Disusun Oleh:
2. Kadar Air
Reaksi hidrolisis CPO merupakan reaksi konversi CPO menjadi asam
lemak dan gliserol dengan adanya air dan dengan bantuan enzim lipase.
Kecepatan reaksi hidrolisa pada minyak dan lemak dipengaruhi oleh kandungan
air dalam bahan pangan, dipercepat oleh basa, asam, suhu tinggi dan tekanan.
Semakin tinggi kandungan air dalam bahan pangan, semakin cepat proses
hidrolisa berlangsung, sehingga terjadi akumulasi asam lemak bebas (Dewi,
2015).
3. Kadar Kotoran
Kadar kotoran adalah bahan-bahan tak larut dalam minyak, yang dapat
disaring setelah minyak dilarutkan dalam suatu pelarut pada kepekatan 10%.
Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang kotorannya. Hal
ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern. Pengawet Natrium Benzoat
dan Kalium Sorbat merupakan pelarut organik mempunyai kelemahan
meninggalkan residu. Peningkatan kadar kotoran pada penelitian ini dikarenakan
penyemprotan dengan menggunakan larutan Natrium Benzoat dan Kalium
Sorbat yang dilarutkan dalam air meninggalkan residu berupa bubuk putih diluar
permukaan dinding buah kelapa sawit (Dewi, 2015).
4. Rendemen
Indikator kualitas yang digunakan untuk menilai CPO adalah kandungan
asam lemak bebas (ALB). Sehingga bila ALB meningkat, maka kualitas CPO
turun. Kandungan ALB CPO sangat ditentukan oleh kualitas kelapa sawit atau
buah sawit yang menjadi bahan bakunya. Rendemen minyak kelapa sawit
berkisar antara 22-23%. Besar kecilnya rendemen dipengaruhi oleh jenis buah
kelapa sawit, tingkat kematangan buah, besar kecilnya ukuran buah, dan tahun
tanam buah. Kehilangan hasil produksi juga dapat menjadi faktor penurunan
rendemen CPO, yaitu buah lepas tidak dikutip, restan (terlambat
pengangkutan), dan buah matang tidak dipanen. Ketiga sumber kehilangan
hasil tersebut dapat terjadi saat di kebun ataupun pengangkutan. Sebab-sebab
lain kehilangan hasil yang diamatai di lapangan antara lain brondolan yang
tercecer di pelepah, brondolan yang tercecer di jalan koleksi atau jalan utama
saat pengangkutan, dan TBS yang terjatuh saat pengangkutan (Lukito, 2013)
5. Berat Jenis
Tolak ukur kemurnian suatu minyak dipengaruhi oleh berat jenis minyak
tersebut. Semakin tinggi berat jenis maka kemurnian minyak tersebut lebih
bagus begitupun sebaliknya. Bahwa kadar air merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi berat jenis minyak dimana semakin tinggi kadar air maka
semakin tinggi pula berat jenis minyak . Berat jenis minyak kelapa sawit berkisar
antara 0,86-0,9% besar kecilnya berat jenis dipengaruhi oleh suhu. Berat jenis
kelapa sawit antar perlakuan tidak banyak berbeda, pada hasil analisa ragam
pun penambahan konsentrasi Natrium Benzoat maupun Kalium Sorbat serta
interaksi antar keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05)
terhadap berat jenis CPO. Selain itu berat jenis juga tergantung dari kadar air
dan kadar kotoran. Semakin rendah kadar air dan kadar kotoran maka berat
jenis semakin tinggi. Semakin tinggi berat jenis akan menentukan kemurnian
dari produk tersebut (Maulana, 2015). Hal ini juga disebabkan karena berat
jenis sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah suhu maka berat jenis
semakin besar dan semakin tinggi suhu maka berat jenis semakin kecil (Gulla,
2011)
7. Tekstur
Semakin rusak dinding sel maka semakin banyak reaksi hidrolisis yang
terjadi sehingga buah terlihat matang serta tekstur buah menjadi tidak keras
lagi/kisut. Hal ini disebabkan karena Kalsium Propionat melindungi dan
menguatkan dinding sel sehingga buah tampak segar. Oleh karena itu
diperlukan upaya pencegahan agar tingkat kesegaran buah kelapa sawit terjaga
jika akan mengalami restan pada proses pengolahan. Salah satu upaya untuk
menjaga tingkat kesegaran buah kelapa sawit yaitu dengan cara disemprot
dengan larutan Kalsium Propionat yang berfungsi untuk menjaga kesegaran
buah kelapa sawit karena larutan tersebut memiliki kemampuan untuk
menguatkan dinding sel pada buah kelapa sawit (Maulana, 2015)
8. Pengolahan Kelapa Sawit
Pabrik pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah cair dalam jumlah
yang besar, yaitu berkisar antara 600-700 liter/ton tandan buah segar (TBS)
atau sekitar 65% dari TBS Pabrik pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah
cair dalam jumlah yang besar, yaitu berkisar antara 600-700 liter/ton tandan
buah segar (TBS) atau sekitar 65% dari TBS. lternatif yang dipilih untuk
menjawab permasalahan tersebut adalah dengan mengolah limbah effluent
RANUT dengan teknik elektrokoagulasi. Elektrokoagulasi merupakan gabungan
dari proses elektrokimia dan flokulasi-koagulasi. Teknik ini telah dipakai untuk
pengolahan limbah cair tekstil,mengatasi permasalahan limbah radio aktif,
penanganan limbah cair rumah potong hewan, air limbah rumah tangga, dan
limbah cair kimiawi dari industri fiber (Tambun et al, 2015)
Dewi Lionny Candra et al. 2015. Penanganan Pasca Panen Kelapa Sawit
(Penyemprotan Dengan Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat Terhadap Mutu
CPO). Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (2)
Fauzi. Y, Y.E Widyastuti., Iman Satyawibawa., R.H Paeru., 2012. Kelapa Sawit Budi
Daya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis Usaha & Pemasaran. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Hanum, et al. 2015. Aplikasi Elektrokoagulasi dalam Pengolahan Limbah Cair Pabrik
Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia USU Vol. 4(4)
Lukito, A.P., 2013. Pengaruh Kerusakan Buah Kelapa Sawit Terhadap Kandungan
Free Fatty Acid dan Rendemen CPO di Kebun Talisayan 1 Berau. IPB. Bogor.
Tagoe, S.M.A., Dickinson, M.J. 2012. Factors Influencing Quality Of Palm Oil
Produced At The Cottage Industry Level In Ghana. University of Nottingham.
19(1). West Africa
Ugroseno, Rene et al. 2017. Manajemen Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Teluk Siak Estate, Riau. Bul.
Agrohorti 5 (3)