Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Museum Bali adalah salah satu museum di Bali yang menyimpan peningggalan masa lampau manusia
dan etnografi. Museum Bali terletak di pusat kota Denpasar, di sebelah timur Lapangan Puputan
Badung. Museum Bali dibangun pada tahun 1910 dan menggunakan arsitektur tradisional dengan
ornamen khas Bali. Bentuk bangunannya memanjang dari utara ke selatan yang terbagi menjadi dua
bagian. Di komplek bangunan baru ini terdapat gedung perpustakaan, gedung pameran sementara, dan
kerkyangan. Seluruh komplek bangunan baru berfungsi untuk administrasi dan penyelenggaraan
pameran sementara atau pameran berkala yang diselenggarakan oleh Museum Bali sendiri atau instansi
tertentu lainnya. Pementasan atau pertunjukan kesenian juga dilakukan di komplek bangunan baru di
bagian selatan.

Struktur fisik bangunan-bangunan di Museum Bali ini mengikuti struktur fisik bangunan Kraton (Puri)
atau tempat pemujaan (Kahyangan, Pura Merajan) berdasarkan konsep Tri Mandala. Di pojok depan
sebelah kanan di bagian tengah terdapat sebuah bangunan yang disebut Bale Bengong. Dipojok depan di
sebelah kiri terdapat sebuah bangunan yang disebut Bale Kulkul. Di bagian inti (Jeroan) terdapat
bangunan yang terdiri dari tiga gedung, yaitu Gedung Tabanan di sebelah utara, Gedung Karangasem di
sebelah tengah-tengah, dan Gedung Buleleng di sebelah selatan. Fungsi dari ketiga gedung ini adalah
untuk penyelenggararan pameran tetap.

Gedung Tabanan digunakan sebagai tampat pameran koleksi barang-barang kesenian dan etnografi.
Gedung Karangasem digunakan sebagai pameran benda-benda prasejarah, arkeologi sejarah, etnografi,
dan seni rupa serta beberapa lukisan morder. Sedangkan untuk Gedung Buleleng digunakan sebagai
tempat pameran koleksi alat-alat perlengkapan rumah tangga, alat-alat kerajinan, alat-alat pertanian
dan nelayan, alat-alat hiburan, patung-patung gaya sedehana dan primitif yang terbuat dari tanah liat,
batu dan lain sebagainya.

Tujuan didirikannya Museum Bali adalah untuk menampung, menyimpan, melestarikan benda-benda
budaya masa lampau agar dapat memberikan suluh bagi generasi sekarang dan mendatang. Jumlah
koleksi Museum Bali yang telah tercatat dan masuk registerasi sebanyak 10.506 buah, termasuk naskah-
naskah dan salinan lontar. Semua jenis koleksi didapatkan melalui membeli dari orang-orang di
masyarakat, toko-toko kesenian hadiah-hadiah, dan titipan. Beberapa kelompok koleksi yang sedang
diinventarisasikan diantaranya koleksi stupa dengan materainya yang berjumlah ratusan buah, 8,5 kg
uang kepeng, keramik asing (Eropa dan Cina), dan porselin yang berasal dari Jepang, Cina, dan Siam.

Dari latar belakang tersebut di atas mengenai Museum Bali maka saya memilih Museum Bali sebagai
objek kunjungan daripada kegiatan penelitian Antropologi/Sejarah saya mengenai peninggalan benda-
benda sejarah purbakala dan berbagai kebudayaan masyarakat pada jaman dahulu.

BAB II

PEMBAHASAN ISI

Museum Bali terletak di pusat kota Denpasar, di sebelah timur Lapangan Puputan Badung. Museum Bali
ini menggunakan arsitektur tradisional dengan ornamen khas Bali. Bentuk bangunannya memanjang
dari utara ke selatan yang terbagi menjadi dua bagian. Di komplek bangunan baru ini terdapat gedung
perpustakaan, gedung pameran sementara, dan kerkyangan. Seluruh komplek bangunan baru berfungsi
untuk administrasi dan penyelenggaraan pameran sementara atau pameran berkala yang
diselenggarakan oleh Museum Bali sendiri atau instansi tertentu lainnya. Pementasan atau pertunjukan
kesenian juga dilakukan di komplek bangunan baru di bagian selatan.

Struktur fisik bangunan-bangunan di Museum Bali ini mengikuti struktur fisik bangunan Kraton (Puri)
atau tempat pemujaan (Kahyangan, Pura Merajan) berdasarkan konsep Tri Mandala, antara lain yaitu
Nista Mandala, yaitu Jaba Pisan (bagian luar), Madya Mandala, yaitu Jaba tengah (bagian luar sebelum
memasuki bagian inti), dan Utama Mandala, yaitu Jeroan (bagian inti)

Di pojok depan sebelah kanan di bagian tengah terdapat sebuah bangunan yang disebut Bale Bengong.
Dipojok depan di sebelah kiri terdapat sebuah bangunan yang disebut Bale Kulkul. Di bagian inti (Jeroan)
terdapat bangunan yang terdiri dari tiga gedung, yaitu Gedung Tabanan di sebelah utara, Gedung
Karangasem di sebelah tengah-tengah, dan Gedung Buleleng di sebelah selatan. Fungsi dari ketiga
gedung ini adalah untuk penyelenggararan pameran tetap.

Gedung Tabanan digunakan sebagai tampat pameran koleksi barang-barang kesenian dan etnografi.
Gedung Karangasem digunakan sebagai pameran benda-benda prasejarah, arkeologi sejarah, etnografi,
dan seni rupa serta beberapa lukisan morder. Sedangkan untuk Gedung Buleleng digunakan sebagai
tempat pameran koleksi alat-alat perlengkapan rumah tangga, alat-alat kerajinan, alat-alat pertanian
dan nelayan, alat-alat hiburan, patung-patung gaya sedehana dan primitif yang terbuat dari tanah liat,
batu dan lain sebagainya.

Tujuan didirikannya Museum Bali adalah untuk menampung, menyimpan, melestarikan benda-benda
budaya masa lampau agar dapat memberikan suluh bagi generasi sekarang dan mendatang. Jumlah
koleksi Museum Bali yang telah tercatat dan masuk registerasi sebanyak 10.506 buah, termasuk naskah-
naskah dan salinan lontar. Semua jenis koleksi didapatkan melalui membeli dari orang-orang di
masyarakat, toko-toko kesenian hadiah-hadiah, dan titipan. Beberapa kelompok koleksi yang sedang
diinventarisasikan diantaranya koleksi stupa dengan materainya yang berjumlah ratusan buah, 8,5 kg
uang kepeng, keramik asing (Eropa dan Cina), dan porselin yang berasal dari Jepang, Cina, dan Siam.

1. Gedung Tabanan

Gedung ini mencerminkan arsitektur Bali bagian selatan. Pada masa kerajaan, bangunan ini berfungsi
sebagai tempat menyimpan pusaka. Benda budaya yang dipamerkan berupa peralatan seni tari dan
tabuh tradisional. Peralatan tari antara lain Tari Sanghyang, Tari Barong, Wayang Wong. Sedangkan alat
tabuh antara lain yaitu, suling, rebab, kempli, cengceng, rindik, dan lain-lain. Itulah sebagaian dari
barang-barang di Gedung Tabanan.

Selain itu juga, terdapat pula macam-macam peralatan kesenian dan berbagai macam topeng di Gedung
Tabanan sebagai berikut ini, yaitu :
1) Barong Landung (lanang-istri) adalah wujud raksasa mitologi berbadan tinggi, terbuat dari anyaman
bambu, kain, bulu, dan kayu.

2) Tari Sanghyang (tari kesurupan atau istilah dalam Bahasa Bali “kerauhan”) adalah salah satu dari
sekian banyak Tarian Wali (Tarian Sakral) yang disucikan pada waktu penerima dirasuki dewa-
dewa/yang memasuki roh.

2. Gedung Karangasem

Gedung ini mencerminkan arsitektur berbentuk bale panjang yang pada masa kerajaan digunakan untuk
raja menerima perdana Menteri atau tamu-tamu penting lainnya. Gedung ini memamerkan
perlengkapan yang perhubungan dengan upacara Panca Yadnya (lima korban suci dalam Agama Hindu)
meliputi Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, Rsi Yadnya, dan Bhuta Yadnya.

Disamping itu juga dilengkapi dengan Pedewasan (sejenis kalender untuk memberi hari baik
melaksanakan upacara). Adapun benda budaya yang dipamerkan antara lain yaitu, Pratima (patung
perwujudan dewa dan dewi), Pralingga (binatang mitologi kendaraan dewa dan dewi), Prarai (gambar
simbol wajah orang yang meninggal), Maket Ngaben, Maket upacara Potong Gigi, Kisa (keranjang untuk
membawa ayam aduan dan taji), Tika, dan Palelindon (sejenis kalender).

Nama gedung ini diambil dari nama Kabupaten Karangasem Bali bagian timur yang telah membangun
gedung ini (1925) untuk Museum Bali. Gedung ini menyerupai sebuah bentuk Bale Panangkilan (bale
tempat menghadap raja) dengan gaya arsitektur Bali bagian timur dikombinasikan dengan bangunan
pura dan disesuikan dengan kebutuhan museum.

a. Palelintangan

Sebuah kalender untuk mengetahui hari kelahiran dan pengaruh alam terhadap watak manusia.
Kelender Palelintangan ini terdiri dari 35 hari perpaduan antara Sapta Wara (7 hari) Minggu–Sabtu
berderet dari kanan ke kiri dengan Panca Wara (5 hari) Umanis–Kliwon berderet dari atas ke bawah.
Masing-masing hari diberi gambar yang menunjukan sifat-sifat manusia yang lahir pada hari tersebut.

b. Lontar

Lontar adalah naskah yang ditulis di atas daun lontar yangn dipotong berukuran 20-40 cm memakai
pisau runcing dan kemudian ditutup dengan warna hitam (Mangsi) untuk memperjelas huruf yang ditulis
dengan huruf dan Bahasa Bali, pada umumnya memuat syair-syair cerita (Kekawin) Ramayana dan
Mahabrata, hikayat raja-raja (Babad), peraturan-peraturan adat (Awig-Awig), dan sebagainya.

3. Gedung Buleleng

Gedung ini mencerminkan arsitektur Bali bagian utara dengan gaya khas Sendi Tugeh yang memakai
hiasan patung singa bersayap (Singa Ambaraja). Gedung ini memamerkan perkembangan kain
tradisional Bali berdasarkan proses pembuatannya dari yang sederhana sampai yang rumit sekalipun.
Adapun jenis-jenis kain tersebut seperti, Kain Polos, Kain Poleng, Kain Endek, Kain Cepuk, Kain Gringsing,
Kain Songket, dan Kain Perada.

Selain benda budaya berupa kain dilengkapi juga dengan peralatan tenun tradisional Bali yang disebut
dengan “Cagcag” istilah Nasional adalah alat tenun bukan mesin (ATBM).

a. Kain Poleng

Salah satu kain yang berada di Gedung Buleleng yang merupakan kain yang terdiri dari warna hitam dan
putih masing-masing berbentuk segi empat yang memiliki makna religius, yaitu hitam dan putih yang
berarti simbol dari Rwa Bhineda yaitu kebaikan dan keburukan.

Kain ini umumnya digunakan sebagai saput pada tugu, patung penjaga (Bhuta Kala), tokoh-tokoh
pewayangan seperti Hanoman dan Bima.
b. Kain Cepuk

Adalah kata yang dipakai pada waktu upacara Manusa Yadnya dan Dewa Yadnya khususnya oleh
masyarakat di Pulau Nusa Penida dan Desa Tenganan. Kain tersebut dibuat dengan benang Bali dan
warna-warna alam. Dibuat dengan teknik ikat tunggal.

c. Kain Songket

Kain songket adalah kain yang dibuat dengan teknik menyisipkan/mengkaitkan/mengungkitkan benang
yang berwarna untuk dijadikan motif tertentu, umumnya motif flora. Kain ini biasanya dipakai oleh
keluarga raja pada waktu upacara agama (Manusa Yadnya dan Dewa Yadnya). Ini merupakan kain dari
pakaian adat khas Bali.

d. Kain Perada

Kain polos yang diberi hiasan motif flora dan fauna dilukis dengan cat perada warna emas. Kain ini
umumnya dipakai untuk hiasan pada bangunan suci pada waktu upacara agama dalam bentuk dewa-
dewa, pedapa, tabing, tungse, dan sebagai pakaian adat pengantin/pakaian adat khas Bali.

GEDUNG JAMAN PRA SEJARAH (GEDUNG TIMUR)

Pada ruangan ini dipamerkan koleksi berbagai jaman sejarah di Bali yang meliputi sebagai berikut ini,
yaitu :
1. Koleksi pada Jaman Prasejarah di Bali dikelompokan menjadi 4 masa, yaitu :

Ø Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana (± 1.000.000 – 200.000 SM). Pada
masa ini manusia hidup berpindah-pindah (nomaden) dan mengembara dari suatu tempat ke tempat
yang lain. Peralatan yang digunakan untuk berburu dan memotong hasil buruan terbuat dari batu yang
dibuat masig sederhana dan kapak yang disebut dengan kapak genggam.

Ø Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut (± 200.000 – 3.000 SM). Manusia mulai
mendiami goa-goa untuk dijadikan tempat tinggal mereka yang sederhana.

Ø Masa bercocok tanam (± 30.000 – 600 SM). Taraf kehidupan mulai meningkat dengan mulai merabas
hutan untuk bahan pertanian, mendirikan rumah tempat tinggal menetap dan berkelompok. Mereka
juga membuat kerajinan anyam-anyaman, gerabah, perahu bercadik untuk berlayar. Alat-alat berupa
kapak persegi, beliung persegi, dll.

Ø Masa perundagian (± 600 – 800 SM). Adanya kemajuan seperti ditemuknnya banda-benda dari
perunggu yang dibuat teknik melebur biji-biji logam dan dicor untuk peralatan rumah tangga, senjata
tajam, perhiasan seperti gelang tangan, gelang kaki, anting-anting, kalung, dan lain-lain. Juga
ditemukannya nekara pada masa ini.

2. Koleksi pada Jaman Sejarah di Bali dikelompokan menjadi 3 jaman, yaitu :

Ø Jaman Bali Kuno/Bali mula (± 8.000 – 1.343 M)

Ø Jaman Bali Pertengahan/Bali Aga (± 1.343 – 1.846 M)

Ø Jaman Bali Baru/Bali Anyar (± 1.846 – sampai sekarang)

JAMAN BALI KUNO / BALI MULA


Koleksi ini dipamerkan antara lain berupa Stupa yang berbentuk mini dan Stupa yang terbuat dari tanah
liat dan di dalamnya terdapat materai dan tablet yang bertuliskan Huruf Pranagari dan berbahasa
Sansekerta yang berbunyi mantra-mantra pujian kepada Sang Buddha.

Ditemukan pula arca dari batu dan perunggu pada masa ini juga cukup banyak, diantaranya merupakan
Arca Dewi Taru, Arca Dewi Maduri, dan lain-lain sebagai media penghormatan hidup raja yang telah
didewakan. Sistem perdagangan juga telah berlangsung, terbukti dari peninggalan matauang emas, palu,
dan kepeng bolong. Juga terdapat bangunan-bangunan suci berupa Candi Gunung Kawi, Goa Gajah, Yeh
Puluh, dan lain-lain.

Ditemukan pula Sarkofagus, yaitu peti mayat dari batu yang dipergunakan untuk mengubur jenazah
seorang yang memiliki status di masyarakat, seperti kepala suku atau pemimpin masyarakat pada jaman
prasejarah atau masa perundagian (± 600 SM – 800 M). Berukuran paling kecil untuk mayat ditekuk 3
diketemukan di Petang, Badung Utara dan di Desa Nongan, Karangasem. Ada 3 ukuran Sarkofagus,
ukuran terbesar untuk mayat terlentang, ukuran menengah untuk mayat yang ditekuk 2, dan yang
terkecil untuk mayat yang ditekuk 3. begitulah Sarkofagus yang telah ditemukan pada Jaman Bali Kuno.

JAMAN BALI BARU / BALI ANYAR

Jaman ini berawal dari hubungan dagang antara raja-raja Bali dengan Pemerintahan Kolonial Belanda
yang berkedudukan di Batavia. Hal ini kemudian berlanjut dengan niat Belanda untuk menguasai
Kerajaan Bali. Upaya Belanda kemudian ditentang oleh raja-raja Bali dengan berawalnya Perang Puputan
Badung (perang habis-habisan) di Buleleng, Jagaraga Bali Utara (1846), Puputan Badung (1906), dan
Puputan Klungkung (1908) yang berakhir dengan kemenangan pihak Belanda.

Setelah dikuasai oleh Belanda, mulai tampak adanya perubahan-perubahan atau pembaharuan yang
sangat mendasar antara lain sistem pemerintahan yang sebelumnya kerajaan yang bersifat absolut
kemudian menjadi pemerintahan yang bersifat hukum. Sektor pendidikan juga mulai diperlihatkan
melalui pelajaran di sekolah-sekolah.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Museum Bali adalah museum yang menyimpan berbagai macam peningggalan masa lampau manusia
dan etnografi di dalamnya. Museum Bali terletak di pusat kota Denpasar. Museum Bali menggunakan
arsitektur tradisional dengan ornamen khas Bali. Bentuk bangunannya memanjang dari utara ke selatan
yang terbagi menjadi dua bagian. Struktur fisik bangunan-bangunan di Museum Bali ini mengikuti
struktur fisik bangunan Kraton (Puri) atau tempat pemujaan (Kahyangan, Pura Merajan) berdasarkan
konsep Tri Mandala. Di bagian inti (Jeroan) terdapat bangunan yang terdiri dari tiga gedung, yaitu
Gedung Tabanan di sebelah utara, Gedung Karangasem di sebelah tengah-tengah, dan Gedung Buleleng
di sebelah selatan. Gedung Tabanan digunakan sebagai tampat pameran koleksi barang-barang kesenian
dan etnografi. Gedung Karangasem digunakan sebagai pameran benda-benda prasejarah, arkeologi
sejarah, etnografi, dan seni rupa serta beberapa lukisan morder. Sedangkan untuk Gedung Buleleng
digunakan sebagai tempat pameran koleksi alat-alat perlengkapan rumah tangga, alat-alat kerajinan,
alat-alat pertanian dan nelayan, alat-alat hiburan, patung-patung gaya sedehana dan primitif yang
terbuat dari tanah liat, batu, dsb.

Di sini dimaksudkan bahwa, kita seharusnya dapat saling mampu menjaga warisan benda-benda
ataupun kebudayaan nenek moyang kita dengan baik walaupun itu sebagaian bisa dibilang tidak utuh
lagi. Saya menekankan agar semua pihak ikut serta ke dalam penjagaan atau perwatan benda-benda
peninggalan sejarah tersebut dalam rangka kepedulian kita terhadap hasil karya cipta, rasa, dan karsa
manusia dari dulu sampai dengan sekarang. Untuk itu perlu kesadaran bersama untuk saling menjaga
dan merawat benda-benda peninggalan sejarah purbakala serta melestarikan berbagai kebudayaan
nenek moyang kita agar nantinya dapat dirasakan oleh generasi muda selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai