Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

T DENGAN MYASTHENIA GRAVIS DI


RUANGAN ICU-ICCU RUMAH SAKIT STELLA MARIS

MAKASSAR

Dosen pembimbing :

Sr. Anita Sampe, SJMJ, Ns.,MAN & Rosdewi, S.Kep.,MSN

OLEH :
TIM RUMAH SAKIT STELLA MARIS

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini
merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi
kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan. Pada masa lampau kematian
akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan
tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat
penyakit ini bisa dikurangi. Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600,
dan pada akhir tahun 1800 Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan otot akibat
paralisis burbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita penyakit Miastenia
gravis merasa lebih baik setelah minum obat efidrin yang sebenarnya obat ini ditujukan
untuk mengatasi kram menstruasi. Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris
bernama Mary Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis
dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisiotigmin
untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan nyata dalam penyembuhan
penyakit ini. Miastenia gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara
wanita dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkat manusia yang kedua
yang paling sering terserang penyakit ini adalah pria dewasa yang lebih tua. Kematian dari
penyakit Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dapat
dilakukannya perbaikan dalam perawatan intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi
yang timbul dapat ditangani dengan lebih baik. Penyembuhan dapat terjadi pada 10 %
hingga20 % pasien dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu dan
yang paling cocok dengan jalan penyembuhan seperti ini (Hakim et al, 2017).
Secara umum miastenia gravis terbagi menjadi miastenia gravis okular dan
miastenia gravis umum. Pada miastenia okular kelemahan terbatas pada kelopak mata dan
otot ekstraokuli. Namun, pada pasien miastenia gravis umum selain kelemahan otot
ekstraokuli juga disertai kelemahan bulbar, ekstremitas, dan otot-otot pernapasan dengan
berbagai derajat (Aydin et al., 2017).
Penyakit ini terjadi akibat produksi autoantibodi patogenik yang berikatan dengan
neuromuscular junction (NMJ) terutama reseptor asetilkolinesterase (AChR), namun
ditemukan juga antibodi yang menyerang protein endplate, seperti muscle-specific
receptor tyrosine kinase (MuSK) atau lipoprotein-related protein 4 (LRP4) (Gold et al.,
2019). Penelitian terbaru juga menemukan antibodi lain yang berperan pada miastenia
gravis yaitu Thymomaassociated autoantibodies seperti Titin antibody, RyR antibody dan
VGKC KCNA4 Antibody (Kang et al., 2015).
Asetilkolin merupakan neuro transmiter eksitatorik yang berperan sebagai neuro
transmiter utama dalam mengendalikan otot. Pada saat terjadi depolarisasi akan membuka
kanal kalsium di membran presinaps yang mencetuskan pelepasan asetilkolin ke celah
sinaps dan selanjutnya berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChR) di membran
pascasinaps. Reseptor asetilkolin terletak di post sinap neuromuscular junction. Reseptor
asetilkolin yang terdapat di neuromuscular junction yaitu reseptor nikotinik (N1).
Reseptor asetilkolin nikotinik yang terletak pada muscle endplate merupakan protein
transmembran, terdiri dari lima subunit membentuk pentamerik. Pentametrik ini terdiri
dari dua subunit α identik, dan tiga sub unit yang berbeda yaitu sub unit β, ε dan δ
(Wiratman, 2016)
Strategi pengobatan pada pasien miastenia gravis bersifat individual dan sangat
tergantung kepada kondisi masing-masing pasien. Terapi miastenia gravis dapat
dikelompokkan menjadi empat macam yaitu terapi simtomatik 3 (piridostigmin),
imunosupresan (steroid maupun non steroid), terapi intravena imunoglobulin dan plasma
exchange serta timektomi (Hakim, 2018).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Miastenia gravis
2. Apa etiologi Miastenia gravis
3. Apa manifestasi klinis Miastenia gravis
4. Apa klasifikasi Miastenia gravis
5. Apa patofisiologi Miastenia gravis
6. Apa saja penatalaksanaan Miastenia gravis
7. Bagaimana Askep Miastenia gravis

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Myasthenia Gravis
2.  Untuk mengetahui etiologi Myasthenia Gravis
3. Untuk mengetahui manifestasi klini Myasthenia Gravis
4. Untuk mengetahui klasifikasi Myasthenia Gravis
5. Untuk memahami apa patofisiologi Myasthenia Gravis
6. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan Myasthenia Gravis
7. Untuk memahami dan mengerti bagaimana Askep Myasthenia Gravis 
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi
Miastenia gravis (MG) adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh
suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunaka
secara terus menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. MG adalah
penyakit kronis, neuromuskular, autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan
aktivitas reseptor Acethylcholine (ACH) pada Neuromuscular Junction,
Chairunnisa et al., (2016).
2. Anatomi Fisologi
Potensial aksi di neuron motorik merambat cepat dari badan sel didalam
sistem saraf pusat ke otot rangka di sepanjang bermilien besar (serat eferen)
neuron sewaktu mendekati otot, akson membentuk banyak cabang terminal dan
kehlangan selubung mielinnya. Masing-masing dari terminal akson ini
membentuk persambungan khusus, neuromuscular junction dengan satu dari
banyak sel otot yang membentuk otot secara keseluruhan. Sel otot disebut juga
serat otot berbentuk silindris dan panjang. Terminal akson membesar membentuk
struktur mirip tombol, terminal button yang pas masuk ke cekungan dangkal atau
groove diserat otot dibawahnya, Tugasworo (2018).
Pada neuromuscular junction, sel saraf dan sel otot sebenarnya tidak berkontak
satu sama lain. Celah antara kedua struktur ini terlalu besar untuk mrmungkinkan
trnasmisi listrik suatu mplus antara keduanya. Karenaya, seperti sinaps saraf
terdapat suatu pembawah pesan kimaw yang mengankut sinyal antara ujung saraf
dan serat otot. Neurotransmiter ini disebut sebagai asetilkolin (ACh).
Mebran pre synaptic mengandung asetikolin (ACh) yang disimpan dalam
bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi potensial aksi, maka Ca+ voltage grated
channel akan berativasi. Terbentuknya channel ini akan mengakibatkan terjadinya
influx calcium. Influx ini akan mengaktifkan vesikel-vesikel tersebut untuk
bergerak ke tepi membran. Vesikel ini akan mengalami docking pada tepi
membran. Karena proses docking ini maka asetilkolin yang terkandung didalam
vesikel tersebut akan dilepaskan kedalam celah synaptic. ACh yang dilepaskan
akan berkaitan dengan reseptor astilkolin (AChR) yang terdapat pada membran
post-synaptic. AChR ini terdapat pada lekukan-lekkan pada membran post-
synaptic. AChR terdiri dari 5 subunit protein yaitu 2 alpha dan masing-masing
satu beta, gamma dan delta. Subunit ini tersusun membentuk lingkaran yang siap
untuk mengikat ACh. Ikatan antara ACh dan AChR akan mengakibatkan
terbentuknya gerbang natrium pada sel otot, yang segera setelahnya akan
mengakibtakan influx Na+. Influx ini akan mengakibatkan terjadinya depoleperasi
pada membran post-synaptic. Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang tertentu
(firing level), maka akan terjadi potensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial
aksi ini akan dipropagasikan (dirambatkan) ke segala arah sesuai dengan
arasteristik sel eksitabel dan akhirnya akan mengakibtakan kontraksi. ACh yang
masih tertempel pada AChR kemudin akan dihidrolisi oleh enzim
Asetilkolinesterase (AChE) yang terdapat dalam jumlah yang cukuo banyak pada
selah synaptic. ACh akan dipecahkan menjadi kolin dan asam laktat. Kolin
kemudian akan kembali masuk kedalam membran pre-synaptic untuk membentuk
ACh lagi. Prose hidrolisis ini dilakukan untuk dapat mencegah terjadinya
potensial aksi terus menerus yang akan mengakibatkan kontraksi terus menerus.
3. Etiologi
Menurut Nurfazah (2021), Myasthenia gravis (MG) dimasukkan dalam
golongan penyakit autoimun. Antibodi pada reseptor nikotinik asetilkolin
merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan Myasthenia gravis.
Antibodi adalah protein yang memaikan peran penting dala sistem imun. Biasanya
antibodi secara langsung menolak protein-rotein aasing yang disebut antigen yang
menyerang tubuh. Antibodi menolong tubuh untuk melindungi dirinya dari
protein-protein asing. Antibodi yang tidak normal ini dapat ditemuan dalam darah
pada oarang-orang dengan Myasthenia gravis.
Dalam Myasthenia gravis, antibodi terhadap asetilkolin(ACh) reseptor
nikotinik pasca-sinaptik terbentuk pada sambungan neuromuskular saraf ferifer.
Imun kompleks antibodi-antingen dan terkait dengan peradangan menghasilkan
disfungsi yang menghambat transmisi neuromskular yang normal. Pada sebagian
besar pasien dengan, antibodi IgG menyerang reseptor asetilkolin (AchRs).
4. Klasifikasi
Klasifkasi Myasthenia gravis (MG) menurut Myasthenia Gravis Foundation
Of Amerika (MGFA) dalam Kamirudin & Chairani (2019) yaitu :
a. Kelas I
Ada kelemahan otot-otot okular, kelemahan mungkin timbul saat
menutup mata . kekuatan otot-otot lain normal.
b. Kelas II
Kelemahan otot ringan pada otot selain otot okular. Mungkin juga
mengalami kelemahan otot okular dengan berbagai tingkat keparahan.
1) Kelas IIa
Terutama menyebabkan kelemahan ringan pada otot pada tungkai
bawah, otot aksial,ataupun keduanya. Mungkin juga mengalami
kelemahan otot pada orofaringeal.
2) Kelas IIb
Teruama menyebabkan kelemahan ringan pada otot orofaringeal, otot
pernapasan atau keduanya. Mungkin juga mengalami kelemahan pada
otot tungkai, otot aksial atau keduanya.
c. Kelas III
Kelemahan sedang pada otot selain otot okular, mungkin juga
menyebabkan kelemahan otot okular dengan berbagai tingkat keparahan.
1) Kelas IIIa
Terutama menyebabkan kelemahan sedang pada otot pada tungkai
bawah, otot aksial, ataupun keduanya. Muungkin juga mengalami
kelemahan pada otot orofaringeal.
2) Kelas IIIb
Terutama menyebabkan kelemahan sedang pada otot orofaringeal, otot
pernapasan atau keduanya. Mungkin juga mengalami kelemahan pada
otot tungkai,otot aksial atau keduanya.
d. Kelas IV
Kelemahan otot berat pada semua otot elain otot okular. Mungkin juga
mengalami kelemahan otot okular dengan berbagai tingkat keparahan.
1) Kelas IVa
Terutama menyebabkan kelemhan berat pada otot pada tungkai bawah,
otot aksial ataupun keduanya. Mungkin juga mengalam kelemahan otot
orifaringeal.
2) Kelas IVb
Terutama menyebabkan kelemahan berat pada otot orifaringeal, otot
pernapasan atau eduanya. Mungkin juga mengalami kelemahan pada
otot tungkai, otot aksial atau keduanya.
e. Kelas V
Memerlukan intubasi dengan ataup tanpa ventilasi mekanis.

5. Manifestasi klinis
Penyakit Myasthenia gravis ditandai dengan adanya kelemahan dan kelelahan.
Gejala ini akan membaik dengan istirahat. Otot-otot yang lemah pada penyakit
Myasthenia gravis memiliki pola yang khas. Pada awal terjadinya Myasthenia
gravis, otot krlopak mata dengan gerakan bola mata terserang lebih dahulu. Akibat
dari kelumpuhan otot-otot tersebut muncul gejala berupa penglihatan ganda
(diplopia) dan turunnya kelopak mata secara abnormal (ptosis).
Myasthenia gravis dapat menyerang otot-otot wajah dan menyebabkan
penderita menggeram saat berusaha tersenyum. Penderita juga akan mengalami
kelemahan dalam mengunyah dan menelan makanan sehingga berisiko timbulnya
regurgitasi dan aspirasi. Selain itu terjadi gangguan dalam berbicara yang
disebabkan kelemahan langit-langit mulut dan lidah. Sebagian besar penderita
Myasthenia gravis akan mengalami kelemahan pada otot diselruh tubuh termasuk
tangan dan kaki, kelemahan pada anggota gerak ini akan dirasakan asimetris.
Myasthenia gravis yang berat menyerang otot-ottor pernafasan sehingga
menimbulkan gejala sesak nafas yang disebut dengan krisis Myasthenia gravis.
Umumnya krisis Myasthenia gravis disebabkan karena infeksi pada penderita
Myasthenia gravis.
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi: laporatorik, tes genetik, biopsi otot,
neurofisiologi hingga radiologi seperti CT-scan thorax.
a. Pemeriksaan laboratorik , yaitu : tes antibodi terhadap reseptor asetilkolin
dalam serum; kadar melebihi 1,8 nmol/L dapat menunjang diagnosisi.
Selain itu juga diperlukan tes genetik. Antiboodi terhadap reseptor
asetilkolin ditemukan pada 80% miestenia gravis, pada 92% miastenia
gravis juvenile atau masa pubertas dan post pubertas, dan sebanyak 52%
pada pre pubertas. Ditemukan presentasi tinggi seronegatif pada miastenia
gravis anak, terutama pada pasien pre-pubertas atau dengan miastenia
gravis juvenile terisolasi. Pada anak yang antibodi terhadap reseptor
asetilkolinya negatif, tetapi gejala timbul pada usia lebih mudah, mungkin
suatu miastenia gravis kongenital. Sekitar 40%-50%pasien yang antibodi
terhadap reseptor asetilkolinnya negatif ternyata memiliki antibodi
terhadap reseptor muskarinik. Miastenia gravis tipe muskarinik lebih
sering pada wanita, klinis lebih berat dengan gejala, terutama poada bulbar
dan otot-otot pernapasan. Antibodi terhadap reseptor muskarinik sangat
jarang pada anak-anak.
b. Pemeriksaan neurofisiologi pada penyakit miastenia gravis adalah single-
fiber electromyography (SFEMG) dan/atau stimulasi saraf repetitif.
Tindakan ini sangat sulit dilakukan pada anak-anak terkait tolerabilitas dan
kepatuhan pasien, sehingga tidak jarang membutihkan sedasi. Hasil
SFEMG pasien miastenia gravis menunjukkan peningkatan jitter.
Stimulasi saraf repetitit dengan frekuensi 3/detik pada saraf motorik
dikatakan positif jika memberikan respons dekremen lebih besar dari
10% .
c. Pemeriksaan radiologi juga penting. Foto polos thorax diperlukan untuk
mendeteksi pneumonia yang sering terjadi selain itu, perlu dilakukan MRI
(Magnetic Rasonance Imaging) atau CT (Computed Tomography) thorax
untuk mendeteksi adanya timoma. Foto polos thorax tidak sensitif untuk
mendeteksi timoma. Kemungkinan adanya neoplasma ini sebaiknya
diperiksa paada setiap pasien miastenia gravis.
d. Tes diagnostik lain, yaitu biopsi otot untuk diperiksa in vitro, untuk
mngetahui jumlah reseptor asetilkolin pada cela sinaps. Selain itu,
pengecatan immunocytochemical pada motor endplates dapat mendetiksi
imunoglobin dan komplemen. Al-lozi (2013)
7. Penatalaksanaan
Menurut Nadeak & Eka (2018), penatalaksanaan Miastenia gravis yaitu:
a. Pengobatan gejala
Pyridostigmine (golongan asetrikolinesterase inhibitor) bekerja
menghambat hidrolisis asetilkolin di celah simpatik. Obat ini akan
meningkatkan interaksi antara asetilkolin dengan reseptor di NMJ. Dosis awal
dimulai dengan 60 mg setiap 6 jam disiang hari. Dosis dapat ditingkan
menjadi menjadi 60-120 mg setiap 3 jam. Efek klinis akan muncul sekitar 15-
30 ment sejak dikomsusmsi dan bertahan hingga 3-4 jam. Efek samping yang
paling sering muncul adalah gangguan saluran pencernaan seperti kram perut,
BAB encer dan kembunng. Obat ini merupakan kontara indikasi relatif pada
krisis miastenias karena dapat meningkatkan sekresi cairan di saluran
pernapasan.
b. Immunosupresan
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid sering digunakan sebagai imunoterapi awal pada
pasien dengan MG, terutama pada psien dengan respon yang tidak
memuaskan terhadap inhibitor AChE. Obat ini memberikan perbaikan
yang cepat pada MG walaupun berhubngan dengan efek samping yang
nyata dan kadang kala menimbulkan eksaserbasi yang serius dalam 2
minggu pertama terapi. Ada 2 cara pemberian kortikosteroid pada MG
yaitu regimen induksi cepat dengan dosis rendah. Regimen titrasi
lambat dengan dosisi rendah digunakan pada pasien MG ringan hingga
sedang. Dosis prednison yang diberikan adalah 10mg/hari dan
ditingkatkan 10 mg setiap 5-7 hari hingga dicapai dosis maksimal 1,0-
1,5 mg/kg BB/hari.
Regimen induksi cepat diberikan prednison dengan dosis 1,0-
1,5 mg/kg BB/hari selama 2-4 minggu. Efek samping penggunaan
kortisteroid mencangkup penambahan berat badan,
hiperteni,hiperglikemia, osteoporosis.
2) Azathiorprine
Azathioprine adalah antimetbolit sitotoksik yang menghambat
sintesis purin sehingga menghambat sintesis DNA dan RNA,replikasi
sel dan fungsi limfsit. Respon MG terhadap terapi azathiorprine
berkisae antara 70-91%. Obat ini diberikan pada pasien MG yang
masih manunjukkan gejala meskipun telah diberikan terpi kotisteroid.
Dosis awal adalah 50 mg/hari, dosis dapat dinaikkan dengan
penambahan 50 mg setiap 2-4 minggu hingga tercapai dosis 2-3 mg/kg
BB/hari.
3) Cyclosporine
Mekanisme kerja cyclosporine adalah mempengaruhi
penghantaran sinyal calcineurin, menekan sekresi sitokin dan
mempengaruhi aktivitas sel T helper. Dosis awal 3mg/kg Bb/hari.
4) Methotrexate (MTX)
MTX adalah antimetabolit folat yang menghambat enzim
dihidrofolat reduktase. Dosis awal 10 mg/minggy dan dititrasi menjadi
20 mg/minggu selama 2 bulan.
5) Cyclophosphamide (CP)
Cyclophosphamideadalah alkilasi yang memodifikasi basa
gaunin pada DNA, menyebabka efek sitotoksik. Efek ini kemudian
menekan replikasi sel T dan sel B di sum tulang. Pemberian
Cyclophosphamide intravena sebesar 500 mg/m2 setiap bulan dapat
memperbaiki MG pda bulan ke 12.
c. Imunoterapi
1) Plasma Exchange (PLEX)
Indikasi Plasma Exchange adalah krisis miastenia, ancaman
krisis pada pasien dengan MG berat serta pasien MG ringan-sedang
dengan perburukan gejala klinis atau tidak berespn terhadap obat
imunosuprean. Mekanisme kerja Plasma Exchange pada MG adalah
dengan menghilangkan autoantibodi patogenik dan sitokin yang
bersifat larut dalam plasma. Regimen standar adalah 5 kali prosedur
Plasma Exchange diganti setiap kali prosedur dilakukan. Cairan
pengganti plasma yang digunakan adalah albumin 5% yang ditambah
dengan kalsium glukonat untuk mengecek hipokalsemia akibat efek
sitrat.
2) Imunoglobulin Intravena (IVIG)
Indikasi Imunoglobulin Intravena sama dengan Indikasi Plasma
Exchange. Dosis induksi sebesar 2 g/kg BB dibagi menjadi 2-5 hari.
Komplikasi Indikasi Plasma Exchange adalah sakit kepala,anafilaksis,
stroke, infrak mokard, deep venous thrombosis dan emboli pulmo.
d. Timektomi
Pada MG dengan timoma harus dilakukan pembuangan tumor dan
seluruh jaringan timus. Timektomi pada MG tanpa timoma telah menjadi
standar terapi.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada miastenia gravis, yaitu krisi miastenik dan
krisi kolinergik. Krisi miastenik ditadai dengan gejalah memberat dan sering
disertai distres dan kegagalan napas.
Krisi kolinergik terjadi akibat dosis penghambat kolinesterase berlebihan seperti:
1) Neostigmin
2) Piridostigmin
3) Physostigmin.
Gejalah berupa gejala kolinergik, seperti diare, kram abdominal, hipersalivasi,
lakrimasi, inkontinensia urin, hipermotilitas saluran gastrointestinal, emesis,
miosisi. Krisis kolinergik dapat menyebabkan bronkospasme, seperti wheezing,
bronchorrhea, kegagalan napas, diaforesis, dan sianosisi. Basuki M. (2018).
DAFTAR PUSTAKA
Chairunnisa, nurul hidayah, Zanariah, Z., Saputra, O., & Karyanto. (2016). myasthenia
gravis pada pasie laki laki 39 tahun dengan sesak napas. Kedokteran Unila, 6(1).
Kamirudin, S., & Chairani, L. (2019). Mastenia Gravis. 10(1).
Nadeak, rommy fransiscus, & Eka, T. (2018). penatalaksanaan krisis miastenia. Anesthesia
Dan Critical Care, 36(2).
Nurfazah, fikta zakia. (2021). miastenia gravis okular juvenil:laporan kasus (juvenile ocular
myasthenia gravis:a cas report). Jurnal Ilmu Medis Indonesia (JIMI), 1(1), 39–52.
Tugasworo, D. (2018). myasthenia Gravis Diagnosis dan Tata Laksana (Rahmayanti (ed.)).
undip Press.
Aydin Y, Ulas AB, Mutlu V, Colak A, Eroglu A. 2017. Theymectomy in myasthenia gravis.
Eurasian J Med; 49: 48-52.

Hakim M, Gunadharma S, Basuki M. 2018. Pedoman tatalaksana GBS, CIDP, MG


imunoterapi. Jakarta: Penerbit Kedokteran Indonesia, hal: 41-55.
Hakim M, Safri AY, Wiratman W. 2017. Miastenia gravis. Dalam Buku Ajar Neurologi
Buku 2. Jakarta: Penerbit Kedokteran Indonesia
Kang SY, Oh JH, Song SK, Lee JS, Choi JC Kang JH. 2015. Both binding and blocking
antibodies correlate with disease severity in myasthenia gravis. Neurol Sci; 36(7):
1167-71.
Wiratman W, Safri AY, Indrawati LH, Sutanto A, Soebroto AD Fadhli H dkk. 2016. Profil
miastenia gravis di RSUPN Cipto Mangunkusumo: awal sebuah registri nasional.
Jakarta: Baan Penerbit FK UI, hal: 96-101.
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
Nama Mahasiswa yang Mengkaji: NIM:

Unit : ICU

Kamar : ICU

Tanggal Masuk RS : Senin, 28 Agustus 2021

Tanggal Pengkajian : Jumat, 1 Oktober 2021

I. IDENTIFIKASI
A. PASIEN
Nama Initial : Tn. T
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamnin : L
Status Perkawinan: Kawin
Jumlah Anak :1
Agama/Suku : Kristen/Toraja
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat Rumah : Sudiang
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. E
Umur : 50 tahun
Alamat : Sudiang
Hubungan dengan pasien : Istri

II. DATA MEDIK


Diagnosa Medik
Saat masuk : HT + NHS
Saat Pengkajian : Myastenia Gravis

III. KEADAAN UMUM


A. KEADAAN SAKIT

Pasien tampak sakit ringan/sedang/berat/tidak tampak sakit

Pasien tampak sakit berat karena pasien tergolong dalam pasien total care. Tampak pasien
terpasang infus (syringe pump dan infus pump), terpasang CVC,tampak terpasang kateter
urine dan tampak terpasang SIMV (Synchronised Intermittent Mandatory Ventilation). Pasien
juga terpasang NGT dan Aktivitas sehari-hari seluruhnya dibantu oleh perawat.
B. TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran (kualitatif) : Compos Mentis
Skala Coma Glasgow (kuantitatif)
a) Respon motorik :6
b) Respon bicara :5
c) Respon membuka mata : 4
Jumlah 15

Kesimpulan : Kesadaran Penuh

2. Tekanan darah : 187/105 mmHg


MAP : 96 mmHg
Kesimpulan : Fungsi ginjal memadai
3. Suhu : 36,5 oC  Oral  Axilla Rectal
4. Pernapasan : 31 x/menit
Irama : Teratur Bradipnea Takipnea Kusmaul
Cheyness-stokes
Jenis :  Dada  Perut
5. Nadi : 123 x/menit
Irama :  Teratur  Bradikardi  Takikardi
 Kuat  Lemah
C. PENGUKURAN
1. Lingkar lengan atas :
2. Tinggi badan : 165 cm
3. Berat badan : 56 kg
4. IMT (indeks massa tubuh) : 20,6
Kesimpulan : Berat badan ideal

IV. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN


A. POLA PERSEPSI KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
1. Keadaan sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien adalah orang yang sangat memperhatikan
kesehatannya, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien selalu menjaga kesehatannya
dengan berusaha menerapkan pola hidup yang sehat. Keluarga pasien mengatakan
selama ini jika pasien merasa kurang enak badan atau merasa kesehatannya terganggu
pasien langsung memeriksakan kesehatannya ke dokter. Keluarga pasien mengatakan
bahwa selama ini pasien mengkonsumsi vitamin hampir setiap bulan yang diberikan oleh
perusahaan tempatnya bekerja dengan dosis 1 x sehari, keluarga pasien juga
mengatakan sebelum masuk RS pasien sempat sakit dan sering kontrol ke poli klinik
selama 2 bulan dengan keluhan sulit menelan, batuk dan kaki sering terasa keram dan
jari-jari tangan terasa kesemutan.
2. Riwayat penyakit saat ini :
a) Keluhan Utama
Sesak Napas
b) Riwayat keluhan utama
Keluarga pasien mengatakan pasien masuk di ruang yoseph 3 tgl 28 agustus 2021
dengan keluhan rasa keram/kebas pada daerah perifer, di rumah pasien BAB encer 1x
dan pasien merasakan sesak tetapi dengan durasi yang tidak lama. Setelah di periksa
di UGD dokter mendiagnosa Hipertensi dan NHS. Keluarga pasien mengatakan setelah
beberapa hari di rawat di ruang yoseph 3 pasien mengeluh sesak nafas, batuk dan
sulit menelan setelah diperiksa kembali oleh dokter pasien dianjurkan untuk pindah
ke ruangan ICU. Pasien masuk di ruang ICU dengan keluhan sesak napas setelah 4 hari
dirawat di ruang yoseph 3. Setelah di ICU di lakukan pemeriksaan lab dan dilakukan
pemasangan Ventilator.

Riwayat penyakit yang pernah dialami:


Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat penyakit
bawaan, keluarga pasien mengatakan kolesterol pasien pernah tinggi, selebihnya
hanya demam atau flu biasa.

Riwayat kesehatan keluarga:

Istri pasien pernah mengalami stroke dan dirawat di RS Stella maris selama 2 minggu

Pemeriksaan fisik:

c) Kebersiha rambut : Tampak bersih dan beruban


d) Kulit kepala : Tampak bersih
e) Kebersihan kulit : Tampak kotor dan lembab
f) Higine rongga mulut : Tampak bersih
g) Kebersihan genitalia : Tampak bersih
h) Kebersihan anus : Tampak bersih

B. POLA NUTRISI DAN METABOLIK


1. Keadaan sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan nafsu makan pasien baik, frekuensi makan 3 x sehari.
Keluarga pasien mengatakan pasien sering minum air putih dan rutin minum air hangat
dipagi hari, dalam sehari pasien biasa menghabiskan ± 2,5 liter air. Keluarga pasien
mengatakan pasien tidak suka mengkonsumsi makanan siap saji terutama gorengan,
bahkan saat jam makan siang di tempat kerja pasien lebih memilih untuk pulang dan
makan di rumah dibandingkan mengkonsumsi makanan dari kantor atau makanan siap
saji lainnya. Keluarga pasien mengatakan pasien sering mengkonsumsi buah-buahan dan
setiap hari mengkonsumsi sayuran.

2. Keadaan sejak sakit


Keluarga pasien mengatakan pasien hanya makan makanan yang disediakan di rumah
sakit karena pasien juga terpasang selang makan atau NGT. Pasien makan bubur dengan
cara di sonde 3 kali sehari, jus buah 2 kali sehari, sonde susu 1 kali sehari, dan pasien juga
mendapatkan suplemen herbal (Hemohim) 2 sachet perhari. Untuk minumnya setiap
pasien selesai di sonde biasanya pasien diberikan air minum atau air putih sekitar 40-
50ml jadi pasien biasanya minum sekitar 350ml perhari atau sekitar 1-2 gelas.

Observasi :
Tampak pasien terpasang NGT.

3. Pemeriksaan fisik:
a) Keadaan rambut : Tamapak bersih dan beruban,
b) Hidrasi kulit : Kembali < 3 detik
c) Palpebra/conjungtiva : Tidak tampak edema/tidak tampak anemis
d) Sclera : Tidak tampak ikterik
e) Hidung :Tampak bersih, septum berada di tengah dan tidak ada perdarahan
f) Rongga mulut : Tampak bersih. Gusi: Tampak tidak ada
peradangan
g) Gigi : Tampak ada karang gigi
h) Kemampuan mengunyah keras : Tidak mampu mengunyah keras
i) Lidah : Tampak kotor dan berwarna keputihan
j) Pharing :
k) Kelenjar getah bening : Tidak dikaji
l) Kelenjar parotis : Tidak dikaji
m) Abdomen
- Inspeksi : Tampak perut pasien datar
- Auskultasi : 7 X/ menit
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Terdengar bunyi thympani
i) Kulit :
 Edema :  Positif  Negatif
 Icterik :  Positif  Negatif
 Tanda-tanda radang : Tampak tidak ada peradangan
 Lesi : Tampak tidak ada lesi

C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan (dengan menggunakan metode menulis) buang air besar teratur 1 x
sehari dengan konsistensi padat dan berwarna kuning. Pasien mengatakan buang air kecil
7-8 x sehari, urine berwarna agak kekuningan. Pasien mengatakan tidak mengalami
kesulitan dalam buang air besar dan buang air kecil.
2. Keadaan sejak sakit
Keluarga pasien mengatakan selama dirawat di ruang perawatan ICU pasien jarang
buang air besar
3. Observasi:
Tampak pasien buang air besar 3-4 hari sekali dengan konsistensi padat dan berwarna
kuning kecoklatan. Tampak pasien terpasang kateter urine dengan jumlah urine ± 1000 cc
per 8 jam, tampak urine berwarna kuning.

4. Pemeriksaan fisik:
a) Peristaltik usus : 7 x/menit
b) Palpasi kandung kemih :  Penuh  Kosong
c) Nyeri ketuk ginjal :  Positif  Negatif
d) Mulut uretra : tampak bersih
e) Anus : tampak bersih
 Peradagan : tidak ada tanda peradangan
 Hemoroid : tidak ada
 Fistula : tidak ada

D. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN


1. Keadaan sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan setiap pagi pasien berangkat kerja, pasien berkerja di kantor
PU atau pekerjaan umum. Kebanyakan waktu pasien dari pagi hingga siang hari berada di
tempat kerja dan hanya duduk di depan komputer. Pada hari libur biasanya sesekali pasien
mengikuti senam lansia dan olahraga ringan yang lainnya seperti jalan santai. Pada malam
hari pasien menghabiskan waktunya bersama istrinya dan anaknya. Segala aktivitas pasien
dilakukan secara mandiri.
2. Keadaan sejak sakit
Keluarga pasien mengatakan selama pasien masuk di ruang ICU pasien hanya terbaring
lemah di atas tempat tidur. Keluarga pasien mengatakan segala kebutuhan pasien hanya
dibantu oleh keluarga dan perawat. Sesekali juga biasanya pasien miring kanan miring kiri
dan dibantu oleh perawat yang bertugas.
1. Observasi :
a) Aktivitas harian:
 Makan :3
 Mandi :2
 Pakaian :2
 Kerapihan :2
 Buang air besar : 2
 Buang air kecil : 1
 Mobilisasi ditempat tidur :2
b) Postur tubuh : tidak dikaji
c) Gaya jalan : tidak dikaji
d) Anggota gerak yang cacat : tidak ada
e) Fiksasi : tidak ada
f) Tracheostomi : tidak ada
2. Pemeriksaan fisik
a) Tekanan darah
Berbaring : 187/105 mmHg
Duduk :-
Berdiri :-
Kesimpulan :
b) HR : 123x/menit
c) Kulit :
Keringat dingin : ada
Basah : ada
d) JVP : tidak dikaji
Kesimpulan :-
e) Perfusi pembuluh darah kapiler kuku :
f) Thorax dan pernapasan
 Inspeksi:
Bentuk thorax : normal dan tampak simetris
Retraksi interkostal : tidak tampak retraksi intercostal
Sianosis : tampak tidak sianosis
Stridor : tampak tidak stridor
 Palpasi:
Vocal premitus : tidak dikaji
Krepitasi :-
 Perkusi:
 Sonor  Redup  Pekak
Lokasi :
 Auskultasi:
Suara Napas : bronchovesikular
Suara ucapan : tidak dikaji
Suara tambahan : Ronchi
g) Jantung
 Inspeksi
Ictus cordis : tidak tampak
 Palpasi
Ictus cordis : teraba
 Perkusi
Batas atas jantung : ICS II Linea sternalis sinistra
Batas bawah jantung : ICS IV Linea sternalis sinistra
Batas kiri jantung : ICS V Mid clavicularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III Mid clavicularis dextra
 Auskultasi
Bunyi jantung II A : ICS II Linea sternalis dextra
Bunyi jantung II P : ICS II Linea sternalis sinistra
Bunyi jantung I T : ICS Linea ternalis sinistra
Bunyi jantung I M : ICS V Linea mid axilla sinistra
Bunyi jantung III irama gallop : tidak terdengar
Murmur : tidak terdengar
Bruil : Aorta : -
A Renalis :-
A Femoralis :-
h) Lengan dan Tungkai
 Atrofi otot :  Positf  Negatif
 Rentang gerak : normal
Kaku sendi : tidak ada
Nyeri sendi : tidak ada
Fraktur : tidak ada
Parese : tidak ada
Paralisis : tidak ada
 Uji kekuatan otot
Tangan Kanan Kiri
4 3

Kaki 4 4
Keterangan :
Nilai 5: kekuatan penuh
Nilai 4: kekuatan kurang dibandingkan sisi yang lain
Nilai 3: mampu menahan tegak tapi tidak mampu melawan tekanan
Nilai 2: mampu menahan gaya gravitasi tapi dengan sentuhan akan jatuh
Nilai 1: tampak kontraksi otot, ada sedikit gerakan
Nilai 0: tidak ada kontraksi otot, tidak mampu bergerak
 Refleks fisiologi :
 Refleks patologi :
Babinski, kiri  Positif  Negatif
Kanan  Posititf  Negatif
 Clubing jari-jari : tidak ada
 Varises tungkai : tidak ada
i) Columna vertebralis
 Inspeksi :  Lordosis  kiposis  Skoliosis
 Palpasi : tidak dikaji

Kaku kuduk : tidak dikaji

E. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT


1. Keadaan sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan pola tidur pasien teratur, pasien bangun setiap jam 6 pagi
dan menyempatkan untuk tidur siang kurang lebih 30 menit per hari, keluarga pasien
mengatakan pasien selalu tidur sebelum jam 10 malam dan kualitas tidur pasien baik.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki kesulitan atau gangguan tidur.
2. Keadaan sejak sakit
Keluarga pasien mengatakan sejak mulai merasakan sakit dirumah pasien kadang butuh
waktu yang lebih lama agar bisa tertidur, keluarga pasien mengatakan pasien biasanya
tertidur setelah jam 12. Keluarga pasien mengatakan sejak masuk ruang ICU pasien lebih
mudah tertidur namun gampang terbangun saat mendengar suara orang lain.
Observasi:
Tampak jam tidur pasien berkurang, pasien tidur siang 30 menit – 1 jam saat siang hari
dan pada malam hari 2-4 jam. Kwalitas tidur pasien kurang karena sulit memulai tidur
dan sering terbangun karena beberapa faktor seperti : terganggu oleh ventilator, sesak
akibat penumpukan lender, rasa tidak nyaman di tenggorokan (akibat terpasang ETT),
serta saat dokter dan perawat melakukan kunjungan atau tindakan medis.
Ekspresi wajah mengantuk :  Positif  Negatif
Banyak menguap :  Positif  Negatif
Palpebra inferior berwarna gelap :  Positif  Negatif

F. POLA PERSEPSI KOGNITIF


1. Keadaan sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak tahu mengenai penyakitnya, saat mulai
merasakan sakit pasien dan keluarga menganggap bahwa pasien hanya mengalami sakit
biasa.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki gangguan penglihatan dan gangguan
pendengaran.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan (dengan menggunakan metode menulis) sejak sakit tidak mengalami
gangguan pada pendengaran, penciuman tetapi megalami gangguan pada penglihatan
(Ptosis)
3. Observasi
Tampak pasien selalu menanyakan kepada dokter mengenai penyakit dan kondisinya.
Tampak ptosis pada palpebra sehingga pasien kelihatan cenderung tidur.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Penglihatan
 Kornea : Tampak jernih
 Pupil : tampak isokor kiri dan kanan
 Lensa mata : Tampak jernih
 Tekana intra okular (TIO): normal, sama antara kiri dan kanan
b) Pendengaran
 Pina : Tampak simetris kiri dan kanan
 Kanalis : Tampak kotor
 Membran timpani : Tampak kotor dan dapat memantulkan cahaya
c) Pengenalan rasa pada lengan dan tungkai: Pasien dapat merasakan gerak bila diberi
rangsangan.

G. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI


1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan (dengan menggunakan metode menulis) dia adalah kepala keluarga.
Jika ada masalah biasanya pasien menyelesaikan sendiri tanpa memberitahukan kepada
orang lain, tetapi sesekali pasien mengatakan jika ada masalah pasien bercerita kepada
istrinya dan mencari solusi bersama.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien megatakan (dengan menggunakan metode menulis) selama sakit ia merasa sangat
tidak nyaman dan selalu ke pikiran tentang kesehatannya dan segala aktivitasnya menjadi
terhambat.
3. Observasi :
a) Kontak mata : Kurang baik
b) Rentang perhatian : Kurang baik
c) Postur tubuh : Tidak dikaji
4. Pemeriksaan fisik
a) Kelainan bawaan yang nyata : Tidak ada
b) Bentuk/postur tubuh : Tegak
c) Kulit : Tidak ada lesi

H. POLA PERAN DAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA


1. Keadaan sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien tinggal serumah bertiga dengan istri dan anaknya.
Keluarga pasien mengatakan pasien paling dekat dengan anaknya yang merupakan anak
satu-satunya. Keluarga pasien mengatakan pasien adalan sosok yang humoris dan senang
bercanda terutama jika sedang berkumpul dengan teman kerjanya. Keluarga pasien
mengatakan pasien aktif dalam kegiatan gereja dan menjadi salah satu anggota majelis
gereja.

2. Keadaan sejak sakit


Keluarga pasien mengatakan sejak masuk rumah sakit pasien tidak bisa lagi
berkomunikasi dan bertemu dengan rekan-rekan kerjanya. Keluarga pasien mengatakan
pasien hanya dibantu oleh perawat, dokter dan selalu didampingi oleh istri dan anaknya.

Observasi :
Tampak pasien selalu didampingi oleh istri dan anaknya, tampak pasien sesekali
mendengarkan doa dari pendeta melalui telepon. Tampak pasien berkomunikasi dengan
keluarga, perawat dan dokter melalui tulisan di kertas.

I. POLA REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS


1. Keadaan sebelum sakit
Tidak dikaji
2. Keadaan sejak sakit
Tidak dikaji
3. Observasi:
Tidak dikaji
4. Pemeriksaan fisik :
Tidak dikaji

J. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRESS


1. Keadaan sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien mudah meluapkan emosinya namun pasien
merupakan sosok yang mudah memaafkan dan tidak suka memendam kesalahan orang
lain. Keluarga pasien mengatakan saat pasien mengalami stress karena pekerjaan pasien
selalu mendengarkan lagu rohani dan renungan saat teduh. Keluarga pasien mengatakan
bahwa pasien jika pasien mengalami suatu masalah yang membuat pasien menjadi
stress, pasien selalu memceritakan semuanya ke istrinya.

2. Keadaan sejak sakit

Keluarga pasien mengatakan pasien sangat merasa stress karena banyak terpasang alat-
alat medis terutama alat bantu pernapasan (ETT dan Ventilator) . Keadaan ini yang
membuat pasien kadang merasa putus asa dengan penyakit yang dideritanya. Pasien
merasa cemas akibat nyeri sebagai dampak dari pemasangan ETT dan merasa terganggu
oleh suara mesin ventilator. Tapi disisi lain pasien merasa takut dan seperti ingin mati jika
alat bantu pernapasan dilepas.

Observasi

Tampak pasien gelisah, nadi dan tekanan darah meningkat, frekusensi napas cepat.

K. POLA SISTEM DAN NILAI KEPERCAYAAN


1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan (dengan menggunakan metode penulisan) beragama Kristen dan
memiliki kualitas hubungan yang baik dengan Tuhan. Keluarga pasien mengatakan pasien
sangat aktif di gereja dan senang menyanyikan lagu rohani serta sering mendengarkan
renungan rohani.

2. Keadaan sejak sakit


Keluarga pasien mengatakan selama pasien dirawat di rumah sakit selalu berdoa untuk
kesembuhannya dan pasien juga selalu mendengar lagu-lagu rohani melalui hpnya.
Sesekali juga biasanya pasien didoakan oleh istrinya.

3. Observasi
Tampak pasien mendengarkan lagu rohani melalui handphone, tampak pasien berdoa
diatas tempat tidur, dan tampak pasien sering memegang kalung salib yang ada
disampingnya.

V. UJI SARAF CRANIAL


N I : pasien mampu mengenali bau minyak kayu putih dengan mata tertutup
N II : pasien mampu membaca tulisan dalam jarak 30 cm dengan font 12
N III, N IV, VI : tampak pasien bisa menggerakkan bola mata kesegala arah
NV:
a) Motorik : Tidak dikaji
Sensori : Pasien mampu merasakan sentuhan kapas pada pipi dan bisa
menunjukan area rangsangan
N VII:
a) Motorik : Pasien mampu mengangkat ke dua alis
b) Sensorik : Pasien mampu merasakan rasa manis, saat di beri gula di atas
permukaan lidah
N VIII :
Vestibularis : Tidak dikaji
Aucusticus : pasien bisa mendengarkan suara gesekan tangan perawat di kedua
telingaya dengan mata tertutup
N IX : tidak dikaji
NX : tidak dikaji
N XI : tidak dikaji
N XII : Pasien mampu menjulurkan lidahnya pada posisi lurus
Analisa Data

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
1 DS: Disfungsi Pola napas tidak
 Keluarga mengatakan pasien neuromuscular efektif
mengeluh sesak nafas setelah 4 hari
dirawat diruang perawatan lalu di
pindahkan di ruang ICU
 Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak mampu mengunyah makanan

DO:
 Pasien tampak sesak
 Tampak pasien terpasang ventilator
(SIMV)
 Terdengar suara tambahan
bronchovesikuler
 Terdengar suara tambahan bunyi
ronchi
2 DS: Kecemasan Gangguan penyepihan
 Keluarga pasien mengatakan pasien ventilator
merasa sangat stress karena banyak
terpasang alat medis terutama alat
bantu pernapasan (ETT dan
ventilator)
 Pasien merasa takut dan cemas
akibat nyeri yang dirasakan akibat
pemasangan ETT dan ventilator
 Keluarga mengatakan pasien
terkadang merasa putus asa dan
ingin mati jika alat bantu
pernapasan di lepas
DO:
 Tampak pasien terpasang ventilator
(SMIV)

 Tampak terpasang ETT


 Tampak terpasang ventilator
 Tampak pasien gelisah
 Nadi meningkat
 Tekanan darah meningkat
 Tampak frekuensi napas cepat
 Tanda-tanda vital

TD:187/105 mmHg

Nadi: 78 x/menit

Pernapasan : 31 x/menit
Suhu: 36,5 0C

3 DS: Penurunan kekuatan Gangguan mobilitas


 Keluarga pasien mengatakan saat otot fisik
masuk ruangan icu pasien hanya
berbaring lemah di tempat tidur
 Pasien mengatakan dengan metode
tulis sejak sakit sulit melakukan
aktivitasnya terhambat karena alat
medis yang terpasang
 Keluarga pasien mengatakan sering
masuk ke kamar pasien untuk
membantu aktivitas

DO:
 Tampak pasien terbaring lemah
ditempat tidur
 Tampak semua aktivitas pasien
dibantu oleh keluarga dan
perawat
 Tampak perawat memandihkan
dan bantu mika miki
 Aktivitas harian
- Makan : 3
- Mandi : 2
- Pakaian : 2
- Kerapihan : 2
- BAK : 1
- BAB : 2
- Mobilisasi : 2
 Uji Kekuatan Otot
Tangan 4 3
Kaki 4 4
4 DS: Hambatan lingkungan Gangguan pola tidur
 Keluarga mengatakan pasien sulit
tidur
 Keluarga mengatakan pasien
tertidur setelah jam 12 malam dan
sering terbangun jika mendengar
suara orang
 Keluarga mengatakan pasien akan
tidur bila ditemani dan
mendengarkan lagu rohani

DO:
- Tampak pasien sulit memulai tidur
- Tampak pasien sering terbangun
- Tampak pasien susah tertidur
karena beberapa faktor seperti
pemasangan ETT dan suara-suara
alat medis yang ada di samping
pasien
- Tampak palpebra inferior berwarna
gelap
- Tampak ptosis pada palpebra

II. Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskular
2. Gangguan penyepihan ventilator berhubungan dengan kecemasan
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan Hasil yang diharapkan Intervensi tindakan


Pola napas tidak efektif b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
Gangguan neuromuskular d.d : keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan pola napas Observasi :
1. Dispnea
membaik dengan kriteria - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Penggunaan otot bantu
hasil (L.01004) : - Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gungling,mengi, wheezing, rochi
pernapasan
1. Dispnea cukup kering)
3. Pola napas abnormal
menurun - Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
2. Penggunaan otot bantu Teraupetik :
napas menurun - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tlit dan chin-lift
3. Frekuensi napas - Posisikan semifowler atau fowler
membaik - Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik
4. Kedalaman napas - Berikan oksigen jika perlu
membaik. Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,espektoran, mukolitik, jika perlu
Gangguan penyampihan Setelah dilakukan tindakan Penyapihan Ventilasi Mekanik
ventilator b/d kecemasan d.d : keperawatan 3x24 jam Observasi :
1. Gelisah diharapkan penyapihan
ventilator dan status - Periksa kemampuan untuk disapih
2. Ekspresi wajah takut
kenyamanan meningkat - Monitor tanda-tanda kelelahan otot pernapasan
3. Tekanan darah
dengan kriteria hasil : Terapeutik :
meningkat
4. Frekuensi nadi 1. Kesinkronan bantuan - Posisikan pasien semi fowler
meningkat ventilator cukup - Lakukan pengisapan atau jalan napas , Jika perlu
meningkat - Berikan fisioterapi dada, jika perlu
2. Penggunaan otot bantu Edukasi :
napas cukup menurun
3. Frekuensi napas cukup - Ajarkan pengontrolan napas saat penyapihan
membaik Kolaborasi :
4. Kesejahteraan
- Kolaborasi pemberian obat yang meningkatkan kepatenan jalan napas
psikologis meningkat
dan pertukaran gas.
5. Gelisah menurun
6. Dukungan sosial dari
Dukungan Emosioal
keluarga meningkat. Observasi :
7. Tanda-tanda vital
membaik - Identifikasi hal yang telah memicu emosi
- Identifikasi frustasi pasien
Teraupetik :
- Fasilitasi mengungkapkan rasa cemas
- Lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan (mis: merangkul,menepuk-
nepuk)
- Tetap bersama pasien dan pastikan keamanan sesama ansietas,jika perlu
- Kurangnya tuntutan berpikir saat sakit atau lelah
Edukasi :
- Anjurkan mengungkapkan perasaan yang dialami
- Ajarkan penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
Kolaborasi :
Rujuk untuk konseling, jika perlu

Reduksi Ansietas
Observasi:
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.kondisi,waktu,stresor)
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda-tanda ansietas verbal dan non verbal
Terapeutik :
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh pengertian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
Edukasi :
Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuj mengurangi ketegangan
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu.

Gangguan mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilitas :


penurunan kekuatan otot d.d : keperawatan selama 3x24jam Observasi :
1. Kekuatan otot menurun diharapkan mobilitas fisik
meningkat dengan kriteria - Identifikasi toleransi aktivitas fisik melakukan pergerakan
2. Gerakan terbatas
hasil ( L.05042): - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
3. Rentang gerak (ROM)
 Kekuatan otot - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
menurun
meningkat Teraupetik :
4. Fisik lemah
 Pergerakan - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
ekstremitas - Fasilitasimelakukan pergerakan, jika perlu.
meningkat - Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan.
 Kelemahan fisik Edukasi :
menurun
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
- Anjarkan mobilisasi sederhana yang haru dilakukan.
Gangguan pola tidur b/d Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur :
hambatan loingkungan d.d : keperawatan selama 3X24
1. Mengeluh sulit tidur jam diharapkan pola tidur Observasi :
2. Mengeluh tidak puas membaik dengan kriteria
hasil : - Identifikasi pola aktivitas dan tidur
tidur
 Keluhan sulit tidur - Identifikasi foktor pengganggu tidur
3. Mengeluh pola tidur
menurun Terapeutik :
berubah
4. Mengeluh istirahat tidak  Keluhan tidak puas - Modifikasi lingkungan
cukup tidur menurun - Fasilitasi menghilangkan steres sebelum tidur
 Keluhan pola tidur - Lakukan prosedur untuk menghilangkan kenyamanan
menurun Edukasi :
 Keluhan istirahat
- Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan tidur
tidak cukup menurun
- Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TGL DK WAKTU IMPLEMENTASI PERAWAT
KEPERAWATAN
02-10-2021 I 05.30 Memandikan pasien
Hasil:
Pasien merasa nyaman dan
bersih setelah dimandikan

I 08.00 Mengobservasi TTV


TD:181/106mmHg S:36oC
N:108x/menit P:28x/menit

08.10 Memberikan Obat Injeksi:


Hasil: - Omeprazole
1flc/24jam/IV
-Farmavon 1amp/8
jam/IV.

I 09.00 Memonitor pola nafas


Hasil:
P:27x/menit
SpO2:99%

I 09.25 Tampak pasien menggunakan


Ventilator
Hasil:Sesak berkurang
P:27x/menit dengan
Spo2:99% Ventilator di
Weaning

I 09.30 Memonitor bunyi napas


Tambahan
Hasil:
Bunyi nafas terdengar:Ronchi

I 10.00 Mengobservasi TTV


TD:156/81mmHg S:36,2oC
N:110 x/menit
P:29x/menit

I 10.12 Memberikan sonde


Hasil:
Jus Buah:150cc
Air Putih : 50cc
I 10.30 Memberikan posisi
Semifowler/Fowler
Hasil:
- Tampak pasien diberikan
posisi fowler
I
10.45 Melakukan pengisapan
lendir (Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental

III 11.00 Memberikan Oksigen


Hasil:
Tampak pasien Terpasang 02
T.piece

12.00 Menganjurkan mobilisasi


sederhana yang harus
dilakukan
Hasil : Tampak pasien mampu
melakukan mobilisasi
sederhana dengan
menggerakkan kedua
tangannya secara perlahan

Memeriksa kemampuan untuk


II 12.30 disapih
Hasil:
Tampak pasien merasa cemas
ketika ventilator dilepas Hal ini
ditandai dengan meningkatnya
TD,Nadi & pernapasan.

Memberikan sonde
Hasil:
II 12.40 Bubur cair:160cc
Air Putih : 50cc

Pemberian obat oral


Hasil
I,II 19.00 -mestinon 1 tab
-Methylprednisolone 4 tab
-Nymiko 10 tetes
II 19.10 Melakukan pengisapan
lendir(Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental

Memberikan sonde
Hasil:
Bubur cair:160cc
Air Putih : 50cc

III,IV 22.20 Pemberian obat oral


Hasil
-mestinon 1 tab
-Methylprednisolone 4 tab
-calcium lactat 1 tab

III,IV 22.35 Memberikan sonde


Hasil:
Susu Ensure:160cc
Air Putih : 50cc

Memonitor pola nafas


Hasil:
P:24x/menit
SpO2:99%

II 22.50 Tampak usaha napas pasien


sebagian dibantu menggunakan
Ventilator Tampak pernapasan
pasien Dangkal

Memonitor bunyi napas


I 23.00 Tambahan
Hasil:
Bunyi nafas terdengar:Ronchi

Melakukan pengisapan
I,II 23.15 lendir(Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental
IV 23.30 Mengidentifikasi pola aktifitas
dan tidur.
Hasil : tampak pasien kesulitan
tidur

IV 00.00 Mengidentifikasi faktor


pengganggu tidur
Hasil : pasien menuliskan
keluhan tidak bisa tidur karena
terganggu dengan suara monitor
dan lampu yang menyala.

Memberikan posisi
I 03.50 Semifowler/Fowler
Hasil:
- Tampak pasien diberikan
posisi semifowler

Memberikan Obat :
II 04.00 Hasil:
-Farmavon 1amp/8
jam/IV.
-N-Ace 1 amp/inhalasi

Melakukan pengisapan
II 05.30 lendir(Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental

Membantu pasien dalam


III memenuhi kebutuhan personal
hygiene
Hasil:
Pasien tampak bersih &
nyaman

04-10-2021 I,III 05.30 Memandikan pasien


Hasil:
Pasien merasa nyaman dan
bersih setelah dimandikan

Mengobservasi TTV
TD : 133/74 S:36,2oC
08.00 N : 56x/menit P
:22x/menit

III 08.10 Memberikan Obat Injeksi:


Hasil: - Omeprazole
1flc/24jam/IV
-Farmavon 1amp/8
jam/IV.

I 09.00 Memonitor pola nafas


Hasil:
P:22x/menit
SpO2 :99%

II 09.15 Tampak pasien menggunakan


ventilator
Hasil: Sesak berkurang
P:22x/menit dengan
SpO2:99% Ventilator di
weaning

I 10.00 Memonitor bunyi napas


Tambahan
Hasil:
Bunyi nafas terdengar:Ronchi

10.05 Mengobservasi TTV


TD : 148/71 S:36,2oC
N : 51x/menit
P :23x/menit

III 10.20 Memberikan sonde


Hasil:
Jus Buah:150cc
Air Putih : 50cc

II 10.30 Melakukan pengisapan


lendir (Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental

III 11.00 Menganjurkan mobilisasi


sederhana yang harus
dilakukan
Hasil : Tampak pasien mampu
melakukan mobilisasi
sederhana dengan
membaringkan badan ke kiri
& ke kanan.

III 12.30 Memberikan sonde


Hasil:
Bubur cair:160cc
Air Putih : 50cc
Pemberian obat oral
Hasil
-mestinon 1 tab
-Methylprednisolone 4 tab
-Nymiko 10 tetes

I,III 14.00 Mengobservasi TTV


TD:156/81mmHg S:36,2oC
N:110 x/menit
P:22x/menit

II 15.30 Melakukan pengisapan


lendir(Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental.

III 19.10 Memberikan sonde


Hasil:
Bubur cair:160cc
Air Putih : 50cc

Pemberian obat oral


Hasil
-mestinon 1 tab
-Methylprednisolone 4 tab
-calcium lactat 1 tab

III 22.20 Memberikan sonde


Hasil:
Susu Ensure:160cc
Air Putih : 50cc
II 23.00 Melakukan pengisapan
lendir(Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental

I,II 00.00 Memberikan posisi


Semifowler/Fowler
Hasil:
- Tampak pasien diberikan
posisi semifowler

00.05 Memberikan Obat :


Hasil:
-Farmavon 1amp/8
jam/IV.
-N-Ace 1 amp/inhalasi

I,II 04.00 Melakukan pengisapan


lendir(Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental

III 05.30 Membantu pasien dalam


memenuhi kebutuhan personal
hygiene
Hasil:
Pasien tampak bersih &
nyaman

05-10-2021 III 08.00 Mengobservasi TTV


TD : 130/77 S:36,2oC
N : 56x/menit
P :22x/menit

08.10 Memberikan Obat Injeksi:


Hasil: - Omeprazole
1flc/24jam/IV
-Farmavon 1amp/8
jam/IV.
I 09.00 Memonitor pola nafas
Hasil:
P:22x/menit
SpO2 :99%

II 10.00 Aff Ventilator


Hasil:
Ventilator dilepas,ETT tetap
terpasang
P:34x/menit, Pasien
menggunakan NRM 10
liter,ukur ulang P:26x/menit
SpO2: 99%

III,IV 10.05 Mengobservasi TTV


TD : 129/70 S:36oC
N : 64x/menit
P :34x/menit

III 10.20 Memberikan sonde


Hasil:
Jus Buah:150cc
Air Putih : 50cc

III 10.30 Menganjurkan mobilisasi


sederhana yang harus
dilakukan
Hasil : Tampak pasien mampu
melakukan mobilisasi
sederhana dengan
membaringkan badan ke kiri
& ke kanan.

II 11.00 Memeriksa kemampuan untuk


disapih
Hasil:
Tampak pasien merasa cemas
ketika ventilator dilepas Hal ini
ditandai dengan meningkatnya
TD,Nadi & pernapasan.

Memberikan sonde
III 12.30 Hasil:
Bubur cair:160cc
Air Putih : 50cc
Pemberian obat oral
Hasil
-mestinon 1 tab
-Methylprednisolone 4 tab
-Nymiko 10 tetes

IV 14.00 Mengobservasi TTV


TD:156/81mmHg S:36,2oC
N:110 x/menit
P:22x/menit

I,II Melakukan pengisapan


lendir(Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental.

III 19.10 Memberikan sonde


Hasil:
Bubur cair:160cc
Air Putih : 50cc
Pemberian obat oral
Hasil
-mestinon 1 tab
-Methylprednisolone 4 tab
-calcium lactat 1 tab

III 22.20 Memberikan sonde


Hasil:
Susu Ensure:160cc
Air Putih : 50cc

III,IV 23.00 Memberikan posisi


Semifowler/Fowler
Hasil:
- Tampak pasien diberikan
posisi semifowler

I,II 00.00 Memberikan Obat :


Hasil:
-Farmavon 1amp/8
jam/IV.
-N-Ace 1 amp/inhalasi
I,II 04.00 Melakukan pengisapan
lendir(Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental

III 05.30 Membantu pasien dalam


memenuhi kebutuhan personal
hygiene
Hasil:
Pasien tampak bersih &
nyaman.
Pemeriksaan Penunjang
Terapi
 Omeprazole 1flc/24 jam(IV)
 N-Ace 1 amp/8 jam(Nebu)
 Mecobalamin 1 amp/24 jam
 Farmavon 1 amp/8 jam(Drips)
 Mestinon tab 3x1(OGT)
 Methylprednisolone 4mg 3x4 tab(OGT)
 Calcium laktat(OGT)
 Nymico 3x10Tts (Oral)
 Paracetamol 500mg 2x1(Drips) k/p
 Morfin 0,2cc/jam/sp (Drips)
 Levofloxacin 1-0-0 (OGT)
 Candesartan 16mg /1-0-0(OGT)
 Natrium Diclofenak k/p (OGT)
EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/ Tanggal Evaluasi Paraf
02-10-2021 Dx I : Pola napas tidak efektif b/d gangguan neuromuskular
d.d dipsnea penggunaan otot bantu pernapasan,
pola napas abnormal

S:
Pasien mengatakan masih merasakan sesak

O:
- Bunyi nafas tambahan Ronchi
- TTV: TD : 181/106 mmHg
N : 108x/menit
P : 32x/menit
S : 36oc
SPO2: 99
- Tampak pasien terpasang ventilator
A:
Pola nafas tidak efektif belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi : Manajemen jalan napas

Dx II : Gangguan penyapihan ventilator b/d kecemasan d.d


gelisah, ekpresi wajah takut, tekanan darah
meningkat, frekuensi nadi meningkat

S:
- Pasien mengatakan merasa takut jika ventilator
akan dilepas
- Pasien mengatakan khawatir jika ventilatornya
dilepas dia tidak bisa lagi bernafas
O:
- Tampak ekspresi wajah cemas
- TTV :
TD : 181/106 mmHg
N : 108 x/ menit
P : 32x/menit
S : 36oc
A:
Gangguan penyapihan ventilator belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi : Penyapihan ventilasi mekanik,
dukungan emosional, reduksi ansietas.
Dx III : Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan penurunan
kekuatan otot d.d kekuatan otot menurun, gerakan terbatas,
rentang gerak (ROM) menurun, fisik lemah

S:
-Pasien mengatakan merasa lemah
-Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas
nya secara mandiri

O:
-Tampak pasien lemah
-Tampak semua aktivitas di bantu oleh keluarga dan
perawat
-Uji kekuatan otot
Tangan kanan kiri
4 3
Kaki 4 4
A:
Gangguan mobilitas fisik belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi : Dukungan mobilitas

Dx IV : Gangguan pola tidur b/d hambatan lingkungan d.d


Mengeluh sulit tidur, mengeluh tidak puas tidur,
mengeluh istirahat tidak cukup

S:
 Pasien mengatakan tidak bisa tidur karna tergganggu
dengan suara monitor dengan lampu yang menyala

O:
 Tampak pasien kesulitan tidur

A:
Gangguan pola tidur belum teratasi

P :
Lanjutkan intervensi : Dukungan tidur
04-10-2020 Dx I :Pola napas tidak efektif b/d gangguan neuromuskular
d.d dipsnea penggunaan otot bantu pernapasan,
pola napas abnormal

S:
 Pasien mengatakan masih sesak tapi mulai
berkurang
O:
 Tampak pasien diberikan posisi semi fowler
 Pasien tampak masih sesak tapi mulai berkurang
TTV: TD : 164/98 mmHg
N : 124x/menit
P : 28x/menit
S : 36oc
 Tampak pasien terpasang alat bantu nafas Ventilator
di Weaning

A:
Pola nafas tidak efektif belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi : Manajemen jalan napas

Dx II : Gangguan penyapihan ventilator b/d kecemasan d.d


gelisah, ekpresi wajah takut, tekanan darah
meningkat, frekuensi nadi meningkat

S:
- Pasien mengatakan merasa takut jika ventilator
akan dilepas
- Pasien mengatakan khawatir jika ventilatornya
dilepas dia tidak bisa lagi bernafas
O:
- Tampak ekspresi wajah cemas
- TTV :
TD : 164/98 mmHg
N : 124 x/ menit
P : 28x/menit
S : 36oc
A:
Gangguan penyapihan ventilator belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi : Penyapihan ventilasi mekanik,
dukungan emosional, reduksi ansietas.

Dx III : Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan penurunan


kekuatan otot d.d kekuatan otot menurun, gerakan terbatas,
rentang gerak (ROM) menurun, fisik lemah

S:
-Pasien mengatakan merasa lemah
-Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas
nya secara mandiri

O:
-Tampak pasien lemah
-Tampak semua aktivitas di bantu oleh keluarga dan
perawat

-Uji kekuatan otot


Tangan kanan kiri
4 3
Kaki 4 4

A:
Gangguan mobilitas fisik belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi : Dukungan mobilitas

Dx IV : Gangguan pola tidur b/d hambatan lingkungan d.d


Mengeluh sulit tidur, mengeluh tidak puas tidur,
mengeluh istirahat tidak cukup

S:
 Pasien mengatakan tidak bisa tidur karna tergganggu
dengan suara monitor dengan lampu yang menyala

O:
 Tampak pasien kesulitan tidur

A:
Gangguan pola tidur belum teratasi

P :
Lanjutkan intervensi : Dukungan tidur

05-10-2021 Dx I : Pola napas tidak efektif b/d gangguan neuromuskular


d.d dipsnea penggunaan otot bantu pernapasan,
pola napas abnormal

S:
Pasien mengatakan sesak berkurang
O:
Pasien tampak masih sesak
Ttv : TD : 150/90 mmHg
N : 92x/menit
P : 26x/menit
S : 36oc
A:
Pola nafas tidak efektif mulai teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
Dx II : Gangguan penyapihan ventilator b/d kecemasan d.d
gelisah, ekpresi wajah takut, tekanan darah
meningkat, frekuensi nadi meningkat

S:
- Pasien mengatakan masih merasa cemas ketika
ventilator di lepas
O:
-Tampak ventilator dilepas
-Tampak masih terpasang ETT yang tersambung O2 18
ltr/menit
- Tampak ekspresi wajah cemas
- TTV :
TD : 150/90 mmHg
N : 92 x/ menit
P : 26x/menit
S : 36oc
A:
Gangguan penyapihan ventilator belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi : Dukungan emosional, reduksi
ansietas.

Dx III : Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan penurunan


kekuatan otot d.d kekuatan otot menurun, gerakan terbatas,
rentang gerak (ROM) menurun, fisik lemah

S:
-Pasien mengatakan mulai mampu melakukan aktivitas
sendiri secara bertahap

O:
-Tampak pasien mampu melakukan mobilisasi
sederhana dengan membaringkan badan ke kiri dan ke
kanan dengan dibantu perawat maksimal 1 orang
A:
Gangguan mobilitas fisik belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan : Dukungan mobilisasi

Dx IV : Gangguan pola tidur b/d hambatan lingkungan d.d


Mengeluh sulit tidur, mengeluh tidak puas tidur,
mengeluh istirahat tidak cukup

S:
 Pasien mengatakan masih sulit memulai tidur karna
tergganggu dengan suara monitor dengan lampu
yang menyala dan kadang terbangun

O:
 Tampak pasien tidur siang selama ± 1½ jam dan tidur
malam selama ±3-4 jam

A:
Gangguan pola tidur belum teratasi

P :
Lanjutkan intervensi : Dukungan tidur

Anda mungkin juga menyukai