Anda di halaman 1dari 7

AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESIGASI

“PELAKU KORBAN DAN PERBUATAN FRAUND”

Oleh Kelompok 10 :

Ni Kadek Krisna Sandrina (1833121118)


Ni Made Sania Kumala Dewi (1833121119)
Ni Putu Dewi Samiasih (1833121127)
Ni Wayan Novi Sandriani (1833121137)
Ni Made Sindy Virgina Putri (1833121344)

UNIVERSITAS WARMADEWA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

TAHUN 2021
A. DEFINISI PROFILING
Dalam upaya menemukan dan memberantas kecurangan, kita perlu mengetahui
profil pelaku. Profil berbeda dengan foto yang menggambarkan fisik seseorang. Profil
memberi gambaran mengenai berbagai ciri (traits) dari suatu kelompok orang, seperti:
rentan umur, jenjang pendidikan, kelompok sosial (kelas atas, menengah, bawah),
bahkan kelompok etnis, dan seterusnya.
Menurut Mulyani (1983) profil adalah pandangan sisi, garis besar, atau biografi
dari diri seseorang atau kelompok yang memiliki usia yang sama. Sedangkan menurut
Alwi (2005) profil adalah pandangan mengenai seseorang.
Upaya untuk mengertahui profil disebut profiling, dimulai dengan
mengidentifikasi factor keturunan, segi bentuk fisik tubuh sampai dengan ciri
psikologi dan psikiatris. Pengertian profiling dalam praktek hukum dikarakteristikkan
seberapa jauh tindak kriminal berlangsung sehigga penegak hukum dapat dengan
mudah menangkap para pelaku kriminal. Profiling pelaku fraud bertujuan untuk
memudahkan penangkapan pelaku.
B. PROFIL PELAKU FRAUND
Profiling adalah upaya untuk mengidentifikasi profil. Profiling dalam
memberantas kejahatan bukanlah upaya baru.Menurut FBI yang dimaksud dengan
profiling adalah ‘menggambaran seorang tersangka yang dicari berdasarkan jenis – jenis
kejahatan yang biasa dilakukan oleh segolongan orang dari kultur atau ras tertentu‘.
Misalnya untuk kasus pembunuhan FBI mengidentifikasi pelaku berdasarkan statistik di
semua negara bagian bahwa:
a. orang kulit hitam biasanya membunuh orang dengan berkelompok (keroyokan)
dibanding orang kulit putih yang perorangan,
b. orang kulit putih lebih banyak membunuh didalam rumah dibanding orang kulit hitam
diluar rumah atau orang kulit putih lebih banyak membunuh menggunakan pisau
dibanding kulit hitam.
c. Jika digolongkan berdasarkan ras/kultur misalnya orang kulit putih dari ras hispanik,
italia, irlandia sedangkan orang kulit hitam dibedakan dengan jamaican, cuban atau
native African.
Jika Casere Lambroso,mengamati para penjahat dari faktor keturunan sebagai
penentu tingkah laku kriminal, maka ACFE atau Association of Certified Fraud
Examiners di Amerika Serikat melakukan profiling penjahat kerah putih di Amerika
Serikat sebagi berikut:
Profil Penjahat Kerah Putih di Amerika Serikat

1. Laki-laki, kulit putih, berpendidikan S1


2. Suka mengambil risiko
3. Egois
4. Rasa ingin tau yang tinggi
5. Keinginan untuk melanggar ketentuan dan sedapat mungkin mencari jalan pintas
6. Bekerja sepanjang hari untuk memberika kesan bahwa ia pekerja keras.
7. Di bawah tekanan dan penyendiri, meskipun pada saat yang sama ia mempunyai
hubungan kerja yang erat dengan pemasok tertentu.
8. Termotivasi oleh ketamakan dan hadiah-hadiah yang bersifat
materi,menghamburkan uang secara teratur.
9. Berada dalam kesulitan keuangan seperti memiliki utang yang banyak
10. Tidak bahagia di tempat kerjanya dan mengeluh karena diperlakukan tidak adil
atau atasannya korup.
11. Menganggap auditor, inspektur atau atasannya sebagai musuh.
Gambaran diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Dalam profilong tersebut secara spesifik disebutkan bahwa profil pelaku kejahatan
kerah putih adalah orang berkulit putih. Untuk dapat melakukan kejahatan kerah
putih, seseorang mesti menduduki jabatan “kerah putih”. Dan melalui berbagai
program pemerintah disana, kelompok minoritas seperti etnis Afro American dan
Latino, mulai memperoleh peluang menduduki jabatan kerah putih. Sebaliknya, profil
pelaku kejahatan perampokan, pembunuhan dan kejahatan lain dengan kekerasan
menunjuk kepada kelompok etnis minoritas yang tidak berpendidikan dan tidak
mempunyai lapangan kerja.
b. Pelaku kejahatan kerah putih di Amerika Serikat berasal dari kelompok
berpenghasilan menengah ke atas, mereka sering dihubungkan dengan ketamakan.
c. Sejalan dengan argumen yang menjelaskan profil etnis dan kelompok penghasilan
menengah ke atas, kita dapat memaklumi profil pendidikan mereka.
George A. Manning, seorang akuntan forensik dari kantor pajak Amerika Serikat
menulis tentang profile dari organisasi yang melakukan kejahatan yang terorganisasi.
Dimana pelaku kejahatan ini lazimnya merupakan penyelundup pajak. Dalam masyarakat
dengan beraneka ragam etnis seperti di Amerika Serikat, profiling dilakukan dari segi
budaya atau kebiasaan etnis yang bersangkutan. Berikut beberapa ciri penjahat dari etnis
Asia yang dikemukakan Manning:
a. Para penjahat di Asia menyepelekan dan tidak menganggap penegak hukum sebagai
abdi masyarakat. Menurutnya di Asia penegak hukum berfungsi untuk melindungi
para penguuasa dan pertai meraka bukan untuk melindungi masayarakat
b. Mereka menciptakan “mata uang bawah tanah” dengan mempertukarkan komoditas.
Mata uang bawah tanah ini memungkinkan mereka menghilangkan jejak dokumen
dan melakukan penyelundupan pajak. Biasanya mereka menanamkan uang mereka
dalam emas, permata, intan dan berlian daripada menggunakan jasa perbankan.
c. Menyelenggarakan “perkumpulan simpan pinjam” yang sangat informal. Terdiri atas
10-20 orang, umumnya wanita. Terjadi tawar menawar untuk penggunaan uang dalam
periode tertentu, pemenangnya adalah penawar tertinggi. Di Indonesia dikenal dengan
sebutan arisan.
d. Kebanyakan orang Asia yakin bahwa setiap pejabat dapat dibeli, tindakan penyuapan
sangat biasa di Asia karena mereka menggangapnya sebagai way of life. Suap dimulai
dari jumlah yang kecil seperti free lunches dan terus meningkat sampai jumlah yang
sangat besar.
Terkait dengan poin terakhir, beberapa kebijakan KPK berkaitan dengan hal
tersebut yang wajib diikutu oleh pimpinan KPK :
a. Memberitahukan kepada pimpinan lain mengenai pertemuan dengan pihak lain.
b. Menolak dibayari makan, biaya akomodasi dan bentuk kesenangan lain oleh siapa
pun.
c. Membatasi pertemuan di ruang publik.
C. PROFIL KORBAN FRAUD
Profiling umumnya dilakukan terhadap pelaku kejahatantetapi juga dapat
dilakukan untuk korbankejahatan.Berikut berbagai pengertian korban yang dikemukakan
oleh para ahli maupun sumber dari konvensi-konvensi adalah sebagai berikut:
1. Arik Gosita
Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat
tindakan orang lain yang mencari pemenuhan, kepentingan diri sendiri atau orang lain
yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan. 
2. Muladi
Korban (Victim) adalah orang-orang yang baik secara individu maupunkolektif telah
menderita kerugian termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi atau
gangguan subtansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau
komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk
penyalahgunaan kekuasaan.
3. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2004 tentang komisi kebenaran dan rekonsiliasi.
Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan
baik fisik, mental, maupun emosional. Kerugian ekonomi atau mengalmi pengabdian,
pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak asasi
manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya.
4. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, yang
dimaksud dengan korban adalah “seseorang yang mengalami penderitaan fisik,
mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana”
5. kamus Crime Dictionary yang dikutip seorang ahli (Abdussalam, 2010:5) bahwa
Victim adalah “orang yang telah mendapat penderitaan fisik atau penderitaan mental,
kerugian harta benda atau mengakibatkan mati atas perbuatan atau usaha pelanggaran
ringan dilakukan oleh pelaku tindak pidana dan lainnya”. Disini jelas yang dimaksud
“orang yang mendapat penderitaan fisik dan seterusnya” itu adalah korban dari
pelanggaran atau tindak pidana.
6. Resolosi Majelis Umum PBB No. 40/34 Tahun 1985 adalah orang-orang, baik secara
individual maupun kolektif, yang menderita kerugian akibat perbuatan atau tidak
berbuat melarang penyalahgunaan kekuasaan.
Pada dasarnya korban tidak hanya orang-perorangan atau kelompok yang secara
langsung menderita akibat dari perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian/
penderitaan bagi diri/ kelompoknya, bahkan lebih luas lagi termasuk di dalamnya
keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban.iranya untuk korbaninstitusi,
masyarakat, bangsa, dan Negara dikaitkan maraknya kejahatan baik kualits maupun
kuantitas dapat ditambahkan, antara lain sebagai berikut:
1. Dalam perkara korupsi dapat menjadi korban tindak pidana korupsi berupa kerugian
keuangan Negara danperekonomianNegara, kualitas kehidupan, ruaknya
insfrasturktur dan sebagainya.
2. Dalam tindak pidana terorisme, dapat mengalami korban jiwa masyarakat, keresahan
masyarakat, kerusakan infrastuktur, terusiknya ketenangan, kerugian materiil, dan
imateriil lainnya.
3. Dalam tindak pidana narkotika, dapat menjadi korban rusaknya generasi muda,
menurunya kualitas hidup masyarakat, dan sebagainya.
4. Dalam tindak pidana perusakan lingkungan hidup, pembabatan hutan dan illegal
logging, dapat menyebabkan rusaknya, lingkungan, tanah tandus, banjir bandang,
serta merusak infrastuktur dan penderitaanrakyat yang berkepanjangan.
Profiling terhadap pelaku kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan menangkap
pelaku, maka profiling terhadap korban kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan
target penyebaran informasi. Ini adalah bagian dari disiplin ilmu yang disebut
viktimologi.
Viktimologi adalah ilmu yang mempelajari tentang korban (victim = korban)
termasuk hubungan antara korban dan pelaku, serta interaksi antara korban dan sistem
peradilan - yaitu, polisi, pengadilan, dan hubungan antara pihak-pihak yang terkait -
serta didalamnya  juga menyangkut hubungan korban dengan kelompok -kelompok
sosial lainnya dan institusi lain seperti media, kalangan bisnis, dan gerakan sosial. 
Viktimologi juga membahas peranan dan kedudukan korban dalam suatu tindakan
kejahatan di masyarakat, serta bagaimana reaksi masyarakat terhadap
korbankejahatan. Proses dimana seseorang menjadi korban kejahatan disebut dengan
"viktimisasi".
D. PROFILING PERBUATAN FRAUD (KEJAHATAN,FRAUD, DAN LAIN-
LAIN)
Profiling dapat dilakukan dalam upaya mengenal perbuatannya atau cara
melaksanakan perbuatannya (modus operandi). Modus operandi berasal Dari bahasa
Latin kata modus berarti “cara, metode” dan operandi adalah "bekerja".Modus
operandi adalah cara operasi orang perorang atau kelompok penjahat dalam
menjalankan rencana kejahatannya.
Upaya untuk mengelompokan perbuatan fraud berdasarkan tipe atau jenis
disebutprofil fraudatau tipologi fraud.Berbagai lembaga besar seperti Bank Indonesia,
Dirjen Pajak, PPATK mengumpulkan tipologi fraud yang ada di wilayahnya, untuk
mengantisipasi jenis fraud yang muncul dalam wilayah lembaga tersebut.Direktorat
JenderalPajak mengkompilasi tipologi kejahatan perpajakan. Bank Indonesia melakukan
hal yang samauntuk kejahatan perbankan. PPATK melakukannya untuk kasus-kasus
pencurian uang, dan pakar-pakar hukum pidana mengompilasi kasus-kasus tindak pidana
berdasarkan konsep hukum yang ditetapkan agar memudahkan mereka dalam
menyiapkan argument untuk kasus serupa.
Jenis tipologi yang akan dibahas pada makalah ini adalah tipologi fraud yang
dilakukan oleh PPATK yaitu tipologi pencucian uang. Dikutip dari
www.hukumonline.commenyebutkan bahwa sepanjang tahun 2006 PPATK mengklaim
terdapat 430 kasus yang termasuk dalam kategori tindak pidana pencucianuang
sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan UU No. 15 Tahun 2002, dengan rincian berikut:

No Kasus Jumlah
1 Korupsi 177
2 Penipuan 157
3 Kejahatan Perbankan 27
4 Pemalsuan Dokumen 19
5 Teroris 5
6 Penggelapan Pajak 4
7 Perjudian 3
8 Penyuapan 7
9 Narkotika 3
10 Pornografi anak 1
11 Pemalsuan Uang Rupiah 4
12 Pencurian 1
13 Pembalakan 4
14 Tidak teridentifikasi/dll 18
Total 430

Pencucian uang dapat dilakukan dengan modus operandi yang sangat


beragam, mulai dari menyimpan uang di bank hingga membeli rumah mewah atau
saham. Namun, pada dasarnya seluruh modus tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis tipologi, yang tidak selalu terjadi secara bertahap, tetapi dapat dilakukan
secara bersamaan.

Anda mungkin juga menyukai