Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tanaman Kunyit (Curcuma domestica)


1. Pengertian
Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak
memiliki manfaat dan banyak ditemukan diwilayah Indonesia. Kunyit
merupakan jenis rumput – rumputan, tingginya sekitar 1 meter dan
bunganya muncul dari puncuk batang semu dengan panjang sekitar 10 – 15
cm dan berwarna putih. Umbi akarnya berwarna kuning tua, berbau wangi
aromatis dan rasanya sedikit pahit. Bagian utamanya dari tanaman kunyit
adalah rimpangnya yang berada didalam tanah. Rimpangnya memiliki
banyak cabang dan tumbuh menjalar, rimpang induk biasanya berbentuk
elips dengan kulit luarnya berwarna jingga kekuning – kuningan (Hartati &
Balittro., 2013).
2. Klasifikasi
Klasifikasi tumbuhan kunyit dalam taksonomi tumbuhan, kunyit
dikelompokkan sebagai berikut (Winarto, 2004)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val
3. Morfologi dan Karakteristik
a) Batang
Kunyit memiliki batang semu yang tersusun dari kelopak atau
pelepah daun yang saling menutupi. Batang kunyit bersifat basah karena

5
mampu menyimpan air dengan baik, berbentuk bulat dan berwarna hijau
keunguan. Tinggi batang kunyit mencapai 0,75 – 1m (Winarto, 2004).

Gambar 2.1. gambar pohon kunyit


kunyit tersusun dari pelepah daun, gagang daun dan helai daun.
Panjang helai daun antara 31 – 83 cm. lebar daun antara 10 – 18 cm. daun
kunyit berbentuk bulat telur memanjang dengan permukaan agak kasar.
Pertulangan daun rata dan ujung meruncing atau melengkung menyerupai
ekor. Permukaan daun berwarna hijau muda. Satu tanaman mempunyai 6 –
10 daun (Winarto, 2004).
b) Bunga
Bunga kunyit berbentuk kerucut runcing berwarna putih atau kuning
muda dengan pangkal berwarna putih. Setiap bunga mempunyai tiga lembar
kelopak bunga, tig lembar tajuk bunga dan empat helai benang sari. Salah
satu dari keempat benang sari itu berfungsi sebagai alat pembiakan.
Sementara itu, ketiga benang sari lainnya berubah bentuk menjadi heli
mahkota bunga (Winarto, 2004).
c) Rimpang
Rimpang kunyit bercabang – cabang sehingga membentuk rimpun.
Rimpang berbentuk bulat panjang dan membentuk cabang rimpang berupa
batang yang berada didalam tanah. Rimpang kunyit terdiri dari rimpang
induk atau umbi kunyit dan tunas atau cabang rimpang. Rimpang utama ini
biasanya ditumbuhi tunas yang tumbuh kearah samping, mendatar, atau

6
melengkung. Tunas berbuku – buku pendek, lurus atau melengkung. Jumlah
tunas umunya banyak. Tinggi anakan mencapai 10,85 cm (Winarto, 2004).
Warna kulit rimpang jingga kecoklatan atau berwarna terang agak
kuning kehitaman. Warna daging rimpangnya jingga kekuningan dilengkapi
dengan bau khas yang rasanya agak pahit. Rimpang cabang tanaman kunyit
akan berkembang secara terus menerus membentuk cabang – cabang baru
dan batang semu, sehingga berbentuk sebuah rumpun. Lebar rumpun
mencapai 24,10 cm. panjang rimpang bias mencapai 22,5 cm. tebal rimpang
yang tua 4,06 cm dan rimpang muda 1,61 cm. rimpang kunyit yang sudah
besar dan tua merupakan bagian yang dominan sebagai obat (Winarto,
2004).
d) Kandungan senyawa kimia
Senyawa kimia utama yang terkandung dalam kunyit adalah
kurkuminoid atau zat warna, yakni sebanyak 2,5 – 6%. Pigmen kurkumin
inilah yang memberi warna kuning orange pada rimpang (Winarto, 2004).
Salah satu fraksi yang terdapat dalam kurkuminoid adalah kurkumin.
Komponen kimia yang terdapat didalam rimpang kunyit diantaranya
minyak atsiri, pati, zat pahit, resin, selulosa dan beberapa mineral.
Kandungan minyak atsiri kunyit sekitar 3 – 5%. Disamping itu, kunyit juga
mengandung zat warna lain, seperti monodesmetoksikurkumin dan
biodesmetoksikurkumin, setiap rimpang segar kunyit mengandung ketiga
senyawa ini sebesar 0,8% (Winarto, 2004).
e) Khasiat dan manfaat kunyit
Kunyit memiliki efek farmakologis seperti, melancarkan darah dan
vital energi, menghilangkan, antiradang (anti–inflamasi),antibakteri, (Said,
2007).
Kunyit mempunyai khasiat sebagai jamu dan obat tradisional untuk
berbagai jenis penyakit, senyawa yang terkandung dalam kunyit (kurkumin
dan minyak atsiri) mempunyai peranan sebagai antioksidan, antitumor dan
antikanker, antipikun, menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah

7
dan hati, antimikroba, antiseptic dan antiinflamasi (Hartati & Balittro,
2013).
f) Manfaat kunyit untuk luka
Kunyit mengandung curcumin yang dapat mempercepat
penyembuhan luka. Curcumin dapat meningkatkan re–epitelialisasi,
menekan radang, meningkatkan densitas kolagen jaringan serta
meningkatkan proliferasi dari fibroblast (Partomuan, 2009).
Sifat kunyit yang dapat menyembuhkan luka sudah dilaporkan sejak
tahun 1953. Hasil penelitian menunjukkan, dengan kunyit laju
penyembuhan luka meningkat 23,3% pada kelinci dan 24,4% pada tikus
(Ide, 2011).
Pemberian kurkumin secara oral juga efektif dapat mengurangi
inflamasi pada binatang percobaan. Oleh karena itu kunyit sering digunakan
sebagai antiseptic, obat luka dan obat berbagai jenis infeksi serta penyakit
kulit lainnya (Hartati & Balittro, 2013).
g) Pembuatan sari dari rimpang kunyit
Cara memperoleh sari dari rimpang kunyit adalah tumbuhan kunyit
(Curcuma domestica), sari rimpang kunyit (Curcuma domestica) yang
digunakan adalah rimpang kunyit yang berkualitas, rimpang digali secara
manual dicuci lalu dikeringkan dan ditimbang sebanyak 400 gram dengan
timbangan digital kemudian dipotong-potong lalu kemudian diblender
dengan di tambahkan aquadest 200 mL kemudian setelah diblender sari
yang diperoleh disaring dengan kertas saring. Sehingga diharapkan
mendapatkan air perasan sari rimpang kunyit (Curcuma domestica) yang
pekat sebanyak 150 mL dan dimasukan kedalam erlenmeyer kemudian sari
rimpang kunyit(Curcuma domestica) dibuat dalam 5 variasi konsentrasi
yaitu pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% yang akan di uji
terhadap pertumbuhan Aspergillus flavus.

8
B. Tinjauan Umum Tentang Jamur Aspergillus flavus
1. Pengertian
Aspergillus flavus merupakan jamur patogen yang sering ditemukan
sebagai kontaminan pada komiditi kacangkacangan dan sereal. Makanan
olahan berbahan baku kacang-kacangan, daging, jagung, ikan, gandum, biji-
bijian, buah, dan sereal juga sangat rentan terhadap kontaminasi jamur ini.
Kontaminasi dapat terjadi mulai dari penyiapan bahan baku, pengolahan,
penyimpanan, pemasaran sampai kepada konsumen (Rahmanna dan Taufiq,
2003).
Jamur Aspergillus flavus menghasilkan mikotoksin sebagai hasil
metabolitnya. Mikotoksin pada A.flavus yang paling banyak ditemukan dan
berbahaya adalah aflatoksin (Abrunhosa et al. 2001).

Gambar 2.2. Gambar Jamur Aspergillus flavus secara makroskopis

9
2. Klasifikasi
Klasifikasi Aspergillus flavus menurut Saputri (2018) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Family : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus flavus
3. Morfologi dan Karakteristik
Morfologi dari jamur A.flavus yaitu koloni berwarna Hijau muda
dengan bentuk koloni granular dan kompak. isolasi murni dalam media
SGA A.flavus memiliki koloni berwarna hijau kekuningan atau kuning
kecoklatan (Syafurrisal, 2014). Koloni A.flavus pada saat muda berwarna
putih, dan akan berubah menjadi warna hijau kekuningan setelah
membentuk konidia. Kepala konidia berwarna hijau kekuningan hingga
hijau tua kekuningan, Konidia berbentuk bulat hingga semibulat, berdimeter
3 – 6 µm (Noverita, 2009).
Secara mikroskopis A.flavus memiliki ciri-ciri yaitu, vesikel yang
berbentuk bulat. A.flavus memiliki konidiofor kasar, vesikel berbentuk bulat
hingga semi bulat, berdiameter 25 – 45 µm, serta konidia yang berbentuk
bulat hingga semibulat, dimeter 3 – 6 µm, berwarna hijau dan berduri yang
bersifat halus atau kasar (Noverita, 2009).

10
Gambar 2.3. Jamur Aspergillus flavus secara mikroskopis

4. Patogenesis Aspergillus flavus


A.flavus merupakan salah satu spesies yang patogen yang dapat
menginfeksi manusia sehingga menyebabkan penyakit yang disebut
Aspergillosis. Organisme ini dapat menghasilkan berbagai jenis toksin
sehingga bersifat toksik pada manusia. Infeksi A flavus pada umumnya
didapat dengan cara Inhalasi conidia ke paru – paru dan dapat juga dijumpai
dengan cara lain seperti terdapat secara lokal akibat luka operasi, serta
kateter intravenous (Lubis, 2008).
C. Tinjauan Umum Tentang Uji Daya Sensitifitas Aspergillus flavus
1. Uji Daya Hambat atau Sensitivitas
Uji daya hambat atau Sensitivitas menyatakan bahwa uji sensitivitas
mikroorganisme merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerendahan jamur terhadap zat anti jamur dan untuk mengetahui senyawa
murni yang memiliki aktifitas anti jamur. Metode uji sensitivitas jamur
adalah cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan produk alam yang
berpotensi sebagai bahan anti jamur serta mempunyai kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan atau mematikan jamur pada konsentrasi yang
rendah. Uji sensitivitas jamur merupakan suatu metode untuk menentukan

11
tingkat kerentanan jamur terhadap zat anti jamur dan untuk mengetahui
senyawa murni yang memiliki aktivitas anti jamur (Husen, 2018).
Diameter zona hambat pertumbuhan jamur menunjukan sensitivitas
jamur terhadap zat anti jamur. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar
diameter zona hambat yang terbentuk pada jamur maka semakin sensitif
(Husen, 2018).
Pada umumnya metode yang digunakan dalam uji sensitivitas
mikroorganisme adalah metode difusi agar yaitu dengan cara mengamati
daya hambat pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak atau perasan (sari)
yang diketahui dari daerah disekitar kertas cakram (Paper disk)yang tidak
ditumbuhi oleh mikroorganisme. Zona hambat pertumbuhan inilah yang
menunjukan sensitivitas jamur terhadap bahan antifungi (Husen, 2018).
Nilai diameter zona hambatan dianalisa secara deskriptif
berdasarkan kategori respon hambat :
Resisten : ≥ 28 mm
Intermediet : 27-21 mm
Sensitive : ≤ 20 mm ( CLSI 2012 )
2. Media Pertumbuhan
Media merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai tempat
pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri atau jamur. Beberapa jenis
bakteri dan jamur dapat hidup baik pada media yang sangat sederhana yang
hanya mengandung gram anorganik ditambah sumber karbon organik
seperti gula, namun ada pula bakteri atau jamur yang memerlukan suatu
media yang sangat kompleks selain mengandung sumber karbon dan
nitrogen juga perlu penambahan darah atau bahan-bahan kompleks lainnya,
namun yang terpenting harus mengandung nutrisi yang merupakan
substansi dengan berat molekul rendah dan mudah larut dalam air. Nutrisi
dalam media harus memenuhi kebutuhan dasar makhluk hidup.
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang
mengandung nutrisi (nutrient) yang digunakan oleh suatu mikroorganisme
untuk tumbuh dan berkembangbiak pada media tersebut.

12
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi pada media berupa molekul-
molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen selnya. Dengan
media pertumbuhan juga bisa digunakan untuk mengisolasi
mikroorganisme, identifikasi dan membuat kultur murni. Komposisi media
pertumbuhan dapat dimanipulasi untuk tujuan isolasi dan identifikasi
mikroorganisme tertentu sesuai dengan tujuan masing-masing pembuatan
suatu media.
Sabouraud Dextrose Agar (SDA) merupakan modifikasi dari
Dextrose Agar dengan sobouraud. Sabouraud Dextrose Agar digunakan
sebagai media selektif untuk budidaya jamur dermatophyta, jamur patogen
lain, dan ragi. SDA media terdiri dari enzimatik digest kasein dan jaringan
hewan yang menyediakan sumber nutrisi asam amino dan senyawa nitrogen
untuk pertumbuhan jamur dan ragi. Dextrose adalah karbohidrat
difermentasi tergabung dalam kosentrasi tinggi sebagai sumber karbon dan
energi. Agar adalah agen pemadat.
Konsentrasi Dextrose yang tinggi dan pH asam dari rumus
memungkinkan selektivitas fungi. George meningkatkan Sabouraud
Dextrose Agar dengan penembahan cycloheximide, streptomisin, dan
penisilin untuk menghasilkan media yang sangat baik untuk isolasi terutama
dermatofit. Sabouraud Dextrose Agar digunakan untuk menentukan
kandungan mikroba dalam kosmetik, juga digunakan dalam diagnosis ragi
dan jamur penyebab infeksi.
a. Jenis Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
1) Menurut konsentrasinya: media Sabouraud Dextrose Agar merupakan
media berbentuk padat (solid).
2) Menurut fungsinya: media Sabouraud Dextrose Agar merupakan
media selektif untuk pertumbuhan jamur.
3) Menurut bahan penyusunnya: media Sabouraud Dextrose Agar
tersusun dari bahan sintesis.
4) Menurut wadahnya: media Sabouraud Dextrose Agar merupakan
media yang disimpan dalam plate (cawan petri).

13
b. Fungsi Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
Adapun fungsi media secara umum yaitu:
1) Isolasi mikroorganisme manjadi kultur murni,
2) Memanipulasi komposisi media pertumbuhannya,
3) Menumbuhkan mikroorganisme,
4) Memperbanyak jumlah,
5) Menguji sifat-sifat fisiologisnya,
6) Menghitung jumlah mikroba,
7) Media Sabouraud Dextrose Agar banyak digunakan untuk media
jamur, pada media ini pertumbuhan jamur akan optimal di suhu 25 -
30°C.
c. Komposisi Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
1) Mycological peptone 10 g
2) Glucose 40 g
3) Agar 15 g
d. Fungsi dari komponen dalam Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
1) Mycological peptone : berfungsi sebagai penyedia nitrogen dan
sumber vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan organisme dalam
Sabouraud Dextrose Agar.
2) Glucose : berfungsi sebagai sumber energi.
3) Agar: berfungsi sebagai bahan pemadat (Rosma. 2017)
D. Tinjauan Umum Tentang Aktifitas Antijamur
1. Pengertian
Uji senyawa antijamur adalah uji untuk mengetahui apakah suatu
senyawa uji dapat menghambat atau mengganggu pertumbuhan jamur dan
mematikan serta menghentikan aktivitas jamur dengan mengukur respon
pertumbuhan populasi mikroorganisme (jamur) terhadap agen antijamur.
Uji aktivitas antijamur bekerja dengan menyebabkan kerusakan
dinding sel, perubahan permeabilitas sel, perubahan molekul protein dan
asam nukleat, penghambat kerja enzim atau penghambatan sintesis asam

14
nukleat dan protein yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang
menuju pada matinya sel jamur tersebut (Mozer, 2015).
2. Mekanisme kerja zat antijamur
Mekanisme anti jamur dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Menyebabkan kerusakan dinding
Dinding sel merupakan penutup lindung bagi sel lin juga
berpartisipasi didalam proses-proses fisiologi tertentu. Strukturnya dapat
dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubah
setelah selesai terbentuk sehingga menyebabkan kerusakan pada
kerusakan pada dinding sel atau inhibisi dari pembentukannya dan
menyebabkan lisisnya sel (Mozer, 2015).
b. Perubahan permeabilitas sel
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di
dalam sel serta secara selektif mengatur aliran keluar-masuknya zat
antara sel dengan lingkungan luarnya. Membran memelihara integritas
komponen-komponen seluler. Membran ini juga merupakan situs
beberapa reaksi enzim. Jika fungsi integritas dari membran sitoplasma
dirusakakan menyebabkan keluarnya makromolekul dan ion dari sel,
kemudian sel akan rusak atau terjadi kematian. Kerusakan pada membran
ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel
(Mozer, 2015).
c. Perubahan molekul protein dan asam nukleat
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-
molekul protein dan asam nukleat pada membran alamiahnya. Suatu
kondisi atau substansi yang mengubah keadaan ini yaitu
mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat dapat merusak sel
tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat
beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi)
ireversibel (tak dapat balik) komponen-komponen seluler yang vital ini
(Mozer, 2015).

15
d. Penghambatan kerja enzim
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda yang ada di
dalam sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu
penghambat. Banyaknya zat kimia telah diketahui dapat mengganggu
reaksi biokimiawi. Penghambatan ini dapat mengakibatkan
terganggunya metabolisme atau matinya sel (Mozer, 2015).
e. Penghambatan mitosis jamur
Efek aktijamur ini terjadi karena adanya senyawa antibiotik
Griseofulvinyang mampu mengikat protein mikrotubuli dalam sel,
kemudian merusak struktur spindle mitotic dan menghentikan
metafasapembelahan sel jamur (Mozer, 2015).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba (Mutammima,
2017).
a. Kosentrasi atau aktivitas antimikroba
Semakin tinggi kosentrasi suatu zat mikroba semakin tinggi daya
antimikrobannya, artinya mikroba akan dapat terbunuh dengan
kosentrasi yang lebih tinggi.
b. Jumlah mikroorganisme
Semakn banyak mikroba yang ada semakin lama pula waktu untuk
mematikan sel jamur tersebut.
c. Suhu
Kenaikan suhu dapat meningkatkan keefektifitan desinfektan. Hal ini
dapat mengakibatkan zat kimia dapat merusak mekroorganisme melalui
reaksi kimia. Kenaikan suhu dapat mempengaru efektifitas antimikroba
dalam menghambat atau membunuh sel jamur
d. Spesies mikroorganisme
Spesies mikroorganisme menunjukkan ketahanan yang berbeda-
beda terhadap suatu bahan kimia tertentu.

16
e. Kebasahan atau keasaman (pH)
Mikroorganisme yang hidup pada pH asam lebih mudah di matikan
dengan suhu yang rendah dan cepat yang bila dibandingkan dengan
mikroorganisme yang hidup pada pH basa.
4. Senyawa metobolit sekunder yang mempunyai aktivitas antifungi
Senyawa yang mempunyai aktivitas antifugi yaitu antara lain:
a. Flovonoid
Senyawa flavonoid masuk ke dalam sel jamur melalui lubang pada
membran sel yang terbentuk karena senyawa fenol telah mendenaturasi
lipid membran sel. Senyawa protein tersebut akan terdenaturasi oleh
flavonoid melalui ikatan hidrogennya. Kemampuan flavonoid mengikat
protein menyebabkan pembentukkan dinding sel terhambat sehingga
pertumbuhan hifa juga terhambat karena komposisi dinding sel yang
diperlukan tidak terpenuhi. Flovonoid berfungsi untuk mengganggu
integritas membran sel sehingga menyebabkan pertumubuhan jamur
terhambat dan bahkan mati (Dani dkk, 2015)
b. Fenol
Senyawa fenol dapat berdifusi pada membran sel jamur dan
mengganggu jalur metabolik seperti sintesis ergosterol, glukan, kitin,
protein, dan glukosamin di jamur . Senyawa fenol akan berikatan dengan
ergosterol yang merupakan penyusun membran sel jamur sehingga
menyebabkan terbentuknya suatu pori pada membran sel. Terbentuknya
pori tersebut menyebabkan komponen sel jamur seperti asam amino,
asam karboksilat, fosfat anorganik dan ester fosfat keluar dari sel hingga
menyebabkan kematian sel jamur (Berlian & zainal, 2016)
c. Terpenoid
Terpenoid termasuk triterpenoid merupakan senyawa bioaktif yang
memiliki fungsi sebagai antijamur. Terpenoid ini dapat menghambat
pertumbuhan jamur, baik melalui membran sitoplasma maupun
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan spora jamur (Jalianto,
2015).

17
5. Uji antimikroba
Uji antibiotik dan antimokroba ditunjukan untuk mengukur respon
pertumbuhan populasi mikroorganiisme terhadap agen mikroba. Tujuan
dari uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang
efektif dan efisien. Pengujian terhadap aktivitas antijamur dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu metode difusi dan metode dilusi (Mozer, 2015).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam
uji antimikroba, yang meliputi metode disk diffusion (tes Kirby & Bauer),
ditch-plate technique, cup-plate technique. Sedangkan pada metode dilusi
termasuk di dalamnya metode dilusi cair dan dilusi padat.
a. Uji difusi
Metode difusi agar disebut juga tes Kirby & Bauer. Metode ini dibagi
menjadi tiga (pratiwi, 2008).
1) Metode lubang atau sumuran
Fungsi uji yang umuumnya 18-24 jam disuspensikan kedalaam media
agar pada suhu 45˚C. Suspensi fungsi dituangkan kedalam cawan petri
steril. Setelah agar memadat, dibuat lubang-lubang dengan diameter 6
mm kemudian dimasukan zat yang akn di uji aktivitasnya sebnyak 20
µL dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama 18-24 jam. Aktivitas
antifungi dapat dilihat dari daerah bening yang mengelilingi lubung
sumuran(Pertiwi, 2008)
2) Metode gores silang
Zat yang akan di uji diserap kedalam kertas kertas saring dengan cara
meneteskan pada kertas saring kosong larutan antifungsi sejumlah
volume tertentu dengan kadar tertentu. Kertas saring tersebut
diletakkan diatas permukaan agar padat, kemudian di gores dengan
suspensi fungi 90% dengan agar melalui kertas saringnya, diinkubasi
selama 18-24 jam pada suhu 37˚C. Aktivitas antifungi dapat dilihat
dari daerah jernih yang tidak ditumbuhi fungi dekat kertas saring
(Pertiwi, 2008).
3) Metode cakram kertas

18
Zat yang akan diuji diserap kedalam cakram kertas dengan cara
meneteskan pada kertas kosong larutan antifungi sejumlah volume
tertentu dan kadar tertentu . cakram kertas diletakkan diatas
permukaan agar padat yang telah ditungkan fungsi sebelumnya.
Cawan petri diinkubasi pada suhu 37˚C selama 2 sampi 4 hari.
Aktivitas antifungi dapat dilihat dari daerah hambat di sekelilingi
cakram kertas (Pertiwi, 2008).
b. Uji dilusi
a) Metode dilusi cair
Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau
kadar hambat miniimum/KMH) dan MBC (minimum bacteracidal
concentration atau kadar bunuh minimum/KMB). Cara dilakukan
dengan membuat seri pengencer agen antimikroba pada medium cair
yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba
pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan
mikroba uji ditetapkan sebagai KMH. Larutan yang ditetapkan pada
KHM tersebut selanjutnay diukur ulang pada cair tanpa penambahan
mikroba uji ataupun agen mikroba dan diinkubasi sesuai dengan
mikroba uji. Media cair yang bening setelah diikubasi di tetapkan
sebagai KMB (Pertiwi, 2008)
b) Metode dilusi padat
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair, namun menggunkan
media padat (solid). Keuntungan metode iini adalah satu kosentrasi
agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji
beberapa antimikroba uji.

19

Anda mungkin juga menyukai