Anda di halaman 1dari 32

HUKUM PERUSAHAAN

PENGUATAN PERSEROAN

OLEH
Abdul Rasyid : 1810111001
Muhammad Firdaus : 1810111009
Zaky Arjunda : 1810111051
M.Fachrur Rozy : 1810111081
Fikri Khaikal Nasution : 1810111129
Alvi Putra Ramadika : 1810112015

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
2020/2021
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Selain untuk memperoleh keuntungan, tujuan didirikannya perusahaan adalah

untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan kemakmuran

pemilik dan pemegang saham. Perkembangan perusahaan kedepannya merupakan

harapan yang diharapkan semua pihak baik di dalam maupun di luar perusahaan.

Salah satu cara untuk menentukan keadaan masa depan perusahaan adalah melalui

prakiraan yang akurat. Sesuai uraian manajemen, perseroan diharapkan dapat

lebih meningkatkan kinerjanya melalui perencanaan yang baik, yaitu terkait

dengan penciptaan peluang usaha dan penyusunan model investasi.

Dalam perkembangan ini adakalahnya suatu presero dapat bertahan namun

adakalahnya yang mengalami kesulitan dan pada akhirnya merugi dan bankrut,

untuk tetap bisa terus berkembang persere atau perusahan perlu melakukan

penguatan perseroan diantaranya adalah Akuisi, merger, konsolidasi, pemisahaan

dan pemeriksaan perseroan hingga pembubaran dan likuidasi perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Akuisi, merger, konsolidasi?

2. Apa tujuan dari akuisisi, merger, dan konsolidasi?


3. Apa yang dimaksud dengan pemisahaan dan pemeriksaan perseroan?

4. Apa yang dimaksud dengan pembubaran dan likuidasi perusahaan?


BAB II

Pembahasan

2. 1 Akuisisi

2.1.1 Pengertian Akuisisi

Akuisisi merupakan pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan yang

berakibat beralihnya pengendalian terhadap perusahaan. Berbeda dengan merger,

pada kasus akuisisi ini tidak ada perusahaan yang melebur ke perusahaan lainnya.

Jadi, setelah terjadi akuisisi, kedua perusahaan masij tetap exist, hanya

kepemilikannya yang telah berubah.

M. Yahya harahap, S.H. menyatakan bahwa menurut hukum, saham Perseroan

yang dapat diambil alih adalah saham yang telah ditempatkan dan disetor

(geplaats en gestort aandeel, subscribed and paid-up share). Akan tetapi, dapat

juga terhadap saham yang belum dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan

(aandelen in portefeulle) atau saham portefel (portpolio).1

2.1.2 Dasar Hukum Akuisisi1. Undang-Undan Nomor 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas dan Peraturan Pelaksanaannya. 2

1
M. Yahya Harahap : Hukum Perseroan terbatas, hal. 510
2
Dalam Pasal 103 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang mengatur secara khusus mengenai

akuisisi, salah satunya yaitu dalam ayat 1 yang berbunyi : “pengambilalihan perseroan dapat

dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan.”


2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang telah di ubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

3. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan

dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.

4. Ketentuan-ketentuan lainnya

Yang di maksud dengan ketentuan-ketentuan lainnya disini yaitu adanya

ketentuan dalam perundang-undangan di bidang pasar modal yang menyatakan

bahwa apabila akuisisi tersebut (dalam hal ini akuisisi saham) dilakukan terhadap

perusahaan terbuka, haruslah dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Harus dilakukan lewat pasar modal, sungguhpunn biasanya juga dilakukan

dengan semacam “pengikatan” jual beli saham sebelum akuisisi tersebut

dilakukan.

b. Pada prinsipnya harus dilakukan lewat mekanisme khusus untuk itu, yaitu apa

yang disebut “tender offer”.

2.1.3 Cara-Cara Akusisi

Cara-cara pengambilalihan saham perseroan ini dapat dilakukan dengan:

A.     melalui Direksi Perseroan, atau

B.      langsung dari pemegang saham.3

()

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka akuisisi, yaitu :

3
Pasal 125 ayat [1] UUPT
1. Akuisisi yang dilakukan atas inisiatif perusahaan yang bersangkutan maka

sebelum dilakukan akuisisi wajib terlebih dahulu memperoleh izin.

2. Pelaksanaan akuisisi harus memerhatikan kepentingan perusahaan, kreditur,

pemegang saham minoritas, dan karyawan bank juga kepentingan rakyat banyak

dan persaingan yang sehat dalam melakukan usaha perusahaan.

3. Akuisisi hanya dapat dilakukan dengan persetujuan rapat anggota yang dihadiri

oleh pemegang saham atau anggota koperasi yang mewakili sekurang-kurangnya

¾ dari jumlah seluruh saham dengan suara yang sah dan disetujui oleh sekurang-

kurangnya ¾ bagian dari jumlah suara pemegang saham yang hadir (Pasal 7 ayat

(2)).

2.1.4 Tujuan Akuisisi

1) Sinergi

Apabila peusahaan mampu menguasai perusahaan lainnya,diharapkan perusahaan

yang diakuisisi tersebut mampumendorong ekspansi perusahaan yang

mengakuisisi, utamanya dari sisi brand.

2) Meningkatkan Segmen dan Melindung Pasar

Mengakuisisi berarti menciptakan cakupan pasar yang lebihluas, utamanya untuk

perusahaan sejenis atau bergerak dalambidang yang hampir sama. Sebagai contoh

akusisi yangdilakukan Danone terhadap Aqua. Juga akuisisi yang dilakukanoleh

Coca Colla. Selain itu perusahaan melakukan akusisi dapatmelindungi pasar

karena perusahaan memanfaatkan itu dengancara mengkuisisi perusahaan yang


sejenis sehingga mengurangipersaingan di pasar dan target tempat pemasaran

dapat tercapai.Perusahaan pengakuisisi perusahaan yang tidak melakukanproduksi

barang yang sejenis, amaka sasarannya adalahpenguatan untuk mendukung proses

produksi seperti pasokonbahan baku, persediaan dan lain-lain

3) Peningkatan pendapatan dan Penurunan Overheat

Akuisisi akan mendorong penerapan kebijakan manajemenperusahaan

pengakuisisi karena biasanya perusahaanpengakuisisi lebih sehat. Penerapan

kebijakan tersebut akanmendorong pendapatan yang meningkat karena

kegiatanpemasaran yang lebih baik dan peningkatan daya saing.Pemasaran yang

lebih baik dapat terjadi karena pemilihanbentuk dan media promosi yang lebih

tepat, memperbaikisistem distribusi, dan menyeimbangkan komposisi

produk.Penurunan biaya mungkin dapat terjadi sebagai akibat daripeningkatan

unit yang dihasilkan, sehingga menekan overheatperusahaan dan menghilangkan

manajemen yang kurangefisien dan penggunaan sumberdaya yang komplementer.

2.2 MERGER

2.2.1 Pengertian Merger

Dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas menggunakan istilah

“penggabungan” untuk pengertian merger. Dengan demikian, merger adalah

penggabungan dari dua perusahaan atau lebih dengan cara tetap mempertahankan

berdirinya salah satu dari perusahaan dan membubarkan perusahaan lainnya tanpa

melikuidasi terlebih dulu.


Alasan utama perusahaan melakukan merger adalah untuk memperbaiki kinerja

perusahaan. Dan tidak selamanya bank yang merger itu adalah bank yang tidak

sehat. Banyak juga bank yang sehat bahkan bank besar melakukan merger agar

menjadi lebih besar lagi atau agar dapat membentuk sinergi. Dilihat dari segi

tujuannya tersebut, terdapat dua macam merger bank, yaitu :

a. Merger dalam rangka roscue program, yakni merger dengan atau antara

perusahaan yang kurang atau tidak sehat.

b. Merger dalam rangka improving business, yakni merger antara perusahaan yang

sehat

2.2.1 Dasar Hukum Merger

Dalam sistem hukum Indonesia, tentang merger di atur oleh peraturan perundang-

undangan tertentu yang merupakan dasar hukumnya. Peraturan perundang-

undangan tersebut adalah :

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Undang-undang tersebut mengatur tentang merger, akuisisi, dan konsolidasi mulai

dari Pasal 102 sampai dengan Pasal 109 plus Pasal 76 mengenai kuorum dan

voting dalam Rapat Umum Pemegang Saham untuk merger, akuisisi dan

konsolidasi. Dalam Undang-Undang tersebut menggunakan istilah

“penggabungan” untuk merger, “pengambil alihan” untuk akuisisi dan


“peleburan” untuk konsolidasi. Misalnya dalam pasal 102 ayat 1 yang berbunyi :

“suatu perseroan atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan

perseroan yang telah ada atau meleburkan diri dengan perseroan lain dan

membentuk perseroan baru.”

b. Undang-Undang Perbankan yang telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan terdapat satu

pasal yang mengatur tentang merger, akuisisi dan konsolidasi, yaitu Pasal 28 yang

berbunyi :

1. Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin

pimpinan Bank Indonesia.

2. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi ditetapkan

dengan peraturan pemerintah.

c.  Perundang-undangan di bidang perbankan selain Undang-Undang Perbankan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 yang hanya

memperkenankan bank melakukan merger tanpa likuidasi, di mana aktiva dan

passiva bank yang melakukan merger atau konsolidasi beralih karena hukum

kepada bank hasil merger atau bank hasil konsolidasi.

d. KUH Perdata tentang Perjanjian.

Ada dua macam ketentuan dalam KUH Perdata khususnya buku ke-III yang

berlaku terhadap suatu merger, yaitu sebagai berikut :


1. Ketentuan tentang perikatan pada umumnya

2. Ketentuan tentang perjanjian jual beli

e. Beberapa peraturan khusus sehubungan dengan status khusus dari perusahaan

atau bank yang akan merger.

1. Peraturan di bidang pasar modal.

Ketentuan di bidang pasar modal yang harus diikuti adalah berkenaan dengan hal-

hal, seperti prosedur, keterbukaan informasi, aspek saham dan pasar sekunder, dan

aspek perlindungan pemegang saham publik.

2. Peraturan di bidang penanaman modal asing.

3. Peraturan hukum yang berkenaan dengan BUMN.

f. Peraturan khusus yang berkaitan dengan kegiatan merger

Dalam melakukan merger ada beberapa sektor hukum lain yang terlibat, yaitu :

sektor hukum tentang ketenagakerjaan, sektor hukum pertanahan, KUH Perdata

tentang Subrograsi, Novasi, Cessie serta ketentuan hukum yang berhubungan

dengan likuidasi perusahaan.

2.2.3 Syarat-syarat Merger

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka merger, yaitu:

1.      Merger yang dilakukan atas inisiatif perusahaan yang bersangkutan dan

merger yang dilakukan atas inisiatif badan khusus penyehatan perusahaan.


2.      Pelaksanaan merger harus memerhatikan kepentingan perusahaan, kreditur,

pemegang saham minoritas, dan karyawan perusahaan juga kepentingan rakyat

banyak dan persaingan yang sehat dalam melakukan usaha perusahaan (pasal 5).

3.      Merger hanya dapat dilakukan dengan persetujuan rapat anggota yang

dihadiri oleh pemegang saham atau anggota koperasi yang mewakili sekurang-

kurangnya ¾ dari jumlah seluruh saham dengan suara yang sah dan di setujui oleh

sekurang-kurangnya ¾ bagian dari jumlah pemegang saham yang hadir (pasal 7

ayat (2)).

2.2.4 Mekanisme Merger

Secara ringkas tata cara merger yaitu melalui tahapan sebagai berikut :

1. Menyusun usulan rencana merger.

2. Menyusun rancangan merger dan konsep akta merger.

3. Pengumuman ringkasan rancangan merger.

4. Rapat anggota masing-masing pihak.

5. Pembuatan akta merger di hadapan notaris.

6. Permohonan izin merger kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada

Menteri Kehakiman.

7. Persetujuan atau penolakan permohonan izin

8. Pengumuman hasil merger


Model Penggabungan (merger)Ada beberapa macam model penggabungan yang

dilakukan olehperseroan. Model yang digunakan disesuaikan dengan tujuan yang

hendakdicapai. Beberapa model tersebut adalah sebagai berikut.

1).Merger Horizontal

Merger horizontal merupakan merger di antara dua atau lebihperusahaan yang

bergerak pada bidang bisnis yang sama (samelineof business). Konsentrasi bisnis

perseroan yang melakukan mergerdalam bidang yang sama. Sebagai contoh

adalah PenggabunganPT Bank Mandiri dengan keempat bank pemerintah yaitu ;

PT BankBumi Daya (Persero), PT Bank Dagang Negara (Persero), PT

BankEkspor Impor Indonesia (Persero) dan PT Bank Pembangunan In-donesia

(Persero) pada bulan Juni 1999.

2).Merger Vertikal

Merger vertikal merupakan merger yang dilakukan oleh perusahaanyang bergerak

di dalam bidang atau jenis usaha yang sejenis tetapiberbeda dalam tingkat operasi

(Ridwan Khairandi, 2009:285).Dengan kata lain merger vertikal adalah

penggabungan perusahaanyang memiliki satu garis ke atas atau kebawah, artinya

suatugabungan diantara dua perusahaan atau lebih dengan mana yangsatu

bertindak sebagai supplier bagi yang lainnya. Jadi hubunganbisnis mereka

merupakan hubungan produser-supplier, atauhubungan dari hulu ke hilir. Sebagai

contoh merger antaraperusahaan assembling (perakitan) mobil dengan perusahaan

sukucadang mobil, atau merger antara perusahaan distributor mobildengan agen

penjualan mobil. Contoh yang lain yaitu merger antaraDu Pond dengan
perusahaan minyak bumi Conoco, karena Du Pond memerlukan minyak bumi

untuk proses kimianya

.3)Merger Konglomerat

Merger konglomerat adalah merger yang dilakukan olehperusahaan-perusahaan

yang saling tidak mempunyai hubunganbaik secara vertikal maupun horizontal.

Artinya perusahaan-perusahaan yang melakukan merger sama sekali tidak

mempunyaiketerkaitan bidang usaha satu sama lain. Sedangkanmerger

konglomerat ini jarang menjadi objek penelitian atau pemeriksaan pemerintah

karenaperusahaan-perusahaan yang melakukan merger ini berbeda.4

2.3. Konsolidasi

2.3.1 Pengertian Konsolidasi

Konsolidasi yaitu penggabungan dari dua perusahaan atau lebih dengan cara

mendirikan perusahaan baru dan membubarkan perusahaan tersebut tanpa

melikuidasi terlebih dahulu

manfaat Konsolidasi bagi perseroan, antara lain :

1)Dimungkinkannya pertukaran cadangan cash flow secara internalantar

perusahaan yang melakukan konsolidasi ;

2)Diperolehnya peningkatan modal perusahaan ;

4
CorneliusSimanjuntak (2004:29)
3)Dicapainya keunggulan market power dalam persaingan

2.3.2 Dasar Hukum Konsolidasi

Apa yang merupakan dasar hukum bagi merger perusahaan, seperti yang telah di

uraikan di depan, pada prinsipnya berlaku juga bagi tindakan konsolidasi ini

secara mutalis mutandis.

2.3.3 Syarat-syarat Konsolidasi

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka konsolidasi, yaitu :

1.      Konsolidasi yang dilakukan atas inisiatif perusahaan yang bersangkutan dan

konsolidasi yang dilakukan atas inisiatif badan khusus penyehatan perusahaan

maka sebelum dilakukan konsolidasi wajib terlebih dahulu.

2.      Pelaksanaan konsolidasi harus memerhatikan kepentingan perusahaan,

kreditur, pemegang saham minoritas, dan karyawan perusahaan juga kepentingan

rakyat banyak dan persaingan yang sehat dalam melakukan usaha perusahaan

(Pasal 5).

3.      Konsolidasi hanya dapat dilakukan dengan persetujuan rapat anggota yang

dihadiri oleh pemegang saham atau anggota koperasi yang mewakili sekurang-

kurangnya ¾ dari jumlah seluruh saham dengan suara yang sah dan disetujui oleh

sekurang-kurangnya ¾ bagian dari jumlah suara pemegnag saham yang hadir

2.3.4 Mekanisme Konsolidasi

Secara ringkasnya yaitu sebagai berikut :


1.      Menyusun usulan rencana konsolidasi.

2.      Menyusun rancangan konsolidasi dan konsep akta konsolidasi.

3.      Pengumuman ringkasan rancangan konsolidasi.

4.      Rapat anggota masing-masing bank.

5.      Pembuatan akta konsolidasi di hadapan notaris.

6.      Permohonan izin konsolidasi kepada Bank Indonesia dengan tembusan

kepada Menteri Kehakiman.

7.      Persetujuan atau penolakan permohonan izin konsolidasi.

8.      Pengumuman hasil konsolidasi.

2.4 Pemisahan dan Pemeriksaan Perseroan

2.4.1 Pengertian Pemisahan Perseroan

Pemisahan Perseroan merupakan ketentuan baru dalam Undang-Undang

Perseroan Terbatas yang tidak dikenal dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas

yang lama.pemisahan beberapa usaha dalam satu Perseroan merupakan alternatif

yang dapat dilakukan oleh Perseroan untuk melakukan efisiensi usaha dan

menekan ongkos operasi disamping untuk mengejar laba yang lebih maksimal.

Pemisahan memungkinkan suatu Perseroan memisahkan satu atau beberapa

kegiatan usaha ke dalam Perseroan yang menerima pemisahan. Dengan

melakukan pemisahan suatu Perseroan dapat lebih memfokuskan pada usaha

intinya (core business) dan juga dapat mengurangi risiko usaha pada Perseroan
akibat meluasnya kegiatan usaha yang dilakukan oleh Perseroan yang

bersangkutan.5

“Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (“UU PT”)

mendefinisikan Pemisahan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh

Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan

pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau

sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu)

Perseroan atau lebih.”

UU PT membedakan Pemisahan kedalam 2 (dua) jenis pemisahan yaitu

Pemisahan murni dan Pemisahan tidak murni. Pemisahan murni adalah Pemisahan

yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum

kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan

yang melakukan Pemisahan tersebut berakhir karena hukum. Sedangkan pada

Pemisahan tidak murni atau spin off  adalah Pemisahan yang mengakibatkan

sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu)

Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan

Pemisahan tetap ada.persamaan dari kedua Pemisahan ini adalah adanya peralihan

karena hukum atas aktiva dan pasiva dari Perseroan yang melakukan pemisahan.

Sedangkan perbedaannya terletak pada eksistensi Perseroan yang melakukan

Pemisahan setelah pemisahan tersebut dilakukan. Pada Pemisahan murni,

Perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum, sedangkan pada

Pemisahan tidak murni, Perseroan yang melakukan Pemisahan tidak berakhir.

5
Ilham Ramdani, Hukum Perusahaan
Suatu Perseroan apabila akan melakukan Pemisahan harus memperhatikan

kepentingan Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor dan mitra

usaha lainnya, serta masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Pemisahan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak pihak

tertentu.keputusan untuk melakukan Pemisahan harus didasarkan pada keputusan

RUPS untuk menyetujui Pemisahan Perseroan yang hanya dapat dilangsungkan

jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh

saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan RUPS

adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit  ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah

suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran

dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih

besar. Selanjutnya, rancangan pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan

ke dalam Akta Pemisahan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.

Pemisahan perseroan harus berdasarkan RUPS RUPS mengenai Pemisahan

merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 89 UUPT. Hal yang harus diperhatikan

dalam RUPS yang membicarakan Pemisahan Perseroan adalah perihal kuorum

sebagaimana diatur dalam Pasal 89 UUPT. RUPS ini harus dihadiri sekurang-

kurangnya ¾ dari seluruh saham dengan hak suara yang sah, dan ¾ dari seluruh

saham dengan hak suara hadir harus menyetujui keputusan Pemisahan Perseroan.

Mengenai cara pengambilan keputusan yang disebutkan di atas, menurut Pasal

127 ayat (1) UUPT harus terlebih dahulu diterapkan ketentuan Pasal 87 ayat (1)

UUPT sebelum dilakukan voting.16 Oleh karena itu, harus terlebih dahulu

diupayakan pengambilan keputusan RUPS melalui cara musyawarah untuk


mufakat, sehingga keputusan yang diambil merupakanpersetujuan dari pemegang

saham yang hadir dalam RUPS.

Tindakan pemisahan perseroan Perbuatan Hukum untuk melakukan Pemisahan

Perseroan dapat dilakukan setelah tidak ada halangan yang sah untuk melakukan

keberatan. Tindakan ini pada dasarnya mencakup pendirian Perseroan Baru dan

sekaligus memisahkan aktiva dan pasiva Perseroan yang telah ada.

2.5 Pemeriksaan Perseroan

2.5.1 Pengertian Pemeriksaan Perseroan

Menurut Pasal 138 UUPT pengertian pemeriksaan terhadap perseoran adalah


(1 Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk

) mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa:


  a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan

pemegang saham atau pihak ketiga; atau


b anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan

. hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham atau pihak

ketiga.

(2 Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

) mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan

negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.


(3
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh:
)
  a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10

(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
b pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran

. dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang

untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau


c. kejaksaan untuk kepentingan umum.

(4 Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan setelah

) pemohon terlebih dahulu meminta data atau keterangan kepada Perseroan

dalam RUPS dan Perseroan tidak memberikan data atau keterangan

tersebut.
(5 Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang Perseroan

) atau permohonan pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan

tersebut harus didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik.
(6 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) huruf a, dan ayat

) (4) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang

pasar modal menentukan lain.

Pasal 139
(1 Ketua pengadilan negeri dapat menolak atau mengabulkan permohonan

) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138.


(2 Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menolak
) permohonan apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang

wajar dan/atau tidak dilakukan dengan itikad baik.


(3 Dalam hal permohonan dikabulkan, ketua pengadilan negeri mengeluarkan

) penetapan pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli

untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau

keterangan yang diperlukan.


 
(4 Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, karyawan Perseroan,

) konsultan, dan akuntan publik yang telah ditunjuk oleh Perseroan tidak

dapat diangkat sebagai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


(5 Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak memeriksa semua

) dokumen dan kekayaan Perseroan yang dianggap perlu oleh ahli tersebut

untuk diketahui.
 
(6 Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan semua karyawan

) Perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk

pelaksanaan pemeriksaan.
(7 Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib merahasiakan hasil

) pemeriksaan yang telah dilakukan.

Pasal 140
(1 Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh ahli sebagaimana dimaksud

) dalam Pasal 139 kepada ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu

sebagaimana ditentukan dalam penetapan pengadilan untuk pemeriksaan


paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal

pengangkatan ahli tersebut.


(2 Ketua pengadilan negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan

) kepada pemohon dan Perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu

paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal laporan hasil

pemeriksaan diterima.

Pasal 141
(1 Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, ketua

) pengadilan negeri menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan.


(2 Biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh

) Perseroan.
(3 Ketua pengadilan negeri atas permohonan Perseroan dapat membebankan

) penggantian seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) kepada pemohon, anggota Direksi, dan/atau

anggota Dewan Komisaris.

2.6.Pembubaran Perseroan

Pembubaran perseroan berdasarkan keputusan RUPS diajukan oleh Direksi,

Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling

sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.

Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan adalah sah apabila diambil

berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan/atau paling sedikit dihadiri oleh ¾


(tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau

diwakili dalam RUPS dan disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari

jumlah suara yang dikeluarkan.

2.6.1 Sebab-sebab Bubarnya suatu Perseroan

Menurut Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas (“UUPT”), berakhirnya perseroan karena:

a. berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”);

b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar

telah berakhir;

c. berdasarkan penetapan pengadilan;

d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup

untuk membayar biaya kepailitan;

e. karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam

keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau

f. karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan Perseroan

melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.
Pembubaran perseroan berdasarkan keputusan RUPS diajukan oleh Direksi,

Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling

sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.

Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan adalah sah apabila diambil

berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan/atau paling sedikit dihadiri oleh ¾

(tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau

diwakili dalam RUPS dan disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari

jumlah suara yang dikeluarkan.

Dalam hal pembubaran perseroan terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka

waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau

dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS

tidak menunjuk likuidator, maka Direksi bertindak selaku likuidator. Pembubaran

perseroan wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau

kurator; dan perseroan tersebut tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali

dalam hal membereskan semua urusan perseroan yang berkaitan dengan.likuidasi.

Dan jika ternyata anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Perseroan melanggar hal

tersebut, maka dapat dikenakan tanggung jawab hukum secara tanggung renteng.

Pembubaran perseroan yang terjadi karena pencabutan kepailitan, maka

pengadilan niaga dapat sekaligus memutuskan memberhentikan kurator sesuai


dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.

Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan dengan alasan:

a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan perseroan melanggar

kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar

peraturan perundang-undangan;

b. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat

hukum dalam akta pendirian;

c. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan

alasan perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.

Likuidator mempunyai kewajiban untuk memberitahukan kepada semua kreditor

mengenai pembubaran perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran

perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka

waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran

perseroan. Pemberitahuan kepada kreditor tersebut memuat:

mengenai pembubaran perseroan dan dasar hukumnya;

a. nama dan alamat likuidator;

b. tata cara pengajuan tagihan; dan


c. jangka waktu pengajuan tagihan.

Selama pemberitahuan pembubaran perseroan tidak dilakukan sesuai dengan

Pasal 147 UU PT, maka pembubaran perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga

dan pembubaran perseroan tidak mengakibatkan perseroan kehilangan status

badan hukumnya sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban

likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Akibat dari pembubaran

perseroan, maka setiap surat keluar perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi”

di belakang nama perseroan tersebut.

2.7 Likuidasi

2.7.1 Pengertian Pembubaran perseroan

Definisi likuidasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “pembubaran

perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada

para kreditor dan pembagaian harta yang tersisa kepada para pemegang saham

(Persero)”. Tujuan utama dari likuidasi itu sendiri adalah untuk melakukan

pengurusan dan pemberesan atas harta perusahaan yang dibubarkan tersebut.

Tahap likuidasi wajib dilakukan ketika sebuah Perseroan dibubarkan, dimana

pembubaran Perseroan tersebut bukanlah akibat dari penggabungan dan

peleburan. Perseroan yang dinyatakan telah bubar tidak dapat melakukan

perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan

Perseroan dalam rangka likuidasi.


2.7.2 Mekanisme Likuidasi

Dalam hal terjadinya pembubaran Perseroan sesuai yang tercantum dalam pasal

142 ayat (1) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(“UUPT”), maka Pasal 142 ayat (2) huruf a UUPT menentukan bahwa setelah

pembubaran perseroan karena alasan-alasan yang dimaksud dalam pasal 142 ayat

(1) UUPT wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau

kurator.

Berikut ini adalah tahap-tahap Likuidasi sebuah Perseroan, sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 147 sampai dengan pasal 152 UUPT:

1. Tahap Pengumuman dan Pemberitahuan Pembubaran Perseroan

Terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, dalam jangka waktu paling

lambat 30 (tiga puluh) hari, Likuidator wajib memberitahukan kepada semua

kreditor mengenai pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara

Republik Indonesia. Selanjutnya, Likuidator juga wajib memberitahukan

pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan

bahwa Perseroan dalam likuidasi. (Pasal 147 ayat (1) UUPT).

Kemudian, likuidator melakukan pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat

Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia. sebagaimana yang dimaksud diatas,

pemberitahuan harus memuat pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya; nama

dan alamat likuidator; tata cara pengajuan tagihan dan jangka waktu pengajuan

tagihan. Jangka waktu pengajuan tagihan tersebut adalah 60 (enam puluh) hari

terhitung sejak tanggal pengumuman pembubaran Perseroan. Dalam hal


pemberitahuan kepada Menteri tentang pembubaran Perseroan, likuidator wajib

melengkapi dengan bukti dasar hukum pembubaran Perseroan dan pemberitahuan

kepada kreditor dalam surat kabar. (Pasal 147 ayat (2), (3) dan (4) UUPT).

Apabila pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri belum dilakukan,

pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi orang ketiga. Jika likuidator lalai

melakukan pemberitahuan tersebut, likuidator secara tanggung renteng dengan

Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga. (Pasal 148

ayat (1) dan (2) UUPT).

2. Tahap Pencatatan dan Pembagian Harta Kekayaan

Selanjutnya, menurut Pasal 149 ayat (1) UUPT, kewajiban likuidator dalam

melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi harus

meliputi pelaksanaan:

1. Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan

2. Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia

mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi.

3. Pembayaran kepada para kreditor.

4. Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham.

5. Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan

kekayaan.
Kemudian dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih

besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan

pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain dan

semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan

dilakukan di luar kepailitan. (Pasal 149 ayat (2) UUPT).

3. Tahap Pengajuan Keberatan Kreditor

Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil

likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak

tanggal pengumuman pembubaran Perseroan. Dalam hal pengajuan keberatan

tersebut ditolak oleh likuidator, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan

negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak

tanggal penolakan (Pasal 149 ayat (3) dan (4)).

Kemudian kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu

tersebut, dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke

pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari

terhitung tanggal penolakan, sebaliknya kreditor yang belum mengajukan

tagihannya dapat mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2

(dua) tahun terhitung sejak pembubaran perseroan diumumkan (Pasal 150 ayat (1)

dan (2)). Tagihan yang diajukan kreditor tersebut dapat dilakukan dalam hal

terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham.

Dengan demikian pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil


tersebut secara proposional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan

(Pasal 150 ayat (3), (4) dan (5) UUPT).

Apabila dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya seperti yang

diatur, atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan

kejaksaan ketua pengadilan negeri dapat mengangkat Likuidator baru dan

memberhentikan likuidator lama. Pemberhentian likuidator tersebut, dilakukan

setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar keterangannya (Pasal 151

ayat (1) dan (2) UUPT).

4. Tahap Pertanggung Jawaban Likuidator

Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang

mengangkatnya atas likuidasi Perseroaan yang dilakukan dan kurator bertanggung

jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukan (Pasal 152

ayat (1) UUPT).

5. Tahap Pengumuman Hasil Likuidasi

Kemudian, likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan

hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS memberikan

pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima

pertanggung jawaban likuidator yang ditunjuknya. Ketentuan tersebut berlaku

juga bagi kurator yang pertanggung jawabannya telah diterima oleh hakim

pengawas (Pasal 152 ayat (3) dan (4) UUPT).


Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus

nama Perseroan dari daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud

pada Pasal 152 ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi. Ketentuan ini berlaku juga bagi

berakhirnya status badan hukum Perseroan karena Penggabungan, Peleburan atau

Pemisahan (Pasal 152 ayat (5) dan (6) UUPT).

Selanjutnya, pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 152

ayat (3) dan (4) UUPT dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga

puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator

diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas (Pasal 152 ayat (7) UUPT).

Tahapan-tahapan likuidasi telah dinilai selesai pada saat Menteri mengumumkan

berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara Republik

Indonesia.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam peroperasinya suatu perseroan tentu tidak selamanya mengalami hal-hal

yang baik, terkadang adakalanya suatu perseroan mengalami suatu masalah. Agar

suautu perseoran itu tetat bisa berkembang dan mempertahankan eksistensinya

atau tidak melangalami kerugian yang signifikan dilakukanlah cara-cara

penguatan perseoran sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

3.2 Saran

Dalam mengambil kebijakan penguatan perseroan sebaiknya para pejabat dan

petinggi perseroan memikirkan dengan matang Langkah apa dan cara yang seperti

apa yang tepat untuk menangani masalah di perseroannya


DAFTAR PUSTAKA

Peter Van Den Bossche,2010 Pengantar Hukum WTO, Yayasan Obor Indonesia :
Jakarta

Pujiyono .2014. Hukum Perusahaan. CV Indotama Solo: Solo

Simanjuntak,Cornelius.2004.Hukum Merger Perseroan Terbatas;Teori dan

Praktik.Citra Aditya: Bandung

Yoan Simanjuntak.2006 Hukum Perusahaan, Srikandi : Surabaya

Yufrida & Sagitario Danajanto.-. Aspek Hukum Ekonomi Perusahaan. Sekolah


tinggi Ekonomi Wijaya Persada : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai