
mengikat kesetiaan yang kuat dengan keluarganya, ia tidak ingin orang lain atau bahkan teman
yang paling baik sekalipun untuk mengkritik keluarganya.Tuntutan untuk memisahkan diri dari
orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya merupakan suatu reaksi terhadap status
interim anak muda. Sesudah mulainya pubertas timbul suatu diskrepansi yang besar antara
kedewasaan jasmaniah dengan ikatan sosial pada milieu orang tua. Dalam keadaan seperti ini
banyak pertentangan-pertentangan antara remaja awal dengan orang tua, diantaranya:
Perbedaan standar perilakuRemaja awal sering menganggap bahwa standar perilaku orang
tuanya kuno sedangkan dirinya dianggap modern. Mereka mengharapkan agar orang tuanya mau
menyesuaikan diri dengan perilakunya yang modern.

12
 Merasa menjadi korban
Remaja sering merasa benci kalau status sosial ekonominya tidak memungkinkan
mempunyai simbol status yang sama dengan teman sebayanya. Seperti pakaian, sepatu,
accecoris, dan lain-lain. Pada usia ini ia paling tidak suka jika diperintah mengerjakan
pekerjaan di rumah.
 Prilaku yang kurang matang
Biasanya orang tua mengembangkan pola menghukum bila para remaja mengabaikan
tugas-tugas sekolah, melalaikan tanggung jawab dan jajan semaunya. Pelarangan dan
menghukum membuatnya benci kepada orang tua.
 Masalah palang pintu
Kehidupan sosial yang aktif menyebabkan ia sering melanggar peraturan. Seperti waktu
pulang dan mengenai dengan siapa dia berhubungan, terutama dengan lawan jenis.
 Metode Disiplin
Jika metode disiplin yang diterapkan orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan
maka remaja akan memberontak. Pemberontakan terbesar dalam keluarga terjadi jika
salah satu orang tua dominan daripada lainnya. Hal ini menyebabkan pola asuh
cenderung otoriter.

Menurut Maccoby (1984) sistem hubungan orang tua dan anak dalam keluarga berubah dari
hubungan regulasi menjadi hubungan yang coregulasi, dimana dalam hal ini orang tua telah
makin memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri pada anak. Hal ini bukan berarti
menghalangi hubungan yang koperatif antara orang tua dan anak-anaknya. Biasanya komunikasi
yang terjalin dengan ibu jauh lebih dekat daripada dengan ayah. Komunikasi dengan ibu meliputi
permasalahan sehari-hari, sedangkan permasalahan dengan ayah perasaan remaja dalam hidup di
masyarakat.

Dalam keadaan sudah dewasa secara jasmaniah dan seksual, remaja masih terbatas dalam
kemungkinan-kemungkinan perkembangannya, mereka masih tinggal bersama dengan orang tua
mereka dan merupakan bagian dari keluarga. Mereka secara ekonomik masih tergantung pada
orangtua, kadang-kadang sampai jangka waktu yang lama. Mereka belum bisa kawin, hubungan
seksual tidak dperkenankan sesuai dengan norma-norma agama dan sosial, meskipun mereka
sudah bisa mengadakan kencan-kencan dengan teman lain jenis. Mereka biasanya masih duduk
dalam bangku sekolah dan bila sudah bekerja belum mempunyai nafkah yang tetap. Dalam
keadaan ini dapatlah dimengerti bahwa mereka saling mencari teman sebaya karena mengerti
bahwa mereka ada dalam nasib yang sama. Seperti halnya sebelum timbulnya tingkah laku
sesuai jenis, yaitu umur 5-6 tahun, timbullah lagi kelompok-kelompok campuran (anak-anak
wanita dan anak-anak laki-laki). Tetapi alasan pembentukan kelompok campuran tadi lain
dengan waktu sebelumnya.

Anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki betul-betul ada dalam situasi yang sama, dalam status
interim yang sama. Mereka sama-sama berusaha untuk mencapai kebebasan, mereka punya

13
kecenderungan yang sama untuk menghayati kebebasan tadi sesuai dengan usia dan jenis
seksenya. Untuk pertama kalinya mereka merasa satu dan saling mengisi. Disamping itu untuk
pertama kalinya mereka merasa secara jelas tertarik pada jenis sekse yang lain. Hal ini
memberikan pada mereka penghayatan yang belum pernah dikenalnya lebih dahulu dan yang
mereka alami sekarang sebagai tanda-tanda status dewasa yang diinginkan. Untuk itu mereka
korbankan sebagian besar hubungan emosi mereka dengan orang tua dalam usaha untuk menjadi
wakil kelompok teman sebaya mereka.

Pada anak wanita pelepasan ini agak lebih sukar hal ini disebabkan adanya interaksi antara sifat
kewanitaanya dengan nilai-nilai masyarakat di sekelilingnya. Di Indonesia khususnya dalam
masyarakat Jawa anak wanita diharapkan untuk mencintai orang tua dan keluarga dalam arti
yang lebih, misalnya merawat, memelihara dan bertanggung jawab terhadap rumah dan
keluarga. Namun demikian bukan berarti bahwa anak wanita tidak mempunyai kesempatan yang
sama dalam masyarakat.

Dalam masa remaja awal ini, keinginan untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud
untuk menemukan dirinya sendiri. Menurut Erikson ditinjau dari perkembangan sosial
menamakan proses ini sebagai mencari identitas diri, yaitu menuju pembentukan identitas diri ke
arah individualitas yang mantap dimana hal ini merupakan aspek penting dalam perkembangan
diri menuju kemandirian.

Usaha remaja awal dalam mencapai originalitas juga sekaligus menunjukkan pertentangan
terhadap orang dewasa dan solidaritas terhadap teman sebaya. Prinsip emansipasi
memungkinkan bahwa kedua gerak antara menuju kemandirian dengan ketergantungan dengan
orang tua menimbulkan jarak antar generasi (generation gap) dan suatu kultur pemuda.

Jarak antar generasi yang dimaksudkan disini bukan berarti bahwa tidak ada hubungan baik.
Memang pada kenyataannya pada usia anak seperti ini orang tua sering tidak mengerti
melakukan hal-hal yang tidak seperti mereka harapkan. Biasanya pada saat ini mulai muncul
bibit-bibit pertentangan antara anak dan orang tua. Berdasarkan hasil penelitian perbedaan
pendapat antara anak dan orang tua antara lain penampilan, pemilihan teman, jam pulang sekolah
yang tidak tepat, kurang hormat terhadap orang yang lebih tua, dan lain-lain. Memang pada saat
ini remaja lebih progresif dibandingkan orang tuanya.

Anak-anak muda menunjukkan originalitasnya bersama-sama dalam berpakaian, berdandan atau


justru sama sekali tidak berdandan, gaya rambut, gaya tingkah laku, kesenangan musik, tingkah
laku konsumen, pertemuan-pertemuan dan pesta-pesta, untuk hal-hal ini semua mereka
memanifestasikan dirinya sebagai kelompok anak muda dengan gayanya sendiri.

Pengertian originalitas disini tidak boleh diartikan secara individual. Dalam pernyataan-
pernyataan mereka, mereka tidak individualistik maupun tidak kreatif, originalitas merupakan
sifat khas pengelompokkan anak-anakmuda (sebagai keseluruhan). Mereka menunjukkan
kecenderungan untuk memberikan kesan lain daripada yang lain, untuk menciptakan suatu gaya

14
sendiri, suatu sub kultur sendiri. Sub kultur ini kadang-kadang disebut kultur remaja yang dalam
hal-hal tertentu dapat bersifat anti kultur. Tetapi yang terakhir ini kebanyakan merupakan sifat
remaja dalam akhir masa tersebut. Permulaan masa remaja ditandai oleh kohesi kelompok yang
dapat begitu kuatnya hingga tingkah laku remaja betul-betul ditentukan oleh norma
kelompoknya.

● Remaja dalam waktu luang

Krisis originalitas remaja nampak paling jelas pada waktu luang yang sering disebut sebagai
waktu pribadi orang (remaja) itu sendiri.

Brightbill (1966) menamakan waktu luang tersebut sebagai suatu tantangan karena waktu tadi
merupakan waktu untuk bebas bagi seseorang. Pernah dipelajarkan bahwa sikap yang paling baik
adalah untuk menggunakan waktu itu sekreatif mungkin. Hal yang dapat dicatat adalah bahwa
para remaja mengalami lebih banyak kesukaran dalam memanfaatkan waktu luangnya itu
daripada anak-anak dan bahwa mereka lebih sering melakukan hal-hal ”to kill the time”. Waktu
luang dapat betul-betul bersifat membebaskan bila ia dihayati sebagai kesempatan untuk
mengembangkan diri dan untuk melepaskan ketegangan. Pada anak-anak memang sudah
dihayati demikian. Dalam permainan mereka menemukan baik pelepasan ketegangan maupun
pengembangan diri. Tetapi untuk dapat bermain kita harus dapat seperti anak-anak dan sifat khas
remaja adalah bahwa ia justru bukan anak-anak lagi. Dorongan remaja ke arah originalitas, ke
arah perwujudan diri yang asli yang berarti lain daripada anak dan lain daripada orang dewasa,
menyebabkan remaja untuk menggunakan waktu luangnya juga secara original.

Pengisian waktu luang dengan baik dengan cara yang sesuai dengn umur remaja, masih
merupakan masalah bagi kebanyakan remaja. Kebosanan, segan untuk melakukan apa saja
merupakan fenomena yang sering kita jumpai (Kmoers. 1966). Hal ini sering dinilai negatif
sebagai tanda desintegrasi dalam diri remaja. Sebetulnya dapat pula dipandang positif. Yaitu bila
hal tadi dipandang sebagai suatu tanda tidak puas terhadap tuntutan luar untuk melibatkan diri
dengan aktivitas-aktivitas yang dianggapnya tidak ada artinya. Hal ini merupakan sikap
penolakan terhadap tuntutan dunia luar untuk datang pada pendapat sendiri dan pada pilihan
sendiri mengenai kesibukan-kesibukan yang baginya lebih berarti.

Banyak remaja menyukai olahraga. Disitu remaja dapat menunjukkan originalitasnya karena ia
dalam tingkatan yang hampir profesional itu masih dapat bertindak secara main-main juga.
Dengan begitu dengan berlatih olahraga ia dapat bermain tidak sebagai anak-anak lagi, namun
juga belum sepenuhnya sebagai orang dewasa.

Remaja dapat melepaskan kelebihan energinya dalam berolahraga dan dalam menentukan
identitasnya, dapat membandingkan kemampuannya dengan teman-temannya. Sebagai fungsi
sampingan, maka dalam olahraga remaja juga dapat bergaul dengan teman-teman sebaya untuk
menghayati masa mudanya.

15
Dalam negara yang sedang membangun seperti Indonesia, remaja, yang juga disebut generasi
muda, mempunyai peranan yang sangat berarti. Semangat yang cukup tinggi untuk mencapai
suatu ideal tertentu dengan kerja yang tanpa pamrih dapat membuat remaja dapat menghasilkan
prestasi-prestasi yang baik yang berguna untuk pembangunan negaranya.

Dalam hubungan ini remaja mempunyai cukup banyak kesibukan yang produktif dalam waktu
luangnya. Organisasi-organisasi pemuda yang ada banyak di Indonesia bertujuan untuk
menghimpun tenaga remaja dan menyalurkannya kedalam kesibukan yang produktif.
Penyalahgunaan dari pada keadaan ini sudah barang tentu ada, yaitu bila pemimpin-pemimpin
himpunan pemuda tadi menggunakan pengaruhnya untuk kepentingan diri sendiri dan
mengarahkan kelompoknya untuk maksud-maksud yang kurang baik. Tetapi dalam keadaan
yang normal maka himpunan atau organisasi pemuda yang ada pada hampir setiap tempat di
Indonesia., disamping bermanfaat untuk memberikan sumbangan dalam pembangunan
negaranya, juga berfungsi sebagai pengembangan sikap sosial remaja. Ronda kampung,
mengadakan pertandingan antar kampung atau antar daerah, kerja gotong royong dan
sebagainya, memberikan penghayatan rasa sosial, rasa bertanggungjawab dan juga latihan u

5. Faktor-Faktor yang memengaruhi perkembangan sosial


1) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai
aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di
dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada
dasarnya keluarga merekayasa kehidupan budaya anak.Proses pendidikan yang
bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak di tentukan oleh keluarga.
Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan
yang lebih luas ditetapkan dan di arahkan oleh keluarga.
2) Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan
berbahasa ikut pula menentukan.Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan
baik di perlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu
menjalankan fungsinya dengan baik.
3) Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, memandang anak
bukan sebagai anak independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang
utuh dalam keluarga anak itu, ”ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan
sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku
didalam keluarganya.

16
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif
yang telah di tanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan
sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam
hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya“ mengakibatkan menempatkan
dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu
anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk
kelompok elit dengan normanya sendiri.
4) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberi warna kehidupan sosial anak
didalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam
arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak di pengaruhi oleh kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara
sengaja di berikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan
(sekolah).
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan sikap sosial
anak, karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak. Anak-anak menghabiskan
waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang harus
mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan
membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka (Santrock dalam Sinolungan).
Kepada peserta didik tidak saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,
tetapi dikenalkan pada norma-norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan
antar bangsa. Etika pergaulan dan pendidikan moral di ajarkan secara terprogram dengan
tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
5) Kapasitas mental : emosi dan inteligensi
Kemampuan berfikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,
memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi, berpengaruh sekali
terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi,
kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap paling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama
dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi.
Pada kasus tertentu, seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan kelompok
sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur yang lebih
tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat “menganggap” dan
“memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.
6) Teman sebaya
Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk
mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam
17
kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak
adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain. menurut
Muijs dan Reynolds (2008:201) Hubungan sebaya sangat penting bagi perkembangan
anak. Teman memberikan companionship (perkawanan) dan dukungan, memungkinkan
anak untuk mengambil bagian di dalam kegiatan-kegiatan sosial-rekreasional yang tidak
dapat dilakukan sendiri, yang penting bagi perkembangan keterampilan sosial anak.
Pendidikan yang baik tentu akan memberi sumbangan yang baik pula pada semua
bidang pertumbuhan individu.
7) Keragaman budaya
Bagi perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar pengaruhnya bagi
mental dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan prilaku anak didik selalu
dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Pada
masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh budaya-
budaya yang berkembang di masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah prilaku
yang positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku yang negatif.
8) Media Massa
Media massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi prilaku
masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat besar pengaruhnya bagi
perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang anak dapat mengalami
masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat. Media massa dapat merubah
prilaku seseorang ke arah positif dan negatif.
Faktor Pendukung perkembangan anak, antara lain :
 Terpenuhi kebutuhan gizi pada anak tersebut,
 Peran aktif orang tua,
 Lingkungan yang merangsang semua aspek perkembangan anak,
 Peran aktif anak,
 Pendidikan orang tua.

BAB III

18
PENUTUP
1. Kesimpulan

perkembangan sosial anak adalah suatu proses dalam kehidupan anak untuk berperilaku
sesuai dengan norma atau aturan dalam lingkungan kehidupan anak.

Perkembangan sosial anak usia dini, terbagi menjadi :

 perkembangan sosial anak pada masa bayi


 Perkembangan sosial selama prasekolah
 Perkembangan sosial selama taman kanak-kanak

Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk


interaksi sosial diantarannya:

 Pembangkangan (Negativisme)
 Agresi (Agression)
 Berselisih (Bertengkar)
 Menggoda (Teasing)
 Persaingan (Rivaly)
 Kerja sama (Cooperation)
 Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
 Mementingkan diri sendiri (selffishness)
 Simpati (Sympaty)

Masa remaja disebut juga masa adolesensi yang berarti tumbuh ke arah dewasa. Pada masa ini
timbul minat kepada lawan jenisnya dan secara biologis alat kelaminnya sudah produktif. Dalam
perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak: satu yaitu memisahkan diri
dari orang tua dan yang lain adalah menuju ke arah teman-teman sebaya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial, antara lain:

 Keluarga
 Kematangan
 Status sosial ekonomi
 Pendidikan
 Kapasitas mental : emosi dan inteligensi
 Teman sebaya
 Keragaman budaya
 Media Massa
2. Saran

19
Untuk perbaikan makalah selanjutnya, diperlukan lebih banyak referensi untuk mengetahui dan
memahami lebih jauh tentang perkembangan sosial anak usia dini, anak-anak, dan remaja.

DAFTAR PUSTAKA

20
Djaali. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Fajarsyah, Y. 2013. Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar. Diakses
melalui  http://eckaneumandiani.blogspot.com/2013/03/perkembangan-sosial-anak-sekolah-
dasar.html Tanggal 9 Maret 2013.
Gani, D. 2012. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini. Diakses
melalui  http://dadanggani.blogspot.com/2012/03/perkembangan-sosial-anak-usia-dini.html T
anggal 28 Maret 2012.
Hartono, Agung dan Sunarto. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Haryanto. 2011. Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini. Diakses
melalui http://belajarpsikologi.com/aspek-aspek-perkembangan-anak-usia-dini/ Tanggal 15
Desember 2011.
http://gurupintar.ut.ac.iddownloaddoc_download113-perkembangan-sosio-anak-usia-
dini.html.
Monks, F.J. 1982. Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University

21

Anda mungkin juga menyukai