PENDAHULUAN
dalam konflik ini antara lain masyarakat yang berada di dua dusun yaitu
dusun Gesikan dan dusun Tumut, desa Jrakah, Kecamatan Selo, Boyolali
Konflik ini dipicu oleh adanya isu pemindahan posisi pal batas kawasan TN
sengketa.
Merbabu dikelola oleh Perum Perhutani sebagai hutan produksi terbatas dan
batas kawasan.
antara pihak pengelola dan masyarakat desa Jrakah menyebabkan konflik ini
terus terjadi. Masyarakat, disatu sisi, mengklaim bahwa lahan tersebut adalah
1
menganggap bahwa lahan tersebut adalah lahan negara dan masuk dalam
terkait pada tahun 2012 adalah salah satu bentuk upaya penyelesaian konflik
sosialisasi tersebut, masyarakat dusun Gesikan dan Tumut yang diwakili oleh
Merbabu.
sekitar 17,6 juta Ha – 24,4 juta ha telah menjadi arena konflik berupa
tumpang tindih klaim hutan negara dan klaim masyarakat adat atau
sektor lain yang dalam praktek berada dalam kawasan hutan (Working Group
pada periode 1997 hingga 2003 telah terjadi sekitar 359 kasus. Presentasi
frekuensi konflik batas kawasan yaitu sekitar 39%. Kemudian diikuti oleh
perambahan sekitar 26% dan pencurian kayu sekitar 23%. Hal ini disebabkan
oleh bentuk pengelolaan taman nasional yang begitu ketat dan kompleks
dibandingkan bentuk pengelolaan kawasan hutan yang lain seperti HTI dan
2
Kajian mengenai konflik yang disebabkan oleh perbedaan persepsi dan
yang telah ada hanya berfokus pada kajian sejarah dan dinamika konflik serta
dilakukan oleh seseorang (Pruit & Rubin, 2000;27). Dengan kata lain,
dipilih karena dua pertimbangan, yaitu pertama, konflik ini belum mencapai
tahap konflik terbuka sehingga masih membuka ruang untuk negosiasi dan
3
berada di sekitar kawasan agar fungsi pengelolaan kawasan konservasi
berjalan optimal.
Merbabu.
4
1.4. Manfaat Penelitian
langsung berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian dari Forda (2009)
5
Merbabu”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui keadaan sosial
Boyolali. Namun penelitian Forda (2009) ini justru dapat dijadikan rujukan
bertujuan untuk melakukan studi kasus intrinsik dan instrumental atas rencana
aspek sosial budaya, ekonomi, politik-hukum, baik yang telah maupun yang
konflik dan kekerasan secara umum dan tidak melakukan suatu analisis
6
terhadap suatu kejadian konflik yang sedang terjadi secara mendalam.
Disamping itu penelitian ini juga dilakukan pada lokasi yang berbeda yaitu di
di Indonesia diantaranya penelitian oleh Kadir et.al. (2013) dari tim Balai
Bulusaraung (TN Babul). Penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 ini
kawasan TN Babul dan menjadi pemicu konflik antara masyarakat sekitar dan
penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi penulis untuk menyusun upaya
7
1.6. Kerangka Konseptual
berawal dari adanya alokasi kawasan tertentu sebagai reserve land atau
keberadaan taman nasional sering terletak di lokasi yang sarat konflik dan
8
dan bioprospeksi serta kepentingan global seperti area berburu, sumber
Undang-Undang No. 5 tahun 1990, Keppres No. 3 tahun 1990, dan PP No.
keanekaragaman hayati yang khas pada suatu wilayah dan dikelola serta
ekosistemnya. Kawasan suaka alam terdiri dari Cagar Alam dan Suaka
Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam dan Taman Buru.
246 cagar alam, 80 suaka margasatwa, 124 taman wisata alam, 14 taman
buru, 50 taman nasional, dan 22 taman hutan raya yang tersebar di seluruh
tekanan.
9
ekosistem asli, dikelola dengan sistim zonasi yang dimanfaatkan untuk
2. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis
tersendiri.
10
mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data,
2
http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/1820 diakses pada tanggal 9 November 2014.
11
untuk memenuhi kebutuhan manusia tetapi juga harus memperhatikan
yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan fisik, topografi, flora dan fauna
dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Adapun zona-zona yang
terdapat di Taman Nasional antara lain: 1) Zona Inti. Zona ini memiliki
intensif, zona rehabilitasi dan zona budaya dan zona lainnya. Metode
penentuan status zona pada taman nasional yang sering digunakan adalah
12
mengevaluasi, menyederhanakan, melakukan ranking, memilih atau
kepentingan pengelolaan.
3
(Sarifi dalam Hermawan dkk, 2005) dalam i-
elisa.ugm.ac.id/new/index.php?app=common&cat=materi&komunitas_id=308&materi_id=1415
diakses pada tanggal 7 November 2014.
13
1.6.2. Konflik: Persepsi dan Kebutuhan
hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang
memiliki, atau merasa memiliki, sasaran yang tidak sejalan. Dengan kata
lain konflik hadir sebagai manifestasi tidak sejalan atau tidak sama
inti dari sikap, tujuan dan niat. Kepentingan ini kemudian diterjemahkan
seorang ahli psikologi sosial, Pruit dan Rubin (2009; 10) lebih
hasilnya.
14
kognitif (persepsi), emosional (perasaan) dan perilaku (aksi). Pada dimensi
tidak sejalan dengan orang lain). Pada dimensi kognitif ini, konflik
seperti marah, sakit, putus asa. Pada dimensi ini konflik memang tidak
dimensi perilaku (aksi), konflik dapat dilihat sebagai bentuk ekspresi dari
perspektif ini, menurut Mayer (2012) kita dibantu untuk dapat memahami
pihak; 2) persepsi suatu pihak atas aspirasi pihak lain; dan 3) tidak
15
Pruit dan Rubin (2009;26-27) menjelaskan konflik terjadi ketika
tidak terlihat adanya alternatif yang dapat memuaskan aspirasi kedua belah
pihak. Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki
aspirasi tinggi atau karena alternatif yang bersifat integratif dinilai sulit
didapat. Konflik semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau pihak lain
bersifat kaku.
dengan persepsi individu yang lain terhadap objek yang sama. Hal tersebut
pihak lain dan tidak adanya alternatif solusi yang integratif yang mampu
4
http://kbbi.web.id/persepsi diakses pada tanggal 5 November 2014.
16
Pemahaman persepsi secara lebih luas dikembangkan oleh Thoha (2014;
unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap
karena pada akhirnya setiap kegiatan akan bergantung pada pihak yang
17
sekitar kawasan untuk mencapai tujuan bersama dalam pengelolaan
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Hill, Mehta dan Kellert
desa Jrakah berkaitan erat dengan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.
18
Mayer (2012;21) menjelaskan bahwa kebutuhan dasar manusia bersifat
Alat bantu analisa konflik merupakan alat bantu yang digunakan untuk
memahami situasi konflik yang kompleks. Dalam penelitian ini alat bantu
penyelesaiannya.
penggunaan strategi yang berbeda pada setiap situasi. Alat bantu analisis
Segitiga SPK merupakan salah satu alat bantu analisa konflik yang
19
atau situasi, perilaku dan sikap pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Gunung Merbabu. Selain itu, bagaimana satu pihak melihat pihak lain dan
dari yang paling sederhana sampai level yang paling rumit misalnya
withdrawing.
20
Contending merupakan usaha penyelesaian konflik menurut
aspirasi mereka dan membujuk pihak lain untuk mengalah. Salah satu
adalah upaya yang sama dalam arti menghentikan kontroversi yang terjadi.
Tetapi berbeda dalam arti bahwa inaction bersifat temporal atau sementara
2009;56-59).
sumber daya yang diperlukan dan biaya yang tidak tertanggungkan; dan 3)
21
tahap problem-solving, tahap dimana seringkali melibatkan bantuan pihak
ketiga.
melokasikan suatu solusi bagi kontroversi yang terjadi dan dapat diterima
oleh kedua belah pihak. Problem solving yang baik melibatkan upaya
22
Hasil akhir dari penggunaan strategi problem solving antara lain
23
Alternatif penyelesaian konflik batas kawasan TN Gunung
kolektif yang berada diluar konflik antara dua pihak atau lebih (Pruit dan
Rubin, 2009;374). Peran pihak ketiga dalam situasi konflik tidak untuk
hal yaitu modifikasi struktur fisik dan sosial konflik, mengubah struktur
pihak yang terlibat konflik. Modifikasi struktur fisik dan sosial konflik
24
waktu dan memberikan sumber daya tambahan (Pruit dan Rubin,
2009;383).
integratif yang dapat menjadi pedoman bagi pihak ketiga atau mediator
satu pihak untuk menukar isu dengan isu pokok pihak lain dinamakan
25
akan dilakukan. Kreativitas sangat dibutuhkan dalam proses ini; dan 4)
kesepakatan.
desa Jrakah menjadi kurang harmonis. Hal ini tentu saja akan berdampak
dengan areal sengketa hanya dapat dipahami dan disambut baik oleh
tokoh-tokoh masyarakat.
Mengacu kepada definisi konflik dalam dimensi kognitif (persepsi) dari Pruit
dan Rubin (2009) dan Mayer (2012), konflik batas kawasan TN Gunung
kawasan sesuai dengan peta Perhutani dan peta hasil rekonstruksi batas tahun
2007. Sedangkan batas kawasan dalam persepsi masyarakat adalah batas alam
26
Merbabu menganggap masyarakat telah menggeser batas kawasan dan
sengketa adalah lahan warisan secara turun temurun dan pihak TN Gunung
Merbabu secara memadai dan dapat diterima pihak masyarakat. Disisi lain,
masih terus terjadi karena tidak ada solusi penyelesaian yang bersifat
Merbabu belum optimal karena belum ada upaya problem solving yang
bersifat solusi integratif (diakui kedua belah pihak). Hal ini pada akhirnya
27
mengupayakan solusi integratif melalui intervensi pihak ketiga dengan
Sesuai konsep dari Fisher et.al. (2001), konflik dapat bersifat kreatif
kawasan yang benar dan sah dapat menjadi langkah awal pemecahan masalah
isu dalam konflik ini, dapat menjadi alternatif instrumen problem solving
dapat mengklarifikasi batas kawasan di lapangan yang benar dan sah sesuai
28
penelitian kualitatif adalah penelitian dengan tujuan untuk memahami
Jrakah. Elemen utama yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer berupa hasil
29
luar desa Jrakah. Identitas informan tidak penulis cantumkan untuk
lanjut menurut Dawson, ‘in this type of interview, the researcher attempts
dan terlibat secara langsung sejak awal konflik batas kawasan TN Gunung
Merbabu.
30
awal mengenai fakta yang terjadi di lapangan. Untuk menghemat waktu
data secara lengkap dan melakukan validitas data yang sudah ada. Semua
kedua belah pihak, pihak terkait dan masyarakat di luar desa Jrakah. Tujuh
orang berasal dari pihak taman nasional dan sembilan orang berasal dari
masyarakat. Tujuh orang yang berasal dari pihak pengelola taman nasional
Wonolelo, anggota Polisi Hutan SPTN Wil.I Kopeng, dan staf SPTN Wil.I
Kepala Desa Jrakah, Kepala desa Jrakah, sekretaris desa Jrakah, kepala
31
Perhutani KPH Surakarta, Kepala Seksi PSDH KPH Surakarta, Kepala
Seksi Perpetaan pada Biro Perencanaan Perhutani Unit I Jawa tengah, Staf
polisi hutan RPH Pentur), Kepala Seksi Perpetaan BPKH Wil.XI Jawa
Madura, Staf Seksi Perpetaan BPKH Wil.XI Jawa Madura dan Kepala
data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, dokumen
analisis data antara lain: 1) seluruh catatan lapangan dan hasil wawancara
32
dikelompokkan sesuai kategori tertentu sesuai tujuan penelitian. Langkah
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Pada
penyelesaian konflik yang telah dilakukan. Mulai dari pemicu awal sampai
situasi saat ini. Kemudian pada bab kedua akan dijelaskan mengenai
gambaran lokasi penelitian dan konflik batas kawasan. Mulai dari sejarah
situasi konflik saat ini. Pada bab ketiga akan dijelaskan mengenai gambaran
persepsi dan kebutuhan kedua pihak yang terlibat konflik dan analisa konflik.
konflik yang pernah dilakukan dan penulis mencoba menganalisis konflik ini
33
Merbabu. Bab penutup berisi kesimpulan dan saran yang disajikan untuk
34