“HEMATOLOGI PATOLOGIS”
Dosen pengampu :
Oleh :
FAKULTAS KESEHATAN
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Piji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas segala rahmat-nya sehingga makalah ini
dapat selesai pada waktunya. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimaksih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepanya dapat memperbaiki bentuk maupun menambahi isi
makalah agar menjadi lebih baik.
Karena keterbatan pengalaman maupun pengetahuan kami, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………2
Daftar Isi…………………………………………………………………………….3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………….4
B. Rumusan masalah……………………………………………………………4
C. Tujuan ……………………………………………………………………….4
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Definisi G6PD……………………………………………………………….5
B. Aspek genetic G6PD……………………………………………………….. 5
C. Patofisiologi…………………………………………………………………5
D. Manifestasi klinik…………………………………………………………....6
E. Epidemiologi Defisiensi G6PD……………………………………………...7
F. Gejala Defisiensi G6PD……………………………………………………..8
G. Diagnosis Defisiensi G6PD…………………………………………………8
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan ..................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 14
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan kelainan yang
disebabkan oleh kesalahan (misstep) metabolisme. G6PD adalah katalisator pada
tahap pertama dari bagian metabolisme oksidatif eritrosit pada jalur fosfoglukonat,
yang berperan menjaga glutathione dalam keadaan tereduksi. Glutathione adalah
antioksidan utama eritrosit dan berfungsi untuk melindungi eritrosit dari stres
oksidan karena penumpukan peroksida dan senyawa atau obat lain. Jalur untuk
mengurangi glutathione dimulai ketika NADP (nicotinamideadenin dinukleotida
fosfat) dikonversi menjadi NADPH oleh aksi G6PD, suatu enzim esensial dalam
heksosa monofosfat shunt. Setelah ini terjadi, NADPH mengubah glutathione
teroksidasi menjadi glutathione tereduksi dan eritrosit terlindung
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari G6PD
2. Untuk mengetahui aspek genetika G6PD
3. Untuk mengetahui gejala pada defisiensi G6PD
4
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Definisi G6PD
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi pertama
jalur pentosa fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH
(bentuk tereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Senyawa NADPH
memungkinkan sel-sel bertahan dari stres oksidatif yang dapat dipicu oleh beberapa bahan
oksidan dan menyediakan glutathione dalam bentuk tereduksi. Eritrosit tidak memiliki
mitokondria sehingga jalur pentosa fosfat merupakan satu-satunya sumber NADPH,
sehingga pertahanan terhadap kerusakan oksidatif tergantung pada G6PD.
B. Aspek Genetik Defisiensi G6PD
G6PD terletak pada regio telomerik lengan panjang kromosom X (band Xq28), dekat
dengan gen hemofilia A, diskeratosis kongenital dan buta warna.
C. Patofisiologi
Defisiensi enzim G6PD ini merupakan defek enzim herediter dari eritrosit yang diwariskan
secara X-linked. Defisiensi enzim G6PD ini menyebabkan berkurangnya glutation
tereduksi dalam darah Kurangnya glutation tereduksi dalam darah menyebabkan Hb
eritrosit mudah t
5
eroksidasi yang disebut methemoglobin dan membentuk Badan Heinz.
Methemoglobin tersebut menyebabkan sel darah merah mudah lisis/pecah sehingga
terjadi anemia hemolitik.
D. Manifestasi Klinik
Sebagian besar penderita defisiensi G6PD tidak bergejala dan tidak mengetahui kondisinya.
Defisiensi G6PD biasanya bermanifestasi sebagai anemia hemolitik akut yang diinduksi
obat maupun infeksi, favisme, maupun anemia hemolitik non-sferosis kronis. Hemolisis
akut pada penderita defisiensi G6PD biasanya ditandai dengan rasa lemah, nyeri punggung,
anemia dan ikterus. diketahui nilai G6PD normal (12,94 mg/dL+6,71 mg/dL; p=0,11)
berikut juga merupakan nilai rujukan hemoglobin:
dapat Terjadi peningkatan kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi, laktat dehidrogenase dan
6
retikulositosis. Berikut merupakan Kondisi klinis yang berhubungan dengan defisiensi
G6PD:
Komplikasi serius akibat infeksi virus hepatitis pada penderita defisiensi G6PD adalah
gagal ginjal akut; dapat disebabkan nekrosis tubular akut akibat iskemi ginjal maupun
obstruksi tubular karena hemoglobin cast . Beberapa pasien mungkin memerlukan
hemodialisis.
3. Favisme
Konsumsi kacang fava dapat menyebabkan hemolisis dan kondisi ini disebut favisme.
Favisme ditemukan di negara-negara Mediterania, Timur Tengah dan Afrika Utara,
tidak ditemukan di Indonesia. Tidak semua penderita defisiensi G6PD yang memakan
kacang fava menderita favisme, dapat terjadi respons berbeda- beda dari individu yang
sama tergantung kesehatan pasien dan jumlah kacang fava yang dikonsumsi. Divicine,
7
isouramil dan convicine diperkirakan sebagai bahan toksik dari kacang fava yang
meningkatkan aktivitas hexose monophosphate shunt, sehingga menyebabkan
hemolisis pada penderita defisiensi G6PD.
4. Neonatal jaundice
Neonatal jaundice berhubungan dengan defisiensi G6PD yang terjadi dalam 2-3 hari
setelah kelahiran. Berbeda dengan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, pasien
dengan neonatal jaundice menunjukkan lebih banyak ikterus daripada anemia.
Pengenalan dan manajemen dini peningkatan bilirubin sangat penting untuk
mencegah komplikasi neurologis (seperti kernikterus) pada bayi ini. Berdasarkan
data, kejadian neonatal jaundice cukup sering terjadi di Malaysia, Mediterania,
HongKong, dan Thailand. Pengobatan yang perlu dilakukan berupa fototerapi
(terapi cahaya intens) dan transfusi.
kelas Keterangan
8
1 Defisiensi berat berhubungan dengan anemia hemolitik non-sfesofis kronis
Defisiensi G6PD merupakan penyakit defisiensi enzim paling umum yang diderita sekitar
400 juta orang di dunia. Penyakit ini umumnya ditemukan di daerah tropis, terutama di
daerah Afrika, Timur Tengah dan Mediterania Defisiensi G6PD memiliki lebih dari 160
varian gen. Varian gen yang ditemukan biasanya tergantung pada lokasi ditemukannya
defisiensi G6PD, misalnya varian gen Mediterania atau A- (ditemukan di Afrika).
Defisiensi G6PD merupakan penyakit asimptomatik, biasanya baru ditunjukkan jika ada
pemicu. Namun, gejala yang umumnya muncul adalah:
• Jantung berdebar-debar
• Pucat
• Splenomegali
9
• Hemoglobinuria
Gejala utama defisiensi G6PD adalah ikterus. Bila ditemukan gejala umum anemia
(jantung berdebar-debar, pucat, sesak nafas, mudah letih, dan sebagainya) dan ikterus,
kemungkinan besar pasien menderita anemia hemolitik karena defisiensi G6PD.
Pembawa gen G6PD yang bersifat heterozigot juga dapat menunjukkan gejala, meskipun
tidak separah gejala yang ditunjukkan pembawa gen homozigot.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
Metode diagnostic yang paling umum diakukan dilaboratorium adalah tes feenotip
enzimatik yang dibagi menjadi 4 bagian:
1. Tes direct
Tes yang langsung menilai aktivitas enzimatik G6PD. Standar perhitungan adalah
berdasarkan spektrofotometer. Tes spot fl uorescent Beutler’s merupakan tes
skrining populer yang menginkubasi hemolisat dengan substrat reaksi G6PD,
ditempatkan di kertas fi lter dan disinari ultra violet (450 nm). Fluoresensi
menunjukkan aktivitas G6PD. Tes ini paling mudah meskipun masih jauh dari
ideal.10
2. Tes indirect
10
Merupakan tes yang mencakup tes reduksi methemoglobin. Sel eritrosit direaksikan
dengan nitrit dan substrat glukosa kemudian tingkat NADPH-dependent
methaemoglobin reduction dinilai dengan katalis redoks. Derajat NADPH-
dependent methaemoglobin reduction berkorelasi dengan aktivitas G6PD. Metode
indirek lain menggunakan kromofor seperti brillian cresil blue, resazurin, formazan
untuk memantau produksi NADPH.10
3. Tes sitokimia
Adalah tes yang menilai status G6PD eritrosit, dapat digunakan untuk deteksi laki-
laki defi siensi homozigot, perempuan defi siensi homozigot dan heterozigot. Tes
sitokimia mencakup methaemoglobin elution test dengan melabel eritrosit
berdasarkan jumlah relatif methemoglobinnya sesuai metode indirek dengan tes
reduksi methe-moglobin. Metode terbaru sitofluorometrik mendeteksi
autofluoresens terinduksi glutaral-dehid dengan formazan yang menggunakan
teknik flowsitometri.10
4. Tes cepat dengan point of care tests (POCT)
Merupakan tes yang dilakukan dengan suatu alat yang sederhana untuk
mendapatkan hasil yang cepat dengan sampel darah yang sedikit. Mampu
memberikan kenyamanan pada pasien karena prosedur sederhana dan hasil yang
cepat dan juga mudah digunakan. Namun, POC test ini tidak dapat menggantikan
tes standar laboratorium karena sensitivitas yang lebih rendah dan tetap harus
memerlukan evaluasi lebih lanjut jika ingin digunakan untuk menentukan rencana
pengobatan.
Adapun Pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi penyakit yang diderita
pasien melalui tes diagnostik. Pada tes diagnostik klinik, terdapat beberapa tes
yang dapat dilakukan:
11
Setelah pasien dinyatakan menderita anemia, dilakukan pengukuran
kadar MCV dan MCH untuk mengecek keadaan sel darah merah. Pada
anemia hemolitik defisiensi G6PD, warna sel darah merah normal
(normokromik) dan ukurannya normal (normositik). Nilai yang didapat
pada tes adalah sebagai berikut:
• MCV: 80-95 fl
• MCH: 27-34 pg
c. Uji retikulosit
Retikulosit adalah sel eritrosit yang immatur, tidak berinti namun
mengandung RNA di sitoplasmanya. Uji retikulosit dilakukan untuk
mengukur kadar retikulosit dalam darah dan menentukan apakah laju
pembentukan darah normal. Uji retikulosit merupakan parameter utama
diagnosis anemia hemolitik. Pada anemia hemolitik defisiensi G6PD
hasil uji retikulosit tinggi (>2,5%) karena tubuh berusaha
mengkompensasi turunnya jumlah eritrosit karena hemolisis dengan
membentuk lebih banyak sel darah merah.
12
menurun dari kadar normalnya (41 - 165 mg/dL).
e. Coombs test
Pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi pada
permukaan eritrosit, yang menandakan apakah penyakit anemia
hemolisis bersifat autoimun. Pada anemia hemolitik defisiensi G6PD
hasil tesnya negatif.
13
BAB 3
KESIMPULAN
Definisi G6PD adalah konsidi genetis yang diwariskan melaluui gen yangberkaitan ddengan
jenis klamin,pada kromosom X penyakt ini dapat mengakibbatkan anemia hemolitik akut
anemia hemolitik kronik non spherositik dan hyperbilirubinemia pada neonates. Metode
yang digunakan yaitu dteksi aktivitas enzim glukosa 6 fosfat dehydrogenase.
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi pertama
jalur pentosa fosfat dan memberi kan efek reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH
(bentuk tereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Defi siensi G6PD
merupakan enzimopati yang paling umum diderita manusia dan terkait dengan kromosom
X. Gen pengkode enzim ini terletak di lengan panjang kromosom X (Xq28). Prevalensi
penyakit ini ditemukan tinggi di Afrika, Mediterania, Asia Tenggara dan Amerika Latin
terutama di daerah dengan endemisitas malaria yang tinggi. Prevalensi di Indonesia berkisar
2,7% hingga 14,2%. Sebagian besar penderita defi siensi G6PD tidak bergejala dan tidak
mengetahui kondisinya. Penyakit ini muncul apabila eritrosit mengalami stres oksidatif
dipicu obat, infeksi, maupun konsumsi fava beans. Defi siensi G6PD biasanya
bermanifestasi sebagai anemia hemolitik akut yang diinduksi obat maupun infeksi, favisme,
ikterus neonatorum maupun anemia hemolitik non sferosis kronis. Strategi penatalaksanaan
defi siensi G6PD yang paling efektif untuk mencegah hemolisis adalah mencegah stres
oksidatif (misalnya akibat obat-obatan dan kacang fava). Skrining dan diagnosis defi siensi
G6PD pada neonatus dapat dilakukan dengan beberapa metode dan penting untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas.
14
DAFTAR PUSTAKA
• Murray, R. (2009). Harper's Illustrated Biochemistry. New York: McGraw-Hill
Medical.
• Bunn, H., & Aster, J. (2011). Pathophysiology of Blood disorders. New York:
McGraw-Hill Medical.
• file:///C:/Users/Laptop/Downloads/Materi%20G6PD%20untuk%20e%20learni
ng%20(1).pdf
• LaRue, N., Kahn, M., Murray, M., Leader, B., Bansil, P., & McGray, S. et al.
(2014). Comparison of Quantitative and Qualitative Tests for Glucose-6-
Phosphate Dehydrogenase Deficiency. American Journal Of Tropical Medicine
15
And Hygiene, 91(4), 854-861.
• Ley, B., Luter, N., Espino, F., Devine, A., Kalnoky, M., & Lubell, Y. et al. (2015).
The challenges of introducing routine G6PD testing into radical cure: a
workshop report. Malar J, 14(1).
• https://www.researchgate.net/publication/312175146_Kadar_Bilirubin_Neo
natus_dengan_dan_Tanpa_Defisiensi_Glucose-6-
Phosphate_Dehydrogenase_yang_Mengalami_atau_Tidak_Mengalami_Infek
si#:~:text=G6PD%20normal%20(12%2C94%20mg,p%3D0%2C11)
• M., A., Bagirova, M., Elcicek, S., Cakir, R., Canim, S., & Yesilkir, S. et al. (2012).
Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase Deficiency and Malaria: A Method to
Detect Primaquine-Induced Hemolysis in vitro. Dehydrogenases.
• Minucci, A., Giardina, B., Zuppi, C., & Capoluongo, E. (2009). Glucose-6-
phosphate dehydrogenase laboratory assay: How, when, and why?. IUBMB
Life, 61(1), 27-34.
16
17
18
19
20
21