Abstrak
Masyarakat Timor Tengah Selatan pada umumnya memiliki adat dalam hal pengaturan tanah atau
kawasan hutan. Pada dasarnya, wilayah dari suatu kampung dinamakan tanah adat, yang
didalamnya berkaitan dengan aktivitas di atas tanah adat, maka dapat diklasifikasikan berdasarkan
kepemilikan desa pribadi dan kepemilikan keluarga. Masalah pokok dalam penelitian ini adalah
(1) Bagaimanakah peran masyarakat adat dalam pengelolaan dan pengembangan tanah hutan
wisata di wilayah desa fatumnasi timor tengah selatan? Dan (2) Apasajakah hambatan-hambatan
bagi peran masyarakat adat dalam pengelolaan tanah hutan wisata di wilayah desa fatumnasi timor
tengah selatan? Penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan dengan dua cara yaitu metode
yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu wawancara dan studi kepustakaan. Data yang
dikumpulkan selanjutnya dianalisis kemudian disajikan atau dipaparkan secara deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Peran dan partisipasi masyarakat sangat
dibutuhkan dalam pengelolaan dan pengembangan serta menjaga kelestarian tanah hutan wisata.
Dimana peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dapat dilakukan ketika penetapan
zonasi atau blok dalam kawasan tanah hutan wisata. (2) Hambatan-hambatan dalam
Pengembangan tanah hutan wisata di Desa Fatumnasi Timor Tengah Selatan disebabkan karena
masih kurang optimalnya komponen-komponen pariwisatanya. Sebagaian masyarakat di Desa
Fatumnasi memiliki pendidikan rendah, kesadaran masyarakat masih rendah atau kurang
menunjang, dan kesiapan masyarakat masih rendah.
Kata kunci: Peran, Pengelolaan dan pengembangan tanah hutan wisata.
Abstract
The people of South Central Timor generally have customs in terms of land or forest area
management. Basically, the area of a village is called customary land, which is related to
activities on customary land, so it can be classified based on private village ownership and family
ownership. The main problems in this study are (1) What is the role of indigenous peoples in the
management and development of tourist forest land in the Fatumnasi village area of South Central
Timor? And (2) What are the obstacles to the role of indigenous peoples in the management of
tourist forest land in the Fatumnasi village area of South Central Timor? This research was
carried out by collecting techniques in two ways, namely the method used in collecting Data are
interviews and literature studies. The data collected is then analyzed and then presented or
presented in a qualitative descriptive manner. The results showed that (1) The role and
participation of the community is needed in the management and development and preservation of
tourism forest land. Where the role and participation of the community in management can be
carried out when determining zoning or blocks in tourist forest land areas. (2) Obstacles in the
development of tourism forest land in Fatumnasi Village, South Central Timor are caused by the
lack of optimal tourism components. Some people in Fatumnasi Village have low education, public
awareness is still low or less supportive, and community readiness is still low.
A. Latar Belakang
Teori the rule of law (Negara Hukum) merupakan sebuah konsep
penyelenggaraan Negara yang didasarkan atas hukum yang berlaku.
Negara Hukum Bangsa Indonesia, dirumuskan dalam pasal 1 ayat (3) yang
menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dengan
demikian prinsip Negara hukum menegaskan bahwa keseluruhan peraturan
hidup yang bersifat memaksa, adalah untuk melindungi kepentingan
manusia di dalam masyarakat.
Eksistensi dan peranan kehidupan masyarakat, terkadang
melahirkan berbagai konflik. Pada hakikatnya, kehadiran hukum dalam
masyarakat, untuk mengitegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-
kepentingan orang yang kerap kali berbenturan satu sama lainnya. Oleh
karenanya, dibentuklah norma-norma hukum tertentu dengan maksud dan
tujuan agar terciptanya keadilan, serta perlindungan hukum dari hak-hak
yang dimiliki masyarakat. Dengan demikian, hukum sebagai kontrol sosial
selain berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat, juga untuk
mengatur berbagai kepentingan dalam masyarakat. Begitu pula dengan
kepentingan masyarakat dalam bidang pertanahan.
Secara umum, tanah merupakan sumber hajat hidup bagi setiap
orang, selain sebagai tempat berpijak dan tempat peristirahatan terakhir,
tanah memiliki hubungan yang erat dengan segala kebutuhan hidup
manusia, baik dalam kegiatan pertanian, perkebunan, perumahan,
perhutanan bahkan perindustrian. Begitu pentingnya eksistensi dari tanah,
sehingga penyediaan, peruntukan, penguasaan, penggunaan ataupun
pemeliharaannya, haruslah diatur berdasarkan kepastian hukum, agar
dalam pemanfaatannya, dapat terselenggaranya perlindungan hukum bagi
hak-hak atas tanah milik masyarakat, terutama golongan perhutanan,
dengan tetap mempertahankan kemampuannya dalam mengelolah dan
memanfaatkan tanah dengan tujuan mendukung komersial yang
merupakan spesifikasi kegiatan kehutanan.
Disamping itu hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan
penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia
internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan
kepentingan nasional pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan
harus dilakukan secara efisien, bijaksana, dan berkelanjutan.
Kewenangan pengelolaan tanah dan strategi kepariwisataan pasca
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
belum dapat dioptimalkan oleh Pemerintah Daerah dikarenakan
pengaturan pertanahan menurut Undang-Undang Agraria Nomor 5 Tahun
1960 tentang Pokok-Pokok Agraria yang menegaskan bahwa urusan
pertanahan adalah urusan pemerintah pusat yang hanya bisa di
madebewindkan kepada daerah. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, Undang-Undang ini merupakan pengganti dari
Undang-Undang nomor 5 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Kehutanan. Undang-undang nomor 41 Tahun 1999 membawa nuansa
pengaturan yang memiliki perbedaan mendasar dengan masukkan peran
serta masyarakat, hak masyarakat atas informasi kehutanan dan
keterlibatan dalam pengelolaan hutan secara umum. Dalam undang-
undang ini terdapat dua status hutan yaitu hutan negara dan hutan hak.
Secara umum, karakteristik pengelolaan hutan pada masyarakat
pedesaan bisa dibedakan dari sifat pengelolaannya yang dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengelolaan hutan yang bersifat
eksploitatif dan pengelolaan hutan bersifat konservatif.
Pengelolaan hutan yang bersifat eksploitatif merupakan tindakan
memanfaatkan hasil hutan yang bersifat mengeksploitasi sumber daya
hutan baik berupa pemanfaatan sumber daya kayu dan non kayu maupun
pemanfaatan sumber daya lahan untuk pengembangan aktivitas produksi
kehutanan. Cara-cara pemanfaatan hutan semacam ini cukup banyak
dijumpai di kalangan masyarakat pedesaan yang sifatnya merubah fungsi
ekosistem hutan akibat semakin berkurangnya komponen-komponen
ekosistem hutan. Dapat disimpulkan bahwa cara-cara pemanfaatan hutan
semacam ini dilandasi oleh cara pandang dimana hutan hanya dilihat dari
fungsi ekonominya dan pemanfaatan sumber daya hutan hanya ditunjukan
untuk pencapaian nilai-nilai material.
Masyarakat Timor Tengah Selatan pada umumnya memiliki adat dalam
hal pengaturan tanah atau kawasan hutan. Pada dasarnya, wilayah dari
suatu kampung dinamakan tanah adat, yang didalamnya berkaitan dengan
aktivitas di atas tanah adat, maka dapat diklasifikasikan berdasarkan
kepemilikan desa pribadi dan kepemilikan keluarga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka calon peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Peran Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan dan
Pengembangan Tanah Hutan Wisata di Wilayah Desa Fatumnasi Timor
Tengah Selatan?
2. Apasajakah Hambatan-hambatan Bagi Masyarakat Dalam Pengembangan
Tanah Hutan Wisata di Wilayah Desa Fatumnasi Timor Tengah Selatan?
C. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis bagaimana peran masyarakat adat dalam pengelolaan dan
apa saja hambatan-hambatan tanah hutan wisata di wilayah desa fatumnasi
timor tengah selatan.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang terjadi terhadap pengelolaan dan
hambatan-hambatan tanah hutan wisata di wilayah desa fatumnasi timor
tengah selatan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa:
1. Peran dan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam
pengelolaan dan pengembangan serta menjaga kelestarian tanah hutan
wisata. Dimana peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
dapat dilakukan ketika penetapan zonasi atau blok dalam kawasan
tanah hutan wisata.
Ketentuan hukum yang lebih aktif dugunakan oleh masyarakat di
Desa Fatumnasi Timor Tengah Selatan yaitu hukum adat yang masih
sangat kuat.
2. Pengembangan tanah hutan wisata di Desa Fatumnasi Timor Tengah
Selatan belum dikatakan optimal. Hal tersebut disebabkan karena
masih kurang optimalnya komponen-komponen pariwisatanya.
Sebagaian masyarakat di Desa Fatumnasi memiliki pendidikan
rendah, kesadaran masyarakat masih rendah atau kurang menunjang,
dan kesiapan masyarakat masih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Waskito dan Hadi Arnowo, (2017). Pertanahan, Agraria, dan Tata Ruang.
Kencana, Jakarta
Situs internet:
Peraturan Undang-undang :
Undang-Undang NRI Tahun 1945 Pasal 18B Ayat (2) Ayat (3)