Anda di halaman 1dari 16

Prosedur dan Sistem Akuntansi Pada Masa Awal Pemerintahan Islam (www.ekisonline.

com)

Ditulis oleh Omar Abdullah Zaid

Friday, 17 April 2009

Abstrak: Disamping kemajuan pengetahuan sejarah, asal-muasal sistem akuntansi dan prosedur
pencatatan masih belum jelas. Baru-baru ini ditemukan catatan yang menunjukkan pentingya
peran akuntansi dalam masyarakat muslim sejak 624 M. makalah ini berpendapat bahwa sistem
akuntansi dan prosedur pencatatan dipraktekkan dalam masyarakat muslim dimulai sebelum
penemuan angka Arab sebagai respons atas kewajiban agama, khususnya zakat, sebuah
kewajiban religius yang dibebankan pada tahun 2 H

Pendahuluan

Dalam sebuah kontribusi berpengaruh Parker (2000) menuliskan bahwa “Penulisan sejarah
akuntansi secara tajam didominasi oleh penulis di Inggris dengan mendiskusikan akuntansi
sektor swasta (private-sector) pada Negara-negara berbahasa Inggris pada abad ke 19 dan 20…
cakupan sejarah akuntansi sesungguhnya lebih luas dari pada ini” (p.66). makalah ini mencari
secara lebih mendalam diluar negara-negara berbahasa Inggris pada periode lebih awal daripada
era modern ini, makalah ini juga membandingkan klaim de Ste. Croix’s (1981,p 114) yang
menyatakan bahwa “Nampaknya tidak ada metode akuntansi efisien selain double entry system
dan single entry system sebelum abad 13” analisis sistem pembukuan dalam masyarakat muslim
pada abad pertengahan diabaikan pada pernyataan tersebut.

Tulisan ini mencoba untuk mengeksplor pemikiran akademisi muslim tentang akuntansi pada
awal masa pemerintahan Islam, dalam konteks zakat (beban keagamaan) serta ekspansi
pendapatan dan pengeluaran pada negara Islam, struktur bisnis dalam negara serta agama yang
membentuk kehidupan sosial ekonomi masyarakat muslim. Hal ini masih menjadi sebuah subjek
yang “belum di eksplorasi lebih dalam” (Hamid et al., 1993, p. 132), yang kemudian akan
nampak bahwa sistem akuntansi dikembangkan dan dipraktekkan sebagai bagian dari dunia
muslim, khususnya tengah dan timur dekat, yang telah maju. Memfokuskan pada sistem
akuntansi dan prosedur pencatatan tulisan ini melampaui Zaid (2000a) yang secara khusus
mendalami buku-buku akuntansi pada negara Islam. Berangkat dari Zaid (2001) dan Nobes
(2001) dimana pertanyaan dasar dan terminologis mengenai double entry system menjadi
bahasan utama.

Sementara itu ada ekspektasi [Lall Nigam, 1986; Hamid et al, 1993; Scorgie, 1990; Solas and
Otar, 1994; and Zaid, 2000a and 2000b], berapa orang barat dan akuntan muslim kontemporer

1
telah mendokumentasikan dan mengeksplorasi akuntansi muslim terdahulu. Lal Nigam (1986)
telah menunjukkan peran yang dimainkan oleh akuntan India dalam pengembangan akuntansi
sebelum “Summa de aritmatika”-nya Pacioli 1494. penulis mengklaim bahwa pengembangan
“sistem pembukan yang mendahului dan jauh kedepan dalam kesempuranannya dibanding
dengan Eropa. Sistem ini mencatat dua aspek tiap kejadian, dan pengelolaan bisnis dengan
verifikasi ukuran dan dimensi usaha. Disebut Bahi-Khata, Mahajanor Deshi, dan masih
dipraktekkan di sebagian besar negara tersebut” (1986, p. 149). Scorgie (1990) menelaah “ Bukti
yang mendukung bahwa orang-orang India meniru dan mengadopsi sistem pembukuan yang
disampaikan oleh bangsa Moguls yang menaklukan India pada pertengangan abad ke 16” (p.63).
Scorgie menyimpulkan bahwa “Persamaan kata dalam bahasa Arab dan bahasa utama India
menunjukkan bahwa sistem yang digunakkan oleh pedagang India dan keluarga-keluarga berasal
dari penakluk mereka yakni bangsa Arab. Oleh karena itu orang India hanyalah pemakai bukan
penemu sehingga perpidahan akuntansi double-entry dari Barat ke Timur bukan sebaliknya
sebagaimana dinyatakan oleh Lall Nigam” (p. 69) hal ini dikuatkan oleh Solas dan Otar (1994)
yang fokus pada “Akuntansi pemerintahan dipraktikkan di Timur dekat selama periode dinasti
Khan II (1120-1350 A.D)” (p. 117). Studi mereka terkait dengan kerajaan Ottoman, sebuah
kerajaan Muslim. Solas dan Otar (1994) menyimpulkan “Bahwa dasar akuntansi double-entry
telah dipraktikkan di Timur dekat dan dimana hal tersebut telah dikembangkan secara terpisah
dari akuntansi yang digunakan di Barat” (p.117).

Studi lain yang merujuk pada kontribusi akademisi muslim dalam pengembangan akuntansi
dilakukan oleh Hamid et al (1993). Ia menyatakan bahwa “Islam memiliki potensi untuk
mempengaruhi struktur, konsep dasar dan mekanisme akuntansi dalam dunia Islam” (p. 131),
penulis menyimpulkan bahwa “Pengaruh potensial Islam dalam bidang kebijakan akuntansi dan
praktek dapat memasukkan analisa perbedaan akuntansi nasional dengan dimensi cultural lebih
mendalam dari pada itu keluar dari dampak hukum sekuler kebiasaan umum dan sifat
perdagangan” (p. 147). Kesimpulan ini didasari dengan pengembangan bukti lebih dulu oleh
Zaid (2000a, 2000b).

Sejarawan akuntansi Sieveking menyadari “Bahwa pembukuan muncul dan tumbuh sebagai
dampak langsung dari keberadaan kerjasama bisnis pada sekala yang lebih besar” (Littleton,
1993, p.9). Sudut padang ini dapat merfleksikan situasi di Eropa skitar abad 14 namun tidak
perlu menghadirkan motif pengembangan peradaban terdahulu seperti Babilonia, Egypt, China
dan negara Islam termasuk Timur Tengah, sebagian besar Asia dan Afrika dan sebagian Eropa.
Meski peran kerjasama tidak bisa dianggap remeh, kebutuhan negara dan pengusaha juga
mendapat perhatian. Hal ini dikarenakan “Kebutuhan penjagaan catatan financial dan transaksi
bisnis lain adalah suatu hal yang kuno” (Littleton, 1956, p. v), sehingga dapat diakatakan
pengembangan akuntansi tidak dapat seluruhnya diasosiasikan dengan salah satu peradaban saja

2
atau negara karena pengembangan-pengembangan ini membutuhkan beberapa periode waktu dan
mungkin di dalam peradaban yang berlainan.

Lieber (1968, p. 230) menyatakan bahwa pedagang Itali mendapatkan metode pengetahuan
bisnis dari pesaing mereka yakni pedangang Muslim. Lebih jauh, Heaps (1895) menyatakan
bahwa “Orang Eropa yang pertama kali menerjemahkan aljabar dari tulisan-tulisan orang-orang
Arab yang juga dianggap memiliki urain pertama tentang pembukuan…pembukuan pertama kali
dipraktekkan oleh kelompok pedangan, dan mereka adalah orang-orang Arab, ia menganggap
merekalah penemunya” (p. 21). Penulis seperti Heaps (1895) dan Have (1976) menganggap
kontribusi orang Muslim sebagai sinonim dengan bangsa Arab. Pada kenyataannya Arab dan non
Arab berkontribusi bagi pembangunan di dunia Muslim, pada umumnya, hal ini nampak bahwa
penulis-penulis ini merujuk orang-orang Muslim sebagai bangsa Arab, mungkin terkait dengan
bahasa yang digunakan atau memang asal muasal Muslim dari Arab. Misalnya akademisi
Muslim Arab termasyk Al-Kalkashandy, Jabir ibn Hayyan, Ar-Razy, Al-Bucasis dan Al-Kindy.
Contoh muslim non Arab seperti Al-Khawarizmy, Abicenne, Abu-Bacer and Al-Mazendarany.
Menurut Islam, semua akademisi dan ilmuan ini diidentifikasi sebagai seorang muslim terlepas
dari asal, ras, bahasa, warna kulit, atau latar belakang etnis tertentu. Sehingga, hal ini menjadi
problema untuk mengasosiasikan pengembangan akuntansi di dunia Muslim dengan hanya
bangsa Arab saja dan mengabaikan konrtibusi akademisi dan ilmuan Musilim non-Arab.
Temuan-temuan Al-Khawarizmy secara khusus dikenal di Eropa. Meskipun angka romawi
digunakan di republik Itali pada abad ke 15, fitur “Summa de Aritmatika”-nya Paciolli telah
mengguanakan angka Arab, lebih jauh, sesungguhnya pengenalan penomeran Arab di barat
dapat diasosiasikan dengan hasil Al-Khawarizmy di awal abad 9 (Macve, 1994, p. 12).

Pengembangan Akuntansi dan ilmu pengetahuan lainnya pada masyarakat Muslim diinspirasi
oleh ajaran Islam, dengan demikian hal ini memerlukan penjelasan yang lebih mendalam tentang
agama Islam dan dampaknya bagi ekonomi dan infrastruktur sosial yang berkontribusi terhadap
pengembangan beberapa ilmu pengetahuan termasuk akuntansi.

Islam Dan Akuntansi

Agama Islam didrikan di Mekah pada tahun 610 M (Abu Addahab, 2002, p 649) dengan
diturunkannya wahyu Al-Quran pada nabi Muhammad Saw, pada saat itu jazirah Arabia secara
umum, dan Mekah khususnya hidup bersuku-suku dan mengalami perang antar suku selama

3
bertahun-tahun. Kesukuan bukanlah subjek konvensional atau peraturan tertulis kecuali
peraturan-pertauran yang di tetapkan oleh ketua suku. Perubuhan signifikan muncul berbarengan
dengan pendirian Negara Islam pada tahun 622 M. di Madinah Al-Munawarah ketika prinsip
persaudaraan digaungkan. Hal ini mendorong bahwa tiap muslim adalah saudara tanpa
memandang negara, ras , bahasa, warna, etnis atau factor lain yang membedakan manusia.
Muslim memutuskan balas dendam, mendukung satu sama lain baik secara financial dan sosial
tanpa memandang sejarah perbedaan mereka, mereka mengerti Islam adalah aturan
komprehensif tentang agama dan kehidupan. Mereka mulai belajar, mengiterpertasikan dan
mengaplikasikan apa yang termaktub dalam Al-Quran. Sebuah negara baru berlandaskan Al-
Qur’an dan menggantikan sistem kesukuan dan peratuan kesukuan. Al-Qur’an menawarkan
panduan ajaran sosial dan perdagangan. Contoh tentang ajaran sosial adalah tentang aturan
pernikahan dan warisan. Contoh tentang perdagangan adalah peraturan tentang kontrak,
keuangan bisnis, zakat dan ataran etika bagi pelaksanaan bisnis dan legal formalnya.

Perdagangan meluas keluar dari jazira Arabiah sampai sebagian Eropa, Afrika dan Timur Jauh
menurut Ekelund et al (1990, p 26) “Selama lima abad, dari 700 sampai 1200 Islam memimpin
dunia, organisasi, dan pemerintahan, dalam budi pekerti sosial dan standar kehidupan, dalam
literature, akademik, ilmu pengetahuan dan filsafat…hal tersebut merupakan ilmu pengetahuan
Muslim yang melestarikan dan megembangkan matematika Yunani, fisika, kimia, astronomi, dan
kedokteran selama setengah millennium ini, sementara barat tenggelam dengan apa yang disebut
“Dark Ages”

Ekspansi perdagangan mendorong pengembangan mekanisme untuk menjamin akuntabilitas


keuangan, barang diterima dan persekot. Pengenalan dan pengorganisasian zakat pada tahun 624
M, mendorong akuntansi untuk tujuan pembayaran dan kalkulasi zakat, pengembangan tersebut
melahirkan pengenalan buku akuntansi, konsep dan prosedur selama pemerintahan khalifah ke 2,
Umar Bin Khattab, yang memerintah antara 13 dan 23 H (634-644) (Zaid, 2000a, pp. 75-76).
Peran zakat sama pentingnya bagi Negara dan individu khususnya bagi mereka yang
menjalankan bisnis. Individu muslim umumnya, dan wiraswasta khususnya, perhatian dengan
pengembangan dan implementasi pembukuan akuntansi, system dan prosedur pencatatan.
diinspirasi oleh kebutuhan kewajiban syara’ yakni kalkulasi yang sesuai dan pembayaran zakat
sebagai konsekuensi dalam menjalankan bisnis dan mendapatkan keuntungan, lebih jauh Al-
Qura’an mewajibkan adanya penulisan dan pencatatan hutang dan transaksi bisnis seabagaimana
Allah berfirman dalam Al-Baqarah: 282-283, yakni merupakan surat terpanjang dalam Al-
Qur’an dan menspesifikasi semua syarat penulisan hutang dan transaksi bisnis.

4
Pengembangan dan praktek akuntansi pada masyarakat Muslim merfleksikan Islam sebagai
aturan kehidupan komprehensif baik spiritual maupun matrial. Pengembangan dan praktek-
praktek tersebut didokumentasikan oleh sejumlah akademisi Muslim dari tahun 150 H (768 M)
dalam sejumlah cetakan dan tulisan. Pada awalnya akademisi Muslim mendekati praktek
akuntansi di negara Islam melalui berbagai sudut pandang. Meskipun begitu, penyebutan “Istilah
akuntansi dan akuntan tidak digunakan pada masa awal dan pertengahan periode negara Islam.
Kepastian tanggal istilah ini mulai digunakan tidak diketahui namun dapat dilacak dari pengaruh
kolonialisasi dan pengenalan kebudayaan barat pada abad ke 19. istilah al-ameli, mubasher atau
kateb al mal merupakan istilah umum yang digunakan akuntan/bagian pembukuan dan juru tulis
keuangan. Istilah-istilah ini secara luas di tiap bagian berbeda dari negara Islam. Istilah Al-Kateb
menjadi dominan dan digunakan bagi tiap orang yang ditugaskan untuk menulis dan mencatat
informasi baik kuangan maupun non-keuangan” (Zaid, 200b, p. 330). Isitilah tersebut sama
dengan untuk “menghitung” (to account) dan sebagaimana pada tahun 365 H (976 M) Al-
Khawarizmy (1984) menggunakan istilah “muhasabah” untuk fungsi akuntasi dan orang yang
bertanggung jawab dalam hal ini disebut “muhaseb” (akuntan)

Al-Mazenderany (1363) adalah salah satu akademisi Muslim pertama yang mendokumentasikan
praktek akuntansi pada masyarakat Muslim. Sementara itu tulisan Al-Mazenderany telah dirujuk
oleh Solas dan Otar (1994) dalam studi mereka tentang praktek pembukuan pemerintahan pada
Timur Jauh selama dinasti Khan (1120-1350) dan Zaid (2000a, 2000b, 2001) implikasi lebih luas
kontribusi ini terhadap sejarah akuntansi. Buku Al-Mazenderany ditulis pada tahun 765 H (1363
M), dapat ditemukan di perpustakaan Sulaimaniyah Istanbul. nampaknya buku tersebut tidak di
cetak atau dipublikasi dalam bahasa Ottoman dan tidak ada bukti bahwa buku tersebut telah
diterjemahkan kedalam bahasa lain. Menurut prononsasi Arab, judul bukunya adalah Risalah
Falakiyyah Kitabus Siyakat, dan ini lah sumber yang digunakan oleh Solas dan Otar (1994) dan
mengejanya dengan "Risale-I Felekiyya", yang merupakan prononsasi Turki dengan judul yang
sama.

Al-Mazenderany mengemukakan bahwa buku akuntansi lain telah ditulis sebelumnya. Ia


menyatakan bahwa buku-buku tersebut menjelaskan praktek akuntansi pada masyarakat Muslim
dan khususnya di Timur Tengah. Nampaknya buku-buku tersebut telah ditulis jauh sebelum
1363 M. Al-Mazenderany lebih jauh mengetahui keuntungan akan ia dapatkan dari hasil
pemikiran dan tulisan terdahulu ketika ia menulis buku tersebut. Walaupun hasil pemikiran-
pemikiran terdahulu sebagaimana disebutkan Al-Mazenderany akan memberi nilai bagi
akademisi sejarah akuntansi, dan pencarian pemikiran-pemikiran tersebut bisa jadi sangat
memfrustasikan, oleh karena fakta “Negara-negara pada zaman pertengahan di Timur Tengah,
dengan emperium Ottomannya, telah dihancurkan, dan arsip-arsip mereka juga ikut musnah,… "
[Lewis, 1970, p. 81].

5
Salah satu karya Al-Mazendarany adalah Mafatieh Al-Uloom (kunci ilmu pengetahuan, pada
tahun 365 H (976 M) dan ditulis oleh Al-Khawarizmy (1984), Al-Khawarizmy mendiskusikan
tipe-tipe pencatatan di Dewans (kantor) dan buku tersebut digunakan untuk mencatat akun-akun.
Di salah satu bagian buku tersebut didedikasikan bagi “kesekretariatan”, Al-Khawarizmy
menggambarkan istilah teknis yang umum pada masyarakat Muslim menurut tugas skretaris dan
juga menggambarkan sistem akuntansi yang diimplementasikan selama abad ke 4 H (abad ke 10
M) di nyatakan pula bahwa buku Al-Khawarizmy merupakan buku yang berpengaruh pada masa
itu (Macve, 1996, p 12). Al-Mazenderany menggambarkan sistem akuntansi yang digunakan
negara Islam lebih lengkap dan detrail dari pada Al-Khawarizmy. Menurut, makalah-makala
terbaru didasari oleh Al-Mazenderany Risalah Falakiyyah Kitabus Siyakat. Hanya Buku inilah
karya yang dapat ditemukan oleh penulis pada hari dimana detail sistem akuntansi dan praktek
pada awal masyarakat Muslim.

Perkembangan Sistem Akuntansi di Masyarakat Muslim

Pengembangan akuntansi pada negara Islam dimotivasi oleh agama dan diasosiasikan dengan
kewajiban zakat pada tahun 2 H (624), akuntansi nampaknya dimulai dengan pendirian Dewans
untuk pencatatan Baitul Mal pendapatan dan pengeluaran. Tanggal yang pasti aplikasi pertama
kali sistem akuntansi pada negara Islam tidak diketahui, namun sistem tersebut
didokumentasikan pertama kalinya oleh Al-Khawarizmy pada tahun 365 H (976). Sistem
akuntansi disusun untuk mrefleksikan tipe proyek yang dikerjakan oleh negara Islam sejalan
dengan pemenuhan terhadap syara’. Projek-projek tersebut termasuk industri, pertanian,
keuangan, perumahan dan proyek jasa. Sistem akuntansi menggabungkan rangkain pembukuan
dan prosedur pencatatan, beberapa prosedur-prosedur tersebut meruapakan sifat dasar dan
digunakan untuk semua sistem akuntansi, sementara yang lain diperuntukkan bagi sistem
akuntansi tertentu. Sebagaimana disebutkan diatas, orang yang diberi tanggung jawab ini disebut
dengan Al-Kateb (Pembukuan/akuntan)

Tujuan sistem akuntansi adalah untuk menjamin akuntabilitas, memfasilitasi pengembilan


keputusan secara umum, evaluasi proyek, meskipun sistem ini diinisiasi bagi tujuan
pemerintahan, namun beberapa juga diimplementasikan oleh wiraswasta untuk mengukur
keuntungan yang akan dikenakan zakat, kesuksesan aplikasi sistem akuntansi oleh pemerintah
telah mendorong wiraswasta untuk mengadaptasi sistem yang sama khususnya untuk tujuan
zakat.

Sistem akuntansi didiskusikan dan dianalisa disini secara mendalam telah disebutkan oleh Al-
Khawarizmy dan detailnya oleh Al-Mazenderany, sistem akuntansi tersebut berorientasi income-

6
statement (laporan laba rugi). Dan dirancang untuk menyediakan kebutuhan segera negara Islam,
beberapa sistem akuntansi disandingan dengan transaksi monetary dan monetery sementara
yang lain hanya disandarkan pada ukuran moneter. Alasan penggunaan moneter dan non moneter
secara simultan adalah untuk menjamin ketepatan pengumpulan, pembayaran, pencatatan dan
kontrol pendapatan dan pengeluaran negara.

Tujuh sistem akuntansi khusus di kembangkan dan dipraktekkan dalam negara Islam
sebagaimana didokumentasikan oleh Al-Khawarizmy dan Al-Mazendariny. Yang sekarang akan
diekplorasi.

Stable Accounting (Accounting for Livestock): sistem ini dibawah pengendalian manajer
pemeliharaan ternak dan membutuhkan relevnasi transaksi dan pristiwa dicatat saat terjadinya
hal-hal tersebut, transaksi dengan sistem ini misalnya, makanan untuk unta, kuda, dan keledai;
gaji, hewan yang dijual, disumbangkan atau telah mati. Rancangan khusus sistem ini
merefleksikan pentingnya ternak bagi individu dan negara. Disamping hewan sebagai sumber
makanan juga sebagai alat transporatsi komersial, militer. ternak digunakan pula untuk
membawa makanan dan orang lintas dunia muslim dan diluar itu, serta alat transportasi penting
khususnya bagi komunitas yang tidak mempunyai akses pelabuhan. Meskipun stable accounting
di rancang bagi negara, implikasinya di sektor privat sama karena proporsi signifikan populasi di
satukan dengan bisnis ternak, untuk konsmusi atau transportasi dan kebutuhan akan sistem
pencatatan dan pengukuran keuntungan untuk tujuan kalkulasi pembayaran zakat, hal ini sama
dengan praktek sekarang dimana “insentif akun menunjukkan keseluruhan ‘keuntungan’ atau
‘kerugian’ peternakan moderen sebagai syarat pendapatan daerah, begitu pula dengan perbankan,
dan (dalam kasus peternakan yang dikelola dan dimiliki oleh perusahaan terbatas) tindakan
perusahan sebagai akun preparation untuk pemilik saham" [Macve

, 1994, p. 75].

Construction Accounting: Sistem ini digunakan untuk akun proyek konstruksi yang ditangani
oleh pemerintah. Sistem akuntansi konstruksi memerlukan pemeliharaan jurnal terpisah bagi tiap
situs konstruksi dan membutuhkan pencatatan untuk tiap transaksi relevan dan peristiwa dari tiap
mulainya proyek sampai selesai. Sistem akuntansi konstruksi membutuhkan bahwa tiap proyek
individual di daftar pada awal jurnal, diikuti dengan persyaratan konstruksi. Kemudian diikuti
pula denan catatan transaksi dan pristiwa. Transaksi dicatat dibawah pengawasan penanggung
jawab proyek, yang disebut dengan arsitek. Persyratan pengawasan yang sama juga berlaku bagi

7
akuntansi peternakan dan menyarankan adanya kontrol internal. Tiap item dicatat dalam jurnal
termasuk penerimaan matrial, pembayaran gaji bagi tukang kayu, tukang batu dan pekerja
konstruksi lainnya. Sistem akuntansi konstruksi mensyaratkan bahwa surplus atau defisit
penyelesaian proyek akan dihitung dan diungkap, dan tiap perbedaan dijelaskan. Prasyarat ini
menyarankan penggunaan budgeting (penganggaran)

Rice Farm Accounting (Agricultural Accounting):Hal ini nampaknya merupakan sistem non-
moneter karena memerlukan pencatatan quantitas padi yang diterima dan dibayar serta
spesifikasi lahan hasil pertanian. Sistem ini dijelaskan oleh Al-Mazadarany dan Al-Khawarizmy
dengan tidak adanya pemisahan tugas antara pencatatan dan pengaturan persediaan. Hal ini
tidaklah biasa-sistem akuntansi yang lain mempersatukan spesifik internal dan prosedur kontrol
umum. Hal ini nampaknya bahwa dalam bentuk ini didesain bagi kepemilikan negara untuk
tujuan perhitungan penerimaan padi dan distribusi zakat dibanding dalam bentuk moneter.
Prasyarat unuk mengidentifikasi lahan dimana padi dipanen dan distrik pembayaran zakat juga
disarankan Sistem non-moneter akuntansi pertanian mirip dengan akun grain-nya Zenon atau
Appianus Egyptian, sebagaimana disebutkan okeh Macve (1994, p. 59) hal ini pula memerlukan
pencatatan penerimaan dan pengeluaran butir padi dalam bentuk fisik tanpa merujuk pada ukuran
moneter.

Warehouse Accounting: jenis ini didesain untuk akun pembelian persediaan negara. Sistem ini
ditempatkan dibawah pengawasan secara langsung oleh seseorang yang dikenal dapat
dipercarcaya. Sistem ini mensyaratkan pencatatan detail dari tiap barang yang diterima dan
sumber pengiriman dalam buku yang dipersiapkan untuk tujuan tersebut. Kecepatan dan
ketepatan pencatatan pembayaran barang di tiap buku khusus dibutuhkan. sehingga paling tidak
ada dua buku khusus yang digunakan dalam sistem ini. Namun disini tidak dinyatakan apakah
hanya pencatatan barang yang diterima dan dikeluarkan dalam bentuk moneter, atau dalam
bentuk fisik maupun moneter, meskipun yang terakhir tampak seperti praktek sekarang ini. Hal
tersebut juga memerlukan bahwa hitungan persediaan dilakukan pada akhir tahun keuangan dan
hasilnya diperbandingkan dengan persediaan yang dicatat dalam buku. Menjadi kewajiban untuk
menyelediki penyebab perbedaan dan menanyakan kepada penjaga simpanan tentang hal itu.
Penjaga simpanan secara personal mengerti tiap kejadian antara yang ada di buku dengan
persediaan aktual. Dengan demikian warehouse accounting (akuntansi gudang) berbeda dari
“dunia kuno, dimana persediaan barang di jaga dalam bentuk quantitatif, bentuk fisik” (Macve,
1996, p. 6). Hal ini mengkofirmasikan bahwa sistem kontrol internal berjalan karena adanya
penjaga simpanan bukan bagian pembukuan. Skala persediaan merujuk pada akuntansi gudang,
hal ini kurang lebih sama dengan yang digunakan oleh perusahaan swasta.

8
Mint Accounting (Currency Accounting): Sistem akuntansi ini dirancang dan diimplementasikan
di negara Islam sebelum abad ke 14 M, sistem ini memerlukan kecepatan konfersi emas dan
perak yang diterima oleh otoritas keuangan dalam bentuk batangan atau koin. Lebih jauh sistem
ini mensyaratkan kecepatan pengiriman batang emas dan koin kepada pihak berwenang. Hal ini
menyarankan bahwa sistem tidak mengizinkan bahan baku (emas dan perak) atau produk akhir
(emas batangan dan koin) disimpan untuk waktu lama. Syarat kecepatan konfersi, pencetakan
dan penyerahan diinisiasi untuk mencegah pencurian. Emas batangan dan koin akan diserahkan
pada departemen yang setara dengan departemen keuangan sekarang. Sistem akuntansi
pencetakan uang mensyeratkan tiga jurnal khusus. Yang pertama digunakan untuk mencatat
persediaan, kedua untuk mencatat penerimaan dan yang ketiga digunakan untuk mencatat
pengeluaran. Pembelian dan gaji adalah contoh biaya yang dimasukkan oleh otoritas pencetakan,
dan juga merupakan kewajiban untuk mencatat perjanjian dan kondisi layanan yang disediakan
oleh otoritas pencetakan dalam jurnal pengeluaran. Penerimaan otoritas pencetakan
dikalkulasikan sekitar 5% dari biaya emas dan perak, atau sesuai dengan jumlah yang telah
ditentukan. Kriteria aplikasi dan kalkulasinya tidak disebutkan oleh Al-Mazandarany dan Al-
Khawarimy.

Sheep Grazing Accounting: Akuntansi bentuk ini diinisiasi dan diterapkan oleh otoritas
pemerintahan di negara Islam, dan digunakan oleh pihak swasta untuk mengukur keuntungan
atau kerugian untuk tujuan zakat. Akuntansi penggembalaan (Sheep Grazing Accounting) ini
berbeda dengan akuntansi peternakan ala Yunani dan Roma “dimana akun-akunnya tidak
dimaksudikan untuk menunjukkan lebih dari pergerakan kas dan sejenisnya,… " [Macve, 1994,
p. 78] dibawah sistem ini semua hewan yang diserahkan pada penggembala dicatat dalam buku
yang dirancang sesuai tujuan tersebut. Penerimaan pendapatan baik dalam bentuk kas atau yang
lainnya juga dicatat. Penerimaan yang diterima oleh penggembala termasuk binatang dan produk
kambing. Sistem ini sepertinya menggunakan beberapa buku khusus karena persyaratan untuk
mencatat ‘hewan yang diserahkan’-aset, dalam sebuah buku yang digunakan untuk mencatat
pengeluaran. Hal ini belum jelas apakah binatang yang diterima dicatat sebagai penerimaan atau
dikapitalisasikan dan dicatat dalam buku aset. Baik Al-Mazendarany atau Al-Khawarizmy tidak
mengelaborasi isu ini. Klasifikasi yang sesuai dan pengungkapan yang memadai merupakan
corak akuntansi peternakan yang membutuhkan pemisahan klasifikasi domba jantan, domba
betina, kambing dan yang sejenisnya. Sistem ini juga mensyaratkan pencatatan yang sesuai dan
klasifikasi penyembelihan domba dan pendistribusian produk daging, sekali lagi, buku yang
relevan tidak di spesifikasikan baik oleh Al-Mazendarany atau Al-Khawarizmy. Kerugian juga
dicatat dalam buku, termasuk hal yang berkaitan dengan bencana seperti kekeringan.

Treasury Accounting: sistem ini digunakan oleh pemerintah dan memerlukan catatan rutin semua
penerimaan perbendaharaan dan pembayaran. Sepertinya pengukuran moneter dan non moneter

9
digunakan sebagai catatan penerimaan perbendaharaan dan pembayaran dalam bentuk kas dan
yang sejenisnya. Hal ini termasuk persediaan yang dibutuhkan oleh pemerintah dan atau sultan
seperti emas, perak, obat-obatan dll. Meskipun terdapat prasyarat umum untuk mencatat
transaksi dengan cepat dan aplikatif bagi semua sistem akuntansi, (lihat prosedur 1 dibawah),
tidak seperti sistem lain, sistem ini secara khusus dibutuhkan dalam akuntansi perbendaharaan

Sistem akuntansi perbendaharaan memerlukan ketetapan pemisahan kolom bagi transaksi kas.
Transaksi non kas diklasifikasikan menurut sifat, warna dan spesifikasi lain, dan kemudian di
catat secara detail. Sistem ini juga membedakan dua metode pencatatan yakni metode Arab dan
Persia. Metode Arab membutuhkan pencatatan arus kas masuk dan barang di sebelah kanan
jurnal dan arus kas keluar di sisi kiri jurnal, hal ini menyarankan bahwa fungsi jurnal baik untuk
jurnal dan buku besar, dan hal ini dapat pula menjelaskan ketiadaan buku besar terpisah dalam
sistem ini. Halaman berbeda juga dialokasikan bagi tiap item (akun). Nyatanya bahwa sebagian
besar pembukuan adalah orang Arab yang mendorong penggunaan metode Arab. Metode persia
membutuhkan dua buku terpisah, satu untuk arus kas masuk dan barang dan yang satunya untuk
arus kas keluar dan barang. Metode Persia tidak membutuhkan itemisasi arus masuk dan arus
keluar kas dan barang, sebagaimana metode Arab, dengan demikian hal ini menjelaskan
mengapa metode Arab dianggap superior.

Kebutuhan akan standarisasi informasi nampaknya menjadi prioritas dalam perencanaan dan
implementasi sistem akuntansi. Sistem yang sama diaplikasikan bagi siapa saja yang berwenang.
Standarisasi informasi juga terbukti pada laporan akuntasi pada periode berbeda Misal dari
pelaporan ini adalah Al-Khatimah (laporan bulanan) dan Al-Khatimah Al-Jame’ah (Laporan
terahir keseluruhan), [Al-Khawarizmy, 1984, pp. 52, 81]. Sejalan dengan sistem akuntansi dan
kebutuhan bagi generasi penerus, laporan terstandar lebih jauh didorong spesifikasi dokumen
pendukung dan prosedur pencatatan umum. Yang terakhir adalah subjek bahasan selanjunya.

D. Prosedur Pencatatan Pada Masyarakat Muslim

Pengembangan dan implementasi sistem akuntansi pada negara Islam didukung oleh prosedur
wajib pencatatan. Beberapa prosedur-prosedur tersebut memilki sifat-sifat umum dan digunakan
untuk tiap sistem akuntansi sementara yang lain memilki sifat khusus dan berhubungan dengan
sistem tertentu. Pengenaan zakat dan perbedaan dari sejumlah pendapatan, pengeluaran dan
aktifitas terkait yang besar di negara Islam karenanya memerlukan adanya prosedur kontrol.
Prosedur-prosedur ini dapat membuat petugas mampu memonitor dan menemukan tiap difisit
dan surplus pada perbendaharaan negara yang muncul dari imbalanced book. Dua kasus yang
merefleksikan efektifitas kontrol internal ini adalah. Pertama temuan difisit satu dirham dalam

10
Baitul Maal yang ditemukan oleh sahabat nabi Saw Amer Bin Al-Jarrah yang melaporkannya
pada khalifah kedua, Umar Bin Khattob (Lasheen, 1973, p. 13). Al-Mazendarany (765 H, 1363)
juga menguraikan pentingya kontrol internal untuk diimplementasikan di seluruh Diwan. Kasusu
kedua adalah temuan pengeluaran tidak tercatat yang menghasilkan defisit. Defisit ini
mengakibatkan akuntan membayar 1.300 dinar untuk tidak mencatat transaksinya. Biaya
penghapusahan ini kemudian terungkap ketika neraca pembukuan diperbandingkan dengan
jadwal dan neraca lain di diwan utama pada tahun keuang terakhir (Lasheen, 1973, p. 13) hal ini
juga mengindikasikan bentuk audit telah dipraktekkan setelah pendirian negara Islam pada tahun
622 M.

Lasheen (1973, pp.163-165) mencatat beberapa prosedur pencatatan umum diimplementasikan


setelah abad ke 2 H (8 M) contoh prosedur pencatatan yang dikembangkan dan diaplikasikan
oleh pemerintah dan swasta pada negara Islam adlah sebagai berikut:

1. Transaksi harus dicatat sesegera mungkin ketika terjadi

2. Transaksi diklasifikasikan menurut sifatnya. Hal ini membutuhkan tiap transaksi yang sama
dan homogen diklasifikasikan dibawah satu akun dan satu pencatatan]

3. Penerimaan dicatat di sebelah kanan dan sumber penerimaan diidentifikasi dan diungkap

4. Pembayaran dicatata dan secukupnya dijelaskan di sisi kiri

5. Catatan Transaksi secara hati-hati dijelaskan

6. Tidak ada tempat yang ditinggalkan diantara dua transaksi. Jika adanya ruang yang
ditinggal karena alasan tertentu, maka garisnya harus digambar melwati ruang. Garis ini disebut
Attarkeen

7. Koreksi catatan Transaksi dengan menulis ulang atau menghapus adalah hal yang dilarang.
Jika Al-Kateb (Akuntan) salah dalam estimasi jumlah, ia harus membayar perbedaan tersebut
kepada Diwan. Jika pengeluaran telah dihapus, Alketab diharuskan membayar dalam bentuk
tunai walaupun dapat dibuktikan pengeluaran tersebut benar-benar terjadi.

8. Jika Akun telah ditutup, tanda tangan tertentu di tempatkan dalam pembukuan untuk
merefleksikan pengungkapan akun

9. Tiap Transaksi yang sama dicatat dalam buku utama yang kemudian diposting dalam buku
khusus yang disediakan untuk tipe transaksi tersebut

10. Posting pada tiap transaksi yang serupa dilakukan oleh orang yang tidak berhubungan
dengan pencatat transaksi harian dan buku lain.

11. Neraca, disebut Al-Hasel (perbedaan diantara dua jumlah), harus diekstrak

11
12. Laporan bulanan dan/atau tahunan harus disiapkan. Laporan ubu harus detail dan
menyediakan informasi yang cukup, contohnya, panen yang akan datang, ketika terjadi dan
bagaimana distribusinya

13. Pada akhir tiap tahun keuangan, sebuah laporan harus disiapkan oleh Al-Kateb mendetailkan
semua barang dan dana dibawah wewenang dan managementnya

14. Laporan berkala disiapkan oleh Al-Kateb akan direview (audit) dan diperbandingan dengan
laporan tahun sebelumnya dan dengan laporan yang disimpan dalam diwan

Laporan 1 dan 2, terkait dengan waktu pencatatan dan kepentingan klasifikasi, yang diinisiasi
untuk tujuan zakat. Sesuai dengan ketentuan syari;ah tipe pendapatan tertentu adalah subjek
zakat, sementara aset (kecuali untuk kebutuhan personal) adalah subjek zakat hanya jika sudah
mencukupi 12 bulan sejak pembelian. Periode 12 bulan ini dikenal dengan istilah Al-Hawl.
Konsep periodesasi ini telah menjadi corak dalam Akuntansi Islam sejak tahun 624 M. kecepatan
pencatatan dan klasifikasi adalah suatu hal penting dalam perhitungan zakat pendapatan dan
kekayaan yang disimpan. Asset diklasifikasikan menurut tipenya masing-masing seperti
peralatan, hutang, kas dll. Untuk tujuan zakat aset tertentu diklasifikasikan lebih jauh lagi. Ini
adalah kasus hutang dimana hutang disubklasifikasikan kedalam tiga kategori seperti Ar-Ra'ej
Men Al- Mal (collectable debts), Al-Munkaser Men Al-Mal (uncollectable debts) and Al-
Mutha'adhdher Wal Mutahayyer Wal Muta'akked Men Al- Mal (difficult, doubtful and
complicated debts) [AlKhawarizimy, 1984, p. 82].

Prosedur 3 terkait dengan credit entries sementara prsedur empat menggambarkan debit entries.
Sementara Heaps (1985) menyatakan bahwa “Dunia kuno memasukan penerimaan dan
pengeluran uang pada halaman yang berlawanan seperti Debet dan Kredit” (pp.19-20) ia tidak
mengidetifikasikan “sejarah” ini walaupun mereka memasukkan negara Islam. Prosedur 3 dan 4
menyiratkan “Metode Arab” dibawah akuntansi perbendaharaan yang mensyaratkan pencatatan
arus masuk, “debit” di sebelah kanan dan arus keluar “kredit” di sebelah kiri. Hal ini
memungkinkan dua halam tersebut digunakan, dimana debit entries dicatat disebelah kanan dan
credit entries disebelah kiri. Sehingga, halaman tersebut dibagi dalam dua kolom untuk mencatat
debit dan kredit. Format ini berbeda dengan Yunani dan Romawi dimana pembukuan ditetapkan
“sebagian besar dalam istilah penerimaan dan pengeluaran daripada debit kredit…mereka tidak
pernah sejauh memisahkan apa yang sekarang kita sebut debit dan kredit dengan memasukkan
keduanya dalam kolom terpisah” [de Ste Croix, 1956, p. 14]. Tidak ada bukti untuk
menyarankan bahwa bentuk pencatatan ini, sebagaiman di minta dalam prosedur 3 dan 4
merepresentasikan bentuk double-entry bookkeeping, namun hal ini menjadi pendahuluan bagi
pengembangan sistem double entry bookkeeping.

Prosedur 5 membutuhkan kehati-hatian dalam menjelaskan pencatatan transaksi. Seperti


diasosiasikan dengan audit. Auditing mewajibkan dan fokus pada buku akun Al-Kalkashandy
(1913, vol 1, pp. 130-139 menjelaskan peran reviewer (auditor) dengan mengatakan:

12
…adalah suatu hal yang umum bagi seseorong untuk tidak melihat kesalahannya namun bisa
melihat kesalahan orang lain, maka penting bagi kepala Diwan untuk menunjuk seseorang untuk
mereviewnya. Orang ini harus memilki standar bahsa yang tinggi, penghafal Qur’an (hafidz),
cerdas, bijaksana, dapat dipercaya dan bukan orang yang merugikan ataupun bermusuhan, ketika
reviewer puas dengan isi buku yang telah direview, ia harus menandatangai pada buku tersebut
sebaai indikasi kepuasannya akan konten yang terkandung didalamnya.

Prosedur 6 membutuhkan tidak ada ruang sisa antar transaksi dan jika ada ruang yang
tertinmggal dengan berbagai alasan, sebuah garis dibutuhkan untuk digambar pada sebrang
halaman. Hal ini menunjukkan risiko misinterpertasi dan manipulasi, jika garis kosong atau
halaman tertinggal dalam bukun akuntansi. Prosedur ini sebagai pelengkap prosedur 1, dan
dirancang untuk menghindari perhitunan ganda transaksi daripa kejadian aktualnya. Dengan
demikian hal ini mengindikasikan signifikansi kotroling dalam negara Islam.

Bentuk lain dari kontrol internal yang melengkapi prosedur 1 dan 6 dikhususkan pada prosedur
7. Pelarangan penulisan berlebihan dan penghapusan pada prosedur ini dimaksudkan untuk
koreksi atas pencatatan transaksi. Yang bisa diinterpertasikan sebagai peringatan bagi mereka
yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik sebagai hukumannya adalah dikenakan denda
pada tiap perbedaan antara transaksi aktual dengan apa yang dicatat. Pembayaran denda oleh al-
kateb meski kejam namun cukup efektif.

Prosedur 8 dimaksudkan untuk mencegah Al-Kateb dari memasukkan transaksi setelah tanggal
penutupan, prosedur ini memerlukan ‘tanda tangan khusus pada buku’ sifat dari tanda khusus
tersebut tidak dijelaskan namun merujuk pada tanda uniq sebagai tanda tangan orang yang
berwenang dalam diwan (Departemen Akuntanasi). Pensyaratan prosedur ini lebih jauh
mengkonfirmasikan aplikasi cut-off dan periodisasi.

Prosedur 9 membutuhkan posting bagi transaksi yang mirip dari buku utama ke buku khusus.
Posting ini dapat diinisiasi untuk tujuan persiapan pernyataan keuangan seperti Al-Khitmah and
AlKhitmah Al-Jame'ah, meski tidak dinyatakan dalam buku khusus atau jurnal khusus, namun
nampaknya dinyatakan dalam lajur. Kegunaan lajur khusus tersebut digunakan pada saat khalifah
ke 5, Omar bin Abdul Aziz (khalifah bani Umayah), yang hidup antara tahun 61 dan 101 H (681-
720 M) dan memerintah antara tahun 99 dan 101 H (718-101 M) (Ibn Saad, 1957, vol 1, p 400).
Prosedur pencatatan ini dapat berfungsi sebagai kontrol internal untuk pengumpulan dna
pembayaran zakat sebagaimana tercatat pengumpulan zakat dan distribusianya adalan yang
pertama kali dicatat dalam jurnal umum dan kemudian diposting kedalam jurnal khusus yang
sesuai, merepresentasikan tipe zakat yang dikumpulkan atau dibayarkan. Pernyataan ini
didukung oleh prosedur 10 yang secara explisit mensyaratkan posting oleh

C. Kesimpulan

Makalah ini mengungkapkan berbagai macam sistem akuntansi yang dikembankan dan
diimplementasikan dalam masyarakat muslim untuk memenuhi kebutuhan negara Islam dalam

13
rangka menjalankan syari’ah, zakat adalah faktor terbesar dalam berkontribusi terhadap
pengembangan sistem akuntansi, pebukuan, prosedur pencatatan dan pelaporan. Sistem
akuntansi ini memerlukan pendirian dan spesifiasi pencatatan dan prosedur kontrol. Klasifikasi
transaksi dan pengungkapan yang sesuai menjadi bagian integral dari berbagai macam sistem
akuntansi tersebut. Pernyataan keuangan baik bulanan maupun tahunan disiapkan berdasarkan
periodisasi. Penganggaran juga merupakan corak dalam sistem akuntansi dan digunakan sebagai
prosedur kontrol internal selain digunakan sebagai alat analisa dan interpertasi pernyataan
keuangan bulanan maupun tahunan. Auditing adalah pkartek yang telah dijalankan dalam negara
Islam.

Meski sistem-sistem tersebut dirancang dan diimplementasikan oleh otoritas pemerintah,


nampaknya pengusaha muslim juga mengadopsinya untuk tujuan zakat. Hal ini menunjukkan
bahwa beberapa prosedur pencatatan dikembangkan dan dijalankan dalam masyarakat Muslim
yang mirip dengan apa yang ditrapkan di Eropa pada abad pertengahan. Bahkan, Ball (1960)
menyatakan “Kita secara kuat menduga bahwa pedagang Italia mengabaikan metode pembukuan
yang digunakan oleh pelanggan terbaik mereka” (pp.208-209) dan dianatara mereka adalah
pengusaha muslim. Hubungan antara sistem akuntansi yang dikembangkan di negara Islam dan
pengembangan berikutnya masih merupakan subjek penelitian sejarah ( islamonline.com )

REFERENCES

Abu-Addahab, Ashraf Taha (2002), Islamic Dictionary (Cairo: Dar Ash-Hhorook).

Al-Khawarizmy, Mohammad bin Ahmad bin Yousuf (1984), Mafatieh Al-Uloom, (Beirut: The
House of the Arabic Book).

Al-Mazenderany, Abdullah bin Mohammed bin Kiya, 765 H (1363), Risalah Falakiyyah Kitabus
Siyakat, Sulaimani'yah Library, Instanbul, Manuscript No. 2756.

Ball W. W. R. (1960), A Short Account of the History of Mathematics, (New York: Dover
Publications).

Bin Jafar Kudamah (1981), Al-Kharaj Wa Sina'at Al-Kitabah, Commentary by Dr. Mohammad
Hussain Al - Zibet (Baghdad: Dar Ar - Rasheed Publishing),

de Ste Croix, G. (1956), "Greek and Roman Accounting", in Littleton A. C., and Yamey B. S.
(eds.), Studies in the History of Accounting (London: Sweet & Maxwell Limited), 14-74.

de Ste Croix G. (1981), The Class Struggle in the Ancient Greek World From the Archaic Age to
the Arab Conquests, (Gerald Duckworth & Co. Ltd, London).

14
Ekelund J.R., Robert B. and Hebert R. F. (1990), A History of Economic Theory and Method,
(USA, McGraw Hill, Inc).

Hamid S., Craig, R., and Clarke F. (1993), "Religion: A Confounding Cultural Element in the
International Harmonisation of Accounting," Abacus, Vol. 29, No. 2: 131 - 148.

Have, O. ten (1976), The History of Accounting (California: Bay Books).

Heaps, J. W. (1895), The Antiquity of Bookkeeping: An Historical Sketch (London: Gee and
Co.).

Ibn Saad, Mohammad bin Saad bin Manee Al - Mashoor be Kateb Al - Wakidy, 1377 H (1957),
At-Tabdkal Al-Kubra (Beirut: Beirut House for Printing and Publishing).

LaIl Nigam B. M. (1986), "Bahi-Khata: The Pre-Pacioli Indian Double-Entry System of


Bookkeeping," Abacus, Vol. 22, No. 2: 148-161.

Lasheen Mahmood Al-Mursy (1973), At-Tandheem Al-Muhasaby Lil-Amwal AlAmmah Fil-


Islam, M.A. Thesis (Faculty of Commerce, Al-Azhar University).

Lewis B. (1970), "Sources for the Economic History of the Middle East," Studies in Economic
History of the Middle East from the Rise of Islam to the Present Day, in Cook, M.A. (ed.),
(Oxford University Press): 78-92.

Lieber A.E. (1968), "Eastern Business Practices and Medieval European Commerce," Economic
History Review, Vol. 21, No. 2: 230-243.

Littleton A. C. (1933), Accounting Evolution Io 1900, (New York: American Institute Publishing
Co. Inc.).

Littleton A. C. (1956), Evolution of the Journal Entry, (Illinois-USA, Richard Irwin Inc.).

Macve R. H. (1994), "Some Glosses On Greek and Roman Accounting", in Yamey B. S. and
Parker R. H. (eds.) Accounting History: Some British Contributions (Oxford: University Press):
57-87.

Macve R. H. (1996), "Pacioli's Legacy," in Lee T. A., Bishop A., and Parker R. H. (eds.),
Accounting History From the Renaissance to the Present (New York: Garland Publishing Inc): 3-
30.

Nobes C. W. (2001), "Were Islamic Records Precursors to Accounting Books Based on the
Italian Method? A Comment," Accounting Historians Journal, Vol. 28, No. 2:207-214.

Parker, R. H. (2000), "The Scope of Accounting History: A Note", in Edwards, J. R. (ed.), The
History of Accounting. Critical Perspectives on Business and Management, Volume 1 (London:
Routledge): 66-70.

15
Quran, English translation of the meanings and comments, 1410 H - 1989 A.D., Kingdom of
Saudi Arabia, King Fahd Holy Quran Printing Complex.

Scorgie M. E. (1990), "Indian Imitation or Invention of Cash-Book and Algebraic Double-


Entry," Abacus, Vol. 26, No. 1: 63-70.

Solas, C. and Otar, I. (1994), "The Accounting System Practiced in The Near East During the
Period 1220-1350 based on the Book Risale- I Felekiyye," Accounting Historians Journal, Vol.
21, No. 1: 117-135.

Zaid O. A. (1997), "The Historical and Theoretical Framework of Financial Accounting in the
Muslim Society", (Amman - Jordan, Darul- Bashier for Publishing and Distribution), Second
Edition. [Arabic],

Zaid O. A. (200Oa), "Were Islamic Records Precursors to Accounting Books Based on the
Italian Method?," Accounting Historians Journal, Vol. 27, No. 1:73-90.

Zaid O.A. (200Ob), "The Appointment Qualification of Muslim Accountants in the Middle
Ages," Accounting Education, Vol. 9, No. 4: 329-342.

Zaid O. A. (2001), "Were Islamic Records Precursors to Accounting Books Based on the Italian
Method? A Response," Accounting Historians Journal, Vol. 28, No. 2:215-218.

16

Anda mungkin juga menyukai