Anda di halaman 1dari 11

PERKEBUNAN

PASCAPANEN DAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT

Disusun Oleh:

Farizki Ramadhan (2011911026)


Prada Sari (2011911040)
Rhafly (2011911041)
Syuraya Faradis (2011911046)
Zamzam Ar Rizqi (2011911053)
Yulio Rizki Permana (2011911017)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2021
PENDAHULUAN

Kelapa sawit (Elaeis gueenensis) merupakan jenis tanaman perkebunan di


Indonesia yang banyak di minati masyarakat karena harganya yang cukup
menjanjikan. Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar kedua di
dunia setelah Malaysia. Tiap tahun produktivitas kelapa sawit di Indonesia
mengalami peningkatan, dari 23 juta ton per tahun bisa menjadi 27 juta ton per
tahun (Fauzi, 2011). Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan komoditi yang
ketersediaannya sangat banyak, tercatat berdasarkan Angka Sementara (ASEM)
2011 dari Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, luas areal
kelapa sawit di Indonesia cenderung meningkat selama tahun 2000-2011. Kelapa
sawit merupakan bahan baku dalam pengolahan Crude Palm Oil (CPO). Kualitas
minyak kelapa sawit atau CPO dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : kadar Asam
Lemak Bebas (ALB), kadar air, dan kadar kotoran (Dewi, 2015)

Panen dan pengolahan hasil merupakan rangkaian terakhir dari kegiatan


budidaya kelapa sawit. Waktu panen buah kelapa sawit sawit sangat mempengaruhi
jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Waktu panen yang tepat akan
memperoleh kandungan minyak yang maksimal, tetapi pemanenan buah kelewat
matang akan meningkatkan asam lemak bebas (ALB), sehingga dapat merugikan
karena sebagian kandungan minyak akan berubah menjadi ALB dan menurunkan
mutu minyak. Sebaliknya, pemanenan buah yang masih mentah akan menurunkan
kandungan minyak, walaupun ALB nya rendah (Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008). Tandan buah segar (TBS) yang
berkualitas adalah sesuai dengan kriteria panen dan TBS yang optimal secara
kuantitas adalah tidak ada losses di lapangan. Oleh karena itu, kegiatan panen dan
penanganan pasca panen menjadi titik kritis yang sangat penting dalam budidaya
kelapa sawit. Titik kritis tersebut menentukan hasil dan kualitas minyak kelapa sawit
yang akan diperoleh (Ugroseno, 2017).
PASCAPANEN DAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT

1. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)


Asam Lemak Bebas (ALB) dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam
minyak sawit sangat merugikan. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan
terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan kadar ALB ini
disebabkan adanya reaksi hidrolisis pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa miyak
sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor
– faktor panas, air, keasaman, dan katalis oleh enzim lipase. ALB merupakan
parameter utama untuk menentukan kualitas CPO yang dihasilkan dari buah
kelapa sawit. Kadar ALB tinggi berarti kualitas CPO yang dihasilkan rendah,
sebaliknya jika kadarALB rendah mutu CPO yang dihasilkan tinggi sehingga nilai
jual CPO juga tinggi (Dewi, 2015). tas membran sel tersebut, sehingga dapat
menghambat proses hidrolisa lemak. Kerja enzim dapat dihambat oleh suatu zat
dan kondisi. Asam, basa, garam, panas, alkohol, logam berat, dan agen
pereduksi dapat menghambat kerja enzim. Kombinasi Kalium Sorbat dan asam
dehydroasetat efektif menghambat jenis kapang, sedangkan kombinasi benzoat
dan sorbat sangat efektif menghambat jenis kapang dan bakteri (Tagoe, 2012)

2. Kadar Air
Reaksi hidrolisis CPO merupakan reaksi konversi CPO menjadi asam
lemak dan gliserol dengan adanya air dan dengan bantuan enzim lipase.
Kecepatan reaksi hidrolisa pada minyak dan lemak dipengaruhi oleh kandungan
air dalam bahan pangan, dipercepat oleh basa, asam, suhu tinggi dan tekanan.
Semakin tinggi kandungan air dalam bahan pangan, semakin cepat proses
hidrolisa berlangsung, sehingga terjadi akumulasi asam lemak bebas (Dewi,
2015).

3. Kadar Kotoran
Kadar kotoran adalah bahan-bahan tak larut dalam minyak, yang dapat
disaring setelah minyak dilarutkan dalam suatu pelarut pada kepekatan 10%.
Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang kotorannya. Hal
ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern. Pengawet Natrium Benzoat
dan Kalium Sorbat merupakan pelarut organik mempunyai kelemahan
meninggalkan residu. Peningkatan kadar kotoran pada penelitian ini dikarenakan
penyemprotan dengan menggunakan larutan Natrium Benzoat dan Kalium
Sorbat yang dilarutkan dalam air meninggalkan residu berupa bubuk putih diluar
permukaan dinding buah kelapa sawit (Dewi, 2015).

4. Rendemen
Indikator kualitas yang digunakan untuk menilai CPO adalah kandungan
asam lemak bebas (ALB). Sehingga bila ALB meningkat, maka kualitas CPO
turun. Kandungan ALB CPO sangat ditentukan oleh kualitas kelapa sawit atau
buah sawit yang menjadi bahan bakunya. Rendemen minyak kelapa sawit
berkisar antara 22-23%. Besar kecilnya rendemen dipengaruhi oleh jenis buah
kelapa sawit, tingkat kematangan buah, besar kecilnya ukuran buah, dan tahun
tanam buah. Kehilangan hasil produksi juga dapat menjadi faktor penurunan
rendemen CPO, yaitu buah lepas tidak dikutip, restan (terlambat
pengangkutan), dan buah matang tidak dipanen. Ketiga sumber kehilangan
hasil tersebut dapat terjadi saat di kebun ataupun pengangkutan. Sebab-sebab
lain kehilangan hasil yang diamatai di lapangan antara lain brondolan yang
tercecer di pelepah, brondolan yang tercecer di jalan koleksi atau jalan utama
saat pengangkutan, dan TBS yang terjatuh saat pengangkutan (Lukito, 2013)

5. Berat Jenis
Tolak ukur kemurnian suatu minyak dipengaruhi oleh berat jenis minyak
tersebut. Semakin tinggi berat jenis maka kemurnian minyak tersebut lebih
bagus begitupun sebaliknya. Bahwa kadar air merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi berat jenis minyak dimana semakin tinggi kadar air maka
semakin tinggi pula berat jenis minyak . Berat jenis minyak kelapa sawit berkisar
antara 0,86-0,9% besar kecilnya berat jenis dipengaruhi oleh suhu. Berat jenis
kelapa sawit antar perlakuan tidak banyak berbeda, pada hasil analisa ragam
pun penambahan konsentrasi Natrium Benzoat maupun Kalium Sorbat serta
interaksi antar keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05)
terhadap berat jenis CPO. Selain itu berat jenis juga tergantung dari kadar air
dan kadar kotoran. Semakin rendah kadar air dan kadar kotoran maka berat
jenis semakin tinggi. Semakin tinggi berat jenis akan menentukan kemurnian
dari produk tersebut (Maulana, 2015). Hal ini juga disebabkan karena berat
jenis sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah suhu maka berat jenis
semakin besar dan semakin tinggi suhu maka berat jenis semakin kecil (Gulla,
2011)

6. Kriteria matang panen dan kualitas mutu buah


Kriteria matang panen merupakan parameter dalam menentukan tingkat
kematangan buah Tandan buah sawit yang telah matang dan layak panen
ditandai dengan membrondolnya buah sawit di piringan. Teluk Siak Estate
menetapkan tandan buah sawit yang matang dan layak panen ditandai dengan
jumlah brondolan lebih dari lima butir per tandan. Buah yang tepat matang
diartikan sebagai buah yang kondisinya memberikan kuantitas dan kualitas
minyak yang maksimal. Seminggu sebelum titik tepat panen, kandungan minyak
dalam mesokarp baru mencapai sekitar 73% dari potensinya (Ugroseno, 2017)

7. Tekstur
Semakin rusak dinding sel maka semakin banyak reaksi hidrolisis yang
terjadi sehingga buah terlihat matang serta tekstur buah menjadi tidak keras
lagi/kisut. Hal ini disebabkan karena Kalsium Propionat melindungi dan
menguatkan dinding sel sehingga buah tampak segar. Oleh karena itu
diperlukan upaya pencegahan agar tingkat kesegaran buah kelapa sawit terjaga
jika akan mengalami restan pada proses pengolahan. Salah satu upaya untuk
menjaga tingkat kesegaran buah kelapa sawit yaitu dengan cara disemprot
dengan larutan Kalsium Propionat yang berfungsi untuk menjaga kesegaran
buah kelapa sawit karena larutan tersebut memiliki kemampuan untuk
menguatkan dinding sel pada buah kelapa sawit (Maulana, 2015)
8. Pengolahan Kelapa Sawit
Pabrik pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah cair dalam jumlah
yang besar, yaitu berkisar antara 600-700 liter/ton tandan buah segar (TBS)
atau sekitar 65% dari TBS Pabrik pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah
cair dalam jumlah yang besar, yaitu berkisar antara 600-700 liter/ton tandan
buah segar (TBS) atau sekitar 65% dari TBS. lternatif yang dipilih untuk
menjawab permasalahan tersebut adalah dengan mengolah limbah effluent
RANUT dengan teknik elektrokoagulasi. Elektrokoagulasi merupakan gabungan
dari proses elektrokimia dan flokulasi-koagulasi. Teknik ini telah dipakai untuk
pengolahan limbah cair tekstil,mengatasi permasalahan limbah radio aktif,
penanganan limbah cair rumah potong hewan, air limbah rumah tangga, dan
limbah cair kimiawi dari industri fiber (Tambun et al, 2015)

9. Tahapan Pengolahan Buah Kelapa Sawit

Menurut Pahat (2012) tahapan pengolahan buah kelapa sawit adalah


sebagai berikut :
1. Perebusan (sterilisasi) TBS
TBS yang masuk ke dalam pabrik selanjutnya direbus di dalam
sterilizer. Buah direbus dengan tekanan 2,5-3 atm dan suhu 130℃ selama
50-60 menit. Tujuan perebusan TBS adalah menonaktifkan enzim lipase
yang dapat menstimulir pembentukan free fatty acid, membekukan protein
globulin sehingga minyak mudah dipisahkan dari air, mempermudah
perontokan buah dan melunakkan buah sehingga mudah diekstraksi.
2. Perontokan Buah
Buah selanjutnya dipisahkan dari tandannya dengan menggunakan
mesin thresher. Tandan kosong disalurkan ke tempat pembakaran atau
digunakan sebagai bahan pupuk organik. Sedangkan buah yang telah
dirontokkan selanjutnya dibawa ke mesin pelumatan. Selama proses
perontokan buah, minyak dan kernel yang terbuang sekitar 0.03%.
3. Pelumatan Buah
Proses pelumatan buah adalah dengan memotong dan mencacah buah
di dalam steam jacket yang dilengkapi dengan pisau berputar. Suhu di
dalam steam jacket sekitar 85-90ºC. Tujuan dari pelumatan buah yaitu
menurunkan kekentalan minyak, membebaskan sel-sel yang mengandung
minyak dari serat buah dan menghancurkan dinding sel buah sampai
terbentuk pulp.
4. Pengempaan (Ekstraksi Minyak Sawit)
Proses pengempaan bertujuan untuk membantu mengeluarkan minyak
dan melarutkan sisa-sisa minyak yang terdapat di dalam ampas. Proses
pengempaan dilakukan dengan melakukan penekanan dan pemerasan
pulp yang dicampur dengan air yang bersuhu 95ºC. Selain itu proses
ekstraksi minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara sentrifugasi,
bahan pelarut dan tekanan hidrolis.
5. Pemurnian
Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari mesin ekstraksi minyak sawit
umumnya masih mengandung kotoran berupa tempurung, serabut dan air
sekitar 40-45% air. Untuk itu perlu dilakukan pemurnian minyak kelapa
sawit. Persentase minyak sawit yang dihasilkan dalam proses pemurnian
ini sekitar 21%.
Proses pemurnian minyak kelapa sawit terdiri dari beberapa tahapan,
yaitu:
a. Pemurnian Minyak di Dalam Tangki Pemisah (clarification tank)
Prinsip dari proses pemurnian minyak di tangki pemisah adalah
melakukan pemisahan bahan berdasarkan berat jenis bahan sehingga
campuran minyak kasar dapat terpisah dari air.
b. Sentrifusi Minyak
Dalam tahap ini minyak dimurnikan dari berbagai macam kotoran yang
lebih halus lagi. Hasil akhir dari proses sentrifusi ini adalah minyak dengan
kadar kotoran kurang dari 0,01%.
c. Pengeringan Hampa
Dalam tahap ini kadar air minyak diturunkan sampai 0,1%. Proses
pengeringan hampa dilakukan dalam kondisi suhu 95ºC dan tekanan –75
cmHg.
d. Pemurnian Minyak di Dalam Tangki Lumpur
Proses pemurnian di dalam tangki lumpur bertujuan untuk
memisahkan minyak dari lumpur.
e. Strainer
Dalam tahap ini minyak dimurnikan dari sampah-sampah halus.
f. Recleaner
Proses recleaner bertujuan untuk memisahkan pasir-pasir halus dari
slude.
g. Sentrifusi Lumpur
Dalam tahap ini minyak dimurnikan kembali dari air dan kotoran.
Prinsip yang digunakan adalah dengan memisahkan bahan berdasarkan
berat jenis masing-masing bahan.
h. Sentrifusi Pemurian Minyak
Tahap ini hampir sama dengan sentrifusi lumpur, hanya putaran
sentrifusi lebih cepat
i. Pengeringan Minyak
Dalam proses pengeringan minyak kadar air yang terkandung di dalam
minyak diturunkan. Proses ini berlangsung dalam tekanan -75 cmHg dan
suhu 95℃.
6. Pemisahan Biji Dengan Serabut (Depeicarping)
Ampas buah yang masih mengandung serabut dan biji diaduk dan
dipanaskan sampai keduanya terpisah. Selanjutnya dilakukan pemisahan
secara pneumatis. Serabut selanjutnya dibawa ke boiler, sedangkan biji
disalurkan ke dalam nut cleaning atau polishing drum. Tujuannya adalah
agar biji bersh dan seragam.
7. Pengeringan dan Pemisahan Inti Sawit dari Cangkang
Setelah dipisahkan dari serabut selanjutnya biji dikeringkan di dalam
silo dengan suhu 56ºC selama 12-16 jam. Kadar air biji diturunkan sampai
16%. Proses pengeringan mengakibatkan inti sawit menyusut sehingga
mudah untuk dipisahkan. Untuk memisahkan inti sawit dari tempurungnya
digunakan alat hydrocyclone separator. Setelah terpisah dari
tempurungnya inti sawit selanjutnya dicuci sampai bersih. Proses
selanjutnya inti dikeringkan sehingga kadar airnya tinggal 7,5%. Proses
pengeringan dilakukan dalam suhu di atas 90ºC.
ISU TERKINI

Umumnya petani sawit menggunakan bibit sawit dengan kualitas yang


kurang baik, selain itu transportasi menjadi hal yang penting dalam menyalurkan
hasil panen dari tempat penampungan hasil hingga menuju loading ramp di
pabrik kelapa sawit. Keterlambatan dalam pengangkutan TBS akan mempengaruhi
proses pengolahan dan mutu produk akhir. Kandungan FFA dalam buah akan
terus meningkat seiring lamanya buah buah tidak terangkut. Kebutuhan transportasi
dalam mengangkut TBS perlu diperhatikan agar mempercepat pengangkutan TBS ke
pabrik. Satu tim pengangkut memiliki kendaraan masing-masing yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan ketersediaan transportasi.
KESIMPULAN

Tiap tahun produktivitas kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan


tentunya dengan hasil yang diinginkan yaitu kualitas hasil pasca panen yang
semakin baik. Kualitas minyak kelapa sawit atau CPO dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu : kadar Asam Lemak Bebas (ALB), kadar air, dan kadar kotoran. Waktu
panen yang tepat akan memperoleh kandungan minyak yang maksimal, tetapi
pemanenan buah kelewat matang akan meningkatkan asam lemak bebas.

Karakteristik yang dapatdilihat dan pascapanen dan pengolahan kelapa sawit


ini seperti kadar asam lemak bebas (ALB), kadar air, kadar kotoran, rendemen, berat
jenis, kriteria matang panen dan kualitas mutu buah, tekstur, pengolahan kelapa
sawit. Konsentrasi larutan Natrium Benzoat yang disemprotkan ke buah kelapa sawit
selepas panen berpengaruh nyata terhadap nilai kadar ALB, kadar air, dan kadar
kotoran. Perlakuan Kalium Sorbat berpengaruh nyata terhadap kadar ALB, dan kadar
kotoran.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Lionny Candra et al. 2015. Penanganan Pasca Panen Kelapa Sawit
(Penyemprotan Dengan Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat Terhadap Mutu
CPO). Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (2)

Fauzi. Y, Y.E Widyastuti., Iman Satyawibawa., R.H Paeru., 2012. Kelapa Sawit Budi
Daya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis Usaha & Pemasaran. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Gulla dan Waghray. 2011. Effect of Storage on Physico-chemical Characteristics and


Fatty Acid Composition of Selected Oil Blends. Food Technology, University
College of Technology, Osmania University – India. J L S, 3(1): 35-46

Hanum, et al. 2015. Aplikasi Elektrokoagulasi dalam Pengolahan Limbah Cair Pabrik
Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia USU Vol. 4(4)

Lukito, A.P., 2013. Pengaruh Kerusakan Buah Kelapa Sawit Terhadap Kandungan
Free Fatty Acid dan Rendemen CPO di Kebun Talisayan 1 Berau. IPB. Bogor.

Maulana, A F, Susanto Wahono Hadi. 2015. Pengaruh Penyemprotan Larutan


Kalsium Propionat Dan Kalium Sorbat Pada Pasca Panen Kelapa Sawit (Elais
Guineensis Jacq) Terhadap Kualitas CPO. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3
(2)

Tagoe, S.M.A., Dickinson, M.J. 2012. Factors Influencing Quality Of Palm Oil
Produced At The Cottage Industry Level In Ghana. University of Nottingham.
19(1). West Africa

Ugroseno, Rene et al. 2017. Manajemen Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Teluk Siak Estate, Riau. Bul.
Agrohorti 5 (3)

Anda mungkin juga menyukai