23 Hal ini diistilahkan oleh S.R. Sianturi sebagai syarat penuntutan dan
syarat pemidanaan
(lihat S.R. Sianturi, Ibid., hal. 212, 213).
pidana, penu-tupan seluruhnya atau sebagian perusahaan, perbaikan akibat
tindak pidana, mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak,
meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak, dan menempatkan peru-sahaan
di bawah pengampuan.
b. dalam arti konkrit ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan
yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum
pidana itu (pemberian pidana in concreto).24
Pemahaman tentang hukum penitensier sangat penting karena seja- tinya inti
dari hukum pidana adalah hukum penitensier, artinya mempe- lajari hukum
penitensier tak lain menelusuri hakikat hukum pidana.
Hukum penitensier merupakan bagian dari hukum positif, sebab di- kandung
oleh peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan- ketentuan
tentang pemberian “ganjaran” berupa pemutusan hakim (pi- dana dan
tindakan) agar si pelaku “bertobat” (menyesal) dari kelakuan ti- dak senonoh
atas tindakan jahat yang dilakukannya. Hukum penitensier membicarakan
pengaturan masa kini mengenai tujuan, usaha dan orga- nisasi yang
berfungsi untuk membuat pelaku tindak pidana bertobat/jera dan kembali ke
masyarakat sebagai warga yang berguna.
Penologi adalah suatu ilmu (logos) yang mempelajari perihal penal (pidana).
Penologi yang disebut juga sebagai politik kriminil (criminele politiek, control
of crime) tidak hanya mempelajari ketentuan yang ada dalam
perundangan saja dan pada suatu tempat/negara tertentu, mela- inkan juga
mempelajari masalah penal tanpa batas wilayah dan tanpa batas waktu.
Penologi tidak hanya mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pidana,
tetapi juga yang ada di luar pidana. Selain itu penologi merupakan “anak
kandung” dari Kriminologi yang mempelajari keja-hatan (kausa, akibat dan
penanggulangannya) secara ilmiah.
KUHP, misalnya:
Rumah Tangga;
g. dan sebagainya.
g. dan sebagainya.
1950);
15. Keppres No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi (menggantikan Keppres
1. Lembaga Pemidanaan:
c. pidana bersyarat;
2. Lembaga Penindakan:
1917-741);
b. Afzonderlijke opsluiting/Lembaga Penutupan secara terpisah (Stb.
f. Pembebasan bersyarat;
g. Ijin bagi terpidana untuk di luar tembok setelah jam kerja (Pasal 20 ayat (1) KUHP dan UU No. 12
Tahun 1995);