Asuhan Keperawatan Pada Tn. T Dengan Myasthenia Gravis
Asuhan Keperawatan Pada Tn. T Dengan Myasthenia Gravis
MAKASSAR
Dosen pembimbing :
OLEH :
TIM RUMAH SAKIT STELLA MARIS
PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini
merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi
kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan. Pada masa lampau kematian
akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan
tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat
penyakit ini bisa dikurangi. Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600,
dan pada akhir tahun 1800 Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan otot akibat
paralisis burbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita penyakit Miastenia
gravis merasa lebih baik setelah minum obat efidrin yang sebenarnya obat ini ditujukan
untuk mengatasi kram menstruasi. Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris
bernama Mary Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis
dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisiotigmin
untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan nyata dalam penyembuhan
penyakit ini. Miastenia gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara
wanita dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkat manusia yang kedua
yang paling sering terserang penyakit ini adalah pria dewasa yang lebih tua. Kematian dari
penyakit Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dapat
dilakukannya perbaikan dalam perawatan intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi
yang timbul dapat ditangani dengan lebih baik. Penyembuhan dapat terjadi pada 10 %
hingga20 % pasien dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu dan
yang paling cocok dengan jalan penyembuhan seperti ini (Hakim et al, 2017).
Secara umum miastenia gravis terbagi menjadi miastenia gravis okular dan
miastenia gravis umum. Pada miastenia okular kelemahan terbatas pada kelopak mata dan
otot ekstraokuli. Namun, pada pasien miastenia gravis umum selain kelemahan otot
ekstraokuli juga disertai kelemahan bulbar, ekstremitas, dan otot-otot pernapasan dengan
berbagai derajat (Aydin et al., 2017).
Penyakit ini terjadi akibat produksi autoantibodi patogenik yang berikatan dengan
neuromuscular junction (NMJ) terutama reseptor asetilkolinesterase (AChR), namun
ditemukan juga antibodi yang menyerang protein endplate, seperti muscle-specific
receptor tyrosine kinase (MuSK) atau lipoprotein-related protein 4 (LRP4) (Gold et al.,
2019). Penelitian terbaru juga menemukan antibodi lain yang berperan pada miastenia
gravis yaitu Thymomaassociated autoantibodies seperti Titin antibody, RyR antibody dan
VGKC KCNA4 Antibody (Kang et al., 2015).
Asetilkolin merupakan neuro transmiter eksitatorik yang berperan sebagai neuro
transmiter utama dalam mengendalikan otot. Pada saat terjadi depolarisasi akan membuka
kanal kalsium di membran presinaps yang mencetuskan pelepasan asetilkolin ke celah
sinaps dan selanjutnya berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChR) di membran
pascasinaps. Reseptor asetilkolin terletak di post sinap neuromuscular junction. Reseptor
asetilkolin yang terdapat di neuromuscular junction yaitu reseptor nikotinik (N1).
Reseptor asetilkolin nikotinik yang terletak pada muscle endplate merupakan protein
transmembran, terdiri dari lima subunit membentuk pentamerik. Pentametrik ini terdiri
dari dua subunit α identik, dan tiga sub unit yang berbeda yaitu sub unit β, ε dan δ
(Wiratman, 2016)
Strategi pengobatan pada pasien miastenia gravis bersifat individual dan sangat
tergantung kepada kondisi masing-masing pasien. Terapi miastenia gravis dapat
dikelompokkan menjadi empat macam yaitu terapi simtomatik 3 (piridostigmin),
imunosupresan (steroid maupun non steroid), terapi intravena imunoglobulin dan plasma
exchange serta timektomi (Hakim, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Miastenia gravis
2. Apa etiologi Miastenia gravis
3. Apa manifestasi klinis Miastenia gravis
4. Apa klasifikasi Miastenia gravis
5. Apa patofisiologi Miastenia gravis
6. Apa saja penatalaksanaan Miastenia gravis
7. Bagaimana Askep Miastenia gravis
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Myasthenia Gravis
2. Untuk mengetahui etiologi Myasthenia Gravis
3. Untuk mengetahui manifestasi klini Myasthenia Gravis
4. Untuk mengetahui klasifikasi Myasthenia Gravis
5. Untuk memahami apa patofisiologi Myasthenia Gravis
6. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan Myasthenia Gravis
7. Untuk memahami dan mengerti bagaimana Askep Myasthenia Gravis
BAB II
PEMBAHASAN
5. Manifestasi klinis
Penyakit Myasthenia gravis ditandai dengan adanya kelemahan dan kelelahan.
Gejala ini akan membaik dengan istirahat. Otot-otot yang lemah pada penyakit
Myasthenia gravis memiliki pola yang khas. Pada awal terjadinya Myasthenia
gravis, otot krlopak mata dengan gerakan bola mata terserang lebih dahulu. Akibat
dari kelumpuhan otot-otot tersebut muncul gejala berupa penglihatan ganda
(diplopia) dan turunnya kelopak mata secara abnormal (ptosis).
Myasthenia gravis dapat menyerang otot-otot wajah dan menyebabkan
penderita menggeram saat berusaha tersenyum. Penderita juga akan mengalami
kelemahan dalam mengunyah dan menelan makanan sehingga berisiko timbulnya
regurgitasi dan aspirasi. Selain itu terjadi gangguan dalam berbicara yang
disebabkan kelemahan langit-langit mulut dan lidah. Sebagian besar penderita
Myasthenia gravis akan mengalami kelemahan pada otot diselruh tubuh termasuk
tangan dan kaki, kelemahan pada anggota gerak ini akan dirasakan asimetris.
Myasthenia gravis yang berat menyerang otot-ottor pernafasan sehingga
menimbulkan gejala sesak nafas yang disebut dengan krisis Myasthenia gravis.
Umumnya krisis Myasthenia gravis disebabkan karena infeksi pada penderita
Myasthenia gravis.
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi: laporatorik, tes genetik, biopsi otot,
neurofisiologi hingga radiologi seperti CT-scan thorax.
a. Pemeriksaan laboratorik , yaitu : tes antibodi terhadap reseptor asetilkolin
dalam serum; kadar melebihi 1,8 nmol/L dapat menunjang diagnosisi.
Selain itu juga diperlukan tes genetik. Antiboodi terhadap reseptor
asetilkolin ditemukan pada 80% miestenia gravis, pada 92% miastenia
gravis juvenile atau masa pubertas dan post pubertas, dan sebanyak 52%
pada pre pubertas. Ditemukan presentasi tinggi seronegatif pada miastenia
gravis anak, terutama pada pasien pre-pubertas atau dengan miastenia
gravis juvenile terisolasi. Pada anak yang antibodi terhadap reseptor
asetilkolinya negatif, tetapi gejala timbul pada usia lebih mudah, mungkin
suatu miastenia gravis kongenital. Sekitar 40%-50%pasien yang antibodi
terhadap reseptor asetilkolinnya negatif ternyata memiliki antibodi
terhadap reseptor muskarinik. Miastenia gravis tipe muskarinik lebih
sering pada wanita, klinis lebih berat dengan gejala, terutama poada bulbar
dan otot-otot pernapasan. Antibodi terhadap reseptor muskarinik sangat
jarang pada anak-anak.
b. Pemeriksaan neurofisiologi pada penyakit miastenia gravis adalah single-
fiber electromyography (SFEMG) dan/atau stimulasi saraf repetitif.
Tindakan ini sangat sulit dilakukan pada anak-anak terkait tolerabilitas dan
kepatuhan pasien, sehingga tidak jarang membutihkan sedasi. Hasil
SFEMG pasien miastenia gravis menunjukkan peningkatan jitter.
Stimulasi saraf repetitit dengan frekuensi 3/detik pada saraf motorik
dikatakan positif jika memberikan respons dekremen lebih besar dari
10% .
c. Pemeriksaan radiologi juga penting. Foto polos thorax diperlukan untuk
mendeteksi pneumonia yang sering terjadi selain itu, perlu dilakukan MRI
(Magnetic Rasonance Imaging) atau CT (Computed Tomography) thorax
untuk mendeteksi adanya timoma. Foto polos thorax tidak sensitif untuk
mendeteksi timoma. Kemungkinan adanya neoplasma ini sebaiknya
diperiksa paada setiap pasien miastenia gravis.
d. Tes diagnostik lain, yaitu biopsi otot untuk diperiksa in vitro, untuk
mngetahui jumlah reseptor asetilkolin pada cela sinaps. Selain itu,
pengecatan immunocytochemical pada motor endplates dapat mendetiksi
imunoglobin dan komplemen. Al-lozi (2013)
7. Penatalaksanaan
Menurut Nadeak & Eka (2018), penatalaksanaan Miastenia gravis yaitu:
a. Pengobatan gejala
Pyridostigmine (golongan asetrikolinesterase inhibitor) bekerja
menghambat hidrolisis asetilkolin di celah simpatik. Obat ini akan
meningkatkan interaksi antara asetilkolin dengan reseptor di NMJ. Dosis awal
dimulai dengan 60 mg setiap 6 jam disiang hari. Dosis dapat ditingkan
menjadi menjadi 60-120 mg setiap 3 jam. Efek klinis akan muncul sekitar 15-
30 ment sejak dikomsusmsi dan bertahan hingga 3-4 jam. Efek samping yang
paling sering muncul adalah gangguan saluran pencernaan seperti kram perut,
BAB encer dan kembunng. Obat ini merupakan kontara indikasi relatif pada
krisis miastenias karena dapat meningkatkan sekresi cairan di saluran
pernapasan.
b. Immunosupresan
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid sering digunakan sebagai imunoterapi awal pada
pasien dengan MG, terutama pada psien dengan respon yang tidak
memuaskan terhadap inhibitor AChE. Obat ini memberikan perbaikan
yang cepat pada MG walaupun berhubngan dengan efek samping yang
nyata dan kadang kala menimbulkan eksaserbasi yang serius dalam 2
minggu pertama terapi. Ada 2 cara pemberian kortikosteroid pada MG
yaitu regimen induksi cepat dengan dosis rendah. Regimen titrasi
lambat dengan dosisi rendah digunakan pada pasien MG ringan hingga
sedang. Dosis prednison yang diberikan adalah 10mg/hari dan
ditingkatkan 10 mg setiap 5-7 hari hingga dicapai dosis maksimal 1,0-
1,5 mg/kg BB/hari.
Regimen induksi cepat diberikan prednison dengan dosis 1,0-
1,5 mg/kg BB/hari selama 2-4 minggu. Efek samping penggunaan
kortisteroid mencangkup penambahan berat badan,
hiperteni,hiperglikemia, osteoporosis.
2) Azathiorprine
Azathioprine adalah antimetbolit sitotoksik yang menghambat
sintesis purin sehingga menghambat sintesis DNA dan RNA,replikasi
sel dan fungsi limfsit. Respon MG terhadap terapi azathiorprine
berkisae antara 70-91%. Obat ini diberikan pada pasien MG yang
masih manunjukkan gejala meskipun telah diberikan terpi kotisteroid.
Dosis awal adalah 50 mg/hari, dosis dapat dinaikkan dengan
penambahan 50 mg setiap 2-4 minggu hingga tercapai dosis 2-3 mg/kg
BB/hari.
3) Cyclosporine
Mekanisme kerja cyclosporine adalah mempengaruhi
penghantaran sinyal calcineurin, menekan sekresi sitokin dan
mempengaruhi aktivitas sel T helper. Dosis awal 3mg/kg Bb/hari.
4) Methotrexate (MTX)
MTX adalah antimetabolit folat yang menghambat enzim
dihidrofolat reduktase. Dosis awal 10 mg/minggy dan dititrasi menjadi
20 mg/minggu selama 2 bulan.
5) Cyclophosphamide (CP)
Cyclophosphamideadalah alkilasi yang memodifikasi basa
gaunin pada DNA, menyebabka efek sitotoksik. Efek ini kemudian
menekan replikasi sel T dan sel B di sum tulang. Pemberian
Cyclophosphamide intravena sebesar 500 mg/m2 setiap bulan dapat
memperbaiki MG pda bulan ke 12.
c. Imunoterapi
1) Plasma Exchange (PLEX)
Indikasi Plasma Exchange adalah krisis miastenia, ancaman
krisis pada pasien dengan MG berat serta pasien MG ringan-sedang
dengan perburukan gejala klinis atau tidak berespn terhadap obat
imunosuprean. Mekanisme kerja Plasma Exchange pada MG adalah
dengan menghilangkan autoantibodi patogenik dan sitokin yang
bersifat larut dalam plasma. Regimen standar adalah 5 kali prosedur
Plasma Exchange diganti setiap kali prosedur dilakukan. Cairan
pengganti plasma yang digunakan adalah albumin 5% yang ditambah
dengan kalsium glukonat untuk mengecek hipokalsemia akibat efek
sitrat.
2) Imunoglobulin Intravena (IVIG)
Indikasi Imunoglobulin Intravena sama dengan Indikasi Plasma
Exchange. Dosis induksi sebesar 2 g/kg BB dibagi menjadi 2-5 hari.
Komplikasi Indikasi Plasma Exchange adalah sakit kepala,anafilaksis,
stroke, infrak mokard, deep venous thrombosis dan emboli pulmo.
d. Timektomi
Pada MG dengan timoma harus dilakukan pembuangan tumor dan
seluruh jaringan timus. Timektomi pada MG tanpa timoma telah menjadi
standar terapi.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada miastenia gravis, yaitu krisi miastenik dan
krisi kolinergik. Krisi miastenik ditadai dengan gejalah memberat dan sering
disertai distres dan kegagalan napas.
Krisi kolinergik terjadi akibat dosis penghambat kolinesterase berlebihan seperti:
1) Neostigmin
2) Piridostigmin
3) Physostigmin.
Gejalah berupa gejala kolinergik, seperti diare, kram abdominal, hipersalivasi,
lakrimasi, inkontinensia urin, hipermotilitas saluran gastrointestinal, emesis,
miosisi. Krisis kolinergik dapat menyebabkan bronkospasme, seperti wheezing,
bronchorrhea, kegagalan napas, diaforesis, dan sianosisi. Basuki M. (2018).
DAFTAR PUSTAKA
Chairunnisa, nurul hidayah, Zanariah, Z., Saputra, O., & Karyanto. (2016). myasthenia
gravis pada pasie laki laki 39 tahun dengan sesak napas. Kedokteran Unila, 6(1).
Kamirudin, S., & Chairani, L. (2019). Mastenia Gravis. 10(1).
Nadeak, rommy fransiscus, & Eka, T. (2018). penatalaksanaan krisis miastenia. Anesthesia
Dan Critical Care, 36(2).
Nurfazah, fikta zakia. (2021). miastenia gravis okular juvenil:laporan kasus (juvenile ocular
myasthenia gravis:a cas report). Jurnal Ilmu Medis Indonesia (JIMI), 1(1), 39–52.
Tugasworo, D. (2018). myasthenia Gravis Diagnosis dan Tata Laksana (Rahmayanti (ed.)).
undip Press.
Aydin Y, Ulas AB, Mutlu V, Colak A, Eroglu A. 2017. Theymectomy in myasthenia gravis.
Eurasian J Med; 49: 48-52.
I. Pengkajian
Nama Mahasiswa yang Mengkaji: NIM:
Unit : ICU
Kamar : ICU
I. IDENTIFIKASI
A. PASIEN
Nama Initial : Tn. T
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamnin : L
Status Perkawinan: Kawin
Jumlah Anak :1
Agama/Suku : Kristen/Toraja
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat Rumah : Sudiang
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. E
Umur : 50 tahun
Alamat : Sudiang
Hubungan dengan pasien : Istri
Pasien tampak sakit berat karena pasien tergolong dalam pasien total care. Tampak pasien
terpasang infus (syringe pump dan infus pump), terpasang CVC,tampak terpasang kateter
urine dan tampak terpasang SIMV (Synchronised Intermittent Mandatory Ventilation). Pasien
juga terpasang NGT dan Aktivitas sehari-hari seluruhnya dibantu oleh perawat.
B. TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran (kualitatif) : Compos Mentis
Skala Coma Glasgow (kuantitatif)
a) Respon motorik :6
b) Respon bicara :5
c) Respon membuka mata : 4
Jumlah 15
Istri pasien pernah mengalami stroke dan dirawat di RS Stella maris selama 2 minggu
Pemeriksaan fisik:
Observasi :
Tampak pasien terpasang NGT.
3. Pemeriksaan fisik:
a) Keadaan rambut : Tamapak bersih dan beruban,
b) Hidrasi kulit : Kembali < 3 detik
c) Palpebra/conjungtiva : Tidak tampak edema/tidak tampak anemis
d) Sclera : Tidak tampak ikterik
e) Hidung :Tampak bersih, septum berada di tengah dan tidak ada perdarahan
f) Rongga mulut : Tampak bersih. Gusi: Tampak tidak ada
peradangan
g) Gigi : Tampak ada karang gigi
h) Kemampuan mengunyah keras : Tidak mampu mengunyah keras
i) Lidah : Tampak kotor dan berwarna keputihan
j) Pharing :
k) Kelenjar getah bening : Tidak dikaji
l) Kelenjar parotis : Tidak dikaji
m) Abdomen
- Inspeksi : Tampak perut pasien datar
- Auskultasi : 7 X/ menit
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Terdengar bunyi thympani
i) Kulit :
Edema : Positif Negatif
Icterik : Positif Negatif
Tanda-tanda radang : Tampak tidak ada peradangan
Lesi : Tampak tidak ada lesi
C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan (dengan menggunakan metode menulis) buang air besar teratur 1 x
sehari dengan konsistensi padat dan berwarna kuning. Pasien mengatakan buang air kecil
7-8 x sehari, urine berwarna agak kekuningan. Pasien mengatakan tidak mengalami
kesulitan dalam buang air besar dan buang air kecil.
2. Keadaan sejak sakit
Keluarga pasien mengatakan selama dirawat di ruang perawatan ICU pasien jarang
buang air besar
3. Observasi:
Tampak pasien buang air besar 3-4 hari sekali dengan konsistensi padat dan berwarna
kuning kecoklatan. Tampak pasien terpasang kateter urine dengan jumlah urine ± 1000 cc
per 8 jam, tampak urine berwarna kuning.
4. Pemeriksaan fisik:
a) Peristaltik usus : 7 x/menit
b) Palpasi kandung kemih : Penuh Kosong
c) Nyeri ketuk ginjal : Positif Negatif
d) Mulut uretra : tampak bersih
e) Anus : tampak bersih
Peradagan : tidak ada tanda peradangan
Hemoroid : tidak ada
Fistula : tidak ada
Kaki 4 4
Keterangan :
Nilai 5: kekuatan penuh
Nilai 4: kekuatan kurang dibandingkan sisi yang lain
Nilai 3: mampu menahan tegak tapi tidak mampu melawan tekanan
Nilai 2: mampu menahan gaya gravitasi tapi dengan sentuhan akan jatuh
Nilai 1: tampak kontraksi otot, ada sedikit gerakan
Nilai 0: tidak ada kontraksi otot, tidak mampu bergerak
Refleks fisiologi :
Refleks patologi :
Babinski, kiri Positif Negatif
Kanan Posititf Negatif
Clubing jari-jari : tidak ada
Varises tungkai : tidak ada
i) Columna vertebralis
Inspeksi : Lordosis kiposis Skoliosis
Palpasi : tidak dikaji
Observasi :
Tampak pasien selalu didampingi oleh istri dan anaknya, tampak pasien sesekali
mendengarkan doa dari pendeta melalui telepon. Tampak pasien berkomunikasi dengan
keluarga, perawat dan dokter melalui tulisan di kertas.
Keluarga pasien mengatakan pasien sangat merasa stress karena banyak terpasang alat-
alat medis terutama alat bantu pernapasan (ETT dan Ventilator) . Keadaan ini yang
membuat pasien kadang merasa putus asa dengan penyakit yang dideritanya. Pasien
merasa cemas akibat nyeri sebagai dampak dari pemasangan ETT dan merasa terganggu
oleh suara mesin ventilator. Tapi disisi lain pasien merasa takut dan seperti ingin mati jika
alat bantu pernapasan dilepas.
Observasi
Tampak pasien gelisah, nadi dan tekanan darah meningkat, frekusensi napas cepat.
3. Observasi
Tampak pasien mendengarkan lagu rohani melalui handphone, tampak pasien berdoa
diatas tempat tidur, dan tampak pasien sering memegang kalung salib yang ada
disampingnya.
DO:
Pasien tampak sesak
Tampak pasien terpasang ventilator
(SIMV)
Terdengar suara tambahan
bronchovesikuler
Terdengar suara tambahan bunyi
ronchi
2 DS: Kecemasan Gangguan penyepihan
Keluarga pasien mengatakan pasien ventilator
merasa sangat stress karena banyak
terpasang alat medis terutama alat
bantu pernapasan (ETT dan
ventilator)
Pasien merasa takut dan cemas
akibat nyeri yang dirasakan akibat
pemasangan ETT dan ventilator
Keluarga mengatakan pasien
terkadang merasa putus asa dan
ingin mati jika alat bantu
pernapasan di lepas
DO:
Tampak pasien terpasang ventilator
(SMIV)
TD:187/105 mmHg
Nadi: 78 x/menit
Pernapasan : 31 x/menit
Suhu: 36,5 0C
DO:
Tampak pasien terbaring lemah
ditempat tidur
Tampak semua aktivitas pasien
dibantu oleh keluarga dan
perawat
Tampak perawat memandihkan
dan bantu mika miki
Aktivitas harian
- Makan : 3
- Mandi : 2
- Pakaian : 2
- Kerapihan : 2
- BAK : 1
- BAB : 2
- Mobilisasi : 2
Uji Kekuatan Otot
Tangan 4 3
Kaki 4 4
4 DS: Hambatan lingkungan Gangguan pola tidur
Keluarga mengatakan pasien sulit
tidur
Keluarga mengatakan pasien
tertidur setelah jam 12 malam dan
sering terbangun jika mendengar
suara orang
Keluarga mengatakan pasien akan
tidur bila ditemani dan
mendengarkan lagu rohani
DO:
- Tampak pasien sulit memulai tidur
- Tampak pasien sering terbangun
- Tampak pasien susah tertidur
karena beberapa faktor seperti
pemasangan ETT dan suara-suara
alat medis yang ada di samping
pasien
- Tampak palpebra inferior berwarna
gelap
- Tampak ptosis pada palpebra
Reduksi Ansietas
Observasi:
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.kondisi,waktu,stresor)
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda-tanda ansietas verbal dan non verbal
Terapeutik :
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh pengertian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
Edukasi :
Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuj mengurangi ketegangan
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu.
Memberikan sonde
Hasil:
II 12.40 Bubur cair:160cc
Air Putih : 50cc
Memberikan sonde
Hasil:
Bubur cair:160cc
Air Putih : 50cc
Melakukan pengisapan
I,II 23.15 lendir(Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental
IV 23.30 Mengidentifikasi pola aktifitas
dan tidur.
Hasil : tampak pasien kesulitan
tidur
Memberikan posisi
I 03.50 Semifowler/Fowler
Hasil:
- Tampak pasien diberikan
posisi semifowler
Memberikan Obat :
II 04.00 Hasil:
-Farmavon 1amp/8
jam/IV.
-N-Ace 1 amp/inhalasi
Melakukan pengisapan
II 05.30 lendir(Suction)
Hasil:
Tampak lendir berwarna putih &
kental
Mengobservasi TTV
TD : 133/74 S:36,2oC
08.00 N : 56x/menit P
:22x/menit
Memberikan sonde
III 12.30 Hasil:
Bubur cair:160cc
Air Putih : 50cc
Pemberian obat oral
Hasil
-mestinon 1 tab
-Methylprednisolone 4 tab
-Nymiko 10 tetes
S:
Pasien mengatakan masih merasakan sesak
O:
- Bunyi nafas tambahan Ronchi
- TTV: TD : 181/106 mmHg
N : 108x/menit
P : 32x/menit
S : 36oc
SPO2: 99
- Tampak pasien terpasang ventilator
A:
Pola nafas tidak efektif belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi : Manajemen jalan napas
S:
- Pasien mengatakan merasa takut jika ventilator
akan dilepas
- Pasien mengatakan khawatir jika ventilatornya
dilepas dia tidak bisa lagi bernafas
O:
- Tampak ekspresi wajah cemas
- TTV :
TD : 181/106 mmHg
N : 108 x/ menit
P : 32x/menit
S : 36oc
A:
Gangguan penyapihan ventilator belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi : Penyapihan ventilasi mekanik,
dukungan emosional, reduksi ansietas.
Dx III : Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan penurunan
kekuatan otot d.d kekuatan otot menurun, gerakan terbatas,
rentang gerak (ROM) menurun, fisik lemah
S:
-Pasien mengatakan merasa lemah
-Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas
nya secara mandiri
O:
-Tampak pasien lemah
-Tampak semua aktivitas di bantu oleh keluarga dan
perawat
-Uji kekuatan otot
Tangan kanan kiri
4 3
Kaki 4 4
A:
Gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi : Dukungan mobilitas
S:
Pasien mengatakan tidak bisa tidur karna tergganggu
dengan suara monitor dengan lampu yang menyala
O:
Tampak pasien kesulitan tidur
A:
Gangguan pola tidur belum teratasi
P :
Lanjutkan intervensi : Dukungan tidur
04-10-2020 Dx I :Pola napas tidak efektif b/d gangguan neuromuskular
d.d dipsnea penggunaan otot bantu pernapasan,
pola napas abnormal
S:
Pasien mengatakan masih sesak tapi mulai
berkurang
O:
Tampak pasien diberikan posisi semi fowler
Pasien tampak masih sesak tapi mulai berkurang
TTV: TD : 164/98 mmHg
N : 124x/menit
P : 28x/menit
S : 36oc
Tampak pasien terpasang alat bantu nafas Ventilator
di Weaning
A:
Pola nafas tidak efektif belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi : Manajemen jalan napas
S:
- Pasien mengatakan merasa takut jika ventilator
akan dilepas
- Pasien mengatakan khawatir jika ventilatornya
dilepas dia tidak bisa lagi bernafas
O:
- Tampak ekspresi wajah cemas
- TTV :
TD : 164/98 mmHg
N : 124 x/ menit
P : 28x/menit
S : 36oc
A:
Gangguan penyapihan ventilator belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi : Penyapihan ventilasi mekanik,
dukungan emosional, reduksi ansietas.
S:
-Pasien mengatakan merasa lemah
-Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas
nya secara mandiri
O:
-Tampak pasien lemah
-Tampak semua aktivitas di bantu oleh keluarga dan
perawat
A:
Gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi : Dukungan mobilitas
S:
Pasien mengatakan tidak bisa tidur karna tergganggu
dengan suara monitor dengan lampu yang menyala
O:
Tampak pasien kesulitan tidur
A:
Gangguan pola tidur belum teratasi
P :
Lanjutkan intervensi : Dukungan tidur
S:
Pasien mengatakan sesak berkurang
O:
Pasien tampak masih sesak
Ttv : TD : 150/90 mmHg
N : 92x/menit
P : 26x/menit
S : 36oc
A:
Pola nafas tidak efektif mulai teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
Dx II : Gangguan penyapihan ventilator b/d kecemasan d.d
gelisah, ekpresi wajah takut, tekanan darah
meningkat, frekuensi nadi meningkat
S:
- Pasien mengatakan masih merasa cemas ketika
ventilator di lepas
O:
-Tampak ventilator dilepas
-Tampak masih terpasang ETT yang tersambung O2 18
ltr/menit
- Tampak ekspresi wajah cemas
- TTV :
TD : 150/90 mmHg
N : 92 x/ menit
P : 26x/menit
S : 36oc
A:
Gangguan penyapihan ventilator belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi : Dukungan emosional, reduksi
ansietas.
S:
-Pasien mengatakan mulai mampu melakukan aktivitas
sendiri secara bertahap
O:
-Tampak pasien mampu melakukan mobilisasi
sederhana dengan membaringkan badan ke kiri dan ke
kanan dengan dibantu perawat maksimal 1 orang
A:
Gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan : Dukungan mobilisasi
S:
Pasien mengatakan masih sulit memulai tidur karna
tergganggu dengan suara monitor dengan lampu
yang menyala dan kadang terbangun
O:
Tampak pasien tidur siang selama ± 1½ jam dan tidur
malam selama ±3-4 jam
A:
Gangguan pola tidur belum teratasi
P :
Lanjutkan intervensi : Dukungan tidur