Anda di halaman 1dari 10

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2020/21.1 (2020.2)

Nama Mahasiswa : GUSTI RENALDO

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 030982951

Tanggal Lahir : 03 November 1999

Kode/Nama Mata Kuliah : Hubungan Pusat dan Daerah

Kode/Nama Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Kode/Nama UPBJJ : PANGKALPINANG

Hari/Tanggal UAS THE : 14 Desember 2020

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Surat Pernyataan
Mahasiswa
Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama Mahasiswa : GUSTI RENALDO

NIM : 030982951

Kode/Nama Mata Kuliah : Hubungan Pusat dan Daerah

Fakultas : FHISIP

Program Studi : ILMU ADMINISTRASI NEGARA

UPBJJ-UT : PANGKALPINANG

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada
laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal
ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Tanjungpandan, 14 Desember 2020

Yang Membuat Pernyataan

Gusti Renaldo
1. Berdasarkan Doktrin, pada suatu negara kesatuan kekuasaan pemerintahan
adalah wewenang pemerintah pusat yang kemudian diselenggarakan dengan
berdasarkan asas sentralisasi dan desentralisasi. Namun, secara empiris tidak
ada satupun negara yang secara ekstrim pemerintahannya bersifat sentralistik,
ataupun sepenuhnya bersifat desentralisasi.

Pada prinsipnya tidak mungkin menyelenggarakan prinsip desentralisasi tanpa


adanya sentralisasi terlebih dahulu. Sebab desentralisasi tanpa adanya
sentralisasi akan menyebabkan disintegrasi. Oleh karena itu, otonomi daerah
yang pada hakikatnya mengandung kebebasan dan keleluasaa berprasangka
memerlukan bimbingan dan pengawasan pemerintah sehingga tidak menjelma
menjadi kedaulatan.

Pembagian kewenangan dalam hubungan pusat dan daerah adalah menyanglut


pembagian urusan rumah tangga. Pada hakikatnya urusan pemerintahan terbagi
menjadi dua kelompok, pertama, urusan pemerintahan yang sebenarnya
diselenggarakan oleh pemerintah tanpa asas desentralisasi. Berbagai urusan
pemerintahan tersebut secara eksklusif menjadi wewenang pemerintah, baik
pemerintah negara kesatuan maupu federal. Sejumlah urusan pemerintahan
tersebut diselenggarakan dengan asas sentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan. Kedua, meski sejumlah urusan pemerintahan lain, dapat
diselenggarakan dengan asas desentralisasi, berbagai urusan pemerintahan
tersebut tidak pernah sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom.

Otonomi luas biasanya bertolak dari prinsip bahwa semua urusan pemerintahan
pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah kecuali yang ditentukan
sebgai urusan pusat. Untuk menjalankan hal tersebut maka sistem rumah
tangga adalah tatanan yang dijadikan dasar dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dilakukan dengan cara membagi wewenang, tugas,
dan tanggungjawab mengatur segala urusan peerintahan antara pusat dan
daerah. Secara konseptual dikenal tiga ajaran utama, yakni ajaran rumah tangga
formal, material, dan nyata (riil)

Persebaran urusan pemerintahan memiliki dua prinsip pokok, yakni :


1) Selalu terdapat urusan pemerintahan yang secara absolut tidak dapat
diserahkan kepada daerah karena menyangkut kepentingan kelangsungan
hidup bangsa dan negara;
2) Tidak ada urusan pemerintahan yang sepenuhnya dapat diserahkan
kepada daerah. Bagian-bagian urusan pemerintah yang diserahakan
kepada daerah hanyalah yang menyangkut kepentinhan masyarakat
setempat.

Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terlihat bahwa


pembagian urusan pemerintahan didasarkan pada prinsip diatas. Dalam UU
tersebut ditegaskan bahwa urusan pemerintahan terdiri dari :
1) Urusan Pemerintahan Absolut ;
Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pusat yang
meliputi; pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan
agama.
2) Urusan Pemerintahan Konkuren ;
Urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah
provinsi dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren
yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.
3) Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan yang meliputi;
pembinanaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional, pembinaan
persatuan dan kesatuan, pengembangan kehidupan demokrasi
berdasarkan pancasila, dan penanganan konflik sosial sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

2. Di dalam Pasal 55 UU Nomor 5 Thaun 1974 dijelaskan bahwa Sumber


Pendapatan Daerah mencakupi berikut ini.

1) Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari hasil pajak daerah; hasil retribusi
daerah; hasil perusahaan daerah; dan lain-lain usaha daerah yang sah.

2) Pendapatan yang berasal dari pemerintah terdiri atas sumbangan dari


pemerintah; dan sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan
peraturan peundangan.

3) Lain-lain pendapatan yang sah, yaitu pendapatan daerah yang berasal dari
sumber lain dari yang tersebut pada pendapatan 1 dan 2 diatas, sepeti
sumbangan dari pihak ketiga kepala daerah.

Dalam kenyataan, realisasi dari semua sumber pendapatan yang dikemukakan


diatas berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya, sesuai
dengan kondisi masing-masing. Akan tetapi, secara umum, pendapatan asli
daerah jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan yang berasal
dari pemerintah pusat. Walaupun sebenarnya penerimaan pusat tersebut
berasal dari daerah juga.

Pada masa orde baru, sumber pembiayaan pembangunan daerah bermacam-


macam, dan masing-masing mempunyai mekanisme sendiri. Sumber tersebut
terbagi dari APBN dan APBD.

Pembiayaan yang Bersumber dari Pemerintah Pusat (APBN). Pembiayaan ini


dimaksudkan untuk :

a) Melaksanakan proyek-proyek pembangunan tahunan (APBN) sesuai


replika

b) Mencapai pemerataan pembangunan antardaerah

c) Mencapai tujuan-tujuan pembangunan di sektor-sektor atau kegiata-


kegiatan tertentu.

Mekanismenya disalurkan dalam bentuk :

a) Dana DIP (Dana Sektoral)


Dana ini adalah dana dari pemerintah pusat yang dialokasikan secara
langsung ke berbagai sektor ekonomi sesuai dengan prioritas
pembangunan nasional seperti yang ditetapkan dalam Repelita.
Pemilohan proyek-proyek sektoral yang dituangkan dalam DIP ini
didasarkan atas efisiensi dan efektivitas dengan memperhatikan
produktivitas dan dampak proyek secara makro, yaitu menjamin
tercapainya pemerataan dan meciptkan lapangan kerja bagi masyarakat
serta pertumbuhan ekonomi.
b) Dana non-DIP (Dana Inpres)
Dana ini diwujudkan dalam bentuk dana Inpres (dana regional).
Tujuannya adalah untuk mencapai keseimbangan pembangunan antar
wilayah serta mendorong usaha-usaha pembangunan tertentu. Jenisnya
terdiri dari:
 Bantuan umum, berupa bantuan pembangunan Daerah Tingkat 1,
bantuan pembangunan Dati 2, dan Bantuan Pembangunan Desa
 Bantuan Khusus, berupa bantuan Pembangunan Sekolah Dasar,
Bantuan pembangunan Kesehatan, Bantuan Penunjang jalan dan
Jembatan, serta bantuan untuk penghijauan dan reboisasi.

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa pembiayaan pembangunan daerah


diperoleh dari beberapa sumber, yang masing-masing memiliki mekanisme yang
berbeda. Ini merupakan kondisi yang sudah barang tentu kurang
menguntungkan karena daerah tidak akan dapat membuat program
pembangunan secara cermat dan pasti untuk tiap tahun anggaran tertentu. Oleh
karena sebagian besar dananya sangat ditentukan oleh pihak luar yang
kebijakannya tidak dapat diperkirakan secara pasti.

3. Pola Penyelenggaraan pelayanan umum, menurt LAN (1998) dapat dilakukan


dengan berbagai macam pola, antara lain :

1) Pola pelayanan fungsional, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan


oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi dan
kewenangannya.

2) Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan
secara tunggal oleh instansi pemerintah berdasarkan pelimpahan
wewenang dari instansi pemerintah terkait lainnya.

3) Pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan umum yang dilakukan
secara terpadu pada satu tempat/tinggal oleh beberapa instansi
pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangannya masing-masing

4) Pola pelayanan secara terpusat, yatu pola pelayanan umum yang


dilakukan oleh satu instansi pemerintah yang bertindak selaku
koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya secara
terkait dengan bidang pelayanan umum yang bersangkutan.

Lebih lanjut, LAN (1998) membuat beberapa kriteria pelayanan publik yang baik,
antara lain :

1) Kejelasan dan kepastian: kriteria ini mengandung artu adanya kejelasan


dan kepastian mengenai:
 Prosedur/tata cara pelayanan
 Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun
persyaratan administratif
 Unit kerja dan/atau pejabat yang berwenang dan
bertanggungjawab dalam memberikann pelayanan
 Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, serta
 Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

2) Keamanan: kriteria ini mengandung arti proses hasil pelayanan dapat


memberikan keamanan, kenyamanan, dan dapat memberikan kepastian
hukum bagi masyarakat

3) Keterbukaan: kriteria ini mengandung artu prosedur/tata cara


persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan,
waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif, serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar
mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun
tidak diminta

4) Efisiensi: kriteria ini mengandung arti:


 Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan yang berkaitan;
 Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal
proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan
adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi
pemerintah lain yang terkait

5) Ekonomis: kriteria ini mengandung arti pengenaan biaya pelayanan harus


ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan seperti berikut.
 Nilai barang dan jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut
biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran
 Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar
 Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

6) Keadilan yang merata: kriteria ini mengadung artu cakupan/jangkauan


pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang
merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

7) Ketepatan waktu: kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan


masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

8) Kuantitatif: kriteria kuantitatif ini, antara lain :


 Jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (per-hari, per-
bulan atau per-tahun). Perbandingan periode pertama dengan
periode berikutnya menunjukkan adanya peningkatan atau tidak
 Lamanya waktu pemberian pelayanan masyarakat sesuai dengan
permintaan (dihitung secara rata-rata)
 Penggunaan peranglat-perangkat modern untuk mempercepat dan
mempermudah pelayanan kepada masyarakat
 Frekuensi keluhan dan atau pujian dari masyrakat penerima
pelayanan terhadap pelayanan yang diberikan oleh unit
kerja/kantor pelayanan yang bersangkutan
4. Pengawasan yang dilakukan berdasarkan Produk Hukum dan Kebijakan
Daerah dilakukan secara represif. Pengawasan represif adalah pengawasan yang
dilakukan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah baik berupa
Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah maupun Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Pihak yang dapat melakukan pengawasan terhadap produk hukum dan


kebijakan daerah adalah :

a) DPRD
Sesuai dengan fungsinya dapat melakukan pengawasan tas pelaksanaan
urusan pemerintahan daerah di dalam wilayah kerjanya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD
ini adlaah pengawasan politik, yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, yang wujudnya dapay
berupa peraturan daerah atau peraturan kepala daerah. Dengan kata lain,
fungsi pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah bersifat
pengawasan dan bukan pengawasan teknis.
Sebagaimana yang diketahui, bahwa DPRD memiliki kewenangan antara
lain:
 Legislasi
 Penetapan anggaran
 Pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah
 Quasi peradilan

b) Menteri Dalam Negeri


Dapat melaksanakan pengawasan secara represif yang dibantu oleh tim
yang anggotanya terdiri dari unsur kementerian atau lembaga
nonkementerian dan unsur lain yang sesuai dengan kebutuhan. Mendagri
berhak membuat keputusan atas Perda, SK Kepala Daerah, keputusan
DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD setelah melalui pemberian saran,
pertimbangan, koreksi, dan penyempurnaan dan pada tingkat terkahir
dapat membatalkan berlakunya kebijakan daerah. Mendagri dapat
melimpahkan wewenangnya kepada Gubermur untuk melakukan
pengawasan.

c) Gubernur
Dalam pelaksanaanya, pemerintah dapat melimpahkan pengawasan
kepada Gubernur selaku wakil pemerintah terhadap peraturan daerah
dan/atau keputusan kepala daerah serta keputusan DPRD dan keputusan
pimpinan DPRD kabupaten/kota setelah berkoordinasi dengan instansi
terkait. Dalam melaksanakan pengawasan represif, gubernur dibantu oleh
tim yang anggotanya terdiri dari unsur pemerintah daerah provinsi dan
unsur lain sesuai kebutuhan. Dlam rangka pengawasan represif, gubernur
selaku wakil pemerintah dapat mengambil langkah-langkah berupa saran,
pertimbangan, koreski serta penyempurnaan dan pada tingkat terkhir
dapat membatalkan berlakunya kebijakan daerah kabupaten/kota.
Pengawasan yang dilimpahkan kepada gubernur dilaporkan kepada
presiden melalui menteri dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai