Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fonologi adalah suatu kajian bahasa yang berusaha mengkaji bunyi ujaran yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi ujaran yang dimaksud adalah pembentukan
fonem-fonem yang disatukan menjadi sebuah kata. Oleh fonologi, bunyi-bunyi ujaran ini
dapat dipelajari dengan dua sudut pandang. Pertama, bunyi-bunyi ujaran dipandang
sebagai media bahasa semata, tidak ubahnya seperti benda atau zat. Dengan demikian,
bunyi-bunyi dianggap sebagai bahan mentah. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi
ujaran demikian disebut fonetik. Kedua, bunyi-bunyi ujaran dipandang sebagai bagian dari
sistem bahasa. Bunyi-bunyi ujaran adalah unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian
dari struktur kata yang sekaligus berfungsi untuk membedakan makna. Fonologi yang
memandang bunyi-bunyi ujaran sebagai bagian dari sistem bahasa disebut fonemik
(Muslich, 2008: 2).
Bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia mempunyai jumlah yang tidak
terbatas. Bunyi-bunyi tersebut berbeda kualitasnya akibat perbedaan anatomi manusia.
Bunyi tersebut dapat digolongkan menjadi bunyi tidak disertai hambatan arus udara pada
alat bicara yang disebut bunyi vokal dan bunyi dibentuk dengan menghambat arus udara
pada alat berbicara yang disebut konsonan. Vokal dan konsonan dikategorikan sebagai
fonem (Alwi dkk, 2003: 49 – 52 ). Secara universal, setiap bahasa diyakini memiliki
fonem tersebut. Pembedanya hanyalah bentuk dan jumlah fonem dalam bahasa
bersangkutan. Salah satunya pada bahasa Angkola-Mandailing (selanjutnya BAM).
BAM yang dimaksud adalah salah satu bahasa dari sekian banyaknya bahasa di
Sumatera Utara yang berlokasi di Kabupaten Tapanuli Selatan, khususnya Kecamatan
Sipirok. Secara geografis, Kecamatan Sipirok terletak pada 0,02° – 2,3° Lintang Utara dan
98,49° – 100,22° Bujur Timur. Secara topografi daerah ini terdiri dari dataran tinggi
bergunung dengan ketinggian antara 0 – 1500 meter di atas permukaan laut. Sipirok
merupakan pusat pemerintahan dari Kabupaten Tapanuli Selatan yang dikelilingi oleh
beberapa kecamatan lainnya, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Arse,
sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Marancar dan Kecamatan Angkola Timur,
dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Batang Toru. Kecamatan Sipirok
mempunyai 34 desa dan 6 kelurahan. Keenam kelurahan tersebut yaitu, 1) Baringin, 2)
Bunga Bondar, 3) Huta Suhut. 4) Parau Sorat, 5) Pasar Sipirok dan, 6) Sipirok Godang.

Universitas Sumatera Utara


Luas kecamatan ini mencapai 461,76 km² dengan jumlah penduduk skitar 30.775 jiwa (
Badan Pusat Statistika, Tapanuli Selatan dalam Angka 2012 ).
BAM adalah salah satu bahasa ibu penuturnya yang harus dilestarikan. Bahasa ini
merupakan jati diri dari suku Angkola dan Mandailing. Dirjen UNESCO Irina Bokova
mengatakan (Sindonew.com), bahasa merupakan nilai tambah bagi kualitas hidup dan
kohesisosial. Sudah sangat jelas, untuk meningkatkan kualitas hidup, bahasa perlu
dilestarikan. Rasa penghargaan yang tinggi terhadap bahasa sendiri perlu ditanamkan
dalam benak kaum muda kerena mereka adalah penentu masa depan bangsa ini. Untuk itu
perlu diadakan pengkajian dalam BAM secara mendalam terutama dalam kajian Fonologi
Generatif.
Berjalannya waktu dan semakin berkembangnnya zaman, BAM sudah mulai
mengalami pergeseran. Hal ini disebabkan sifat dari bahasa itu sendiri yang dinamis,
sehingga perkembangan zaman, IPTEK, kata-kata serapan, atau hal lain yang
menimbulkan permasalahan dalam bunyi-bunyi ujaran. Permasalahan bunyi-bunyi ujaran
tersebut dapat berupa penggunaan kata-kata yang berbeda atau penggunaan fonem yang
berbeda-beda. Misalnya dapat dilihat melalui penggunakan bunyi-bunyi ujaran para orang
tua dan generasi muda. Pada umumnya para orang tua masih menggunakan bunyi-bunyi
ujaran yang masih asli BAM, sedangkan generasi muda sudah mulai mengalami
pergeseran bahasa yang disebabkan perkembangan zaman ditambah pencemaran
kebahasaan melalui kata-kata serapan. Untuk itu, peneliti tertarik melihat fenomena-
fenomena dalam BAM ini, terutama dalam sistem vokal dan konsonan yang melalui
analisis kajian Fonologi Generatif.
Penelitian fonologi terdahulu memang sudah banyak dilakukan. Namun, pada
umumya hanya didasari pada teori Fonologi Struktural saja. Fonologi Struktural memiliki
kesenjangan dalam memaparkan sistem fonem, sehingga perlu diperbarui dengan Fonologi
Generatif.
Dalam Fonologi Generatif, proses pembentukan kalimat harus melewati tiga fase,
yaitu fase struktur frase, fase transformasi, dan fase morfofonemik. Dari ketiga rumus
tersebut jika diaplikasikan dalam BAM akan diperoleh hasil berupa serangkaian segmen
fonologi dalam bahasa yang bersangkutan dan digunakan dalam struktur fonetik berupa
ujaran yang didengar. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa tujuan dari teori ini
adalah untuk mendeskripsikan bahasa terutama fonetiknya dari sisi universal sehingga bisa
terlihat benar-benar faktor pembedanya. Dimana sasaran utama fonetik universal adalah
pemerian bunyi-bunyi yang secara linguistik bisa signifikan dalam suatu bahasa manusia.

Universitas Sumatera Utara


Ada tiga bagian penting dari bunyi BAM yang dapat diamati. Bagian-bagian tersebut
tersusun secara teratur dalam struktur bunyi yang bertahap. Bagian yang paling bawah
merupakan unit terkecil dalam analisis bunyi yang biasa disebut fitur distngtif. Tujuan
teori dari fitur distingtif adalah membedakan bunyi-bunyi bahasa signifikan yang dapat
membedakan ciri satu bahasa dengan bahasa yang lain. Bagian menengah adalah segmen
yang tersusun beberapa fitur distingtif. Bagian teratas adalah struktur bagian teratas dalam
analisis bunyi bahasa, yaitu suku kata yang terbentuk dari beberapa segmen (Schane,
1992:9).
Salah satu paradigma yang sangat menonjol dalam Fonologi Generatif adalah
memperlakukan fitur distingtif sebagai satuan terkecil dalam analisis fonologi. Pandangan
inilah yang membedakan dengan teori struktural, yang justru beranggapan bahwa fonem
sebagai satuan terkecil. Halle (1964), misalnya, telah menunjukkan bahwa morfem-
morfem dalam tata bahasa generatif bisa langsung diwakili oleh fitur distingtif dengan
menyampingkan fonem (Mulyadi, 1997: Jurnal Komunikasi Penilitian).
Dalam kajian Fonologi Generatif, konsep singnifikansi menyangkut perbedaan
segmen pada level fonetis, apakah bersifat fonemis atau alofonis. Segmen dalam Fonologi
Generatif ini setara dengan fonem dalam Fonologi Struktural. Hanya saja segmen masih
dapat diperkecil lagi menjadi segmen asal dan segmen derivasi. Segmen yang berbeda
secara fonemis digolongkan sebagai segmen asal. Sedangkan yang berbeda secara alofonis
merupakan varian dari sebuah segmen asal, yaitu segmen derivasi. Secara universal, setiap
bahasa memiliki ciri ini, hanya saja bentuk dan jumlahnya yang berbeda, khususnya dalam
BAM, sehingga perlu dikaji secara mendalam untuk mengetahui ciri-ciri fonologis
tersebut.
Tata bahasa generatif berhubungan dengan proses fonologis dimana setiap bahasa
mengalami proses fonologis yang tidak hanya disebabkan adanya interaksi dengan bunyi
lain, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek-aspek morfologis ataupun sintaksis. Proses
fonologis biasanya terjadi pada tingkat kata maupun frasa. Proses fonologis yang terjadi
pada tingkat kata sebagai satu unit morfem bebas maupun gabungan antara morfem terikat
dengan morfem lain dan salah satu dari bunyi morfem tersebut mengalami perubahan
karena pengaruh bunyi dari morfem lain. Untuk itu penting diperhatikan bagaimana proses
perubahan bunyi pada BAM
Fonologi generatif dalam pendeskripsiannya sudah sangat kompleks. Banyak
permasalahan dalam teori Fonologi Struktural yang dapat dijawab oleh Fonologi
Generatif. Melalui teori Fonologi Generatif, sejumlah bunyi BAM akan lebih terungkap

Universitas Sumatera Utara


secara mendalam. Misalnya, adanya segmen vokal yang bervariasi karena segmen asalnya
yaitu bunyi segmen / i / yang memiliki segmen derivasi [i] dan [I] → [ sIrsIr] ‘tabur’ , [
lihi]’lele’. Bunyi [ i ] yaitu bunyi tegang terbuka dan bunyi [ I ] yaitu kendur tertutup →
analisis ini hanyalah ada pada fonologi generatif saja.
Penelitian terdahulu mengenai fonologi generatif dalam BAM hanya didasari dengan
teori fonologi struktural saja. Misalnya tulisan yang berjudul Fonologi Bahasa Mandailing
oleh Syaiful Bahri Lubis, Fonologi Bahasa Angkola pada tahun 1997 oleh Tumpal H.
Dongoran, dan Fonologi Bahasa Angkola / Mandailing di Desa Hutagodang Kecamatan
Kotanopan Kabupaten Tapauli Selatan pada tahun 1988 oleh Ahmad Samin Siregar.
Untuk itu perlu dikaji secara mendalam mengenai segmen vokal dan konsonan dalam
BAM dengan menggunakan teori mutahir, Fonologi Generatif agar menambah khazanah
dan pelestarian BAM.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, masalah yang akan
dibahas adalah
1. Segmen vokal dan konsonan apa sajakah yang terdapat dalam BAM?
2. Bagaimanakah sistem segmen vokal dan konsonan dalam BAM?
3. Bagaimanakah distribusi segmen vokal dan konsonan beserta variasinya yang
terdapat dalam BAM?
4. Bagaimanakah pola suku kata dalam BAM?
5. Bagaimanakah kaidah perubahan bunyi BAM?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah diperuntukkan:
1. Mendeskripsikan segmen vokal dan konsonan yang terdapat dalam BAM.
2. Mendeskripsikan distribusi segmen vokal dan konsonan beserta variasi
segmennya yang terdapat dalam BAM.
3. Mendeskripsikan pola suku kata dalam BAM
4. Mengambarkan sistem segmen vokal dan konsonan dalam BAM.
5. Mendeskripsikan kaidah perubahan bunyi dalam BAM.

Universitas Sumatera Utara


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


Adapun manfaat teoritis dalam penelitian ini antaralain:
1. Menjadi sumber masukan atau reerensi bagi penelitian lain dalam mengkaji lebih
lanjut mengenai segmen vokal dan konsonan dalam BAM terutama dalam kajian
Fonologi Generatif.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang segmen vokal dan
konsonan dalam BAM terutama dalam kajian Fonologi Generatif.
3. Memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai struktur fonologi BAM.
4. Menggungkap tingkat perbedaan dan persamaan antara BAM dan bahasa
Indonesia.

1.4.2 Manfaat Praktis


Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah
1. Memperkenalkan BAM kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang
dapat memperkaya kebudayaan nasional.
2. Melestarikan, membina, dan mengembangkan BAM di Kecamatan Siporik
menjadi lebih baik lagi.
3. Sebagai informasi bagi pamerintahan daerah mengenai hasil penelitian baru
tentang segmen vokal dan konsonan BAM dalam kajian Fonologi Generatif.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai