Anda di halaman 1dari 31

“ANALISIS PENGHITUNGAN, PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN

PELAPORAN (PPH) PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI DI KANTOR


PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA SOLOK”

Proposal Untuk Tugas Akhir

Diajukan Oleh :
MUHAMAD GENTA
1800522056

UNIVERSITAS ANDALAS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM DIPLOMA III FEUA
DESEMBER 2020
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan suatu alat yang digunakan pemerintah di dalam

mencapai tujuan sebagai sumber penerimaan Negara, baik yang bersifat langsung

maupun tidak langsung dari masyarakat, karena pajak yang dikumpulkan tersebut

digunakan untuk kepentingan serta membiayai pengeluaran rutin serta

pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.

Pasal 23A Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa

segala pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara

diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu, sistem dan peraturan perpajakan

yang merupakan landasan pemungutan pajak negara harus ditetapkan dengan

undangundang. Namun demikian, warga negara selaku wajib pajak diberi

kebebasan untuk memilih kebijakan dalam perhitungan pajak, sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang.

Salah satu pajak yang dipungut adalah Pajak Penghasilan. Pajak

penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada objek pajak atas penghasilan

yang diperolehnya. Secara umum pajak dikenakan kepada subjek pajak atas objek

jenis pajaknya masing-masing. Pemotongan atau pemungutan atas pajak pada

umumnya dilakukan pada saat pihak lain melakukan transaksi dengan pemotong

atau pemungut.

Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari kewajiban dan peran serta

Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban


perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan negara dan

pembangunan nasional. Wajib Pajak sendiri diberi kepercayaan untuk

menghitung, membayar serta melaporkan sendiri pajak terutangnya, yang disebut

Self Assessment System, sedangkan pajak yang dipungut oleh aparatur perpajakan

disebut official assessment system, dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh

pihak ketiga disebut withholding system. Melalui sistem ini administrasi

perpajakan dapat dilaksanakan dengan lebih mudah untuk dipahami oleh wajib

pajak.

PPh Pasal 21 merupakan pajak terutang atas penghasilan yang menjadi

kewajiban wajib pajak untuk membayarnya. Wajib pajak yang memenuhi

persyaratan dan sesuai peraturan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, akan

dilakukan perhitungan pajak dari penghasilan yang diperoleh. Penghasilan yang

dimaksud berupa gaji, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama

apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh

wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Pembayaran PPh Pasal 21 dilakukan dalam tahun berjalan melalui

pemotongan oleh pihak-pihak tertentu. Pihak yang wajib melakukan pemotongan,

penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 adalah pemberi kerja, bendaharawan

pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.

Dengan penjelasan serta memerhatikan alasan diatas, maka penulis tertarik

untuk mengangkat sebuah judul yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan Pasal

21 pegawaI yaitu: “ANALISIS PENGHITUNGAN, PEMOTONGAN,

PENYETORAN, DAN PELAPORAN (PPH) PASAL 21 TERHADAP


PEGAWAI DI KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA

SOLOK”

1.2 Rumusan Masalah

Dalam mengangkat judul mengenai PPh Pasal 21 tentu akan memunculkan

beberapa persoalan. Adapun rumusan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perhitungan PPh pasal 21 terhadap pegawai tetap pada Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara Solok

2. Bagaimana pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 terhadap pegawai

tetap pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Solok

3. Bagaimana pelaporan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap pada Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara Solok

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana cara perhitungan PPh pasal 21 terhadap

pegawai tetap pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Solok

2. Untuk mengetahui bagaimana cara pemotongan dan penyetoran PPh Pasal

21 terhadap pegawai tetap pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

Solok

3. Untuk mengetahui bagaimana pelaporan PPh Pasal 21 terhadap pegawai

tetap pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Solok

4. .Untuk meengetahui kendala yang di alami dalam melakukan pemotongan,

penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai di

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Solok


1.4 Manfaat Kegiatan Magang

Dari kegiatan magang, begitu banyak manfaat yang dapat diambil baik untuk

penulis, peserta magang, untuk universitas dan bahkan untuk perusahaan tempat

magang. Adapun manfaatnya yaitu :

1. Bagi Penulis

a. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan ilmu

perpajakan yang di peroleh dalam mata kuliah perpajakan.

b. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang perpajakan khususnya

mengenai PPh pasal 21 atas pegawai tetap.

c. Penulis dapat mengetahui langsung bagaimana perhitungan,

pemotongan serta pelaporan PPh 21 atas pegawai tetap pada

perusahaan terkait.

d. Untuk mengaplikasikan teori-teori ilmu yang telah diperoleh selama


mengikuti kegiatan perkuliahan di Universitas Andalas ke bentuk
praktik yang nyata di dunia kerja.

e. Untuk meningkatkan kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi

masalah baru yang muncul dalam dunia kerja sehari-hari guna

membangun jiwa kerja tangguh, handal dan profesional

2. Bagi Peserta Magang

Manfaat kegiatan magang ini sangat berperan dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari di perkuliahan. Manfaat

lainnya adalah menambah wawasan serta pengetahuan baru dalam

menghadapi dunia kerja nantinya, menumbuhkan sikap disiplin dan

tanggung jawab terhadap pekerjaan yang di berikan serta melatih diri

sendiri untuk berinteraksi dengan orang-orang dalam dunia kerja.


3. Bagi Universitas

Manfaat dari kegiatan magang bagi universitas yaitu untuk

menghasilkan lulusan terbaik dari yang siap terjun ke dunia kerja sesuai

posisi dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, serta etos kerja

yang sesuai dengan tuntutan lapangan pekerjaan saat ini.

4. Bagi Instansi

Menunjang program pemerintah untuk menciptakan sumber daya

manusia yang terampil dan berkualitas, juga untuk menjalin kerja sama

yang baik dunia pendidikan dengan dunia kerja yaitu antara universitas

dan instansi terkait.

1.5 Tempat dan Waktu Magang

Magang ini akan dilaksanakan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan

Negara Solok selama 40 (empat puluh) hari kerja, Berikut ini nama instansi

berserta alamat lengkapnya :

nama instansi : Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Solok

alamat : Jalan Raya Koto Baru Solok 27362

telepon : 0755-21632

email : kppnsolok090@gmail.com

website :
1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab yang akan

membahas mengenai hal-hal sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini penulis akan menguraikan latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat kegiatan magang,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan secara teoritis mengenai pajak secara

umum, lalu tentang perhitungan, pemotongan dan

pelaporan

PPh pasal 21.

BAB III : GAMBARAN UMUM INSTANSI ASC

Bab ini menjelaskan tentang profil dan gambaran umum

instansi yang menguraikan tentang latar belakang instansi,

sejarah berdirinya dan bagaimana perkembangan instansi,

dan struktur organisasi instansi beserta uraian tugas

masing-masingnya.

BAB IV : PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan jawaban atas pertanyaan pada

rumusan masalah yang terdiri dari bagaimana perhitungan,

pemotongan (PPh) pasal 21 terhadap pegawai tetap pada

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Solok dan

bagaimana mekanisme penyetoran dan pelaporan pajak


penghasilan (PPh) pasal 21 terhadap pegawai tetap pada

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Solok

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan

dan saran bagi pihak-pihak yang berkepentingan bagi

kemajuan penulisan.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pajak Secara Umum

2.1.1 Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum

(undangundang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat

ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Prof. Dr.

P. J. A. Adriani)

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut:

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk

membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. (Prof. Dr. H.

Rochmat Soemitro SH)

Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor

pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,

berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan

yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-

tugasnya untuk menjalankan pemerintahan. (Sommerfeld Ray M., Anderson

Herschel M., & Brock Horace R)

2.1.2 Fungsi Pajak

Secara umum ada dua fungsi pajak, yaitu :

1. Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaranpengeluarannya.

2. Fungsi Regulerend

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan

pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Secara lebih spesifik, Sommerfold, Anderson dan Brock menyebutkan lima

fungsi pajak, yaitu: (1) Raising Revenues, (2) Economic Price Stability, (3)

Economic Growth and Full Employment, (4) Economic Development, dan

(5) Wealth Redistribution. Mereka berpendapat bahwa pada fungsi pajak

dapat dibedakan menjadi dua kategori besar, yaitu :

1. Fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara yang aman dan

berkelanjutan, dan

2. Fungsi pajak sebagai instrumen politik.


Fungsi pajak sebagai instrumen politik, digunakan oleh pemerintah untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.

2.1.3 Jenis Pajak

Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga,

yaitu pengelompokkan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga

pemungutannya.

1. Menurut Golongan

Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung

sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau

dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), PPh dibayar atau ditanggung

oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.

b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.

Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa,

atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya

penyerahan barang atau jasa.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPN terjadi karena

terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa.

2. Menurut Sifat

Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memerhatikan

keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang

memerhatikan keadaan subjeknya.


Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) Subjek Pajak orang pribadi.

Pengenaan PPh orang pribadi tersebut memerhatikan keadaan

pribadi Wajib Pajak seperti status perkawinan, banyaknya anak, dan

tanggungan lainnya. Keadaan tersebut yang menentukan besanya

penghasilan tidak kena pajak.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memerhatikan

objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa

yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa

memerhatikan keadaan pribadi subjek pajak maupun tempat tinggal.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

3. Menurut Lembaga Pemungut

Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Pajak Pusat, pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.

Contoh : PPh, PPN, dan PPnBM serta Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan (BPHTB).

b. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik

daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak

kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

daerah masing-masing.

c. Pajak Provinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan

di atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di

atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, serta Pajak


Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan.

d. Pajak Kabupaten/Kota meliputi Pajak Hotel, Pajak

Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan,

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir.

2.1.4 Asas Pemungutan Pajak

Asas Pemungutan Pajak dibagi menjadi tiga, yaitu :

a. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak

yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari

dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam

negeri.

b. Asas sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di

wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c. Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

wajib pajak.

Ciri-cirinya :

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada


fiskus.
2. Wajib pajak bersifat pasif.

3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh


fikus

b. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya :

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

Wajib Pajak sendiri.

2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

c. With holding system

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan)

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada

pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.6 Syarat Pemungutan Pajak

Tidak mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu

tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah,

maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak

menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :


1. Pemungutan pajak harus adil

Hukum pajak mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal

pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam

pelaksanaannya.

2. Pungutan pajak tidak menganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak

menganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan,

maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan

masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok jasa,

terutama masyarakat kecil dan menengah.

3. Pemungutan pajak harus efisien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus

diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah

daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem

pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.

Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam

pembayaran pajak baik dari segi penghitungan, maupun dari segi waktu.

4. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam

menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan

dampak positif bagi para wajib untuk meningkatkan kesadaran dalam

pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit,

orang lain akan semakin enggan membayar pajak. Contohnya, tarif PPN

disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.


2.1.7 Tata Cara Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :

a. Stelsel nyata

Penerimaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),

sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,

yakni setelah penghasilan sesungghunya diketahui. Kebaikan stelsel ini

adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya

adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode.

b. Stelsel anggapan

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh

undangundang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama

dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat

ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.

Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dapat dibayar selama tahun

berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Sedangkan kelemahannya

adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang

sesungguhnya.

c. Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel

anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu

anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan

keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih

besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak menambah.

Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.


2.1.8 Tarif Pajak

Ada 4 (empat) macam tarif pajak :

1. Tarif proporsional

Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah pajak

yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional

terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

Contoh : Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean

akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.

2. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang

dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

Contoh : Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan

nilai nominal berapapun adalah Rp 1.000,00

3. Tarif Progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai

pajak semakin besar.

Contoh : UU PPh No. 36 Tahun 2008 atau dikenal dengan tarif pasal 17

ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan

Berdasarkan Pasal 17 ayat 1 UU PPh, perhitungan tarif pajak pribadi

menggunakan tarif progresif sebagai berikut :

1. Penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 per tahun dikenakan tarif

pajak sebesar 5%.


2. Penghasilan Rp50.000.000,- sampai dengan Rp250.000.000,- per

tahun dikenakan tarif pajak sebesar 15%.

3. Penghasilan Rp250.000.000,- sampai Rp500.000.000,- per tahun

dikenakan tarif sebesar 25%.

4. Penghasilan di atas Rp500.000.000,- per tahun dikenakan tarif pajak

sebesar 30%.

Sedangkan untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan

tarif sebesar 20% lebih tinggi daripada Wajib Pajak yang telah memiliki

NPWP.

4. Tarif Degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai

pajak semakin besar.

2.2. Pajak Penghasilan

2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak.

2.2.2 Subjek Pajak Penghasilan

Menurut Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun 2008, yang dikelompokkan sebagai

subjek pajak adalah sebagai berikut :

1. Subjek Pajak Orang Pribadi

Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tiggal atau berada di

Indonesia ataupun di luar Indonesia.


2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,

menggantikan yang berhak. Warisan yang belum terbagi sebagai satu

kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang

berhak yaitu ahli waris.

3. Subjek Pajak Badan

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan

lainnya, baddan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah

dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana

pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk

badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha

tetap.

4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan orang pribadi

yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia

untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

2.2.3 Bukan Subjek Pajak Penghasilan

Yang tidak termasuk Subjek Pajak berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 36


Tahun

2008 adalah :

1. Kantor perwakilan negara asing;


2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat

lain dari negara asing dan orang –orang yang diperbantukan kepada

mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka

dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak

menerima atau memperoleh penghasolan di luar jabatan atau

pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan

timbal balik;

3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi

anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan

lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan

pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para

anggota;

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana

dimaksud pada nomor 3, dengan syarat bukan warga negara Indonesia

dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk

memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi internasional yang

tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud nomor 3 ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan.

2.2.4 Objek Pajak Penghasilan

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekeyaan Wajib Pajak yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 4 UU Nomo 36 Tahun 2008, penghasilan yang termasuk

objek pajak adalah :


a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan perkerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh tersmasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain dalan Undang-Undang;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

2.2.5 Bukan Objek Pajak Penghasilan

Penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak menurut ketentuan Pasal 4

ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2008 adalah :

a) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh

badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau

disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat

yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi

pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh

lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang

ketentuannya diatur dengan atau berdasarjan Peraturan Pemerintah;

dan

b) Harta hibahnya yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,

badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang

menjalankan usaha mikro dari kecil, yang ketentuannya diatur

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang


tidak ada hubungan dengan usah, pekerjaan, kepemilikan, atau

peguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

a. warisan;
b. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai

pengganti saham atau sebagai pengganti saham atau sebagai

pengganti penyertaan modal

c. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau

jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk naturan dan/atau

kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang

diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan

pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma

penghitungan khusus (deemend profit);

d. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,

asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

e. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh

perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi,

badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari

penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan

bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2. bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima

dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan

dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;


f. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang

pendirinnya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar

oleh pemberi kerja maupun pegawai;

g. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun

sebagaimana dimaksud para huruf g, dalam bidang-bidang

tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

h. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk

pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

i. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal

ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang

didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,

dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :

1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang

menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

2. sahamnya tidak diperdagangkan di BEI

j. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan

k. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga

nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang

penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi

yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk


sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan

pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak

diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih

lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

l. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan.

2.3 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

2.3.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, merupakan pajak atas penghasilan berupa

gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam

bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatab

yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi lakukan. Jumlah pajak yang telah

dipotong dan disetorkan dengan benar oleh pemberi kerja dan pemotong lainnya

dapat digunakan oleh wajib pajak untuk dijadikan kredit pajak atas PPh yang

terutang pada akhir tahun.

Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan

oleh pihak-pihak tertentu. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran,

dan pelaporan PPh Pasal 21 adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah,

dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.

2.3.2 Wajib Pajak PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :

1. Pejabat Negara
2. Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan PNS

lainnya yang ditetapkan Peraturan Pemerintah

3. Pegawai Tetap

4. Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri

5. Tenaga Lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa,


pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar, asuransi)

6. Penerima Pensiun, mantan pegawai termasuk orang pribadi atau ahli


warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua

7. Penerima Honorarium

8. Penerima Upah

9. Tenaga Ahli (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris,


penilai, dan aktuaris)

2.3.3 Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21

Yang tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

adalah :

1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi

kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun

yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan

oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang

dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan

Pajak Penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed

profit).

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua
kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi

kerja.

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

2.3.4 Objek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, yaitu :

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa

penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara

teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan

penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus

berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau

jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah

harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang

dibayarkan secara bulanan.

5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi,

fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun

sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang

dilakukan.

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang

representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan


nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama

apapun.

2.3.5 Bukan Objek Pajak PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

Adalah :

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi

jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk

apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, termasuk Pajak

Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang

ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan.

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau

iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua

atau Badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar

oleh pemberi kerja.

4. Zakat yang diterima oleh Orang Pribadi yang berhak dari Badan atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau

sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang

diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari

lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah


sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,

atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf l

Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2.3.6 Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21

Tata cara menghitung perhitungan PPh Pasal 21 terhadap Penghasilan Tetap

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-16/PJ/2016 adalah

sebagai berikut :

a. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) 21 adalah Penghasilan Bruto.

Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh penerima

penghasilan adalah seluruh jumlah penghasilan berupa gaji tetap,

tunjangantunjangan yang merupakan penghasilan kena pajak, termasuk

premi jaminan kecelakaan kerja, dan premi jaminan kematian yang

dibayarkan/ditanggung oleh pemberi kerja untuk pegawai yang

bersangkutan sebagaimana yang diterima atau diperoleh dalam suatu

periode atau pada saat dibayarkan.

b. Penghasilan Kena Pajak. Bagi Pegawai Tetap PKP merupakan

penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Besarnya penghasilan neto bagi Pegawai Tetap yang dipotong PPh Pasal

21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto yang dikurangi dengan :

1. Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan, besarnya adalah 5% dari penghasilan

bruto, setinggi-tingginya atau maksimal sebesar Rp 6.000.000,00


(enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000,00 (lima ratu ribu

rupiah) sebulan.

2. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada

dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau

jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang

pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

c. Besarnya PTKP per tahun dilampirkan pada tabel 2.1 berikut. Besarnya

PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut :

1. Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;

2. Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri

ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan

sepenuhnya.

2.3.7 Pemotongan PPh Pasal 21

Pemotongan PPh Pasal 21 terhadap Penghasilan Tetap Menurut Peraturan

Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-16/PJ/2016 berdasarkan Pasal 17 adalah

sebagai berikut :
a. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 dipotong setiap Masa Pajak kecuali

Masa Pajak terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang

akan diperoleh selama 1 (satu) tahun.

b. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap terhitung sejak awal

tahun kalender dan mulai bekerja setelah bulan Januari, termasuk

pegawai yang sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain, banyaknya

bulan yang menjadi faktor pengali atau faktor pembagi adalah jumlah

bulan yang tersisa dalam tahun kalender sejak yang bersangkutan mulai

kerja.

c. Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk Masa Pajak terakhir

adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh

penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun

dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumya

dalam tahun pajak bersangkutan.

d. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap hanya meliputi

bagian tahun pajak maka perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk

bagian tahun pajak tersebut dihitung berdasarkan Penghasilan Kena

Pajak yang setahunkan, sebanding dengan jumlah bulan dalam bagian

tahun pajak yang bersangkutan.

2.3.8 Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 21

Dalam Undang-Undang dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjelaskan

bahwa tahap ketiga dari siklus hak dan kewajiban pajak yaitu melaporkan dan

mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang terutang melalui penyampaian

Surat

Pemberitahuan (SPT).
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan

untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :

a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan

perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.

b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah

dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan pajak atau

pemungutan pajak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

c. Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang

pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam

satu Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku.

Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. SPT-Masa, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang

dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat.

2. SPT-Tahunan, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam

suatu Tahun Pajak.

SPT dapat disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan

Penyuluhan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) di mana Wajib Pajak terdaftar. SPT

yang disampaikan untuk PPH Pasal 21 atas Pegawai Tetap berarti SPT-Tahunan

Orang Pribadi.
Batas Waktu Penyampaian SPT PPh Pasal 21

a. SPT-Masa

PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong, batas waktu

pembayaran/penyetoran adalah tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya,

batas waktu penyampaian/pelaporan SPT adalah paling lama 20 (dua

puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

b. SPT-Tahunan

SPT-Tahunan orang pribadi batas waktu pembayaran/penyetoran adalah

sebelum Surat Pemberitahuan Pajak dan batas waktu

penyampaian/pelaporan SPT adalah 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun

Pajak. Yang menyampaikan SPT : Wajib Pajak yang mempunyai NPWP,

apabila Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan atau menyiapkan laporan

keuangan tahunan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, Wajib Pajak

dapat mengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu

penyampaian SPT-Tahunan PPh. Namun ini terjadi biasanya pada SPT-

Tahunan Badan. Keterlambatan penyampaian SPT atau tidak

menyampaikan SPT ada dikenakan atas sanksi denda yang bersifat tetap.

Sanksi denda terhadap SPT-Tahunan Orang Pribadi sebesar Rp

100.000,00.

Anda mungkin juga menyukai