Anda di halaman 1dari 3

Dalam kerangka mengelimininasi risiko operasional, perbankan diwajibkan menerapkan sistem

manajemen risiko yang memadai. Pada bagian ini hanya akan dibahas mengenai sistem pengendalian
risiko di bidang akuntansi. Sistem manajemen risiko di bidang akuntansi dilakukan dengan menerapkan
pengendalian internal secara berlapis-lapis, antara lain:

- Pengendalian internal melalui struktur organisasi

- Pengendalian internal melalui prosedur

- Pengendalian internal melalui sistem

5.2.1 Pengendalian Internal Melalui Sistem

Pengendalian risiko melalui sistem dilakukan, baik melalui sistem operasional perbankan maupun
melalui sistem aplikasi komputer perbankan. Keduanya dilakukan dengan banyak cara, antara lain:

a. Komputer yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi jasa perbankan (workstation) harus
didaftarkan terlebih dahulu ke dalam sistem komputer sentral (bost), sehingga hanya komputer
(workstation) yang sudah terdaftar saja yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi jasa
perbankan.

b. Pencatatan ke dalam sistem komputer sentral, tidak hanya mencakup komputer yang digunakan, akan
tetapi juga petugas-petugas yang diperkenankan menggunakan komputer transaksi jasa perbankan
(users). Petugas-petugas yang diperkenan melakukan transaksi jasa perbankan (users) identitasnya telah
dicatatkan ke dalam sentral komputer (host), sehingga hanya petugas yang diberikan wewenang saja
yang dapat menggunakan komputer untuk melakukan transaksi jasa perbankan.

c. Selanjutnya petugas yang diperkenankan melakukan transaksi jasa perbankan, tidak dapat
sembarangan menggunakan aplikasi jasa perbankan. Petugas-petugas yang diberi kewenangan
menggunakan komputer untuk melakukan transaksi jasa perbankan (users), masing-masing diberikan
menu aplikasi jasa perbankan yang berbeda menurut jenis pekerjaannya (tugas dan tanggung
jawabnya). Sehingga secara umum menu aplikasi perbankan dibedakan menjadi aplikasi yang
berhubungan dengan transaksi keuangan dan aplikasi transaksi nonkeuangan. Aplikasi transaksi
keuangan inilah yang memberikan kewenangan kepada seorang petugas bank untuk melakukan
pencatatan pembukuan langsung dari aplikasi perbankan. Misalnya apabila nasabah melakukan
penyetoran secara tunai, maka petugas bank akan menggunakan menu aplikasi setoran tunai produk
tabungan, maka secara otomatis pembukuan setoran tersebut langsung akan dicatat dalam siklus
akuntansinya. Petugas yang diberikan kewenangan ini antara lain adalah teller di suatu kantor cabang.
Sedangkan petugas yang diberikan kewenangan menggunakan aplikasi transaksi nontunai, hanya dapat
menggunakan aplikasi tersebut untuk melakukan kegiatan nontransaksi keuangan seperti pembukaan
rekening, melihat saldo simpanan, pencetakan saldo ke dalam buku tabungan, dan sebagainya.
d. Petugas teller yang diberikan kewenangan melakukan transaksi pembukuan keuangan tersebut
diberikan kewenangan secara terbatas uai dengan pengalaman, kemampuan dan integritasnya kepada
perusahaan. Artinya bahwa pemberian kewenangan melakukan transaksi pembukuan tersebut dalam
jumlah/nilai yang sudah ditentukan oleh atasannya. Misalnya seorang teller junior diberikan
kewenangan melakukan persetujuan pembayaran (approval) sebesar Rp 10.000.000 maka setiap
pengeluaran kas sampai dengan jumlah Rp 10.000.000 dapat langsung dilakukan oleh feller yang
bersangkutan. Sedangkan apabila pembayaran lebih dari Rp 10.000.000 harus meminta persetujuan
kepada pejabat yang lebih tinggi (Supervisor). Dalam hal ini sistem akan memblokir kewenangan teller
sampai jumlah yang telah ditetapkan.

5.2.2 Pengendalian Internal Melalui Prosedur

Sistem pengendalian internal melalui prosedur diterapkan antara lain dengan menerapkan konsep
maker, checker, dan signer (MCS) dalam setiap transaksi keuangan; pemisahan tugas (separation of
duty); dan pengawasan ganda (dual-control).

a. Konsep maker, checker dan signer (MCS) menjamin bahwa pemrosesan transaksi keuangan dilakukan
dengan saksama sehingga dapat diselesaikan secara benar dan tepat. Maker adalah petugas yang
menyiapkan dokumen keuangan, checker adalah petugas yang melakukan pengecekan atas kebenaran
isi dokumen keuangan, dan signer adalah petugas yang memberikan persetujuan (approval) atas
dokumen keuangan tersebut. Mungkin saja fungsi checker dan signer dilakukan oleh petugas yang sama
karena jumlah nilai transaksinya relatif kecil. Hal ini ditetapkan dalam surat keputusan pemberian
wewenang kepada petugas-petugas tertentu yang dilakukan secara tertulis. Sedangkan maker dan
checker tidak boleh dirangkap oleh petugas yang sama, karena kalau ini dilakukan tujuan pengawasan
menjadi tidak tercapai. Dengan demikian dalam konsep MCS setiap transaksi harus melibatkan minimal
2 (dua) orang, baik itu nasabah dengan petugas bank, maupun seluruhnya petugas bank. Misalnya:
seorang nasabah tabungan mengambil tabungannya sebesar Rp 1.000.000 maka nasabah mengisi
kuitansi pengambilan (dalam hal ini nasabah bertindak sebagai maker), petugas bank (teller) melakukan
verifikasi atas pengisian kuitansi, nomor rekening, bukti diri dan tandatangan serta mencocokan dengan
data yang ada di bank. Dalam hal ini petugas bank (teller) bertindak sebagai checker. Apabila jumlah
pengambilan tersebut masih dalam batas kewenangan teller, maka teller sekaligus bertindak sebagai
petugas yang memberikan persetujuan/aproval (signer). Dalam hal ini teller sekaligus bertindak sebagai
checker dan signer. Apabila jumlah pengambilan tersebut melebihi kewenangan teller (misalnya
pengambilan Rp 100 juta), maka yang bertindak sebagai signer adalah pejabat atasannya (Supervisor).

b. Pemisahan tugas (separation of duty) adalah pengawasan yang dilakukan untuk menjamin proses
yang benar tidak akan dikorbankan karena adanya kepentingan pribadi. Ada dua jenis pemisahan tugas,
yaitu pemisahan tugas dalam satu bagian atau satu seksi dan pemisahan tugas antarbagian atau
antarseksi yang berlainan. Singkatnya penerapan pemisahan tugas (separation of duty) dilakukan
dengan cara bahwa petugas yang mengelola uang kas tidak diperkenankan membuat bukti-bukti
pengeluaran uang kas, dan sebaliknya pihak yang berwenang membuat bukti pembukuan tidak
diperkenankan mengelola uang kas. Misalnya: bagian rumah tangga membeli BBM untuk kendaraan
dinas, maka petugas yang membuat kuitansi untuk pembayaran BBM adalah petugas rumah tangga.
Selanjutnya checker dan signer dilakukan oleh atasan dari petugas pembuat kuitansi di bagian rumah
tangga. Kuitansi yang telah disetujui tersebut dibawa ke teller untuk mendapatkan pembayaran. Dengan
demikian terjadi pemisahan tugas antara bagian rumah tangga dan teller.

c. Pengawasan ganda adalah pengawasan yang dilakukan dengan dua jenis pengawasan, yaitu
pembuatan dua dokumen yang berbeda dari sumber yang sama selanjutnya kedua dokumen tersebut
dicocokan satu sama lain; dan penjagaan ganda (dual custody) yang dilakukan dengan menunjuk dua
orang untuk dapat melakukan pengawasan. Pembuatan dua dokumen yang berbeda dari sumber yang
sama antara lain diterapkan pada transaksi-transaksi untuk keperluan internal bank. Misalnya: transaksi
pengambilan uang kas untuk keperluan internal bank menggunakan kuitansi ganda, satu lembar untuk
kepentingan unit kerja yang melakukan pengambilan uang kas untuk bahan pertanggungjawaban
kepada atasannya dan satu lembar digunakan oleh teller untuk bukti pertanggungjawaban pengeluaran
uang kas kepada atasannya pada hari tersebut. Keduanya akan dicocokkan kembali oleh pejabat yang
lebih tinggi.

5.2.3 Pengendalian Internal Melalui Struktur Organisasi

Semakin besar suatu organisasi bank semakin besar transaksi keuangan yang dilakukan. Untuk
membantu mengatasi transaksi keuangan yang berjumlah besar pada umumnya bank menggunakan
teknologi komputer dalam aplikasi pembukuannya. Bahkan dapat dikatakan tidak ada satu bank pun
saat ini yang tidak menggunakan teknologi komputer dalam pembukuan keuangannya. Bahkan dalam
rangka mempercepat proses penerbitan laporan keuangan, bank bank mulai menerapkan sistem
pembukuan yang terpusat (centralized). Dengan sistem ini setiap saat bank dapat menerbitkan neraca
hariannya, sehingga kinerja keuangan perusahaan dapat dimonitor setiap saat. Konsekuensi dari sistem
pembukuan yang terpusat dan penggunaan teknologi komputer adalah sistem pengawasan (kontrol)
atas transaksi pembukuan tersebut. Semakin banyak petugas bank yang terlibat dalam pembukuan
transaksi keuangan akan semakin rumit sistem pengawasannya. Walaupun sistem sudah didesain secara
canggih, namun potensi kecurangan (fraud) akan selalu ada. Oleh karena itu, untuk mengeliminir
terjadinya fraud dalam sistem akuntansi, maka bank menerapkan pembatasan terhadap pengguna
(user) akuntansi keuangan bank. Pada umumnya bank membagi kewenangan petugas dalam aplikasi
komputer bank menjadi dua kelompok, yaitu kelompok user untuk aplikasi transaksi keuangan dan
kelompok user untuk aplikasi transaksi nonkeuangan seperti aplikasi pembukaan rekening simpanan,
pembukaan rekening pinjaman, dan sebagainya. Kewenangan penggunaan aplikasi nonkeuangan pada
umumnya diberikan kepada petugas pelayanan nasabah (customer service) untuk keperluan pelayanan
dengan pihak ekstern/nasabah. Sedangkan untuk keperluan internal bank, seperti pembukaan rekening
titipan, pembukaan rekening persekot, dan sebagainya dilakukan oleh petugas bagian/seksi akuntansi di
unit kerja yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai