Abstrak
Keberadaan pasien kritis yang dirawat di ruang perawatan intensif dapat berdampak negatif bagi kondisi fisik dan
psikologis keluarganya, antara lain kurangnya perhatian terhadap kebersihan diri, susah tidur, penurunan nafsu
makan, kecemasan, depresi dan post trauma sindrom disorder (PTSD). Dampak negatif tersebut dapat
diminimalkan dengan cara memenuhi kebutuhan keluarga selama pasien dirawat di ruang perawatan intensif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemenuhan kebutuhan keluarga pasien kritis oleh perawat
di ICU dan ICVCU salah satu Rumah Sakit di Surakarta. Desain penelitian ini yaitu deskriptif dengan pendekatan
survei yang menggunakan kuesioner pengembangan dari CCFNI. Teknik sampling yang digunakan yaitu total
sampling dengan jumlah responden sebanyak 51 perawat. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan keluarga pasien kritis oleh perawat intensif sebagian
besar masuk kategori baik (52,9%). Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman lebih sering dilakukan oleh perawat
intensif daripada kebutuhan jaminan pelayanan, kebutuhan informasi, kebutuhan dekat dengan pasien dan
kebutuhan dukungan mental. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi profesi
keperawatan untuk lebih peduli terhadap kebutuhan keluarga pasien kritis khususnya kebutuhan dukungan
mental seperti menyarankan keluarga untuk memiliki teman dekat yang dapat memberikan dukungan kepadanya,
sehingga pemberian dukungan mental kepada keluarga diharapkan dapat meningkatkan peran keluarga sebagai
supporting system untuk kesembuhan pasien.
Abstract
The existence of criticall patients who were treated in intensive care unit can affect negatively to physical and
psychological conditions of their family, such as lack of attention to hygiene, sleep disorder, decreased appetite,
anxiety, depression and post traumatic syndrome disorder (PTSD). The negative impacts can be minimized by fulfill
family needs as long as patients treated in intensive care unit. This study aimed to describe the fulfillment of criticall
patients’ family needs by nurses in ICU and ICVCU. The design of this research was descriptive survey and used
modification of CCFNI questionnaire. The samples were 51 nurses, taken by total sampling technique. This data
analized by univariate analysis. The results showed that the fulfillment of criticall patients’ family needs by intensive
nurses mostly categorized as good (52.9%). Fulfill the comfort needs is more often done by intensive nurses than
assurance needs, information needs, proximity needs and support needs. This study was expect to be a references for
the nursing proffesion to give a better care for criticall patient’s family, especially on psychological support, such as
advised family to have social support. So, the needs of family support can be fulfilled to increase the role of family as
a support system for the patient’s recovery.
Corresponding author:
Dody Setyawan
dody.psikfkundip@gmail.com
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 47
Tabel 4. Tindakan Pemenuhan Kebutuhan Keluarga Pasien Kritis yang Lebih Sering dilakukan
oleh Perawat (n= 51)
Kebutuhan
No Item Mean SD
Keluarga
1 Rasa Meyakinkan keluarga bahwa pasien tetap mendapat 3,53 0,50
Nyaman pelayanan yang baik ketika keluarga harus meninggalkan
rumah sakit untuk sementara waktu
2 Jaminan Memberikan penjelasan yang mudah dimengerti oleh 3,59 0,50
Pelayanan keluarga
3 Informasi Menjelaskan kepada keluarga tentang bagaimana pasien 3,49 0,61
dirawat secara medis
4 Dekat Menginformasikan kepada keluarga jika ada rencana 3,71 0,50
dengan pemindahan pasien
Pasien
5 Dukungan Mendiskusikan dengan keluarga tentang kemungkinan 3,37 0,69
Mental terburuk yang dapat terjadi pada pasien dan menjelaskan
kepada keluarga tentang lingkungan ICU
Tabel 5. Tindakan Pemenuhan Kebutuhan Keluarga Pasien Kritis yang Sebagian Kecil Masih
Jarang dilakukan oleh Perawat (n= 51)
Kebutuhan
No Item Mean SD
Keluarga
1 Rasa Membuat keluarga merasa diterima oleh staf rumah sakit 3,27 0,70
Nyaman
2 Jaminan Meningkatkan harapan keluarga akan kesembuhan pasien 3,14 0,83
Pelayanan
3 Informasi Memberitahukan keluarga mengenai staf rumah sakit yang 3,02 0,93
dapat memberikan informasi tertentu dan memberitahukan 0,86
contact person yang dapat dihubungi
4 Dekat Memfasilitasi keluarga untuk dapat mengunjungi pasien 1,90 0,81
dengan setiap saat
Pasien
5 Dukungan Menyarankan keluarga untuk memiliki teman dekat yang 2,41 0,90
Mental dapat memberikan dukungan kepadanya
PEMBAHASAN
Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
keluarga pasien kritis yang lebih sering
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dilakukan oleh perawat yaitu meyakinkan
pemenuhan kebutuhan keluarga pasien
keluarga bahwa pasien tetap mendapat
kritis oleh perawat intensif masuk kategori
pelayanan yang baik ketika keluarga harus
baik sebanyak 52,9 %. Hal ini didukung
meninggalkan rumah sakit untuk sementara
oleh penelitian Dwikatsari di ICU RSUD
waktu. Keluarga juga perlu merasa nyaman
Dr. Moewardi tahun 2014 bahwa keluarga
saat harus meninggalkan rumah sakit
pasien kritis mengatakan 56 %
sementara waktu untuk memenuhi
kebutuhannya sudah terpenuhi (Dwikatsari
kebutuhan fisiologisnya seperti istirahat,
& Utami, 2014). Tindakan pemenuhan
membersihkan diri dan makan (Stevens et
kebutuhan keluarga pasien kritis oleh
al., 2014). Sedangkan ada sebagian kecil
perawat dapat dipengaruhi oleh beberapa
perawat yang masih jarang melakukannya
hal, antara lain jenis kelamin, usia, tingkat
yaitu membuat keluarga merasa diterima
pendidikan dan pengalaman (Asmadi,
oleh staf rumah sakit. Sebanyak 46,7%
2008; Notoatmodjo, 2010). Hasil
keluarga pasien di ICU RSUD Dr. Moewardi
wawancara dengan kepala ruang ICU
menyatakan komunikasi perawat dengan
mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
anggota keluarga masuk kategori kurang, hal
keluarga pasien kritis berdasarkan CCFNI
tersebut membuat keluarga merasa kurang
adalah penting. Akan tetapi belum semua
nyaman dan sebanyak 66,7% keluarga
perawat memahami bagaimana cara
mengalami kecemasan sedang saat
melaksanakannya, karena belum ada
menunggu di ICU (Candra & Sulastri,
pelatihan/ seminar maupun panduan
2011).
tertulis terkait implementasi pemenuhan
kebutuhan keluarga pasien kritis
Pemenuhan kebutuhan jaminan pelayanan
berdasarkan CCFNI tersebut.
keluarga pasien kritis yang lebih sering
dilakukan oleh perawat yaitu memberikan
Pemenuhan kebutuhan keluarga yang
penjelasan yang mudah dimengerti oleh
dilakukan oleh perawat dari paling sering
keluarga. Penjelasan tenaga kesehatan yang
hingga jarang antara lain kebutuhan rasa
akurat, lengkap dan mudah dimengerti dapat
nyaman, jaminan pelayanan, informasi,
meringankan perasaan negatif,
dekat dengan pasien dan dukungan mental.
menumbuhkan harapan yang realistis dan
Kebutuhan rasa nyaman berkaitan dengan
meningkatkan kepuasan pada anggota
kenyamanan keluarga pasien kritis saat
keluarga pasien (Fumis, Nishimoto, &
berada di sekitar ICU dan ICVCU.
Deheinzelin, 2008; Verhaeghe, Van Zuuren,
Kebutuhan jaminan pelayanan yaitu
Defloor, Duijnstee, & Grypdonck, 2007).
keluarga merasa yakin bahwa pasien
Sedangkan ada sebagian kecil perawat yang
mendapatkan pelayanan yang terbaik.
masih jarang melakukannya yaitu
Kebutuhan informasi yaitu keluarga
meningkatkan harapan keluarga akan
mendapatkan informasi yang jelas mengenai
kesembuhan pasien. Hasil dari wawancara
kondisi pasien kritis. Kebutuhan dekat
dengan kepala ruang ICU menyatakan
dengan pasien yaitu keluarga yang ingin
bahwa penting bagi keluarga pasien untuk
berada dekat dengan anggota keluarga yang
memiliki harapan positif mengenai
sedang sakit.
kesembuhan pasien, akan tetapi juga perlu
memperhatikan kondisi pasien. Hal yang menginformasikan kepada keluarga jika ada
dapat dilakukan oleh perawat adalah rencana pemindahan pasien. Hal ini
memberikan dukungan dan penjelasan yang berkaitan dengan fungsi keluarga dalam
sejujurnya mengenai kondisi pasien, ekonomi (economic function) yaitu biaya
termasuk kemungkinan terburuk yang dapat perawatan pasien dan peran keluarga sebagai
terjadi, sehingga hal tersebut belum tentu pengambil keputusan (decision making)
dapat memberikan harapan kepada keluarga tindakan kesehatan yang akan dilakukan
akan kesembuhan pasien. terhadap pasien (Efendi & Makhfudli, 2009;
Suprajitno, 2004). Sedangkan ada yang
Pemenuhan kebutuhan informasi keluarga sebagian besar masih jarang dilakukan oleh
pasien kritis yang lebih sering dilakukan perawat yaitu memfasilitasi keluarga untuk
oleh perawat yaitu menjelaskan kepada dapat mengunjungi pasien setiap saat.
keluarga tentang bagaimana pasien dirawat Pembatasan jam berkunjung bertujuan
secara medis. Kepuasan keluarga dan supaya penyediaan perawatan untuk pasien
pemahaman di ruang perawatan intensif tidak terganggu dan sebagai upaya
dapat meningkat jika tenaga kesehatan di pengendalian infeksi nosokomial (Hunter,
ruangan tersebut berusaha untuk Goddard, Rothwell, Ketharaju, & Cooper,
menjelaskan bagaimana pasien dirawat 2010). Hasil observasi di ICU dan ICVCU
secara medis (Fumis et al., 2008). salah satu Rumah Sakit di Surakarta bahwa
Sedangkan ada yang sebagian kecil masih keluarga dapat mengunjungi pasien pada
jarang dilakukan oleh perawat yaitu saat jam berkunjung yaitu pukul 10.00-12.00
memberitahukan keluarga mengenai staf dan pukul 17.00-19.00 secara bergantian
rumah sakit yang dapat memberikan dengan maksimal 2 orang untuk tiap pasien.
informasi tertentu dan memberikan contact Menurut peneliti jam berkunjung tersebut
person yang dapat dihubungi. Memilki dapat dimulai dan diakhiri tepat waktu
orang tertentu dirumah sakit yang dapat sehingga bisa dimaksimalkan oleh keluarga
dihubungi pada saat keluarga tidak dapat untuk mengunjungi pasien kritis.
berkunjung ke rumah sakit merupakan hal
yang penting, hal ini berkaitan dengan Pemenuhan kebutuhan dukungan mental
keluarga pasien kritis yang tidak berani keluarga pasien kritis yang lebih sering
untuk meninggalkan rumah sakit sementara dilakukan oleh perawat yaitu mendiskusikan
waktu (Kasiyantini, 2006). Sedangkan dengan keluarga tentang kemungkinan
sebanyak 33,3 % keluarga pasien kritis kondisi terburuk yang dapat terjadi pada
cemas karena kurang informasi (Dianah & pasien dan menjelaskan kepada keluarga
Purnamasari, 2008). Hal ini yang dapat tentang lingkungan ICU. Berdiskusi dengan
dijadikan masukan bagi perawat intensif keluarga tentang kemungkinan kondisi
untuk lebih peka lagi dalam memberikan terburuk yang dapat terjadi pada pasien
informasi kepada keluarga pasien kritis dapat membantu keluarga untuk bisa
khususnya untuk memberikan contact mempersiapkan dan menerima jika terjadi
person petugas kesehatan kepada keluarga kematian pada anggota keluarganya yang
pasien. dirawat di ICU (Adams, Anderson,
Docherty, Tulsky, Steinhauser & Bailey,
Pemenuhan kebutuhan keluarga untuk dekat 2014). Lingkungan ICU merupakan tempat
dengan pasien kritis yang lebih sering yang memiliki stressor yang lebih tinggi
dilakukan oleh perawat yaitu bagi pasien dan keluarga dibandingkan
dengan ruangan lain, hal ini dikarenakan peran keluarga sebagai supporting system
suara bising alarm monitor, mesin-mesin untuk kesembuhan pasien.
yang canggih dan asing, serta banyaknya
selang dan kabel yang ada di pasien,
sehingga penting bagi perawat memberikan DAFTAR PUSTAKA
penjelasan kepada keluarga tentang
lingkungan ICU (Cannon, 2011; Suryani, Adams, J. A., Anderson, R. A., Docherty, S. L.,
2012). Tulsky, J. A., Steinhauser, K. E., & Bailey,
D. E. (2014). Nursing strategies to support
family members of ICU patients at high
Sedangkan ada sebagian kecil perawat yang risk of dying. Heart & Lung : The Journal
jarang melakukannya yaitu menyarankan of Critical Care, 43(5), 406–15.
keluarga untuk memiliki teman dekat yang doi:10.1016/j.hrtlng.2014.02.001
dapat memberikan dukungan kepadanya. Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan. (E.
Datangnya anggota keluarga secara A. Mardella, Ed.). Jakarta: EGC.
bersama-sama untuk menjengguk pasien dan Candra, I. V., & Sulastri. (2011). Hubungan
memberi dukungan kepada keluarga pasien komunikasi terapeutik perawat dengan
dapat membuat anggota keluarga pasien kuat anggota keluarga terhadap tingkat
selama menjalani pengalaman itu kecemasan keluarga pada pasien yang
(Eggenberger & Nelms, 2007). Menurut dirawat di ICU RSUD dr. Moewardi
Surakarta. Universitas Muhammadiyah
peneliti perawat dapat menyarankan kepada
Surakarta.
keluarga pasien kritis untuk menceritakan Cannon, S. (2011). Family-centered care in the
permasalahannya kepada orang lain yang critical care setting. Dimensions of Critical
dapat membantu keluarga tersebut. Care Nursing, Vol. 30(October), 241–245.
doi:10.1097/DCC.0b013e3182276f9a
Davidson, J. E., Powers, K., Hedayat, K. M.,
KESIMPULAN Tieszen, M., Kon, A. a, Shepard, E., …
Armstrong, D. (2007). Clinical practice
Pemenuhan kebutuhan keluarga pasien kritis guidelines for support of the family in the
oleh perawat intensif di ICU dan ICVCU di patient-centered intensive care unit:
salah satu Rumah Sakit di Surakarta american college of critical care medicine
task force 2004-2005. Critical Care
sebagian besar masuk kategori baik (52,9%).
Medicine, 35(2), 605–22.
Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman doi:10.1097/01.CCM.0000254067.14607.
keluarga pasien kritis lebih sering dilakukan EB
oleh perawat intensif dibandingkan Day, A., Haj-Bakri, S., Lubchansky, S., &
kebutuhan jaminan pelayanan, kebutuhan Mehta, S. (2013). Sleep, anxiety and
informasi, kebutuhan dekat dengan pasien fatigue in family members of patients
dan kebutuhan dukungan mental. admitted to the intensive care unit: a
Diharapkan perawat intensif dapat lebih questionnaire study. Critical Care
peduli terhadap kebutuhan keluarga pasien (London, England), 17(3), R91.
kritis khususnya kebutuhan dukungan doi:10.1186/cc12736
mental seperti menyarankan keluarga untuk Dianah, & Purnamasari. (2008). Faktor-faktor
yang mempengaruhi kecemasan keluarga
memiliki teman dekat yang dapat
klien yang dirawat di ruang ICU Rumah
memberikan dukungan kepadanya, sehingga Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
pemberian dukungan mental kepada Universitas Indonesia. Retrieved from
keluarga diharapkan dapat meningkatkan
Abstrak
Pasien kanker kolorektal tahun pertama pembuatan kolostomi permanen mengalami berbagai perubahan dalam
kehidupannya sehingga muncul respon adaptasi adptif dan mal adaptif terhadap stimuli yang dapat mencapai
kesehatan secara optimal. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran terkait adaptasi pasien kanker
kolorektal tahun pertama paska pembuatan kolostomi permanen. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,
pendekatan fenomenologi. Data didapat dengan wawancara mendalam pada 7 partisipan, usia 35-65 tahun,
dengan pembuatan kolostomi 2-12 bulan. Analisis hasil wawancara menggunakan metode Collaizzi. Hasil
penelitian ini yaitu adaptasi fungsi fisik, konsep diri, fungsi peran, dan interdependen setelah pembuatan
kolostomi permanen. Adaptasi fungsi fisik partisipan dengan menghindari kegiatan yang memperberat gejala fisik,
setelah mengalami perubahan kondisi fisik dan perubahan aktivitas fisik. Adaptasi konsep diri pada partisipan
mulai menerima dirinya setelah melewati tahapan berduka dan kehilangan seiring berjalannya waktu. Adaptasi
fungsi peran, adanya peran partisipan sebagai pencarinafkah digantikan oleh keluarga dan respon membatasi
interaksi dalam masyarakat. Adaptasi interdependen partisipan merubah aktivitas ibadah, mencari informasi
terkait tata cara ibadah, meningkatkan keimanan dan merasa dekat dengan Tuhan. Setiap model adaptasi dalam
menghadapi perubahan bervariasi, tergantung karakteristik dan pengalaman partisipan yang mempengaruhi.
Perlu dukungan dan pendekatan terstruktur terkait manajemen perawatan kolostomi sesuai kebutuhan pasien
pada tahap adaptasinya sehingga tercapai proses perubahan adaptif.
Kata Kunci: Adaptasi, Kanker Kolorektal, Kolostomi
Abstract
Colorectal cancer patients of first year after permanent colostomy creation experience various changes in their lives
so that adaptive and mal adaptive responses to emerging stimuli can achieve optimal health. The purpose of this study
was to obtain an overview of the adaptation of first-year colorectal cancer patients after making a permanent
colostomy. This study used a qualitative method, a phenomenological approach. Data were obtained by in-depth
interviews with 7 participants, aged 35-65 years, by making colostomy 2-12 months. Analysis of the results of
interviews using the Collaizzi method. The results of this study are adaptation of physical function, self-concept, role
function, andinterdependence after making a permanent colostomy. Adaptation of participants' physical functions by
avoiding activities that aggravate physical symptoms, after experiencing changes in physical conditions and changes
in physical activity. Adaptation of self-concept to participants begins to accept themselves after going through the
stages of grief and loss over time. Adaptation of role functions, the role of participants as breadwinners is replaced by
the family and the response limits interaction in society. Interdependent adaptation of participants changes worship
activities, searches for information regarding religious practices, increases faith and feels close to God. Each model of
adaptation in the face of change varies, depending on the characteristics and experiences of the influencing
participants. It needs a structured support and approach related to the management of colostomy care according to
the needs of patients at the adaptation stage so that an adaptive change process is achieved.
Keywords: Adaptation, Cancer Colorectal, Colostom
Corresponding author:
Stefanus Andang Ides
dhitaaulia2210@gmail.com
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53
Pada penelitian ini menemukan adanya Tema kedua yaitu adaptasi konsep diri terjadi
perubahan pola makan yang terjadi pada perubahan dalam gambaran diri, tempat berkeluh
partisipan, sebagai berikut: kesah, perubahan perasaan, serta ketakutan
“Tidak makan micin, masako nangka, duren, termasuk cara pandang orang lain terhadap
kecut, bakar-bakaran, pedes, tidak beli makan dirinya.
di luar,.”(P.1)
“Menghindari sosis, vetsin, mie instan, buah Penelitian ini menemukan bahwa
naga.” (P.2) partisipan mengalami adaptasi konsep diri rasa
“Tidak makan nasi keras, kecut- kecutan, malu, dan sedih, sebagai berikut:
ikan.”(P.3) “Tidak merasa malu, tapi sedih” (P.1)
“Hindari pedes, kecut-kecutan.” (P.4) “Dulu rasa malu, kaget dan bingung koq BAB
“Mengurangi pedes, kecut”(P.5) bisa lewat perut” (P.3)
“Mengurangi makan pedes, kecut” (P.6) “Ada perasaan sedih” (P.4)
“Makan apa saja tidak terasa” (P.7)
Pada penelitian ini menemukan beberapa
Penelitian ini juga menemukan adanya pola partisipan merasakan ketakutan, jengkel, dan
BAB pada beberapa partisipan, sebagai keinginan untuk BAB secara normal lagi seperti
berikut: “Makan pedes sedikit jadi diare” sebelum sakit. Hal-hal tersebut disampaikan
(P.1) sebagai berikut:
“BAB tidak terasa” (P.2) “Takutnya kalau penyakit ini tidak bisa
sembuh”(P.2)
Partisipan lainya menyatakan lebih nyaman “Takut kalo kantong telat, dan bocor. Kadang
dengan perubahan pola BAB setelah saya merasa jengkel kenapa harus BAB lewat
pembuatan kolostomi, sebagai berikut: perut”(P.3)
“Dulu BAB selalu cair dan tidak terasa, lebih “Kalaupun bisa ingin disambung lagi biar ga
baik dipasang kantong ini.” (P.4) usah pakai kantong”(P.4)
Perubahan fungsi fisik berupa gangguan pola Penelitian ini menemukan cara partisipan dalam
tidur pada beberapa partisipan dalam beradaptasi terhadap perubahan gambaran dirinya.
penelitian ini, sebagai berikut: Seiring berjalanya waktu, beberapa partisipan
”Malam terbangun, kencing.”(P.1) menyatakan pasrah atas kondisinya seperti
“Tidak tengkurap, miring ke kiri.”(P.2) ungkapan berikut:
“Tidak bisa tidur sekitar 1 bulan.”(P.6) ”Pokoknya saya pasrah, tetap berobat, ingin
sembuh dan di tutup lagi” (P.1)
Perubahan dalam aktivitas seksual
diungkapkan oleh beberapa partisipan berikut: “Pasrah dan memohon kesembuhan pada
“Tidak sama sekali, sampai 4 bulan, sekarang Alloh”(P.2)
berkurang banyak” (P.4) “Pasrah sama Tuhan. Kalau main, saya bersihkan
“Tidak, 6 bulan lebih”(P.5) isi kantongnya dan sering diliat, ga sampai penuh
segera pulang takut kalau bocor lagi” (P.3)
Adaptasi partisipan dalam mengatasi
perubahan fungsi fisik adalah tidak angkat Penelitian ini menemukan adaptasi fungsi peran
junjung dan melakukan pekerjaan berat, serta berupa perubahan peran keluarga dalam mencari
hanya istirahat atau tiduran, tidak makan pedas nafkah. Adapun ungkapan partisipan seperti
dan kecut, tidak melakukan aktivitas seksual, berikut:
bepergian diantar, tidak tidur tengkurap. “Saya sudah tidak bekerja lagi kebutuhan sehari-
hari dari tabungan masih cukup.” (P.1)
“Saya sudah tidak jualan lagi,” (P.2)
ADAPTASI PASIEN KANKER KOLOREKTAL TAHUN PERTAMA PASKA PEMBUATAN KOLOSTOMI
PERMANEN
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 30
“Saya sudah tidak bekerja lagi. Semua “Ingin sembuh, beribadah lebih baik Ingin
kegiatan sawah ibu yang mengatur di bantu menunggui anak, cucu..” (P.2)
para pekerja harian.”(P.3) “Ingin beribadah lebih khusuk, melihat cucu
“Keuangan ditanggung oleh istri saya dengan tumbuh dewasa, ingin sehat” (P.3)
bertani.” (P.5) “Demi anak- anak, keluarga.” (P.4)
“Saya masih bekerja hanya kadang pulang “Ingin sembuh” (P.5)
lebih awal”( P.6)
“Saya masih digaji dari kantor.”(P.7) Adapun perubahan dalam tata cara melaksanakan
ibadah, partisipan mengungkapkan dalam
Penelitian ini juga menemukan perubahan penelitian ini, sebagai berikut:
peran dalam masyarakat yaitu adanya “Sebelum sakit, jamaah di masjid, sekarang tidak
keterbatasan interaksi sosial, seperti pernah jamaah di masjid” (P.1)
pernyataan berikut: “Kumpulan warga “Sebelum sakit kadang jamaah di masjid, dulu
kadang ikut” (P.2) sholatnya duduk” (P.2)
“Mulai aktif setelah 5 bulan.” (P.3) “Setelah sakit di rumah” (P.3)
“Mulai Jamia’an setelah 3 bulan.” (P.4) “Tidak pernah jamaah di masjid.”(P.4) “Setelah
terpasang kantong tidak jamaah lagi”(P.5)
Penelitian ini menemukan adanya
perubahan hubungan, termasuk Penelitian ini menemukan beberapa partisipan
support keluarga dan masyarakat, sebagai mengalami kedekatan dengan Tuhan dan penyakit
berikut: merupakan penebus dari kesalahan di masa lalu,
”Anak-anak mendukung, ada apa-apa sebagai berikut:
dibantu ponakan.”(P.1) “Ya, semakin dekat dengan Alloh.” (P.1)
“Anak-anak mendukung. Tetangga baik sama “Semakin dekat dengan Alloh.”(P.3)
saya, ndak ada yang merasa tidak senang.” “Pernah saya berpikir mungkin ini tebusan
(P.2) kesalahan di masa lalu.” (P.3)
“Anak, tetangga mendukung.” (P.4)
“Keluarga mendukung.” (P.5) Hasil dari penelitian ini partisipan dengan
kolostomi permanen pada tahun pertama
Support keluarga merupakan faktor kehidupannya mengalami berbagai perubahan
pendukung partisipan dalam mengatasi fungsi fisik baik keterbatasan dalam beraktivitas
perubahan fungsi peran yang dialami. Seperti maupun kondisi fisik secara umum. Kondisi
ungkapan berikut: “Cucu perempuan, sering keterbatasan fisik tersebut membuat partisipan
berkunjung seminggu sekali, megang melakukan adaptasi terhadap perubahan.
kolostomi, nanya, ini apa mbah” (P.1)
“Ibu harus kuat semua penyakit ada obatnya, Beberapa partisipan dalam penelitian ini
kita harus berusaha” (P.2) menyatakan mengalami keterbatasan dalam hal
“Anak saya yang perawat dan istri saya memilih makanan, seperti menghindari pedes,
meyakinkan kalau semua pasti ada hikmahnya kecut, dan makanan berserat. Ketidaksesuaian
jadi saya harus kuat” (P.3) dalam memilih makanan berkaitan dengan
dampak diare yang dialami partisipan, bahkan bisa
Pada penelitian ini menemukan model menyebabkan obstruksi ataupun iritasi kulit
adaptasi interdependen berupa perubahan daerah kolostomi. Dampak lain dapat
dalam tujuan hidup. Partisipan menyatakan mengakibatkan malnutrisi pada partisipan, seperti
keinginan dan tujuan dalam hidupnya, sebagai berat badan yang semakin turun dan kelemahan
berikut: yang berkepanjangan. Managemen diet sangat
“Sisa hidup untuk beribadah” (P.1) diperlukan untuk mencegah adanya iritasi
kantong, kebocoran yang tidak diinginkan serta
ADAPTASI PASIEN KANKER KOLOREKTAL TAHUN PERTAMA PASKA PEMBUATAN KOLOSTOMI
PERMANEN
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 31
bau gas dari kolostomi. Sesuai dengan kemarahan, tawar menawar, depresi, sampai
pernyataan Danielsen (2013), pasien merubah penerimaan (Anastasia, 2015). Beberapa
pola makan untuk menghindari iritasi, suara partisipan juga mengalami tahapan berduka
flatus, dan kebocoran kantong. Hal ini juga dengan periode waktu yang berbeda, tergantung
sesuai dengan pernyataan Susanty & Rangki bagaimana partisipan merespon stigma yang
(2016) bahwa pasien dengan kolostomi timbul pada masyaraka terkait kolostomi. Persepsi
mengalami keterbatasan dalam memilih individu terhadap penilaian masyarakat tentang
makanan. dirinya berdampak reaksi negatif yang
mengobsesi individu dengan kolostomi (Salles,
Terkait perubahan pola BAB partisipan 5 Becker, & Faria,
menyatakan lebih nyaman setelah pembuatan 2014). Percaya diri memahami respon diri dan
kantong kolostomi. Partisipan mengalami orang lain terhadap dirinya merupakan koping
kesakitan sebelum dilakukan operasi adaptif yang membantu individu dalam
pembuatan kolostomi dan BAB tidak terasa. menguatkan gambaran dirinya. Dalam hal ini
Hal ini berkaitan dengan kondisi fisik lebih perawat dapat memberikan dukungan untuk
membaik setelah pembuatan kolostomi mengatasi ketakutan selama di rawat di rumah
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, sakit. Support dari keluarga juga meningkatkan
2017). kenyamanan pasien terhadap perubahan
(Cavdar et al., 2013). Hasil dari penelitian ini juga
Keterbatasan aktivitas juga dialami partisipan menyatakan adanya perubahan fungsi peran
dalam penelitian ini berupa aktivitas fisik, berupa peran di dalam keluarga dan masyarakat.
bepergian, aktivitas seksual.Partisipan
mengalami kesulitan serta cenderung Salah satu perubahan peran adalah peran pencari
membatasi aktivitas yang biasa dilakukan. nafkah, setelah pembuatan kolostomi digantikan
Kesulitan yang dialami partisipan salah oleh keluarga. Kelemahan fisik setelah
satunya merawat kantong kolostomi. pembuatan kolostomi membuat partisipan
Beberapa partisipan mengalami tidak mampu bekerja. Fungsi peran di dalam
ketergantungan terhadap keluarga dan masyarakat juga mengalami perubahan, partisipan
pasangan untuk beberapa waktu lamanya. cenderung menarik diri, melakukan pembatasan
Adapun partisipan yang mengalami aktivitas sosial di masyarakat seperti, pengajian,
kelemahan, lebih lama mengalami kenduri, dan peran sebagai perangkat desa.
ketergantungan merawat kolostomi Merasa tidak menarik dapat mengganggu dalam
(Danielsen, 2013). berinteraksi dengan masyarakat (Black, 2000).
Masalah lain terkait peran dalam mencari nafkah
Partisipan dengan pembuatan kolostomi juga adalah perubahan status ekonomi yang juga
mengalami perubahan konsep diri. Partisipan dirasakan oleh partisipan. Ada lima partisipan
mengalami perasaan sedih, malu dan tidak menyatakan cukup dengan kantong yang
aman, merasa kehilangan kondisi lama berupa dibawakan dari rumah sakit, dua menyatakan
BAB lewat anus. Tahap denial ditunjukkan kurang karena produksi feses cair dan sering
partisipan ke tiga malalui sikap jengkel bocor. Hal ini menunjukkan adanya beban bagi
dengan pertanyaan kenapa harus mengalami bagi partisipan baik bagi pegawai pemerintah
kondisi dengan kolostomi. Partisipan juga maupun swasta. Sesuai dengan pernyataan
mengalami tahap bargaining dengan Susanty & Rangki (2016), pasien mengalami
menyatakan memahami kondisi barunya, kondisi perubahan ekonomi karena tidak bekerja
tetapi berharap bisa dioperasi lagi sehingga yang berdampak pada pemilihan jenis kantong
tidak perlu menggunakan kolostomi. Hal ini kolostomi dan terapi bagi dirinya.
sesuai dengan tahapan berduka Kubler Ross
meliputi tahap emosional dengan menyangkal,
ADAPTASI PASIEN KANKER KOLOREKTAL TAHUN PERTAMA PASKA PEMBUATAN KOLOSTOMI
PERMANEN
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 32
Adapun model adaptasi fungsi peran dalam perubahan perasaan, dan ketakutan. Adaptasi
penelitian ini menemukan dua koping yang ketiga fungsi peran berupa perubahan peran di
muncul yaitu adaptif dan mal adaptif. Koping dalam keluarga dan masyarakat, adanya
adaptif ditunjukkan dengan fungsi peran yang perubahan hubungan, termasuk support keluarga
digantikan keluarga tidak mengganggu dan masyarakat. Adapun terakhir adalah model
keharmonisan dalam keluarga. Adapun koping adaptasi interdependen berupa perubahan tujuan
mal adaptif dalam berinteraksi dengan hidup, arti hidup, tata cara beribadah, dan kendala
masyarakat tidak mengganggu hubungan dalam beribadah. Setiap model adaptasi memiliki
dengan masyarakat. Hasil penelitian ini respon adaptif dan mal adaptif.
menemukan partisipan mengalami model
adaptasi interdependen berupa perubahan Hasil penelitian ini menemukan new insight
dalam tujuan hidup, arti hidup, tata cara, dan berupa individu yang hidup dengan kolostomi
kendala beribadah. Partisipan sholat adaptasi dan respon yang berbeda dari setiap
berjamaah akibat malu dan takut manakala model adaptasi, tergantung karakteristik partisipan
tiba-tiba keluar flatus dari kolostomi. dan dukungan keluarga. Hasil penelitian ini dapat
Partisipan merasa ibadah tidak diterima pada dijadikan acuan bagi perawat dalam melakukan
awal pembuatan kolostomi. Adaptasi pendekatan, pengkajian keperawatan terkait
partisipan dalam mengatasi masalah tersebut kebutuhan edukasi pasien paska pembuatan
yaitu dengan mencari informasi terkait tata kolostomi terutama perawatan selama di rumah
cara beribadah pasien dengan kolostomi. dan kemandirian pasien serta keluarga dalam
Partisipan juga percaya bahwa sakit dapat merawat kolostomi. Selanjutnya hasil penelitian
menebus kesalahan di masa lalu sehingga ini juga dapat dijadikan sebagai dasar rujukan bagi
meningkatkan keimanan dan kedekatan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
terhadap Tuhan. Penelitian yang mendukung, pengembangan model asuhan keperawatan
seiring berjalannya waktu pasien merasa dengan pendekatan berdasarkan kemampuan
pasrah, menerima penyakit yang datangnya adaptasi keluarga dan pasien dengan kolostomi
akibat dosa di masa lalu. Penelitian yang permanen, terutama pada periode awal
mendukung (Cavdar et al., 2013; Rangki et al., kehidupannya.
2017). Seiring berjalanya waktu pasien pasrah
menerima penyakit akibat dosa di masa lalu.
Percaya atas pertolongan Tuhan dan
meningkatkan keimanan terhadap Tuhan. DAFTAR PUSTAKA
*Korespondensi: astridamapiran@yahoo.co.id
Abstrak
Latar Belakang : Penghisapan lendir atau suction merupakan prosedur suction yang dilakukan dengan memasukan
selang suction dengan ukuran yang sesuai kebutuhan melalui hidung, mulut, endotracheal tube (ETT) dan
trakeostomi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan suction
Endotracheal Tube (ETT) di ICU Rumah Sakit X Jakarta.
Metodologi: Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional,
sampel penelitian berjumlah 34 responden yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditetapkan.
Hasil Penelitian: Hasil uji univariat mayoritas usia 21- 30 tahun (41,2%), lama bekerja >4 – 8 tahun (41,2%),
pendidikan DIII Keperawatan (76,5%), tingkat pengetahuan baik (73,5%), sikap positif (58,8%), pelaksanaan suction
yang kompeten (85,3%). Hasil uji bivariat dengan uji statistic Kendall’s Tau menunjukkan bahwa ada hubungan
signifikan antara tingkat pendidikan dengan pelaksanaan suction Endotracheal Tube (p value=0,028), namun tidak
ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan (p value=0,507) , sikap (p value=0,954), lama bekerja (p
value=0,569), usia (p value=0,220) terhadap pelaksanaan Suction Endotracheal Tube (ETT).
Kesimpulan dan Saran: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan bermakna antara tingkat pendidikan
dengan pelaksanaan suction ETT di ICU RS X Jakarta. Peningkatan pendidikan berkelanjutan ke jenjang S1 Ners perlu
diupayakan sebagai upaya peningkatan kualitas mutu asuhan keperawatan.
Kata Kunci : suction, ETT, faktor berhubungan, ICU
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan
hubungan antara sikap perawat dengan Badeni. (2013). Kepemimpinan dan Prilaku
pelaksanaan prosedur suction ETT Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Tabel 7 menunjukkan bahwa perawat dengan Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2010). Buku
latar belakang pendidikan DIII Keperawatan Ajar Fundamental Keperawatan:
maupun S1 Ners memiliki kompetensi dalam Konsep, Proses, & Praktik, Vol 2, Edisi
pelaksanaan suction ETT. Berdasarkan hasil 7, Jakarta: EGC.
analisis statistik menggunakan uji kendalls
tau’ b diperoleh nilai p value = 0,028 (p value Kristyaningsih, P. (2016). Hubungan
< 0,05), maka secara statistic terdapat Pengetahuan Perawat Terhadap
hubungan yang signifikan antara tingkat Pelaksanaan Tindakan Suction di Ruang
pendidikan dengan pelaksanaan suction ETT ICU RSUD Gambiran Kediri. Jurnal
di ICU RS X Jakarta. Wawan (2011) Wiyata.Vol.2, No.2. Tahun 2015.
mengatakan semakin tinggi pendidikan maka
akan mudah menerima hal-hal baru dan Mahendra, A,D. & Woyanti, N. (2014).
mudah untuk menyesuaikan dengan hal baru Analisis Pengaruh Pendidikan, Upah,
tersebut. Menurut peneliti, semakin tinggi Jenis Kelamin, Usia dan Pengalaman
pendidikan seseorang maka tingkat berpikir Kerja Terhadap Produktivitas Tenaga
kritis akan semakin meningkat dan sejalan Kerja. Doctoral dissertation, Fakultas
dengan tingkat kompetensi dalam pemberian Ekonomika dan Bisnis, Universitas
asuhan keperawatan. Diponegoro.
The Relationship Between Nurse’s Conflict That Has Dual Roles As Mothers With Nurse’s
Working Stress In Hospital X, Tanggerang 2019
Abstrak
Perawat adalah salah satu bagian yang mempunyai peran penting dalam memberikan pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Apabila stres kerja perawat tinggi maka kualitas kerja akan menjadi rendah dan otomatis dapat
menurunkan pelayanan di rumah sakit secara keseluruhan yang berdampak pada penurunan pendapatan rumah
sakit. Pada perawat wanita stres kerja yang disebabkan oleh konflik peran ganda sebagai ibu dan perawat ini perlu
diperhatikan karena akan mempengaruhi kualitas kerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara konflik perawat yang berperan ganda sebagai
ibu dengan stres kerja perawat wanita di RS X kota Tanggerang. Penelitian ini menggunakan sebuah kuisioner
yang terdiri 2 bagian, pertama mengukur konflik peran ganda dan bagian kedua mengukur stres kerja. Jenis
penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif dengan desain penelitian cross sectional. Sampel dalam
penelitian ini menggunakan total sampling yaitu jumlah populasi penelitian atau keseluruhan perawat wanita yang
sudah menikah dan mempunyai anak, sebanyak 49 responden. Korelasi kedua variabel diuji menggunakan uji Chi-
Square. Hasil penelitian mengenai tingkat konflik peran ganda menunjukkan bahwa mayoritas responden
memiliki konflik peran ganda rendah dan sedang seimbang yaitu 49,0% (24 responden) dan mengenai tingkat
stress kerja menunjukkan bahwa jumlah responden memiliki stress menengah terbanyak yaitu 83,7% (41
responden). Hasil uji statistic dengan menggunakan Chi-Square didapatkan nilai p value 0,012 (p<0,05). Nilai ini
menunjukkan adanya hubungan yang antara konflik perawat yang berperan ganda sebagai ibu dengan stress kerja
perawat di RS X kota Tanggerang.
Kata kunci: konflik peran ganda, perawat, stres kerja
Abstract
Nurses are one part that has an important role in providing health services in hospitals. If the work stress of nurses is
high, the quality of work will be low and can automatically reduse service at the hospital as a whole which has an
impact on decreasing hospital income. In female nurses work stress coused by conflicting dual roles as mothers and
nurses need to be considered because this will affect the quality of work of nurses in conducting nursing care. This
study aims to determine The Relationship Between Nurse’s Conflict That Has Dual Roles As Mothers With Nurse’s
Working Stress In Hospital X, Tanggerang 2019. This study uses a questionnaire consisting of 2 parts, first measuring
conflicting dual role and the second measuring work stress. This type of research uses a descriptive correlative method
with cross sectional research design. The sample in this study uses total sampling, which is the total population of the
study or all female nurses who are married and have children, as many as 49 respondents. Correlation between the
two variables was tested using the Chi-Square test. The results of research on the level of dual role conflict indicate
that the majority of respondents have low and medium dual role conflict that is 49,0 % (24 respondents) and
regarding the level of stress shows that the number of respondents has the highest medium stress that is 83,7% (41
respondents). Statistical test results using Chi-Square obtained p value of 0,012 (p<0,05). This value indicates that
there is a relationship between nurse’s conflict that has dual roles as mothers with nurse’s working stress in hospital
Keywords: dual role conflict, nurses, work stress
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 27
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 28
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 29
kerjanya ketika berada di rumah sakit. Stres waktu antara pekerjaan di rumah sakit dan
kerja ini bisa dikaitkan dengan kualitas menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga
pekerjaanya dalam menghadapi pasien sebagai seperti mengurus anak. Hal ini menimbulkan
pekerja pelayanan publik yang membutuhkan keluhan pada mereka seperti pusing, migrain
konsentrasi dan tanggung jawab yang tinggi dan lemas sampai stres karena memainkan
(Fita,2017). kedua peran tersebut. Berdasarkan fenomena
yang sudah dipaparkan, peneliti tertarik ingin
Perawat wanita yang memiliki stres tinggi mengetahui lebih lanjut adakah hubungan
cenderung mudah menyalahkan diri sendiri, konflik perawat yang berperan ganda sebagai
orang lain (rekan kerja maupun pasangan), ibu dengan stres kerja perawat.
merasa cepat lelah dalam melakukan pekerjaan
dan sering pusing, menurunkan konsentrasi
yang mengakibatkan kesalahan dalam METODE PENELITIAN
melakukan pekerjaannya (Murharyati, 2015). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
Stres kerja yang disebabkan oleh konflik peran korelatif dengan desain penelitian Cross
ganda pada perawat ini perlu diperhatikan Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
karena akan mempengaruhi kualitas kerja keseluruhan perawat wanita yang sudah
perawat dalam melakukan asuhan menikah dan mempunyai anak di Rumah Sakit
keperawatan. Apabila stres kerja perawat X kota Tanggerang, sejumlah 49 orang.
tinggi maka kualitas kerja akan menjadi rendah Sampel dalam penelitian ini menggunakan
dan otomatis dapat menurunkan pelayanan di total sampling yaitu jumlah populasi penelitian
rumah sakit secara keseluruhan yang atau keseluruhan perawat wanita yang sudah
berdampak pada penurunan pendapatan rumah menikah dan mempunyai anak, sebanyak 49
sakit. Hal ini terjadi karena minat masyarakat responden. Dengan kriteria inklusi
untuk memilih rumah sakit tersebut sebagai keseluruhan perawat pelaksana wanita di RS X
tempat mereka berobat menurun karena kota Tanggerang yang sudah menikah dan
pelayanan yang diberikan tidak memuaskan mempunyai anak.
(Rosyad, 2017).
Uji validitas dan reliabilitas telah dilakukan
Perawat adalah salah satu bagian yang peneliti pada bulan September-Oktober 2019
mempunyai peran penting dalam memberikan di Rumah Sakit yang setipe dengan Rumah
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Perawat Sakit tempat penelitian yaitu RS St. Carolus
juga merupakan staf kesehatan yang Summarecon Serpong dengan tipe C terhadap
mempunyai intensitas interaksi yang paling 30 orang responden. Berdasarkan hasil uji
tinggi dengan pasien dan keluarga dalam valid dan reliabilitas didapatkan 13 item
memberikan pelayanan kesehatan. Perawat di pernyataan konflik perawat yang berperan
RS X melakukan sistem kerja shift yang ganda dengan cronbach’s alfa = 0,828, 6 item
terbagi atas tiga waktu yaitu pukul 07.00 - pernyataan stress kerja dengan cronbach’s alfa
14.00, pukul 14.00 - 21.00 dan pukul 21.00 - = 0,731. Sedangkan 1 pernyataan terkait
07.00 untuk memberikan pelayanan kesehatan konflik perawat yang berperan ganda dan 4
24 jam. Untuk menunjang pelayanan tersebut pernyataan stress kerja yang tidak valid
RS X Kota Tanggerang mempunyai jumlah dihilangkan / tidak digunakan. Penelitian ini
perawat sebanyak 205 orang, 169 orang menggunakan sebuah kuisioner yang terdiri 2
diantaranya adalah perempuan. Dari 169 bagian. Bagian pertama mengukur konflik
orang, 49 diantaranya sudah menikah dan peran ganda. Pernyataan tentang konflik peran
menjalankan peran sebagai ibu di rumah. ganda terdiri dari 13 item pernyataan.
Melalui wawancara di RS X, 5 informan Pertanyaan konflik peran ganda mempunyai
menjelaskan mereka dituntut untuk membagi jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 30
Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). ini menggunakan uji analisis korelasi Chi-
Responden diminta untuk memberikan tanda Square menggunakan progam SPSS 22.
check list (√) pada kuesioner yang telah
disediakan. Kriteria nilai jawaban SS maka
diberikan nilai +2, S dengan nilai +1, TS
dengan nilai -1, dan STS diberikan nilai -2. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kategori variabel diukur berdasarkan skor PENELITIAN
indeks rata-rata dengan interval sebagai Karakteristik responden yang ditampilkan
berikut -28 – -10 mengalami konflik peran dalam penelitian ini meliputi usia, pendidikan
ganda rendah, -9 – 9 mengalami konflik peran terakhir, masa kerja, jumlah anak, dan
ganda sedang, dan 10 – 28 mengalami konflik memiliki ART atau tidak.
peran ganda tinggi. Untuk mempermudah
peneliti dalam penggolongan konflik peran Tabel Distribusi Responden Berdasarkan
ganda dalam SPSS peneliti memberikan kode Karakteristik Perawat Wanita di RS X
1= -28 – -10, 2= -9 – 9, dan 3=10 – 28. Hal ini Tahun 2019 (n=49)
peneliti lakukan karena untuk mendapat hasil N Frekuensi Presentase
keluaran dalam bentuk presentesi yang bisa o
digunakan dalam pembahasan. Usia
1 <26 th 7 14.3
Bagian kedua mengukur stres kerja yang 2 26-35 th 37 75.5
terdiri 6 item pernyataan. Kuesioner stres kerja 3 36-45 th 5 10.2
diadopsi dari American Institute of Stress yang Total 49 100.0
telah digunakan pada penelitian Miko Eka Pendidikan Terakhir
Putri (2014). Pernyataan yang harus diisi oleh 1 Diplom
responden dengan rentang skala 0-10 dengan 12 24.5
a
keterangan 0: sangat tidak setuju dan 10: 2 Sarjana 37 75.5
sangat setuju. Untuk memudahkan interpretasi Total 49 100.0
hasil maka dikategorikan menjadi Stres sangat Masa Kerja
tinggi (6-10), Stres tinggi (1-5), Stres 1 1-5 th 36 73.5
menengah (-5 - 0), Stres rendah (-10 - -6). 2 6-10 th 7 14.3
Sama halnya dengan konflik perawat yang 3 >11 th 6 12.2
berperan ganda peneliti juga melakukan Total 49 100.0
pemberian kode untuk penggolangan dalam Jumlah Anak
menilai stress kerja perawat.
1 1 anak 29 59.2
2 2 anak 15 30.6
Analisis data univariat digunakan untuk
3 3 anak 4 8.2
mengetahui gambaran karakteristik responden 4 >3 anak 1 2.0
serta distribusi frekuensi dan presentase data
Total 49 100.0
variabel independent yaitu stress kerja dan
Memiliki ART
variabel dependent yaitu konflik peran ganda
1 Ya 19 38.8
pada perawat yang sudah menikah dan
2 Tidak 30 61.2
mempunyai anak di Rumah Sakit X kota
Tanggerang. Sedangkan Analisa bivariat Total 49 100.0
digunakan untuk melihat antar kedua variabel Sumber: Data primer yang diolah
yaitu variabel dependent dan independent.
Pengolahan data penelitian adalah Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa
menggunakan dianalisi dengan pendekatan jumlah responden terbanyak memiliki usia
statistic. Pengujian hipotetis dalam penelitian antara 26-35 tahun yaitu sebanyak 75,5% (37
responden), untuk pendidikan terakhir adalah
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 31
sarjana yaitu sebanyak 75,5% (37 responden), Menurut asumsi peneliti responden mengalami
masa kerja terbanyak antara 1-5 tahun yaitu konflik peran ganda pada tingkat rendah dan
sebanyak 73,5% (36 responden), sedangkan sedang dikarena dari 49 responden 59,2 %
jumlah anak satu memiliki responden masih memiliki 1 orang anak. Pustaka (2018)
terbanyak yaitu 59,2%, dan responden yang menyatakan bahwa family size and support
tidak memiliki ART sebanyak 61,2% (30 dapat mempengaruhi konflik peran ganda
responden). dimana semakin banyak jumlah anak atau
jumlah anggota keluarga yang dimiliki maka
Tabel Distribusi Responden Menurut semakin tinggi tingkat konflik peran ganda.
Konflik Perawat Yang Berperan Ganda Seorang wanita yang memiliki jumlah anak
Sebagai Ibu di RS X Tahun 2019 (n=49) yang banyak tentu memiliki tanggung jawab
Tingkat yang lebih besar karena tugas seorang ibu
No Frekuensi (n) dalam keluarga salah satunya mengurus
konflik peran
keperluan anak. Jika seorang wanita terlalu
1. RENDAH 24 memfokuskan waktu dan perhatiannya untuk
2. SEDANG 24 mengurus anak maka urusan pekerjaan akan
3. TINGGI 1 menjadi terganggu.
Total 49 Asumsi lain dari peneliti adalah
Sumber: Data primer yang diolah kebanyakan responden tidak memiliki asisten
rumah tangga hal ini bisa terjadi karena
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dukungan dari keluarga, menurut Pustaka
jumlah responden memiliki konflik peran (2018) salah satu faktor yang mempengaruhi
ganda rendah dan sedang seimbang yaitu 24 konflik peran ganda adalah bantuan pengasuh
responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan anak. Hal ini sesuai dengan Apriani (2019)
penelitian Rosyad pada tahun 2017 yang dalam penelitiannya “Efek Psikososial Pada
menyatakan bahwa perawat wanita yang Perawat Perempuan Yang Menjalani Peran
bekerja di ruang rawat inap yang memiliki Ganda” menyebutkan faktor pendukung
sistem shift memiliki tingkat konflik peran seorang wanita melakukan peran ganda karena
ganda yang rendah. Setiyanto (2016), mendapatkan dukungan dari keluarga.
menyebutkan terdapat beberapa strategi yang
dapat dilakukan bagi wanita dalam Responden memiliki tingkat konflik peran
mengurangi terjadinya konflik peran ganda, ganda yang rendah dapat disebabkan karena
yaitu dengan manajemen waktu, manajemen sebanyak 25 responden menyatakan tidak
keluarga dan manajemen pekerjaan. Meskipun setuju dengan pernyataan “Pekerjaan saya
perawat bekerja dalam sistem shift, seorang menghambat waktu untuk bertemu dengan
perawat wanita masih tetap dapat keluarga” dan sebanyak 33 responden
mencurahkan waktu, tenaga dan perhatiannya menyatakan tidak setuju pada pernyataan
untuk keluarga. Contohnya ketika pagi hari “Tuntutan urusan keluarga, saya sering absen
sebelum berangkat bekerja perawat wanita atau pulang cepat”. Dalam Pustaka (2018)
dapat tetap memberikan perhatian pada menyebutkan bahwa time pressure merupakan
keluarga dengan membuatkan sarapan dan salah satu faktor yang mempengaruhi konflik
menyiapkan segala kebutuhan anak maupun peran ganda dimana semakin banyak waktu
suami. Bekerja dengan sistem shift juga yang digunakan untuk bekerja maka semakin
memiliki kelebihan dimana setelah jadwal shift sedikit waktu untuk keluarga. Dilihat dari
malam maka setelahnya akan diberi waktu distribusi frekuensi pernyataan yang diberikan
untuk libur. sebagian besar perawat wanita di RS X sudah
mampu menyeimbangakn waktu antara kedua
peran yang dijalankan yaitu mampu
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 32
menjalankan dengan baik peran sebagai ibu Menurut Depkes (2009) dalam Amin (2017)
maupun sebagai perawat. responden terbanyak dalam katagori dewasa
awal. usia dewasa awal ternyata lebih rentan
Faktor lain yang mempengaruhi konflik peran kena stres hingga mencapai depresi. Stres yang
ganda seorang yaitu jumlah anak atau anggota dialami cenderung dipengaruhi lingkungan
keluarga, tekanan waktu, dukungan keluarga kerja dan tuntutan hidup yang ingin dicapai.
(family support) dan pengasuhan anak atau Hal ini sesuai dengan Hao (2015) dalam
bantuan pekerjaan rumah tangga. Dukungan penelitiannya “Association between Work-
keluarga merupakan hal penting bagi seorang Family Conflict and Depressive Symptoms
wanita yang akhirnya memilih untuk bekerja among Chinese Female Nurses: The Mediating
(Rosyad, 2017). Hal ini sesuai dengan and Moderating Role of Psychological
pernyataan Nugraha (2018) dalam Capital” mengatakan usia dewasa awal atau
penelitiannya “Hubungan Antara Dukungan orang yang berusia kurang dari 40 tahun
Sosial Suami Dengan Konflik Peran Ganda cenderung memiliki gejala depresi yang lebih
Pada Perawat Wanita”, dukungan sosial suami tinggi dibandingkan usia diatas 40 tahun.
memberikan sumbangan efektif sebesar 28.3%
terhadap tingkat konflik peran ganda rendah Pada penelitian ini, stress responden berasa
pada perawat wanita. pada tingkat stress menengah hal ini menurut
asumsi dari peneliti bisa terjadi karena masa
Tabel Distribusi Responden Menurut Stres kerja antara 1-5 tahun sebanyak 73,5% dari
Kerja Perawat di RS X Tahun 2019 (n=49) jumlah responden, Mjoli (2013) dalam Rosyad
Frekuensi (2017) menyatakan bahwa pada masa-masa
No. Tingkat stress
(n) awal bekerja atau menjalani karir biasanya
1. STRES RENDAH 4 seseorang sangat bersemangat sehingga
seseorang lebih mengutamakan masalah
2. STRES MENENGAH 41 pekerjaan dibanding masalah keluarga. Hal ini
3. STRES TINGGI 4 sesuai dengan penelitian Putri (2016) dalam
Total penelitiannya “Hubungan Antara Stres Kerja
49
Dengan Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja
Sumber: Data primer yang diolah Di CV. X” menunjukkan yang paling banyak
mengalami stres kerja adalah responden
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dengan rentang lama kerja antara 11 – 15 tahun
jumlah responden memiliki stress menengah yaitu sebesar 80,0%. Sedangkan responden
terbanyak yaitu 41 responden. Pekerjaan yang paling sedikit mengalami stres kerja yaitu
perawat merupakan pekerjaan yang rawan responden dengan rentang lama kerja antara 0-
terhadap terjadinya stress kerja. Quick dan 5 tahun yaitu sebesar 66,7%.
Quick (1984) dalam Donsu (2017)
mengkategorikan jenis stres menjadi dua Banyak faktor yang menjadi pemicu stress
Distress adalah akibat negatif yang merugikan kerja pada seorang perawat seperti beban kerja,
dari stress dan Eustress adalah stress yang runitas pekerjaan, suasana lingkungan kerja,
berakibat positif berupa timbulnya rasa pengembangan karir, pengawasan atasan,
gembira, perasaan bangga, menerima sebagai hubungan interpersonal, budaya atau nilai
tantangan, merasa cakap dan mampu, yang dianut, dan konflik peran ganda
meningkatnya motivasi untuk berprestasi, (Thamrin, 2015). Murharyati (2015) dalam
semangat kerja tinggi, produktivitas tinggi, penelitiannya menyebutkan hubungan
muncul keinginan untuk memenuhi tuntutan interpersonal dengan teman kerja 92,2%,
pekerjaan, serta meningkatnya kreativitas perawat yang mengalami hambatan dalam
dalam situasi kompetitif (Donsu, 2017). pengembangan karir sebesar 49,6%, beban
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 33
kerja yang dilakukan perawat sebesar 78,6% Distribusi Frekuensi Hubungan Konflik
dari ketiga faktor memiliki hubungan dengan Perawat Yang Berperan Ganda Sebagai Ibu
stres kerja p value 0,0001. Dengan Stress Kerja Perawat di RS X
Tahun 2019 (n=49)
Menurut asumsi peneliti responden memiliki Diketahui bahwa responden mengalami
stress kerja pada tingkat menengah karena konflik peran ganda dan stress kerja sedang
lingkungan kerja yang nyaman dan atasan sebanyak 43% (21 responden). Hasil Uji Chi-
yang mendukung hal ini sesuai pada Square didapatkan p-value = 0,012 < 0,05 yang
pernyataan “Lingkungan kerja saya tidak artinya ada hubungan yang bermakna antara
terlalu menyenangkan atau aman” dari 49 konflik perawat yang berperan ganda sebagai
responden 39 menyatakan tidak setuju dengan ibu dengan stress kerja perawat.
pernyataan diatas. Thamrin (2015)
menyebutkan salah satu sumber stress kerja Hasil ini sesuai dengan penelitian Fita (2017)
dari intriksik adalah suasana lingkungan kerja, yang berjudul “Hubungan Konflik Peran
kondisi lingkungan kerja yang buruk bisa Ganda Dengan Stres Kerja Terhadap Perawat
mengakibatkan karyawan mudah sakit, mudah Wanita Pada RSUD A. Wahab Sjahranie
mengalami stress, sulit berkonsentrasi dan Samarinda". Tehnik Analisa data yang
menurutkan produktifitas. digunakan adalah metode uji Pearson Product
Moment. Hasil penelitian menunjukan ada
Asumsi lain peneliti bisa dilihat dari salah satu hubungan positif dan hubungan yang
pernyataan “Saya berulang kali merasa signifikan antara konflik peran ganda dengan
terganggu saat sedang bekerja” Sebagian besar stress kerja dengan nilai koefisien korelasi =
yaitu sebanyak 32 responden menyatakan 0,673, p value 0,000 yang berarti semakin
sangat tidak setuju pada pernyataan. Perawat tinggi tekanan konflik peran ganda, semakin
yang melaksanakan tugas-tugas non tinggi pula stress kerja, sebaliknya semakin
keperawatan akan merasa terganggu dimana rendah konflik peran ganda semakin rendah
tugas utama perawat adalah melakukan asuhan juga stress kerjanya. Rosyad (2017) dalam
keperawatan selama 24 jam, ketika perawat penelitian lain mengatakan ada hubungan yang
juga harus melakukan tugas non keperawatan positif antara konflik peran ganda dan stress
tugas utamanya menjadi terganggu dan kerja perawat, Hasil uji statistik dengan
perawat tidak dapat maksimal dalam menggunakan Spearman Rank didapatkan
memberikan pelayanan kesehatan, hal tersebut nilai p value 0,000 (p<0,05) dengan nilai
terkadang membuat perawat merasa beban koefisien korelasi yaitu (+) 0,615.
kerja menjadi tambah banyak. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian dari Mohume Konflik peran ganda yang mengarah pada stres
(2018) dengan p value 0,000 yang kerja karena pekerjaan mencampuri kehidupan
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang keluarga, tekanan sering kali terjadi pada
positif dan signifikan antara beban kerja dan seseorang untuk mengurangi waktu yang
stress kerja dimana semakin tinggi beban kerja dihabiskan dalam pekerjaan dan menyediakan
maka semakin tinggi stress kerja. Perawat di lebih banyak waktu untuk keluarga, begitu
RS X memiliki sistem kerja memberikan pula sebaliknya (Rosyad, 2017). Bentuk
asuhan keperawatan saja dan melaksanakan konflik peran sendiri menurut Frone, Russel, &
tugas non keperawatan yang biasanya semakin Cooper, (1994) dalam Akbar (2017) yaitu
menambah beban kerja perawat. Hal ini bisa konflik pekerjaan-keluarga dan konflik
menjadikan alasan tingkat stress di RS X keluarga-pekerjaan. Apriani (2019) dalam
berada pada tingkat menengah. penelitian dengan metode kualitatif
mengatakan perasaan stres, dilema dan merasa
bersalah yang dirasakan pada wanita yang
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 34
menjalani peran ganda sebagai perawat bekerja Greenhaus and Beuthel (1985) dalam
3 shift dan ibu rumah tangga mempengaruhi Utaminingsih (2017) menyatakan bahwa
psikologis ibu tersebut dalam menjalankan Starin based confflict, adalah konflik yang
perannya sehari-hari. dikarenakan tekanan atau kerancuan peran
Sekalipun perawat memiliki jadwal oleh suatu peran yang menganggu peran
jaga yang sudah ditentukan yaitu antara pagi, lainnya. Menjalani dua peran sekaligus,
siang dan malam, tetapi kenyataannya yang sebagai seorang perawat sekaligus sebagai ibu
sering terjadi di dalam dunia kerja banyak rumah tangga, tidaklah mudah. Peran ganda
situasi yang membuat perawat tidak dapat pun dialami oleh perawat, karena selain
menghindari tugas dan perannya, dan berperan di dalam keluarga wanita tersebut
mengharuskan mereka untuk mengorbankan juga berperan di dalam karirnya. Konflik peran
salah satu perannya untuk memenuhi peran ini jika tidak ditangani secara tepat dan
yang lain. Profesionalitas yang harus bijaksana akan menjadikan mereka dalam
diutamakan terkadang membuat perawat yang keadaan suasana serba salah sehingga
sudah menikah menomerduakan masalah mengalami tekanan jiwa (stres) hingga jatuh ke
keluarga dan lebih fokus pada pekerjaan tingkat depresi (Akbar, 2017). Tetapi pada
mereka atau sebaliknya (Wulandari, 2015). kondisi lapangan pada penelitian ini rata-rata
Akibat dari konflik peran ganda pada pekerja perawat wanita yang bekerja pada usia
dengan sistem shift kerja yaitu waktu bersama produktif yaitu antara 26-35 tahun, menurut
keluarga yang kurang, dan ketegangan akibat asumsi peneliti usia produktif lebih
kelelahan kerja yang lebih tinggi hal ini sesuai mengutamakan urusan pekerjaan sehingga
dengan penjabaran pada distribusi konflik konflik peran pada penilitian ini pada tingkat
perawat yang berperan ganda sebagai ibu. Ann rendah dan sedang. Bantuan pengasuhan anak
Vitale (2015) juga melakukan penelitian juga bisa menjadi alasan stress kerja perawat
terhadap perawat di New York menyebutkan pada tingkat sedang. Pada penelitian ini rata-
perubahan psikologis pada 32 perawat yang rata responden memiliki jumlah anak satu.
bekerja pada shift malam telah meningkatkan Hari kedua hal tersebut sesuai dengan
infeksi virus dan bacteri, sakit kepala, tekanan penelitian Siahaan (2018) dalam judul “Faktor
darah tinggi, depresi dan kelelahan. Pemicu Stress Kerja dan Konflik Peran Ganda
(Studi Kasus Pada Pekerja Wanita di Industri
Thamrin (2015) menyatakan salah satu sumber Pengolahan Karet)”.
stress kerja bagi wanita bekerja adalah konflik
peran ganda. Elisabeth (2018) dalam penelitian Hao (2015) dalam penelitiannya “Association
mengatakan konflik peran ganda berpengaruh between Work-Family Conflict and Depressive
positif dan signifikan terhadap stres kerja, Symptoms among Chinese Female Nurses: The
artinya tinggi tingkat konflik peran ganda yang Mediating and Moderating Role of
dialami pekerja wanita mampu memicu tingkat Psychological Capital” menyatakan ada
stres kerja wanita. Perawat wanita memiliki hubungan antara konflik peran ganda dan
pekerjaan yang banyak di rumah sakit, pulang gejala depresi dengan pValue < 0,01. Dr.
kerja selalu tidak tepat waktu dikarenakan Robert J. Van Amberg (1979) dalam Hawari
lembur, serta teman kerja dan pemimpin yang (2011) menyatakan gejala depresi hampir sama
tidak bisa diajak kerja sama, serta suami yang pada stress tahap V yaitu kelelahan fisik dan
kurang mendukung. Perawat wanita yang mental semakin mendalam, ketidakmampuan
pulang ke rumah dan harus menyegerakan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-
untuk melakukan seluruh pekerjaan rumah harinya, gangguan system pencernaan semakin
tangga membuat para perawat wanita tertekan berat, mudah bingung dan panik. Tetapi stress
secara psikis dan fisik. kerja yang disebabkan oleh konflik peran
ganda dapat diredam dengan beberapa faktor
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 35
antara lain bantuan pengasuhan anak, pekerjaan dan rumah tangga agar harapannya
dukungan keluarga (family support), kedua peran tersebut dapat dijalankan dengan
kepuasaan kerja (Pustaka, 2018). Pada sama baiknya, dan pihak rumah sakit perlu
penelitian yang dilakukan tingkat stres memberikan perhatian seperti kebijakan yang
responden berada pada stress menengah. tepat dalam menangani masalah konflik peran
Keadaaan yang demikian apabila terus ganda yang dialami oleh perawat wanita
berlanjut akan berdampak pada stres kerjanya dikarenakan masalah ini dapat memicu stress
ketika berada di rumah sakit. Stres kerja ini kerja yang nantinya dapat mempengaruhi
bisa dikaitkan dengan kualitas pekerjaanya kinerja perawat dalam memberikan pelayanan
dalam menghadapi pasien sebagai pekerja kepada pasien
pelayanan kesehatan yang membutuhkan
konsentrasi dan tanggung jawab yang tinggi
(Fita, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Dari pembahasan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa konflik peran ganda Aini, S. N. (2014). Pengaruh Tata Nilai
merupakan suatu keadaan atau pertentangan Perusahaan Terhadap Kinerja Perawat
dalam diri seseorang terkait dengan konflik Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
peran yang dijalankan. Pertentangan antar Balimbingan Ptpn Iv Dalam Rangka
peran yang dimiliki oleh individu membuat Spin-Off. FK USU. Diunduh August
hambatan dalam pemenuhan peran yang 11, 2019, 5:35:11 PM
lainnya. Keadaaan yang demikian apabila terus
berlanjut dapat memicu munculnya stres kerja AIS. (2018). Stress At Work. Colombia: U.S.
dan dapat menurunkan produktifitas serta DEPARTMENT OF HEALTH AND
kinerja dari perawat wanita. HUMAN SERVICES. Diunduh April
2, 2019, 03:02:15 AM
Akbar, D. A. (2017). Konflik Peran Ganda
KESIMPULAN DAN SARAN Karyawan Wanita Dan Stress Kerja.
Jurnal Kajian Gender dan Anak.
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil Diunduh March 25, 2019, 8:39:18 AM
penelitian “Hubungan Konflik Perawat Yang
Berperan Ganda Sebagai Ibu dengan Stres Amin, M. A. (2017). Klasifikasi Kelompok
Kerja Perawat di RS X Kota Tanggerang Umur Manusia Berdasarkan Analisis
Tahun 2019” adalah hasil penelitian mengenai Dimensi Fraktal Box Counting Dari
tingkat konflik peran ganda menunjukkan Citra Wajah Dengan Deteksi Tepi
bahwa mayoritas responden memiliki konflik Canny. Jurnal Ilmiah Matematika.
peran ganda rendah dan sedang seimbang yaitu Diunduh September 30, 2019, 2:55:49
24 dari 49 responden, sedangkan untuk tingkat AM
stress kerja menunjukkan bahwa jumlah Ann Vitale, S. (2015). Nurses Working The
responden memiliki stress menengah Night Shift: Impact On Home, Family
terbanyak yaitu 41 dari 49 responden. Pada And Social Life. Journal Of Nursing
penelitian ini terdapat hubungan antara konflik Education And Practice. Diunduh
perawat yang berperan ganda sebagai ibu March 28, 2019, 6:27:37 PM
dengan stress kerja perawat terhadap dengan p
value 0,012 (p<0,05). Dalam hal ini disarankan Anwar, H. (2014). Hubungan Antara Otonomi
untuk perawat sebagai seorang wanita yang Kerja, Orientasi Peran Gender
ingin menjalankan karir tetap menjaga Keluarga, Keseimbangan Kerja-
keseimbangan peran gandanya yaitu antara Keluarga Dengan Kepuasan Kerja Dan
Kepuasan Keluarga Pada Perempuan
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 36
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019
Jurnal Kesehatan STIKES Telogorejo, Vol XII No 1, Juni 2020/ page 1-53 38
HUBUNGAN KONFLIK PERAWAT YANG BERPERAN GANDA SEBAGAI IBU DENGAN STRES KERJA
PERAWAT DI RS X KOTATANGGERANG TAHUN 2019