Anda di halaman 1dari 49

Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah

( RP4D ) Kota Malang

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN


BAB PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN
PEMUKIMAN

D
alam Bab II ini akan diuraikan tentang kebijaksanaan
pembangunan perumahan dan permukiman dari skala
nasional hingga regional. Tujuan dari pembahasan ini
adalah untuk mencari 'benang merah' kebijaksanaan
pembangunan Perumahan dan Permukiman dari skala nasional
hingga lokal. Pada umumnya kebijaksanaan yang mempunyai
skala lebih luas dan makro (nasional) akan digunakan sebagai
'payung' untuk menurunkan dan merumuskan kebijaksanaan
yang lebih mikro dan teknis. Untuk memperluas bahasan lingkup
kebijaksanaan ini akan dijelaskan pula beberapa dasar
pendekatan teoritis yang nantinya dapat memperkuat
kebijaksanaan yang telah dikaji dan dirumuskan. Kaijan-kajian
teoritik ini juga digunakan untuk mencari konsep-konsep
pendekatan yang dapat membantu merumuskan strategi
penanganan masalah perumahan dan permukiman. Beberapa
paradigma baru pendekatan permasalahan perumahan dan
permukiman juga akan diungkap, agar koridor pembahasan
persoalan tetap berada pada jalur kekinian (up to date).
Disamping itu, paradigma baru tersebut juga akan membantu
menyelesaikan permasalahan permukiman yang menjadi isu
utama dalam masalah lingkungan permukiman, dewasa ini.

2.1. Kajian Teoritik Perumahan Dan Permukiman


Beberapa kajian teoritik yang akan dibahas di bawah ini
diharapkan akan banyak membantu memberi dukungan teori

Laporan Fakta dan Analisa II - 1


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

guna merumuskan penanganan permasalahan perumahan dan


permukiman. Disamping itu, beberapa kajian studi kasus dapat
digunakan sebagai referensi dalam menangani kasus-kasus
perumahan dan permukiman yang sama atau nyaris sama.

2.1.1. Kajian Penanganan Permukiman Kumuh


Lingkungan permukiman kumuh merupakan salah satu
wilayah sasaran yang ditangani oleh RP4D. Lingkungan
permukiman kumuh didefinisikan sebagai lingkungan
permukiman yang berpenghuni padat (melebihi 500 orang per
Ha), kondisi sosial ekonomi rendah, jumlah rumah yang sangat
padat dan ukurannya di bawah standar, prasarana lingkungan
hampir tidak ada atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan, dibangun di atas tanah negara atau tanah milik orang
lain, dan di luar peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Komarudin, 1997, h-83). Lingkungan permukiman kumuh
jumlahnya sangat menonjol diperkotaan besar. Saat ini
pemerintah dan swasta telah menempuh berbagai cara untuk
mengurangi jumlah lingkungan kumuh, misalnya melalui
peremajaan lingkungan.
Peremajaan lingkungan permukiman kumuh menyangkut
aspek fisik dan non-fisik. Aspek fisik antara lain : penataan dan
perancangan lahan, perancangan bangunan sarana dan
prasarana, penyimpanan dana dan penyiapan dana. Sedangkan
aspek non-fisik meliputi : penyuluhan, penyiapan penghuni
secara mental, penyediaan tempat kerja, pembinaan budaya
hidup bersih dan sehat, penerapan subsidi silang dan
pembudidayaan hidup di rumah susun. Menurut Wiyono (1990,
dalam Komarudin, 1997) dijelaskan bahwa dalam menangani
permukiman kumuh ada 5 (lima) hal yang perlu diperhatikan
antara lain : 1) penerapan prinsip subsidi silang; 2) penggunaan

Laporan Fakta dan Analisa II - 2


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

lahan secara terpadu; 3) pengembangan kehidupan masyarakat;


4) peran serta masyarakat secara aktif dan 5) penerapan asas
keterjangkauan.
Sebenarnya penyebab utama tumbuhnya lingkungan
permukiman kumuh adalah urbanisasi dan migrasi yang tinggi,
khususnya kelompok masyarakat berpenghasilan rendah,
sulitnya mencari pekerjaan, sulitnya mengangsur atau menyewa
rumah, kurang tegasnya pelaksanaan peraturan perundang-
undangan, program perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati
oleh para pemilik rumah dan disiplin warga yang rendah.
Beberapa solusi ditawarkan untuk menyelesaikan masalah ini,
antara lain :
1. Perbaikan Kampung melalui KIP Komprehensif;
2. Peremajaan kota
3. Pembangunan rumah susun oleh Perumnas
4. Pembangunan rumah sewa bertingkat
5. Penataan lingkungan
6. Penerapan pembudidayaan hidup bersih dan sehat
7. Penyediaan tempat usaha.
Selain tersebut di atas, terdapat dua pendekatan lain dalam
menangani lingkungan kumuh, yaitu penggunaan / pemindahan
teknologi (technological transfer) dan penanganan sendiri (self
reliant technology). Nugroho Sukmanto (1990, dalam
Komarudin, 1997) menjelaskan bahwa ada empat pola
peremajaan lingkungan kumuh, yaitu : relokasi (resettlement),
pembebasan tanah, konsolidasi tanah (penataan kembali) dan
partisipasi masyarakat setempat dengan sistem bank tanah
(land banking).
Beberapa studi kasus penanganan permukiman kumuh di
berbagai daerah, antara lain :

Laporan Fakta dan Analisa II - 3


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Gambar 2.1 : Kondisi Lingkungan Permukiman Kumuh di Pusat Kota


Surabaya di lihat dari foto udara.

Gambar 2.2 : Potret Permukiman Padat di Perkotaan (Lokasi Kali Code


Yogyakarta)

Laporan Fakta dan Analisa II - 4


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Gambar 2.3 : Ironi yang terdapat dipusat kota, suatu hamparan


permukiman kumuh di antara gedung-gedung indah
pencakar langit.

1. Studi Kasus : Solo


Yang dilakukan di Solo, penanganan permukiman kumuhnya
ditangani dengan cara manusiawi sejalan dengan program
kota Solo. Uji coba penataan lingkungan permukiman kumuh
dilakukan di bantaran Kali Anyar di kampung-kampung Bibis
Wetan, Bibis Kulon dan sebagian Rejasari dengan
mengembalikan fungsi tanah sesuai proporsinya (bantaran
sungai dikosongkan 20 meter dari selokan terdekat), tanah
sisanya diberi sertifikat penataan lingkungan permukiman, dan
pembangunan fisiknya dilakukan dengan swadaya masyarakat.
Pemerintah melaksanakan pekerjaan pengerasan dan
pengaspalan jalan, pembuatan jalan setapak, pembuatan
saluran dan jembatan. Beberapa masalah muncul, namun
dapat diatasi setelah walikota turun tangan. Setelah uji coba
penataan lingkungan kumuh ini selesai, pembangunan di

Laporan Fakta dan Analisa II - 5


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

daerah ini tidak pernah berhenti. Masyarakat secara bertahap


berusaha meningkatkan kualitas lingkungan hidup mereka.
2. Studi Kasus : DKI Jakarta
DKI Jakarta juga mempunyai masalah pada lingkungan
permukiman kumuhnya. Beberapa pola peremajaan
lingkungan kumuh telah dan sedang dicoba diterapkan.
Lingkungan permukiman Angke diremajakan melalui
keterpaduan Proyek yang ditangani lewat Proyek Perbaikan
Kampung dan Pembangunan Rumah Sewa Bertingkat.
Mekanismenya : tanah dibebaskan, rumah digusur
(diusahakan membangun tanpa menggusur), penghuni
ditampung sementara di rumah sewa yang telah ada, setelah
itu rumah sewa bertingkat atau rumah susun dibangun, dan
setelah selesai penghuni dipindahkan ke rumah susun ini.
Demikian seterusnya sehingga diciptakan sistem berantai.
Kawasan kumuh Kemayoran diremajakan melalui
pembangunan Kota Baru Bandar Kemayoran yang dikelola
oleh BPKK (Badan Pengelola Kawasan Kemayoran). Penghuni
diusahakan masuk ke rumah susun Kemayoran yang dibangun
Perum Perumnas atau pindah ke rumah sederhana / rumah
sangat sederhana di Tangerang, Depok dan Bekasi. Di
Pulogadung, Perumnas membangun rumah susun model
Sombo Surabaya di atas tanah negara yang dikuasai DLLAJR.
Dengan demikian terdapat enam alternatif peremajaan
lingkungan kumuh yang dilakukan di DKI Jakarta, antara lain :
1. Program perbaikan kampung (MHT dan IUDP) dan GRIMP
(Gradual Improvement Programmer).
2. Relokasi dan penataan lingkungan permukiman kumuh
dengan membangun rumah susun sederhana yang
disewakan kepada penghuni lama;

Laporan Fakta dan Analisa II - 6


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

3. Penataan daerah kumuh dengan memasukkan Perumnas


(penghuni lama menyewa dengan biaya murah sebesar
operating cost saja);
4. Pembangunan rumah susun sederhana (penghuni lama
diberi ganti rugi yang cukup untuk membayar uang muka
KPR);
5. Pembebasan tanah dan melibatkan peran serta Swasta
(pembangunan lingkungan permukiman kumuh menjadi
kawasan permukiman, pertokoan, perkantoran dan
perdagangan), dan
6. Konsolidasi tanah perkotaan.

2.1.2. Kajian Permukiman Bagi Masyarakat


Berpenghasilan Rendah
Permasalahan penyediaan permukiman bagi masyarakat
berpenghasilan rendah, tidak saja dialami oleh Indonesia, tetapi
juga di berbagai negara lain. Salah satu persoalan yang
dianggap menjadi pemicu munculnya persoalan di atas adalah
masalah industrialisasi yang menimbulkan masalah urbanisasi.
Arus kedatangan para pencari pekerja dari desa ke kota,
memunculkan masalah akan kebutuhan permukiman bagi
mereka. Dengan kondisi perekonomian yang kurang memadai,
mereka menempati permukiman-permukiman yang murah,
sederhana dan bahkan ada yang tidak layak huni. Sehingga
persoalan utama adalah : bagaimana menyediakan fasilitas
perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah
tersebut.
Menurut Turner (Turner; 1971; dalam Bambang Panudju,
1999, h-9), yang merujuk pada teori Maslow, menyatakan ada
kaitan antara kondisi ekonomi seseorang dengan skala prioritas
kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan perumahan. Perhatikan

Laporan Fakta dan Analisa II - 7


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

gambar 2.4. Teori tersebut sering dijadikan dasar dalam


menyusun kriteria perumahan yang dibutuhkan oleh masyarakat
berpenghasilan rendah, yaitu :
a. Lokasi tidak terlalu jauh dari tempat-tempat yang dapat
memberikan pekerjaan bagi buruh-buruh kasar atau tenaga
tidak terampil,
b. Status kepemilikan lahan dan rumah jelas, sehingga tidak ada
rasa ketakutan penghuni untuk digusur;
c. Bentuk dan kualitas bangunan tidak perlu terlalu baik tetapi
cukup memenuhi fungsi dasar yang diperlukan penghuninya;
d. Harga atau biaya pembangunan rumah harus sesuai dengan
tingkat pendapatan mereka.
Kenyataannya tidak semudah yang disangka. Beberapa
permasalahan yang dihadapi adalah :
a. Kendala Pembiayaan.
Kemampuan ekonomi nasional masih rendah (khususnya
pada negara yang sedang berkembang). Anggaran
pembangunan lebih diprioritaskan pada pembangunan yang
menunjang perbaikan ekonomi, sedangkan anggaran
pembangunan permukiman masih menempati prioritas
rendah. Pendapatan penduduk di negara sedang berkembang
juga masih rendah, sehingga sedikit sekali yang tersisa untuk
anggaran perbaikan / pengadaan perumahannya (Abrams;
1969, dalam Bambang Panudju, 1999, h-13). Sementara itu
harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk
semakin jauh di bawah harga rumah yang termurah
sekalipun.
b. Kendala Ketersediaan dan Harga Lahan
Lahan untuk perumahan, khususnya di kota besar semakin
sulit didapat dan semakin mahal, diluar jangkauan

Laporan Fakta dan Analisa II - 8


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

kemampuan ekonomi sebagian besar anggota masyarakat


(khususnya yang berpenghasilan rendah).
c. Kendala Ketersediaan Prasarana untuk Perumahan
Ketersediaan prasarana perkotaan untuk perumahan seperti
jaringan air minum, pembuangan air limbah, pembuangan
sampah dan transportasi yang merupakan persyaratan
penting bagi pembangunan perumahan, kurang memadai /
optimal. Pengembangan prasarana tersebut memang
membutuhkan rencana dan biaya yang cukup besar.
d. Kendala Bahan Bangunan dan Peraturan Bangunan
Banyak negara berkembang yang belum mampu
memproduksi bahan bangunan sendiri, akibatnya banyak
bahan bangunan yang perlu diimpor dan menyebabkan harga
menjadi mahal dan diluar jangkauan sebagian besar
masyarakat. Disamping itu, beberapa standar perumahan di
negara sedang berkembang masih meniru standar negara-
negara maju, sehingga pengadaan perumahan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah sulit dilaksanakan.
Pada dasarnya pengadaan perumahan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dipengaruhi oleh 2 aspek yaitu (Bambang
Panudju, 1999, h-17) :
1. Aspek kebijaksanaan, menyangkut pembuatan kebijaksanaan
pemerintah, undang-undang, peraturan, kelembagaan dan
program pemerintah di bidang perumahan ;
2. Aspek pelaksanaan atau kegiatan-kegitan yang bersifat
mikro, menyangkut organisasi pelaksanaan, dana, pengadaan
lahan matang atau kapling siap bangun dan pelaksanaan
pembangunan perumahannya sendiri.
Pihak yang berpotensi untuk melaksanakan pengadaan
perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam suatu
negara adalah sektor pemerintah, masyarakat dan swasta.

Laporan Fakta dan Analisa II - 9


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Dalam pelaksanaan pengadaan perumahan oleh sektor


pemerintah, pengambilan keputusan dapat dilaksanakan secara
sentralisasi atau desentralisasi. Sedangkan pelaksanaan
pengadaan perumahan oleh sektor masyarakat dapat dilakukan
oleh kelompok-kelompok masyarakat melalui koperasi, yayasan
dan bentuk organisasi lainnya, atau oleh anggota masyarakat
secara perorangan. Pengadaan oleh swasta dapat dilakukan oleh
perusahaan – perusahaan swasta untuk karyawannya atau oleh
perusahaan pengembang swasta dengan tujuan keuntungan
komersil. Disamping itu, masih terdapat beberapa variasi lain,
antara lain : gabungan atau kerjasama antara ketiga sektor,
misalnya kelompok masyarakat kerja sama dengan Pemerintah,
atau Perusahaan Swasta atau Perusahaan Pengembang Sawsta.
Perhatikan diagram berikut ini (Gambar 2.5 dan 2.6).

Laporan Fakta dan Analisa II - 10


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Gambar : 2.5
Diagram Sistem Pengadaan Perumahan Kota Bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah oleh Pemerintah
(Sumber : Bambang Panudju, 1999, H-25)

Kebijaksanaan oleh
Pemerintah
 Kebijakan dan
perencanaan
 Peraturan dan
Perundangan Pelaksanaan
 Kelembagaan Pembangunan oleh
 Program Pemerintah
 Organisasi
 Pendanaan
 Kapling dan Prasarana
 Pembangunan Rumah

PERUMAHAN PENGGUNAA
N OLEH
MASYARAKA

Laporan Fakta dan Analisa II - 11


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Gambar : 2.6
Diagram Sistem Pengadaan Perumahan dengan Peran Serta
Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
(Sumber : Bambang Panudju, 1999, h-26)
Kebijaksanaan oleh Pelaksanaan Pihak Lain
Pemerintah : Pembangunan Yang
 Kebijaksanaan Oleh Masyarakat : Membantu
dan  Organisasi
Perencanaan  Pendanaan
 Peraturan dan  Kapling dan
Perundangan Prasarana
 Kelembagaan
 Pembanguna
 Program
n rumah

Perumahan Penggunaan

Peran pemerintah dalam pengadaan perumahan dapat


dibagi menjadi dua, yaitu : 1) sebagai pembuat kebijaksanaan
strategi dan program pengadaan perumahan secara nasional
(sebagai Provider); 2) peran pemerintah dalam pelaksanaan
pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah
(sebagai enabler). Sebagai provider, Pemerintah merupakan
penanggungjawab dan pengambil keputusan, mulai dari tahap
penyusunan organisasi pelaksanaan, pengadaan dana,
pengadaan lahan, pembuatan rencana tapak, pematangan lahan,
pembuatan rancangan bangunan, pengurusan perizinan hingga
pelaksanaan pembangunan. Sebagai enabler, Pemerintah
bertindak sebagai fasilitator untuk membantu atau
memberdayakan masyarakat berpenghasilan rendah dalam

Laporan Fakta dan Analisa II - 12


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

pengadaan perumahan. Tugas pemerintah adalah menciptakan


iklim yang kondusif dan memberikan berbagai bantuan kepada
masyarakat tersebut untuk dapat berperan serta dalam
pengadaan perumahannya.

2.1.3. Kajian Permukiman Industri


Keberadaan kawasan industri di suatu kota bak magnet
yang ‘mengundang’ pendatang untuk mencari kehidupan di
kawasan tersebut. Akibatnya, data penduduk yang berstatus
penduduk sementara di beberapa lokasi permukiman di sekitar
kawasan industri melonjak drastis. Implikasi yang jelas terlihat
adalah munculnya permasalahan permukiman. Seiring dengan
bertambahnya penduduk musiman yang tinggal di sekitar
kawasan industri, bermunculan pula rumah-rumah sewa/kost
dan kontrak di antara permukiman penduduk asli. Tanpa adanya
pengendalian yang ketat, kawasan tersebut cenderung
berkembang menjadi kawasan yang sangat padat, kumuh dan
kotor. Lihat saja kawasan permukiman di sekitar industri
Rungkut Surabaya. Demikian juga yang terlihat dalam kasus di
P. Batam yang tumbuh menjadi kota industri yang memunculkan
kasus penyediaan fasilitas permukiman bagi karyawan dan buruh
industrinya.
Dari hasil penelitian Bambang Panudju (1993) di P. Batam,
terindikasi beberapa permasalahan permukiman buruh di
kawasan industri, antara lain :
1. Rendahnya minat dan kemauan karyawan/buruh untuk
membeli rumah.
2. Mahalnya harga lahan dan biaya pembangunan perumahan.
3. Rendahnya kemampuan untuk membeli rumah
4. Tingginya standar peraturan pembangunan perumahan
sederhana yang ada.

Laporan Fakta dan Analisa II - 13


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Sedangkan menurut Rudy (1993) dalam penelitiannya


pada lokasi permukiman di daerah Rungkut Industri Surabaya,
menjelaskan bahwa permasalahan permukiman di Rungkut
adalah :
1. Masalah pada buruh (kemampuan ekonomi dan sosial
buruh), yaitu :
a. kedudukan buruh sebagai buruh harian yang musiman,
mengakibatkan buruh tidak memperoleh prioritas
tunjangan yang cukup, misalnya seperti : kesehatan dan
sebagainya;
b. status buruh musiman tidak memberikan jaminan bagi
pengembangan masa depan buruh, karena sewaktu-waktu
buruh dapat keluar atau dikeluarkan;
c. sebagian besar buruh berasal dari desa, dengan tingkat
pendidikan rendah, sehingga buruh tersebut hanya dapat
bekerja saebagai buruh kasar dengan gaji rendah.
d. Rendahnya upah buruh mengakibatkan buruh tidak dapat
menyewa tempat tinggal yang layak.
Dengan kondisi di atas, maka :
a. Buruh berpenghasilan rendah tidak akan membeli rumah,
b. Tempat tinggal yang serba minim tidak akan menjadi
persoalan utama, yang menjadi prioritas utama adalah
memperoleh pendapatan sebanyak mungkin.
c. Keterbatasan lahan pertanian di desa dan keterbatasan
kesempatan kerja, menjadikan sebagian besar buruh akan
berjuang di kota dan tidak akan kembali ke desa.
2. Perumahan (kondisi fisik dan pola perumahan yang
ada); yaitu :
a. Sebagai dampak dari adanya industri, masyarakat
tradisional desa kota berlomba-lomba membangun
perumahan buruh menurut pengetahuan dan kemampuan

Laporan Fakta dan Analisa II - 14


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

mereka sendiri. Perumahan yang mereka ciptakan tidak


memenuhi persyaratan kesehatan;
b. Luasan lahan yang sangat kecil dipaksakan untuk
menampung sejumlah besar buruh, mengakibatkan terlalu
banyaknya orang dalam satu ruang yang kecil.
c. Pondok Boro di Rungkut yang dibuat sebagai pilot project
oleh Pemerintah tidak pernah dihuni karena lokasinya
terlalu jauh dengan perusahaan dan belum ada jalur
tansportasi umum. Suasana pondok boro juga lain dengan
pondokan rumah tangga yang sifatnya lebih kekeluargaan.
3. Industri dan Pemerintah (sebagai lembaga) yang akan
menyediakan perumahan bagi buruh industri.
Yang menjadi masalah adalah apa dan dimana peranan
pemerintah, sejauh mana keterlibatan pihak industri baik
secara langsung ataupun tidak langsung dalam pengadaan
perumahan bagi buruh industri.
Menurut Bambang Panudju (1993), kebutuhan Perumahan
Sederhana untuk karyawan dan buruh dapat dilaksanakan oleh
berbagai pihak, antara lain :
1. Karyawan / buruh itu sendiri secara perorangan;
2. Karyawan / buruh itu sendiri melalui suatu yayasan atau
koperasi;
3. Masyarakat sekitar daerah industri tersebut, yaitu melalui
: sewa-menyewa, jual-beli dan lain sebagainya;
4. Perusahaan atau pemilik industri dimana karyawan/buruh
industri tersebut bekerja;
5. Pihak ketiga, yaitu :
 Pemerintah : melalui Perum Perumnas dengan Kredit
Konstruksi dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari BTN
dan atau lembaga keuangan lainnya;

Laporan Fakta dan Analisa II - 15


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

 Swasta : melalui perusahaan real estate, developer,


industrial estate, investor dan sebagainya.
Menurut Bambang (1993), beberapa jenis bentuk
perumahan sederhana karyawan / buruh pada umumnya, adalah
:
1. Kamar sewa atau indekost
2. Kontrakan atau sewa rumah
3. Rumah Pribadi (dengan berbagai tipe yang dibeli dengan cara
angsuran atau tunai).
4. Asrama karyawan / buruh.

2.1.4. Kajian Pembangunan Rumah Susun


Keterbatasan lahan perkotaan, menuntut adanya konsep
pengefisiensian penggunaan lahan. Konsep ini melahirkan
pandangan, bahwa pembangunan secara vertikal menjadi salah
satu solusinya. Dalam hal ini pembangunan rumah susun
merupakan salah satu alternatif penyediaan rumah untuk
memenuhi kebutuhan rumah penduduk perkotaan yang
dibangun secara vertikal, di daerah yang padat.
Saat ini di Indonesia dikenal berbagai macam tipe rumah
susun, yaitu :
a. Rumah susun mewah yang penghuninya sebagian besar
tenaga kerja asing,
b. Rumah susun golongan menengah yang dihuni oleh
masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.
c. Rumah susun sederhana yang dihuni oleh masyarakat
golongan berpenghasilan menengah dan rendah.
d. Rumah susun murah yang dihuni oleh masyarakat
berpenghasilan rendah ke bawah.Beberapa alternatif
Pemerintah untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah memiliki perumahan dan

Laporan Fakta dan Analisa II - 16


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

permukimannya, melalui Program Kredit Pemilikan Kapling


Siap Bangun atau Kredit Pemilikan Rumah. Disamping itu,
untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang bermukim di
daerah yang padat dengan lahan yang sangat terbatas,
dilakukan dengan sistem pembangunan rumah susun.
Pembangunan Perumahan menurut sistem rumah susun
diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun.
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-
bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat memiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian-bagian, benda-benda bersama dan tanah
bersama.
Untuk menjamin sebagai suatu hunian yang lengkap dan
fungsional, maka dalam rumah susun tersebut diijinkan pula
untuk dibangun tempat usaha, pertokoan perkantoran dan
sebagainya.

Laporan Fakta dan Analisa II - 17


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Gambar 2.9 : Rumah Susun Sewa sebagai salah satu alternatif penyediaan
permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah di
kawasan yang padat, secara vertikal.

Dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 16 tahun 1985


dijelaskan tentang persyaratan teknis dan administratif
pembangunan rumah susun. Persyaratan teknis meliputi
persyaratan teknis : (1) untuk ruangan, (2) untuk struktur,
komponen dan bahan bangunan, (3) Persyaratan kelengkapan
rumah susun dan (4) Satuan rumah susun, (5) Bagian
bersama dan benda bersama dalam rumah susun, (6)
Persyaratan lokasi rumah susun, (7) Persyaratan kepadatan
dan tata letak bangunan, Prasarana lingkungan, (8) Fasilitas
Lingkungan. Disamping persyaratan teknis, beberapa
persyaratan administrasi harus dilengkapi, antara lain : (1)

Laporan Fakta dan Analisa II - 18


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

sertifikat tanah, (2) fatwa peruntukan tanah, (3) rencana


tapak , (4) gambar rencana arsitektur, (5) gambar rencana
struktur, (6) gambar rencana yang menunjukkan bagian-
bagian bersama dan (7) gambar rencana jaringan dan
instalasi.
Pemilikan rumah susun dapat dilakukan oleh perseorangan
maupun badan-badan hukum. Apabila perseorangan, maka
yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan sebagai
pemegang hak atas tanah seperti yang diatur dalam pasal 21,
pasal 36 dan pasal 42 Undang-undang Pokok Agraria. Untuk
badan-badan hukum yang dapat memiliki satuan rumah susun
yang dibangun di atas tanah milik bersama, diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963, diantaranya
adalah bank-bank yang didirikan oleh negara, badan sosial
dan keagamaan, koperasi dan lain-lain. Adapun hak milik atas
rumah susun meliputi :
a. Hak pemilikan perseorangan yang digunakan secara terpisah
(misalnya untuk tempat tinggal atau tempat usaha). Hak
milik perorangan yang digunakan secara terpisah adalah
merupakan ruangan yang mempunyai luas dan batas tertentu
yang memisahkan hak milik perorangan terhadap hak milik
orang lain.
b. Hak bersama atas bagian-bagian bangunan, struktur rumah
susun dan perlengkapan lain.
Satuan rumah susun dapat dihuni setelah mendapat ijin
kelayakan untuk dihuni. Permohonan layak huni harus diajukan
oleh penyelenggara pembangunan rumah susun kepada
Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah akan memberi ijin layak
huni setelah diadakan pemeriksanaan dan telah sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan dalam Ijin Mendirikan Bangunan.
Setelah mereka mendapatkan rekomendasi untuk menghuni,

Laporan Fakta dan Analisa II - 19


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

mereka wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk


mengatur dan mengurus kepentingan bersama. Perhimpunan
penghuni ini dapat mewakili para penghuni dalam melakukan
perbuatan hukum baik ke dalam maupun keluar. Perhimpunan
Penghuni ini harus berstatus badan hukum yang dapat mewakili
anggotanya. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu akta dan
disahkan oleh Bupati / Walikota. Dalam melaksanakan tugasnya
Perhimpunan Penghuni betugas:
a. mengesahkan AD/ART yang disusun oleh pengurus dalam
rapat umum perhimpunan penghuni;
b. membina para penghuni ke arah kesadaran berkehidupan
bersama yang serasi, selaras dan seimbang;
c. mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam AD/ART;
d. menyelenggarakan tugas administratif kepenghunian;
e. menunjuk dan mengawasi badan pengelola dalam
pengelolaan rumah susun dan lingkungannya;
f. Menyelenggarakan pembukuan dan administratif keuangan;
g. Menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang telah
ditetapkan dalam AD / ART.
Dalam pengelolaan keseharian, Perhimpunan Rumah Susun
dapat menunjuk atau membentuk Badan Pengelola Rumah
Susun. Mengelola maksudnya adalah kegiatan-kegiatan
operasional berupa pemeliharaan perbaikan, pembangunan
sarana lingkungan, fasilitas sosial, bagian bersama, benda
bersama dan tanah bersama. Badan ini harus disahkan secara
profesional dan berbadan hukum.

2.1.5. Kajian Koperasi dan Pembangunan Perumahan


Salah satu upaya pengadaan perumahan bagi golongan
masyarakat berpenghasilan rendah bisa dilakukan melalui

Laporan Fakta dan Analisa II - 20


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

koperasi. SK Menpera No. 02/Kpts/1990 tanggal 31 Maret 1990


menyebutkan bahwa kepada keluarga yang berpenghasilan
sampai dengan Rp. 900.000/bulan dapat memperoleh KPR BTN
untuk rumah berukuran T-70; sedangkan yang berpenghasilan
sampai dengan Rp. 450,000,- dapat mencicil rumah T-21. Untuk
mereka yang berpenghasilan dibawah Rp. 200.000,- masih sulit
menjangkau fasilitas KPR BTN. Yang berpenghasilan antara Rp.
80.000,- dan Rp. 200.000,- masih dapat memperoleh Kredit
Pemilikan Kapling Siap Bangun (KPKSB) atau tinggal di rumah
sewa bertingkat (rumah susun sewa) sederhana. Sedangkan
yang berpenghasilan di bawah Rp. 80.000,- perlu subsidi dan
perlu Tri Bina (Manusia, Usaha dan Lingkungan).
Dalam SK Menpera disebutkan sedikitnya 5 (lima) peran
lembaga koperasi dalam pengadaan perumahan dan
permukiman khususnya bagi masyarakat golongan
berpenghasilan rendah :
1. Koperasi berperan sebagai pelaksana proyek perumahan
(developer) yang kegiatan usahanya berwujud (a) peproper /
developer untuk melayani para anggotanya, dan (b) melayani
anggota dan masyarakat umum.
2. Koperasi sebagai koordinator bagi para anggotanya untuk
membeli rumah dari prepoper / developer.
3. Koperasi sebagai debitur BTN yang rumahnya kemudian
disewabelikan kepada anggotanya.
4. Koperasi sebagai penjamin bagi para anggotanya yang
membeli rumah dengan fasilitas KPR-BTN
5. Koperasi yang berperan ganda yang sekaligus melakukan dua
atau lebih peran tersebut di atas.
Dengan demikian maka koperasi dapat memprakasai
pembangunan perumahan bagi masyarakat. Dalam
pengembangan selanjutnya, koperasi dapat memprakasai

Laporan Fakta dan Analisa II - 21


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

pembangunan rumah sewa sederhana atau rumah sewa


bertingkat sederhana bagi karyawan industri, bekerjasama
dengan BUMN atau pengusaha industri. Koperasi dapat
berpartisipasi dalam program peremajaan kota. Peran koperasi
dalam pengadaan perumahan dan permukiman dapat dilihat
dalam tabel 2.3 berikut ini.
Kebijakan terbaru tentang pemberdayaan koperasi dan
usaha kecil menengah dalam penyelenggaraan permukiman dan
prasarana wilayah tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah dan Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah / Kepala Badan
Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil
Menengah No : 01/SKB/M/2001 dan No : 15 / SKB MENEG /
VII/2001.

Laporan Fakta dan Analisa II - 22


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

TABEL
PERAN DAN PERSYARATAN KOPERASI DALAM PENGADAAN
PERUMAHAN

NO PERAN PERSYARATAN
1 2 3
1 Pelaksanaan Proyek Perumahan  Status Badan Hukum Koperasi, paling
(Peproper / Developer) rendah Koperasi Klas B.
 Di dalam AD disebutkan usahanya bidang
perumahan atau serba usaha
 Terdapat pengelola usaha perumahan
2 Koordinasi bagi anggotanya untuk  Semua koperasi yang telah Berbadan
membeli rumah dari proper Hukum Koperasi.
/developer
3 Debitur BTN rumahnya  Berbadan Hukum Koperasi, paling rendah
disewa/belikan kepada anggota berstatus Koperasi Klas B.
 Mampu menempatkan dana cadangan di
BTN terus menerus minimum tiga kali
angsuran bulanan dari seluruh jumlah
rumah yang dibelinya.
 Mengikuti program TUM-KPR
 Ada lembaga penjamin dari Perum
Pengembangan Keuangan Koperasi atau
Perusahaan tempat Koperasi itu berada.
 Mampu mengelola rumah yang disewa-
belikan.
4 Penjamin / Avalist bagi para  Berbadan Hukum Koperasi, paling rendah
anggotanya yang membeli rumah berstatus Koperasi Klas B
dengan fasilitas KPR/BTN  Mempunyai kelayakan ekonomi yang
menjamin kelangsungan usaha.
 Mampu menempatkan dana cadangan di
BTN
 Memiliki dana cadangan yang cukup
sebagai penjamin
5 Berperan ganda, sekaligus  Butir-butir persyaratan di atas.
melakukan dua atau lebih peran di
atas
Sumber : Kepmenpera Nomor : 01/Kpts/1989 Tgl 5 Juni 1989, Dalam Komarudin,
1997.

Sangat berbeda kedudukannya dalam masyarakat nelayan.


Kedudukan lembaga formal koperasi seperti KUD MINA, ternyata
tidak seperti yang diharapkan, karena berkaitan dengan
mismanajemen, berkembangnya pungutan liar dalam pemberian
kredit, penyelewengan kredit, serta adanya persyaratan

Laporan Fakta dan Analisa II - 23


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

administrasi yang ketat (Kusnadi, 2002, h-155). Kenyataannya


masyarakat nelayan menjadi tergantung pada penyedia kredit
informal. Selain itu, beberapa lembaga sering memberikan
pinjaman kepada nelayan antara lain : Badan Kredit Desa (BKD),
Bank Oser, Pegadaian, Simpanan / Arisan, Pemilik Perahu,
pemilik warung / toko, jaringan sosial, rentenir. Dengan
demikian masyarakat nelayan selalu terjebak dalam kemiskinan.
Oleh karena itu Kusnadi (2002) mengusulkan pengadaan
Koperasi yang berbasis Keluarga. Struktur masyarakat nelayan
dibentuk oleh kelompok-kelompok kekerabatan. Struktur
demikian memungkinkan untuk pembentukan koperasi keluarga.
Jenis koperasi keluarga yang mungkin dilaksanakan adalah
koperasi barang-barang konsumsi dan koperasi simpan pinjam
untuk melayani nelayan kesehariannya.

2.1.6. Kajian KASIBA dan LISIBA


Konsep Pembangunan Kapling Siap Bangun (KASIBA) dan
Lingkungan Siap Bangun (LISIBA) merupakan salah satu upaya
untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah, terutama di sektor informal perkotaan.
Kasiba dan Lisiba diatur dalam Peraturan Pemerintah No : 80
Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap
Bangun Yang Berdiri Sendiri.
Kawasan Siap Bangun (KASIBA) adalah sebidang tanah
yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan
dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan
siap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan
primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan
rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Kepala

Laporan Fakta dan Analisa II - 24


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Daerah dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan


prasarana dan sarana lingkungan (Bab 1, pasal 1).
Lingkungan Siap Bangun (LISIBA) adalah sebidang tanah
yang merupakan bagian dari Kasiba ataupun berdiri sendiri yang
telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan
dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang
(Bab I, pasal 1). Lisiba yang berdiri sendiri adalah Lisiba yang
bukan merupakan bagian dari Kasiba, yang dikelilingi oleh
lingkungan perumahan yang sudah terbangun atau dikelilingi
oleh kawasan dengan fungsi-fungsi lain (Bab I, pasal 1).
Sedangkan kapling tanah matang adalah sebidang tanah
yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan
dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah dan rencana
tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
untuk membangun (Bab I, pasal 1).
Dalam Bab II, pasal 2 dijelaskan tujuan pengelolaan Kasiba
dan Lisiba berdiri sendiri. Pengelolaan Kasiba bertujuan agar
tersedia 1 (satu) atau lebih Lisiba yang telah dilengkapi dengan
jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan, serta
memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana, sarana
lingkungan dan utilitas umum untuk pembangunan perumahan
dan permukiman sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
(ayat 1). Pengelolaan Kasiba dan Lsiba yang berdiri sendiri
bertujuan agar tersedia kaveling tanah matang beserta rumah
dengan pola hunian yang berimbang, terencana dan terjangkau
bagi seluruh lapisan masyarakat (ayat 2).
Pengelolaan Kasiba dilakukan oleh Pemerintah yang
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Badan Pengelola (Bab
III, pasal 3). Badan Pengelola tersebut dapat berupa : Badan

Laporan Fakta dan Analisa II - 25


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Usaha Milik Negara atau badan lain yang dibentuk oleh


pemerintah (Bab III, pasal 3, ayat 2). Sedangkan pengelolaan
Lisiba bagian dari Kasiba dilakukan oleh masyarakat pemilik
tanah atau badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan
permukiman sebagai penyelenggara (pasal 5, ayat 1).
Pengelolaan Lisiba yang berdiri sendiri dilakukan oleh
masyarakat pemilik tanah atau badan usaha di bidang
pembangunan perumahan dan permukiman sebagai
penyelenggara (pasal 7, ayat 1). Masyarakat pemilik tanah
tersebut dapat melakukan penyelenggaraan Lisiba yang berdiri
sendiri dengan membentuk usaha bersama yang anggotanya
terdiri dari para pemilik tanah, berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (pasal7, ayat 2).
Penetapan lokasi untuk Kasiba diselenggarakan dalam
kawasan permukiman skala besar pada kawasan perkotaan dan
atau perdesaan dan atau kawasan tertentu yang terletak dalam
satu daerah sesuai dengan rencana tata ruang (Bab IV, pasal 8,
ayat 1). Dalam mempersiapkan lokasi Kasiba, jumlah unit rumah
yang dapat ditampung dalam 1 Kasiba sekurang-kurangnya
3.000 unit rumah dan sebanyak-banyaknya 10.000 unit rumah
(Pasal 9, ayat 1).
Penetapan Lisiba yang berdiri sendiri ditetapkan dalam
kawasan permukiman yang bukan dalam skala besar pada
kawasan perkotaan dan atau kawasan tertentu yang terletak
dalam satu daerah (pasal 8, ayat 2). Jumlah unit rumah untuk 1
Lisiba sekurang-kurangnya adalah 1.000 unit dan sebanyak-
banyaknya 3.000 unit
Penyediaaan tanah untuk Kasiba dan Lisiba yang berdiri
sendiri dapat dilakukan di atas tanah negara dan atau tanah hak
(Pasal 14). Untuk tanah hak, perolehan hak atas tanah dikuasai
perseorangan atau badan hukum, yang diperoleh dari :

Laporan Fakta dan Analisa II - 26


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

konsolidasi tanah, jual beli, tukar menukar dan pelepasan hak


(Pasal 18).

2.1.7. Kajian Program Perbaikan Kampung (KIP)


Program KIP Komprehensif II ini merupakan
pengembangan dari Program KIP Komprehensif sebelumnya
dimana selain pembangunan di bidang lingkungan fisik
permukimannya juga melaksanakan pembangunan di bidang
sosial ekonomi masyarakatnya melalui kegiatan pemberdayaan
masyarakat sebagai upaya untuk menggalang sinerji semua
kekuatan masyarakat yang diharapkan dapat berperan aktif
dalam program pembangunan perumahan dan permukiman.
Program KIP Komprehensip II ini bertujuan :
1. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman kampung
melalui suatu upaya penanganan terpadu baik dari aspek
fisik, sarana dan prasarana maupun kondisi sosial ekonomi
masyarakatnya.
2. Pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan inisiatif,
kreatif dan jiwa kemandirian dalam pelaksanaan program-
program pembangunan di lingkungan tempat tinggalnya.
3. Mengembangkan suatu peluang usaha dalam rangka
menciptakan kesempatan kerja bagi warga masyarakat
kampung sebagai sumber pendapatan yang dapat menunjang
perekonomian masyarakat.

KIP Komprehensif ini bukan tujuan pembangunan, tetapi


sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu :
1. Menuju Warga Terorganisasi: agar warga tangguh dalam
menghadapi beragam tantangan pembangunan, perlu segera
mewujudkan kelembagaan warga yang operasional.

Laporan Fakta dan Analisa II - 27


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

2. Mutu Lingkungan Hidup Meningkat : harus mencakup semua


aspek fisik dan non-fisik yang makin baik dan berguna.
3. Terintegrasi dengan Sistem Kota : sejak KIP kembali
dilaksanakan dalam dasawarsa tujuh-puluhan, kampung
sudah direncanakan sebagai bagian yang utuh dan
terintegrasi dengan pembangunan kota pada umumnya.
Pelaksanaan KIP Komprehensif II di Kota Surabaya didanai
oleh Pemerintah Kota Surabaya yang diambil dari Dana Alokasi
Umum (DAU) Pemerintah Kota Surabaya. Adapun kelompok
sasaran yang akan diberi bantuan adalah warga kampung
dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah dimana
seleksi dan penyusunan skala prioritas ditentukan berdasarkan
aspirasi dan musyawarah masyarakat kampung itu sendiri.

Gambar 2.10 : Kondisi Kampung Bandarharjo Semarang setelah


terkena program peremajaan permukiman

Komponen Program dalam KIP Komprehensif II adalah :


1. Perbaikan Fisik Lingkungan, yaitu perbaikan fisik
lingkungan (prasarana) permukiman kampung seperti
perbaikan jalan lingkungan, saluran drainase, fasilitas
persampahan dan MCK Umum serta lain-lainnya atas usul
warga.

Laporan Fakta dan Analisa II - 28


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

2. Pengembangan Masyarakat (SDM), yaitu kegiatan yang


berkaitan dengan upaya pemberdayaan masyarakat dan
peningkatan sumber daya manusia, seperti pelatihan
manajemen kelembagaan dan kursus ketrampilan.
3. Pengembangan Usaha Kecil Menengah, yaitu
pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk pengembangan
usaha kecil menengah, membuka peluang / kesempatan kerja
dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, meliputi
antara lain pelatihan industri kecil dan pemberian kredit untuk
modal usaha.
4. Perbaikan Rumah, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas rumah tinggal baik fisik maupun
kejelasan status perijinannya, antara lain meliputi perbaikan
dapur, KM/WC dan sambungan air bersih, pengurusan IMB.
Dalam pelaksanaan KIP Komprehensif ini, masyarakat
memikul peran yang sangat penting, karena konsep yang
digunakan adalah Community Based Development. Untuk
mengefektifkan peran masyarakat, maka pada masing-masing
kampung akan dibentuk suatu lembaga lokal yang akan
bertanggungjawab terhadap pelaksnaaan KIP ini. Kelembagaan
lokal yang akan dibentuk ini merupakan wadah penyaluran
aspiratif warga. Kelompok Lokal yang akan dibentuk yaitu :
1.Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yaitu suatu
kelompok ditingkat warga atau RT yang beranggotakan sekitar
6 – 10 orang; dimana didalam kelompok tersebut dapat
tertampung minat atau kebutuhan dari setiap KK anggota
KSM.
2.Badan Koordinasi (BK-KSM), yaitu suatu lembaga yang
mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan guna memenuhi
kebutuhan atau kepentingan anggota KSM-KSM. Lembaga ini
dibentuk di tingkat RW, dimana pada pembentukannya

Laporan Fakta dan Analisa II - 29


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

melibatkan pengurus KSM, RW, PKK RW, Ketua RT dan Tokoh


Masyarakat setempat untuk mendukung operasionalnya,
dalam struktur organisasi BK-KSM terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan Pembantu Teknis.
3.Yayasan Kampung (YK), yaitu sebuah yayasan berbadan
hukum di tingkat Kelurahan (diperkuat oleh akte notaris) yang
dibentuk untuk menerima tanggungjawab dalam hal
pengurusan, pengelolaan dan pelaksanaan program KIP
Komprehensif di Kampung / Kelurahan; dimana pada
pembentukannya melibatkan LKMD, PKK Kelurahan, para
Ketua RW yang ada di Kelurahan dan BK-KSM yang dibentuk
di tingkat RW.
4. Koperasi Serba Usaha (KSU), adalah lembaga keuangan di
tingkat kelurahan yang berbentuk koperasi yang bertugas
mengelola dana program KIP Komprehensif agar dimanfaatkan
secara efektif dan berkelanjutan. Dalam operasionalnya, KSU
bersama YK nantinya menilai kelayakan pinjaman yang
diajukan oleh para pemohon (anggota KSM).

Dalam KIP Komprehensif II yang dilaksanakan di Surabaya,


mempunyai beberapa target hasil, antara lain :
1. Participatory Community Mapping (PCM)
1. Kelembagaan masyarakat
2. Sistem Dana Bergulir-berkembang
3. Pola Usaha Kelompok Warga
4. Mutu kehidupan meningkat.

2.1.8. Kajian Home Base Enterprise (HBEs) Dalam


Pembangunan Perumahan dan Permukiman

Laporan Fakta dan Analisa II - 30


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Hasil penting dari KTT Habitat II di Istanbul Turki tahun


1996 adalah Deklarasi Istanbul dan The Habitat Agenda. Salah
satu masalah yang diangkat secara khusus dari berbagai tema
yang dibahas di Habitat II adalah mengatasi kemiskinan kota
melalui pembenahan perumahan dan permukiman. Arti
pembenahan disini bukan sekedar keadaan rumah yang makin
baik, tetapi rumah yang dapat lebih produktif dengan melakukan
kegiatan sosial dan ekonomi yang handal seperti berbagai home
based enterprises (HBEs) atau usaha berbasis rumah tangga
(UBR). Hal ini berarti bahwa keberadaan rumah akan membuat
mutu lingkungan lebih baik, mutu sosial keluarga meningkat dan
kegiatan ekonomi yang diselenggarakan di rumah memberi hasil
tinggi.
Bagi Indonesia, konsep HBEs ini bukan merupakan hal yang
baru. Bagi rakyat yang tinggal di kampung, bahkan di
permukiman kumuh, rumah bukan sekedar home-life, tetapi
adalah tempat produksi, pemasaran, hiburan, kelembagaan
keuangan dan sebagai tempat untuk menyendiri (Johan Silas,
2000, h-14). Menurut Lipton (1980, dalam Johan Silas, 2000, h-
14), beberapa karakteristik UBR antara lain :
a. keluarga mengontrol sebagian besar dari modal dan
melibatkan diri bekerja;
b. sebagian besar dari lahan, modal dan kerja milik keluarga ikut
dilibatkan;
c. kebanyakan dari kerja UBR dilakukan oleh keluarga.
Dalam beberapa penelitian yang dilakukan perihal UBR di
kampung Banyu Urip Surabaya, ternyata bahwa rumah dapat
menjadi ‘modal’ kerja yang handal dalam mengembangkan
kekuatan ekonomi keluarga melalui UBR. Dalam hal ini, ciri UBR
dalam konteks pengalaman di kampung Surabaya adalah :
a. Rumah dan rumah tangga sebagai modal kerja.

Laporan Fakta dan Analisa II - 31


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

b. Kampung sebagai kesempatan dan kemudahan kerja


mengingat lokalitasnya yang baik terhadap sistem kota.
c. Komunalisme kehidupan masyarakat kampung menjadi
kekuatan untuk saling memberi dukungan dan memudahkan
kerja.
d. Tenaga tambahan yang setiap saat diperlukan di luar tenaga
keluarga dengan mudah dapat diperoleh dari tetangga
sekitarnya.
e. Melakukan proses pemberdayaan melalui proses saling
membantu dan saling mengajarkan keahlian yang diperlukan;
proses penyuburan bersama.
f. Ada kelonggaran dalam banyak hal; untuk melakukan UBR
termasuk masalah perizinan pungutan dll, yang jauh
meringankan biaya kerja
g. Menjadi basis bagi kekuatan yang bertumpu pada masyarakat
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Beberapa permasalahan yang ditemukan dalam menerapkan
konsep UBR di Banyu Urip Surabaya, adalah :
1. Alokasi ruang. Menentukan tempat yang paling baik untuk
melakukan kegiatan UBR membawa benturan dengan
kepentingan ruang bagi penyelenggaraan kegiatan
berumahtangga. Kegiatan UBR dapat diselenggarakan pada
ruang tambahan atau menggunakan sebagian ruang di dalam
rumah.
2. Kompromi waktu. Misalnya, si pelaku UBR adalah ibu rumah
tangga, maka ia akan membagi waktu antara bekerja untuk
kepentingan UBR dan bekerja rutin keperluan rumah
tangganya.
3. Berbagi tugas. Pada umumnya UBR merupakan kegiatan
dukungan terhadap profesi utama. Disamping istri, maka
kegiatan ini juga dapat melibatkan anak-anak, sepanjang

Laporan Fakta dan Analisa II - 32


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

anak tersebut telah selesai melakukan tugasnya, yaitu


sekolah dan belajar.
4. Pengadaan modal. Pada umumnya kegiatan UBR ini
melibatkan modal keluarga dan modal operasional, sehingga
keperluan keluarga pun seringkali diambilkan dari modal
operasional ini. Dengan demikian laba dan pengeluaran sulit
dideteksi kalau tidak ada pencatatan yang tertib.
5. Lokalitas usaha. Telah terjadi pengelompokan usaha
sehingga menimbulkan persaingan yang sehat. Sedangkan
lokasi yang terletak di dalam kampung tidak menjadi
masalah, karena dengan adanya KIP, memudahkan akses ke
setiap bagian kampung.

2.1.9. Kajian Psikologi Lingkungan Pada Lingkungan


Permukiman Padat di Perkotaan
Tinggal di lingkungan permukiman padat perkotaan,
seringkali menimbulkan tekanan fisik dan psikologis bagi
penghuninya. Tekanan-tekanan ini akan menimbulkan
ketidaknyamanan bagi penghuni ketika tinggal di dalamnya.
Teori-teori Psikologi Lingkungan dapat digunakan untuk
membantu menganalisis permasalahan yang ada, khususnya di
Kota Malang. Beberapa teori yang akan dikaji adalah Teori
Tekanan Lingkungan, Teori Beban Lingkungan, Teori Persepsi,
Pengaruh Kondisi Lingkungan (kepadatan, bising, temperatur,
angin) terhadap Perilaku.
Dalam Teori Psikologi Lingkungan, terdapat beberapa
karakteristik (Oman Sukmana, 2003), yaitu :
1. Hubungan antara perilaku dengan lingkungan merupakan
suatu unit.
2. Hubungan antara perilaku dan lingkungan bersifat timbal balik.

Laporan Fakta dan Analisa II - 33


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

3. Psikologi Lingkungan mempunyai perspektif yang unik


terhadap penelitian teoritis dan terapan.
4. Psikologi Lingkungan bersifat interdisipliner (interdisciplinary).
5. Kebanyakan dari Psikologi Lingkungan mempunyai latar
belakang psikologi sosial.

1. Pengaruh Kebisingan Terhadap Perilaku


Tinggal di suatu lingkungan yang padat di pusat kota,
tidak akan dapat lepas dari masalah kebisingan. Kebisingan
muncul dari suara orang, kendaraan dan lain-lain. Menurut
Wardhana (1995, dalam Oman Sukaman, 2003, h-78),
kebisingan dibedakan menjadi 3, yaitu : kebisingan impulsif,
kontinyu dan semi kontinyu (intermittent). Beberapa pengaruh
kebisingan terhadap perilaku seseorang adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan pendengaran,
2. Menimbulkan ketegangan dan pembangkitan (arousal and
stress). Kebisingan mempunyai kaitan dengan munculnya
berbagai penyakit kronis dan akut seperti gangguan jantung,
reaksi alergi, sakit tenggorokan dan gangguan saluran
pencernaan.
3. Kebisingan berkaitan dengan munculnya penyakit gangguan
mental.
4. Kebisingan yang sangat keras dan tidak diprediksi akan
menimbulkan gangguan dan menyebabkan kesalahan individu
dalam melaksanakan tugas yang memerlukan ketelitian dan
konsentrasi tinggi.
5. Mempengaruhi perilaku sosial :
a. menimbulkan gangguan terhadap perasaan senang
terhadap orang lain.

Laporan Fakta dan Analisa II - 34


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

b. Pada tingkat kebisingan tertentu, orang akan menjadi


marah dan kaget. Pada tingkat kebisingan yang lebih
tinggi, orang akan menjadi agresif.
c. Semakin tinggi tingkat kebisingan akan mengakibatkan
semakin berkurangnya jiwa penolong pada seseorang.
2. Pengaruh Cuaca Panas Terhadap Perilaku
a. Pengaruh Cuaca Panas
Apabila temperatur lingkungan meningkat maka
hypothalamus di dalam tubuh manusia akan merangsang
pembesaran pori-pori kulit, mempercepat peredaran darah,
pengeluaran keringat yang banyak dan reaksi tubuh yang
lainnya yang bertujuan untuk mengurangi panas. Apabila
reaksi tubuh gagal dalam hal mengurangi panas, maka akan
terjadi (Sarwono, 1995, dalam Oman Sukmana, 2003, h-97) :
1. Heat Exhaustion, yaitu tubuh akan mengalami kelelahan
yang sangat kuat disertai dengan rasa mual, ingin muntah,
sakit kepala dan rasa gelisah.
2. Heat Stroke, yaitu akan mengigau (delirium), koma (tidak
sadar diri) dan akhirnya meninggal dunia.
3. Heat aesthernia, yaitu timbul perasaan jenuh, sakit kepala,
gelisah, mudah tersinggung (emosional), nafsu makan
berkurang dan susah tidur (insomnia).
4. Serangan jantung.
Pengaruh panas terhadap perilaku sosial adalah :
a. Cuaca panas akan mempengaruhi atraksi seseorang (daya
tarik pribadi).
b. Temperatur panas menyebabkan seseorang akan merasa
tidak menyenangkan, cenderung marah dan agresif.
b. Pengaruh Cuaca Dingin
Temperatur dingin akan mempengaruhi :

Laporan Fakta dan Analisa II - 35


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

1. Kesehatan : penyakit sesak nafas dan radang


tenggorokan.
2. Cuaca dingin akan mengurangi perilaku yang bersifat
agrfesif.
3. Cuaca dingin akan menyebabkan buruknya tampilan kerja
seseorang.
3. Pengaruh Polusi
Polusi udara berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Lihat tabel berikut ini. Disamping itu polusi udara juga akan
mempengaruhi tampilan kerja seseorang. Polusi udara juga akan
mempengaruhi daya tarik antar pribadi, mengurangnya sikap
agresif seseorang, misalnya bau yang menyengat.

TABEL
AKIBAT BEBERAPA POLUTAN PADA POLUSI UDARA

NO ZAT AKIBAT
1 2 3
1 SO2  Sesak Napas
 Menimbulkan asma
 Menambah berat asma
2 CO  Mata (penglihatan kabur)
 Gangguan fungsi berpikir
 Gangguan gerakan otot motorik / refleks
 Gangguan fungsi jantung
 Peracunan tubuh dengan cara mengikat hemoglobin (Hb)
 Kekurangan oksigen dan kematian
3 Nox  Membentuk methemoglobin dan menyebabkan fibrosis serta
gangguan paru
 Melemahkan sistem pertahanan paru dan saluran pernafasan
 Mudah terserang infeksi
 Gangguan penyumbatan paru
 Gangguan jantrung
 Gangguan fungsi pembuluh darah
4 Debu  partikel debu berukuran 0,3 – 0,8 mikron bisa sampai dikantung
udara paru dan timbullah masalah pernafasan.
 Partikel berukuran di atas 0,6 mikron akan tertahan disaluran
pernafasan bagian atas (hidung atau tenggorokan dan
menyebabkan timbulnya berbagai penyakit).
Sumber : Dasar-dasar Psikologi Lingkungan, Drs. Oman Sukmana, M.Si, 2003, h-
107

Laporan Fakta dan Analisa II - 36


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

4. Pengaruh Kepadatan
Kepadatan (crowded) akan berpengaruh terhadap :
1. Perasaan.
Kepadatan akan menimbulkan perasaan negatif,
mempengaruhi tampilan kerja (merasa terganggu).
2. Pembangkitan Komponen Fisiologis.
Kepadatan akan menimbulkan tekanan darah dan jantung
menjadi meningkat, peningkatan kortison (indikasi stress pada
seseorang).
3. Menimbulkan berbagai penyakit.
4. Mempengaruhi atraksi (daya tarik pribadi).
5. Menimbulkan perasaan untuk penarikan diri terhadap
lingkungan (withdrawal).
6. Mengurangi keinginan untuk menolong dan memberikan
informasi kepada orang lain.
7. Menimbulkan tingkah laku yang agresif.
8. Suasana hati (mood) cenderung lebih murung, hasil usaha dan
prestasi kerja menurun
9. Kecenderungan untuk lebih banyak melihat sisi jelek dari
orang lain jika terlalu lama tinggal bersama orang lain di
tempat yang padat dan sesak.

2.1.10. Resume Kajian Teoritik


Dari beberapa kajian teoritik yang dilakukan diberikan
resume. Resume tersebut meliputi 10 item kajian teoritik yang
telah dilakukan, antara lain :
1. Kajian perumahan kumuh
2. Kajian penyediaan permukiman bagi masyarakat
berpenghasilan rendah
3. Kajian permukiman di kawasan industri

Laporan Fakta dan Analisa II - 37


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

4. Kajian permukiman nelayan dan pesisir pantai.


5. Kajian rumah susun
6. Kajian pengadaan perumahan dan permukiman melalui
Koperasi
7. Kajian Kasiba dan Lisiba
8. Kajian Program Perbaikan Kampung
9. Pendekatan Home Base Enterprise (HBEs) .
10. Kajian Teori Psikologi Lingkungan

2.2 KEBIJAKSANAAN NASIONAL PENGEMBANGAN


PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
2.2.1. Kebijaksanaan Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Dalam Program Pembangunan Nasional
Tahun 2000 - 2004
Kebijaksanaan dalam Propenas Tahun 2000 - 2004
ditetapkan melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun
2000 -2004. Dalam Propenas tersebut ditetapkan 5 (lima)
prioritas Program Pembangunan Nasional. Prioritas
pembangunan yang terkait dengan Program Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Nasional, antara lain :
1. mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan
pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan yang
berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan;
2. membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas
kehidupan beragama dan ketahanan budaya;
3. meningkatkan pembangunan daerah.
Adapun program-program pembangunan yang terkait
dengan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional,
adalah Program Pembangunan Daerah. Arah kebijakan dan

Laporan Fakta dan Analisa II - 38


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Program Pembangunan Daerah yang terkait dengan


pembangunan perumahan dan permukiman adalah :
1. mempercepat pengembangan wilayah, dengan programnya :
1). program peningkatan ekonomi wilayah; 2). program
pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh; 3).
program pembangunan perdesaan; 4). program pembangunan
perkotaan; 5). program pembangunan perumahan; 6)
program pengembangan prasarana dan sarana permukiman;
7). program pembangunan wilayah tertinggal; 8) program
pengembangan daerah perbatasan; 9), program penataan
ruang; 10) program pengelolaan pertanahan;
2. meningkatkan pemberdayaan masyarakat, dengan
programnya : 1). program penguatan organisasi masyarakat;
2) program pemberdayaan masyarakat miskin; dan 3)
program peningkatan keswadayaan masyarakat.

Tabel 2.6 di bawah ini menunjukkan detail program


pembangunan nasional yang merupakan arah kebijakan
pembangunan perumahan dan permukiman.

2.2.2. Kebijakan Dan Strategi Nasional Perumahan dan


Permukiman (KNSPP)
Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman (KNSPP) nomor 217/KPTS/M/2002 tanggal 13 Mei
2002 adalah :

1. Pelembagaan sistem penyelenggar4aan perumahan dan


permukiman dengan pelibatan masyarakat sebagai pelaku
utama melalui pengembangan peraturan perundang-undangan
dan pemantapan kelembagaan, termasuk peningkatan
kapasitas para pelaku di bidang perumahan dan permukiman

Laporan Fakta dan Analisa II - 39


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

di tingkat lokal, regional dan nasional serta penguatan


pengawasan konstruksi dan keselamatan bangunan gedung
dan lingkungan;
2. Pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau
dengan menitikberatkan kepada masyarakat miskin dan
berpendapatan rendah termasuk akibat dampak bencana alam
dan kerusuhan sosial, melalui pengembangan sistem
pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan,
pengembangan perumahan swadaya, pengembangan subsidi
perumahan dan pemberdayaan usaha ekonomi lokal
masyarakat miskin;
3. Perwujudan kondisi lingkungan permukiman yang sehat, aman
, harmonis dan berkelanjutan melalui penanganan kawasan
permukiman kumuh di perkotaanm, twermasuk daerah
pesisir / nelayan, penataan permukiman strategios danm
pengembangan penyediaan P/5 permukiman (Kasiba / Lisiba).

2.2.3. Kebijaksanaan Program Perumahan dan


Permukiman Departemen Kimpraswil.
Kebijaksanaan Departemen KIMPRASWIL adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan penanggulangan kemiskinan;
2. Meningkatkan Pembangunan Daerah melalui Otonomi Daerah
dan Pemberdayaan Masyarakat diarahkan mendukung
pengembangan wilayah, pembangunan prasarana perkotaan
maupun perdesaan, penataan ruang, pembangunan sarana
dan prasarana permukiman, kebijakan untuk membantu
masyarakat berpenghasilan rendah.
3. Membangun dan Memelihara Prasarana dan Sarana
Pendukung Pembangunan Ekonomi (terutama sumber daya
air dan jalan);

Laporan Fakta dan Analisa II - 40


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

4. Meningkatkan Penerapan Prinsip-prinsip Pembangunan


Berkelanjutan.
Berdasarkan KSNPP, maka dirumuskanlah program Tahun
2003, yaitu :
1. Program Pengembangan Perumahan;
2. Program Peningkatan Kualitas Lingkungan;
3. Program Pengembangan Prasarana dan Sarana.

2.2.4. Undang-undang No 4 Tahun 1992 tentang


Perumahan dan Permukiman
Masalah perumahan dan permukiman diatur dalam
Undang-undang Republik Indonesia No : 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman. Beberapa hal yang terkait dengan
penyusunan RP4D adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bagian dari pembangunan perumahan dan
permukiman, penyusunan RP4D berlandaskan pada asas
manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan,
kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan dan kelestarian
lingkungan hidup (Bab II, pasal 3);
Penyusunan RP4D juga bertujuan sebagaimana halnya tujuan
penataan perumahan dan permukiman (pasal 4), yaitu : (a)
memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan
dasar manusia; (b) mewujudkan perumahan dan permukiman
yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan
teratur; (c) memberi arah pada pertumbuhan wilayah; (d).
menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya
dan lain-lain.
2. Dalam Bab III, pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap
warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau
menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. Untuk

Laporan Fakta dan Analisa II - 41


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

mewujudkannya, dituntut peran serta masyarakat seperti


halnya dijelaskan dalam Bab III, pasal 5 ayat (2).
3. Dalam Pasal 9 dijelaskan bahwa penyelenggara pembangunan
perumahan dapat berupa Pemerintahan dan badan-badan
sosial atau keagamaan.
4. Untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman,
salah satunya adalah dengan menyiapkan kapling siap
bangun (pasal 19, ayat 1). Pengelolaannya dilakukan oleh
Pemerintah (Pasal 20, ayat 1). Penyelenggaraan pengelolaan
dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara dan/atau
badan lain yang dibentuk oleh Pemerintah (pasal 20, ayat 3).
5. Untuk penyelenggaraan pengelolaan lingkungan siap bangun
yang berdiri sendiri yang bukan dilakukan oleh masyarakat
pemilik tanah. Dilakukan oleh Badan Usaha di Bidang
Pembangunan Perumahan yang ditunjuk Pemerintah (pasal
21, ayat 1).

2.2.5. Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang


Pemerintahan Daerah
Undang-undang Republik Indonesia No : 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah terdiri dari 16 Bab, 134 pasal, dan
dicatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
nomor : 60. Sehubungan dengan masalah Perumahan dan
Permukiman, beberapa bab dan pasal dalam Undang-undang
tersebut yang terkait antara lain :
1. Pengertian Otonomi Daerah (Bab I, pasal 1) adalah
kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pasal ini memberikan pengertian
bahwa masalah perumahan dan permukiman harus diurus

Laporan Fakta dan Analisa II - 42


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

sendiri oleh dan menjadi tanggungjawab Pemerintah Kota


Malang dengan memperhatikan aspirasi masyarakatnya.
2. Hal ini juga diikuti oleh pembentukan susunan daerah
(Propinsi, Kabupaten dan Kota) guna melaksanakan azas
desentralisasi. Lihat Bab III, pasal 4, ayat (1) dan (2) dan
Pasal 5 ayat (1). Sehingga secara administrasi, masalah
Perumahan dan Permukiman di Kota Malang sepenuhnya
menjadi tanggungjawab Pemerintah Kota Malang. Pengertian
Desentralisasi sendiri adalah penyerahan wewenang
Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom
dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (Bab I,
pasal 1).
3. Pengalihan kewenangan ke Daerah (termasuk masalah
Perumahan dan Permukiman), disertai pula dengan
penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan
kewenangan yang diserahkan tersebut. Lihat Bab IV, pasal 8,
ayat (1).
4. Kewenangan yang diberikan kepada daerah sesuai dengan
bab IV, pasal 7, ayat (1), adalah kewenangan di bidang
pemerintahan. Dalam pasal 11 ayat (2) dijelaskan bahwa
kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah
Kabupaten dan Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan,
industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan
hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Dengan
demikian jelaslah bahwa masalah Perumahan dan
Permukiman sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah / Kota.
5. Produk akhir RP4D merupakan embrio dalam pembentukan
Peraturan Daerah (Perda) tentang Perumahan dan

Laporan Fakta dan Analisa II - 43


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Permukiman. Sesuai dengan isi Bab VI, pasal 69, Kepala


Daerah akan menetapkan Peraturan Daerah tersebut atas
persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan Otonomi
Daerah. Segala sesuatunya yang berkaitan dengan Peraturan
Daerah tersebut harus merujuk pada Bab VI, pasal 69, 70,
71, 72, 73 dan 74.
6. Kemandirian daerah juga diwujudkan dalam aspek
pembiayaan (Bab VIII, pasal 78 ayat (1)).
7. Sedangkan wilayah perencanaan (Kota) secara definitif
dijelaskan dalam Bab X pasal 90, 91 dan 92.
8. Sesuai dengan misi pembangunan yang melibatkan
partisipatif masyarakat, maka pembentukan Badan
Perwakilan Desa (sesuai dengan pasal 104 dan 105) sangat
diperlukan, khususnya dalam pembentukan POKJANIS,
karena seyogyanya Badan Perwakilan Desa ini menjadi
anggota POKJANIS. Dalam pasal 104 dijelaskan bahwa Badan
Perwakilan Desa berfungsi mengayomi adat istiadat,
membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
9. Sesuai dengan misi kemandirian, maka beberapa kegiatan
pembangunan perumahan dan permukiman dapat
dianggarkan dari pendapatan desa itu sendiri (pasal 107 dan
108). Bahkan dalam pasal 108 jelas-jelas ditegaskan bahwa
desa diperbolehkan mempunyai badan usaha sendiri untuk
meningkatkan taraf hidup warganya.
10. Dalam melaksanakan RP4D, sangat memungkinkan
kerjasama antar desa untuk beberapa kepentingan yang
sama, sesuai dengan isi pasal 109, 110 dan 111.

Laporan Fakta dan Analisa II - 44


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

2.2.6. Undang-undang No : 25 Tahun 1999 tentang


Pertimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah
Pertimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia No : 25
Tahun 1999 (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848).
Beberapa isi dari undang-undang tersebut yang terkait dengan
penyelenggaraan perumahan dan permukiman di daerah adalah
sebagai berikut : masalah perumahan dan permukiman menjadi
beban dan tanggungjawab daerah masing-masing dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dan dibiayai atas beban APBD, sesuai
dengan Bab II, pasal 2 ayat (1).

2.2.7. Undang-undang No : 26 Tahun 2007 tentang


Penataan Ruang
Penataan Ruang diatur dalam Undang-undang No : 26
Tahun 2007 dan dicatat dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia no : 3501. Beberapa pokok substansi undang-undang
yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman
adalah sebagai berikut :
a. Penyusunan RP4D di Kabupaten Tuban sebagai pengisi dari
rencana tata ruang yang ada, khususnya permukiman,
merupakan implementasi dari tujuan penataan ruang
sebagaimana yang termuat dalam pasal 3. Diantaranya
adalah mewujudkan pemanfaatan ruang yang berkualitas.
Dalam pasal 10 ayat (2) juga dijelaskan tentang perlunya
diselenggarakan penataan ruang.
b. Penyusunan RP4D juga merupakan jembatan untuk
mewujudkan keinginan setiap orang untuk hidup dalam
lingkungan permukiman yang layak. Bab III pasal 4 ayat (1)
cukup jelas menerangkan bahwa setiap orang berhak

Laporan Fakta dan Analisa II - 45


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang


sebagai akibat penataan ruang. Disamping hak, setiap orang
juga berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas
ruang {pasal 5 ayat (1)}, termasuk dalam hal ini adalah
pembangunan perumahan dan permukimannya. Lihat juga
pasal 12 ayat (1) dan (2).
c. Sebagai bagian dari penyusunan tata ruang, RP4D juga
disusun dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan
dan keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung,
dimensi waktu, teknologi, sosial budaya serta fungsi
pertahanan keamanan (pasal 14).
d. Kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman sebagai
implementasi dari tata ruang juga harus dikendalikan melalui
kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan
ruang (Pasal 17). Selanjutnya pengawasan tersebut dilakukan
dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi (pasal
18).

2.2.8. Peraturan dan Perundang-undangan Lainnya di


Bidang Perumahan dan Permukiman
A. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun dan Peraturan Pemerintah No : 4 Tahun 1988
tentang Rumah Susun
Salah satu alternatif penanganan masalah perumahan dan
permukiman di Indonesia adalah pengadaan rumah susun.
Masalah Rumah Susun diatur dalam Undang-undang No : 16
Tahun 1985. Pengertian Rumah Susun dalam undang-undang
tersebut adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun
vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing

Laporan Fakta dan Analisa II - 46


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk


tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda-
benda bersama dan tanah bersama.
Pasal 5 Undang-undang Rumah Susun menentukan, rumah
susun dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan
kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan
rendah, dan pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan
oleh BUMN atau BUMD, koperasi dan swasta yang bergerak di
bidang itu, serta swadaya masyarakat.
Pembangunan rumah susun harus memenuhi syarat-syarat
teknis dan administratif ( Pasal 6). Persyaratan teknis dan
administratif selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah No : 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
Persyaratan teknis antara lain : mengenai struktur bangunan,
keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan lain-lain
termasuk prasarana dan sarana dan fasilitas lingkungan.
Persyaratan administratif meliputi perijinan usaha dari
perusahaan pembangunan perumahan, ijin lokasi dan atau
peruntukannya serta perijinan mendirikan bangunan.

B. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang


Peremajaan Permukiman Kumuh yang Berada di atas Tanah
Negara.
Yang dimaksud dengan peremajaan permukiman kumuh
menurut INPRES tersebut adalah : pembongkaran sebagian atau
seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau
seluruhnya berada di atas tanah Negara dan kemudian di tempat
yang sama dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan rumah
susun serta bangunan – bangunan lainnya sesuai dengan
rencanan tata ruang kota yang bersangkutan (Pasal 1).

Laporan Fakta dan Analisa II - 47


Rencana Pembangunan & Pengembangan Perumahan & Permukiman diDaerah
( RP4D ) Kota Malang

Dalam pasal 2 dijelaskan bahwa penghuni yang tinggal di


lingkungan permukiman yang diremajakan tersebut ditampung
kembali di rumah susun hasil peremajaan atau di lokasi lain yang
berdekatan dengan lokasi peremajaan, baik dengan cara
memiliki yang didukung dengan fasilitas kredit pemilikan rumah
maupun dengan cara menyewa.
Rumah susun yang dibangun di lokasi peremajaan berikut
tanahnya menjadi milik negara dan pengelolaannya diserahkan
kepada Perusahaan Umum (PERUM) PERUMNAS (Pasal 5, ayat 1
dan 2). Dalam pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa rumah susun
tersebut dapat disewakan atau dijual oleh PERUM PERUMNAS.
Dan harga jual maupun sewanya disesuaikan dengan
penghasilan penghuni dan beaya operasional pemeliharaannya.

Laporan Fakta dan Analisa II - 48


Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D)
Kabupaten Tuban

PROPOSAL Hal. IV - 10

Anda mungkin juga menyukai