Anda di halaman 1dari 18

TELAAH KASUS

TOPICAL APPLICATION
FLUOR

Oleh :
Rahma Fuaddiah 2041412002

DOSEN PEMBIMBING :
drg. Puji Kurnia ,MDSc,Sp.KGA

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ANDALAS
2021

1
A. LITERATURE REVIEW

Karies gigi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

dalam rongga mulut. Karies terjadi pada jaringan keras gigi sehingga

menyebabkan demineralisasi zat anorganik dan destruksi pada substansi organik

gigi dalam kurun waktu tertentu. Karies gigi merupakan penyakit kronis yang

paling sering ditemukan pada anak-anak. Karies gigi merupakan penyakit jaringan

keras gigi yang diawali dengan dekalsifikasi struktur anorganik dari gigi.

Kehilangan kandungan mineral kemudian diikuti dengan rusaknya matriks

organik.

Proses kerusakan ini sebagai akibat dari metabolisme karbohidrat oleh

mikroorganisme dalam rongga mulut. Bakteri memanfaatkan karbohidrat terutama

sukrosa dari sisa makanan sebagai bahan untuk menghasilkan asam yang

selanjutnya akan menyebabkan terjadinya proses demineralisasi.

Risiko karies adalah kemungkinan berkembangnya karies pada individu

atau terjadinya perubahan status kesehatan yang mendukung terjadinya

karies pada suatu periode tertentu. Menurut American Academy of Pediatric

Dentistry, penilaian risiko karies pada anak didasarkan atas tiga bagian besar

indikator karies, yaitu kondisi klinis, karakteristik lingkungan, dan kondisi

kesehatan umum.

Tabel 1. Penilaian Risiko Karies menurut American Academy of


Pediactric Dentistry
INDIKATOR RISIKO RISIKO RISIKO TINGGI
RENDAH SEDANG

Kondisi  Tidak ada gigi  Ada  Ada karies selama


klinis yang karies karies 12 bulan terakhir.
selama 24 selama 24  Terdapat satu
bulan terakhir. bulan area
 Tidak ada terakhir. demineralisasi
demineralisasi  Terdapat enamel (karies
enamel (karies satu area enamel/white
enamel/white demineral spot lesion).
spot lesion). isasi  Secara
 Tidak enamel radiografi
dijumpai (karies dijumpai
plak. enamel/w karies
 Tidak ada hite spot enamel.
gingivitis. lesion).  Dijumpai plak
 Gingivitis pada gigi
. anterior.
 Terdapat banyak
jumlah bakteri
S.mutans.
 Menggunaka
n alat
ortodonti
Karakteristi  Keadaan  Keadaan  Penggunaan
k optimal dari yang topikal fluor yang
lingkungan penggunaan suboptimal suboptimal
fluor secara pengguna  Sering memakan
sistemik dan fluor gula atau makanan
topikal. secara yang sangat
 Mengkonsums sistemik berhubungan
i sedikit gula dan dengan karies
atau makanan optimal diantara waktu
yang berkaitan pada makan
erat dengan penggunaa  Status sosial
permulaan n topikal ekonomi yang
karies aplikasi. rendah
terutama pada  Sekali-  Karies aktif pada ibu
saat makan. sekali  Jarang ke dokter gigi
 Status (satu atau
sosial dua)
ekonomi diantara
yang waktu
tinggi. makan
 Kunjunga terkena
n berkala gula atau
ke dokter makanan
gigi yang
secara sangat
teratur. berkaitan
dengan
terjadinya
karies.
 Status
sosial
ekonomi
menengah.
 Kunjungan ke
dokter gigi
tidak teratur.

Keadaaan  Anak yang


kesehatan membutuhkan
umum pelayanan
kesehatan
khusus.
 Kondisi yang
mempengaruhi
aliran saliva.

Pendekatan perawatan kedokteran gigi telah beralih dari yang bersifat

kuratif menjadi preventif. Terdapat tiga tingkat usaha preventif atau pencegahan,

yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan

untuk rnencegah terjadinya penyakit dan mempertahankan keseimbangan

fisiologis. Yang termasuk usaha pencegahan primer terhadap karies antara lain

aplikasi topical fluor.

1. Fluor

1.1 Definisi Fluor

Fluorin adalah zat yang bersifat sangat elektronegatif dan tidak pernah

ditemukan dalam keadaan tunggal namun berikatan dengan zat lainnya dan

membentuk fluor. Struktur kristal fluor lebih tahan terhadap asam sehingga

dapat menghambat proses inisiasi dan progresi karies.

Berdasarkan beberapa penelitian, untuk mengganggu proses

pembentukan karies gigi, fluor harus selalu hadir di rongga mulut pada

konsentrasi rendah. Sumber fluor yang dapat ditemukan di rongga mulut

yang dibagi menjadi 5 kategori, yaitu :

a. FO, fluor luar, hadir di luar enamel (dalam biofilm atau air liur).
b. FS, fluor hadir dalam fasa padat yang bergabung dalam struktur kristal,

juga dikenal sebagai fluorhidroksiapatit.

c. FL, fluor hadir pada cairan enamel.

d. FA, fluor yang teradsorpsi ke permukaan kristal sebagai ikatan longgar.

e. Bahan CaF2: „CaF2-like’; endapan partikel pada enamel dan biofilm

setelah aplikasi fluor dengan konsentrasi tinggi; bertindak sebagai fluor pH-

terkontrol dan penampung kalsium.

Gambar 1. Skema representasi dari kumpulan berbeda dari fluor di


lingkungan rongga mulut

1.2 Tujuan Penggunaan Fluor

Karies gigi adalah penyakit multifaktorial yang menyerang sebagian

besar orang di negara maju dan negara berkembang. Fluor mengurangi

kejadian karies gigi dan memperlambat atau memulihkan perkembangan

lesi yang ada. Meskipun pit and fissure sealant, kebersihan mulut yang baik,

dan pola makan yang tepat berkontribusi untuk pencegahan dan

pengendalian karies, pendekatan yang paling efektif dan banyak digunakan

untuk mencegah karies yaitu termasuk penggunaan fluor.


1.3 Mekanisme Aksi Fluor

Mekanisme aksi fluor dalam rongga mulut antara lain:

pengurangan demineralisasi enamel dengan menghambat pertumbuhan

mikroba, meningkatkan remineralisasi dan pemulihan enamel

terdemineralisasi, dan pembentukan fase mineral fluorapatit yang

memberikan ketahanan lebih terhadap demineralisasi dan pelarutan asam

setelah produksi asam oleh bakteri, serta mereduksi produksi polisakarida

ekstraseluler yang membantu mengurangi perlekatan bakteri pada jaringan

keras gigi. Fluor yang terkonsentrasi pada plak gigi mencegah proses bakteri

kariogenik untuk memetabolisme karbohidrat menjadi polipeptida asam.

1.4 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan Fluor

1.4.1 Indikasi

 Pasien yang berisiko tinggi untuk karies pada permukaan gigi yang halus.

 Pasien yang berisiko tinggi untuk karies pada permukaan akar.

 Kelompok pasien khusus, seperti pasien yang menggunakan alat ortodontik

dan pasien dengan penurunan aliran saliva.

 Anak-anak dengan kelainan motorik, contohnya Down Syndrome, sehingga

sulit untuk membersihkan gigi,.

 Anak-anak yang gigi molar pertama tetapnya sudah erupsi tapi tidak

diindikasikan melakukan tindakan pit fissure.

 Pasien dengan fixed prothesa atau lepasan dan telah dilakukan restorasi.
1.4.2 Kontraindikasi

 Pasien anak dengan risiko karies rendah.

 Pasien yang tinggal di kawasan dengan air minum berfluor.

 Terdapat kavitas besar yang terbuka.

1.5 Cara Penggunaan Fluor

1.5.1 Pemberian Fluor Secara Sistemik

Fluor sistemik memberikan fluor pada gigi dalam jumlah yang rendah

pada periode waktu yang lama dengan cara dikonsumsi dari sumber tertentu.

Fluor bersirkulasi melalui aliran darah dan masuk ke dalam gigi yang

sedang berkembang. Fluor berkontak langsung dengan gigi setelah gigi

erupsi melalui sekresi saliva. Fluor sistemik bisa didapatkan melalui:

 Makanan: garam, gula.

 Suplemen: tablet fluor, vitamin mengandung fluor, obat kumur fluor yang

tidak sengaja tertelan.

 Komunitas: air berfluoridasi, susu berfluoridasi, air sekolah berfluoridasi.

Tabel 2. Rekomendasi Penggunaan Suplemen Fluor


TINGKAT FLUORIDASI AIR MINUM
DALAM PPM
USIA <0,3 ppm 0,3 – 0,6 >0,6 ppm
F ppm F F
0-6 bulan 0 0 0
6 bulan – 3 0,25 mg 0 0
tahun
3-6 tahun 0,50 mg 0,25 mg 0
6-16 tahun 1,00 mg 0,50 mg 0

1.5.2 Pemberian Fluor Secara Topikal (Topical Fluor)

Fluor topikal diaplikasikan langsung pada permukaan gigi dengan

konsentrasi yang lebih tinggi tetapi efeknya berhenti pada waktu yang lebih
singkat sehingga memerlukan pengaplikasian ulang dalam waktu yang

pendek. Fluor secara topikal dapat dilakukan oleh tenaga profesional

ataupun oleh diri sendiri dengan berbagai sediaan, contohnya:

 Tenaga profesional: fluor gel, foam, larutan, varnish, bahan kedokteran gigi

(semen dental, amalgam, alginat), dan pasta profilaksis mengandung fluor.

 Diri sendiri: pasta gigi, obat kumur, dan permen karet yang mengandung

fluor.

Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan Fluor

Adapun penggunaan fluor yang disarankan oleh AAPD berdasarkan tingkat

risiko karies yakni:

 Risiko rendah: mengonsumsi air minum berfluoridasi, menyikat gigi

menggunakan pasta gigi mengandung fluor dua kali sehari.

 Risiko sedang: mengonsumsi air minum berfluoridasi, menyikat gigi

menggunakan pasta gigi mengandung fluor dua kali sehari, pemberian


topikal fluor oleh profesional setiap enam bulan, pemberian suplemen fluor.

 Risiko tinggi: mengonsumsi air minum berfluoridasi, menyikat gigi

menggunakan pasta gigi mengandung fluor dua kali sehari, pemberian

topikal fluor oleh profesional setiap tiga bulan, pemberian silver diamine

fluoride pada lesi kavitas.

2. Aplikasi Topical Fluor

2.1 Mekanisme Kerja Topical Fluor

Aplikasi topical fluor yang dikombinasi sediaannya akan meningkatkan

efek remineralisasi dan meningkatkan kekerasan enamel. Aplikasi topical

fluor memiliki tiga mekanisme aksi kerja yaitu melalui peningkatan

remineralisasi, pencegahan demineralisasi dan penghambatan glikolisis

bakteri. Fluor mempercepat proses remineralisasi dan menyebabkan

presipitasi lapisan yang lemah dalam karbonat dan kaya fluor pada kristal

asli terdemineralisasi. Hal ini membuat struktur gigi lebih tahan terhadap

tantangan asam.

Fluor memiliki efek penghambatan langsung pada aktivitas glikolisis

bakteri kariogenik dimana terjadi pemecahan metabolik glukosa dan gula

lainnya melepaskan energi dalam bentuk ATP. Konsep efek anti-mikroba

oleh fluor berperan dalam pencegahan karies karena tingkat fluor intraoral

memainkan peran kunci dalam dinamika karies gigi. Fluor memberikan efek

pada bakteri mulut dengan penghambatan langsung enzim seluler atau

meningkatkan permeabilitas proton membran sel dalam bentuk fluor hibrida

(HF). Menurut reaksi H+ + F- = HF, HF terbentuk lebih mudah di bawah


kondisi asam (pKa = 3,15) dan memasuki sel karena permeabilitas HF yang

lebih tinggi daripada membran sel bakteri. HF kemudian terdisosiasi

menjadi H+ dan F- di sitoplasma yang lebih basa daripada lingkungan

eksterior. Enzim intraselular tersebut menghambat enzim glikolitik yang

mengakibatkan penurunan produksi asam dari glikolisis. Ion fluor di dalam

sitokin juga menurunkan pH sitoplasmatik yang mempengaruhi produksi

asam dan toleransi asam S. mutans. H+ - ATPase sel yang terkait dengan H 2

juga dihambat oleh F- karena proton dibawa kembali ke dalam sel,

kemudian menurunkan ekskresi H+ dari sel.

Gambar 2. Akumulasi fluor, distribusi dan efflux sel bakteri.

2.2 Sediaan Topical Fluor

Topical fluor berperan dalam mencegah karies dengan cara

meningkatkan remineralisasi white spot serta mencegah terjadinya karies

berulang di daerah sekitar restorasi. Terdapat beberapa faktor yang harus

dipertimbangkan dalam memberikan fluor secara topikal yaitu risiko karies

individu, derajat kebersihan rongga mulut, usia pasien, frekuensi

penggunaan fluor secara sistemik dan topikal, derajat fluoridasi air minum

di lingkungan tempat tinggal, dan kondisi kesehatan individu.


2.2.1 Pasta Gigi

Fluor tersedia dalam bentuk pasta gigi anak dengan konsentrasi 250

ppm, 400 ppm, dan 500 ppm. American Dental Association (ADA)

merekomendasikan bahwa semua pasta gigi mengandung fluor harus

mengandung 1000-1500 ppm fluor dalam bentuk natrium fluorida atau

natrium monofluorofosfat dan tidak ada yang mengandung stannous

fluoride. American Dental Association juga merekomendasikan orang tua

untuk berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter gigi mengenai penggunaan

pasta gigi berfluorida pada anak usia di bawah 2 tahun. Anak berusia kurang

dari 3 tahun disarankan hanya menggunakan selapis tipis (smear layer)

pasta gigi berfluorida, sedangkan untuk anak berusia 3-6 tahun

menggunakan pasta gigi berfluorida seukuran kacang polong dan

penggunaan pasta gigi mengandung fluor ini harus selalu diawasi oleh orang

tua agar tidak tertelan oleh anak.

2.2.2 Obat Kumur

Obat kumur berbasis sodium fluorida juga salah satu alternatif yang

digunakan dengan dosis harian sebanyak 220-227 ppm dan dosis mingguan

sebanyak 900-910 ppm. Obat kumur dapat digunakan satu kali sehari atau

satu kali seminggu setelah menyikat gigi malam, tergantung dari konsentrasi

fluor dan rekomendasi dari dokter giginya.

Obat kumur berfluor direkomendasikan untuk anak usia di atas 6 tahun

dan khasiatnya optimal jika digunakan selama 1 menit. Penggunaan obat

kumur diindikasikan untuk anak dengan perawatan ortodontik, anak

hiposalivasi akibat radiasi, anak dengan ketidakmampuan dalam menyikat


gigi, dan anak dengan risiko karies tinggi. Kontraindikasi penggunaan obat

kumur ini yaitu anak dibawah 6 tahun dan anak yang memiliki masalah otot

orofasial.

2.2.3 Fluoride Varnish

Fluoride varnish pada awalnya dikembangkan untuk memperpanjang

waktu kontak antara fluor dengan enamel agar dapat meningkatkan

pembentukan fluorapatit. Varnish yang biasa digunakan yaitu Duraphat dan

Fluorprotector. Varnish merupakan topikal aplikasi fluor yang

direkomendasikan untuk anak berusia di bawah 6 tahun.

Duraphat merupakan larutan varnish beralkohol yang mengandung 50

mg NaF/ml (5% NaF, 2,26% F -, 226000 F-, 22,6 mg F-/ml). Varnish

bertahan pada gigi hingga 12-48 jam setelah pengaplikasian, perlahan-lahan

melepaskan fluor dari lapisannya yang menyerupai wax. Fluorprotector

merupakan silane fluoride varnish dengan konsentrasi fluor yang lebih

rendah (0,8%) di dalam basa poliuretan yang membuat lapisan transparan

pada gigi.

2.2.4 Fluoride Gel

Fluoride gel tersedia dalam dua jenis yaitu konsentrasi tinggi (9000-

12300 ppm) dan konsentrasi rendah (1000 ppm). Aplikasi fluor dengan

konsentrasi tinggi hanya dapat dilakukan oleh dokter gigi sedangkan

konsentrasi rendah dapat dilakukan di rumah dengan pengawasan dan

instruksi dokter gigi.

Neutral Sodium Fluoride Gel (NaF) adalah sediaan fluor yang pertama

kali digunakan untuk pencegahan karies yang memiliki pH netral dengan


kandungan 9000 ppm fluor. NaF dapat diaplikasikan pada gigi dengan

kondisi erosi enamel, dentin yang terekspos, karies dentin, dan enamel

dengan hipomineralisasi. Gel ini secara struktur kimiawi bersifat stabil,

memiliki rasa yang dapat diterima, tidak mengiritasi gingiva, dan tidak

menyebabkan diskolorisasi gigi. NaF juga aman digunakan pada gigi

dengan restorasi resin komposit, GIC, atau porselen. Kekurangan NaF

sendiri yakni pasien harus melakukan kunjungan rutin ke dokter gigi dalam

jangka pendek agar daya kerjanya efektif.

Stannous Fluoride Gel (SnF2) mengandung 1000 ppm F- dan 3000 ppm

Sn2+. SnF daapt digunakan untuk meremineralisasi white spot dan lesi

enamel hipomineralisasi. SnF dapat berpenetrasi dengan cepat ke lapisan

yang lebih dalam dari enamel gigi. Kelemahan SnF sendiri yaitu tidak stabil

dalam larutan, sangat asam (pH 2,1-2,3), memiliki rasa seperti logam,

menyebabkan iritasi, dan diskolorasi.

Acidulated Phospate Fluoride Gel (APF) mengandung 12300 ppm fluor

dengan pH 3 terdiri dari campuran natrium fluorida, asam hidrofluorida, dan

asam ortofosfat ini diaplikasikan oleh tenaga profesional. Terdapat

campuran asam fosforik sehingga tidak dianjurkan digunakan pada gigi

dengan tambalan resin komposit serta menyebabkan diskolorasi pada gigi.

Keberhasilan APF dikaitkan dengan kemampuannya untuk menyimpan

fluor dalam enamel gigi sebagai fluorapatit. APF juga memberikan

perlindungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Efek jangka

pendek dengan bertindak sebagai reservoir fluor dan jangka panjang berupa

pembentukan fluorapatit yang lebih tahan terhadap serangan karies. Alasan


utama mengapa enamel gigi membutuhkan aplikasi fluor topikal berulang

karena enamel bertindak sebagai reservoir fluor yang harus terus

memastikan bahwa fluor tersedia di lokasi berkembangnya karies dan

membantu untuk remineralisasi.

Terdapat dua cara untuk mengaplikasikan gel APF, yaitu dengan

mengoleskan gel langsung pada permukaan gigi atau dengan menggunakan

tray. Aplikasi fluor topikal dianjurkan rutin dilakukan setiap empat sampai

enam bulan sekali. Waktu yang disarankan untuk profesional

mengaplikasikan tray fluor adalah 4 menit, disarankan untuk tidak

membilas, makan, atau minum selama 30 menit setelah aplikasi fluor untuk

memaksimalkan keefektifannya.

3. Toksisitas Fluor

Pemberian dosis fluor yang berlebihan akan menyebabkan berbagai

tanda dan gejala secara akut maupun kronis dan disebut dengan “toksisitas

fluor”. Toksisitas fluor dapat disebabkan karena menelan fluor sekali dalam

jumlah besar (akut) atau menelan sejumlah kecil fluor dalam jangka panjang

yang kemudian terakumulasi di dalam jaringan tubuh (kronis).

3.1 Toksisitas Akut

Efek toksisitas dapat terjadi akibat konsumsi akut yang melebihi 8

mg/kg berat badan. Dosis letal fluor berkisar 32-64 mg/kg berat badan.

Kematian pada anak-anak telah dilaporkan dengan dosis 16 mg F/kg berat

badan. Gejala toksisitas akut yakni mual muntah, diare, sakit pada area

abdomen, sakit kepala, tremor otot, kehausan, hipersalivasi, aritmia jantung,

lemah, tekanan darah turun, susah napas, hingga kematian. Penanganan


toksisitas akut dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:

 Induksi muntah dengan stimulasi mekanis lidah dan tenggorokan.

 Berikan kalsium hidroksida cair atau antasida yang mengandung aluminium

atau magnesium hidroksida untuk mencegah penyerapan fluor di saluran

gastrointestinal lebih lanjut.

 Kalsium glukonat oral diberikan jika terdapat tanda tremor otot.

 Penggantian cairan dibutuhkan karena terjadi muntah dan diare, serta untuk

menjaga jumlah urin. Cairan intravena yang digunakan dapat mengandung

sodium bikarbonat dan ringer laktat untuk meminimalisasi derajat asidosis

dan meningkatkan pH urin.

3.2 Toksisitas Kronis

Efek toksisitas kronis biasanya dapat terlihat pada jaringan keras dan

ginjal. Toksisitas kronis yang terjadi selama perkembangan enamel gigi

menyebabkan terjadinya fluorosis. Fluorosis gigi didefinisikan sebagai

hipomineralisasi enamel, yang ditandai dengan porositas yang lebih besar

pada permukaan dan subpermukaan gigi dibandingkan enamel normal yang

disebabkan oleh kelebihan fluor yang mencapai gigi dalam masa

pembentukan. Kelebihan fluor selama proses pematangan mengganggu

mineralisasi dan mengakibatkan retensi amelogenesis dan protein enamel

lainnya yang berlebihan. Peningkatan porositas enamel terlihat dengan

adanya gambaran bercak putih opak ireguler. Enamel akan berporus, pit,

dan diskolorisasi, bahkan mudah fraktur jika fluorosis semakin parah.


Gambar 3. Gambaran klinis fluorosis gigi (A) mild (B) moderate (C) severe.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Diagnostic set

b. Saliva ejector

c. Rotary brush

d. Topical fluoride tray


2. Bahan

a. Cotton roll

b. Cotton pelle

c. Disclosing solution

d. Pumice

e. Bahan topical fluor (sediaan gel)

C. Prosedur Pekerjaan

1. Lakukan rekam kontrol plak (RKP) menggunakan disclosing solution,

minimal 10% untuk dapat dilakukan aplikasi fluor.

2. Lakukan kontrol plak sampai 0% menggunakan rotary brush dan pumice.

3. Isolasi daerah kerja dengan menggunakan saliva ejector dan cotton roll.

Isolasi dilakukan satu rahang gigi. Isolasi bertujuan untuk mencegah

kontaminasi fluor dengan saliva karena dapat menyebabkan pengenceran

fluor.

4. Keringkan gigi yang telah diisolasi dengan air syringe.

5. Masukkan gel ke dalam tray sebanyak 1/3 tinggi tray , kemudian insersikan

tray ke seluruh permukaan gigi yang telah diisolasi. Jaga agar tray tidak

mengenai gusi. Biarkan gigi tertutup larutan gel selama 4 menit. Lakukan

insersi terlebih dahulu pada rahang atas, setelah itu pada rahang bawah.

6. Setelah 4 menit, buka tray dan instruksikan pasien untuk meludahkan semua

gel yang tersisa.

7. Intruksikan pada pasien untuk tidak makan dan minum selama minimal 30

menit setelah perawatan untuk memperpanjang kontak fluor dengan

permukaan aproximal.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Pediatric Dentistry. (2019). Caries-risk


Assessment and Management for Infants, Children, and Adolescents. The
Reference Manual of Pediatric Dentistry, 220-224.

2. American Academy of Pediatric Dentistry. (2018). Best Practices:


Fluoride Therapy. The Reference Manual of Pediatric Dentistry, 262-265.

3. American Dental Association Council on Scientific Affairs. (2014).


Fluoride toothpaste use for young children. JADA, 145(2):190-191.

4. Annisa, A., & Ahmad, I. (2018). Mekanisme fluor sebagai kontrol karies
pada gigi anak. Indonesian Journal of Paediatric Dentistry, 1(1), 63-69.

5. Aoun, A., Darwiche, F., Al Hayek, S., & Doumit, J. (2018). The Fluoride
Debate: The Pros and Cons of Fluoridation. Prev. Nutr. Food Sci.,
23(3):171-180.

6. Ami A. (2015). Primary prevention in children with high caries risk. Maj.
Ked. Gigi. (Dent. J.). 38(3):130–134.

7. Deryana et al. (2014). Pengaruh Aplikasi Gel APF Terhadap Kekasaran


Permukaan Resin Sealant.

8. Sri R &Idral P.(2013). Peran makanan terhadap kejadian karies gigi.


Jumal Kesehatan Masyarakat. 7(2);89-93

9. Badrinatheswar, G. V. (2010). Pedodontics Practice and Management.


India: Jaypee.

10. Cameron, A.C., & Widmer. 2008. Handbook of Pediatric Dentistry. 3rd
Ed. Australia: Mosby Elsevier.

11. Garg, A., & Garg, N. (2013). Textbook of Operative Dentistry. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.

12. Srivastava, V. K. (2011). Modern Pediatric Dentistry. India: Jaypee.

Anda mungkin juga menyukai