Anda di halaman 1dari 10

MODUL PRAKTIKUM

DASAR KETEKNIKAN PENGOLAHAN

JURUSAN AGROINDUSTRI
POLITEKNIK NEGERI FAKFAK
I. PENGERINGAN

A. PENDAHULUAN

Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relative kecil
dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses pengeringan adalah
bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir)
normal atau setara dengan nilai aktivitas air (AW) yang aman dari kerusakan mikrobiologis,
enzimatis dan kimiawi. Pengertian proses pengeringan berbeda dengan proses penguapan
(evaporasi). Proses penguapan atau evaporasi adalah proses pemisahan uap air dalam bentuk
murni dari suatu campuran berupa larutan (cairan) yang mengandung air dalam jumlah yang
relatif banyak. Meskipun demikian ada kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu
terjadinya perubahan sifat fisik dan kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan.

Tujuan dilakukannya proses pengeringan adalah untuk:


1. Memudahkan penanganan selanjutnya
2. Mengurangi biaya trasportasi dan pengemasan
3. Mengawetkan bahan
4. Meningkatkan nilai guna suatu bahan atau agar dapat memberikan hasil yang baik
5. Mengurangi biaya korosi

Prinsip Dasar Pengeringan

Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah massa yang
terjadi secara bersamaan (simultan). Proses perpindahan panas yang terjadi secara konveksi,
konduksi dan radiasi tetap terjadi dalam jumlah yang relative kecil. Pertama-tama panas harus
ditransfer dari medium pemanas ke bahan, selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air
yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan
menyangkut aliran fluida dengan cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama proses
pengeringan berlangsung. Panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus
mendifusi melalui berbagai macam tahanan agar dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air
yang bebas.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kecepatan pengeringan

Proses pengeringan suatu material padatan dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain: luas
permukaan kontak antara padatan dengan fluida panas, perbedaan temperature antara padatan
dengan fluida panas, kecepatan aliran fluida panas serta tekanan udara.

B. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengeringan terhadap massa dan
sifat fisik bahan serta menggambarkan laju evaporasi.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat-alat yang diperlukan antara lain cawan aluminium, oven, penjepit cawan dan neraca
analitik. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah 1) cabai merah,2) terung hijau
(bulat),3) terung pipit,4) tomat cerry.

D. CARA KERJA
1. Timbanglah bahan tersebut sebanyak 20 gram dengan menggunakan neraca analitik.
2. Masukkan bahan-bahan tersebut kedalam cawan aluminium.
3. Masukkan cawan aluminium yang telah berisi bahan-bahan tersebut kedalam oven pada
suhu 105°C.

4. Timbanglah bahan tersebut setiap harinya selama 3 hari.


5. Amati perubahan fisik dari bahan-bahan tersebut meliputi warna, kekerasan, dan kilap setiap
hari selama 3 hari.

6. Gambarkan laju evaporasi dalam bentuk grafik.


7. Lakukan cara kerja yang pertama untuk bahan-bahan yang akan dikeringkan dengan sinar
matahari.

Perhitungan susut bobot Perhitungan Rendemen


E. HASIL
Tabel 1. Pengeringan menggunakan sundriying
Hari
No Sifat 1 2 3
1 Berat (gr)
2 Susut Bobot (%)
3 Warna
4 Aroma
5 Tekstur
6 Kilap
7 Rendemen (%)

Tabel 2. Pengeringan menggunakan oven


Hari
No Sifat 1 2 3
1 Berat (gr)
2 Susut Bobot (%)
3 Warna
4 Aroma
5 Tekstur
6 Kilap
7 Rendemen (%)

Nama : ……………….
NIM : ……………….
Kelompok : ……………….
Tanggal : ……………….
Ttd : ……………….
II. PENGARUH SUHU DAN KONSENTRASI TERHADAP VISKOSITAS
FLUIDA

A. PENDAHULUAN
Suhu dan viskositas suatu bahan pangan layaknya sesuatu yang tak dapat dipisahkan.
Pengaruh suhu terhadap viskositas bahan sangat berpengaruh, begitu juga pengaruh viskositas
terhadap kenaikan atau penurunan suhu bahan pangan. Viskositas akan turun dengan naiknya
suhu, sedangkan viskositas gas naik dengan naiknya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan
molekul-molekulnya memperoleh energi. Molekul-molekul cairan bergerak sehingga gaya
interaksi antar molekul melemah. Dengan demikian viskositas cairan akan turun dengan
kenaikan temperatur.

Viskositas zat cair juga dapat dipengaruhi konsentrasi dari zat cair itu sendiri. Keduanya
saling keterkaitan karena keduanya bisa saling mempengaruhi. Konsentrasi adalah banyaknya
unsur atau senyawa yang berbeda-beda dalam suatu larutan sehingga larutan tersebut
sebenarnya dapat berpisah. Pengaruh konsentrasi terhadap viskositas sangat besar jika
dibandingkan dengan pengaruh suhu terhadap viskositas. Perbedaan pengaruh itu terjadi karena
konsentrasi larutan sangat mudah berubah apabila dicampur atau dimasukkan bahan tertentu
yang mempunyai konsentrasi berbeda.

B. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan konsentrasi terhadap
viskositas jus mangga dan jus pepaya.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat-alat yang diperlukan antara lain 1) beaker glass, 2) hot plate, 3) termometer, 4)
Kaca, 5) Penggaris. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah 1) air, 2) jus
Alpukat, 3) Mangga, 4) jus pepaya

D. CARA KERJA
1. Siapkan bahan dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu 30, 40, 60, 80 dan 100.
2. Tuang bahan ke dalam beaker glass dan diukur suhunya menggunakan termometer.
3. Lihat kekentalan sampel menggunakan kaca dan penggaris.
4. Panaskan bahan sampai batas suhu 80 oC .
5. Lihat kekentalan sampel menggunakan kaca dan penggaris
6. Hasil perubahan dicatat.
Uji kekentalan dengan Kaca dan Penggaris
1. Ambil contoh sebanyak 25 gr
2. Letakan contoh pada bagian atas kaca
3. Hitung waktu yang dibutuhkan sampel untuk melaju pada jarak tempuh 10 cm.
semakin lama waktuyang dibutuhkan, semakin kental sampel tersebut.

E. HASIL

Tabel 1.
Bahan Konsentrasi Suhu Waktu Jarak Waktu Mencapai
(oC) Tempuh Suhu 80 °C
Awal :
Akhir;
Awal :
Akhir;
Awal :
Akhir;
Awal :
Akhir;

Tanda Tangan Dosen,

Nama : ……………….
NIM :……………….
Kelompok : ……………….
Tanggal :……………….
Ttd : ……………….
III. FENOMENA GLASS TRANSITION

A. PENDAHULUAN

Transisi gelas merupakan fenomena perubahan fase suatu bahan diantara fase liquid dan
solid. Konsep ini telah lama dikenal di dunia polimer dan akhir-akhir ini fenomena tersebut
diaplikasikan pada bahan pangan untuk memprediksi sifat mekanis dan stabilitas bahan pangan
dan selalui dihubungkan dengan peranan air sebagai plasticizer.

Pada suhu rendah, polimer amorf merupakan material gelas yang keras dan ketika
dipanaskan akan meleleh membentuk cairan yang encer. Akan tetapi, sebelum pelelehan
biasanya terjadi keadaan seperti karet (rubbery). Suhu dimana polimer gelas yang keras
menjadi materi dalam keadaan rubbery disebut suhu transisi gelas (Tg). Zone transisi difusi
berada diantara keadaan rubbery dan liquid. Transisi difusi dari keadaan rubbery ke liquid
biasanya spesifik untuk setiap sistem polimer dan tidak terdeteksi pada spesies dengan berat
molekul rendah seperti air, etanol yang memiliki titik leleh yang tajam antara keadaan padatan
dan cairan.

Perbedaan yang nyata antara bahan pangan dengan polimer sintetis amorf adalah pada
komposisi kimia-nya. Bahan pangan merupakan campuran kompleks dari padatan dengan air,
sedangkan polimer tersusun dari unit yang berulang dari molekul yang terkarakterisasi dengan
baik. Apa yang membuat bahan pangan terlihat berbeda adalah dari tingkat keheterogenitas
dalam komposisi kimia dan dominasi keterlibatan air sebagai plasticizer.

Struktur amorf atau partially amorf dalam bahan pangan terbentuk karena berbagai
proses seperti baking, pemekatan, drum drying, freeze drying, sprat drying dan ekstrusi yaitu
proses yang memisahkan air atau memekatkan suatu padatan. Pemisahan pelarut air dengan
evaporasi atau selama pembuatan permen atau pemisahan es pada pembekuan menghasilkan
suatu keadaan lewat jenuh dari solute-nya.

Pengaruh transisi gelas pada bahan pangan sangat besar terutama terhadap sifat-sifat
mekanis atau tekstur bahan pangan (kerenyahan, kelengketan, kekakuan, pengempalan,
viskositas dan lain-lain). Selain itu sifat transisi gelas, yang dapat pula dilihat sebagai parameter
dari mobilitas air dari suatu bahan, memiliki pengaruh terhadap aktivitas biologis lainnya
seperti aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroorganisma dan secara langsung berpengaruh
pula terhadap stabilitas bahan pangan selama penyimpanan.
B. SUHU TRANSISI GELAS BAHAN PANGAN

Suhu transisi gelas adalah suhu dimana suatu polimer mengalami perubahan dari liquid
(yang mengalir, walapun mungkin sangat lambat) menjadi bentuk solid. Ross (1995)
menyebutkan bahwa transisi gelas merupakan transisi fase ordo ke dua yang terjadi pada
kisaran suhu tertentu dimana materi solid yang bersifat amorfous berubah menjadi keadaan
liquid dan kental. Suhu transisi gelas biasanya dinyatakan sebagai titik awal (onset) atau titik
tengah (midpoint) dari kisaran suhu transisi gelas. Pada transisi gelas terjadi perubahan yang
dramatis pada volume bebas, mobilitas molekuler dan sifat-sifat fisik yang dapat dideteksi
dengan perubahan sifat-sifat mekanis, thermal dan dielektrik.

Champion et al (2000) menyatakan bahwa transisi gelas atau gllas-liquid transition


(GLT) adalah nama yang diberikan sebagai suatu fenomena ketika gelas dipanaskan sampai
memiliki sifat seperti liquid supercooled. Keadaan tersebut merupakan suatu fenomena
kinetika murni dimana energi kinetik tidak cukup untuk melebihi energi potensial-nya yang
dibutuhkan untuk menggerakan molekul satu sama lain.

Pada suhu diatas Tg, beberapa sifat fisik secara nyata dipengaruhi oleh peningkatan
eksponensial mobilitas molekuler dan penurunan viskositas. Mobilitas molekuler dan
viskositas berhubungan dengan transformasi structural yang tergantung terhadap waktu,
misalnya stickiness, collapse dan kerenyahan. Pada suhu diatas Tg, peningkatan mobilitas
molekul akan menaikkan kemampuan difusi yang selanjutnya menyebabkan kristalisasi dari
komponen pangan amorf (Ross, 1995).

Menurut Jackson (1997), struktur kimia sangat mempengaruhi transisi gelas (terutama
dihubungkan dengan mobilitas). Peningkatan polaritas rantai utama meningkatkan Tg.
Demikian juga berat molekul mempengaruhi Tg dengan nyata dimana pada berat molekul yang
lebih rendah terjadi kelebihan volume bebas, dan ketika berat molekul meningkat, konsentrasi
ujung rantai menurun sampai pada suatu keadaan dimana volume bebas menjadi dapat
diabaikan.

Levine dan Slade (1988) yang dikutip oleh Baik et al (1997) menyatakan bahwa suhu
transisi gelas (Tg) adalah spesifik untuk masing-masing senyawa dan tergantung dari volume
bebas, derajat polimerisasi, geometris molekuler, kristalinitas dan berat molekul dari polimer.
C. KELENGKETAN DAN PENGEMPALAN

Penyebab utama kelengketan adalah plastisasi permukaan partikel sehingga terjadi


ikatan interpartikel dan pembentukan kluster. Sedangkan pengempalan bubuk bahan pangan
terutama disebabkan oleh penyerapan air dan fusi interpartikel. Menurut Downtown (1982)
yang dikutip oleh Ross et al.(1996), partikel dari bubuk amorf menjadi lengket jika terdapat
cairan dalam jumlah yang cukup dan dapat mengalir membentuk jembatan antar partikel yang
cukup kuat. Kelengeketan merupakan sifat bubuk amorf yang tergantung pada waktu.
Viskositas dalam keadaan gelas sangat tinggi dan waktu kontak antara partikel sangat lama
untuk dapat membentuk jembatan atau ikatan. Penurunan viskositas yang dramatis pada daerah
transisi gelas menyebabkan penurunan waktu kontak dan menyebabkan pelengketan atau
pengempalan.

Sticky point digunakan untuk menjelaskan kelengketan yang dinyatakan dengan adanya
penurunan viskositas sampai mencapai 107 Pa.s. Suhu sticky point menurun dengan
meningkatnya kadar air dan seiring dengan Tg, dan viskositas kritis berhubungan dengan
viskositas dari bahan amorf pada suhu sekitar 10 – 20oC diatas Tg. Sticky point dari bubuk
bahan pangan menurun dengan menurunnya berat molekul, dan produk dengan Tg yang rendah
juga memiliki sticky point pada suhu yang lebih rendah. Bahan pangan yang mengandung
monosakarida tinggi seperti juice buah, memiliki nilai Tg rendah dan stabilitasnya meningkat
dengan penambahan senyawa yang akan meningkatkan nilai Tg. Maltodekstrin dengan
dekstrose equivalent yang cukup rendah sering digunakan untuk menurunkan stickiness dan
meningkatkan stabilitas bahan pangan (Ross, 1995).

Alat dan Bahan Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan analitik, pisau, talenan,
wadah stainless steel atau glass beaker 500 mL, pengaduk, hotplate atau Bunsen, dan Loyang.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah gula pasir 100 gr, kacang tanah sangrai 50 gr
dan margarin 5 gr.

Metode Praktikum

 Siapkan dan simpan gelas beaker atau wadah stainless steel diatas api kecil, masukkan gula
pasir, aduk sebentar lalu biarkan gula cair menjadi karamel.

 Setelah menjadi karamel, segera masukkan kacang dan margarin, aduk dengan cepat dan
segera cetak dan potong pada saat masih hangat.
Tabel 3. Fenomena Glass Transtion
No Sifat Pengulangan
1 2 3 4 5
1 Berat Awal (gr)
2 Berat Akhir (gr)
3 Warna
4 Aroma
5 Tekstur
6 Kilap
7 Rendemen (%)

Tanda Tangan Dosen

Nama : ……………….
NIM : ……………….
Kelompok : ……………….
Tanggal : ……………….
Ttd : ……………….

Anda mungkin juga menyukai