LARIK TENURE
MENYIGI KONFLIK TENURIAL DI KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA
Syafrizaldi Jpang
Memperkenalkan:
Alqaf Afandi
Fajar Septyono
Lika Aulia Indina
Alias Gayak
Jeje Siahaan
Diar Ruly Juniari
Nurhadi
Laurio Leonald
Teguh Bimantara
Sakti Ayoga Pratama
Vinna Mulianti
Eka Muliawati Putri
Arif Aliadi
Sugeng Raharjo
Kosmas Damianus Olla
Mansyur
Kaswinto
Asep Budi Wahyono
Rachmat Firmansyah
Evi Susanti
Hironimus Pala
Thomas Oni Veriasa
LARIK TENURE
Menyigi Konflik Tenurial di Kawasan Konservasi di Indonesia
Memperkenalkan : Alqaf Afandi I Fajar Septyono I Lika Aulia Indina I Alias Gayak I
Jeje Siahaan I Diar Ruly Juniari I Nurhadi I Laurio Leonald I Teguh Bimantara I Sakti
Ayoga Pratama I Vinna Mulianti I Eka Muliawati Putri I Arif Aliadi I Sugeng Raharjo
I Kosmas Damianus Olla I Mansyur I Kaswinto I Asep Budi Wahyono I Rachmat
Firmansyah I Evi Susanti I Hironimus Pala I Thomas Oni Veriasa
Penerbit
Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN)
Jalan Sutera No. 1, Situgede, RT.02/RW.05, Bubulak, Kec. Bogor Baru, Kota Bogor,
Jawa Barat 16115
ISBN : 978-623-99217-0-5
Kerjasama :
LATIN – USAID BIJAK – KEMITRAAN - GMA
Buku ini ditulis berdasarkan hasil kajian pada beberapa kawasan konservasi di Indonesia.
Isi buku sepenuhnya menjadi tanggung jawab para penulis dan bukan mencerminkan
pandangan LATIN maupun pihak-pihak yang mendukung penerbitan buku ini
Pengantar LATIN
K terjadi
onflik antara masyarakat dengan pengelola kawasan konservasi sudah
sejak lama. Konflik tersebut berkaitan dengan pemanfaatan
lahan, seperti; perladangan, pemukiman, kepentingan adat, pembukaan
jalan, dan sebagainya. Semua konflik tersebut menyangkut sistem tenure
di kawasan konservasi. Sistem tenure sendiri, seperti diuraikan dalam buku
ini, merupakan sebuah sistem yang kompleks, dan menyangkut berbagai
macam kepentingan. Berbagai penelitian telah dilakukan kalangan
akademisi misalnya oleh Mulyani S. (1997), Fazriyas (1998), Soekmadi
(1995) dalam Prabandari (2001), dan Suraji (2003).
1
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
2
Larik Tenure
KSDAE tentunya berharap agar aturan ini dapat menjadi salah satu solusi
atas konflik tenurial di kawasan konservasi.
Sejak April 2020, USAID-BIJAK telah mendukung LATIN untuk bekerja sama
dengan Ditjen KSDAE dalam mengimplementasikan solusi penanganan
konfik tenurial melalui Kemitraan Konservasi dan Zonasi di beberapa taman
nasional. USAID-BIJAK mendukung LATIN untuk melaksanakan program
yang bertajuk Implementasi Kemitraan Konservasi dan Rezonasi sebagai
Pilihan Resolusi Konflik Tenurial di Kawasan Konservasi, yang Didukung
dengan Sistem Informasi Manajemen.
3
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Oleh karena itu, buku ini tidak berangkat dari teori konflik yang menjelaskan
teori terjadinya konflik, tahapan konflik tenurial, maupun proses
penyelesaian yang dilakukan secara teoritis. Sebaliknya buku ini
menceritakan konflik apa adanya, bagaimana konflik itu berkembang
sampai mencapai puncaknya, dan apa yang dilakukan untuk
menyelesaikannya.
Buku ini terdiri dari 2 bagian. Buku Pertama, berkisah tentang keadaan dan
dinamika konflik tenurial di lapangan. Harapannya, catatan tersebut
membantu pembaca membayangkan apa yang telah dan sedang terjadi.
Terima Kasih,
Arif Aliadi
4
Larik Tenure
Catatan Perawi
L ARIK TENURE adalah deretan baris syukur hanya untuk Sang Maha
Agung. Allah Yang Maha Penyayang memberikan kesempatan,
menganugerahkan pikiran dan segalanya. Dia Yang Maha Perencana
memberikan segala nikmat yang memungkinkan kami menyelesaikan larik
demi larik catatan ini. Alhamdulillah, segala pujian hanya untuk Allah. Dia
Yang Penguasa Bumi, Langit dan Semesta Alam itu telah mengizinkan LARIK
TENURE sampai ke tangan Pembaca.
Buku ini dirawikan dari kisah-kisah langsung para pelaku di lapangan. Dia
bersumber dari obrolan renyah di tepi-tepi hutan, di kantor Balai Taman
Nasional, di warung kopi, tempat makan, ruang pertemuan, serta tempat-
tempat lain yang masih mungkin menyediakan ruang untuk bicara.
Secara paralel, Tim LATIN dan Global Mata Angin (GMA) bekerja di
lapangan. Hingga pada satu titik, hasil temuan lapangan harus dipadukan.
Para Kontributor; Alqaf Afandi, Fajar Septyono, Lika Aulia Indina, Alias
Gayak, Jeje Siahaan, Diar Ruly Juniari, Nurhadi, Laurio Leonald, Teguh
Bimantara, Sakti Ayoga Pratama, Vinna Mulianti, Eka Muliawati Putri, Arif
Aliadi, Sugeng Raharjo, Kosmas Damianus Olla, Mansyur, Kaswinto, Asep
Budi Wahyono, Rachmat Firmansyah, Evi Susanti, Hironimus Pala, dan
Thomas Oni Veriasa, menyebar dan tinggal di tempat berbeda.
5
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Penting dicatat, bahwa buku ini ditulis beriringan dengan lahirnya Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK). Namun buku ini
sendiri tidak memasukkan pembahasan tentang hal tersebut.
Di dalam UUCK, menyantumkan Pasal 29A dan 29B yang secara jelas dan
tegas menjadi landasan hukum PS. Setelah itu lahir PP nomor 23 tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Kehutanan. PP 23/2021 mengatur PS secara
khusus dalam satu bab. Lantas barulah lahir Permen LHK nomor 9/2021
tentang Pengelolaan PS.
Lepas dari hiruk-pikuk dan polemik UUCK, catatan dalam buku ini mencoba
menyigi lebih dalam mengenai konflik tenurial di kawasan konservasi di
Indonesia. Setidaknya, studi lapangan dilakukan di 7 Taman Nasional dan 1
Suaka Margasatwa di Indonesia.
Tabik,
Syafrizaldi Jpang
6
Larik Tenure
Sekitar 60,1% dari total kawasan konservasi itu berstatus sebagai taman
nasional. Bahkan sebagian diakui secara global sebagai World Heritage,
Biosphere Reserve, ASEAN Heritage, Ramsar Site, dan Geopark. Pengakuan
global merupakan bukti bahwa kawasan konservasi di Indonesia memiliki
nilai penting bagi konservasi keanekaragaman hayati dan lanskap penting
bernilai global yang ada di bumi ini. Kawasan konservasi juga berfungsi
se agai dae ah esapa ai , pa ik ai , pe li du ga hid ologi, ikli mikro,
kesuburan tanah, sumber mikroba, keseimbangan siklus air, penyimpan
karbon dan menjaga kesehatan daerah aliran sungai dari hulu sampai ke
hilir.
Kecuali itu, resolusi konflik tenurial secara paralel juga turut dilakukan di
kawasan konservasi lainnya. Berikut pula upaya-upaya Kemitraan
Konservasi yang disediakan sebagai salah satu model penyelesaian.
8
Larik Tenure
9
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Wiratno
Dirjen KSDAE
10
Larik Tenure
Daftar Isi
Pengantar LATIN 1
Catatan Perawi 5
Belajar dari Lapangan 7
Daftar Isi 11
Daftar Tabel 14
11
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
12
Larik Tenure
13
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Daftar Tabel
14
Larik Tenure
15
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
JILID 1
JENDELA NUSA
16
Larik Tenure
Dangau Nusantara
N usantara adalah dangau teduh yang menyimpan ragam kemewahan.
Mulai dari kemewahan alamnya, bahasanya, budayanya, keramahan
penduduknya, hingga kemewahan damai dan rasa aman. Dangau ini dari
udara, tampak serupa kanvas dengan kuasan warna dasar biru dan biru
muda. Pulau-pulau membeku disapu warna hijau dan cokelat. Lempeng
benua terpisah oleh garis-garis biru kecokelatan nan menebal di bagian kiri
hingga ke bawah kanvas; sekitar Sumatra, Jawa, Bali dan gugusan pulau-
pulau Sunda Kecil. Sementara di bagian yang lebih kanan, lempeng benua
bertabrakan membuat pola yang lebih tidak beraturan antara Sulawesi,
Maluku dan Papua.
Wilayah inilah yang menjadi rujukan ketika Patih Gajah Mada mengucapkan
sumpah, dikenal dengan Sumpah Palapa. Khalayak mengenal sumpah ini
diucapkan sekitar tahun 1258 Saka atau sekitar 1336 Masehi atau 736
Hijriyah.
17
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Di Sumatra, Ibn Batuttah disambut baik dan tinggal untuk beberapa lama di
Kerajaan Pasai di Aceh. Dia mengisahkan bagaimana penerimaan pihak
kerajaan yang begitu baik pada rombongannya. Dia juga mencatat produk
perdagangan, berikut dengan kehidupan sosial di lingkup kerajaan. Catatan
perjalanan Ibn Battutah dibukukan kemudian hari, berjudul Rihlah,
lengkapnya Tuhfat al-nuzzar fi ghara 'ib al-amsar wa-aja 'ib al-asfar.
Sebagai catatan saja, pada Usia 21 tahun, Ibn Batuttah berangkat dari
kampungnya, Tangier di Maroko untuk sebuah perjalanan haji, rukun Islam
terakhir yang diwajibkan bagi muslim yang mampu. Dia melewati Tunisia
dan Libya sebelum tiba di Mesir. Dari Kairo, dia melawat Laut Merah lantas
kembali ke utara hingga Syria. Dia lama mukim di Damaskus sebelum turun
ke Hijaz di bagian utara Semenanjung Arab, lantas menuju Mekah. Selama
2 tahun (1325-1327), Ibn Battutah menempuh ribuan kilometer untuk
menuntut ilmu dan perjalanan suci itu. Periode keduanya adalah antara
1330-1332. Dia menyisir pesisir timur Afrika hingga ke Kilwa setelah
melewati Somalia. Lantas kembali mengitari Semenanjung Arab.
18
Larik Tenure
Lepas dari perdebatan yang tak berujung tentang sosok Marco Polo, tapi
catatannya tentang Java Minor telah membubuhkan sejarah. Menurut
Marsden, catatan Marco Polo sebagian mungkin saja mengada-ada karena
dia menampilkan jarak yang tidak masuk akal. Bahkan mungkin saja catatan
Marco Polo adalah kisah yang dia dengar dari orang lain. Tidak ditemukan
berapa lama kunjungan Marco Polo di Sumatra, tapi dia kembali ke Venesia
pada 1295.
Barus sebagai kota yang terkenal di Asia sejak abad ke-6 Masehi. Pada akhir
abad ke-7 Masehi, pedagang Arab mulai menjejakkan kaki di Barus, ini
berarti merupakan abad pertama Hijriyah (Guillot et al, 2008). Diakui, Barus
telah menjadi pintu masuk Islam di Nusantara. Para pedagang asal
19
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Jauh di pedalaman Afrika dan Asia, orang Eropa telah menancapkan tatanan
global baru. Mereka membentuk kongsi-kongsi dagang dan memulai
penjelajahan ilmiah ke berbagai sudut bumi. Di perairan Maluku, Portugis
melebarkan sayap kekuasaan bersamaan dengan koloni baru, Filipina.
Sementara Inggris menguasai wilayah yang lebih barat, Semenanjung
Malaysia hingga India. Belanda menyapu bersih wilayah perdagangan
strategis di selat Malaka usai mengusir Portugis dari wilayah itu sekitar awal
1500an. Bangsa lain semisal Perancis dan Jerman, turut meramaikan
penguasaan Eropa atas wilayah di Asia dan Afrika.
Kecamuk dalam negeri di Eropa dimulai pada era revolusi Industri, dimana
tenaga manusia mulai tergeser oleh mesin-mesin berteknologi paling
canggih di masa itu. Kebutuhan akan bahan baku memaksa orang-orang
Eropa menguatkan prinsip kolonialisasi berbalut misi perdagangan.
Kecamuk konflik melanda seantero negeri yang belum bersatu ini. Dipicu
syahwat kekayaan dan kekuasaan, para pemimpin berlaga satu dengan
20
Larik Tenure
Tapi tak perlu risau, konflik sendiri sesungguhnya sudah ada sejak zaman
keberadaan manusia di muka bumi. Pertentangan anak-anak Adam adalah
sifat naluriah manusia. Pada gilirannya, pertentang itu akan menuju pada
keseimbangan baru yang lantas dihancurkan kembali lewat pertentangan
berikutnya.
Sebagaimana 14 abad yang lalu, sebuah risalah telah disampaikan. Dan jika
Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi
mereka senantiasa berselisih (QS Hud:118), kecuali orang yang diberi
rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat
keputusa Tuha u telah tetap, Aku pasti aka e e uhi Neraka
Jaha a de ga ji da a usia ya g durhaka se ua ya. (QS Hud:119)
Risalah ini relevan dengan apa yang sedang didiskusikan dalam catatan ini.
Begitulah kehidupan, sampai suatu ketika, kehacuran alam semesta terjadi.
Sementara laga kepentingan pihak-pihak terus berlangsung, bahkan tanpa
peduli telah merenggut banyak korban. Satu dan lainnya saling berupaya
mengalahkan, menegasikan, bahkan menghancurkan. Tapi, laga ini suatu
waktu tentu akan berakhir. Kapan waktunya, siapa tahu?
Penting pula memahami bahwa konflik bukan hanya tindakan dari satu
pihak, tapi juga respon yang diberikan pihak lain atas tindakan tersebut.
Serangkaian tindakan dan respon ini memberikan skala atau level terhadap
suatu konflik.
21
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Dalam pengertian yang lebih bebas, konflik dapat diartikan sebagai sebuah
keadaan atau fenomena yang melibatkan pertentangan internal maupun
eksternal. Pertentangan internal hanya melibatkan satu pihak saja,
misalnya; individu tertentu atau organisasi tertentu. Sementara
pertentangan eksternal melibatkan dua pihak atau lebih, bisa antar
individu, antara individu dengan organisasi maupun sebaliknya. Berbagai
pertentangan itu dipicu oleh ragam kepentingan maupun ragam keinginan.
Dengan demikian, konflik melibatkan serangkaian kepentingan, serangkaian
keinginan dari pihak yang berkonflik.
Sistem Tenure
Kembali pada lukisan alam Nusantara yang dinukil sebagai pembuka bagian
ini, bahwa konflik terjadi di sepanjang pulau-pulau dan lautnya. Indonesia
tak lepas dari konflik. Berkait itu, dalam konteks buku ini, konflik yang
dibahas adalah yang berhubungan dengan tenure.
Di Indonesia kata tenure dalam bahasa Inggris, atau tenere dalam Bahasa
Latin dikenal dengan istilah tenurial. Secara harfiah istilah tenurial berarti:
memelihara, memegang dan memiliki. Schlager dan Ostrom, 1992,
mengartikan tenurial sebagai sekumpulan hak yang mencakup hak
mengakses dan hak pakai untuk mengelola, eksklusi, dan mengalihkan.
Dikarenakan Tenurial merujuk pada kandungan atau hakikat dari hak dan
jaminan atas hak. Hal Ini berarti hak dari sudut pandang yang berbeda, yaitu
terhadap hak yang tumpang-tindih (sewaktu dua orang atau lebih mengaku
berhak atas sumber daya yang sama) dan terkadang juga konflik (Larson,
2013).
22
Larik Tenure
luas dari itu, sistem ini melibatkan semua kepentingan dalam pengelolaan
lahan tersebut (Jpang, Khazanah Sembilang Dangku, 2020).
Lebih jauh Jpang mengilustrasikan, di satu bentang alam, ada satu kesatuan
hutan yang dimiliki oleh Suku Hajun. Hutannya bernama Hutan Jahun.
Sementara sekelompok pencari madu telah mendapat izin dari pemangku
adat Suku Hajun untuk memanen madu saban musim di dalam hutan Jahun.
Izin tersebut diberikan oleh para pemangku adat dalam sebuah ritual adat
pada tahun 1905. Saban musim panen, Orang Hajun yang ada di kawasan
hutan Jahun mendapatkan bagiannya. Anak keturunan pencari madu
tersebut meneruskan tradisi para pendahulunya.
Para pencari rotan dan enau, kerap melewati tempat-tempat keramat ini.
Tapi Suku Hajun yang tinggal di hutan Jahun hanya memperbolehkan
kelompok ini mengambil rotan dan enau yang tidak terlalu dekat jaraknya
dengan tempat-tempat keramat itu. Enau dan rotan yang jaraknya dekat,
itu biasanya menjadi hak orang Hajun. Suku Hajun memanfaatkan rotan dan
enau untuk kepentingan sehari-hari.
23
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Beberapa pendatang sudah bertani padi ladang di kawasan ini secara turun-
temurun. Mereka datang dari pusat desa, sebagian mereka berasal dari
suku Ngoal. Tapi pendatang ini hanya diberi izin oleh pemangku adat Suku
Hajun untuk mengelola beberapa titik lahan dan tidak diperbolehkan lebih
luas dari itu.
Suku Ngoal, adalah suku mayoritas di sekitar kawasan hutan Jahun. Suku ini
mendiami sebagian besar wilayah kecamatan. Menurut versi orang
terkemuka dari Suku Ngoal, mereka adalah satu-satunya suku yang memiliki
bukti kepemilikan atas hutan Jahun. Dalam dokumen berbahasa Belanda,
Suku Ngoal membuktikan bahwa mereka menguasai lahan hutan kecuali
untuk daerah yang ditempati dan dikuasai oleh suku Hajun dan Suku Nujah.
Cukup kompleks bukan? Jika saja ada pihak yang berkepentingan membuat
keputusan-keputusan baru di wilayah tersebut, maka siapa yang harus
diajak bicara dan berunding? Apa yang harus dilakukan? (Jpang, Khazanah
Sembilang Dangku, 2020)
Di lain sisi, ada pula sistem yang berkiatan dengan pihak lain di luar manusia
sebagai pengelola. Sistem penyangga kehidupan misalnya. Sistem ini
memengaruhi secara tidak langsung, dengan menyediakan sumber-sumber
pangan, air, udara dan jasa lingkungan lain. Bila sistem ini berubah, maka
24
Larik Tenure
Bineka Sengketa
Demikianlah, tenurial dan konflik berkelindan. Saling sandera, bahkan
kadang saling tikam. Namun tak jarang keduanya justru menemukan titik
terang penyelesaian. Kerap pula keduanya tak berujung perdamaian.
Mari kembali renungkan sumpah palapa, mari kembali simak rupa alam
Nusantara. Cita-cita luhur untuk menjadikan Nusantara bersatu tentunya
26
Larik Tenure
tidak akan pernah terjadi bila bercak alamnya dipenuhi konflik tenurial. Ini
mesti mendapat jawaban penyelesaian. Namun jawaban yang diharapkan
tentunya tidak pernah datang bila masing-masing pihak hanya
mementingkan nasibnya sendiri, egonya sendiri, kelompoknya sendiri dan
kepentingannya sendiri.
27
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
28
Larik Tenure
JILID 2
RUMAH BERSAMA
29
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
30
Larik Tenure
sebelumnya tidak dapat diakses, para petani sering kali pindah setelah
mendapatkan kayu perusahaan, dan kemudian menebangi relik tersebut,
meregenerasi hutan untuk penanaman permanen atau berpindah (Collins
et al, 1991).
Hal ini mengindikasikan pembukaan hutan sudah terjadi jauh sebelum era
eksploitasi besar-besaran tahun 60an. Kendati tidak ada angka yang pasti
yang mencatat seberapa besar bukaan lahan hutan di masa itu. Namun
keterangan tersebut setidaknya adalah indikasi awal terjadinya pembukaan
lahan.
31
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Daya Pelestarian
Jauh sebelum itu, tindakan perlindungan alam secara eksplisit telah
tercermin pada pola perilaku sehari-hari masyarakat dalam berhubungan
dengan alam yang merupakan warisan turun-temurun. Sebelum abad ke-
15, tradisi sakral sangat mewarnai segenap kehidupan masyarakatnya.
Perilaku keseharian masyarakat sangat kental dengan kepercayaan
terhadap kekuatan alam dan mistikasi benda-benda, yang terwujud dalam
penabuan terhadap benda-benda, situs-situs dan tindakan tertentu.
Misalnya, larangan mengambil jenis-jenis pohon atau batu-batu tertentu,
larangan memasuki kawasan tertentu, seperti gunung, rawa dan hutan
tutupan (Wiratno et al, 2001).
32
Larik Tenure
Pada tahun 1894, lanjut Wiratno, Gubernur Jenderal Jhr. C.H.A. van der
Wijck melalui koran Nieuwe Rotterdamsche Courant mempertanyakan
kasus-kasus perdagangan burung di Ternate dan Ambon serta meminta
pejabat setempat (residen) agar melaporkan kasus-kasus tersebut beserta
usulan penanganannya. Akan tetapi hal ini pun tidak memberikan hasil
berarti.
Tidak adanya sikap yang jelas dan aksi konkret Pemerintah Kolonial,
mengakibatkan datangnya tekanan dari para konservasionis dari luar Hindia
Belanda pada tahun 1894. Pada bulan November, Menteri Kolonial di Den
Haag menerima sebuah surat dari Ketua Pelaksana Bond ter
Bestrijdinggeener Gruwelmode (Association to Combat a Revolting Fashion)
dan beberapa asosiasi sejenis yang menyesalkan adanya penyelundupan
burung cendrawasih secara liar. Asosiasi tersebut mendesak agar Menteri
Kolonial segera mencegah laju perburuan satwa ini.
33
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Sejak 1914, isu yang berawal dari keprihatinan akan kepunahan burung
cendrawasih ini bergeser menjadi isu lingkungan yang diterima masyarakat
secara luas, tidak hanya nasional tetapi juga internasional. Saat laju
perburuan meningkat pada tahun 1912-1913, American Ban (pelarangan
komersialisasi cendrawasih di Amerika) telah menyumbang banyak dalam
hal ini, dibandingkan dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1912 (Wiratno et al, 2001).
Hutan Indonesia sangat beragam dan kaya akan spesies. Namun, kerusakan
serius telah terjadi selama hampir lima puluh tahun terakhir.
Pengembangan industri kayu dan perkebunan skala besar di hutan-hutan
hujan dipterokarpa Indonesia di bagian barat, disinyalir menjadi salah satu
penyebabnya. Beberapa satwa liar diketahui terkena dampak serius,
misalnya harimau sumatra, orangutan sumatra, orangutan kalimantan,
macan dahan, badak sumatra, gajah sumatra dan belakangan ada
orangutan tapanuli, berikut dengan spesies-spesies lain.
34
Larik Tenure
35
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
36
Larik Tenure
Tujuan konservasi sumber daya alam yang akan dilakukan adalah (1)
Mempertahankan adanya kualitas lingkungan dengan memperhatikan
estetika dan kebutuhan ekowisata maupun hasilnya, dan (2)
Mempertahankan adanya kelanjutan dari pemanfaatan hasil tanaman,
hewan dan bahan yang bermanfaat lainnya, dengan menciptakan siklus
yang seimbang antara masa tanam atau pembiakan dengan pertumbuhan
individu baru atau pembaharuan material. Oleh karena itu konservasi yang
dilakukan juga meliputi kegiatan perlindungan terhadap sistem kehidupan,
preservasi sumber daya genetik serta pemanfaatan flora dan fauna secara
berkelanjutan.
Di Indonesia, hutan konservasi terdiri dari ; (1) Kawasan hutan suaka alam,
yaitu hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan serta ekosistemnya yang
juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, seperti suaka
margasatwa dan cagar alam; (2) Kawasan hutan pelestarian alam, yaitu
hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, seperti kawasan Taman Hutan Raya(Tahura),
taman nasional dan taman wisata; dan (3) Taman buru, yaitu kawasan hutan
yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.
37
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
38
Larik Tenure
39
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Hutan Indonesia diselimuti oleh hutan hujan tropis kecuali pulau Jawa
bagian selatan dan timur, Madura, Bali dan pulau-pulau Sunda Kecil yang
memiliki hutan monsun tropis. Sabuk ini secara musiman membawa iklim
kering dan meluas ke selatan Papua, dan ke utara ke bagian selatan
Sulawesi. Di Sumatra, terdapat hutan hujan tropis dataran rendah yang
didominasi oleh dipterokarpa. Terdapat pula hutan rawa gambut dan bakau
yang sangat luas di sepanjang pantai bagian timur. Tulang punggung
Sumatra berupa pegunungan dengan hutan hujan pegunungan yang luas
dan sebagian besar masih utuh. Di bagian lembah intermontana tengah
yang agak kering dan di jauh di utara terdapat satu-satunya hutan pinus
alami (Pinus merkush) di Indonesia (Collins et al, 1991).
40
Larik Tenure
kepulauan ini. Hutan hujan tidak pernah luas dan hanya bertahan di dalam
daerah terpencil di lembah curam di sisi gunung yang menghadap ke
selatan. Di tempat lain, ada hutan monsun dan padang rumput yang luas.
Timor pernah memiliki hutan kayu cendana alam yang luas (Sanlalum
album). Sementara hutan hujan pegunungan tidak subur dan memiliki ciri
khas dengan tidak adanya lumut, meskipun beberapa memiliki jenggot
lumut usnea.
41
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
42
Larik Tenure
43
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
JILID 3
EPISENTRUM RINJANI
44
Larik Tenure
45
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Desa Bebidas, Kecamatan Wanasaba, Lombok Timur. Areal ini tepat berada
di Resor Aikmel, Satuan Pengelolaan Wilayah II TNGR.
Amaq Nopi adalah salah seorang dari rombongan itu. kelompok Amaq Nopi
tengah mengukur petak-petak tanah pada lahan seluas hampir 300 hektare.
Kawasan hutan Pesugulan sendiri terdiri dari beberapa punggungan bukit.
Amaq Nopi telah menyiapkan lahan baginya dan keluarganya yang dekat
dengan jalan akses antara Desa Bebidas menuju Sembalun.
Amaq Nopi berjibaku mengukur luasan tanah. Berbekal tali rafia, dia
membuat batas antara lahan yang satu dengan lainnya. Kerap dia tidur di
lahan yang bersengketa itu. Menurutnya, banyak yang ikut menginap di
lahan, termasuk perempuan dan anak-anak.
46
Larik Tenure
Almarhum Balok Imah, Papuk Banun, dan Papuk Putrasih diklaim sebagai
leluhur orang Dusun Borne, Dusun Jurang Koak dan Dusun Erot Desa
Bebidas. Semasa hidupnya, mereka tinggal di kawasan tersebut dan
sekarang bekas tempat tinggalnya sudah dipugar (BTNGR, Laporan
Kronologis PKTI Pesugulan, 2019). Bebidas panas membara. Saling klaim
antara masyarakat dengan Balai TNGR terjadi.
Ramadhan tahun 2015 adalah bulan yang penuh cobaan. Kedua belah pihak
masih bersitegang. Tak ada yang mau surut ke belakang. Keduanya
mengklaim memiliki kuasa atas lahan yang disengketakan itu. Hutan
Pesugulan merana, kayunya tumbang. Di awal Juli, Balai TNGR sudah mulai
merencanakan operasi gabungan untuk penegakan hukum.
47
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Hutan Pesugulan kian terbuka. Tegakan kayu kini sudah mulai digantikan
tanaman semusim. Sepanjang Ramadhan hingga Lebaran tahun 2015,
masyarakat telah menguasai wilayah itu, mereka bertanam tanaman
semusim. Kecuali itu, masyarakat juga sudah mulai menanami lahan
dengan tanaman tua seperti nangka dan alpukat.
Sementara Balai TNGR tak punya jurus lain selain kebijakan pemerintah
tentang penetapan kawasan Taman Nasional. Isu Rinjani sebagai
episentrum Lombok, mentok. Rinjani sebagai paru-paru dunia, sepertinya
tidak semujarab seperti yang berlaku di tempat lain.
Masyarakat berada di atas angin, apa lagi dukungan mulai tampak nyata
dari Lembaga atau Organisasi Non Pemerintah (ORNOP, sebagian dikenal
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM), maupun simpati pihak-
pihak yang percaya bahwa lahan itu adalah lahan masyarakat adat.
Pagi sekali, Daniel telah sedia dengan pasukannya. Dua hari yang lalu,
pasukan ini sudah terlibat dalam gelar operasi. Para Jagawana kini tampak
48
Larik Tenure
Hingga ujung Oktober 2015, keadaan masih darurat. Balai TNGR tetap
berupaya menggalang dukungan, berbagai pertemuan dilakukan, surat-
surat dikirimkan, pendekatan persuasif juga diadakan.
49
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Tapi letusan Rinjani itu hanya memadamkan api, tidak memudurkan bara.
Dini hari, 4 Mei 2016, sekitar 40 orang Pejuang merusak Pos Jaga Balai TNGR
di Dusun Montong Kemong Desa Sapit, Kecamatan Suela, Lombok Timur.
Mereka melempari Pos dengan batu, kayu dan bambu. Pos itu hancur,
berantakan. Para pelaku selanjutnya memblokir jalan lintas Seula menuju
Sembalun.
Keempat orang Pejuang itu terdiri dari Operator Alat Berat, Ketua,
Sekretaris, dan Bendahara Pejuang Tanah Adat Jurang Koak. Amaq Nopi,
50
Larik Tenure
11 Oktober 2016, Amaq Nopi resmi menjadi pesakitan. Dia diputus bersalah
melakukan tindak pidana oleh hakim Pengadilan Negeri Selong. Amaq Nopi
secara sah dan meyakinkan menyuruh melakukan kegiatan yang tidak
sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain di TNGR. Setahun
enam bulan adalah masa kurungan yang dibebankan padanya (BTNGR,
Laporan Kronologis PKTI Pesugulan, 2019).
Kendati sebagian para pelaku sudah berada dalam tangsi, tapi Hutan
Pesugulan tetap dikuasai perambah. Seperti diakui Daniel dalam
wawancara tanggal 7 dan 10 Desember 2020, patroli belum dapat dilakukan
pada awal 2017. Hal itu disebabkan karena masyarakat yang menguasai
laha asih esiste te hadap petugas Balai TNG‘. Ka i e e a aka
melakukan penanaman dengan Komando Daerah Militer 1615 Lombok
Ti u da BP DA“, u gkap ya.
Dalam masa Operasi Gabungan, Bupati Lombok Timur justru bersurat pada
KLHK. Surat tersebut pada dasarnya adalah meminta KLHK meninjau
kembali keberadaan tanah masyarakat Jurang Koak di Desa Bebidas itu.
Bupati meminta KLHK tidak melakukan tindakan represif yang berlebihan
51
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Surat ini tampak bagai kontra produktif dengan keadaan di lapangan. Ini
disikapi Balai TNGR dengan terus berupaya agar para provokator di
lapangan segera ditindak. Menurut Daniel, para provokator ini tetap
melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan klaim lahan tersebut.
Hal yang sama diakui Wakil Bupati Lombok Timur, H. Rumaksi. Ketika
diwawancara di rumahnya (8 Desember 2020), Rumaksi mengatakan
menerima laporan yang berbeda mengenai situasi lapangan. Satu sisi ada
yang melaporkan bahwa tanah tersebut dipastikan adalah tanah adat.
Sementara laporan lain menyebutkan lokasi tersebut adalah Taman
Nasional.
Di satu sisi, Pemda Lombok Timur merasa terancam karena akan kehilangan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari objek wisata tersebut. Namun di sisi lain,
Balai TNGR bersikukuh pada aturan bahwa objek wisata yang dimaksud
telah masuk ke dalam areal TNGR. Di antara kedua belah pihak, terdapat
pihak ketiga yang mengantongi izin pengelolaan objek wisata.
Dalam kacamata ini, tentulah kedua belah pihak berada dalam posisi
berhadapan. Dimana keduanya memperebutkan pemasukan masing-
masing. Namun persoalannya tidak sesederhana itu, ada pihak ketiga di
52
Larik Tenure
antara keduanya. Ada pula ego pusat-daerah yang sengaja dimainkan, ada
juga urusan kewenangan dan aturan yang belum sinkron (Rumaksi, 2020).
Ya, itu kan masa lalu. Termasuk untuk urusan Pesugulan, kami bahkan
menerima banyak informasi yang tidak sesuai. Tergantung kepentingan
pihak yang memberi info. Tapi kan saya ada orang-orang di lapangan.
Me eka tujua ya aik, u gki a a ya ya g keli u, kata ‘u aksi
tersenyum.
Tapi i i selalu ada uda g di alik atu. Kalau dilihat le ih dala , te tu aka
e uka luka la a, kata ‘u aksi.
Rumaksi tidak mengurai lebih dalam mengenai udang di balik batu itu,
bahkan dia juga tak mau menyebut apa yang dimaksud dengan luka lama.
Dia hanya berharap, persoalan lama yang menyangkut kasus Joben
mestinya tidak terulang lagi di masa depan. Hal ini akan berpengaruh pada
iklim politik dan sosial di Lombok Timur.
Pada tahun 2012, Pihak Ketiga (PT. Joben Evergreen) yang menjadi Mitra
Pemda Lombok Timur dalam mengelola Objek Wisata Otak Kokok Joben
53
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Setidaknya, sampai 2012 sudah ada 3 pihak ketiga yang ditugaskan Pemda
Lombok Timur untuk mengurus Joben. Hingga akhirnya, Pemda memutus
kerjasama dengan pihak ketiga dan mulai merancang resolusi dengan Balai
TNGR.
Pada periode 2012 dan 2013, bongkar pasang pengelola objek wisata Otak
Kokok Joben terjadi. 24 Desember 2013, Bupati Lombok Timur
mengeluarkan SK nomor 188.45/482/EKO/2013 tentang Penunjukan CV.
Harini Sebagai Pengelola Objek Wisata Otak Kokok Joben Kabupaten
Lombok Timur tahun 2014.
54
Larik Tenure
Berbekal surat dari Pemda Lombok Timur dan surat dari Kementerian
Kehutanan, PT. Joben Evergreen menggugat SK Bupati Lotim nomor
188.45/482/EKO/2013 tentang Penunjukan CV. Harini Sebagai Pengelola
Objek Wisata Otak Kokok Joben Kabupaten Lombok Timur Tahun 2014. Di
awal Januari 2014, tepatnya tanggal 2, gugatan meluncur ke Pengadilan
Tata Usaha Negara di Mataram. Sebulan kemudian, PT. Joben Evergreen
juga melayangkan surat kepada Pemda Lombok Timur dalam rangka
permohonan penunjukkan kembali PT. Joben Evergreen sebagai pengelola
aset Pemda Lombok Timur di Objek Wisata Otak Kokok Joben.
Putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara keluar pada 25 Maret 2014.
Putusan tersebut memerintahkan kepada Pemda Lombok Timur untuk
menunda pelaksanaan penunjukan CV. Harini sebagai Pengelola Objek
Wisata Otak Kokok Joben Kabupaten Lombok Timur Tahun 2014. PT Joben
Evergreen di atas angin.
Hingga 2017, surat menyurat tak henti. Pengadilan Tata Usaha Negara ikut
terlibat. KLHK di Jakarta juga kerap menerima dan berkirim surat. Pemda
Lombok Timur tak ketinggalan, berikut dengan perusahaan yang ditunjuk
Pemda mengelola objek wisata tersebut. Satu hal yang terselip, di dalam
kawasan juga telah ada sertifikat hak milik, mau tak mau Badan Pertanahan
Nasional (BPN) turut terlibat.
Minggu, 19 Agustus 2018, terjadi gempa bumi dengan magnitude 6,9 pukul
21:56:27 WIB. Pusat gempa berada di kedalaman 10 km dan berada di laut,
30 km arah timur laut Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Peta
tingkat guncangan (shakemap) BMKG menunjukkan bahwa dampak gempa
55
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
bumi berupa kerusakan dapat terjadi pada daerah yang berdekatan dengan
pusat gempa. Berdasarkan hasil analisa data akselerograf, stasiun terdekat
dengan sumber adalah stasiun Taliwang (TWSI), berjarak sekitar 34,7 km
dari pusat gempa dengan nilai percepatan tanah sebesar 293.204 gals
(BMKG, 2018).
Tepat 4 bulan sebelum gempa terjadi, 19 April 2018, Balai TNGR melakukan
peninjauan lapangan di lokasi wisata Otak Kokok Joben. Tinjauan ini
melibatkan perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Balai
Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VIII, Polres Lombok Timur dan
Koramil Terara. Sayangnya, perwakilan BPN Lombok Timur tidak hadir.
Rombongan besar Balai TNGR berikut beberapa orang dari pihak Pemda
Kabupaten Lombok Timur, Pemda Kabupaten Lombok Tengah dan Pemda
Provinsi NTB menghabiskan waktu sepanjang 21 Oktober sampai 2
November 2018 di Sulsel. Mereka belajar bagaimana pengelolaan kawasan
konservasi dapat bersandingan dengan Pemerintah Daerah.
56
Larik Tenure
Sabar
Sebuah percakapan terjadi usai Festival Rinjani di Desa Wisata Tete Batu, 13
Desember 2020. Kepala Balai TNGR, Dedy Asriady duduk santai bersama
Kepala Dinas Pariwisata Lombok Timur, Mugni.
“aya kan justru Pak Kadis marahi waktu pertama bertemu. Itu di kantor
Bupati, u gkap Dedy.
Mugni tak menampik. Dia mengakui, dulu pernah marah-marah pada Dedy.
Dia marah lantaran beranggapan TNGR tidak memberi dampak dan manfaat
untuk masyarakat Lombok Timur. Pemda Lombok Timur, lanjut Mugni, tidak
merasa cukup terbantu dengan keberadaan taman nasional. Justru taman
nasional hanya terkesan menghambat pembangunan.
Ada sekita e it Pak Mug i a ah. “aya dia saja, kata Dedy.
ditunjukkan Dedy justru membuat dirinya sadar, tak banyak gunanya kepala
panas.
Dedy tersenyum, hal serupa pernah dia alami dengan pejabat daerah yang
lain.
Waktu itu, kisahnya, konflik Joben memang belum mendapat titik terang.
Dia datang ke Kantor Bupati Lombok Timur dengan niat menyampaikan
persoalan Joben yang sesungguhnya.
Me jela g sia g tahu aktu itu. “aya kan datang ke kantor Bupati.
Karena Bupati sibuk, saya harus menunggu. Saya menunggu dekat
mushalla. Kebetulan, ada seseorang di sana yang juga sedang menunggu
Bupati. Kami ngobrol, ternyata beliau rimbawan juga, pernah kerja di
Kehuta a , kisah Dedy.
Sambil menunggu waktu sholat zuhur, Dedy bercerita kepada orang itu jika
dirinya akan menemui Bupati. Dedy juga menceritakan maksud
kedatangannya menemui Bupati, bahwa dirinya akan menyampaikan
konflik Joben yang sesungguhnya adalah kesalah pahaman dan mestinya
dapat dibicarakan bersama, dan seterusnya.
Usai sholat zuhur, orang yang tadinya bicara dengan Dedy mohon pamit
karena sebentar lagi Bupati akan melakukan perjalanan. Dedy hanya
mengiyakan sembari berpikir, bagaimana caranya mencegat dan bicara
langsung dengan Bupati.
58
Larik Tenure
Ternyata benar, mobil Bupati yang tadinya sudah mau ke luar dari gerbang,
kini mundur dan menuju tempat Dedy berdiri. Bupati turun dan meminta
maaf atas sikapnya. Bupati mengatakan akan mengurus kasus Joben
bersama Wakil Bupati.
59
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Kuburan Moyang
Tiga buah gundukan tanah membentang di atas lahan sengketa Hutan
Pesugulan. Gundukan tanah itu digadang-gadang sebagai kuburan nenek
moyang orang-orang Jurang Koak. Di sekitarnya sudah tersusun batu-batu
sebagai penanda.
Mulanya, cerita Amaq Nopi, hutan yang dirambah itu dipikir akan dijadikan
Hutan Kemasyarakatan (HKm). Lantaran sudah ada kelompok masyarakat
mendapat izin HKm dekat dengan kawasan yang dirambah. Jadi saat itu,
belum ada pernyataan untuk dijadikan tanah adat.
60
Larik Tenure
Kan harus ada tanda-tanda kalau tanah itu adalah tanah adat. Maka
kuburan itu menjadi satu-satu ya ta da agi ka i, u gkap ya.
Ya sudah, saya ti u lah. Itu jadi agus lagi. “aya susu api kayak
ku u a , kata ya.
Tak banyak yang tahu apa yang dilakukan Amaq Nopi. Dia menyusun
kembali gundukan tanah dan batu-batu serapi-rapinya.
Iya, setelah itu saya sebar luaskan, disana itu ada kuburan. Itu yang di sana
itu tolong di pagar, itu kuburan nenek moyang. Kira-kira seperti itu ya, yang
saya sampaikan. Jadi dipagar bagus, ada tempat ritual juga disana itu. Yang
itu yang jadi acuan kita untuk melawan bapak ini, jelas A a Nopi sa il
menunjuk Rio. Mereka tertawa berbarengan. Sebagai catatan, hal tersebut
diceritakan Amaq Nopi pada November 2020 setelah dia berdamai dengan
BTNGR.
Tempat ritual itu, lanjut Amaq Nopi, memotivasi dirinya dan rekan-
rekannya. Tempat itu adalah satu-satunya bukti bahwa kawasan itu
memang sudah digarap para pendahulu. Tempat itu dikenal dengan nama
sanggah. Sampai kinipun masih dijadikan tempat nylamet aik. Masyarakat
biasanya menyembelih sapi atau kerbau di tempat itu.
61
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Kan tambah takut. Ini kita dianggap tidak koperatif. Akhirnya saya dibuser
juga. Kepala saya pecah kena hantam ketika ditangkap. Di kantor polisi,
pe yidika e la gsu g ha i, u gkap ya.
Satu dari tiga orang yang ditangkap polisi dibebaskan dengan uang jaminan.
Amaq Nopi merasa ini tidak adil baginya. Kendati uang jaminan itu
disediakan oleh keluarga yang bersangkutan, tapi bagi Amaq Nopi, ini
adalah perjuangan bersama. Mengapa dirinya dan Ketua Pejuang tidak
diperjuangkan juga?
Padahal saya kan Bendahara. Dan ini Ketua masih sama saya di dalam
pe ja a, kata ya de ga ada agak ti ggi.
Cikal perpecahan kelompok ini sudah mulai tampak. Amaq Nopi bahkan
sempat beradu jotos dengan Ketua Pejuang di dalam penjara. Masalahnya
hanya hal sepele menyangkut rokok. Tapi suasana panas membuat mereka
terpicu emosi.
Tapi perjuangan Amaq Nopi untuk Tanah Adat Jurang Koak sesungguhnya
adalah perjuangan semu. Dia bahkan menyadari, keterlibatannya dalam
perjuangan itu hanya dipicu keinginan sesaat untuk menguasai lahan.
Buktinya, kuburan yang diklaim sebagai kuburan nenek moyang itu hanya
rekaan saja.
Kini, Amaq Nopi justru berbalik arah. Dia menjadi salah satu penggerak
dalam proses rehabilitasi lahan yang dilakukan bersama Balai TNGR.
62
Larik Tenure
Jurus Damai
Setelah Amaq Nopi dan dua rekannya yang lain ditangkap petugas, Balai
TNGR merasa memiliki celah di antara kekosongan figur penggerak. BTNGR
memanfaatkan momen ini untuk terus menjalankan jurus-jurusnya. Pada
2018, konflik ini mulai menemui celah penyelesaian. Sebagian masyarakat
yang merambah di Hutan Pesugulan sudah mulai kembali ke desa.
BTNGR pulang tanpa hasil, jurus pertama gagal. Upaya ini berujung
penolakan dan keributan. Padahal waktu itu Hutan Pesugulan sempat
dikuasai Balai TNGR, tetapi hanya bertahan dua minggu, masyarakat
kembali lagi ke Pesugulan.
BTNGR tak menyerah, mereka terus bangkit dan berbenah dari kegagalan.
Kini Balai TNGR mulai menyusun jurus baru, karena penegakan hukum saja
tidak cukup. Kendati komunikasi antara Balai TNGR dengan masyarakat di
Bebidas masih sulit dilakukan.
Kepala SPTN Wilayah I TNGR, Rio masuk gelanggang konflik mulai April
2018. Saat itu, dia masih staf baru, tak banyak yang kenal. Rio datang ke
Bebidas tanpa atribut TNGR. Dia menemui Kepala Desa yang baru saja
terpilih dua bulan yang lalu. Rio menyusun langkah baru lewat pendekatan
kepada Kepala Desa. Targetnya, membentuk Kelompok Sadar Lingkungan
(Pokdarling).
Pokdarling Bebidas Lestari baru disahkan pada 23 Maret 2020. Butuh waktu
2 tahun agar Balai TNGR dapat memenangi hati orang-orang di Desa
Bebidas.
Sementara itu, sepulang dari penjara, Amaq Nopi bertekad untuk menebus
kesalahannya. Dia kini menjadi teman baik Balai TNGR, menjadi
penyambung lidah dan gencar mengajak mantan perambah mendatangi
rumah-rumah warga. Tentu ini tidak mudah, dia kini harus berhadap-
hadapan dengan orang-orang yang dulu berada satu barisan dengannya.
63
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Saya ditolak, saya dianggap antek TNGR oleh masyarakat, bahkan saudara
sendiri. Tapi saya bertekad e pe aiki Huta Pesugula , tegasnya.
Jurus ini terbukti efektif. Bahkan, anak-anak muda Desa Bebidas mulai
tertarik membuka lokasi wisata Propok. Tapi mereka tak punya Izin Usaha
Pengelolaan Jasa Wisata (IUPJS). Balai TNGR menjadikan mereka sebagai
mitra. Mereka kemudian membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
Rinjani Perkasa. Amaq Nopi berperan menjadi salah satu motor penggerak
dalam kelompok ini. Akhirnya, Balai TNGR melibatkan kelompok ini di
dalam kegiatan Masyarakat Mitra Polhut (MPP).
64
Larik Tenure
JILID 4
NASIB JATI
MERUBETIRI
65
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Pada Juni 1982, Menteri Pertanian RI memasukkan hutan jati eks Perum
Perhutani ke dalam perluasan kawasan Suaka Margasatwa Meru Betiri.
Hutan jati yang masuk ke dalam kawasan konservasi tersebut ditanam oleh
Perum Perhutani pada 1967/1968 (Balai TNMB, 2020). Itu artinya, pohon
jati yang ada sama sekali belum pernah dipanen. Kondisi demikian
diperparah dengan situasi politik dalam negeri yang berada pada permulaan
reformasi. Ketika masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus
Dur), ada pernyataan yang menyebutkan bahwa masyarakat diperbolehkan
memanfaatkan hutan. Bertolak dari informasi itu, masyarakat di seputaran
TNMB berlomba-lomba membuka lahan untuk pertanian (KAIL, 2020).
66
Larik Tenure
Dua bulan setelah itu, tepatnya 14 Januari 2021, curah hujan yang tinggi
mengakibatkan beberapa desa juga terendam banjir. Jember tergenang.
Laporan dari lapangan mengatakan 3 desa di Kecamatan Tampurejo
terendam banjir, yakni; Desa Andongrejo, Desa Curahnongko dan
Wonoasri. Banjir merendam wilayah ini setelah hujan tak henti dalam
beberapa hari terakhir, dan sungai yang ada di ketiga desa meluap.
Perambahan menjadi hal yang jamak. Modusnya bisa beragam, ada yang
merambah untuk membuka lahan pertanian. Tapi ada pula perambah yang
hanya bermaksud memanen jati.
Pada 2012 terjadi 8 kali perambahan seluas 6,6 hektare di Seksi Pengelolaan
Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Ambulu dan sekali perambahan di SPTN
Wilayah III Kalibaru seluas setengah hektare (Balai TNMB, 2013).
67
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Kuasa Balak
Portal berita news.detik.com melaporkan, seorang pembalak kayu hutan
TNMB tewas setelah ditembak petugas Polisi Khusus Hutan (Polsushut).
Pelaku ditembak karena melawan saat ditangkap.
Polisi mengamankan barang bukti golok milik pelaku dan pistol yang
digunakan petugas Polsushut menembak pelaku. Petugas tersebut juga
telah dimintai keterangan terkait kronologis peristiwa (Mulyono, 2019).
68
Larik Tenure
Malam itu, Kentik naik ke dalam hutan mencari kayu jati. Tujuannya tak
lain, mengambil kayu jati yang dia sadari berada di dalam kawasan Taman
Nasional. Aris dan Eko sudah terlebih dahulu masuk ke dalam hutan.
Rekan Aris, Eko melarikan diri dengan sepeda motor. Kentik masih sempat
melihat Eko menggeletakkan motor dan lari menjauh. Usai bersembunyi,
Kentik mendatangi sumber tembakan. Dia tak melihat motor Aris,
kemungkinan dibawa oleh tim Patroli.
Kentik tak sadar, pada saat bersamaan ketika dia berencana mengambil
kayu, Tim Patroli TNMB juga tengah bersiap. Patroli malam itu memang
sudah mengendus adanya pembalakan liar di wilayah Kranjan.
Kentik tak sendiri, dia tak merinci berapa banyak orang yang terlibat
pencurian kayu malam itu. Tapi ada beberapa rombongan, katanya.
Tapi kan saya nggak tahu kalau Aris waktu itu meninggal. Setahu saya,
u gki ke a ta gkap. Lalu saya pula g da tidu , kata Ke tik.
69
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Pada saat terjadi tragedi penembakan itu, Maman lekas mengatur strategi.
Dia menghubungi pihak Kepolisian dan Pemda untuk menenangkan
keadaan. Menurut Maman, kejadian penembakan sudah sesuai dengan
standar operasi dan prosedur. Jika tidak ditembak, kemungkinan akan ada
korban dari tim patroli. Usai tragedi penembakan itu, pihak Kepolisian
melakukan pengamanan di wilayah tersebut.
Satu hari di Januari 2020, kisah pencurian kayu juga datang dari Riyanto alias
Penyot (36). Usai kejadian penembakan Aris, truk-truk pengangkut kayu
hilir mudik dari wilayah Bandealit menuju entah kemana. Penyot
terprovokasi. Dia yang beberapa bulan belakangan tiarap lantaran kasus
penembakan itu, kini mulai mencari akal.
70
Larik Tenure
Ketika mobil patroli berada di jembatan, Penyot yang ketakutan – dan setia
kawan – mengatakan jika teman-temannya sudah lari ke hulu. Sementara
Kentik dan 9 orang lainnya menghilang di kegelapan, cahaya senter petugas
menyambar ke segala arah.
Kisah-kisah pencurian kayu sesungguhnya jika ditilik dari kaca mata konflik
tenurial tentu tak ada hubungannya. Tapi di TNMB, pencurian kayu di
dalam kawasan sesungguhnya diikuti pula dengan penguasaan lahan.
71
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Lepas Perambahan
Kliwon (75) sedang bekerja di ladangnya yang seluas setengah hektare di
desa Curahnongko Kecamatan Tampurejo, Jember di Jawa Timur. Tanaman
utamanya adalah Cabai Jamu (Piper retrofractum Vahl). Menurutnya,
menanam Cabai Jamu jauh lebih menguntungkan. Setidaknya, ada sekitar
30 pokok tanaman Cabai Jamu di kebun Kliwon. Cabai Jamu sendiri
merupakan tanaman rempah yang mirip dengan sirih. Buahnya lonjong
sebesar jari kelingking dengan tonjolan-tonjolan kecil bewarna hijau. Buah
yang matang bewarna merah (Jpang, The extended family of Meru Betiri
National Park, 2020).
Kliwon juga menanam tanaman tua semacam petai dan durian. Bibit dia
dapatkan dari pembagian bibit oleh Balai TNMB. Sejak 2002, Kliwon
menggarap lahan bekas Perhutani tersebut. Dia masih khawatir, suatu saat
akan kembali menjadi perambah hutan sementara usianya tak lagi muda.
Kalau laha i i dia il, saya tak tahu ha us hidup da i a a lagi. Lahan ini
memang dulu adalah hasil perambahan. Kini, para perambah menggarap
laha sehi gga le ih p oduktif, u gkap ya.
Ketua Kelompok Blok Nomor 9A, yang tergabung dalam Jaringan Kelompok
Tani Rehabilitasi (JAKETRESI), Sugiri menyebut terdapat 18 Kelompok yang
tergabung dalam paguyuban, yang berada di Desa Curahnongko, dengan
mengelola lahan rehabilitasi seluas 410 hektare.
Para perambah, lanjut dia, mulai merangsek masuk ke dalam kawasan sejak
1998 dan menebangi pohon jati yang ditinggalkan Perum Perhutani. Bukan
72
Larik Tenure
hanya jati, hutan alam pun tak luput dari jarahan. Para penjarah berasal
dari desa-desa yang jauh di luar dari kawasan TN.
Dari catatan LATIN, setidaknya ada 5 desa yang terlibat gerakan rehabilitasi,
yakni: Desa Curahnongko, Andongrejo, Sanenrejo, Wonoasri dan
Curahtakhir. Menurut Arif, masyarakat sudah terlanjur mengelola ribuan
hektare kawasan konservasi TNMB. Hal tersebut memerlukan upaya segera
agar konflik lahan ini tidak meluas menjadi konflik sosial.
73
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Extended Family
Dari Madrid, Spanyol, menjelang subuh (7/12/2019), Dirjen
KSDAE, Ir. Wiratno, M.Sc, mengatakan peran masyarakat sangat
menentukan dalam pengelolaan kawasan konservasi dan menjamin
kelestarian sumber daya alam.
Kita i i extended family. Sebuah sistem keluarga yang saling dukung. Apa
yang dilakukan Kliwon di lapangan tentu tak bisa lepas dari sistem
kekelua gaa i i, u gkap Wi at o.
Lepas dari berbagai upaya yang saat ini sedang dilakukan, masyarakat
sendiri berkebutuhan agar interaksi mereka dengan Balai TNMB dapat
diteruskan.
75
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun Swasta, TNMB dapat
menjadi ajang pengembangan usaha. Usaha-usaha dapat berkembang
seiring dengan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat. Prinsipnya, tentu
keadilan berbagi keuntungan dan kelestarian kawasan.
76
Larik Tenure
JILID 5
NIRKONFLIK
TENURIAL DI BUKIT
BAKA BUKIT RAYA
77
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
78
Larik Tenure
Setidaknya ada 2 sungai besar yang berhulu di kawasan ini, yakni Sub DAS
Melawi dan Sub DAS Katingan. TNBBBR turut menyumbang ketersediaan
air bagi kawasan rendah di sekitarnya. Air dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan, termasuk rumah tangga, industri dan kepentingan lain.
Pun keberadaan sumber air panas Sepan Apoi, pendakian Bukit Baka dan
Bukit Raya, arung jeram Balaban Ella, air terjung Guhung Elang,
penjelajahan botani, fotografi alam liar serta pengamatan herpetofauna
turut memberikan nuansa berbeda pada total wilayah seluas 234.624,3
hektare itu.
Di dalam kawasan, terdapat 1.220 jenis tumbuhan dan 137 famili satwa
(TNBBBR, Database Spesies TNBBBR, 2016). Pemanfaatan terbatas untuk
pendidikan dan penenelitian dilakukan sebagai cara untuk tetap
79
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Kecuali potensinya yang beragam, kawasan TNBBBR tak lepas dari ancaman.
Perburuan satwa masih kerap terjadi, berikut dengan pembalakan dan
pencurian kayu. Balai TNBBBR sendiri melakukan pembinaan desa
penyangga dan patroli untuk meminimalisir ancaman tersebut.
80
Larik Tenure
Sementara itu, ancaman PETI tak hanya sebatas di dalam kawasan TNBBBR,
tapi juga melibas wilayah di luar kawasan. Pada Maret 2020, ruai.tv
melaporkan telah terjadi longsor besar di wiayah Puruk Momuluk yang
diduga sebagai salah satu lokasi PETI. Masyarakat Desa terdekat (Desa
Jelundung dan Rantau Malam) melaporkan air sudah meninggi sejak 2
Maret 2020.
Menurut staf Balai TNBBBR, kejadian ini memang menyita perhatian. Pihak
Balai lantas melakukan peninjauan lapangan di Bukit Momuluk, dan tidak
menemukan adanya aktivitas PETI.
81
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Aktivitas PETI sudah berlangsung sejak lama di sepanjang DAS Serawai dan
Melawi. Dahulu masyarakat di sekitar kedua DAS melakukan penambangan
emas secara tradisional dengan cara mendulang. Seiring perubahan zaman,
aktivitas PETI semakin banyak dan masuk ke kawasan TNBBBR. Pelaku PETI
juga tidak lagi masyarakat lokal, melainkan pelaku dari luar dengan dengan
modal besar dan peralatan modern. Hal ini tentu menjadi perhatian serius
pihak Balai TNBBBR, aktivitas PETI sangat mengancam lingkungan
khususnya di dalam kawasan (Yulianto, 2020).
Rantau Malam
Desa Rantau Malam Kecamatan Serawai Kabupaten Melawi merupakan
salah satu Desa Penyangga yang paling dekat dengan kawasan TNBBBR.
Rantau Malam juga merupakan pintu masuk bagi para pendaki yang ingin
melakukan pendakian ke puncak Bukit Raya, dataran tertinggi di Pulau
Kalimantan di wilayah Indonesia. Daerah ini sangat terancam dengan
keberadaan aktivitas PETI.
82
Larik Tenure
Masyarakat asli Rantau Malam merupakan masyarakat dayak dari sub suku
dayak Uud Danum. Mereka terkenal dengan pemilihan pola bermukim di
wilayah hulu sungai. Aktivitas keseharian masyarakat adalah berladang,
berburu, dan mencari hasil hutan. Dengan munculnya tren PETI di wilayah
mereka, perlahan masyarakat juga ingin ikut melakukan aktivitas yang
sama. Terlebih lagi tuntutan pendapatan ekonomi yang kian meningkat.
Aktivitas PETI dirasa sangat menjanjikan penghasilan, dan lebih praktis bagi
masyarakat.
Hal ini juga disampaikan oleh Kepala Desa Rantau Malam, keadaan ekonomi
masyarakat Desa Rantau Malam yang hanya bergantung dari hasil hutan
dan ladang mungkin hanya cukup untuk kebutuhan perut saja. Namun jika
sudah ada anak-anak dalam satu keluarga, ada melanjutkan pendidikan,
maka tidak ada pilihan lain selain PETI. PETI menjanjikan penghasilan dalam
waktu singkat.
Saat ini, masyarakat Desa Rantau Malam sudah banyak yang berhenti
melakukan aktivitas PETI. Tapi masih terdapat beberapa warga yang
bertahan, itu juga karena keadaan yang memaksa. Faktor ekonomi
memaksa mereka untuk terus melakukan aktivitas PETI. Selain itu juga
83
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Desa ini sesungguhnya menyimpan cerita tak kalah menarik dari kisah
Molengraaff. Menurut tokoh masyarakat Desa Rantau Malam, F.D Otong
(2020), Rantau Malam sendiri merupakan sebuah pemukiman yang bermula
dari kisah Singa Macan Ondo. Tokoh ini, menurut dia, merupakan orang
pertama yang membuka perkampungan di Rantau Malam.
Singa macan Ondo, lanjutnya, sebetulnya lahir dari sebuah keluarga dengan
11 saudara dan orang tua lengkap. Singa Macan Ondo belia, mulanya
menetap di sebuah kampung bernama Sungai Suar. Wilayah tersebut kini
masuk dalam wilayah Kabupaten Melawi. Perpindahan Singa Macan Ondo
sendiri sesungguhnya terpaksa dilakukan karena melarikan diri dari kejaran
Belanda. Dari Sungai Suar, Macan Ondo berpindah ke Nanga Nuak karena
tetap merasa kurang aman. Nanga Nuak sendiri kini berada tepat di
Kecamatan Menukung. Setelah itu, dia pindah lagi ke Rantau Punang.
84
Larik Tenure
Rumah Betang di Rantau Malam ini berdiri sekitar tahun 1930. Bilik Singa
Macan Ondo sendiri berada ditengah-tengah Rumah Betang. Mulanya, di
rumah ini terdapat 23 bilik.
Sekarang rumah betang sudah mulai ditinggalkan dan rusak. Hanya tersisa
11 bilik saja, dan hanya 6 yang ditempati.
Nirkonflik Tenurial
Balai TNBBBR membuat jadwal rutin untuk melakukan sosialisasi dan
penertiban aktivitas PETI di dalam kawasan. Namun tentu masih banyak
tantangan di lapangan, terutama bocornya informasi kepada pelaku PETI
terkait kegiatan patroli. Selain itu, perlawanan di lapangan terkait aktivitas
Polhut ketika berpatroli juga menjadi ancaman serius yang harus dihadapi.
Tidak jarang tim patroli juga mendapatkan ancaman dan kontak fisik
maupun senjata dengan para pelaku PETI (Yulianto, 2020).
Pada kegiatan operasi gabungan di tahun 2016 yang melibatkan TNI dan
Polri, berhasil menangkap 2 (dua) orang pelaku PETI dan telah diproses di
pengadilan. Kegiatan patroli rutin dan operasi gabungan yang dilaksanakan
hanya berdampak pada penghentian aktivitas PETI untuk beberapa saat dan
belum benar-benar berhasil memberantas atau menghentikannya secara
permanen dari dalam kawasan. Namun semakin intensif kegiatan
pengamanan akan berbanding lurus dengan pengurangan aktivitas illegal
oleh masyarakat di dalam kawasan.
Pada malam hari, 3 Oktober 1894, terjadi petir dan hujan deras hingga
membuat sungai banjir. Pukul 8.40 pagi hari sebelumnya, rombongan Kami
tiba di tepi bukit lalu mendakinya. Setelah siang, pukul 13.30, rombongan
ekspedisi tiba di atas bukit pada ketinggian 728 mdpl. Dari sini, Saya
memandang jelas pada lembah Serawai (Molengraaff, 1900).
Dari pusat desa, dongeng pohon emas mengalir bagai udara. Dulu kala ada
pohon yang disebut warga sebagai Batang Berang (Budiono, 2020). Konon
pucuk pohon itu sampai menembus langit. Mitosnya, Batang Berang adalah
pohon yang mengandung emas. Banyak anak-anak yang bermain di pohon
itu. Namun kebanyakan yang bermain di Batang Berang akan menderita
gatal-gatal, sejenis penyakit kulit. Para orang tua resah, melihat anak-anak
mereka dihinggapi penyakit.
87
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
88
Larik Tenure
89
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Lantas, lanjut laporan Jpang, warga desa yang mengaku punya hubungan
dengan para agen atau pemilik modal ini menemui pihak berpengaruh di
desa. Mereka datang bukan untuk pengurusan izin, tapi untuk mendapat
dukungan. Pihak yang berpengaruh di desa ini terdiri dari orang-orang yang
memiliki jabatan penting, posisi penting, dukun, jawara atau memiliki
kekayaan. Setelah mendapat restu, maka mesin untuk menambang sudah
dapat dibawa. Di sungai, tidak ada kontrol. Penambang hanya disyaratkan
melakukan penambangan dekat dengan wilayah sungai. Ada 2 alasan yang
berkembang; jalur emas dekat dengan sungai, dan pembuangan limbah
mudah dihanyutkan oleh air sungai.
91
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Para pemilik atau pemodal – dalam bahasa lokal disebut toke – biasanya
mempekerjakan orang-orang lokal untuk mengantarkan bahan-bahan dan
barang kebutuhan kepada para operator tambang di lokasi penambangan.
Para Toke memasok logistik untuk kebutuhan para penambang melalui jalur
air, karenanya mereka butuh para pengangkut perahu, pengangkat barang
dan orang yang mengerti jalur sungai. Para pendukung ini biasanya adalah
orang lokal. Sementara untuk operator, para Toke memercayai orang yang
lebih berpengalaman menjadi operator tambang emas dan bermental kuat.
Emas murni yang didapatkan melalui proses pendulangan atau dengan
menggunakan mesin robin dijual ke penampung yang ada di pusat
kecamatan di Serawai. Tapi untuk menjual, warga harus menabung
emasnya terlebih dahulu supaya bisa ditukarkan dengan uang yang lebih
92
Larik Tenure
Hasil yang tak menentu ini membuat warga tidak terlalu mengandalkan
emas lagi sebagai mata pencarian pokok. Mereka memilih melakukan
pekerjaan lain yang lebih pasti. Kecuali usaha berbasis pertanian, menjadi
penyedia jasa bagi para penambang justru lebih menguntungkan dan pasti.
Karena itulah, orang Rantau Malam kini tak banyak lagi mengandalkan
penambangan emas sebagai sumber pendapatan. Beberapa orang elit di
Desa Rantau Malam mengaku, juga terdapat penambangan emas di Hutan
Adat Desa Rantau Malam. Penambang terdiri dari para pendulang emas
dan ada pula yang menggunakan mesin robin. Selaian para penambang
yang berlokasi di hutan adat, para penambang yang berada di sungai-sungai
yang masuk ke dalam wilayah desa juga dipungut iuran. Jumlah penambang
beragam, ada yang mengatakan 40an unit, ada pula yang mengatakan
jumlahnya hanya belasan unit (Budiono, 2020).
Sementara sumber lain menyebut, rata-rata setiap mesin ditarik uang awal
sebesar 2,5 juta rupiah. Iuran bulanan untuk mesin dongfeng berkisar
antara 300 hingga 500 ribu rupiah selama mesin beroperasi. Iuran untuk
mesin robin hanya berkisar antara 100 hingga 250 ribu rupiah per mesin
sepanjang beroperasi.
93
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Pantauan terakhir dari Pengurus Lembaga Adat Desa Rantau Malam, para
toke dan operator tambang lebih banyak beroperasi di masa pagebluk
(pandemi covid19) dikarenakan tidak ada patroli. Para penambang lebih
leluasa karena terlepas dari pantauan petugas, tidak ada kontrol lokal dan
logistik tersedia (Budiono, 2020).
95
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
dan antar jemput orang. Para pendukung ini bekerja sebagai operator
perahu, pedagang, pemilik penginapan, pemilik toko peralatan, bahkan
mata-mata. Masing-masing orang bertugas selama perintahnya jelas dan
pasti, jelas siapa yang memerintahkan dan jelas berapa uang yang
dibelanjakan berikut keuntungannya. Tak jarang para pendukung juga
adalah para pemilik perahu bermotor yang tinggal di desa-desa seperti
Rantau Malam atau Nanga Jelundung, atau bahkan yang tinggal di luar itu,
termasuk di pusat kecamatan, Nanga Pinoh dan kota Sintang.
Keempat, Individu Penambang Skala Kecil; terdiri dari dua kelompok, yakni
masyarakat lokal di desa-desa di sepanjang aliran sungai Melawi dan
Serawai, dan masyarakat di luar itu.
Bagi yang berasal dari desa-desa sepanjang aliran sungai, biasanya mereka
memiliki modal kecil untuk membeli mesin robin dan peralatan pendukung
skala kecil lainnya seperti selang, tabung baja, air raksa dan papan dudukan
mesin.
Individu yang berasal dari luar desa di sepanjang sungai biasanya juga
memiliki modal kecil. Mulanya, individu ini menjalin hubungan dengan
anggota masyarakat di desa-desa sepanjang sungai. Hubungan tersebut
kemudian berbuah pada kesepahaman untuk melakukan kerjasama.
Mereka akan bekerjasama dengan anggota masyarakat lokal untuk
mengembangkan PETI skala kecil. Ada juga yang datang karena hubungan
kawin-mawin.
96
Larik Tenure
jenis perahu di Rantau Malam; long boat bermesin tempel dengan kapasitas
5-7 penumpang (termasuk pengemudi), pompong berkapasitas hingga 12
orang dan mampu mengangkut barang lebih banyak (Jpang, Kajian Lanskap,
Potensi Ekowisata, Identifikasi Kemitraan Konservasi dan Pemberdayaan
Masyarakat di Desa Rantau Malam, TNBBR, 2020).
98
Larik Tenure
99
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Kelompok Tani Madu Kelulut diberi nama Kelompok Tani Hutan Lestari
Murop. Kelompok ini dibentuk setelah dilakukan identifikasi potensi. Dari
beragam potensi di Rantau Malam, masyarakat setuju untuk membentuk
kelompok madu kelulut.
Letak geografis Desa Rantau Malam yang berada di sekitar hutan, menjadi
alasan populasi kelulut banyak dijumpai di wilayah kampung dan
peladangan. Anggota kelompok yang tergabung pada kelompok ini adalah
masyarakat yang saat ini masih aktif berladang di hutan. Saat ini sudah
dilakukan pelatihan bagi kelompok untuk membuat sarang kelulut (log).
Kelompok juga sudah membuat areal budidaya di sekitar perkampungan.
Selain membuat log di areal budidaya, anggota kelompok juga membuat log
di area peladangan (Ivonne, 2020).
Potensi wisata alam dan jasa lingkungan yang dimiliki TNBBBR juga cukup
potensial, antara lain; panorama alam (lanskap), air terjun, sumber air
panas, widyawisata, arung jeram (rafting), animal watching (burung,
primata, dan lainnya) dan pendakian Bukit Raya. Semua potensi tersebut
masih sangat alami sehingga akan sangat disukai oleh wisatawan yang ingin
menyaksikan hutan hujan tropis yang masih relatif belum terganggu
(TNBBBR, RPJP TNBBBR Provinsi Kalbar dan Kalteng Periode 2018-2027,
2017).
100
Larik Tenure
101
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
102
Larik Tenure
JILID 6
SEBANGAU
NAN RANCAK
103
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
S ebangau adalah salah satu taman nasional dengan keunikan yang tiada
banding. Bersumber dari Statistik Taman Nasional Sebangau (TNS)
tahun 2014, menyebut TNS merupakan taman nasional ke 49 yang ditunjuk
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK.423/Menhut-
II/2004 tanggal 19 Oktober 2004. Secara administratif kawasan TNS terletak
di 3 (tiga) wilayah, yaitu: Kota Palangkaraya, Kabupaten Katingan, dan
Kabupaten Pulang Pisau. Ketiganya berada di Provinsi Kalimantan Tengah.
Sebelum ditetapkan menjadi taman nasional, status kawasan hutan
Sebangau adalah kawasan hutan produksi (HP) dan Hutan Produksi Konversi
(HPK) yang dikelola oleh beberapa perusahaan HPH sekitar awal tahun
1970-an hingga pertengahan tahun 1990-an. Setelah perusahaan HPH
berhenti beroperasi, kegiatan pembalakan liar marak terjadi.
Jenis komoditi unggulan di desa pada umumnya adalah karet dan padi.
Disamping itu ada komoditas lain yang dikembangkan oleh masyarakat
seperti sengon, semangka, sawit, dan sayuran. Desa-desa yang dekat
104
Larik Tenure
Sejak 1986 telah dianjurkan pula rencana parit komunikasi dan drainase
dengan jalan raya di samping Teluk Sebangau ke Kereng Bengkirai dan
Palangkaraya sejauh hanya 110 km tanpa menyeberang sungai-sungai
besar, dengan membangun pelabuhan laut di Teluk Sebangau dan
pelabuhan coaster di Kereng Bengkirai yang dapat dilaksnaakan dalam
105
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
jangka waktu lebih pendek. Daerah sebelah hilir dan sekitar Palangkaraya,
mengandung potensi sumber daya alam luar biasa di bidang pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan dan energi (Sri-Edi
Swasono & Masri Singarimbun, 1986).
Lahan pekarangan dan Lahan Usaha (LU) I yang dijanjikan siap tanam
ternyata berupa hutan tidak bisa ditanami, tanahnya gambut dalam, basah
dan berpasir. Apabila musim penghujan datang, lahan pekarangan banjir
sampai sepinggang orang dewasa.
Masyarakat sangat kesulitan pada masa itu dalam mengolah lahan untuk
bercocok tanam. Bantuan bibit tanaman dari pemerintah yang coba
ditanam banyak yang tidak tumbuh. Sehingga keadaan ini membuat banyak
keluarga tidak betah dan kembali ke Pulau Jawa. Mereka yang kembali ke
Jawa menjual lahan pekarangan dan lahan usaha jatah transmigrasi kepada
keluarga yang masih bertahan di Habaring Hurung. Keluarga-keluarga
transmigrasi yang masih bertahan hanya mengandalkan jatah bulanan
program Jatah Hidup (jadup), dari pemerintah melalui Kementerian
Transmigrasi. Sebagian masyarakat yang lain juga mulai mencari pekerjaan
alteratif untuk pemenuhan ekonomi keluarga. Banyak masyarakat yang
masuk ke hutan untuk bekerja mencari hasil hutan seperti kulit kayu gemor,
getah pantung atau jelutung, dan membuat arang (Suroto, 2020).
Bantuan tanah subur untuk mineralisasi sampai puluhan rit satu kapling
pernah dikirim. Tetapi tanahnya masih tetap tidak bisa ditanami. Selama
106
Larik Tenure
107
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
108
Larik Tenure
109
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Ekowisata Rawa
Pekerja media mongabay.co.id, Junaidi Hanafiah melakukan perjalanan
menembus rawa-rawa di TNS pada Juli 2018. Bila anda berkunjung ke
Palangkaraya, Kalimantan Tengah, tulisnya, sempatkanlah melihat rawa
gambut Sebangau. Sensasi menelusuri rawa gambut ini akan makin terasa
bila anda menyewa perahu mesin atau yang biasa disebut kelotok dari
dermaga Kereng Bengkirai.
Di kiri kanan Sungai Sebangau, akan terlihat rasau (Pandan helicopus) atau
sejenis pandan yang biasa tegak di tepian sungai atau danau kawasan rawa
gambut. Selain itu, perahu mesin tak jarang harus dikurangi kecepatannya
saat lintasan sungai menyempit akibat tertutupi tumbuhan ini (Hanafiah,
2018).
110
Larik Tenure
111
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Jumadi adalah ketua Kelompok Getak. Dulunya dia pelaku pembalakan liar.
Kegiatan pembalakan yang dilakukan Jumadi semata-mata untuk mengisi
perut. Sumber pendapatan masyarakat di wilayahnya adalah hutan, baik
untuk diambil kayunya, maupun dari jenis bukan kayu.
112
Larik Tenure
Keluhan Jumadi secara tak langsung didengar pihak Balai TNS. Pendekatan
lain kemudian mulai ditempuh.
Balai TNS merasa upaya ini sangat efektif. Perlahan persepsi masyarakat
mulai berubah terhadap keberadaan taman nasional. Selain pelibatan
masyarakat di berbagai program konservasi, Balai TNS juga secara berkala
melakukan sosialisasi dan diskusi terkait pentingnya kolaborasi dalam
pengelolaan kawasan dan penguatan ekonomi masyarakat. Secara perlahan
masyarakat mulai terbantu dari segi ekonomi, pemahaman masyarakat
terhadap konservasi di kawasan Sebangau juga semakin tinggi (Yulianty,
2020).
Dari proses panjang yang dibangun oleh Balai TNS bersama masyarakat,
didoronglah program pemberdayaan masyarakat di sektor ekowisata. Hal
ini tentu dengan melihat potensi besar untuk pengembangan ekowisata.
Saat ini sudah terbentuk satu Kelompok Getek dan satu Kelompok Nelayan
Tradisional di bawah bimbingan SPTN Wilayah II Balai TNS. Kelompok-
kelompok ini terdiri masyarakat Kelurahan Kereng Bengkirai, baik bapak-
bapak, ibu-ibu, pemuda dan pemudi.
113
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Peatlands (CIMTROP) sejak tahun 1998. Wilayah ini diklaim sebagai pusat
penelitian gambut terbesar di dunia (Jeti, 2020).
Untuk menikmati wisata minat khusus, wisatawan akan diantar oleh perahu
getek milik kelompok untuk menikmati susur sungai. Setelah itu wisatawan
bisa melakukan trekking sembari menikmati keindahan flora fauna
endemik, jika beruntung bisa melihat langsung orangutan.
TNS merupakan rumah bagi 808 jenis flora, 35 jenis mamalia, 182 jenis
burung, dan 54 spesies ular. Bagi wisatawan yang mempunyai hobi
memancing, di TNS terdapat beberapa lokasi memancing terbaik. TNS
merupakan habitat ikan jenis kerandang, toman, dan haruan (gabus), selain
itu juga banyak terdapat udang air tawar. Wisatawan bisa mengikuti
aktivitas Kelompok Nelayan Tradisional untuk menikmati wisata
memancing ini. Bahkan jika wisatawan ingin bermalam, telah dibangun oleh
pihak Balai TNS beberapa pondok/pos patroli yang bisa difungsikan sebagai
tempat menginap. Jadi jika ingin memancing ikan selama beberapa hari,
wisatawan tidak perlu lagi khawatir.
114
Larik Tenure
JILID 7
RELUNG
LORE LINDU
115
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Akhir dari dialog disepakati beberapa butir hasil rumusan bersama, yakni:
1) Balai Besar (BB) TNLL bersama masyarakat Dongi-Dongi berkomitmen
untuk membangun wilayah Dongi-Dongi dan mendukung pengelolaan TNLL
secara kolaboratif; 2) BBTNLL bersama masyarakat Dongi-Dongi melalui
FPM bersepakat melestarikan kawasan hutan TNLL dan melakukan
penutupan/penghentian aktivitas pertambangan di sekitar wilayah Dongi-
Dongi; 3) Dirjen KSDAE dan BBTNLL bersama FPM bersepakat
mengakomodir wilayah Dongi-Dongi menjadi Zona Khusus dan Zona
Trdisional seluas 5.640 hektare sesuai peta partisipatif yang dibuat oleh
FPM; 4) Dirjen KSDAE dan BBTNLL bersama FPM mendukung dan mengawal
proses usulan penetapan Dusun Dongi-Dongi menjadi Desa Definitif
Katuvua Dongi-Dongi seluas 1.531 hektare, dimana 200 ha berada di
116
Larik Tenure
Wilayah Kelola
Mungkin bagi sebagian pihak, pelepasan menjadi dusun enclave itu adalah
sebuah kemenangan. Namun banyak pihak menilai, pelepasan itu justru
menjadi boomerang bagi pemerintah. Ini menimbulkan preseden negatif,
bahwa negara dengan mudah menetapkan status enclave. Hal senada
disampaikan Tokoh Masyarakat Desa Toro, Andreas.
117
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
kegunaan hutan yang ditetapkan oleh negara, di titik inilah konflik tenurial
terjadi.
Di bagian tengah TNLL terdapat kecamatan Lindu yang terdiri dari lima desa
yaitu Desa Puroo, Langko, Tomado, Anca dan Olu. Kelimanya berada di tepi
Danau Lindu. Wilayah Kecamatan ini merupakan satu kesatuan wilayah
masyarakat hukum adat yaitu Masyarakat Adat Ngata Lindu. Dari kelima
desa tersebut empat desa merupakan desa asli Masyarakat Hukum Adat
Lindu, satu desa lainnya yaitu desa Olu, masyarakatnya merupakan
masyarakat pendatang dari wilayah selatan (Sulawesi Selatan) dan
wilayahnya dahulu merupakan wilayah adat desa Tomado (Nurdin, 2020).
118
Larik Tenure
tersebut memang berada dalam zona rimba dan zona inti TNLL sebanarnya
ini sudah clear da tidak jadi soal, jelas A d eas.
Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) menyebut, wilayah adat Ngata Toro
terdiri dari beberapa peruntukan. Wana Ngkiki, merupakan kawasan hutan
primer di puncak gunung yang sebagiannya didominasi oleh rerumputan,
lumut dan perdu. Kawasan ini dianggap amat penting sebagai sumber udara
segar (winara), dan tidak boleh dijamah aktivitas manusia. Di Wana Ngkiki
tidak terdapat hak.
Oma, merupakan hutan belukar yang terbentuk dari bekas kebun yang
sengaja dibiarkan untuk diolah lagi dalam jangka waktu tertentu menurut
masa rotasi dalam sistem perladangan bergilir. Oleh karena itu, pada
119
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
kategori ini sudah melekat hak dodoha dan tidak berlaku lagi kepemilikan
kolektif huaka karena lahan ini merupakan areal yang dipersiapkan untuk
diolah kembali pada gilirannya.
Urutan pergiliran ini membentuk tiga kategori Oma, yakni; pertama, Oma
ntua, apabila lahan ini dibiarkan selama 16 hingga 25 tahun. Mengingat
usianya, jenis tanaman di sini sudah tua sehingga tingkat kesuburan
tanahnya sudah pulih dan dapat diolah. Kedua, Oma ngura, yaitu kategori
yang lebih muda karena dibiarkan selama 3 hingga 15 tahun. Lahan ini
didominasi rerumputan dan belukar. Pohon-pohon yang tumbuh masih
kecil sehingga masih bisa ditebas memakai parang tanpa banyak kesulitan.
Ketiga, Oma nguku adalah bekas kebun belum sampai 3 tahun ditinggalkan.
Lahan ini masih di dominasi oleh rerumputan, ilalang dan semak perdu.
120
Larik Tenure
Berikut bayangan tentang naturalis asal inggris yang juga pernah berdiam di
Sulawesi, Alfred Russel Wallace. Berabad lalu, Wallace telah
mengidentifikasi keunikan flora dan fauna di Sulawesi. Mereka berbeda
dengan hewan yang dapat dijumpai di Jawa, Sumatra dan Kalimantan.
Tetapi mereka juga tidak sama dengan hewan yang dapat di jumpai di Papua
dan Australia. Anoa contohnya kerbau mungil nan gesit yang bisa memanjat
rapuhnya bebatuan bukit. Wallace juga menceritakan tentang babi rusa Si
Buruk Rupa.
121
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Kalau di wana dan wana ngkiki, menurut orang Ngata Toro, tak boleh
mengambil apapun. Sementara dalam pandangan BBTNLL, wilayah
te se ut adalah zo a i a da zo a i ti, kata Fe i.
Mobil berhenti di ujung jalan memutar di sudut terkahir Desa Toro. Desa itu
bagai disekap oleh kungkungan pemandangan bukit. Jejeran bukit bagai
penjaga alam Toro. Di antara bebukitan, air jernih mengalir tanpa putus,
menjadi pelipur dahaga dan memenuhi kebutuhan warga. Di ujung
kampung, tak lagi ada jalan tersisa untuk kendaraan. Feri berjalan kaki
menyeberangi titian. Beberapa meter dari ujung titian, dua unit bangunan
kayu telah menanti. Masyarakat menyebut bangunan itu dengan sebutan
Lobo, balai adat, tempat dilaksanakannya sidang adat. Di bangunan itu Said
menanti.
122
Larik Tenure
Said merupakan bekas ketua Tondo Ngata yaitu sekelompok orang dari
masyarakat Toro yang bertugas melakukan pengamanan atas wilayah
adatnya. Tugas itu dia lakukan secara sukarela, tidak ada yang namanya
insentif, apa lagi gaji. Kesadaran akan pentingnya alam menjadi satu-
satunya alasan bagi Said mengemban tugas tersebut.
3 tahun lalu Said pensiun sebagai anggota Tondo Ngata. Tapi dia tak surut
melakukan patroli rutin. Menurutnya, patroli dilakukan untuk menjaga
kawasan hutan agar tidak dirusak. Dia ingin memastikan agar kawasan
hutan di sekitar Desa Toro tetap terjaga dari orang-orang yang tidak
bertanggung jawab.
“aya p ihatin terhadap generasi penerus Toro. Mereka sudah mulai tidak
e e hatika ala , u gkap “aid.
‘asa e iliki itu aka tu uh e jadi i ta. ‘asa i ta i ilah se agai satu
oti asi ya g a puh agi a usia u tuk selalu e jaga ala , kata ya.
Hari ini, lanjut Said, anak-anak tidak sekolah karena Sekolah Alam sedang
libur. Sejauh ini, anak-anak senang berkegiatan di Sekolah Alam.
123
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Anggrek Vuri
Di belahan utara TNLL, Sardin (35) bergiat membudidayakan anggrek.
Rumahnya berada di Desa Karunia Kecamatan Palolo, Sigi. Kendati mudah
ditemui di hutan, Sardin berpandangan jika terus-menerus diambil, maka
anggrek akan habis. Karena itu, budidaya menjadi penting. Menurutnya,
membudidayakan anggerek harus dengan rasa cinta.
Di huta e a g asih a yak, tapi kalau diambil terus kan bisa punah.
Saat ini, untuk mendapatkan anggrek musti berjalan lebih jauh ke dalam
hutan, padahal dulu sebelum tahun 2004 masih banyak di pinggrian
kampung. Jenisnyapun bermacam-macam. Anggrek yang diambil langsung
dari hutan tidak akan bertahan lama jika tidak ditangani dengan baik. Setiap
jenis anggrek punya karakter tersendiri dan punya media tanam tersendiri
tidak isa se a a g ta a , papa “a di .
Untuk itu, Sardin merangkul Sekolah Menengah Atas (SMA) 6 Sigi. Dia
mengintroduksi keterampilan budidaya anggrek menjadi salah satu mata
pelajaran muatan lokal. Gayung bersambut, pihak sekolah menyetujui
usulan Sardin. Dia diangkat menjadi guru lepas untuk mata pelajaran
tersebut.
124
Larik Tenure
Kini, alumni SMA 6 Sigi yang pernah belajar kepada Sardin banyak yang
terlibat membudidayakan anggrek di rumah masing-masing. Ini
menyebabkan efek yang baik. Kini masyarakat mulai sadar pentingnya
anggrek sebagai salah satu penggerak ekonomi rumah tangga.
Kan anggrek menempel di pohon. Kalau pohon tidak ada, maka anggrek
pasti juga tidak ada, kata ya.
125
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
JILID 8
DILEMA BUKIT
DUABELAS
126
Larik Tenure
Orang Rimba dikenal juga dengan sebutan Suku Anak Dalam (SAD), atau
Orang Kubu. Ketiga bentuk penyebutan ini tentunya berbasis pada
pandangan orang luar terhadap komunitas masyarakat yang masih hidup
semi-nomaden ini. Disebut sebagai Orang Rimba, merujuk pada
pengistilahan yang sering digunakan oleh Organisasi Masyarakat Sipil yang
berkerja di sekitaran TNBD. Sementara, Suku Anak Dalam merujuk pada
istilah yang seiring dugunakan oleh instansi pemerintah, khususnya oleh
Kementerian Sosial dan Daerah Tertingal. Dan istilah yang jamak adalah
Kubu, merujuk pada penyebutan komunitas melayu yang maknanya
cenderung diskriminatif. Istilah Kubu juga sesungguhnya sudah digunakan
lebih dari seabad lampau ketika Orang Eropa menyebut dalam ragam
catatan mereka.
127
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Hagen juga menukil pendapat para penulis sebelum dia; Boers, van Hasselt,
dan Valette. Mereka beranggapan bahwa Orang Kubu adalah penduduk
tertua di Sumatra. Pendapat ini sepenuhnya sesuai dengan tradisi Rakyat
Rawas – dimana penduduk aslinya adalah Kubu – yang tak terjadi
pembatasan wilayah ketika berbaur dengan orang-orang berbahasa Jawa
dari Majapahit dan para imigran Rawas yang berasal dari Minangkabau,
sementara ada pula desakan dari Rejang, daerah Musi dan perbatasan
Jambi.
Menurut Boers, kata Hagen, satu-satunya petunjuk ialah saat penakluk dari
Jawa menetap di Palembang (Sumatra Selatan). Mungkin mereka (Orang
Kubu) melarikan diri dan menjalani kehidupan yang tidak stabil dan
menyedihkan. Secara bertahap, Orang Kubu kehilangan standar hidup
sehingga keadaan mereka menjadi merosot.
Riset terbaru tentang Orang Kubu atau Orang Rimba dilakukan Adi Prasetijo
(2015). Menurutnya sebagian besar Orang Rimba hidup di Provinsi Jambi,
128
Larik Tenure
Riau dan Sumatra Selatan. Jambi dianggap sebagai tempat populasi Orang
Rimba yang terbesar di Sumatra. Orang Rimba yang tinggal di Jambi
tersebar di tiga wilayah ekologi yang berbeda; (1) kawasan hutan dataran
rendah yang mengelilingi Taman Nasional Bukit Duabelas, (2) wilayah
selatan Provinsi Jambi yang terletak di kawasan sekitar jalan raya yang
membelah Provinsi Jambi hingga Provinsi Sumatra Selatan, Daerah Provinsi
Sumatra Barat dengan Jambi dan Sumatra Selatan dan (3) wilayah utara
sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh, yakni wilayah perbatasan antara
provinsi Jambi dan Riau. Setiap kelompok Orang Rimba yang tinggal di
daerah tersebut memiliki karakter ekologi yang berbeda dan gaya hidup
yang sangat bergantung pada karakteristik wilayah dimana mereka berada.
Kehidupan Orang Rimba sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, baik
di tingkat lokal maupun nasional. Sejarah dan keberadaannya sebagai
kelompok etnis minoritas dipengaruhi oleh dinamika politik lokal dan
nasional. Pada dasarnya kehidupan mereka tidak banyak berubah antara
masa kesultanan Islam dan penjajahan Hindia Belanda, dan kemudian
berlanjut ke masa kemerdekaan selama era Soeharto (Orde Baru) sampai
dengan era Reformasi saat ini (Prasetijo, 2015).
Kepala Sub Balai Perlindungan dan Pelesterian Alam (PPA) Jambi lantas
bersurat kepada Menteri Kehutanan. Pada 25 April 1984, surat usulan
bernomor 522.52/863/84 dilayangkan ke Jakarta. Intinya, Pemerintah
Jambi mendukung usulan agar kawasan Bukit Duabelas dijadikan cagar
Biosfir seluas 28.707 hektare.
129
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
KKI Warsi bekerja di wilayah itu sejak 1997. Berbagai kajian dan
pendampingan bagi komunitas Orang Rimba dilakukan. KKI Warsi lantas
merekomendasikan agar areal PT Inhutani V dan PT Sumber Hutan Lestari
yang terletak di sisi luar bagian utara Cagar Biosfer masuk sebagai kawasan
hidup Orang Rimba. Rekomendasi ini ditangkap Menteri Kehutanan dan
Perkebunan sebagai peluang, sehingga membentuk tim terpadu kajian
mikro di kawasan Bukit Duabelas.
Secara normatif, dengan mandat yang seperti itu, sudah seharusnya konflik
tenurial antara SAD dengan Pemangku Kawasan TNBD (BNTBD) tidak
terjadi. Namun pada kenyataannya konflik itu tetap terjadi. Hal ini
disebabkan oleh adanya gap antara pengelolaan wilayah yang dilakukan
oleh SAD dengan pengelolaan menurut hukum negara untuk kawasan
konservasi.
130
Larik Tenure
hanya memakai cawat untuk laki-laki dan kemben (kain dada) untuk wanita;
(3) hidup nomaden, tidak menetap; (4) percaya agama yang diajarkan oleh
nenek moyang mereka; (5) memiliki model mata pencaharian yang sesuai
dengan lingkungan hutan, seperti berburu, mengumpulkan dan
membudidayakan; dan (6) mengonsumsi semua makanan yang tersedia di
hutan (Prasetijo, 2015).
131
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Jual beli lahan tidak dapat dihindarkan. Secara internal, banyak orang SAD
sendiri berniat menjual lahan. Namun secara eksternal hal ini juga
dimanfaatkan orang luar sebagai modus untuk mendapatkan lahan.
Diperparah lagi kebun yang dibangun dalam kawasan TNBD oleh SAD
senantiasa mengikuti tren kebun di sekitarnya. Seperti saat ini terjadi tren
pembukaan kebun sawit, mau tidak mau SAD dalam kawasan TNBD juga
banyak yang membangun kebun sawit. Padahal menurut pengaturan
negara, untuk kawasan hutan tidak dibolehkan menanam sawit. Apa lagi
kalau itu ditanam di kawasan konservasi seperti taman nasional.
Selain itu, penetapan TNBD pada tahun 2000 juga memasukkan kebun-
kebun tua masyarakat desa sekitar TNDB ke dalam kawasan. Kebun-kebun
tua ini dicirikan dengan adanya tanaman durian dan langsat yang berumur
tua dan ditanam sebelum penetapan TNBD. Jika ingin membedakan
kawasan kebun yang dikelola SAD dengan kebun yang dikelola masyarakat
sekitar, lihatlah keberadaan kelompok pohon durian dan langsat. Hal
tersebut dikonfirmasi oleh salah satu Temenggung SAD, Bebayang dan
masyarakat desa Lubuk Jering, Yusan (2020).
132
Larik Tenure
Resor Kami
TNBD mestinya adalah singkatan untuk Taman Nasional Bukit Duabelas.
Tapi bagi Resor Air Hitam justru TNBD merupakan singkatan Taman
Nasional Bandung Deui. Guyonan ini menjadi biasa karena hampir semua
staf di resor itu berasal dari Jawa Barat.
Resor Air Hitam dapat di tempuh lebih kurang 2 jam perjalan dari Kota
Sarolangun, Provinsi Jambi. Terdapat dua pilihan jalan dari Kota Sarolangun
yang di tempuh menuju resor ini. Pertama, melalui jalur Lintas Tengah
Sumatra ke arah Bangko, Kabupaten Merangin. Kedua, melalui jalur Lintas
Provinsi Sarolangun-Jambi mengambil arah ke kiri di Simpang Empat Pauh.
Sebagian besar jalan di ke dua arah tersebut cukup mulus, namun sekitar 20
km sebelum resor, akan melalui jalan aspal yang hancur akibat dari
kendaraan berat. Hal ini tidak dapat dihindari karena hampir sepanjang hari
banyak truk bermuatan sawit yang diisi melebih batas berat tertinggi.
133
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Kecuali soal plesetan TNBD, di resor ini ada pula Si Merah. Ini adalah sebuah
kendaraan roda empat dengan bak terbuka khusus untuk lapangan.
Si Merah dilengkapi dengan sistem penggerak di keempat rodanya. Disebut
Si Merah karena memang catnya bewarna merah.
Sewaktu-waktu ada saja masyarakat SAD yang datang, mulai yang datang
sekedar berkunjung, sekedar bermain dan duduk-duduk di halaman resor,
sampai dengan yang datang membawa berbagai persoalan. Mulai dari
persoalan remeh temeh soal keluhan sakit gigi, sampai dengan persoalan-
persoalan berat seperti perselingkuhan, sakit parah, kematian, perkawinan,
dan persoalan kawasan tentunya.
134
Larik Tenure
wilayah yang biasa mereka tempati ada orang yang meninggal dunia atau
wabah penyakit, maka dipercaya bahwa tempat itu sudah dikuasai roh
jahat, dan mereka harus segera meninggalkan tempat tersebut. Wilayah
yang ditinggalkan itu mungkin akan didatangi lagi, tapi dalam waktu yang
cukup lama. Perpindahan tempat tinggal ini dilakukan secara berkelompok,
tak ada yang tersisa.
Resor Air Hitam adalah rumah solusi segala persoalan SAD, termasuk urusan
kesehatan. Padahal, Puskesmas hanya sejauh 3 galah saja di depan kantor
Resor Air Hitam.
Jika ada salah seo a g a ggota “AD ada ya g sakit pa ah, aka ke resorlah
mereka aka e gadu. Di situlah “i Me ah e fu gsi lagi, u ap Wa a
sambil tersenyum.
135
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Rajo
Kalau au i fo asi te ta g segala sesuatu soal “AD di TNBD hu u gi saja
Pak Iyed, uja seseo a g di Di as Pe e dayaa Masya akat da Desa
Kabupaten Sarolangun.
Iyed, nama lengkapnya Suryadi. Dia adalah mantan Camat Air Hitam yang
saat ini bertugas di Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten
Sarolangun. Hobinya mengendarai motor cross. Orangnya suka tersenyum.
Mungkin semua orang di Kecamatan Air Hitam mengenal Iyed. Apa lagi jika
yang ditanya adalah SAD di TNBD, bagi mereka Iyed adalah Pak Camat dari
dulu sampai sekarang. Gelar Pak Camat tetap melekat pada namanya,
bukan sekedar panggilan.
Menurut warga, walaupun Iyed adalah mantan camat, tapi hingga kini dia
tetap memberikan perhatian kepada masyarakat Air Hitam, khususnya SAD
yang bermukim di selatan TNBD.
Ini bukan hasil kerja sahari dua hari, bukan pula hasil kerja rutinitas, atau
hanya asal menyelesaikan kewajiban, ini adalah hasil kerja sepenuh hati.
Banyak cerita tentang inovasi untuk mendobrak birokrasi kerja
pemerintahan dia lakukan.
Padahal jika diteliti lebih lanjut, sesungguhnya orang-orang SAD yang dia
fasilitasi itu sebagian besar berdomisili di Kabupaten Batang Hari. Namun
karena akses terdekatnya adalah ke Kecamatan Air Hitam Kabupaten
Sarolangun, maka Iyed tanpa ragu memperjuangkannya.
Belum lagi urusan pengisian kolom agama pada berkas kependudukan. Bagi
masyarakat SAD yang masih menganut kepercayaan animisme, mereka
tentu tidak bisa memilih salah satu dari 5 agama besar yang disediakan pada
dokumen kependudukan. Iyed mengakomodir mereka.
adalah pantangan, mereka tidak bersedia. Pada poin ini, Iyed juga
melakukan terobosan.
Saban hari, Iyed berkendara motor berkeliling Kecamatan Air Hitam. Dia
mendatangi warga, mengajak mereka berdiskusi, berikut membina mereka
untuk meningkatkan derajat kehidupan Orang Rimba.
Salah satu aset alam yang kerap didiskusikan Iyed adalah air terjun. Talun
merupakan sebutan masyarakat desa setempat terhadap air terjun.
Terdapat tiga talun yang tersebar di wilayah kerja Resor Air Hitam I dan II.
Tepatnya talun di Desa Jernih dan talun di Desa Lubuk Jering. Kondisinya
masih relatif alami dan belum dikelola secara profesional sebagai objek
wisata.
Talun yang tedapat di Desa Jernih dapat ditempuh dengan sepeda motor.
Dari batas desa, masuk ke dalam kawasan selama kurang lebih 45 menit.
Talun ini tinggi kurang lebih 2 meter. Airnya jernih dan berbatu-batu.
Sedangkan talun di desa Lubuk Jering dapat ditempuh dengan motor kurang
lebih 1 jam. Dilanjutkan 2 jam berjalan kaki. Talun di Desa Lubuk Jering lebih
menantang karena medannya bertingkat dan berbatu-batu. Terdapat 3
tingkat, tiap tingkat berjarak sekitar 10 meter.
137
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Iyed berharap agar potensi wisata ini memberikan manfaat kepada semua
orang, terutama masyarakat desa dan SAD di sekitarnya.
Jika TNBD tidak e e ika akses, asya akat desa da “AD tidak
menjaga alam, dan pemerintah daerah tidak memiliki program yang tepat,
maka ini akan menjadi boomerang bagi semua pihak. Kinerja TNBD akan
terganggu akibat rusaknya kawasan hutan, masyarakat desa dan SAD akan
kehilangan potensi pendapatan tambahan dan pemerintah daerah akan
buruk ki e ja ya dala e sejahte aka asya akat, Iyed e gi gatka .
Atas kerja-kerja kerja sosialnya, Iyed dihargai dengan sebutan sebagai Rajo
oleh SAD. Rajo itu adalah Tumenggung (Pemimpin Adat) kami di Sarolangun
kata orang-orang SAD.
138
Larik Tenure
JILID 9
BERTARUH NKRI
DI KATERI
139
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
J alur perdagangan antara Selat Malaka dengan Selat Timor sudah mulai
terbuka, setidaknya pada ujung abad ke 15 atau sekitar awal abad ke 16.
Suma Oriental yang ditulis Tome Pires setidaknya menyebut jalur
perdagangan itu telah membawa bahan dagangan dari Malaka ke Timor.
Kendati sebelumnya, para penjelajah samudra Portugis sudah mengenal
Banda Neira di Kepulauan Maluku.
Ada begitu banyak belerang, anggap saja sebagai oleh-oleh dari Malaka.
Karena itu adalah barang dagangan utama dari Malaka. Antara Pulau Solor
dan Bima ada Selat Timor, pulau tempat cendana berada. Barang dagangan
yang sama bernilai di pulau-pulau tersebut seperti di Jawa. Di antara pulau
Bima dan Solor terdapat Kepulauan beralur lebar, Timor (Pires, 1944).
140
Larik Tenure
141
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Ritual dimulai dengan sebuah pusat dengan semangkuk kecil arak. Mereka
meletakkan sedikit tanah dan dicampur dengan beberapa tetes darah dari
semua orang yang terlibat. Kelompok persaudaraan ini meletakkan
mangkuk di lantai dengan pisau ada di atasnya. Mereka menganggap,
perjanjian darah disaksikan oleh Tuhan dengan semua roh-roh di bumi.
Selain itu, kadang seekor ayam, atau lebih baik seeokor kambing,
dipersembahkan kepada roh. Lantas pisau dicabut, dan semua orang
meminum sedikit arak yang bercampur tanah dan darah tersebut.
142
Larik Tenure
Bahkan untuk mengolah lahan juga seringkali tidak aman. Keadaan seperti
itu mengancam peternakan kuda. Oleh karenanya berhati-hatilah, la jut
Grijzen.
Para prajurit yang pergi berperang dalam keadaan najis, sambungnya, sama
saja dengan terluka atau terbunuh. Keadaan suci harus bertahan hingga
akhir masa penyerangan. Selama masa itu, para prajurit mungkin tidak akan
melakukan kontak dengan wanita yang belum menikah.
Penduduk pada daerah yang seperti itu, lanjutnya, cenderung padat. Pada
tanah-tanah yang dimiliki, mungkin terdapat hutan kecil yang mengandung
cendana. Pemilik tidak harus meminta izin pada pemimpinnya untuk
mengolah tanahnya sendiri. Di daerah di mana tanahnya subur, acap kali
diperebutkan. Wilayah seperti ini situasinya agak berbeda. Di sini, terdapat
sawah, kebun ataupun pohon buah-buahan.
Demikianlah. Apapun yang terjadi kini di Belu merupakan dampak masa lalu
yang dahsyat. Traktat Lisbon yang telah melandasi perbatasan wilayah
Belanda dan Portugis di Timor menyisakan pekerjaan rumah yang berat.
143
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Di awal abad 20, tepatnya sekitar 1910 hingga 1912, terjadi Pemberontakan
Timor Timur atau dikenal luas dengan Pemberontakan Manufahi. Kisah-
kisah kelam mewarnai wilayah ini sampai kedatangan Jepang sekitar
Februari 1942.
144
Larik Tenure
145
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Tabel 2. Sebaran Pengungsi Eks Timor Timur di NTT (Skolastika & Jatmika, 2021)
Jumlah Jiwa
Kabupaten/Kota Jumlah
KK L P Total %
Keberadaan warga eks Timor Timur di sekitar Kawasan SM Kateri saat itu
kurang disertai respon cepat pemerintah. Terutama terkait lokasi
pemukiman permanen dan lahan aktivitas bertani. Sementara kebutuhan
pangan sangat urgen. Akibatnya, sebagian mereka terpaksa merangsek
146
Larik Tenure
SK Kateri merupakan rumah bagi beragam jenis flora dan fauna. Menurut
BBKSDA NTT (2020), terdapat jenis pohon seperti beringin, kusambi, jambu
hutan, kayu merah, dan asam. Ada pula jati berumur antara 30 sampai 50
tahun. Tegakan pohon-pohon tersebut menjadi rumah bagi beragam jenis
binatang, di antaranya; Rusa Timor, Kuskus, Elang, Koakiu, Merpati Hutan,
Tekukur, Sesap Madu Ekor Kipas, Perkutut, Merpati, Balam dan Raja Udang.
Tapi kini kondisinya mulai terdegradasi.
Berdasarkan hasil wawancara tim LATIN pada 3-7 Maret 2021 terhadap
sejumlah okupan dan perambah, terungkap bahwa di awal kedatangan
mereka ke wilayah Timor Barat (perbatasan antara NKRI dan RDTL, yakni
Belu dan Malaka), mereka sudah tahu bahwa SM Kateri adalah hutan
147
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Menurut Daniel (2021), dirinya hanya memiliki satu alasan untuk tinggal di
Indoensia. Karena Indonesia adalah negara orangtuanya. Dia menginginkan
tinggal di tanah bangsanya sendiri, Indonesia. Itu saja.
Ia mengatakan, janji Indonesia mulai dari zaman Menteri Luar Negeri Ali
Alatas, bahwa masyarakat Timor Timur yang setia kepada Indonesia akan
diperhatikan, tetapi itu tidak terealisasi. Hingga ke zaman Presiden Habibie,
Megawati, SBY dan Jokowi. Warga eks Timor Timur terpaksa membabat SM
Kateri agar bisa menanam tanaman pangan dan makan. Mereka menanam
148
Larik Tenure
jagung, kacang-kacangan, ubi, pisang, nangka dan asam. Hasil panen antara
cukup dan tidak, hanya memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Mereka juga
butuh uang agar anak-anak bisa bersekolah. Ditambah tuntutan kebutuhan
hidup sosial kemasyarakatan, keagamaan dan kebutuhan hajatan budaya.
Oleh karena itu, lanjut Daniel, negara sangat tidak adil jika melihat warga
eks Timor Timur yang merambah kawasan SM Kateri sebagai kelompok
perusak hutan dan melawan pemerintah atau hukum, tanpa memikirkan
lahan alternatif bagi mereka dengan status kepemilikan yang jelas dan sah.
Lebih parahnya, katanya lagi, negara dan sebagian warga lndonesia masih
menganggap masyarakat eks Timor Timur sebagai pengungsi. Padahal,
status pengungsi warga eks Timor Timur sebenarnya telah dicabut UNHCR
sejak tanggal 22 Desember 2002 melalui deklarasi ‘cessatio of status
(penghapusan status) pengungsi bagi pengungsi Timor Timur yang berada
di wilayah Indonesia.
Hutan Kateri merupakan nadi dari seluruh sumber-sumber mata air yang
menunjang kehidupan komunitas masyarakat desa-desa sekitarnya, di
antaranya: Desa Sanleo dan Desa Kereana di bagian utara, Desa Kakaniuk
dan Desa Bakiruk di selatan. Sementara di timur ada Desa Lakekun, Lakekun
Barat, Desa Kamanasa dan Wehali. Di bagian barat ada Desa Barada, Desa
Kateri dan Desa Fatuaruin.
149
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
150
Larik Tenure
Ritual adat orang Timor (Dawan, Belu, Malaka, TTU dan TTS) lokal tidak
terlepas dari tiga elemen penting yakni air atau sumber mata air, batu, dan
pohon atau hutan. Ketiganya satu kesatuan elemen yang menopang
kehidupan manusia dan harus dijaga (Neonbasu, 2016).
Pada tahun 2000, saat okupasi dan perambaan hutan Kateri oleh warga eks
Timor Timur, masyarakat lokal pun sesungguhnya protes dan menentang
aktifitas perambaan itu, namun mereka tidak secara terang-terangan atau
tidak langsung mengungkapkannya. Protes warga lokal disampaikan hanya
lewat pemerintah setempat, di tingkat pemerintahan desa hingga tingkat
Pemerintah Daerah (Kabupaten Belu dan Malaka).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Desa Kamanasa tahun 2020-2021, Yulius Klau
Besin menyebut kawasan SM Kateri, mulai dari desa Kateri hingga Wemer
sebelum kedatangan warga eks Timor Timur tahun 1999, adalah hutan yang
sangat lebat.
Siapa saja yang melewati area Kateri di siang hari, seakan sedang melewati
terowongan panjang yang gelap, karena lebat dan rimbunnya pohon-
pohon. Arah langit terhalang rimbunan pohon, bahkan sinar matahari
seakan tidak dapat menembusi bumi, merayu pandangan mata. Hawa udara
di sekitarnya segar. Juga ada banyak sumber mata air. Hutan Kateri bahkan
terkesan angker. Pelintas di area hutan Wemer, termasuk warga
disekitarnya akan menjumpai banyak binatang liar seperti rusa, kus-kus,
monyet, babi hutan, ayam hutan, dan satwa lain menyeberangi jalan (Besin,
2021).
151
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Dulu, lanjut Besin, ditemukan banyak tempat ritual adat di area Hutan
Kateri. Namun tempat-tempat seperti itu sudah mulai berkurang seiring
berkurangnya kualitas hutan. Kateri kehilangan originalitas dan
kesakralannya, karena kondisi hutan yang terdegradasi.
Sementara itu, status SM Kateri sendiri sejak tahun 1938 telah ditunjuk
sebagai hutan tetap Kelompok Hutan Kateri (RTK 77), berdasarkan
Keputusan ZB.BESL Nomor 5 tanggal 23 Juli 1931 dan RB Nomor 140/LK
tanggal 20 Agustus 1938. Surat Keputusan ZB atau Zelfbestuur Besluit
sebuah surat keputusan bersifat otonomi yang diterbitkan oleh
pemerintahan. Surat ini diwaili oleh gubernur dan raja yang diberi
kewenangan Pemerintah Belanda untuk menerbitkan surat keputusan
dalam menunjuk kawasan konservasi. Surat keputusan dimaksud mengacu
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain; Undang-
Undang Cagar-Cagar Alam (Natuurmonumenten Ordonnantie) 1916 No.
276; Undang-Undang Perlindungan Binatang (Dierenbescherming
Ordonnantie) 1931 No 134; Undang-Undang Cagar-Cagar Alam dan Suaka-
Suaka Margasatwa (Natuurmonumenten en Wildreservaten Ordonnantie)
1932 No.17 (Kusumasumantri, 2018).
152
Larik Tenure
Hingga saat ini, pengelolaan kawasan hutan Kateri dilaksanakan oleh Balai
Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur. Sebagai
perpanjangan tangan dari Balai Besar KSDA NTT, ditempatkan Seksi
Konservasi Wilayah I yang berkedudukan di Atambua, membawahi Resort
Konservasi SM Kateri dan CA Maubesi. Pada Resort Konservasi Wilayah SM
Kateri di Betun ditempatkan 2 orang personil.
Sejak Januari 2002, jumlah warga eks Timor Timur yang saat itu masih
berstatus pengungsi sebanyak 74.000 orang. Berkurangnya jumlah
tersebut, oleh karena kebijakan repatriasi dari UNHCR dan Pemerintah
Indonesia bagi warga Timor Timur yang ingin pulang ke Timor Timur
153
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Faktor lain, jarak yang jauh antara kawasan SM Kateri dengan Ibukota
Kabupaten setempat. Dengan itu, proses kasus di Polres Belu dan Kejaksaan
Negeri Belu juga terkendala. Apa lagi, jumlah pelaku atas kasus-kasus
perambahan itu sangat banyak, sementara sumber daya penegak hukum
sangat minim.
Pada 2001, tim terpadu yang dikoordinir oleh Dinas Kehutanan Propinsi NTT
mengusulkan penganggaran rehabilitasi kepada Biro Perencanaan dan
Keuangan Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan. Namun tidak ada
respon. Baru pada Maret 2003 dan Februari 2004, atas inisiatif tokoh agama
Katolik di Paroki TTU dan Belu, terlaksana kegiatan rehabilitasi. Tanaman
yang ditanam di antaranya; mahoni, johar, nangka, mangga, bambu, dan
lainnya.
154
Larik Tenure
Pada tahun 2007, Balai KSDA NTT I melalui Daftar Isian Penggunaan
Anggaran (DIPA) menerima alokasi kegiatan rehabilitasi sejumlah 100
hektare. 50 hektare di antaranya diarahkan untuk melaksanakan kegiatan
restorasi ekosistem di SM Kateri. Sedangkan dari angaran DIPA Gerhan
2007, dialokasikan anggaran rehabilitasi di SM Kateri seluas 100 hektare.
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) juga dilaksanakan pada 2010
seluas 200 hektare, tahun 2011 seluas 300 hektare, tahun 2012 seluas 200
hektare dan pada tahun 2014 direncanakan seluas 200 hektare. BBKSDA
NTT melibatkan warga pengungsi Timor Timur untuk menanam dan
sekaligus menjaga tanaman RHL tersebut.
155
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Di era modern, persoalan warga eks Timor Timur merupakan isu yang
sangat sensitif. Untuk itu diperlukan keputusan politik tingkat nasional.
156
Larik Tenure
Pada 8 Maret 2013, Balai Besar KSDA NTT melakukan rapat koordinasi di
Jakarta bersama Dirjen PHKA. Rapat itu dihadiri Direktur PPH, Direktur
KKBHL, Direktur KKH, Biro Hukum, dan Pusdalbanghutda Regional II.
Kesimpulan rapat antara lain: 1) SM Kateri tetap dipertahankan dan akan
direhabilitasi dengan bantuan dari Jepang. 2)Penggarap warga eks Timor
Timur akan diupayakan untuk dipindahkan melalui skema HTR/Hkm, pada
hutan produksi yang ada di Kabupaten Belu. Hasil rapat dilaporkan kepada
Menteri Kehutanan, untuk mendapatkan arahan.
1 Mei 2013, Balai Besar KSDA NTT menyampaikan rencana Tindak Lanjut
Proposal Indonesia – Japan International Coorporation System (JICS) di
BBKSDA NTT kepada Direktur Jenderal PHKA melalui surat nomor :
S.356/BBKSDA-16.2/2013. Isinya antara lain: 1) menggambarkan rencana
lokasi restorasi ekosistem di SM Kateri. Lokasi itu adalah kawasan dengan
kondisi tutupan lahan terbuka dan topografi berbukit, yang digarap oleh
masyarakat eks pengungsi Timor Leste dengan tanaman jagung. 2) Aktivitas
penggarapan terjadi sejak adanya eksodus pengungsi dari Timor Leste pasca
jajak pendapat tahun 1999, terdapat 7 titik pemukiman (504 KK) yang
dibangun berbatasan dengan SM. Kateri, dan di beberapa titik pemukiman
lainnya yang diperkirakan mencapai 400 KK. Balai Besar KSDA NTT sedang
menyelesaikan permasalahan penggarapan oleh eks warga Timor Leste
bersama para pihak dengan sumber dana DIPA tahun 2013. 3) Secara teknis,
konsep restorasi ekosistem yang akan dikembangkan adalah dengan
pelibatan para penggarap dan ditunjuk beberapa orang sebagai tenaga
pengawas atau mandor. Penanaman dengan jenis MPTS seperti kemiri
(Aleuritas moluccana), asam (Tamarindus indica) dan tanaman lokal seperti
kepuh (Sterculia foetida), kesambi (Schehleichera oleosa), dan jenis-jenis
tanaman Ficus sp. 4) Rencana kebutuhan biaya, tenaga dan sarana
prasarana pengelolaan kegiatan restorasi ekosistem.
157
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Dilanjutkan dengan laporan Kepala BBKSDA NTT kepada Dirjen PHKA pada
7 Januari 2014. Hari itu juga, Kepala BBKSDA NTT bersurat memohon
kepada Direktur Jenderal PHKA untuk memfasilitasi suatu Rakor
Penyelesaian Penggunaan Lahan di SM Kateri. Surat nomor
S.13/BBKSDA16.2/2014. Surat tersebut juga mengusulkan pihak-pihak yang
mestinya diundang, antara lain: (a) Asdep Urusan Konflik Sosial, Kedeputian
I dan Kedeputian IV, Menko Kesra, (b) Menko Pertahanan dan Keamanan,
(c) Kementerian Perumahan Rakyat, (d) Bupati Malaka, (e) Bappeda Provinsi
NTT, (f) Polda NTT, (g) Dandim 1605 Belu, (h) Danrem 161 Wirasakti di
Kupang, (i) Dinas Kehutanan Provinsi NTT, (j) Eurico Guterres – Ketua UNTAS
atau Persatuan Warga Timor Timur di Perantauan, (k) Ditjen Planologi, (l)
Ditjen BPDAS-PS, (m) Ditjen BUK, (n) Sekjen Kemenhut, dan (o)
Kapusdalbanghut Regional II.
158
Larik Tenure
Pada 25 Maret 2014, BBKSDA NTT mengirim surat kepada Bupati Malaka
terkait Penegasan Fungsi Kelompok Hutan Bifemnasi Sonmahole RTK 184.
Selanjutnya pada tanggal 30 September 2014, PusdalReg II dan perwakilan
BBKSDA NTT telah melakukan diskusi dengan pihak Kemenkokesra yakni
Asisten Deputi Urusan Konflik Sosial. Pada tanggal 28 Oktober 2014, Pusdal
Reg II memfasilitasi Rakor yang melibatkan pihak Kementerian LHK (SAM
Bidang Pengamanan Hutan, KKBHL, BBKSDA NTT, BPKH Wilayah XI) Kemen
PMK, Kemen Transmigrasi, Kemen PU dan Pera, Bupati Malaka, Kadishut
Prov NTT, Kadishut Malaka.
Pada 15 September 2014, Kepala Balai Besar KSDA NTT mengirim surat
kepada Kepala Pusat Pengendalian dan Pembangunan Kehutanan Regional
II, Nomor : S.857/BBKSDA-16.2/2014 perihal Penyelesaian WNI Eks Timor
Timur dalam SM Kateri Kabupaten Malaka Provinsi NTT. Surat terebut
menyampaikan; 1) Bahwa masyarakat eks Timor Timur masih melakukan
penggarapan di dalam kawasan SM. Kateri, walaupun berbagai upaya telah
ditempuh baik melalui penyadartahuan, koordinasi hingga pemberian
bantuan ekonomi. Namun upaya tersebut belum cukup. 2) Bahwa
mengingat keberagaman permasalahan sosial, budaya, ekonomi dan
ekologi serta politik, maka perlu dilakukan lagi rapat koordinasi lintas
kementerian untuk membahas pentingnya pembagian peran dari masing-
masing pihak secara jelas. 3) Memohon Pusdalbanghut Regional II untuk
dapat memfasilitasi kembali rapat koordinasi lintas kementerian.
Lara para eks pengungsi Timor Timur belum usai. Hari ini, lara itu terus
menyeruak. Perlu membuka mata semua pihak. Sementara catatan Grijzen
jauh tertinggal di belakang. Kendati masa depan masih menanti jawaban.
159
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
JILID 10
BAKU RANGKUL
BANTIMURANG
BULUSARAUNG
160
Larik Tenure
Kerajaan Kupu-Kupu
“aya tiba di Makassar pada 11 Juli 1857. Saya akan kembali bekerja di sini,
setidak ya sa pai akhi tahu , u ap Alf ed ‘ussel Walla e dala uku ya
yang terkenal, The Malay Archipelago.
Ini adalah kunjungan keduanya, setelah tujuh bulan sebelum itu dia
meninggalkan Makassar. Akhir tahun 1856, Wallace masih menyaksikan
musim tanam padi. Tanah sawah sedang dibajak dengan genangan air.
Hujan terus menyiram. Kedatangan Wallace tujuh bulan kemudian hanya
menyisakan nasi dan tunggul kering yang berdebu.
Distrik Maros, sekitar tiga puluh mil sebelah utara Makassar. Perjalanan ke
Maros dimulai malam hari, dan saat fajar memasuki sungai Maros. Jam 3
sore baru sampai ke desa, langsung mengunjungi Asisten Residen (Wallace,
1877).
Tiga spesies Ornithoptera, berukuran tujuh atau delapan inci, indah dengan
titik penanda, berikut bintik-bintik, hinggap pada tanah yang gelap. Di
tempat basah, kawanan pita biru Papilio miletus dan Papilio telephus
hinggap. Papilio macedon bewarna hijau keemasan tampak luar biasa. Ada
pula Papilio rhesus dengan ekor seperti ekor burung layang-layang yang
langka (Wallace, 1877).
161
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Di akhir September, hujan deras turun Oleh karena itu, Wallace bertekad
untuk berkunjung ke air terjun di Sungai Maros. Air terjun ini terletak pada
titik di mana ia keluar dari pegunungan, tempat yang sering dikunjungi para
pelancong dan sangat indah. Dia meminjam seekor kuda dan menggunakan
jasa pemandu. Kini, air terjun itu dikenal dengan nama air terjun
Bantimurung.
Di sisi atas air terjun, dia melewati dinding perbukitan batu yang sempit. Dia
bahkan sempat menemukan jenis burung baru, Phlaegenas tristigmata,
merpati tanah besar dengan dada kuning sementara mahkota dan leher
bewarna ungu.
Di sekitar tepi kolam bagian atas air terjun itu, Wallace menemukan banyak
serangga. Kupu-kupu semi-transparan besar, Idea tondana yang terbang
bermalas-malasan bersama. Di sini, dia bertemu dengan Papilio androcles
yang megah, salah satu jenis kupu-kupu dengan ekor burung walet terbesar
dan paling langka yang diketahui. Wallace melacak semua ini dalam empat
hari kunjungannya, dan beruntung mendapatkan enam spesimen terbaik.
162
Larik Tenure
Dikasihaniki Tuhan kalau masih hidupki, dari pagi sampai malam, dan
dikasihaniki juga Tuhan itu kalau masih tetap hidup dari malam sampai
pagi," ucap seorang warga di Dusun Parang Luara Kampung Manyampa di
Desa Bantimurung, Kecamatan Tondong Talassa, Pangkep di Sulawesi
Selatan.
Kalimat ini bermakna dalam. Secara filosofis, ini berkaitan tentang nikmat
dari pemberian Yang Maha Kuasa. Namun di sisi lain muncul pula
pertanyaan, apakah nikmat itu hanya sebatas menjalankan roda kehidupan
yang keras? Mariki teguk kembali kopita.
Lontara Kemenangan
Sebelum berangkat melihat bagaimana TNBB bekerja dalam menjaga
berbagai macam pride yang diperoleh, mari kita mulai dengan kilas balik
perjuangan mendapatkan lahan untuk hidup.
163
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
164
Larik Tenure
Asap Tenure
Lapunna Panga berketurunan. Tua Manyampa berkembang. Masyarakat di
sini tentu tetap merasa bahwa Kampung Tua Manyampa adalah kampung
yang dulunya diturunkan dari para pendahulu mereka. Namun belakangan,
mereka juga harus menerima kenyataan, Kampung Tua Manyampa masuk
ke dalam kawasan hutan, kawasan konservasi lagi.
Kini di kampung ini, pendapatan masyarakat hanya berada pada kisaran 500
ribu hingga 2 juta rupiah per bulan (LATIN, 2021). Hal itu menyebabkan
masyarakat harus melakukan upaya apapun untuk memenuhi pendapatan
rumah tangga. Kadang, upaya tersebut harus menganggu sistem tenure
yang ada.
untuk menghubungi pihak TNBB untuk mengecek. Pada saat itu juga Pihak
TN datang untuk membantu pemadaman dan juga mengecek titik
koordinat. Ternyata hasilnya, lahan yang terbakar bukan merupakan
Kawasan TN, sehingga dengan asumsi tersebut masyarakat beranggapan
bahwa Kawasan yang mereka kelola tidak termasuk dalam Kawasan TNBB.
Atas anggapan itu, masyarakat mulai melakukan perambahan atau
penebangan pohon dan jual beli lahan seluas 53 hektare di Desa
Bantimurung pada tahun 2017 (TNBB, 2020).
Hal senada juga diakui Yerang (2020). Dia tak paham jika lokasi yang mereka
usahakan adalah kawasan taman nasional. Sabaruddin (2021) mengaku,
dirinya dahulu pernah menukarkan dokumen tanah orangtuanya dengan
sejumlah uang untuk keperluan pernikahan.
166
Larik Tenure
Baku Rangkul
Pada awal 2007, Petugas TNBB mulai melakukan penandaan batas untuk
pertama kalinya setelah TNBB ditetapkan sebagai sebagai kawasan
konservasi. Kegiatan penandaan batas termasuk pemasangan pal batas dan
plat batas di beberapa titik yang dekat dengan permukiman dan lahan
sawah milik masyarakat Kampung Manyampa.
Pagi hari, rombongan petugas TNBB baru saja tiba di Kampung Manyampa.
Masyarakat siaga dengan pertanyaan, ada apa ini? Apa yang terjadi?
Kedatangan rombongan ini meningkatkan rasa curiga di level masyarakat.
Balai TNBB, kini tengah mengupayakan proses itu. Mereka baku rangkul
dengan masyarakat, menjalin kerjasama yang saling memenangkan satu
dengan yang lain.
168
Larik Tenure
169
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
INSTRUMEN TENURE
JILID 11
RAGAM SENGKETA
170
Larik Tenure
Demikian pula dengan aktor pemerintah. Tak mungkin dipukul rata. Level
pemerintah saja berbeda, mulai dari desa, kecamatan, kabupaten atau kota,
provinsi hingga nasional. Belum lagi soal urusan atau tugasnya masing-
masing. Di satu Kementrian LHK misalnya, aktor konflik juga beragam. Mari
perkecil lagi, di level Direktorat Jenderal bahkan diperlukan pengelompokan
aktor yang harus tajam. Bila tidak, maka dipastikan penyelesaian konflik
akan mengalami kendala.
Di sisi lain, klaim atas hak tenurial juga beragam. Ada masyarakat adat yang
hanya melakukan klaim pengelolaan, buka hak kepemilikan. Dalam konteks
ini kadang pelaku resolusi konflik gagal mendefinisikan klaim. Karenanya
kerap terjadi kesalah-pahaman.
Sebagai contoh, apa yang terjadi di masyarakat Ngata Toro di TNLL berkait
dengan kawasan adat Wana Ngkiki. Diakui masyarakat adat bahwa Wana
Ngkiki tidak menganut prinsip adanya hak penguasaan, tapi di sisi lain,
kesalahan atas penerjemahan hak ini membuat Balai TNLL harus memahami
ulang apa yang dimaksud masyarakat dengan Wana Ngkiki. Pemahaman
atas konsep ini membuat Balai TNLL dengan mudah menetapkan status
zonasi. Coba bayangkan kalau taman nasional beranggapan bahwa Wana
Ngkiki mengandung hak kepemilikan dari masyarakat adat, apa yang
terjadi?
171
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Sehingga untuk menyikapi hal ini Balai TNLL mencoba untuk mengakomodir
kepentingan masyarakat adat lewat persamaan persepsi tentang pola
ruang. Di satu pihak, masyarakat adat telah memiliki pola ruang
pengelolaan wilayah adat. Sementara di sisi lain, TNLL juga memiliki zona
pengelolaan. Dua hal ini, dalam konteks pengelolaan tidak memiliki
perbedaan mendasar.
172
Larik Tenure
Di tengah upaya solusi di TNLL itu, klaim masyarakat atas wilayah hutan adat
juga sedang berproses di lapangan. Masyarakat adat didukung berbagai
organisasi non pemerintah melakukan pengusulan hutan adat yang
sebagian besar berada di dalam taman. Pada saat itulah konsep resolusi
konflik hadir dengan mengetengahkan proses rezonasi partisipatif.
Dalam konsep masyarakat hukum adat Marena dan masyarakat hukum adat
lainnya di sekitar TNLL, hutan merupakan milik bersama. Pada tempat-
tempat tertentu di dalam hutan adat (Huaka), berdasarkan hukum adat
ditetapkan sebagai Wana dan Wana ngkiki wajib dilindungi dan dijaga. Hal
ini memiliki kesesuian dengan konsep pengelolaan kawasan konservasi
taman nasional pada zona rimba dan zona inti. Oleh karena itu rezonasi
TNLL merupakan langkah baik dalam mengakomodir posisi huaka-huaka
sebagaimana diatur oleh hukum adat masyarakat setempat, dan ditindak
lanjuti dengan pengelolaan bersama.
Sebagian besar responden beranggapan bahwa rezonasi yang ada saat ini
belum terinformasikan dan tersosialiasikan dengan baik, sehingga sebagian
pihak masih merasa belum terjadi perubahaan apa-apa terkait dengan
tumpang tindih wilayah adatnya dengan kawasan TNLL.
Perubahan zonasi TNLL ini disahkan pada tanggal 31 Desember tahun 2018,
Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong dilakukannya revisi zonasi ini
adalah: (1) mensinergikan konsep ruang menurut adat ke dalam
pengelolaan taman nasional; (2) pemanfaatan masyarakat lokal dan
pemanfaatan jasa lingkungan; (3) pembangunan strategis yang tidak dapat
dielakkan; (4) penyesuaian terhadap kondisi penutupan lahan terbaru; (5)
mengakomodir ruang kemitraan konservasi dengan masyarakat adat/ lokal;
(6) adanya kebijakan baru batas TNLL (BBTNLL, 2018).
173
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Pengakuan berbeda datang dari Toro, menurut Andreas, batasan zona TNLL
secara prinsip telah mengakomodir kepentingan ruang masyarakat adat
Ngata Toro. Misalnya wana dan wana ngkiki sudah terakomodasi dalam
zona inti dan zona rimba. Masalahnya adalah, bagaimana dengan zona
pengelolaan lain yang bertumpang tindih dengan huaka-huaka lain seperti
oma, balingkea, dan pangale?
TNBD memang merupakan suatu kawasan konservasi yang cukup unik dan
berbeda secara karakteristik dengan taman nasional lainnya yang ada di
174
Larik Tenure
Selain itu, kondisi terkini juga meliputi kondisi area-area kebun tua
masyarakat desa-desa melayu (orang luar selain Suku Anak Dalam) di dalam
kawasan TNBD. Padahal kebun-kebun tua tersebut sudah ada jauh sebelum
penetapan TNBD. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan rumpun
pohon durian dan langsat pada satu area di dalam kawasan.
175
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Butuh perjuangan memang, kata Wawan dan Saefullah, berapa kali Balai
TNBD melakukan diskusi kelompok terfokus dengan komunitas OR. Selama
melakukan proses survei untuk identifikasi, pertemuan dilaksanakan formal
maupun non formal. Tantangan komunikasi dijawab Balai TNBD dengan
terus-menerus melakukan dialog dan diskusi.
176
Larik Tenure
Lain lagi kisahnya di TNS. Dansat Polhut Balai TNS, Adi Saputra mengakui
sangat sulit merangkul seluruh masyarakat di sekitar Resor Habaring Hurung
dalam mendudukkan pemahaman tentang zonasi di kawasan taman
nasional. Resor Habaring Hurung memulai langkah ini dengan terlebih
dahulu melakukan upaya pendekatan dengan masyarakat melalui
penyusunan program sosial dan ekonomi. Lewat program ini, perlahan
ditanamkan kesadaran akan nilai-nilai konservasi.
Kelompok dua adalah kelompok yang kontra dengan Balai TNS. Kelompok
masyarakat ini adalah sebagian masyarakat yang sumber ekonominya
177
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Konflik di Kelurahan Habaring Hurung dimulai tahun 1991 dan 1992 ketika
program Transmigrasi Swakarsa Pengembangan Desa Potensial
(Transbangdep) masuk di Kelurahan Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit Batu
Kota Palangkaraya, Kalteng (yang sekarang menjadi Kelurahan Habaring
Hurung), dengan jumlah transmigran 250 kepala keluarga. Kemudian Tahun
1993 Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah mengeluarkan
SK Nomor 591.3/04/BPN tentang Pencadangan Tanah Untuk Lahan
Pekarangan dan Lahan Usaha Warga Transmigrasi Swakarsa Pengembangan
Desa Potensial di Kelurahan Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit Batu,
Kotamadya Dati II Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah. Pada tahun
2001 kantor Pertanahan Kota Palangkaraya menerbitkan sertifikat LU II dan
tahun 2006 menerbitkan sertifikat LU I untuk 223 KK (seluas 446 ha).
178
Larik Tenure
179
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
yang dahulu sangat sulit diolah, perlahan bisa ditanami dengan cara dibakar.
Tata cara mengolah lahan tebas-bakar inilah yang kemudian hari menjadi
masalah baru. Tentu bukan hanya karena pembukaan lahan di Kelurahan
Habaring Hurung saja, praktik ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat di
luar Habaring Hurung. Banyak oknum yang melakukan tebas-bakar yang
kemudian menjadi bencana asap saban tahun.
Pembukaan lahan dengan metode ini memang menjadi opsi utama untuk
mengolah lahan gambut agar bisa ditanami. Alasannya sederhana, dengan
dibakar maka lahan gambut dipercaya bisa menyuburkan tanah. Selain itu,
metode ini meminimalisir pengeluaran. Kehidupan masyarakat Kelurahan
Habaring Hurung sangat sulit pada waktu itu, sehingga tidak akan mungkin
mengeluarkan biaya untuk membuka lahan. Meski cara ini efektif karena
banyak masyarakat yang pada akhirnya bisa mengolah lahan, Balai TNS
menganggap hal ini mengancam kawasan. Namun sebagian masyarakat
transmigrasi awal Habaring Hurung juga ada yang menyerah, karena tidak
tahan dengan kondisi wilayah dan semakin ruwetnya masalah legalitas
lahan usaha mereka. Sebagian dari mereka menjual lokasi perumahan dan
lahan usaha kepada tetangga dan orang di luar Habaring Hurung, sebagian
lagi ada yang ditinggalkan begitu saja.
180
Larik Tenure
**
181
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Ruang dialog tentunya juga menjadi bagian pekerjaan tuntas Balai TNGR.
Koordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemerintah Daerah
Lombok Timur secara umum telah menjadi bagian tidak terpisah dari proses
Gakkum.
Lebih panjang lagi kisah Kliwon di TNMB. Kisah Kliwon melebihi kisah Kentik
dan kawan-kawan. Kliwon memulai kisahnya ketika terlibat penjarahan
lahan berbelas tahun silam.
Lagi, pendekatan Balai TNMB tak mudah. Mulanya, Kliwon bersama para
perambah lainnya diajak berunding. Dibantu KAIL dan LATIN, para
perambah mulai menyadari bahwa di atas tanah yang sama terdapat
kepentingan yang berbeda.
Operasi Gakkum di TNMB nyaris seperti hidup segan mati tak mau. Kendati
telah menembak mati salah seorang pelaku pembalakan liar, kegiatan
tersebut masih sulit dihentikan. Letusan senjata petugas tak serta-merta
menimbulkan efek jera. Jikapun ada penghentian sementara, itu hanya
182
Larik Tenure
Hal ini mengindikasikan bahwa para pelaku PETI lebih lihai dari pada
petugas. Mereka dilengkapi dengan mata dan telinga di banyak tempat di
Sintang, bahkan mungkin sampai ke level provinsi dan nasional.
Salah seorang pelaku PETI yang tidak mau identitasnya disebut menyatakan,
dirinya dan para pelaku PETI lainnya memiliki kontak erat dengan pejabat
pemerintah. Dia juga menyebut kedekatan dengan para petinggi yang ada
di jajaran Kepolisian dan TNI. Namun pelaku ini enggan menyebut nama.
Informasi ini tentu umum di kalangan pelaku PETI. Bukan hanya di Serawai,
pelaku PETI di banyak tempat di Indonesia juga banyak memberikan
pernyataan serupa.
Lagi, ini adalah indikasi awal adanya permainan antara pelaku PETI di
lapangan, pemilik modal dan oknum pemerintah. Permainan haram ini sulit
diungkap karena organisasi PETI yang tak memiliki struktur resmi ini bekerja
dalam barisan yang rapat. Sulit membongar blokade yang mereka bangun,
mulai dari level tapak di dusun-dusun, hingga level nasional.
TNBB punya cerita berbeda. Ketika tim LATIN dan Petugas Balai TNBB mulai
memfasilitasi resolusi konflik melalui Kemitraan Konservasi, indikasi jual-
beli lahan sudah tercium. Masyarakat berlasan, mereka melakukan jual-beli
lahan lantaran kebutuhan ekonomi.
Lucunya, saat lahan tersebut ingin dimasukkan dalam peta polygon draft
Perjanjian Kerjasama (PKS) Kemitraan Konservasi, beberapa masyarakat
menganggap perlunya meminta izin pada salah satu tokoh elit politik di
Kabupaten Pangkep. Pejabat ini dianggap sangat penting karena lahan-
lahan yang tertunggak SPPT sedang dipersiapkan untuk Program
183
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Pada titik ini, Kemitraan Konservasi mendapat jalan. Inisiatif ini menjawab
semua keterlanjuran pengelolaan yang telah dilakukan masyarakat di dalam
taman nasional.
Lain pula yang terjadi di SM Kateri. Warga eks pengungsi Timor Timur
mewarnai proses perambahan lahan sejak 1999. Upaya penyelesaian
sengketa ini berlarut-larut karena melibatkan banyak sekali pihak. Dan,
secara politis, penyelesaian persoalan ini menuntut kesabaran dan kelihaian
diplomasi. Tak berkait dengan Negara Timor Leste, tapi berkait dengan
status para perambah sebagai eks pengungsi dan juga keterlibatan
organisasi internasional di dalamnya.
Corak Sengketa
Di gelanggang konservasi, kemungkinan kata konflik tenurial jarang
terdengar. Istilah ini sepertinya larut dalam pedihnya urusan perburuan
satwa, patroli kawasan, pengerusakan lahan, perambahan, bahkan
pencurian kayu. Di berbagai tempat istilah konflik tenurial mungkin akan
diganti dengan Penggunaan Kawasan Tanpa Izin (PKTI), atau istilah lain yang
lebih ringan.
184
Larik Tenure
Corak konflik tenurial juga dapat dinilai dari pihak-pihak yang bersengketa.
Jika dilihat dari aktor yang terlibat, maka konflik tersebut dapat digolongkan
ke dalam beberapa kategori (Safitri et al, 2011):
1. Konflik antara masyarakat adat dengan Kemenhut. Ini terjadi
akibat ditunjuk dan/atau ditetapkannya wilayah adat sebagai
kawasan hutan negara;
2. Konflik antara masyarakat vs. Kemenhut vs. BPN. Misalnya konflik
karena penerbitan bukti hak atas tanah pada wilayah yang
diklasifikasikan sebagai kawasan hutan;
3. Konflik antara masyarakat transmigran vs. masyarakat (adat/lokal)
vs. Kemenhut vs. pemerintah daerah vs. BPN. Misalnya konflik
karena program transmigrasi yang dilakukan di kawasan hutan.
Program ini menyebabkan perlunya penerbitan sertifikat hak milik
atas tanah;
4. Konflik antara masyarakat petani pendatang vs. Kemenhut vs.
pemerintah daerah. Misalnya konflik karena adanya gelombang
petani yang memasuki kawasan hutan dan melakukan aktivitas
pertanian di dalam kawasan tersebut;
5. Konflik antara masyarakat desa vs. Kemenhut. Misalnya konflik
karena kawasan hutan memasuki wilayah desa;
6. Konflik antara calo tanah vs. elit politik vs. masyarakat petani vs.
Kemenhut vs. BPN. Misalnya konflik karena adanya makelar/calo
ta ah ya g u u ya diduku g o as/pa pol ya g e pe jual‐
belikan tanah kawasan hutan dan membantu penerbitan sertifikat
pada ta ah‐ta ah te se ut;
7. Konflik antara masyarakat lokal (adat) vs pemegang izin. Meskipun
ini terjadi akibat Kemenhut melakukan klaim secara sepihak atas
kawasan hutan dan memberikan hak memanfaatkannya kepada
pemegang izin, seringkali konflik tipologi ini juga dipicu karena
pembatasan akses masyarakat terhadap hutan oleh pemegang
izin;
8. Ko flik a ta pe ega g izi kehuta a da izi ‐izi lai sepe ti
pertambangan dan perkebunan;
9. Ko flik ka e a ga u ga e agai akto ‐ .
185
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Eskalasi konflik tumbuh dan berkembang seiring dinamika relasi para pihak
di lapangan. Eskalasi akan meningkat ketika ketegangan antar pihak juga
meningkat, demikian sebaliknya. Selain eskalasi, penyelesaian konflik
tenurial juga dipengaruhi seberapa sering ketegangan terjadi. Semakin
sering terjadi ketegangan, maka semakin tinggi intensitasnya. Momentum
yang tepat terkait ini akan berpengaruh pada proses resolusi konflik
tenurial. Tabel di bawah ini mencoba mendeskripsikan secara singkat
tentang apa yang terjadi di lapangan.
Tabel 3. Deskripsi Konflik dan Peta Aktor
Kawasan Objek Aktor Aktor
Deskripsi Singkat Aktor Tersier
konservasi Konflik Primer Sekunder
TN Gunung Objek Lokasi wisata Joben Balai Direktorat Gubernur
Rinjani Wisata terdiri dari lokasi TNGR, Jenderal NTB, DPRD
Otak pemandian, bangunan- Dinas KSDAE-KLHK, Lombok
Kokok bangunan wisata, air Pariwisata PT. Joben Timur,
Joben terjun, parkir, pos tiket Lombok Evergreen Menteri
dan jalur trekking. Lokasi Timur, KLHK, Bupati
ini dikuasai Pemda BPN Lombok
Lombok Timur, dikelola Lombok Timur, Wakil
dengan menyerahkan Timur, PT. Bupati
kuasa pengelolaan Joben Lombok
kepada pihak ketiga Evergreen Timur
(perusahaan). Pemda (dipindahk
menargetkan setiap an menjadi
tahun mendapat PAD dari sekunder)
lokasi ini, dan itu Pada
disanggupi perusahaan akhirnya
dengan membayar tersisa dua
dimuka. aktor:
Ketika TN ditetapkan, TNGR dan
sebagian lokasi masuk ke Pemda
kawasan TN. Lombok
Perang dingin dan saling Timur
tuding terjadi antara
Pemkab dengan TN. Hal
ini dimanfaatkan pihak
ketiga untuk meneruskan
usaha dan memanfaatkan
fasilitas bangunan yang
telah dibuat oleh Pemkab.
Pemkab beranggapan,
selama ini pengelolaan
dan PAD lancar-lancar.
Sementara Balai TN (sejak
ditetapkan) beranggapan
Pemkab menyalahi
aturan.
186
Larik Tenure
187
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Adat menggunakan
perempuan dan anak-
anak di barisan depan.
Strategi ini disinyalir
disutradarai oleh oknum
intel TNI. Pejuang Tanah
Adat Jurang Koak
mendapat dukungan dari
LSM yang mendukung
perjuangan masyarakat
adat.
Konflik diselesaikan
dengan cara damai
melalui keterlibatan
Pemkab Lombok Timur.
Pemkab yang telah saling
percaya dengan TN
memberikan dukungan
penuh atas penyelesaian
konflik ini. Wakil Bupati,
H. Rumaksi menjadi
sentral penyelesaian.
Sebelum itu, pihak TN dan
beberapa personil di
Pemkab telah menjalin
hubungan yang sangat
harmonis untuk
penyelesaian konflik, H.
Rumaksi menindaklanjuti
hubungan harmonis ini
dengan memainkan
perannya sebagai tokoh
masyarakat dan tokoh
politik.
TN Meru Perkebunan Pembalakan liar telah Balai TNMB, Direktorat DPRD Jatim,
Betiri Jati Eks terjadi sejak lama di areal Kelompok Jenderal DPRD
Perhutani TNMB, khsusnya di Jawara, KSDAE-KLHK, Jember,
wilayah Kecamatan Kelompok Kepolisian, Personal /
Tampurejo. Mandala, KAIL, PT. Individu
Para aktor adalah penebang Bandealit,
masyarakat lokal yang liar Balai Gakkum
terdiri dari: aktor dalam terorganisir, KLHK
dan aktor luar. Aktor oknum yang
dalam adalah orang yang berasal dari
mengorganisir pencurian para pejabat
kayu dan menjualnya ke yang
pasar-pasar lokal di berwenang
seputaran Jember dan
Banyuwangi. Sementara
aktor luar adalah orang-
orang yang memiliki
jaringan cukup luas
terkait pemasaran dan
pengamanan. Permainan
pencurian kayu
sesungguhnya sudah
188
Larik Tenure
189
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
pembalak liar
berkomitmen untuk tidak
lagi mencuri kayu,
mereka membentuk
kelompok Jawara, bahkan
mereka mendapat izin
dari Balai TNMB untuk
mengambil sisa tebangan
kayu jati.
Tidak diketahui sejauh
mana kesepakatan-
kesepakatan dibuat
antara Balai TNMB,
mantan aktor luar, dan
para pembalak liar. Motif
dan kesepakatan mereka
belum terungkap
sementara para mantan
pembalak liar sudah
bekerja menanami
kembali kawasan TNMB
yang rusak di Bandealit.
Bahkan mereka membeli
sendiri bibit yang akan
ditanam tersebut.
Kesepakatan yang
teridentifikasi adalah:
o Balai TNMB
memberikan izin pada
mantan pembalak liar
untuk memungut sisa
tebangan kayu jati
o Balai TNMB
membentuk kelompok
yang terdiri dari para
mantan pembalak liar
ini, diketuai oleh
mantan aktor luar yang
telah sadar tadi.
o Pohon yang ditanam di
lokasi penanaman
kembali berupa kayu
dan buah. Buahnya
nanti akan dipanen
oleh kelompok Jawara
Perambahan Perambahan hutan jati Balai Direktorat LATIN,
di Eks Perhutani sudah TNMB, Jenderal Anggota
Kecamatan terjadi sejak era Presiden JAKETRESI, KSDAE-KLHK, DPRD Jatim,
Tapurejo Gus Dur, banyak Keltan KAIL, Pemdes Bupati
masyarakat yang tinggal Blok 9A, Andongrejo, Jember
jauh dari wilayah TNMB Kelompok Pemdes
juga ikut ambil bagian 7 Ha. Sanenrejo,
menjadi perambah dan Pemdes
membuka lahan Tampurejo
pertanian.
190
Larik Tenure
191
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
192
Larik Tenure
Provinsi Kalimantan
Tengah.
Menteri Kehutanan
melalui SK 423/Menhut-
II/2004 menyatakan
bahwa wilayah Habaring
Hurung berada di dalam
kawasan hutan.
Kemudian pada SK
Menteri Kehutanan No.
292/Menhut-II/2011,
menyatakan Kelurahan
Habaring Hurung tidak
masuk di dalam kawasan
TNS. Statusnya berubah
dari kawasan hutan
menjadi Area
Penggunaan Lain (APL).
Namun, berdasarkan SK
Menteri Kehutanan
Nomer SK 529/Menhut-
II/2012 wilayah Habaring
Hurung kembali
dinyatakan berada
didalam kawasan.
Menurut Peta Indikatif
TORA edisi revisi, lokasi
transmigrasi Habaring
Hurung ini sebagian
masuk dalam peta
indikatif, namun hingga
akhir tahun 2011 belum
dilakukan peninjauan
oleh tim Penguasaan
Tanah dalam Kawasan
Hutan (PTKH)
Di dalam SK Menteri
Kehutanan Nomor SK
529/Menhut-II/2012
area pencadangan
transmigrasi yang masuk
ke dalam Kawasan TNS
seluas ± 766,20 Ha, yakni
berupa fasilitas umum
seperti area pemakaman,
pekarangan dan
pemukiman, serta lahan
usaha I dan lahan usaha
II
Pihak Kelurahan
berkoordinasi dengan
Pemerintah Kota
Palangkaraya agar
difasilitasi dalam proses
penyelesaian konflik
lahan dengan Balai TNS.
193
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
194
Larik Tenure
195
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
196
Larik Tenure
meminimalisir ancaman
PETI. Di antaranya
dengan melakukan
operasi penegakan
hukum dan patroli. Balai
TNBBBR telah
membentuk Satuan
Tugas Penanganan PETI,
pembentukan
Masyarakat Mitra Polhut
(MMP), patroli dan
penjagaan rutin, operasi
gabungan, identifikasi
luas kerusakan PETI,
serta penangkapan
pelaku PETI. Dalam
upaya penegakan
hukum, Tim Patroli
langsung memusnahkan
setiap barang bukti yang
ditemukan di dalam
kawasan dengan terlebih
dahulu melengkapi berita
acara. Barang bukti
tersebut biasanya berupa
pondok dan mesin
sebagai alat menambang
emas.
Berdasarkan hasil
observasi, wawancara
serta diskusi kelompok
terfokus yang
dilaksanakan Lembaga
Alam Tropika Indonesia
(LATIN), tidak ditemukan
adanya klaim lahan pada
wilayah PETI yang berada
di dalam kawasan Taman
Nasional. LATIN telah
melakukan rangkaian
kegiatan di wilayah
tersebut sejak Agustus
2020, dan tidak
ditemukan adanya klaim
tenurial dari para
penambang.
Di ranah lain, tinjauan
lapangan yang dilakukan
USAID BIJAK juga tidak
menemukan adanya
konflik tenurial di
kawasan taman nasional
ini. sebagai contoh,
wilayah Desa Rantau
Malam merupakan
wilayah paling hulu
197
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
198
Larik Tenure
199
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
200
Larik Tenure
201
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
202
Larik Tenure
hidup mereka.
Dampaknya ketika SAD
membangun kebun
seperti masyarakat desa,
mereka tidak sabar
untuk segera
mendapatkan hasil dari
kebun tersebut, sehingga
sebelum kebun tersebut
dapat memberikan hasil,
maka dapat dengan
mudahnya berpindah
tangan ke masyarakat
desa di sekitar kawasan
TNBD, melalui proses
jual beli tak resmi atau
bagi hasil.
Sebagian besar kebun
yang dibangun dalam
kawasan TNBD oleh SAD
adalah kebun kelapa
sawit. Padahal menurut
pengaturan negara untuk
kawasan hutan termasuk
kawasan hutan yang
memiliki fungsi
konservasi dilarang
adanya tanaman kelapa
sawit.
Selain itu, dalam
kawasan yang ditetapkan
TNBD pada tahun 2000
juga terdapat kebun-
kebun tua masyarakat
desa sekitar. Secara
kasat mata yang
membedakan wilayah
SAD dengan wilayah
kebun masyarakat desa
adalah di kebun tua milik
masyarakat terdapat
sekelompok pohon
durian dan pohon
langsat.
Pada kebun-kebun tua
masyarakat desa inilah
objek konflik tenurial
lainnya terjadi di TNBD.
TN Pada tanggal 18 Oktober BTN Direktorat
Bantimurung 2004, Menteri Bantimurug Jenderal
Bulusaraung Kehutanan menerbitkan Bulusaraun, KSDAE-KLHK,
Keputusan Nomor Masyarakat BPN
SK.398/Menhut-II/2004 Kampung Kabupaten
tentang Perubahan Manyampa Pangkep
Fungsi Kawasan Hutan
pada Kelompok Hutan
203
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Bantimurung-
Bulusaraung seluas ±
43.750 Ha terdiri dari
Cagar Alam seluas ±
10.282,65 Ha, Taman
Wisata Alam seluas ±
1.624,25 Ha, Hutan
Lindung seluas ±
21.343,10 Ha, Hutan
Produksi Terbatas seluas
± 145 Ha, dan Hutan
Produksi Tetap seluas ±
10.335 Ha yang terletak
di Kabupaten Maros dan
Pangkep, Provinsi
Sulawesi Selatan menjadi
Taman Nasional
Bantimurung
Bulusaraung, sedangkan
penetapan kawasan
ditetapkan pada tanggal
28 Oktober 2014 melalui
Keputusan Menteri
Kehutanan Republik
Indonesia Nomor:
SK.6577/Menhut-
VII/KUH/2014 tentang
Penetapan Kawasan
Hutan Pada Kelompok
Hutan Tellu Limpoe
Register 1, Kelompok
Hutan Tellu Limpoe
Register 2, Kelompok
Hutan Bulusaraung
Register 4 dan Kelompok
Hutan Bulusaraung
register 5 Seluas
28.079,79 Ha di
Kabupaten Pangkajene
dan Kepulauan, Provinsi
Sulawesi Selatan.
TNBB memiliki potensi
sumber daya alam hayati
dengan keanekaragaman
yang tinggi serta
keunikan dan kekhasan
gejala alam dengan
fenomena alam yang
indah. Bentang alam
yang unik tersebut dapat
dikembangkan sebagai
laboratorium alam untuk
pengembangan ilmu
pengetahuan dan
pendidikan konservasi
alam serta kepentingan
204
Larik Tenure
ekowisata. Ekosistem
karst juga merupakan
daerah tangkapan air
(catchment area) bagi
kawasan di bawahnya
dan beberapa sungai
penting di Provinsi
Sulawesi Selatan.
Lokasi konflik tenurial
tepatnya berada di
dalam Kampung
Manyampa Desa
Bantimurung, Kecamatan
Tondong Tallasa,
Kabupaten Pangkep di
dalam kawasan hutan
yang berada di wilayah
Resor Tondong Tallasa,
SPTN Wilayah I Balocci,
TNBB.
Konflik tenurial yang
terjadi disebabkan
karena perbedaan
pandangan antara pihak
BTNBB dan Masyarakat,
aparat BTNBB yang
mendapat mandat oleh
kementrian untuk
mengelola kawasan.
sebaliknya posisi
masyarakat sebagai
pemanfaat lahan dan
hutan melakukan
kegiatan berdasarkan
kebiasaan yang
berlangsung secara
turun-temurun serta
pengetahuan masyarakat
terkait kebijakan hutan
sangat terbatas,
Masyarakat merasa
keberadaan TNBB
dengan segala aturannya
menghalangi mereka
dalam memenuhi
kebutuhannya
(kebutuhan papan/kayu)
dan peningkatan
pendapatan, baik yang
bersumber dari kawasan
hutan maupun pada
lahan milik. Menurut
keterangan masyarakat,
bahwa mereka tidak
mengetahui batas
205
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
206
Larik Tenure
masyarakat
membutuhkan dana
cepat.
Berdasarkan klaim
tersebut, masyarakat
berkegiatan atau hidup
sehari-hari melalui hasil
persawahan dan
perkebunan, serta
melalukan penebangan
dan perambahan di
dalam areal kawasan
hutan. Hasil penebangan
tersebut di pergunakan
untuk membangun
rumah bahkan beberapa
masyarakat menjual kayu
tersebut.
SM Kateri Perambahan Perambahan kawasan BBKSDA Masyarakat Direktorat
di Kawasan SM Kateri berlangsung NTT, warga Lokal, Pemda Jenderal
Suaka sejak tahun 1999, pasca masyarakat Malaka, KSDAE-KLHK,
Margasatwa peristiwa referendum eks Timor DPRD CIDEC
Kateri Timor-Timur (Timor Timur, Malaka, Internasional,
Timur). Akibatnya, ribuan warga lokal, Kabupaten Circle, Gereja
masyarakat Timor Timur Belu dan Paroki di NTT
pro-integrasi mengungsi Malaka, Pemda LATIN,
ke Indonesia khususnya Gereja, DPRD TNI, Polri,
di wilayah perbatasan Malaka Orang Muda
provinsi NTT, yakni Malaka
Kabupaten Belu dan Pencinta
sebagian besar wilayah Lingkungan
Kabupaten Malaka hari
ini. Di Kabupaten
Malaka, awalnya mereka
ditempatkan di wilayah
Daerah Aliran Sungai
(DAS) Benenain, namun
karena banjir bandang
tahun 2000, maka oleh
pemerintah, mereka
direlokasi ke tempat
aman, yakni sekitar
wilayah kawasan SM
Kateri. Diperikirakan
jumlah warga eks Timor
Timur yang bemukim di
Kabupaten Belu ditahun
2008 mencapai 12.792
KK (60.049 jiwa) dengan
jumlah 1.311 KK
(10,25%) jiwa bermukim
di sekitar SM Kateri.
Jumlah perambah
mencapai 1.560 orang
dengan 295 buah
pondok. Hingga Oktober
207
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
208
Larik Tenure
209
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
210
Larik Tenure
bahkan mayoritas
masyarakat eks Timor
Timur sendiri juga
menolak.
Lalu ada kebijakan
repatriasi (pemulangan)
warga eks Timor Timur
ke tanah asal di Timor
Leste, namun sebagian
besar masyarakat eks
Timor Timur memilih
untuk tetap berada di
Indonesia, sebagai warga
negara Indonesia. Lalu
ada kebijakan
transmigrasi warga eks
Timor Timur ke Pulau-
Pulau lain, namun
kebijakan ini tidak
mendapat respon positif
masyarakat eks Timor
Timur sendiri.
Terakhir, adalah
kemitraan konservasi
berdasarkan Perdirjen
Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kemitraan
Konservasi yang
melibatkan stakeholder
terkait yaitu kelompok
masarakat penggarap
(Hamoris Alasa Wemer,
Wehali Haburas Kateri,
Orang Muda Malaka
Pencinta Lingkungan,
TNI-Polri, Pemuda
Malaka Pencinta
Lingkungan, Tokoh
Agama, Tokoh Adat,
LATIN.
Sebelum menilik lebih dalam, ada baiknya jika catatan ini kembali merujuk
pada pengertian konflik tenurial. Berdasarkan P.84/2015, Konflik Tenurial
Hutan adalah berbagai bentuk perselisihan atau pertentangan klaim
penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan penggunaan kawasan hutan.
211
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
klaim masyarakat atas lahan yang dulunya adalah bekas wilayah yang open
access, atau bahkan pula klaim yang dilakukan pihak lain selain masyarakat
setempat.
Penguasaan tanah dalam kawasan hutan terdiri atas bidang tanah yang
telah dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau telah diberikan hak di atasnya
sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan; atau
bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelah bidang tanah
tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan (Perpres 88, 2017). Perhatikan
kata sebelum dan sesudah. Artinya, penguasaan tanah di dalam kawasan
hutan tidak harus menunggu proses penunjukan.
212
Larik Tenure
Pada poin ini, perlu dijelaskan bahwa perpres 88/2017 yang diurai di atas
merujuk pada pengusaan lahan di kawasan hutan, terutama di kawasan
produksi dan dan kawasan lindung. Namun pola ini menarik jika
disandingkan dengan tipologi konflik tenurial di kawasan konservasi,
terutama di Taman Nasional. Sepanjang catatan ini, tipologi konflik tenurial
di kawasan Taman Nasional tentu dapat dikategorikan berbasis eskalasi,
intensitas, aktor, dan jenis klaim penguasaan.
Terkait berbagai kategori ini, banyak ahli sudah dan sedang melakukan
kajian. Catatan ini tidak akan membahas lebih dalam. Tapi setidaknya,
catatan ini mengantarkan pemahaman bahwa penilaian konflik mestinya
ditentukan oleh faktor-faktor tersebut.
Sejarah konflik dilihat berdasarkan dimensi waktu, yaitu saat sengketa atau
konflik berawal dan terus mengalami eskalasi dan dimensi ruang konflik
terkait langsung dengan proses eskalasi konflik. pemetaan objek konflik
berkaitan dengan sengketa objek yang diklaim, ketegangan dan mobilisasi
dari salah satu pihak atau dua pihak yang berkonflik; krisis akibat mobilisasi
yang menimbulkan kerugian materi, fisik atau moril di antara pihak yang
berkonflik; kekerasan terbatas dan kekerasan masal yang menyebabkan
kehilangan nyawa manusia atau satwa atau kerusakan
lingkungan/ekosistem (P.6, 2016).
213
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
TN Gunung Rinjani Gabungan Tipe KLHK vs Klaim hak pengelolaan Rendah Wajar
– Otak Kokok Joben 2 (jika swasta Pemkab kawasan wisata
dapat pula KHLK vs Klaim lahan yang
diartikan ATR/BPN bersertifikat di
sebagai Pemkab vs kawasan TN
masyarakat) Swasta di
dan tipe 8 kawasan TN
Swasta vs
swasta
TN Gunung Rinjani Tipe 1 (dengan KLHK vs Klaim (seolah-olah) Rendah Lemah
– Hutan Pesugulan asumsi bahwa masyarakat tanah adat di kawasan
Pejuang Tanah lokal (yang TN
Adat Jurang mengaku
Koak adalah sebagai
masyarakat masyarakat
adat yang adat)
sesungguhnya)
TN Meru Betiri – KLHK vs Masyarakat punya hak Sedang Wajar
Pembalakan liar masyarakat memanfaatkan hasil
lokal (terdiri hutan kayu, termasuk
dari pelaku yang berasal dari
atau operator Taman Nasional
pembalakan
liar,
penyandang
dana, dan
pembeli)
KLHK vs
Oknum
Kepolisian
KLHK vs
Oknum eks.
Taman
Nasional
TN Meru Betiri – Tipe 4 KLHK vs Masyarakat sudah Sedang Lemah
Perambahan di masyarakat terlanjur membuka
Kec. Tampurejo (perambah) hutan untuk lahan
pertanian palawija.
214
Larik Tenure
Masyarakat vs
masyarakat
(lahan yang
dirambah
diturunkan
kepada
keluarga, dan
jual-beli)
TN Bukit Baka Bukit KLHK vs PETI Tinggi Kuat
Raya – PETI di Pemda vs
dalam kawasan PETI
TN Lore Lindu – Tipe 8 KLHK vs Klaim Pengelolaan Sedang Wajar
Ngata Lindu (gabungan Masyarakat (Kewenangan untuk
Tipe 1 dan adat Ngata mengatur dan
sebagian Tipe Lindu. mengurus kawasan)
3) Masyarakat Klaim Akses dan
adat Ngata Pakai
Lindu vs
Masyarakat
pendatang
Desa Olu
Masyarakat
Pendatang
Desa Olu vs
KLHK.
TN Lore Lindu – Tipe 1 KLHK vs Klain Pengelolaan Sedang Wajar
Ngata Toro Masyarakat (Kewenangan untuk
Adat mengatur dan
mengurus kawasan)
TN Lore Lindu – Tipe 5 (dalam KLHK vs Klaim Akses dan Sedang Wajar
desa-desa artian Masyarakat Pakai Kawasan
pemukiman masyarakat Desa
kembali di bagian desa yang
timur laut TNLL memasuki
kawasan
hutan)
TN Sebangau – Tipe 3 KLHK vs Klaim atas lahan usaha Sedang Wajar
SPTN I Habaring Masyarakat eks transmigrasi yang
Hurung Desa masuk ke dalam
Habaring kawasan
Hurung Klaim atas wilayah
KLHK vs adat yang masuk ke
Kelompok dalam kawasan hutan
masyarakat Klaim batas wilayah
adat administrasi Kota
Pemerintah Palangkaraya dengan
Daerah vs TN
KLHKBPN vs Klaim lahan usaha
KLHK masyarakat yang telah
bersertifikat (masuk ke
dalam kawasan hutan)
TN Bukit Duabelas - Tipe 8 KLHK vs SAD Klaim Pengelolaan Sedang Wajar
Komunitas (Gabungan KLHK vs Klaim Akses dan
SAD/Orang Rimba, Tipe 1 dan Masyarakat Pakai kawasan
Masyarakat Desa di sebagian tipe 3 desa
Kecamatan Air
Hitam
TN. Bantimurung Tipe 6 KLHK vs Klaim tanah dengan Sedang Wajar
Bulusaraung- Masyararakat SPPT
desa Klaim tanah dengan
KLHK vs Calo sertifikat
tanah (Elit Klaim
Politik)
KLHK vs BPN
215
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
lahan yang ditinggal pergi warga eks Timor Timur yang memilih pulang ke
Timor Leste.
Berdasarkan hasil wawancara tim LATIN terhadap sejumlah warga eks Timor
Timur di Desa Wehali dan Desa Kamanasa pada Maret 2021, lahan yang
diambil-alih warga lokal maupun oleh sesama warga eks Timor Timur
biasanya melalui proses ganti rugi.
Selain itu, ada juga warga lokal lain yang datang dari 3 daerah, yakni;
Kabupaten Belu, Kabupaten TTU, dan TTS. Mereka merambah karena hanya
karena melihat adanya aktifitas perambahan warga eks Timor Timur di
Kawasan SM Kateri. Meskipun kemudian dapat ditertibkan oleh Polhut
BBKSDA NTT, sehingga berhenti dari aktifitas perambahan. Sementara
warga lokal lain, ikut merambah karena hasil take-over lahan yang ditinggal
pergi warga Timor Timur yang memilih kembali ke Timor Leste.
217
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
JILID 12
218
Larik Tenure
S Direktur
ebelum menyigi lebih dalam, ada baiknya membaca ulang pandangan
Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya,
Wiratno. Pandangan Wiratno secara lengkap tersaji dalam makalah
berjudul Paradigma Baru Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia:
Membangun Learning Organization.
219
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
220
Larik Tenure
222
Larik Tenure
Namun, lagi-lagi ini berkaitan dengan kepasitas yang dimilki Balai TN. Jika
hal tersebut dirasa belum mencukupi, maka KLHK melalui Ditjen KSDAE
tentunya memiliki cara tersendiri untuk membuat perencanaan program
serta penganggaran.
223
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
224
Larik Tenure
Subjek Langsung
Kelompok subjek langsung adalah kelompok subjek konflik yang
berhubungan langsung dengan objek konflik tenurial. Hubungan langsung
dapat dicirikan dengan adanya interaksi kuat antara subjek dengan objek
konflik. Sebagai contoh interaksi yang terjadi adalah, bahwa subjek secara
langsung melakukan pengolahan lahan pada objek konflik. Sebagaimana
yang terjadi di TNMB, Kliwon dan kelompok Tani 9A adalah subjek yang
langsung melakukan pengolahan lahan pada objek tanah bekas
perambahan tahun 1998. Sementara, objek lahan tersebut adalah juga
bagian tidak terpisah dari subjek TNMB. TNMB sejauh ini telah melakukan
pengelolaan kawasan taman nasional dengan mengedepankan fungsi resor
di objek tanah yang dikelola Kliwon dan Kelompok Tani 9A.
Sebagai contoh interaksi yang terjadi adalah, bahwa subjek secara langsung
melakukan pengolahan lahan pada objek konflik. Sebagai contoh adalah
Orang Rimba di TNBD yang memang hidup dan berpenghidupan dalam
kawasan tersebut. TNBD memang dimandatkan sebagai ruang hidup bagi
225
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Orang Rimba. Contoh lain adalah apa yang terjadi di TNLL, dimana
masyarakat adat Ngata Toro memiliki interaksi langsung yang kuat dengan
wilayah adatnya, mulai dari wana ngkiki, pangale dan sebagainya. Selain
itu, Ngata Toro juga dilengkapi dengan satuan pengaman hutan berbasis
adat yang disebut Tondo Ngata.
Penciri lain dari hubungan langsung ini adalah dengan adanya manfaat
langsung yang diambil oleh subjek konflik terhadap objek yang
disengektakan. Jadi, selain interaksi akibat pengelolaan, ada pula manfaat-
manfaat yang diterima subjek dari objek yang disengketakan. Berkaca dari
pengalaman TNMB, maka Kliwon dan Kelompok Tani 9A mengambil
manfaat berupa hasil tanam-tanaman yang mereka tanam dan rawat di
lahan sengketa.
Berkaca dari hasil studi lapangan di 8 kawasan konservasi, maka agak sulit
meletakkan para aktor ke dalam kategori yang disebutkan dalam peraturan
Dirjen PSKL tersebut. Misalnya pada kasus TNMB (Kliwon dan Kelompok
9A), Kliwon sulit diletakkan pada posisi aktor kelompok-kelompok rentan,
karena sejatinya dia tidak menerima provokasi ketika mulai menggarap
lahan. Kendatipun Kliwon dan Kelompok 9A berada dalam posisi tersebut,
maka siapa yang akan berada pada posisi aktor provokator? Apakah
kejadian perambahan yang terjadi pada 1998 melibatkan aktor yang
berposisi sebagai provokator? Sementara aktor kelompok fungsional, dalam
hal ini TNMB dan Kementerian LHK, kemudian dituntut sebagai pihak yang
bertanggung jawab menghentikan kekerasan dan mencegah meluasnya
konflik. rasanya, agak sulit menempatkan para aktor tersebut ke dalam
kriteria yang telah dibangun Dirjen PSKL. Apa lagi, konflik terjadi di kawasan
Taman Nasional.
Sementara di sisi lain, bahkan ada pula Orang Rimba yang sengaja
melakukan praktik jual-beli lahan. Dalam konteks ini, tentu pelaku praktik
ini tidak dapat dikategorikan sebagai kelompok aktor rentan. Tentulah
mereka akan menjadi aktor provokator. Tapi seiring dengan itu, mereka
227
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
tentu akan tetap mengatasnamakan Orang Rimba. Hal serupa juga yang
terjadi di Habaring Hurung melalui klaim masyarakat adat lokal di wilayah
eks transmigrasi.
Dalam ranah lain, ada pula yang menyebutkan bahwa aktor konflik terbagi
atas 3, yakni; aktor primer, aktor sekunder dan aktor tersier. Aktor primer
adalah para pihak yang sedang berkonflik dalam posisi berhadap-hadapan
langsung. Aktor Sekunder adalah para aktor yang ikut merasakan
ketegangan, sementara Aktor Tersier adalah para aktor yang dapat
berpengaruh terhadap konflik yang sedang terjadi.
Dengan kriteria ini – jika melanjutkan mengambil contoh atas kasus Kliwon
dan Kelompok 9A – para aktor primer dapat diidentifikasi dengan jelas,
yakni Kliwon, Kelompok 9A dan Balai TNMB. Sementara aktor sekunder
yang ikut tegang pada posisi eskalasi konflik yang menurun belum dapat
diidentifikasi secara pasti, karena pada saat bersamaan tidak terjadi
ketegangan. Aktor sekunder yang ikut tegang bisa jadi adalah pihak-pihak
yang dengan konflik ini mendapat keuntungan atau kerugian. Sementara
aktor tersier dapat dikelompokkan pada pihak-pihak di luar dua kelompok
aktor tersebut, tapi mereka memiliki pengaruh yang cukup penting. Aktor
tersier dapat yang dicontohkan adalah Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Bupati Jember, DPRD Jember dan lainnya. Jika dibandingkan
228
Larik Tenure
dengan kriteria yang dibangun Ditjen PSKL, maka aktor-aktor yang terakhir
disebutkan masuk ke dalam kategori aktor kelompok fungsional.
Jika melanjutkan mengambil contoh kasus di TNBD, para aktor primer dapat
diidentifikasi dengan jelas, yakni Orang Rimba dan BTNBD yang memiliki
pertentangan kewenangan langsung dalam objek yang sama. Aktor
sekunder contohnya adalah masyarakat desa transmigrasi di sekitar TNBD
yang mendapatkan manfaat berupa lahan yang diperoleh dari Orang Rimba.
Sementara aktor tersier contohnya adalah Pemerintah Daerah Sarolangun
yang perannya dapat memberikan pengaruh terhadap permasalahan
ekonomi, sosial dan budaya bagi Orang Rimba.
Tanpa menegasikan peraturan yang telah ada, dan pandangan lain, riset
lapangan yang dilakukan pada 8 kawasan konservasi menemukan 7
kelompok aktor tidak langsung. Hubungan tidak langsung dicirikan oleh
beberapa karakter, di antaranya:
1, pihak yang mendukung salah satu dari pihak yang berkonflik. Bercermin
dari contoh kasus Kliwon di TNMB, maka kelompok aktor ini dapat saja
berisikan para aktor dari kelompok fungsional seperti atau bahkan aktor
dari kelompok provokator.
229
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Melanjutkan kasus masyarakat adat dengan Balai TNLL, maka pihak dalam
kategori ini adalah BPSKL Sulawesi melalui FP3-nya. BPSKL Sulawesi
mendukung pertemuan antara para pihak yang berkonflik untuk
menemukan solusi atas persoalan mereka.
4, pihak yang tidak terlibat di dalam konflik tapi ikut serta mengalami
ketegangan ketika konflik terjadi. Melanjutkan kasus TNMB, maka aktor
dari kelompok fungsional seperti Camat, Bupati, Dirjen KSDAE dan lainnya
adalah aktor yang ikut tegang atas konflik yang terjadi.
Di SM Kateri, para perambah yang berasal dari warga lokal barangkali dapat
dimasukkan ke dalam kategori ini. mereka tidak berkonflik secara langsung,
sebab konflik terjadi antara eks pengungsi dengan BBKSDA NTT. Namun
para perambah lokal ini akan terpicu ketegangan sebagai imbas dari resolusi
yang sedang diupayakan.
230
Larik Tenure
5, pihak lain yang secara tidak langsung dirugikan atau tidak diuntungkan
atas konflik yang terjadi. Kelompok aktor ini mungkin tidak memberikan
pengaruh penting atas konflik, tapi keberadaannya dapat memicu eskalasi
konflik menjadi meningkat. Kendati pemetaan atas aktor dari jenis ini tidak
banyak dilakukan, tapi keberadaannya memungkinkan memberikan
pengaruh atas konflik. Di TNMB misalnya, keberadaan oknum-oknum di PT
Bandealit sesungguhnya memberikan pengaruh karena usaha perdagangan
kayu illegal yang mereka lakukan terganggu.
Pada kasus TNBD, para makelar lahan yang melakukan praktik jual beli lahan
di dalam kawasan taman nasional tentu akan dirugikan karena proses revisi
zonasi. Mereka yang melakukan praktik ini tentu tidak akan berada
langsung berhadap-hadapan dengan para pelaku konflik, namun
keberadaan mereka tentu akan sangat berpengaruh pada tingkat eskalasi
konflik di lapangan.
Kondisi serupa mungkin pula dapat dipetakan dari para aktor atau oknum
yang mengklaim sebagai masyarakat adat di wilayah SPTN I Habaring
Hurung. Pihak TNS dan masyarakat yang sedang berhadapan akan dengan
mudah dipengaruhi jika para oknum ini dibiarkan melakukan provokasi.
Dalam revisi zonasi Balai TNLL, program Forest Programme III (FP 3) adalah
pihak yang dapat membantu penyelesaian konflik. . Sebagai catatan, FP 3
sendiri merupakan program kehutanan yang uangnya bersumber dari
dukungan Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW), lembaga perbankan
Pemerintah Jerman. Kendati tidak berada pada posisi yang langsung dapat
mengurai konflik, tapi setidak lewat fasilitasi program ini, konflik antara
kedua aktor primer dapat diurai dan dipahami bersama.
231
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Lainnya, BPSKL Sulawesi dalam kasus TNLL. Dalam konteks ini, BSKL tentu
bergerak atas arahan Ditjen sendiri, sementara konflik yang terjadi berada
dalam lingkup kerja Ditjen berbeda. Dalam konteks ini, Ditjen PSKL menjadi
pihak yang dapat dimasukkan ke dalam kategori ini.
Akar Konflik atau Faktor Struktural (A) adalah faktor-faktor atau situasi yang
menciptakan sebuah kondisi awal terhadap kemungkinan terjadinya sebuah
konflik. Akar Konflik atau faktor struktural adalah sumber konflik yang
sebenarnya dan paling mendasar. Contoh: Perbedaan kepentingan,
perbedaan nilai, perbedaan struktur, pembiaran dalam waktu lama, Hak
tenurial kawasan hutan.
233
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
lahan hutan yang gundul terjadi karena perambahan yang dilakukan oleh
masyarakat yang menyatakan diri sebagai Pejuang Tanah Adat Jurang Koak.
Mereka menggunakan tenaga manusia dan mesin untuk merambah
kawasan. Berikut pula tata air yang terganggu, bendungan kering, erosi dan
sebagainya adalah situasi yang terjadi sebagai akibat penggundulan hutan
Pesugulan.
Contoh lain, masifnya keberadaan kebun sawit di sekitar TNBD atau kebun
kakao di TNLL yang ditunjang oleh tersedianya akses pasar dari hulu ke hilir
untuk komoditi tersebut. Besarnya peluang pasar telah memaksa
masyarakat melakukan penanaman komoditas tersebut dan berharap
mendapat keuntungan dari proses itu. Artinya, pasar sangat berpengaruh
pada pola budidaya yang dilakukan masyarakat.
Di TNBB, beberapa indikasi lain juga ikut menjadi faktor terjadinya konflik.
Yakni; masyarakat tidak mengetahui batas kawasan hutan, dan hilangnya
patok batas kawasan. Hal ini memicu keberatan masyarakat atas aturan
dan keberadaan taman nasional. Kecuali itu, ada pula rasa
ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat. Faktor lain yang tampak
adalah, adanya dokumen SPPT yang terbit di dalam kawasan, yang
menimbulkan tingginya rasa kepemilikan oleh masyarakat. Kecuali itu,
masyarakat sangat tergantung dengan keberadaan lahan.
234
Larik Tenure
Pada prinsipnya, identifikasi ini mirip dengan corak identifikasi tulang ikan.
Pada identifikasi bercorak tulang ikan, tulang ikan yang menghubungkan
kepala dengan ekor adalah faktor utama. Sementara tulang-tulang lain
yang tersambung ke tulang utama adalah pemicu.
Memetakan faktor konflik dengan cara ini mungkin akan lebih mudah. Ini
juga sebanding lurus dengan model penyelesaian kasus di lapangan yang
dibutuhkan. Coba bayangkan kalau tulang utamanya adalah kebijakan
pemerintah dalam menetapkan Taman Nasional. Bagaimana langkah
praktis menyelesaikannya? Tentu membutuhkan analisa, waktu, dan
sumber daya yang lebih banyak.
Bengkel Penanganan
Resolusi konflik yang dalam bahasa Inggris adalah conflict resolution
memiliki makna yang berbeda-beda menurut para ahli. Resolusi dalam
Webster Dictionary menurut Levine adalah (1) tindakan mengurai suatu
permasalahan, (2) pemecahan, (3) penghapusan atau penghilangan
permasalahan. Sedangkan Weitzman & Weitzman mendefinisikan resolusi
konflik sebagai sebuah tindakan pemecahan masalah bersama (solve a
problem together). Lain halnya dengan Fisher et al yang menjelaskan bahwa
resolusi konflik adalah usaha menangani sebab-sebab konflik dan berusaha
membangun hubungan baru yang bisa tahan lama di antara kelompok-
kelompok yang berseteru. Menurut Mindes, resolusi konflik merupakan
kemampuan untuk menyelesaikan perbedaan dengan yang lainnya dan
merupakan aspek penting dalam pembangunan sosial dan moral yang
memerlukan keterampilan dan penilaian untuk bernegoisasi, kompromi
serta mengembangkan rasa keadilan (Suhardono, 2015).
235
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Revisi zonasi telah dan sedang dilakukan berbagai taman nasional untuk
mensinergikan pola pengelolaan kawasan konservasi dengan kebutuhan
236
Larik Tenure
Sementara itu, Balai TN Sebangau saat ini dalam proses melakukan revisi
zonasi, baik dalam rangka penyelesaian konflik tenurial maupun
penyesuaian fungsi zona (baik naik atau turun) berdasarkan situasi di
237
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Menurut Ningsih, pada kasus Habaring Hurung, Balai TNS tercatat telah
melaukan beberapa kali pertemuan. Pertemuan-pertemuan tersebut
melibatkan masyarakat, Pemda, Anggota DPRD Palangkaraya, BPN. Namun
hingga saat ini, belum ada titik temu atau kesepakatan batas TNS di SPTN I
Habaring Hurung dengan Kota Palangkaraya. Balai TNS juga terus berupaya
melakukan pengusulan penetapan tata batas.
Selambai yang juga ketua sub kelompok dalam kelompok Tumenggung Grip
itu juga mengungkap, lahan-lahan akan segera berpindah tangan ke orang
desa sekitar, baik orang desa melayu maupun orang desa transmigrasi
dalam bentuk kontrak ataupun jual beli.
238
Larik Tenure
**
239
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Di kasus lain, mungkin saja yang terjadi adalah pemetaan objek sudah
sangat matang, namun pemetaan subjek konfliknya justru yang
bermasalah. Subjek yang dipetakan bisa saja melenceng dari kondisi konflik
tenurial yang sebenarnya. Subjek yang tidak dapat mewakili pihak yang
berkonflik secara langsung, tentu tidak akan mungkin dibawa berunding.
Merujuk pada sistem respresentasi dalam Perdirjen PSKL
P.6/PSKL/SET/PSL.1/5/2016, maka semestinya pihak Pengelola Kawasan
dapat memastikan pihak mana yang akan diajak berunding.
Sekali lagi, pemetaan atas objek dan subjek memang harus dilakukan
dengan detil, mendalam dan fokus. Dua hal ini juga akan sangat
mempengaruhi corak komunikasi di lapangan.
Diskusi informal mungkin bisa menjadi salah satu kegiatan yang tidak
termasuk dalam mata anggaran, tapi Balai TN dituntut melakukan hal
tersebut agar proses resolusi berlangsung pada jalur yang diperlukan.
Namun bagaimana komunikasi bisa berjalan dengan benar? Hal ini perlu
didukung pula dengan pemahaman yang utuh terhadap situasi konflik yang
terjadi. Maka dari itu, pemetaan faktor konflik turut menyumbang
keberhasilan.
240
Larik Tenure
Di sisi lain, ada pula model penyelesaian konflik yang memanfaatkan jasa
mediator. Itu bisa saja terjadi, tapi catatan ini tidak mendalami hal tersebut.
Jasa mediator termasuk ke dalam proses alternatif penyelesaian konflik
tenurial di luar pengadilan, dalam bahasa Inggris dikenal dengan Alternative
Dispute Resolution (ADR). ADR merupakan suatu perangkat penyelesaian
sengketa di luar pengadilan berbasis pada kesepakatan antar pihak yang
bersengketa. Ada beberapa istilah yang terkenal, misalnya: konsultasi,
negosiasi, konsiliasi, maupun penilaian ahli.
241
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
JILID 13
REVISI ZONA
242
Larik Tenure
Z onasi taman nasional menjadi salah satu mata belati yang diharapkan
dapat mengatasi konflik tenurial di lapangan. Zonasi merupakan
pembedaan wilayah pengelolaan taman nasional yang berbasis fungsi,
sebab taman nasional merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zona yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
243
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
pembagiannya dibentuk dengan mengacu pada fungsi tiap zona, seperti inti,
rimba dan pemanfaatan, berdasarkan kriteria ilmiah seperti kajian ekologi.
244
Larik Tenure
Zona Perlindungan Bahari adalah bagian dari kawasan perairan laut yang
ditetapkan sebagai areal perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan
ekosistem serta sistem penyangga kehidupan. Kriteria zona perlindungan
bahari taman nasional disamakan dengan kriteria zona rimba taman
nasional
Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan sebagai
areal untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang
secara turun-temurun mempunyai ketergantungan dengan sumber daya
alam. Kriteria zona tradisional merupakan wilayah yang memenuhi kriteria
sebagai zona rimba atau zona pemanfaatan yang telah dimanfaatkan untuk
kepentingan tradisional masyarakat secara turun-temurun.
Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan sebagai
areal untuk pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami
kerusakan. Kriteria zona rehabilitasi merupakan wilayah yang telah
mengalami kerusakan sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan
ekosistem.
Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasional yang
ditetapkan sebagai areal untuk kegiatan keagamaan, kegiatan adat-budaya,
perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah. Kriteria zona religi, budaya dan
sejarah merupakan wilayah yang memenuhi kriteria sebagai zona rimba
atau zona pemanfaatan yang telah dimanfaatkan untuk kepentingan religi,
adat budaya, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.
245
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Zona khusus adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan sebagai
areal untuk pemukiman kelompok masyarakat dan aktivitas kehidupannya
dan/atau bagi kepentingan pembangunan sarana telekomunikasi dan listrik,
fasilitas transportasi dan lain-lain yang bersifat strategis. Kriteria zona
khusus meliputi: 1) terdapat bangunan yang bersifat strategis yang tidak
dapat dielakkan; 2) merupakan pemukiman masyarakat yang bersifat
sementara yang keberadaannya telah ada sebelum penetapan kawasan
tersebut sebagai taman nasional; dan/atau 3) memenuhi kriteria sebagai
wilayah pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan yang
keberadaannya tidak mengganggu fungsi utama kawasan.
246
Larik Tenure
Sejalan dengan itu, lanjut Wiratno, angin segar penegakan hak atas wilayah
adat khususnya untuk hutan adat tercatat sampai dengan tahun 2018.
Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
(AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), HUMA dan mitra
lainnya telah mengusulkan wilayah adat seluas lebih kurang 1.640.264
hektare yang terdiri dari 134 komunitas adat. Seluas 1.334.554 hektare atau
81% dari luas usulan tersebut berada di taman nasional. Selain itu
berdasarkan kajian dari Direktorat PIKA dan Direktorat Kawasan Konservasi,
diidentifikasi sebanyak 6.381 desa berada di sekitar kawasan konservasi.
Revisi zonasi ini dapat juga merupakan sebagai pra kondisi upaya resolusi
konflik tenurial melalui kemitraan konservasi. Hal ini dikarenakan ada
kalanya Kemitraan Konservasi dihadapkan dengan hambatan dalam
mewujudkan kesepakatan para pihak untuk pemanfaatan sumber daya
pada objek-objek (zona) tertentu dalam kawasan konservasi. Contohnya,
pada zona rimba dan zona inti ada pelarangan akses pengelolaan kecuali
untuk tujuan yang telah ditetapkan. Maka untuk kepentingan resolusi
konflik, memungkinkan untuk dilakukan revisi zonasi.
247
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Berdasarkan tujuan tersebut, maka pada setiap tahapan proses revisi zona
dapat dikatakan sebagai proses resolusi konflik. Karena cara-cara resolusi
248
Larik Tenure
Revisi zona yang telah dan sedang dilakukan untuk mensinergikan pola
pengelolaan kawasan konservasi dengan kebutuhan lain. Misalnya
kebutuhan untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat adat. Catatan
ini merujuk pada hasil studi lapangan yang dilakukan di TNLL dan TNBD.
**
249
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
yang signifikan berupa alokasi zona tradisional seluas 25.728 Ha, dimana
pada zonasi sebelumnya zona tradisional belum dialokasikan.
Selambai yang juga Ketua Sub Kelompok dalam Rombong Tumenggung Grip
itu juga mengungkap, lahan-lahan akan segera berpindah tangan ke orang
desa sekitar, baik orang desa melayu maupun orang desa transmigrasi
dalam bentuk kontrak ataupun jual beli.
Rombong dalam hal ini dapat diartikan sebagai kelompok persatuan Orang
Rimba berbasis klan atau keluarga. Tiap rombong biasanya terdiri dari
keluarga-keluarga yang memiliki hubungan kerabat dekat, dan dipimpin
seorang Tumenggung.
Sementara di sisi lain, aturan atau pedoman zonasi taman nasional sendiri
secara substansi belum mengakomodasi hak-hak pemanfaatan SDA secara
khusus untuk masyarakat adat baik pemanfaatan ruang maupun hayati
berikut dengan bentuk pengendaliannya (Mulyani W. , 2014).
Pandangan Mulyani mungkin bisa jadi benar dalam konteks waktu. Namun
apakah hari ini masih serelevan itu? P.76 (2015) sesungguhnya mencoba
mengakomodir kepentingan hak pemanfaatan sumber daya alam oleh
masyarakat adat. Misalnya dengan penetapan zona religi, budaya dan
sejarah. Zona ini ditetapkan sebagai wilayah untuk kegiatan keagamaan,
250
Larik Tenure
Pada ranah lain, kontribusi masyarakat adat (seperti yang terjadi di TNLL)
pada saat bersamaan juga mendapat tempat. Tak hanya itu, para perambah
yang telah terlanjur menguasai lahan di TNMB juga mendapat solusi
berkelanjutan. Apakah hal tersebut juga akan menjadi sesuatu yang berarti
di SM Kateri? Entahlah.
Namun UPT dan Ditjen KSDAE tentunya juga harus berhitung risiko. Salah
satu risiko yang mungkin akan muncul adalah yang berkaitan dengan
dimensi waktu. Diperlukan waktu tambahan untuk menyelesaikan revisi
zona agar dokumennya tidak menjadi dokumen mati yang kaku. Atau bila
waktu telah ditetapkan, maka dibutuhkan Tim Revisi Zona yang cukup kuat
untuk menyelesaikan revisi ini tepat pada waktunya.
251
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Partisipasi
Berdasarkan hasil kajian tersebut, maka proses dan tahapan revisi zonasi
memang masih mengacu pada regulasi yang tersedia, yakni: 1) Persiapan;
2) Pengumpulan dan Analisis Data, termasuk melakukan kajian-kajian
ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang mencakup
identifikasi nilai penting kawasan, analisa tutupan/penggunaan lahan,
identifikasi para pihak; 3) Penyusunan draf rancangan rancangan zonasi
berdasarkan target konservasi; 4) Konsultasi publik; 5) Perancangan; dan 6)
Tata batas dan penetapan.
Tabel di bawah ini menjelaskan tahapan dan kegiatan yang dapat dilakukan
oleh UPT guna memfasilitasi peranserta masyarakat secara aktif dalam
rangka resolusi konflik penataan ruang.
252
Larik Tenure
253
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Menyebar-luaskan informasi
mengenai revisi zonasi
Menjaring partisipasi
khalayak luas untuk
memberikan pandangan
terhadap perubahan zonasi
yang diusulkan
5 Perancanan Penyusunan dokumen Masyarakat dapat terlibat
final revisi zonasi memberikan data dan opini dalam
Serial Konsultasi dan konsultasi dan dialog terbatas serta
dialog terbatas dengan sosialisasi dan dialog rancangan
para pihak revisi zonasi, bertujuan untuk
Serial Sosialisasi dan dialog menyelesaikan dokumen perubahan
rancangan revisi zonasi zonasi yang disepakati bersama,
untuk kemudian di sampaikan ke
PIKA-KSDAE dalam rangka tinjauan
akhir
6 Tata batas dan Serial Diskusi dan dialog Masyarakat dapat terlibat
penetapan Terfokus memberikan data dan opini dalam
Serial Workshop / diskusi dan dialog terfokus,
Lokakarya workshop/lokakarya, tata batas
Tata batas lapangan lapangan dan sosialisasi tata batas,
Serial Sosialisasi tata batas bertujuan agar patok tata batas
lapangan dapat dipasang di lapangan
berdasarkan pengetahuan,
kesepahaman dan persetujuan
masyarakat.
254
Larik Tenure
Ini sebuah langkah maju dalam resolusi konflik, dimana konflik antara
masyarakat dengan Taman Nasional difasilitasi oleh BPSKL yang berada di
lingkup Direktorat Jenderal berbeda dengan Direktorat Jenderal KSDAE.
Pada level ini, apa yang diisyaratkan Wiratno melalui cara pandang baru
pengelolaan kawasan konservasi menjadi sangat relevan.
Rambu-Rambu
Ada tiga hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam
menentukan/membagi zonasi, yaitu: jenis zona yang dibutuhkan, luas
masing-masing zona, dan lokasi zona. Untuk merumuskan hal tersebut,
pengkajian dan pemahaman terhadap sumber daya alam hayati dan
ekosistem kawasan taman nasional dengan seluruh unsur yang ada di
dalamnya mutlak diperlukan. Penetapan zonasi taman nasional tidak
bersifat permanen serta dapat dilakukan penyesuaian dan perubahan
sesuai dengan perkembangan dan kepentingan pengelolaan, kondisi
potensi sumber daya alam dan ekosistemnya, serta kepentingan interaksi
dengan masyarakat. Dimungkinkan setiap tiga tahun sekali dilakukan
evaluasi terhadap perkembangan dan efektivitas zonasi (Moira Moeliono,
2010).
Kedua, baiklah ada keterlanjuran, namun sejauh mana revisi zona atau blok
pengelolaan selaras dengan tujuan-tujuan konservasi kawasan. Karena,
penting juga memikirkan sejauh mana upaya-upaya berbasis keilmuan dan
255
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
konservasi dapat diselaraskan dengan tujuan revisi zona. Hal ini penting
agar fungsi kawasan konservasi tetap dapat dipertahankan.
Ketiga, sejauh mana revisi zona atau blok pengelolaan mampu memberikan
jalan keluar atau solusi atas konflik tenurial yang sedang berlangsung.
Bahwa revisi bukan hanya dipe luka se agai e tuk u du sela gkah
dari pengelolaan kawasan konservasi yang dilakukan negara, tapi revisi
adalah pe etapa daya le ti g atas pe gelolaa ka asa ko se asi di
masa depan. Revisi zona atau blok pengelolaan ibarat menarik anak panah
pada busurnya, dengan zona yang tepat dan sesuai, diharapkan anak panah
akan meluncur tepat sasaran.
Keenam, UPT sepertinya masih terjebak pada tahapan revisi zona kawasan
yang disesuaikan dengan nomenklatur mata anggaran. Karenanya,
kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan tahapan tersebut belum begitu
berkembang. Padahal, kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat membuka
peluang terlibatnya masyarakat. Namun hal ini kemudian berdampak pada
lamanya pengerjaan revisi dan jumlah ketersediaan dana yang mampu
membiayai rangkaian kegiatan dimaksud.
256
Larik Tenure
Kedelapan, adanya Free Rider dalam proses revisi zona atau blok
pengelolaan kawasan konservasi mesti mendapat perhatian khusus. Para
free rider ini akan terus berupaya memanfaatkan proses revisi untuk
melancarkan kepentingannya. Misalnya, para free rider yang berkeinginan
kuat melakukan jual-beli lahan di TNBD, maupun mereka yang melakukan
klaim adat terhadap TNS.
Kecuali itu, revisi zona atau blok pengelolaan mestinya juga menjadi acuan
awal atas kontribusi para pihak untuk konservasi kawasan hutan, utamanya
kawasan konservasi. Secara teknis, kontribusi ini tentu dipimpin oleh
pemangku kawasan, namun hal itu dilakukan dengan masukan positif dari
para pihak. Dalam konteks ini, extended family yang diurai oleh Dirjen
KSDAE menemukan jalannya.
257
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
JILID 14
PENEGAKAN HUKUM
258
Larik Tenure
Upaya Ditjen Gakkum LHK tentu menjadi bagian tidak terpisah atas
sengketa di kawasan konservasi. Di TNGR misalnya, Direktorat ini berkali-
kali berurusan dengan para perambah yang menamakan dirinya Pejuang
Tanah Adat Jurang Koak. Anak Bungsu KLHK ini turut berjibaku melakukan
kordinasi dengan aparat penegak hukum di NTB, maupun Lombok Timur.
Hal serupa juga dilakukan di TNMB. Persoalan pembalakan liar yang sempat
merenggutnya nyawa di TNMB menjadi salah satu urusan yang tidak lepas
dari Ditjen ini. Berikut pula dengan kasus PETI di dalam kawasan TNBBBR,
serta kasus-kasus lainnya.
Dibawah kendali Direktur Gakkum LHK, ada Satuan Polisi Kehutanan Reaksi
Cepat (SPORC). Satuan ini bertugas melakukan gerak cepat dalam
penanganan kasus-kasus tindak pidana kehutanan.
Kinerja SPORC bersama Polhut dan PPNS yang selama lima tahun ini
telah melakukan 1.480 operasi. Dimasa Pandemi Covid-19 tahun
2020, SPORC juga terus melakukan operasi-operasi, di antaranya 78
operasi penindakan pembalakkan liar yang berhasil mengamankan
ribuan meter kubik kayu haram, 51 operasi perambahan hutan, 47
259
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
260
Larik Tenure
Pada masa awal perambahan di tahun 2000, terkesan tidak ada langkah
upaya hukum oleh BBKSDA NTT. Hal ini terjadi, karena koordinasi belum
optimal di antara pihak-pihak. Akibatnya, oknum masyarakat lokal turut
melakukan perambahan. Jumlah petugas lapangan juga sangat terbatas,
hanya 2 orang, tak sebanding dengan luas kawasan yang 4.699,32 hektare
(BBKSDA NTT, 2020).
Pra-Operasi
Kordinasi menjadi kunci dalam proses penegakan hukum di lapangan.
Pengalaman kasus Joben di TNGR layak menjadi catatan. Mulanya, proses
kordinasi dibangun dengan terseok-seok. Masing-masing pihak – Pemda
Lombok Timur dan BTNGR/KLHK – seolah kukuh pada posisi masing-masing.
Beragam langkah kordinasi telah dilakukan, namun terbentur. Pemda
Lombok Timur dan Balai TNGR seolah berada dalam situasi yang tidak
memungkinkan untuk duduk bersama. Kendati proses surat-menyurat
resmi dilakukan, tapi hal ini seolah hanya mempertegas posisi masing-
masing.
Kasus Joben lantas bergulir pada kasus PKTI di Hutan Pesugulan. Kelompok
Pejuang Tanah Adat Jurang Koak seolah mendapat angin. Mereka merasa
dikuatka oleh ok u Pe da Lo ok Ti u u tuk e ga il ke ali
tanah adat mereka. Hal serupa juga dilakukan para pendukung yang berasal
dari beragam organisasi non pemerintah.
261
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Kecuali itu, hal lain yang kemungkinan juga akan muncul adalah
penyerangan petugas oleh sekelompok orang bersenjata tajam. Atau
bahkan provokasi massa yang menjurus pada bentrok fisik.
Komunikasi antar aparat penegak hukum adalah proses yang cukup menyita
tenaga, biaya dan pikiran. Di TNGR, proses ini sangat menentukan berhasil
atau tidaknya penyelesaian kasus Joben dan Hutan Pesugulan. Kuncinya,
Balai TNGR membangun pertemanan dengan aparat penegak hukum
lainnya. Pertemanan inilah yang di kemudian hari menjadi pembeda
dengan proses penegakan huku ya g iasa- iasa saja.
Komunikasi di awal ibarat Free, Prior, Informed and Concern (FPIC), dimana
semua pihak yang berkompeten dalam penegakan hukum memahami dan
memaknai bahwa operasi penegakan hukum dilakukan untuk membela
kepentingan bersama, bahwa operasi penegakan hukum diperlukan untuk
menjaga agar kepentingan bersama tersebut tetap mendapat tempat untuk
diprioritaskan.
262
Larik Tenure
Risiko yang harus ditanggung misalnya; Balai TNGR akan lebih banyak
mengeluarkan biaya, tak hanya biaya rapat yang dapat diklaim dari PAGU
anggaran, tapi mungkin saja biaya-biaya yang tak ditanggung itu harus
mengeruk kantong pribadi. Kecuali itu, proses pemetaan rencana dan
peluang-peluang tentunya tidak dapat dilaporkan secara formal, seperti
melaporkan surat-surat resmi yang masuk, atau laporan pertemuan-
pertemuan formal. Keluaran tidak dapat diukur dengan baik, bahkan alat
verifikasi menjadi lemah (Rio, 2020).
Di TNS, tim LATIN bersama dengan staf Balai TNS melakukan identifikasi
klaim lahan di Kelurahan Banturung. Hasil identifikasi menemukan 8
kelompok masyarakat adat yang mengklaim lahan di SPTN I Habaring
Hurung. Kelompok tersebut adalah BATAMAD, grup Penjerat, Kelompok
Meidi, Kelompok Badol, Kelompok Ani, Kelompok Deli, Kelompok Rawan
dan Kelompok Katone Jaya. Total klaim ini seluas 3.200 ha. Klaim lahan ini
ditandai dengan pembuatan parit keliling oleh masing-masing kelompok
dengan menggunakan alat berat. Berdasarkan wawancara dengan Camat
Bukit Batu dan narasumber masyarakat setempat (Abenaya dan Miring)
Dari 8 kelompok tersebut hanya 1 kelompok yang anggotanya benar-benar
masyarakat Kelurahan Banturung, sedangkan 7 kelompok lainnya hanya
dimiliki oleh 1-2 orang dengan anggota lainya hanya sekumpulan KTP yang
diduga fiktif. Beberapa pelaku utama adalah Lohing Simon (Kelompok
BATAMAD), Meidi, Ani, Badol dan Rawan dan kelompok warga Banturung
(Katone Jaya) dipimpin Abenaya dan Miring.
Hasil identifikasi lapangan tersebut oleh kepala Balai TNS dilaporkan kepada
Kepala Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan (Samarinda) dan kemudian
ditindaklanjuti dengan memanggil nama-nama tersebut untuk dilakukan
penyidikan. Sampai tulisan ini dibuat hanya diketahui bahwa pelaku-pelaku
tersebut bersedia bekerjasama dengan Balai TNS dengan menggunakan
skema Kemitraan Konservasi sebagai solusi.
263
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Saat Operasi
Ketika Operasi Penegakan Hukum dilakukan, kondisi lapangan tentulah
panas membara. Masing-masing pihak yang bersengketa sudah siap dengan
strateginya. Sebagai contoh adalah kasus Hutan Pesugulan.
Keadaan lapangan bisa berubah setiap saat. Para pihak yang saling
berhadapan telah menyiapkan segala macam cara untuk memaksakan
kepentingan masing-masing. Dalam keadaan demikian, kesalahan prosedur
dari pihak penegak hukum tentu dapat berekor panjang. Karenanya, taat
prosedur adalah yang paling penting. Prosedur dalam konteks ini termasuk
prosedur komunikasi, tindakan tegas dan lainnya. Korban bisa berjatuhan
bila keadaan tidak dapat dikontrol. Emosi yang meluap-luap ditambah
dengan provokasi tentulah akan menjadi biang berbagai kesalahan (BTNGR,
FGD, 2020).
Hal senanda juga diungkap mantan Kepala Satuan Pamong Praja Lombok
Timur, Salmun Rahman. Menurut Salmun, dirinya harus menunggu
perintah dari Bupati untuk bisa bergerak dalam operasi penegakan hukum.
Mulanya tidak ada perintah yang diturunkan untuk segera bertindak, walau
sesungguhnya dia tahu persis apa yang sedang terjadi di lapangan. Setelah
ada perintah, dirinya segera menurunkan pasukan.
264
Larik Tenure
Pada 2013, Tim Patroli TNBBBR terlibat kontak senjata dengan pelaku PETI
di lapangan. Beruntung karena tidak ada korban jiwa, dan pelaku PETI
berhasil diusir. Namun hal ini tentunya akan terus berbuntut panjang, para
pelaku tidak mengalami proses jera. Proses penegakan hukum di lapangan
tentunya juga mesti memperhatikan keadaan personil dan ketersediaan
biaya (Yulianto, 2020).
Pasca Operasi
Di TNGR, operasi penegakan hukum hanyalah satu bagian dari proses
panjang resolusi konflik tenurial. Usai operasi, Balai TNGR telah memiliki
rencana untuk membawa Pemda Lombok Timur, perwakilan kelompok
masyarakat dan beberapa pihak lainnya untuk kunjungan belajar. Mereka
mengunjungi TNBB di Sulawesi.
Tidak jarang barisan paling depan dalam penegakan hukum mendapat teror
dan ancaman. Di beberapa tempat, seperti TNMB, TNS dan TNBBBR,
oknum-oknum kerap melancarkan ancaman, baik langsung, via telepon
ataupun tidak langsung.
265
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Banyak hal yang dapat dilakukan pasca operasi penegakan hukum. Dalam
kondisi yang belum sepenuhnya aman, UPT menempatkan tim penjagaan di
sekitar wilayah berkonflik. Di TNGR, penjagaan kawasan Hutan Pesugulan
juga melibatkan Kepolisian dan TNI. Sementara di TNMB, melibatkan pihak
Kepolisian. Patroli juga intensif dilakukan agar para pelanggar tidak kembali
melakukan tindakan kejahatan kehutanan.
266
Larik Tenure
JILID 15
MITRA BERDAYA
267
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Pada 2018, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
mengeluarkan peraturan nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang
Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam. Kemitraan Konservasi dimaknai sebagai kerja
sama antara kepala unit pengelola kawasan atau pemegang izin pada
kawasan konservasi dengan masyarakat setempat berdasarkan prinsip
saling menghargai, saling percaya, dan saling menguntungkan.
268
Larik Tenure
Kecuali itu, ada pula Kelompok Kerajinan. Namun kelompok ini belum
berkembang. Anggota kelompok kesulitan menemukan peran mereka
dalam kegiatan wisata alam pendakian Bukit Raya. Salah seorang anggota
kelompok menyebut, para perajin yang menghasilkan barang kerajinan
tangan sangat dibatasi pasar. Para pendaki belum tentu akan membeli
barang kerajinan tangan mereka berupa tikar, aneka asesoris perhiasan
tangan, tas dan lainnya.
269
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Potensi wisata alam dan jasa lingkungan yang dimiliki TNBBBR juga cukup
potensial antara lain panorama alamnya (lanskap), air terjun, sumber air
panas, widyawisata, arung jeram (rafting), animal watching (burung,
primata, dll) dan pendakian (trekking) Bukit Raya yang merupakan salah
satu da i Seven Summit puncak-puncak tertinggi di pulau-pulau terbesar di
I do esia . “e ua pote si te se ut asih sa gat ala i sehi gga aka
sangat disukai oleh wisatawan yang ingin menyaksikan hutan hujan tropis
yang masih relatif belum terganggu (TNBBBR, RPJP TNBBBR Provinsi Kalbar
dan Kalteng Periode 2018-2027, 2017).
270
Larik Tenure
Berbeda dengan Kliwon. Lewat lahan yang dia garap secara konsisten,
Kliwon berharap akan ada masa depan bagi pendapatannya, dan
pendapatan anak cucunya. Mulanya Kliwon terkendala dengan status
lahan. Dia sungguh mengerti, lahan yang dia garap adalah lahan yang
dikuasai oleh taman nasional.
271
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Di wilayah yang sama, KAIL bersama LATIN sejak lama telah mendorong
demonstration plot (demplot) untuk rehabilitasi lahan. Lahan itu kini
dikenal dengan lahan 7 hektare, karena luasnya yang hanya sedemikian.
Tapi pelajaran penting dari apa yang dilakukan di lahan 7 hektare itu adalah
bahwa, lahan kering di TNMB dapat dihutankan kembali. Syaratnya
memang harus ketat, termasuk pula kemauan kuat dari kelompok
pengelola.
Kendati Kliwon kini telah merasa aman dengan status legal lahan yang dia
kelola, tapi mesti diingat, bahwa Nota Kesepakatan Kerjasama Kemitraan
Konservasi yang dia pegang berjangka waktu 10 tahun. Artinya, dalam 10
tahun, Kliwon dan kelompoknya sudah harus mampu menyelesaikan tugas-
tugas pemulihan ekosistem.
Pada poin ini, dia sedikit tertegun. Setelah 10 tahun, apakah Kliwon dan
kelompoknya akan pergi keluar dari lahan yang mereka rehabilitasi itu?
lahan yang selama ini menopang kehidupan dirinya dan keluarganya, lahan
yang selama ini dielu-elukan sebagai pusat produksi hortikultura. Kliwon
menggeleng.
272
Larik Tenure
Selain itu, Balai TNS juga telah berhasil membentuk Kelompok Nelayan
Tradisional dan Kelompok Getek di Kelurahan Kereng Bengkirai . Melalui
dukungan Dinas Pariwisata dan Pemda Kota Palangkaraya, telah dibangun
Kawasan Wisata Dermaga Kereng Bengkirai . Hal ini tentu semakin
membuktikan bahwa upaya resolusi konflik bisa dicapai melalui penguatan
ekonomi masyarakat dan sinergitas para instansi terkait dalam mendukung
program pemberdayaan.
273
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Hajat
Upaya pengembangan skema Kemitraan Konservasi dimulai dengan
identifikasi objek dan subjek. Hal ini sejalan dengan upaya resolusi yang
harus dilalui. Jika masih memungkinkan, maka penting pula untuk melihat
faktor konflik. dengan demikian, Kemitraan Konservasi dapat difokuskan
pada upaya-upaya resolusi ketimbang hanya mengejar target luasan atau
banyaknya Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditanda-tangani.
Draf PKS yang ditawarkan Balai TNMB berdasar pada asas perimbangan
antara masyarakat dengan UPT, yakni; hak dak kewajiban. Antar keduanya
saling memberikan kontribusi bagi pelaksanaan Kemitraan Konservasi.
275
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
276
Larik Tenure
Pokok
Kecuali itu, Kemitraan Konservasi tidak henti pada perencanaan saja. Tak
cukup hanya PKS, RPP dan RKT. Jauh di balik itu, upaya menjalankan skema
ini membutuhkan perhatian lebih.
277
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
278
Larik Tenure
279
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Iktibar
Pengembangan program Kemitraan Konservasi memberikan pembelajaran
bahwa inisiatif program dapat datang dari mana saja, tidak harus dari UPT,
tapi juga dari pihak lain. Yang utama adalah bahawa hak dan kepentingan
masyarakat dihargai dan diakomodir dalam setiap pengambilan keputusan,
sehingga dapat diperoleh rumusan solusi terbaik atas konflik yang terjadi.
Kecuali itu, rumusan keputusan juga menyisir agenda-agenda pemulihan
ekosistem secara akseleratif.
280
Larik Tenure
281
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
282
Larik Tenure
JILID 16
MENITI OMBAK
283
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Dilema
D kebutuhan
ari laboratorium lapangan, sepanjang telaah dalam buku ini, persoalan
lahan sebagai sumber mata pencarian masyarakat memang
menjadi masalah utama. Kecuali di TNBBBR, kawasan konservasi lainnya
mengalami persoalan yang sama.
Pergeseran dan asimilasi budaya ikut mendorong alih fungsi lahan. Misalnya
antara budaya SAD dengan budaya luar (masyarakat desa) pada kasus
TNBD. Telah terjadi pergeseran makanan pokok. Dahulunya SAD
mengkonsumsi umbi-umbian yang dapat diperoleh dalam kawasan hutan,
kini mengonsumsi beras yang hanya dapat diperoleh melalui proses jual
beli. Bahkan SAD kini punya keinginan untuk memiliki handphone mupun
sepeda motor. Kendati hal-hal tersebut melanggar pantangan-pantangan
yang telah dibuat oleh pendahulu mereka.
Kontrak tanah dijadikan suatu cara bagi masyarakat di luar SAD untuk dapat
memperoleh manfaat dari tanah yang berada dalam kawasan TNBD (Jailani,
2020). Dengan sistem ini petugas BTNBD menjadi kesulitan dalam
285
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Di sisi lain aturan atau pedoman zonasi taman nasional sendiri secara
substansi belum mengakomodasi hak-hak pemanfaatan SDA secara khusus
untuk masyarakat adat baik pemanfaatan ruang maupun hayati berikut
dengan bentuk pengendaliannya (Mulyani W. , 2014). Di TNBD, banyak
program pemberdayaan dan bantuan sosial yang diberikan oleh negara
terhadap SAD. Akibatnya, muncul kecemburuan sosial dari masyarakat desa
sekitar. Masyarakat merasa tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah
sehingga membuat masyarakat bersifat apatis terhadap persoalan-
persoalan yang di hadapi oleh TNBD terkait dengan SAD (Suryadi, 2021).
286
Larik Tenure
287
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Mirip dengan itu, Balai TNMB juga tengah mengembangkan lahan kelola
bagi para mantan perambah. Kentik dan kawan-kawannya kini tengah giat
melakukan penamaman pohon pada bekas penebangan jati di sekitar
Bandealit. Menurut Kepala Balai TNMB, Maman, kegiatan penanaman ini
diharapkan dapat menopang kehidupan bekas pembalak di masa depan.
Melalui kegiatan penanaman ini juga diharap agar para mantan perambah
tidak kembali merangsek ke dalam hutan untuk mencuri jati.
288
Larik Tenure
Berburu Kuasa
Pada suatu objek konflik, terdapat lebih dari satu hak penguasaan. Misalnya
di TNLL, masalah hadir ketika ada benturan hak penguasaan antara
Masyarakat Hukum Adat dengan UPT. Bagi masyarakat, jauh sebelum
penetapan kawasan taman nasional, mereka sudah melakukan pengelolaan
atas wilayah adatnya. Tapi kini, hal itu berlaga dengan kewenangan yang
dimiliki UPT atas nama pengelola kawasan taman nasional.
Pada posisi tersebut, kedua belah pihak merasa bahwa mereka masing-
masing memiliki hak atas kawasan yang disengketakan. Hadirnya 2 macam
hak dari otoritas yang berbeda pada kawasan TNLL menimbulkan
pertentangan pengelolaan.
Masing-masing pihak, dalam hal ini merasa paling memiliki legitimasi. Pada
titik inilah komunikasi yang kalaboratif sulit terwujud. Terjadi gap yang
harus dibicarakan. Hukum positif bicara tentang hitam putih, bukti tertulis
dan sebagainya. Sementara hukum berjalan lebih dinamis, bahkan sangat
dinamis (Ado, 2020), sehingga dalam pelaksanaannya muncul pertanyaan
tentang efektifitas dan konsistensinya.
Berbeda halnya dengan apa yang terjadi pada kasus Joben. Balai TNGR dan
Pemerintah Daerah Lombok Timur sama-sama menyadari pentingnya
meresolusi konflik agar dapat memberikan nilai tambah bagi semua pihak,
termasuk masyarakat.
Persoalan yang mirip terjadi di TNBD. Orang Rimba yang menjadi titik fokus
pengembangan TNBD telah mempraktikkan tatanan hidup tradisional
dengan mengumpulkan bahan alam dan meramu. Walaupun
perkembangan memaksa Orang Rimba hidup dalam tekanan modernisasi,
tapi tata cara penghidupan mereka masih banyak yang merujuk pada cara
nenek moyang mereka memanfaatkan hasil alam.
290
Larik Tenure
Termasuk pula cara hidup yang semi nomaden, membuat Orang Rimba
dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dalam wkatu yang
berdekatan. Budaya melangun, berpindah akibat terjadinya wabah atau
bencana, masih bertahan di beberapa rombong.
Perburuan kuasa atas lahan lantas menyeret banyak pihak ke dalam konflik
tenurial di dalam kawasan konservasi. Hal ini perlu mendapat perhatian.
Tak hanya bagi UPT maupun masyarakat setempat, tapi ini juga melibatkan
pemerintah daerah. Oleh karena itu, diperlukan pemetaan objek dan subjek
sengketa secara mendalam.
Senjang
Lagi dalam konteks komunikasi, ada jurang pengetahuan dan pemahaman
yang harus dijembatani. Komunikasi, titik tolak kesuksesan dari resolusi
konflik adalah komunikasi yang efektif antara semua pihak. Berdasarkan
pengalaman lapangan petugas TNBD mengungkapkan komunikasi menjadi
tantangan terbesar dalam berinteraksi dengan SAD.
291
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Terkait proses penegakan hukum, masalah pelik muncul ketika Polhut harus
berhadap-hadapan langsung dengan aktor konflik tenurial di lapangan. Di
TNMB, TNBBBR, TNGR, SM Kateri dan TNS, Polhut yang terbiasa tegas
dituntut untuk melakukan sosialisasi secara persuasif. Hal ini tentu menjadi
tantangan tersendiri karena selama ini para Polhut banyak dibenci oleh
masyarakat yang pernah ditindak secara hukum, baik yang telah sampai
pada proses pengadilan, maupun yang tertangkap tangan sedang
melakukan pelanggaran hukum di lapangan, bahkan mereka yang tidak
tertangkap tapi terganggu oleh kebaradaan Polhut.
Namun Polhut di Resor Habaring Hurung, Yunus, memilih strategi lain. Dia
melakukan pendekatan kepada generasi muda di kampung. Alih-alih
melakukan tindakan tegas, justru Yunus memilih mengajak pemuda pemudi
di Habaring Hurung menggalakkan olah raga. Para pemuda diajak dan
diajari bermain sepak bola dan bola voli. Tujuannya, agar para Yunus dapat
292
Larik Tenure
Ruang Publik
Banyak ahli telah mengungkap konsep dasar partisipasi masyarakat. Ruang
perdebatan antar ahli tentang teori partisipasi masyarakat mestinya
dibatasi oleh sejauh mana masyarakat mendapatkan ruang keterlibatannya
dalam urusan tertentu. Revisi zonasi misalnya, maka dalam konteks ini,
penting mendefinisikan ruang-ruang keterlibatan masyarakat dalam proses
penyusunan revisi zonasi taman nasional.
Tujuan utama taman nasional yang dalam kriteria IUCN masuk kedalam
kategori II adalah melindungi keanekaragaman hayati dengan struktur
ekologi yang mendasarinya, mendukung proses lingkungan, dan
mempromosikan pendidikan dan rekreasi. Dalam perkembangannya,
Kalamandeen & Gillson (2007) menyatakan bahwa sejarah pendekatan
konservasi mengalami perubahan pemahaman, yaitu hubungan antara
manusia dengan alam dan reintegrasi sistem ekologi dengan sistem sosial.
Hubungan sistem ekologi dan sosial akan terpusat dalam pengembangan
strategi konservasi, yaitu melalui rekonsiliasi kebutuhan sosial, budaya, dan
ekonomi yang bertujuan konservasi dengan batasan intrinsik sistem
ekologi. Sehingga keterlibatan masyarakat juga harus didorong dalam
pengelolaan kawasan konservasi, supaya kepentingannya dapat
293
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
294
Larik Tenure
Kaidah Negara
Konflik Tenurial Hutan adalah berbagai bentuk perselisihan atau
pertentangan klaim penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan
295
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Di TNLL dan di TNBD kedua solusi ini jika tidak boleh disebutkan telah
diimplementasikan, tapi sekurang-kurangnya pada saat ini telah dalam
tahap proses implementasi melalui program revisi zonasi TNLL tahun 2018,
dan TNBD tahun 2019. Ada pula tahap persiapan kemitraan konservasi
melalui LPKD di TNLL dan melalui PDP di TNBD. Namun tidak dapat
dipungkiri tantangan penyelesaian konflik tenurial di kedua kawasan ini
tetap ada.
Lain halnya dengan TNBD, selain dari tantangan soal kebutuhan lahan untuk
sumber mata pencaharian masyarakat sekitar kawasan TNBD, terdapat
persoalan mendasar tentang gap kebudayaan yang mempengaharui sistem
sosial dan sistem mata pencaharian SAD dengan kebudayaan masyarakat
sekitarnya. Hal ini berdampak kepada kerentanan terhadap kerusakan dan
peralihan fungsi lahan di kawasan TNBD termasuk peralihan illegal
kepemilikan lahan di kawasan TNBD.
Balai TNS bersama LATIN terus berupaya membuka ruang diskusi dan
sosialisasi lintas sektor guna mengurai benang kusut konflik tenurial di
296
Larik Tenure
Antara Balai TNMB dan masyarakat, mesti mendorong komitmen yang kuat
untuk mensukseskan kegiatan pemulihan ekosistem. Bila tidak, maka
keduanya kembali akan jatuh pada situasi konflik yang berkelanjutan. Atas
nama memfasilitasi kepentingan bersama, maka dibutuhkan pula ruang
dialog yang terus-menerus.
Hal serupa juga menjadi fokus pekerjaan di lahan bekas rambahan di Hutan
Pesugulan, TNGR. Kelompok masyarakat yang kini berupaya menanami
kembali hutan yang rusak dituntut lebih aktif berkontribusi terhadap
pemulihan ekosistem.
Di lain pihak, Balai TNGR tentulah pula berupaya untuk tetap melanjutkan
kegiatan-kegiatan pengembangan pembibitan untuk penanaman kembali.
297
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Terobosan ini bisa jadi bukan yang pertama di Indonesia. Tapi setidaknya,
ruang-ruang kerjasama antara Pemda Lombok Timur dengan Balai TNGR
harus dibuka selebar-lebarnya. Juga antara Pemda Kabupaten Jember
dengan Balai TNMB, keduanya patut duduk bersama guna menghasilkan
kerjasama saling menguntungkan.
Sekolah Alam di Toro yang diinisiasi oleh Said, dan Budidaya Anggrek
kelompok Anggrek Vuri di Desa Karunia contohnya, efektif memainkan
peran untuk mentransfer kecintaan kepada lingkungan sehingga
menggerakkan inisiatif untuk melindungi kawasan hutan khususnya TNLL.
299
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Selain itu, sebagian komunitas adat yang berada di Lore Lindu juga aktif
melakukan penjagaan atas wilayah adatnya dari ancaman pengambilan
kayu dan perburuan binatang yang tidak sesuai dengan aturan adat. Pada
titik ini, Tondo Ngata telah menjadi garda terdepan masyarakat adat dalam
melakukan penjagaan wilayah adat. Di desa Toro, Tondo Ngata secara rutin
dan sukarela tetap melakukan penjagaan wilayah adat walau dengan
beragam keterbatasannya.
Peran resor Air Hitam di TNBD, tidak melulu bekerja soal penjagaan
kawasan. Tapi lebih jauh berperan dalam interaksi humanis dengan SAD.
Hal ini telah mendorong terciptaanya keterikatan emosional antara SAD dan
TNBD. Ini adalah menjadi modal besar dalam sinergi pemanfaatan kawasan
TNBD oleh SAD sesuai dengan mandat dan tujuan penetapan TNBD itu
sendiri.
Langkah yang lebih maju dalam mengakomodir penerapan hukum adat ini
dilakukan TNBD pada revisi zonasi tahun 2019. Di tahun itu, TNBD
menerbitkan dokumen Zonasi / Tata Ruang Adat Pengelolaan Taman
Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi. Di dalamnya telah memuat
padanan zona-zona sesuai dengan peraturan zona dalam peraturan
kehutanan dengan tata ruang adat sesuai dengan pengaturan hukum adat
SAD/Orang Rimba (BTNBD, 2019). Tindak lanjut dari ini juga telah ditanda
tangani kesepakatan dalam bentuk prasasti Menyamokan Aturon Adat
Urang Rimba/Suku Anak Dalam dengan Aturon Taman Nasional
((Menyamakan Aturan Adat Orang Rimba / Suku Anak Dalam dengan Aturan
Taman Nasional).
300
Larik Tenure
Hal ini memberikan pengaruh positif kepada anak-anak dan ternyata cukup
efektif, karena mereka menceritakan apa yang dipelajari untuk disampaikan
kepada orangtuanya di rumah. kegiatan olah raga seperti yang disampaikan
sebelumnya juga makin beragam jenis yang coba digalakkan. Kelompok ibu-
ibu disasar untuk mengikuti kegiatan senam jasmani setiap akhir pekan.
Teman-teman resor bahkan mendatangkan instruktur dari Palangkaraya,
dengan imbalan hasil pertanian dari masyarakat setiap kali selesai berlatih
senam. Perlahan upaya pendekatan seperti ini juga bisa masuk kepada
golongan bapak-bapak meski dengan cara yang berbeda dan belum semua
terlibat. Program yang disusun untuk golongan bapak-bapak di antaranya
adalah budidaya ikan air tawar (lele, nila) dan ternak sapi.
301
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Memang kerja resolusi konflik bukanlah kerja sekali jadi, kerja resolusi
konflik adalah kerja terus-menerus secara berkelanjutan, karena konflik
berbicara soal manusia yang secara kodratnya terus berkembang dan
berubah.
Upaya ini terbukti membuka peluang interaksi yang lebih erat. Teknik
komunikasi interpersonal yang dikembangkan Balai TNGR disambut dengan
keramahan orang-orang yang bekerja di Pemda Lombok Timur. Keduanya
lantas menjalin persahabatan yang kemudian secara bersama-sama
menyelesaikan konflik yang ada.
302
Larik Tenure
JILID 17
LINGKAR DIGITAL
303
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
304
Larik Tenure
305
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
SIDAK yang beroperasi sejak 2018 dalam hal penyajian datanya dirasa
kurang maksimal, karena basis datanya yang berbentuk numerik dan
matriks sehingga untuk memahaminya memerlukan proses ekstraksi dan
pengolahan data lebih lanjut. Untuk melengkapi kekurangan tersebut maka
dikembangkan Situation Room Direktorat Jenderal KSDAE
(http://sitroom.ksdae.id), merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
SIDAK.
Selain untuk menyajikan data dari SIDAK, Sitroom Ditjen KSDAE juga dapat
memuat informasi tertentu secara terpisah dari struktur data model SIDAK
sesuai dengan kebutuhan. Hal ini menjadikan Sitroom dapat mengakomodir
data dan informasi yang belum tercakup di dalam struktur data model
SIDAK. Contohnya adalah data dan informasi konflik tenurial di kawasan
konservasi yang belum ada dalam SIDAK dibuatkan menu sidebar sistem
informasi dan monitoring penanganan konflik tenurial kawasan konservasi
(SIM PKT-KK).
**
306
Larik Tenure
307
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
pertama adalah pada halaman utama dapat menampilkan seluruh data atau
data tertentu dengan memanfaatkan filter, lalu yang kedua adalah pada
laman detail masing-masing objek konflik yang hanya menampilkan satu
konflik tenurial saja. Dalam laman webgis baik pada halaman utama
ataupun pada halaman detail masing-masing konflik tersedia layer-layer
dan filter-filer yang dapat digunakan untuk menampilkan data spasial lebih
spesifik.
Pada halaman webgis kita dapat melihat lokasi konflik berupa titik yang
memiliki perwarnaan berdasarkan tahapan penanganan konflik. Merah
(register), oranye (telaah dokumen), kuning (assesmen), hijau proses
(proses penanganan), biru (sudah ada rekomendasi penyelesaian yang
disepakati antara pihak yang berkonflik yang ditandai dengan
penandatanganan nota kesepahaman), dan warna ungu (proses
penyelesaian/tuntas yang ditandai dengan penandatanganan PKS untuk
kemitraan konservasi, penandatanganan SK rezonasi, dsb).
Selain itu jika data tersedia kita dapat melihat polygon area konflik yang
dapat ditumpang-tindihkan dengan layer-layer peta lainnya seperti peta
batas kawasan, zona/blok pengelolaan, administrasi desa, penggunaan
lahan, dan satelit dari google.
308
Larik Tenure
309
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Pembentukan tim pengelola data di tingkat UPT agar dapat berjalan dengan
efektif dapat dilakukan dengan beberapa cara menyesuaikan dengan
kapasitas SDM yang tersedia. Pengelola data dapat ditentukan berdasarkan
tema/tugas seperti di BTN Gunung Rinjani contohnya dimana ada petugas
yang bertugas menjadi koordinator penanganan konflik yang salah satu
tugasnya adalah mengelola sistem informasi terkait penanganan konflik
tenurial. Atau bisa juga seperti BBTN Gunung Leuser yang merekrut tenaga
kontrak untuk mengelola Unit Data Informasi Konservasi (UDIK) sehingga
update data informasi dapat berjalan efektif.
310
Larik Tenure
Daftar Pustaka
KBBI Daring. (2016). Retrieved Desember 20, 2020, from KBBI Daring:
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/konflik
Abal. (2020, Desember 6). (A. Afandi, Interviewer) Palu, Sulawesi Tengah.
Balai Gakkum LHK Wil. Kalimantan. (2019). Laporan Kinerja BPPHLHK Wil.
Kalimantan. Samarinda: Balai Gakkum LHK Wil. Kalimantan.
311
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
BBC. (2015, November 4). BBC Indonesia. Retrieved Januari 21, 2021, from
bbc.com:
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/11/1511
04_indonesia_rinjani_meletus
312
Larik Tenure
BIJAK, U. (2016). USAID BIJAK. Retrieved Januari 22, 2020, from USAID
BIJAK: https://bijak-indonesia.org/about-us
BMKG. (2018, Agustus 20). BMKG. Retrieved Januari 24, 2021, from Ulasan
Guncangan Tanah Akibat Gempa Lombok Timur 19 Agustus 2018:
https://www.bmkg.go.id/seismologi-teknik/ulasan-guncangan-
tanah.bmkg?p=ulasan-guncangan-tanah-akibat-gempa-lombok-
timur-19-agustus-2018&tag=ulasan-guncangan-tanah&lang=ID
BTNBD. (2019). Zonasi Tata Ruang Adat Pengelolaan TNBD Provinsi Jambi.
Sarolangun: TNBD.
Céline M. Vidal, N. M.-C. (2016, Oktober 10). The 1257 Samalas eruption
(Lombok, Indonesia): the single greatest stratospheric gas release
313
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Ditjen Gakkum LHK. (2020, Maret 16). Retrieved Desember 1, 2020, from
http://gakkum.menlhk.go.id/: http://gakkum.menlhk.go.id/
314
Larik Tenure
Firman, T. (2017, Mei 27). Tirto.id. Retrieved Desember 11, 2020, from
Tirto.id: https://tirto.id/timor-leste-pada-masa-kolonial-co55
Guillot, C., Perret, D., & Fanani, A. S. (2008). Barus: Seribu Tahun Yang
Lalu. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Hagen, B. (1908). Die Orang Kubu auf Sumatra. Frankfurt: Joseph Baer&Co.
315
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Jailani, H. (2020, Desember 21). (A. Afandi, Interviewer) Jambi, Air Hitam,
Sorolangun.
Jpang, S. (2019). Laporan In-depth Interview & FGD di TNMB, Jawa Timur.
Jakarta: USAID - BIJAK dan LATIN.
Jpang, S. (2020, Januari 20). The extended family of Meru Betiri National
Park. Retrieved Desember 1, 2020, from The extended family of
Meru Betiri National Park:
https://www.thejakartapost.com/life/2020/01/20/the-extended-
family-of-meru-betiri-national-park.html
316
Larik Tenure
KAIL. (2020, Desember 19). Focus Group Discussion. (S. Jpang, Interviewer)
Mahmud, A., Satria, A., & Kinseng, R. (2015, Maret). Zonasi Konservasi
untuk Siapa? Pengaturan Perairan Laut Taman Nasional Bali
Barat. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 18, Nomor 3,
237-251.
317
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Massiri, S. D., Nugroho, B., Kartodihardjo, H., & Soekmadi, R. (2016, Juli).
Preferesni dan Motivasi Masyarakat Lokal Dalam Pemanfaatan
Sumber Daya Hutan di Taman NasionalLore Lindu, Provinsi
Sulawesi Tengah. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 23, No.2,
215-223.
318
Larik Tenure
319
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
320
Larik Tenure
QS Hud:118. (n.d.).
321
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
QS Hud:119. (n.d.).
322
Larik Tenure
Sulisyati, R., Prihatinningsih, P., & Mulyadi. (2018). REVISI ZONASI TAMAN
NASIONAL KARIMUNJAWA SEBAGAI UPAYA KOMPROMI
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM. Seminar Nasional
Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk
Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional (pp. 713-
724). Semarang: Balai Taman Nasional Karimunjawa.
Tempo. (2015, November 4). Tempo. Retrieved Januari 21, 2021, from
tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/715795/abu-anak-
rinjani-16-penerbangan-di-bandara-juanda-
terganggu/full&view=ok
TNBBBR. (2017). RPJP TNBBBR Provinsi Kalbar dan Kalteng Periode 2018-
2027. Sintang: TNBBBR.
324
Larik Tenure
325
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
326
Larik Tenure
Lepas dari itu semua, Bangun Indonesia Jaga Alam untuk Keberlanjutan
(BIJAK) sejatinya adalah judul sebuah program dari United States Agency for
International Development (USAID). Uang yang dikumpulkan dari pajak
orang Amerika, dikelola USAID dan dijadikan proram-proram pembangunan
untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Bagi Pemerintah
Amerika Serikat, USAID telah menjadi agen pembangunan internasional
yang kredibel. Ditambah lagi, USAID bekerja dengan lembaga-lembaga
independen seperti Chemonics International.
327
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
328
Larik Tenure
329
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Perihal KEMITRAAN
Merujuk http://www.kemitraan.or.id/ (2019), Kemitraan bagi Pembaruan
Tata Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000,
bertepatan dengan usainya pemilihan umum tahun 1999. Pemilu
bersejarah ini merupakan sebuah langkah penting menuju bergerak
Indonesia melampaui masa otoriter dan menuju masa depan yang
demokratis. KEMITRAAN didirikan sebagai dana perwalian multi donor dan
dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP).
KEMITRAAN didirikan dan dipimpin oleh sejumlah pemimpin terkemuka
Indonesia dari pemerintah, masyarakat sipil dan sektor swasta untuk
mempromosikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Pada tahun 2003
KEMITRAAN menjadi badan hukum independen, yang terdaftar sebagai
asosiasi hukum sipil non-profit.
330
Larik Tenure
331
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
332
Larik Tenure
Perihal LATIN
Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) didirikan pada tanggal 5 Oktober
1989 di Bogor. LATIN merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
nirlaba. LATIN didirikan sebagai sebuah dedikasi untuk mempromosikan
dan mendukung pengelolaan sumberdaya alam yang adil dan beradab bagi
masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam
tersebut khususnya hutan. LATIN menyebutnya sebagai community forestry
atau yang kini banyak dikenal sebagai sistem pengelolaan hutan
pe huta a sosial. Kegiata ya g dilakukan oleh LATIN sedapat mungkin
menggunakan pendekatan tersebut untuk mencapai tujuan akhir yaitu
menjunjung tinggi semangat keadilan dan demokrasi.
333
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Pendopo LATIN
Jl. Sutera no. 1 Rt 02/05 Situgede Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia –
16115
+62 813-1116-2045
334
Larik Tenure
Perihal Perawi
Pada No e e , “yaf izaldi Aal Jpa g da Dede Ku aifi
mempublikasikan buku berjudul Pugar Belantara Kuansing. Buku ini
bercerita tentang kisah masa lalu pembangunan rel kereta api dan kisah
rehabilitasi hutan dan lahan di Kuantan Singingi. Buku ini sendiri diterbitkan
oleh Yayasan Hutanriau.
335
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Selain empat buku yang telah disebut di awal, buku-buku lain yang pernah
ditulis: 1) Kepak Punai, tentang perjuangan tanah ulayat oleh masyarakat
adat Melayu, diterbitkan GPU tahun 2018. 2) Langkas Jenggala, berkisah
tentang Perhutanan Sosial, diterbitkan oleh GPU tahun 2018. 3) 4 Sisi,
mengisahkan kondisi peri kehidupan dan konservasi di sekitar TNKS,
diterbitkan oleh GPU pada 2017. 4) Namaku Dahlia, tentang para
perempuan di Lubuk Beringin yang berdaya secara ekonomi, diterbitkan
GPU pada, 2015. 5) Namaku Dahlia, tentang para perempuan di Lubuk
Beringin yang berdaya secara ekonomi, diterbitkan Pundi Sumatra dan
Partnership pada 2014. 6) Riak Mendesau, buku yang mengulas testimoni
para pihak di Sumatra dalam Pengelolaan Hutan Lestari dan Sistem
Verifikasi Legalitas Kayu, diterbitkan Pundi Sumatra dan Multi Stakeholder
Forest Program (MfP), Aliansi Pemantau Independen Kehutanan Sumatra
(APIKS) dan Yayasan Kehati pada 2012. 7) Mimpi Hutan Desa, buku
pembelajaran pengembangan hutan desa, diterbitkan Pundi Sumatra dan
Partnership pada 2010. 8) Lentera Kampung Hutan, buku pembelajaran
pengembangan energi listrik di desa-desa sekitar kawasan TNKS, diterbitkan
Pundi Sumatra, MfP Phase 2 dan The Partnership for Governance Reform-
Indonesia pada 2010. 9) Parak: Sosial Forestry Ala Masyarakat
Kotomalintang, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Forum Komunikasi
Kehutanan Masyarakat di Bogor 2004.
336
Larik Tenure
Bersama Pundi Sumatra, Aal telah menjadi Sekretaris Badan Pengurus sejak
lembaga ini didirkan pada 2006. Sebagai bagian organ organisasi, dia
memberikan nilai tambah pada daya dongkrak pengelolaan organisasi.
Mimpinya adalah mendorong Pundi Sumatra sebagai lembaga yang
moderen, tangguh, dan memiliki durabilitas tinggi atas terkaman zaman.
Kini, Aal aktif berkegiatan bersama Global Mata Angin (GMA). GMA
merupakan sebuah perusahaan yang dia dirikan dalam mendukung isu-isu
keberlanjutan, inklusi dan konservasi untuk memberikan warisan terbaik
bagi generasi masa depan.
337
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
338
Larik Tenure
Alhamdulillah buku LARIK TENURE yang berisi cerita dari para pendamping
masyarakat LATIN dan Tim Peneliti LATIN di 6 unit Pelaksana Teknis (UPT)
Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (Ditjen
KSDAE). Selain itu, buku ini juga berisikan pembelajaran dari 2 UPT lainnya
yang tidak secara langsung didampingi oleh LATIN.
Buku ini diterbitkan atas Kerjasama antara Lembaga Alam Tropika Indonesia
(LATIN), Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem
(Ditjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan
USAID BIJAK.
Buku ini dapat diselesaikan atas kerja keras dari pendamping masyarakat di
6 UPT dan peneliti yang menuliskan pengalaman masing-masing selama
bekerja di lapangan. Berbagai pengalaman yang diceritakan bermacam-
macam, mulai dari melakukan pendekatan kepada masyarakat yang
berkonflik, melakukan analisis konflik, mencari dan mendiskusikan pilihan-
pilihan penyelesaian konflik, termasuk mendiskusikan kemitraan konservasi
sebagai salah satu pilihan penyelesaian konflik, hingga memfasilitasi
kesepakatan penyelesaian konflik dan memfasilitasi perjanjian kerjasama
antara masyarakat dengan UPT. Semua kerja di 6 UPT tersebut tentunya
dilakukan bersama dengan Kepala UPT dan stafnya, serta memperoleh
dukungan dari jajaran Ditjen KSDAE di Jakarta.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh jajaran Ditjen
KSDAE di Jakarta yang sudah mengawal pelaksanaan program ini termasuk
membantu komunikasi dan membantu mengatasi kendala teknis yang
dihadapi di lapangan. Kepada Pak Ratna Hendratmoko (Kepala Sub
339
Menyigi Konflik Temurial Kawasan Konservasi di Indonesia
Penghargaan dan terima kasih juga kami sampaikan kepada 6 Kepala UPT
dan jajarannya yang telah mendukung dan membantu pelaksanaan
Program di lapangan. Kepada Pak Agung Nugroho (Kepala Balai TN Bukit
Baka Bukit Raya) beserta staf, Pak Andi Muhammad Khadafi (Kepala Balai
TN Sebangau), Pak Yusak Mangetan (Kepala Balai TN Bantimurung
Bulusaraung) beserta staf, Pak Timbul Batubara (Kepala Balai Besar
Konservasi Sumberdaya Alam Nusa Tenggara Timur) beserta staf, Pak Dedi
Asriadi (Kepala Balai TN Gunung Rinjani) beserta staf, serta Pak Maman
Surahman, (Kepala Balai TN Meru Betiri) beserta staf, kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya atas segala dukungan, kerjasama dan
bantuannya selama perencanaan, pelaksanaan sampai berakhirnya
program.
LATIN juga secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai
dan seluruh jajaran Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu di Sulawesi
Tengah dan Kepala Balai dan seluruh jajaran Balai Taman Nasional Bukit
Duabelas di Jambi.
Tabik
340