Anda di halaman 1dari 13

PERAN MASYARAKAT ADAT DALAM PENGELOLAAN TANAH

HUTAN WISATA DI WILAYAH DESA FATUMNASI TIMOR TENGAH


SELATAN

INDY DWIKE WILHELMINA FAOT


Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana
e-mail :indyindyfaot@gmail.com

Abstrak

Masyarakat Timor Tengah Selatan pada umumnya memiliki adat dalam hal pengaturan tanah atau
kawasan hutan. Pada dasarnya, wilayah dari suatu kampung dinamakan tanah adat, yang
didalamnya berkaitan dengan aktivitas di atas tanah adat, maka dapat diklasifikasikan berdasarkan
kepemilikan desa pribadi dan kepemilikan keluarga. Masalah pokok dalam penelitian ini adalah
(1) Bagaimanakah peran masyarakat adat dalam pengelolaan dan pengembangan tanah hutan
wisata di wilayah desa fatumnasi timor tengah selatan? Dan (2) Apasajakah hambatan-hambatan
bagi peran masyarakat adat dalam pengelolaan tanah hutan wisata di wilayah desa fatumnasi timor
tengah selatan? Penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan dengan dua cara yaitu metode
yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu wawancara dan studi kepustakaan. Data yang
dikumpulkan selanjutnya dianalisis kemudian disajikan atau dipaparkan secara deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Peran dan partisipasi masyarakat sangat
dibutuhkan dalam pengelolaan dan pengembangan serta menjaga kelestarian tanah hutan wisata.
Dimana peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dapat dilakukan ketika penetapan
zonasi atau blok dalam kawasan tanah hutan wisata. (2) Hambatan-hambatan dalam
Pengembangan tanah hutan wisata di Desa Fatumnasi Timor Tengah Selatan disebabkan karena
masih kurang optimalnya komponen-komponen pariwisatanya. Sebagaian masyarakat di Desa
Fatumnasi memiliki pendidikan rendah, kesadaran masyarakat masih rendah atau kurang
menunjang, dan kesiapan masyarakat masih rendah.
Kata kunci: Peran, Pengelolaan dan pengembangan tanah hutan wisata.
Abstract

The people of South Central Timor generally have customs in terms of land or forest area
management. Basically, the area of a village is called customary land, which is related to
activities on customary land, so it can be classified based on private village ownership and family
ownership. The main problems in this study are (1) What is the role of indigenous peoples in the
management and development of tourist forest land in the Fatumnasi village area of South Central
Timor? And (2) What are the obstacles to the role of indigenous peoples in the management of
tourist forest land in the Fatumnasi village area of South Central Timor? This research was
carried out by collecting techniques in two ways, namely the method used in collecting Data are
interviews and literature studies. The data collected is then analyzed and then presented or
presented in a qualitative descriptive manner. The results showed that (1) The role and
participation of the community is needed in the management and development and preservation of
tourism forest land. Where the role and participation of the community in management can be
carried out when determining zoning or blocks in tourist forest land areas. (2) Obstacles in the
development of tourism forest land in Fatumnasi Village, South Central Timor are caused by the
lack of optimal tourism components. Some people in Fatumnasi Village have low education, public
awareness is still low or less supportive, and community readiness is still low.

Keywords: Role, Management and development of tourist forest land.


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori the rule of law (Negara Hukum) merupakan sebuah konsep
penyelenggaraan Negara yang didasarkan atas hukum yang berlaku.
Negara Hukum Bangsa Indonesia, dirumuskan dalam pasal 1 ayat (3) yang
menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dengan
demikian prinsip Negara hukum menegaskan bahwa keseluruhan peraturan
hidup yang bersifat memaksa, adalah untuk melindungi kepentingan
manusia di dalam masyarakat.
Eksistensi dan peranan kehidupan masyarakat, terkadang
melahirkan berbagai konflik. Pada hakikatnya, kehadiran hukum dalam
masyarakat, untuk mengitegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-
kepentingan orang yang kerap kali berbenturan satu sama lainnya. Oleh
karenanya, dibentuklah norma-norma hukum tertentu dengan maksud dan
tujuan agar terciptanya keadilan, serta perlindungan hukum dari hak-hak
yang dimiliki masyarakat. Dengan demikian, hukum sebagai kontrol sosial
selain berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat, juga untuk
mengatur berbagai kepentingan dalam masyarakat. Begitu pula dengan
kepentingan masyarakat dalam bidang pertanahan.
Secara umum, tanah merupakan sumber hajat hidup bagi setiap
orang, selain sebagai tempat berpijak dan tempat peristirahatan terakhir,
tanah memiliki hubungan yang erat dengan segala kebutuhan hidup
manusia, baik dalam kegiatan pertanian, perkebunan, perumahan,
perhutanan bahkan perindustrian. Begitu pentingnya eksistensi dari tanah,
sehingga penyediaan, peruntukan, penguasaan, penggunaan ataupun
pemeliharaannya, haruslah diatur berdasarkan kepastian hukum, agar
dalam pemanfaatannya, dapat terselenggaranya perlindungan hukum bagi
hak-hak atas tanah milik masyarakat, terutama golongan perhutanan,
dengan tetap mempertahankan kemampuannya dalam mengelolah dan
memanfaatkan tanah dengan tujuan mendukung komersial yang
merupakan spesifikasi kegiatan kehutanan.
Disamping itu hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan
penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia
internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan
kepentingan nasional pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan
harus dilakukan secara efisien, bijaksana, dan berkelanjutan.
Kewenangan pengelolaan tanah dan strategi kepariwisataan pasca
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
belum dapat dioptimalkan oleh Pemerintah Daerah dikarenakan
pengaturan pertanahan menurut Undang-Undang Agraria Nomor 5 Tahun
1960 tentang Pokok-Pokok Agraria yang menegaskan bahwa urusan
pertanahan adalah urusan pemerintah pusat yang hanya bisa di
madebewindkan kepada daerah. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, Undang-Undang ini merupakan pengganti dari
Undang-Undang nomor 5 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Kehutanan. Undang-undang nomor 41 Tahun 1999 membawa nuansa
pengaturan yang memiliki perbedaan mendasar dengan masukkan peran
serta masyarakat, hak masyarakat atas informasi kehutanan dan
keterlibatan dalam pengelolaan hutan secara umum. Dalam undang-
undang ini terdapat dua status hutan yaitu hutan negara dan hutan hak.
Secara umum, karakteristik pengelolaan hutan pada masyarakat
pedesaan bisa dibedakan dari sifat pengelolaannya yang dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengelolaan hutan yang bersifat
eksploitatif dan pengelolaan hutan bersifat konservatif.
Pengelolaan hutan yang bersifat eksploitatif merupakan tindakan
memanfaatkan hasil hutan yang bersifat mengeksploitasi sumber daya
hutan baik berupa pemanfaatan sumber daya kayu dan non kayu maupun
pemanfaatan sumber daya lahan untuk pengembangan aktivitas produksi
kehutanan. Cara-cara pemanfaatan hutan semacam ini cukup banyak
dijumpai di kalangan masyarakat pedesaan yang sifatnya merubah fungsi
ekosistem hutan akibat semakin berkurangnya komponen-komponen
ekosistem hutan. Dapat disimpulkan bahwa cara-cara pemanfaatan hutan
semacam ini dilandasi oleh cara pandang dimana hutan hanya dilihat dari
fungsi ekonominya dan pemanfaatan sumber daya hutan hanya ditunjukan
untuk pencapaian nilai-nilai material.
Masyarakat Timor Tengah Selatan pada umumnya memiliki adat dalam
hal pengaturan tanah atau kawasan hutan. Pada dasarnya, wilayah dari
suatu kampung dinamakan tanah adat, yang didalamnya berkaitan dengan
aktivitas di atas tanah adat, maka dapat diklasifikasikan berdasarkan
kepemilikan desa pribadi dan kepemilikan keluarga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka calon peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Peran Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan dan
Pengembangan Tanah Hutan Wisata di Wilayah Desa Fatumnasi Timor
Tengah Selatan?
2. Apasajakah Hambatan-hambatan Bagi Masyarakat Dalam Pengembangan
Tanah Hutan Wisata di Wilayah Desa Fatumnasi Timor Tengah Selatan?
C. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis bagaimana peran masyarakat adat dalam pengelolaan dan
apa saja hambatan-hambatan tanah hutan wisata di wilayah desa fatumnasi
timor tengah selatan.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang terjadi terhadap pengelolaan dan
hambatan-hambatan tanah hutan wisata di wilayah desa fatumnasi timor
tengah selatan.

II. Metode Penelitian


Dalam penelitian ini digunakan metode sebagai berikut:
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Desa Fatumnasi, Kecamatan
Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
b. Spesifikasi Penelitian
Bahwa penelitian ini menjelaskan peran masyarakat adat dalam
pengelolaan tanah hutan wisata di wilayah desa fatumnasi timor tengah
selatan, maka tipe penelitian ini yang hendak digunakan adalah penelitian
kualitatif.
c. Jenis dan sumber data
a. Data primer, yakni data yang diperoleh secara langsung dari lapangan
melalui wawancara.
b. Data Sekunder, yakni diperoleh secara langsung dari lapangan melalui
wawancara.
c. Data tersier, yakni data yang diperoleh dari kamus, ensiklopedia, dan
undang-undang.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Peran masyarakat adat dalam pengelolaan dan pengembangan
tanah hutan wisata di wilayah Desa Fatumnasi Timor Tengah
Selatan.

Masyarakat adat memiliki peran yang sangat penting sebagai tonggak


dalam pengelolaan dan pengembangan tanah hutan wisata di Desa Fatumnasi.
Hal ini tergambar pada prinsip yang dijunjung tinggi masyarakat akan eksistensi
ekosistem hidup yang dipengaruhi oleh campur tangan leluhur. Masyarakat
memiliki kepercayaan yang kental akan keberadaan leluhur. Artinya masyarakat
percaya bahwa perkembangan alam sekitar diatur oleh eksistensi roh leluhur,
termaksud didalamnya tanah hutan wisata Wilayah Desa Fatumnasi.

Masyarakat berperan penting dalam pelestarian adat istiadat sejak turun


temurun. Masyarakat yang masih hidup menjalankan pola adat secara utuh
disebut masyarakat adat. Masyarakat wilayah Desa Fatumnasi Timor Tengah
Selatan, memiliki peran penting dalam pengelolaan tanah hutan wisata.

Masyarakat harus menjalankan peran yang maximal dalam


mengelola dan mengembangkan tanah hutan wisata di Desa Fatumnansi.
Hal ini dikarenakan dapat mempengaruhi pemasukan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi. Selain masyarakat, pemerintah juga
memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pengelolaan tanah hutan
wisata tersebut. Pemerintah memiliki fungsi kontrol terhadap zonasi/blok
seputaran hutan untuk pengembalaan ternak, bercocok tanam, dan
produksi hhbk (lebah madu).

Tanah hutan wisata di wilayah Desa Fatumnasi Timor Tengah Selatan


memberi pemasukan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat dan wilayah
hutan memiliki hubungan timbal balik, selain itu hal ini juga
membuktikan bahwa sangat besar peran masyarakat terhadap
pengelolaan, bahkan pelestarian hutan sebagai daerah wisata.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, setiap upaya


pengelolaan, pengembangan dan pelestarian sudah dilakukan oleh
masyarakat. Satu-satunya tujuan dari upaya tersebut yakni terpeliharanya
tanah hutan wisata yang ada di Desa Fatumnasi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Gambaran kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan masyarakat


membuktikan esensi dan efektifitas peran masyarakat adat dalam
kompleksitas pelestarian tanah hutan wisata. Peran ini juga
menggambarkan upaya masyarakat NTT khususnya masyarakat Desa
Fatumnasi dalam memajukan wisata lokal. Wujud dari upaya
pengelolaan dan pengembangan benar-benar dilakukan oleh berbagai
kalangan atau komponen yang berperan dalam memajukan hutan wisata.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Desa


Fatumnasi Timor Tengah Selatan peneliti melihat bahwa ada beberapa
ketentuan-ketentuan hukum yang ditetapkan bagi masyarakat adat di
Desa Fatumnasi Timor Tengah Selatan dimana ketentuan hukum berupa
hukum adat dan hukum pemerintah, diberlakukan hukum ringan dan
hukum berat bagi masyarakat yang melanggar peraturan yang telah
disepakati bersama dalam pengelolaan tanh hutan wisata, dimana hukum
ringan adalah hukum yang diberikan berupa hukum adat seperti denda 1
ekor hewan ternak (Babi atau Sapi), diberikan pukulan sebanyak yang
ditetapkan sesuai dengan pelanggaran yang dibuat, serta seseorang yang
jikalau kedapatan melakukan kesalahan dengan mengambil hasil hutan
bukan kayu (HHBK) berupa makanan, maka seseorang tersebut harus
memakan hasil yang diambil tersebut sampai habis. Selain hukuman
ringan adapun hukuman berat dimana hukuman yang diberikan berupa
dikubur secara hidup-hidup di tempat yang sudah disediakan oleh
masyarakat adat fatumnasi (bitaifa) bagi setiap orang yang melanggar
peraturan yang telah dibuat secara hukum adat. Ketentuan hukum secara
hukum pemerintah yang dibuat berdasarkan keputusan bersama antara
pihak pemerintah dan masyarakat adat dimana diberlakukan hukuman
bagi seseorang yang melanggar peraturan berupa denda uang sebesar Rp
5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah), 1 ekor ternak hewan (babi atau sapi),
dan 1 karung beras.

B. Hambatan-hambatan Bagi Masyarakat Adat Dalam Pengembangan


Tanah Hutan Wisata di Wilayah Desa Fatumnasi Timor Tengah
Selatan.
Hambatan merupakan sesuatu masalah yang dapat menghalangi
kemajuan atau pencapaian suatu hal. Dalam pengembangan tanah hutan
wisata di desa fatumnasi terdapat berbagai hambatan-hambatan yang
dihadapi oleh pihak-pihak terkait. Hal ini tentunya tidak jauh berbeda
dengan pengembangan daerah wisata lain yang ada di NTT, setiap
hambatan-hambatan dapat dilihat sebagai kelemahan dan peluang,
tergantung pada cara pandang masyarakat maupun pemerintah. Adapun
hambatan-hambatan oleh masyarakat antara lain masih minimnya kontrol
pemerintah, dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam pelestarian
hutan.
Eksistensi tanah hutan wisata Desa Fatumnasi saat ini
pemeliharaannya masih dominan dilaksanakan oleh pemerintah
berdasarkan pada peraturan undang-undang yang mengatur secara tidak
langsung. Namun letak dan jarak lokasi dengan badan kepemerintahan
kabupaten Timor Tengah Selatan masih tergolong jauh sehingga fungsi
control pemerintah terlihat belum sepenuhnya maksimal dijalankan. Hal
inilah yang melatarbelakangi penyebab masih minim kontrol pemerintah
dalam proses pengembangan tanah wisata desa Fatumnasi. Meskipun
demikian pemerintah telah mengatur jadwal kontrol dan rancangan
program yang terjadwal untuk dilaksanakan di wilayah tanah wisata
tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti melihat bahwa ada beberapa


faktor penyebab yang menimbulkan hambatan-hambatan dalam
pengembangan tanah hutan wisata di Desa Fatumnasi Timor Tengah
Selatan.

Salah satu faktor penyebab yaitu kurangnya tingkat pendidikan.


peneliti berpendapat bahwa faktor penyebab tentang rendahnya
pendidikan ini menjadil hal yang semestinya harus ditingkatkan.

Faktor penyebab berikut dimana masih banyak masyarakat yang


kurang pemahaman dan akses teknologi. Upaya-upaya masyarakat
terhadap teknologi masih belum banyak dilakukan sehingga saat ini
perkembangan tanah hutan di wilayah Desa Fatumnasi belum
berkembang secara efisien.

Faktor penyebab berikut yaitu kurangnya sumber daya manusia


(SDM) dalam merancang pengembangan terkhususnya di Desa
Fatumnasi. Dimana kurangnya kemapuan dan kreativitas, sehingga
kemampuan masyarakat dalam melakukan kegiatan mengembangkan
tanah hutan wisata masih kurang.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berpendapat bahwa secara


gamblang sumber daya manusia (SDM) masih sangat minim. Sehingga
sangat penting pemerintah maupun masyarakat menunjukan gerakan
kesadaran untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang
unggul.
Faktor penyebab yang berikut adalah masih banyak masyarakat yang
tidak melestarikan hutan berserta ekosistemnya. Banyak pohon-pohon
besar yang ditebang untuk kebutuhan pembangunan rumah tanpa diikuti
dengan menanam kembali. Hal ini dengan sendirinya memberi dampak
pengrusakan tanah hutan wisata.

Penyelesaian hukum atau penyelesaian sengketa terhadap pengelolaan


serta hambatan-hambatan dalam pengembangan tanah hutan wisata di
Desa Fatumnasi dilakukan dengan penyelesaian sengketa alternatif
(alternatif dispute resolution) dimana penyelesaian hukum ini dilakukan
diluar pengadilan berdasarkan kesepakatan di antara para pihak.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa:
1. Peran dan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam
pengelolaan dan pengembangan serta menjaga kelestarian tanah hutan
wisata. Dimana peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
dapat dilakukan ketika penetapan zonasi atau blok dalam kawasan
tanah hutan wisata.
Ketentuan hukum yang lebih aktif dugunakan oleh masyarakat di
Desa Fatumnasi Timor Tengah Selatan yaitu hukum adat yang masih
sangat kuat.
2. Pengembangan tanah hutan wisata di Desa Fatumnasi Timor Tengah
Selatan belum dikatakan optimal. Hal tersebut disebabkan karena
masih kurang optimalnya komponen-komponen pariwisatanya.
Sebagaian masyarakat di Desa Fatumnasi memiliki pendidikan
rendah, kesadaran masyarakat masih rendah atau kurang menunjang,
dan kesiapan masyarakat masih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:

Boedi Harsono, (1992). Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-


Peraturan Hukum Tanah. PT Djambatan ( cetakan 11 ). Jakarta

Malau, R. (2021), Tinjauan Yuridis Terhadap Penguasaan dan Pemilikan Tanah


Secara Berlebihan di Desa Lurang Kecamatan Wetar Utara Kabupaten
Maluku Barat Daya Provinsi Maluku. Universitas Nusa Cendana. Kupang.

Un, L. (2021), Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan Korban


Kekerasan Terhadap Masyarakat Pubabu-Besipae di Tinjau dari Undang-
undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Universitas Nusa
Cendana. Kupang.

Waskito dan Hadi Arnowo, (2017). Pertanahan, Agraria, dan Tata Ruang.
Kencana, Jakarta

Situs internet:

Darwin, R. (2017). Tradisi Ngaruwat Bumi Dalam Kehidupan Masyarakat.


Universitas Sunan Gunung Djati. Bandung.
https://jurnal.uinsgd.ac.id/index.php/Religious/article/download/2361.

Haryanti, T. (2017). Hukum dan Masyarakat. Iain. Ambon.


https://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/THK/article/view/57.

Herdina, D, (2019). Peran Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata


Berbasis Masyarakat. Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA). Cimahi.
Https://ojs.unud.ac.id/index.php/jumpa/article/view/5275.

Klau, S. (2020). Perlindungan Hak Masyarakat Adat Pubabu Utas Pengelolaan


Hutan Adat Pubabu Besipae Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban
Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Universitas Katolik Widya
Mandira. Kupang. https://repository.unwira.ac.id/4782.
Matuankota, K. J. (2010), Konstruksi Makna Yuridis Masyarakat Hukum Adat
Dalam Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945 Untuk Identifikasi Adanya
Masyarakat Hukum Adat. Universitas patimura. Jakarta.
https://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/viewfile/19/19.

Nurfadila, D. (2018). Peran Pemerintah Dalam Pengelolaan Objek Wisata Alam


Lewaja di Kabupaten Enrekang. Universutas muhammadiyah. Makassar.
https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/467.

Poro, S. M. Imron, A. Shanty, W. Y. (2021). Perlindungan Hukum Hak


Tradisional Masyarakat Hukum Adat Terhadap Tindakan Individualisasi
Tanah Ulayat Untuk Tujuan Komersial. Universitas Merdeka. Malang.
https://eprints.unmer.ac.id/2880/3/4.

Prasetyo, D. dan Irwansyah. (2020). Memahami Masyarakat dan Prespektifnya.


Universitas Pelita Harapan dan Universitas Indonesia.
https://dinastirev.org/JMPIS/article/view/253.

Rideng, I. W. Astra, I. W. W. Nahak, S. (2020). Model Pengelolaan Hutan Desa


Berbasis Desa Adat di Desa Salat, Kabupaten Buleleng. Universitas
warmadewa,denpasar–bali
.https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/csj/index.

Seta, S. T. (2020). Hak Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-


Undang. Universitas Gadjah Mada. https://jdihn.go.id.piles/804.

Walahe, s. (2018). Kebijkan Pemerintah Daerah dan Penegakan Hukum


Perlindungan dan Pengelolaan Hutan Bakau(Mangrove). Universitas
samratulangi.
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/19837

Waluyo, R. A. P. (2020). Efektivitas Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Dalam


Pemanfaatan Wisata Pada Hutan Lindung. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, Indonesia. https://jurnal.uns.ac.id/discretie/article/view/50264.
Yuningsih, T. S, F.C. (2020). Analisis Komponen Pariwisata Desa Wisata
Wonolopo Kota Semarang. Universitas Diponegoro.
https://ejournal3.undip.ac.id.

Peraturan Undang-undang :

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Kehutanan

Undang-Undang NRI Tahun 1945 Pasal 18B Ayat (2) Ayat (3)

Anda mungkin juga menyukai