Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan
tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. Bila kehamilan
tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan kehamilan ektopik
terganggu (KET). Penelitian Cunningham tahun 2001 berdasarkan data dari Badan Kesehatan
Dunia (WHO), pada tahun 2003 terdapat satu dari 250 (0,04%) kelahiran di dunia menderita
kehamilan ektopik, dengan jenis kehamilan ektopik adalah kehamilan tuba fallopi, yang sebagian
besar (80%) dialami oleh wanita pada usia 35 tahun keatas serta dilaporkan bahwa 60 % dialami
oleh wanita dengan paritas pertama dan kedua. Insiden kehamilan ektopik meningkat pada
semua wanita terutama pada mereka yang berumur 20 sampai 40 tahun dengan umur rata-rata 30
tahun.
Gejala yang terjadi pada kehamilan ektopik meliputi rasa nyeri di perut samping kiri atau
kanan bawah, perdarahan dari vaginam, nausea, nyeri bahu dan pusing. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dini kehamilan ektopik dengan pemeriksaan
ultrasonografi dan pemeriksaan HCG. Beberapa penyebab terjadinya kehamilan ektopik
diantaranya adalah adanya kerusakan tuba falopi karena penyakit radang panggul (PID) atau
karena infeksi lain, seperti usus buntu yang pecah atau bedah perut. Penggunaan kontrasepsi IUD
dan pil progesteron dapat meningkatkan terjadinya kehamilan ektopik. Kontrasepsi IUD dapat
menyebabkan peradangan di dalam rahim sedangkan pil yang mengandung hormon progesteron
juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel
rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke
dalam rahim.
Kesukaran membuat diagnosis pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu demikian
besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus atau ruptur tuba sebelum
keadaan menjadi jelas. Keadaan ini menyebabkan terjadinya perdarahan sehingga penderita jatuh
dalam keadaan pingsan dan masuk dalam keadaan syok.
Pada laporan kasus ini akan dibahas permasalahan yang terdapat pada pasien dengan
diagnosis kehamilan ektopik.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS UMUM
Nama pasien : Ny. RMS
Usia : 31 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Karyawan
Bangsa : WNI
Agama : Islam
Alamat : Sukarami Palembang
MRS : 2 April 2014 00:51:28
No rekam medik : 810147

Nama suami : Tn. Y


Usia : 32 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Bangsa : WNI
Agama : Islam
Alamat : Sukarami Palembang

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi : disangkal
Penyakit Jantung : disangkal
Penyakit Ginjal : disangkal
Penyakit Kelamin : disangkal
Diabetes Melitus : disangkal
Tuberkulosis : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal

2
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Hipertensi : disangkal
Penyakit Jantung : disangkal
Penyakit Ginjal : disangkal
Penyakit Kelamin : disangkal
Diabetes Melitus : disangkal
Tuberkulosis : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal

Riwayat Kehamilan Sekarang


Menarche : 13 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama haid : 7 hari
Banyaknya : dalam batas normal
HPHT : 3 Februari 2014
Taksiran persalinan :-
Lama hamil :
Gerakan janin dirasakan :
Periksa hamil :

Riwayat Pernikahan : 1x lamanya 4 tahun


Riwayat Sosial Ekonomi : sedang
Riwayat Gizi : sedang
Riwayat Kontrasepsi : KB suntik 3 bulan

3
Riwayat Obstetri
No Tempat Tahun Hasil Jenis penyuli Nifas Jenis BB Keadaan
bersalin Kehamila persalinan t Kelami anak
n n
1 Dokter 2011 Aterm Spontan Laki- 2400 sehat
laki gram
2 Hamil
ini

Riwayat Persalinan
Dikirim oleh :
His mulai dirasakan sejak tanggal :-
Darah lendir sejak tanggal :-
Rasa mengedan sejak tanggal :-
Ketuban pecah sejak tanggal :-

B. ANAMNESIS KHUSUS
Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah

Riwayat Perjalanan Penyakit


± 2 bulan yang lalu os mengeluh tidak menstruasi. R/ mual muntah (-), R/ payudara tegang (-).
±1 hari SMRS os mengeluh nyeri perut bagian bawah R/ keluar darah dari kemaluan, R/ trauma
(-). Os pernah diurut-urut (-), R/ KB suntik 3 bulan yang lalu (+)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status present
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CM
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 178x/menit
Frekuensi pernapasan : 22x/ menit

4
Temperatur : 36,5oC
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 58 kg
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (-/-)
Leher : JVP (dalam batas normal)
Toraks : Simetris
Jantung : HR: 90x/m, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-)
Payudara : Hiperpigmentasi (+/+)
Hati : Sulit dinilai
Limpa : Sulit dinilai
Edema pretibia : (-)

Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Abdomen tegang, simetris, FUT tak teraba, massa (-), Nyeri tekan perut bagian bawah (+), nyeri
lepas (+), TCB (-),
Pemeriksaan Dalam
VT : Mukosa vagina licin, portio lunak, OUE tertutup, nyeri goyang portio (+), CUT sulit dinilai,
AP ka-ki lemas, CD menonjol, kuldosintesis terdapat cairan darah kehitaman
RT : TSA baik, mukosa licin, massa intralumen (-), CUT sulit dinilai, CD menonjol.
Inspekulo: portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (-), E/L/P (-)

D. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
USG
- Tampak uterus AF 5,3 x 3,3 cm
- Gs intra uterine (-)
- Tampak vecus desidua cavum uteri
- Kedua adnexa sulit diraba
- Tampak cairan bebas pada cavum douglas

5
- Tampak massa complex pada daerah fundus dan kedua adnexa curiga suatu bekuan
darah.
K/ KET
Pemeriksaan Laboratorium
2 April 2014 jam 01:12:31
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 8.2 mg/dl 11,2-15,5 g/dl
RBC 2.91x106 mm3 4,2-4,87x106 mm3
WBC 17.9x103 mm3 4,5-11x103mm3
Ht 23 % 38-44 %
Trombosit 248x103 µL 150-450 µL
Diff. Count 0/0/0/86/11/3 0-1/1-6/2-6/50-70/25-
40/2-8
SGOT 22 U/L 0-32 U/L
SGPT 12 U/L 0-31 U/L
Protein total 5,9 g/dl 6,4-8,3 g/dl
Albumin 3,4 g/dl 3,6-5,0g/dl
Globulin 2,5 g/dl 2,6-3,6 g/dl
Glukosa sewaktu 228 mg/dl <200 mg/dl
Ureum 40 mg/dl 16.6-48.5 mg/dl
Kreatinin 2.65 mg/dl 0,5-0,9mg/dl
Natrium 142 mEq/L 125-155 mEq/L
Kalium 4 mEq/L 3,6-5,5 mEq/L
Urin lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat jenis 1020 1002-1030
pH 7,0
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 1 0,1-1
Nitrit negatif Negatif
Leukosit ekstrase negatif Negatif
Sedimen urin
Epitel Positif Negatif
Leukosit 0-2/LPB 0-5/LPB
Eritrosit 0-1/LPB 0-1/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif

6
Mukus Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif

E. DIAGNOSIS
KET

F. PROGNOSIS
DUBIA

G. PENATALAKSANAAN
- R/ Laparatomi cito
- Observasi TVI, perdarahan
- IVFD 2 line : RL dan RL
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gr IV
- Persiapan operasi (alat, izin, obat, darah)

H. Follow Up

Tanggal/Jam Follow Up
2 April 2014 - post laparotomi
04.00 wib - observasi TVI, perdarahan
- cek Hb, bila Hb <10gr% sampai dengan Hb >10gr%
- IVFD RL gtt xx/menit
- kateter menetap
- mobilisasi bertahap
- diet bila bising usus (+)
- obat-obatan : - injeksi ceftriaxone 2x1gr IV
- injeksi tramadol 3x1

7
- injeksi transamin 3x1

S : keluhan habis operasi


O: status present :
KU : sedang
Sens: CM
TD :
HR : 70x/menit
RR : 22x/ menit
Temp: 37˚C
Status ginekologis :
PL : abdomen datar lemas, FUT sulit dinilai, TCB (-)
A: post salpingektomi sinistra a.i KET
P : -observasi TVI, perdarahan
- cek Hb, bila Hb <10gr% sampai dengan Hb >10gr%
- IVFD RL gtt xx/menit
- kateter menetap
- mobilisasi bertahap
- diet bila bising usus (+)
- obat-obatan : - injeksi ceftriaxone 2x1gr IV
- injeksi tramadol 3x1
- injeksi transamin 3x1

8
2 April 2014 S : keluhan (-)
10.35 wib O: KU : baik
Sens : CM
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 19x/menit
Temp : 37˚C
A: post salpingektomi sinistra a.i KET
P : - menjelaskan KIE
-observasi TVI, perdarahan
- cek lab darah rutin, kimia darah
- IVFD RL gtt xx/menit
- kateter menetap
- mobilisasi bertahap
- diet bila bising usus (+)
- obat-obatan :
- injeksi tramadol 3x1 12.00
- injeksi Asam Traneksamat 3x1

9
I. LAPORAN OPERASI
02.45 wib operasi dimulai
- Penderita dalam posisi terlentang dalam general anestesi . dilakukan tindakan upture dan
upture ic pada daerah operasi dan sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan
dock steril. Dilakukan insisi Mediana = 10 cm. kemudian insisi diperdalam secara tajam
dan tumpul sampai menembus peritoneum, setelah peritoneum dibuka dilakukan
eksplorasi, didapatkan :
-- Darah dan bekuan darah ± 2000 cc.
-- Uterus sesuai normal.
-- Tuba dan ovarium kanan dalam batas normal.
-- Ovarium kiri dalam batas normal.
-- Tampak upture tuba pars ampularis sinistra kemudian diputuskan melalui
salpingektomi sinistra dengan cara menjepit, memotong, mengikat pars ampularis tuba
kiri dengan chromic catgut 1.0.
-- Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya.
-- Dilakukan pencucian abdomen dengan NaCl 0.9%.
-- Jaringan di PA-kan.
- Kemudian dilakukan penutupan dinding abdomen lapis demi lapis dengan cara sebagai
berikut :
 Peritoneum dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0
 Otot dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0
 Fascia dijahit secara jelujur dengan vicryl no 1.0
 Subkutis dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0
 Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vycril 3.0
- Luka operasi ditutup dengan sofratulle, kassa dan Opsite

10
Pukul 03.45 wib operasi selesai
Cairan : Cairan :
masuk keluar
RL : 1500 Cc Urine : 250 Cc
Darah : 600 Cc Darah : 2200 Cc
Hemahes : 500
s
Total : 2100 Cc Total : 2450 Cc

- Diagnosa Pre-Bedah : kehamilan ektopik terganggu


- Diagnosa Pasca Bedah : Post salfingektomi sinistra a.i
Ruptur tuba pars ampularis sinistra
- Tindakan : Salpingektomi sinistra
- Instruksi pasca bedah :
1. IVFD RL : D5%:Asering 3:1 (+tramadol) gtt XXX/m
2. Observasi TVI (TD, N, RR,T, perdarahan)
3. Cek HB -> bila HB <10gr% -> transfusi s/d HB ≥10gr%
4. Kateter menetap -> catat i/o 24 jam
5. Mobilisasi bertahap
6. Diet bertahap
7. Obat :
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram IV (ST)
Injeksi Transamin 3x1 amp IV
Injeksi Tramadol 3x1 amp
Infus Metronidazol 3x1 flash

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah
kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intra ligamenter, kehamilan servikal, dan
kehamilan abdominal primer atau sekunder. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan
yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk
tumbuh kembang mencapai aterm.

Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik, karena


kehamilan di pars interstitialis dan kanalis servikalis masih termasuk kehamilan
intrauterin, tetapi jelas bersifat ektopik.

Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan


pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan
penurunan keadaan umum pasien.

3.2. Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40
tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada
wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal di daerah dengan
prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada
penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu.
Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah
tuba (90%), terutama di ampula tuba.

3.3. Etiologi dan Faktor Risiko

12
Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Setelah sel telur
dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan perjalanan sel telur ke dalam
rongga lahir memungkinkan kehamilan tuba. Kehamilan ovarial dapat terjadi apabila
spermatozoa memasuki folikel De Graaf yang baru pecah dan membuahi sel telur yang
masih tinggal dalam folikel atau apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah
endometriosis di ovarium. Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari
kehamilan tuba atau ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di antara 2
lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang
memiliki riwayat abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio sesarea. Kehamilan
abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba. Adapun penyebab lain
kehamilan ektopik, antara lain:

1. Gangguan transportasi dari hasil konsepsi yaitu sebagai akibat adanya:


a. Radang panggul (PID)
Terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa tuba
dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong buntu.
Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan
implantasi hasil zigot pada tuba falopii.

b. Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)


c. Penyempitan lumen akibat tumor
d. Pasca tindakan bedah mikro pada tuba
Memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk memperbaiki
patensi tuba pada sterilisasi.

e. Abortus
Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/infeksi pasca nifas, apendisitis, atau
endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan lumen.

2. Kelainan hormonal
a. Induksi ovulasi
b. Fertilisasi invitro
c. Ovulasi yang terlambat

13
d. Transmigrasi ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang
abnormal.
e. Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron.
3. Penyebab yang masih diperdebatkan
a. Endometriosis
b. Cacat bawaan
c. Kelainan kromosom
d. Kualitas sperma dan lain-lain

3.4. Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari
kehamilan ektopik, dapat dibedakan menurut:

1. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba Fallopi.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di:
- Tuba (95%)
- Ampulla / Pars Ampularis (55%)
- Isthmus / Pars Isthmika (25%)
- Fimbrial / Pars infundibuaris (17%)
- Interstisial / Pars insterstisialis (2%)

14
Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik

2. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan
ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium.
3. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali terjadi.
Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur, serviks
mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu sehingga
umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.
4. Kehamilan Abdominal
Kehamilan ini terjadi bila kantong kehamilan berimplantasi di luar uterus, ovarium
dan tuba Fallopi. Kehamilan Abdominal ada 2 macam:

a. Primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut.
b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi di tempat yang lain misalnya di dalam
saluran telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke dalam rongga abdomen
oleh karena terlepas dari tempat asalnya. Hampir semua kasus kehamilan
abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat ruptur atau aborsi
kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen.
Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini
jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan
ke 5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.

5. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi bersama dengan
kehamilan intrauterin.
Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :
a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan yang dapat
berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan intrauterin normal.
b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu terjadinya
kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehamilan ektopik yang telah
mati atau pun ruptur dan kehamilan intrauterin yang terjadi kemudian
berkembang seperti biasa.

15
6. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tuba.
Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kehamilan intrauteri, tetapi
implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah). Karena
lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada
bulan ke 3 atau ke 4.
7. Kehamilan intraligamenter
Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.
Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan
korionnya melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat
hidup dan berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses kehamilan
ini serupa dengan kehamilan abdominal sekunder karena keduanya berasal dari
kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.
8. Kehamilan tubouterina merupakan kehamilan yang semula mengadakan implantasi
pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi secara perlahan-lahan ke
dalam kavum uteri.
9. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula megadakan
implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara beangsur mengadakan ekstensi ke
kavum peritoneal.
10. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat pada tuba dan
sebagian pada jaringan ovarium.

3.5. Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum
uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara
kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan
yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan
desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping
dan masuk ke dalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.

16
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas. Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditi dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar,
nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang
dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma
mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan
endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian


dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang
degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang
mungkin terjadi adalah:

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.


Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis
pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah
perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah
bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae
tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan
gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam
lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum

17
yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda.
Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada
koitus dan pemeriksaan vagina

3.6. Manifestasi Klinis


Gejala dari kehamilan ektopik tergantung pada lokasinya. Tanda dan gejalanya
sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut. Adapun gejala
dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain :

1. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik terganggu
adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan gastrointestinal dan
vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal
insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping
keterlambatan diagnosis.
2. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya dengan
menggerakkan serviks, dijumpai pada lebih dari tiga per empat kasus kehamilan
ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat
sebelum ruptur terjadinya.
3. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu
sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim pada
kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan
tanggal haid terakhir yang keliru.
4. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak
ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai
lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya
sedikit-sedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.

18
5. Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa ektopik
tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi darah,
uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh
sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat
disertai oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan
abortus dari kavum uteri.
6. Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada denyut nadi
dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti yang terlihat pada
tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah
atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
7. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk
merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume darah
yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul
hipovolemi yang serius.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan menurun.
Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi. Karena
itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan
tuba yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu
tubuh umumnya di atas 38oC.
9. Massa pelvis
Massa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Massa tersebut mempunyai ukuran,
konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya massa ini berukuran 5-15 cm,
sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba
yang luas oleh darah, massa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis
ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan
kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.
10. Hematokel pelvis

19
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan diikuti oleh
perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba, kavum peritonium,
atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang
ringan dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam
panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk
hematokel pelvis.

3.7. Penegakan Diagnosis


Gambaran klinis bervariasi tergantung cepat lambatnya diagnosis dibuat, lokasi
implantasi, dan sudah terjadi ruptur atau belum.

Tanda-tanda dan gejala baru timbul setelah ada gangguan. Gejala dan tanda yang
karakteristik pada kehamilan ektopik terganggu, antara lain:

1. Mendadak rasa nyeri perut bagian bawah


2. Amenorrhea (75 % - 90 %)
3. Perdarahan pervaginam (50 % - 80 %)
4. Tanda-tanda kesakitan dan pucat
5. Tanda-tanda syok, seperti hipotensi
6. Suhu kadang naik sehingga sukar dibedakan dengan infeksi pelvis
7. Perut mengembung dan nyeri tekan
8. Nyeri goyang serviks
9. Cavum Douglas menonjol dan nyeri raba
10. Massa pada pelvis atau hematokel pada pelvis
11. Anemia akut

Sedangkan, kehamilan ektopik belum terganggu menunjukkan gejala dan tanda


sebagai berikut:

1. Biasanya penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas


2. Amenore

20
3. Tanda kehamilan muda, seperti nausea
4. Nyeri di perut bawah yang tidak khas
5. Kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan

Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik, dilakukan beberapa


pemeriksaan bantuan sebagai berikut:

1. Uji Kehamilan
Uji kehamilan positif membantu diagnosis, tetapi sebaliknya uji kehamilan negatif
tidak dapat menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.

2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hb serial untuk mengukur kuantitas jumlah kehilangan darah yang
terjadi, pemeriksaan beta-HCG (penurunan nilai beta-HCG), serum kreatinin kinase
(masih diperdebatkan).

3. Kuldosentesis
Tujuan: untuk mengetahui apakah dalam Cavum Douglas terdapat darah atau cairan
lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum terganggu.

Teknik:

a. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.


b. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
c. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,
kemudian dilakukan traksi ke depan hingga forniks posterior ditampakkan.
d. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam Cavum Douglas dan dengan semprit 10
ml dilakukan pengisapan.

21
Gambar 2. Kuldosentesis

Hasil:

a. Kuldosentesis yang positif, bila dikeluarkan berupa darah tua berwarna coklat
sampai hitam yang tidak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.
b. Kuldosentesis yang negatif, bila yang ditemukan adalah cairan jernih yang
mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah;
nanah yang mungkin berasal dari PID (nanah harus dikultur); darah segar
berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku
c. Kuldosentesis yang non diagnostik, bila pada pengisapan tidak berhasil
dikeluarkan darah atau cairan lain.
4. Sonografi
Diagnosis pasti apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya
tampak denyut jantung janin. Pada kehamilan ektopik terganggu sering tidak
ditemukan kantung gestasi ektopik. Gambaran yang tampak ialah cairan bebas dalam
rongga peritoneum terutama di Cavum Douglas. Tidak jarang dijumpai hematokel
pelvik sebagai suatu massa ekogenik di adneksa yang dikelilingi daerah kistik dengan
batas tepi yang tidak tegas.

22
Gambar 3. Sonografi Kehamilan Ektopik

5. Laparoskopi
Laparoskopi dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan tuba yang belum
terganggu yang hanya menunjukkan sedikit perubahan, baik mengenai bentuk
maupun warnanya. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit
visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
6. Hasil Kuretase
Dipikirkan suatu kehamilan ektopik jika hasil kuretase hanya menunjukkan desidua.
Meskipun demikian, ditemukannya endometrium dalam fase sekresi, fase proliferasi,
atau fase deskuamasi tidak dapat menyingkirkan kemungkinan suatu kehamilan
ektopik.

Tabel. Pemeriksaan untuk mendeteksi kehamilan ektopik

Uji Diagnostik Sensitivitas Spesifisitas (%)


(%)

USG transvaginal dengan kadar beta-hCG > 100 (virtual


67-100
1500 mIU per ml (1.500 IU per L) certainly)

23
Kadar beta-hCG tidak meningkat secara
36 63-71
tepat

Kadar progesteron tunggal untuk


membedakan kehamilan ektopik dan 15
nonektopik

Kadar progesteron tunggal untuk


membedakan kegagalan kehamilan daru 95 40
kehamilan intrauterine yang mampu hidup

3.8. Diagnosis Banding


1. Salpingitis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah mengenai
amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu
rektal dan ketiak melebihi 0,5oC, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada
kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.

2. Abortus imminens atau abortus incompletus


Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudah
amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median, dan adanya perasaan
subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke
arah abortus imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat
diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak
menimbulkan rasa nyeri.

3. Corpus luteum atau kista folikel yang pecah


4. Torsi kistoma ovarii
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya
tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik
terganggu.

5. Appendisitis

24
Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks uteri seperti
yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah pada
apendisitis terletak pada titik McBurney.

6. AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)


7. Gastroentritis

3.9. Komplikasi
1. Pecahnya tuba falopi
2. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama
berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.
3. Infeksi
4. Sterilitas
5. Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio

3.10. Penatalaksanaan
Dalam menangani kasus kehamilan ektopik, beberapa hal harus diperlihatkan dan
dipertimbangkan, yaitu: kondisi penderita, keinginan penderita akan fungsi
reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan
teknik bedah operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.

1. Perbaiki keadaan umum dengan memberikan cairan dan transfusi darah.


2. Pemberian cairan dilakukan untuk koreksi terhadap hipovolemia dan anemia.
3. Jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan
untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi dengan salpingostomi (pada kehamilan di
ampula dan infundibulum) atau reanastomosis tuba (pada kehamilan di isthmus).
4. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut
dapat dipertimbangkan untuk salfingektomi.
5. Kehamilan kornu dilakukan salfingooforektomi dan;
1. Histerektomi bila umur > 35 tahun.
2. Fundektomi bila masih muda untuk kemungkinan masih bisa haid.

25
3. Insisi bila kerusakan pada kornu kecil dan kornu dapat direparasi.
6. Salfingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu:
1. Kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok.
2. Kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi risikonya akan kehamilan
ektopik berulang.
3. Penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan menginginkan fertilitasi invitro,
maka dalam hal ini salfingektomi mengurangi risiko kehamilan ektopik pada
prosedur fertilisasi invitro.
4. Penderita tidak ingin punya anak lagi.
7. Kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan
dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan
sistektomi ataupun oovorektomi.
8. Kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering mengakibatkan
perdarahan dapat dilakukan histerektomi
9. Apabila tindakan konservatif dipikirkan, maka harus dipertimbangkan:
1. Kondisi tuba yang mengalami kehamilan ektopik, yaitu berapa panjang bagian
yang rusak dan berapa panjang bagian yang masih sehat, berapa luas mesosalfing
yang rusak, dan berapa luas pembuluh darah tuba yang rusak.
2. Kemampuan operator akan teknik bedah mikro dan kelengkapan alatnya, oleh
karena pelaksanaan teknik pembedahan harus sama seperti pelaksanaan bedah
makro.
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX).
Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA
dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim dihydrofolate reduktase.
MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas.

Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv, im atau injeksi lokal dengan panduan
USG atau laparoskopi. Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis
tungal MTX 50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya, penderita diperiksa dulu
kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah
pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali.

26
Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4
maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.

Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal
atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen, FHB
(+).

10. Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum
uterus, kehamilan abdominal, dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini
mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber
perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga
abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan serta memberikan transfusi darah.
11. Untuk kendali nyeri pasca tindakan, dapat diberikan:
a. Ketoprofen 100 mg supositoria
b. Tramadol 200 mg iv
12. Atasi anemia dengan tablet besi, sulfas ferrous 600 mg per hari.
13. Konseling pasca tindakan, antara lain berisi:
a. Kelanjutan fungsi reproduksi
b. Risiko hamil ektopik ulangan
c. Kontrasepsi yang sesuai
d. Asuhan mandiri selama di rumah
e. Jadwal kunjungan ulang

3.11. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup tetapi bila pertolongan terlambat angka
kematian dapat meningkat.

27
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita setelah mengalami kehamilan ektopik pada satu tuba, dapat mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Ruptur dengan perdarahan intraabdominal
dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu
terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril.

Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Ibu yang
pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu mempunyai risiko 10% untuk terjadinya
kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami kehamilan ektopik
terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik
terganggu berulang. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup sebaiknya pada operasi
dilakukan salfingektomi bilateral. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui untuk suami
istri sebelumnya.

28
ANALISIS KASUS

Ny RMS, 31 tahun, masuk rumah sakit pada tanggal 2 April 2014, datang dengan
keluhan nyeri perut bagian bawah. ± 2 bulan yang lalu os mengeluh tidak menstruasi. R/ mual
muntah (-), R/ payudara tegang (-). ±1 hari SMRS os mengeluh nyeri perut bagian bawah R/
keluar darah dari kemaluan, R/ trauma (-). Os pernah diurut-urut (-), R/ KB suntik 3 bulan yang
lalu (+).
Berdasarkan anamnesis, perlu dicurigai penyebab nyeri perut pada kehamilan trimester
pertama. Adapun diagnosis banding nyeri perut pada saat kehamilan adalah kehamilan ektopik,
aborsi, appendisitis akut, dan kista ovarium terpuntir. Akan tetapi, tidak ditemukan riwayat mual
dan muntah sehingga appendisitis dapat disingkirkan dari penyebab kasus ini.
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan obstetri. Pada pemeriksaan luar,
didapatkan abdomen tegang, simetris, FUT tak teraba, massa (-), Nyeri tekan perut bagian bawah
(+), nyeri lepas (+), TCB (-). Pemeriksaan vaginal toucher menunjukan hasil mukosa vagina
licin, portio lunak, OUE tertutup, nyeri goyang portio (+), CUT sulit dinilai,
adneksa/parametrium kanan kiri lemas, kavum douglass menonjol, kuldosintesis terdapat cairan
darah kehitaman. Sedangkan pada rectal toucher didapatkan hasil TSA baik, mukosa licin,
massa intralumen (-), CUT sulit dinilai, CD menonjol. Pemeriksaan inspekulo menunjukan
portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (-),erosi (-), laserasi (-), polip (-).
Dari pemeriksaan fisik tersebut dapat disingkirkan beberapa diagnosis. Massa tidak
ditemukan pada pemeriksaan sehingga diagnosis kista ovarium terpuntir dapat disingkirkan.
Pada abortus, tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus dan tidak ada nyeri
goyang portio sehingga abortus juga disingkirkan. Kemungkinan penyebab nyeri Ny. LA adalah
kehamilan ektopik karena nyeri goyang portio merupakan salah satu temuan khas pada
pemeriksaan fisik kehamilan ektopik. Kavum dauglass menonjol akibat adanya penumpukan
darah. Kuldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglas ada darah atau tidak. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau
yang berupa bekuan kecil-kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
Pada kasus ini, os mengarah ke kehamilan ektopik terganggu karena sesuai dengan trias
KET, yaitu nyeri perut bagian bawah, keluar perdarahan atau bercak, dan amenorea. Nyeri perut
disebabkan karena darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum yang menyebabkan iritasi

29
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri. Perdarahan per vaginam menunjukkan kematian janin
dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus
biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan dikemukan dari 51 hingga
93 %. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta
mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya. Amenorrhea merupakan juga tanda yang penting
pada kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum
haid berikutnya.
Pada pemeriksaan USG, tampak uterus dengan ukuran 5,3 x 3,3 cm, Gs intra uterine (-),
Tampak vecus desidua cavum uteri, Kedua adnexa sulit diraba, Tampak cairan bebas pada
cavum douglas, dan. Tampak massa complex pada daerah fundus dan kedua adnexa curiga suatu
bekuan darah. Ultrasonagrafi berguna dalam diagnositik kehamilan ektopik. Diagnostik pasti
ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung
janin.
Faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik pada kasus ini adalah penggunaan kontrasepsi
suntik. Komponen kontrasepsi salah satunya adalah progesteron yang dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim.
Penatalaksanaan kasus secara umum adalah dengan restorasi cairan tubuh dengan Ringer
Laktat (RL) gtt xxx/menit, pemberian antibiotic ceftriaxone 2x1 gr untuk mencegah infeksi.
Karena kasus ini sudah memasuki kehamilan ektopik terganggu, maka perlu dilakukan tindakan
bedah secepat mungkin. Tindakan pembedahan berupa pembedahan radikal berupa
salpingektomi dengan laparotomi. Salpingektomi dilakukan pada keadaan-keadaan berikut: 1)
kehamilan ektopik mengalami rupture atau terganggu, 2) pasien tidak menginginkan fertilitas
pasca operatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi
tuba sebelumnya, 5) pasien meminta sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7)
kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi lebih dari 5 cm.
Prognosis ibu quo ad vitam and functionam dubia. Sebagian wanita setelah mengalami
kehamilan ektopik pada satu tuba, dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain.
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasus-

30
kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M., Baziad, A., dan Prabowo, P. (Editor) Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011

Cunningham, F.G et al. 2005. Breech Presentation and Delivery In: William Obstetrics.22st
edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publising Division, 509-536.

Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., Wiknjosastro, G. H. (Editor) Ilmu Kebidanan. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010

Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G. H., dan Waspodo, D. (Editor) Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2006

Supono. 1985. Ilmu Kebidanan : Bagian Patologi. Edisi Pertama. Palembang. Bagian Obstetri
dan Ginekologi Rumah Sakit Umum FK Unsri.

Wiknjosastro, H., Saifuddin, A. B., dan Rachimhadhi, T. (Editor) Ilmu Bedah Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007

32

Anda mungkin juga menyukai