Anda di halaman 1dari 9

i

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA


JUDUL PROGRAM
ESENSI LITERSI MEMBENTUK KEBIASAAN BERPIKIR OUT
OF THE BOX

BIDANG KEGIATAN
PKM PENELITIAN SOSIAL HUMANIORA

DISUSUN OLEH
Adhe Aulia Sari Nim 2202432005 / Angkatan: 2020
Tugas Rekayasa Ide Leseverstehen B1
Dosen Pengampu : Linda Aruan S.Pd., M.Pd.

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


SUMATERA UTARA
2020

i
ii

DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.........................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................3
1.4 Kegunaan.........................................................................................3
1.5 Luaran……………………………………………………………...3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
BAB 3 METODE PENELITIAN...................................................................7
BAB 4 BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN...............................................8
4.1 Anggaran Biaya...............................................................................8
4.2 Jadwal Kegiatan...............................................................................8
BAB 5 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................9

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Out of the box thinking, diterjemahkan secara harfiah adalah pemikiran yang
keluar dari kotak. Sebenarnya sangat tepat, karena kita hidup dalam kotak-kotak. Kotak
pekerjaan,kotak keluarga, kotak organisasi, kotak pertemanan dan yang lainnya.
Namun makna yang lebig mendalam tentang istilah out of the box thinking adalah
mampu membuat pemikiran tang tidak biasa atau pemikiran tajam, kritis dan yang
mengandung kreatifitas dan inovasi. Bagaimana car akita berpikir di luar kebiasaan-
kebiasaan yang ada, umtuk menjawab suatu tantangan.
Gambaran yang paling mudah misalnya adalah saat Wright Bersaudara berpikir
bagaimana manusia ‘bisa terbang’. Saat itu dalam pikiran mereka tercipta gagasan untuk
membuat suatu pesawat dengan meniru anatomi burung. Orang-orang umumnya pada
waktu itu berpendapat bahwa kedua orang ini gila karena bagaimana mungkin manusia
yang berat ini bisa terbang di udara? Memangnya kapas? Tetapi justru dari berpikir di
luar kebiasaan itulah akhirnya ditemukan pesawat terbang.
Ini berbeda dengan mereka yang berpikir di dalam kotak atau In of the Box. Mereka
yang berpikir seperti ini lebih suka menjadi pengikut, tidak suka yang aneh-aneh, sesuai
standar, dan biasa-biasa saja. Tidak pernah mencoba suatu menghasilkan suatu gagasan
yang baru, pokoknya semua sesuai dengan apa yang ada dan disepakati. Orang ini kalau
disuruh gambar pasti gambarnya dua gunung, di tengahnya ada jalanan dan disamping-
sampingnya ada sawah.
Suatu permasalahan itu tidak akan pernah dipecahkan jika kita menggunakan pola
piker yang sama ketika maslaha itu diciptakan. -Albert Einstein.

Namun pernahkan kalian megaitkan masalah politik Indonesia dengan literasi? Masalah
perindustrian entertainment Indonesia dengan literasi? Masalah isu SARA dengan
literasi? Semua masalah diatas menurut saya, alasannya Cuma satu. Literasi.

Literasi adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengungkapkan potensi dan


keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas
membaca dan menulis.
Literasi juga sebenernya terbagi lagi menjadi 6. Ada literasi baca tulis, sains, digital,
numerasi, finansial, serta budaya dan kewarganegaraan. Dari yang aku tangkap, literasi
itu ya apa yang kita baca, apa yang kita tulis, dan apa yang kita ungkapkan dalam hal
pembicaraan ataupun tulisan di kehidupan sehari-hari mulai dari bangun tidur hingga
tidur lagi. Jadi bukan hanya sekedar bisa baca, bisa nulis, bisa ngomong,
tapi Kemampuan untuk memilih Informasi, menyampaikan informasi, dan
bersosial dalam masyarakat.

Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut,


budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk keduadari 65 negara yang

1
2

diteliti di dunia. Indonesia menempati urutanke64 dari 65 negara tersebut. Sementara


Vietnam justru menempati urutan ke-20 besar.
Juara 2 tetapi dari bawah.

Setelah itu juga ada yang mengatakan, sebagai berikut:

1. PISA juga menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di urutan ke 57 dari 65


negara yang diteliti
2. Data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia
baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang
memiliki minat baca
3. Sebuah survei yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain
yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di
peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca. Survei dilakukan sejak 2003 hingga
2014.

Maka hubungan sebenarnya literasi sama berpikir out of the box dalam politik, industry
entertainment, isu SARA dan sebagainya?
Kata, dan sosial media.
Masalah terbesar yang kita alami saat ini adalah, ketika gadget lebih digandrungi
daripada buku. Oke kalau main HP baca artikel, baca berita bermanfaat, tapi faktanya sekarang,
gadget, terkhususnya sosial media, digunakan untuk hal yang tak bermanfaat. Ngejulid,
ngegosip, menjatuhkan satu sama lain, adu kekuatan, cari sensasi dan masih banyak lagi. Nah
karena tingkat literasi masyarakat kita yang rendah, hal ini sangat berdampak pada kurangnya
kemampuan untuk menyampaikan informasi dengan baik, lalu informasi tersebut diterima oleh
orang lain yang juga tidak mampu memilah informasi dengan baik, dan dishare ke orang banyak
juga dengan cara yang tidak baik.

Talk less do more  itu udah kuno di Indonesia. Talk more and do nothing  baru kita yang
sekarang..
Efek dari kurangnya literasi sangat terasa dan dampaknya sangat buruk. Semisal ditanya, kalian
sehari berapa jam baca buku? Atau habis berapa buku dalam seminggu? Sebulan? Setahun?
Mungkin itu adalah sebuah pertanyaan yang susah sekali untuk dijawab. Tetapi lain halnya
dengan kita ketika ditanya sudah berapa jam berselancar di sosial media. Pasti sangatlah mudah
menjawabnya 3 jam sehari,atau bahkan 5 jam sehari.
Orang-orang yang berbeda waktu membacanya pasti cara ngomongnya itu beda. Cara
menyampaikan informasinya beda. Dan hal yang mereka sampaikan itu sama sekali berbeda.
Kita beneran bisa “melihat” diri mereka dari kata-katanya. Pokoknya tu, “isi” orang-orang yang
suka membaca, sama yang enggak, bener-bener berbeda. Dengan banyak membaca kita bisa
lebih bijak dalam menentukan sikap serta ucapan. Terlebih lagi dalam hal menerima dan
memberi informasi.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, dan fokus masalah di atas, maka dapat dirumuskan
suatu masalah yakni “Pengaruh signifikan literasi dalam berpikir out of the box”.
2
3

1.3. Tujuan
Sesuai dengan masalah yang diangkat di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh signifikan literasi dalam membangun kebiasaan baru berpikir
diluar kotak.

1.4.Kegunaan
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1.4.1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti pengaruh signifikan literasi
dalam membangun kebiasaan baru berpikir diluar kotak dan dapat menjadi salah
satu dasar, acuan, dan masukan dalam mengembangkan penelitian- penelitian
selanjutnya.
1.4.2. Bagi Dosen
1.4.2.1. Sebagai masukan dalam meningkatkan dan memperluas pengetahuan
serta wawasan dalam memotivasi Mahasiswa agar lebih banyak
membaca.
1.4.3. Bagi Mahasiswa
Dapat meningkatkan dan membangkitkan keaktifan, kreatif serta semangat belajar
dengan berpikir di luar kebiasaan yang ada dan membentuk diri menjadi sosok
yang lebih terbuka dengan membaca berbagai hal.
1.4.4. Bagi Kampus
Hasil penelitian dapat memberikan masukan untuk meningkatkan motivasi
Mahasiswa dalam menemukan jati diri yang sebenarnya denga pemikiran luas dan
inovativ melalui penerapan literasi yang efektif.

1.5. Luaran
Hasil penelitian ini akan dijurnalkan ke dalam jurnal nasional tak terakreditasi dan
akan diseminarkan dalam seminar nasional tak terakreditasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS

2.1. Setiap melakukan penelitian, diperlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam
memecahkan atau menyoroti masalahnya. Pelbagai penelitian mengenai literasi telah banyak
diteliti sebelumnya. Jurnal dan penelitian yang membahas kemiripan teori maupun subjek
penelitian dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini.
Berikut merupakan penelitian terdahulu yang membahas literasi:

3
4

Pertama , Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut,


budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk keduadari 65 negara yang diteliti di
dunia. Indonesia menempati urutanke64 dari 65 negara tersebut. Sementara Vietnam justru
menempati urutan ke-20 besar.
Setelah itu juga ada yang mengatakan, sebagai berikut:

1. PISA juga menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di urutan ke 57 dari 65


negara yang diteliti
2. Data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia
baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang
memiliki minat baca
3. Sebuah survei yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain
yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di
peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca. Survei dilakukan sejak 2003 hingga
2014.

Kedua penelitian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan tingkat literasi


siswa di Indonesia berada kisaran 61%. Hasil tersebut diklaim cukup memuaskan dan menjadi
tanda akan bertambahnya angka minat membaca siswa di Indonesia. Angka 61% merupakan
hasil penelitian terhadap 6.500 siswa kelas 10 yang tersebar di 34 provinsi.
Kepala badan pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud, Dadang Sunendar
mengatakan penelitian ini melibatkan 68 peneliti dengan sampel 298 sekolah perwakilan
selruh provinsi. Menuerutnya, penelitian ini lebih komprehensif disbanding dengan penelitian
yang dilakukan Programme for International Student Assessment (PISA).
Dikarenakan PISA hanya mengambil sampel dari sekolah di 2 kabupaten, tidak mewakili
seluruh provinsi Indonesia. Kendati demikian, Dadang mengakui bahwa masih banyak hal
yang harus dibenahi dalam menumbuhkan minat baca siswa di Indonesia. “ Hasilnya, interval
200-800, rata-ratanya 489. Artinya kemampuan anak Indonesia sebesar 61%. Dalam satu
kabupaten diambil maksimal 10 sekolah untuk dijadikan sampel. Kata Dadang di Kantor
Kemendikbud, Jakarta, Kamis 25 April 2019.
Pembenahan yang dilakukan oleh Kemendikbud antara lain adalah upaya mengganti teks
menjadi teks yang lebih kompleks dan membutuhkan penalaran tinggi. Selain itu juga bahan
bacaan yang lebih eksploratif dan argumentatif. Karena kelemahan siswa terletak pada
ketidakbiasaan membaca data, peta, grafik, teks panjang dan sebagainya.
Menurut survei yang dilakukan Tanoto Foundation, dari 298 sekolah yang diteliti
Kemendikbud hany 9% yang inisiatif menyediakan bacaan nonbuku paket. Padahal penyedian
bacaan berkulitas di sekolah penting untu memdorong kemampuan dan minat baca siswa.

Literacy is the ability to identify, understand, interpret, create, communicate and


compute, using printed and written materials associated with varying contexts. Literacy involves

4
5

a continuum of learning in enabling individuals to achieve their goals, to develop their


knowledge and potential, and to participate fully in their community and wider society
(UNESCO, 2004; 2017).
Three key features of the UNESCO’ definition of literacy
Literacy is about the uses people make of it as a means of communication and expression,
through a variety of media;  Literacy is plural, being practiced in particular contexts for
particular purposes and using specific languages;  Literacy involves a continuum of learning
measured at different proficient levels.
Dikutip dari jurnal The Conversation dengan judul artikel Kurangnya perpustakaan dan bacaan
berkuliatas sebabkan Indonesia darurat literasi.
Tingkat literasi masyarakat Indonesia masih sangat buruk.
Hasil Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018, misalnya,
menunjukkan bahwa 70% siswa di Indonesia memiliki kemampuan baca rendah (di bawah Level
2 dalam skala PISA). Artinya, mereka bahkan tidak mampu sekadar menemukan gagasan utama
maupun informasi penting di dalam suatu teks pendek.
Hal ini diperparah dengan angka minat baca di Indonesia yang juga rendah. Pada tahun 2018,
sebuah survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa persentase penduduk di atas
usia 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah hanya 14,92%. Angka ini lebih rendah
dari persentase 15 tahun sebelumnya (23,70%). Padahal, selama hampir 15 tahun, pemerintah
telah menerbitkan berbagai kebijakan nasional untuk mengatasi krisis literasi ini.
Namun, alih-alih membaik, skor rata-rata membaca siswa di Indonesia pada PISA 2018 masih
sama persis dengan hasil tahun 2000 ketika Indonesia pertama kali mengikuti PISA.
Kegagalan ini terkait terbatasnya akses siswa di Indonesia terhadap bahan bacaan - yakni betapa
sedikitnya perpustakaan maupun buku bacaan berkualitas yang tersedia. Sumber: Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD).

Mengapa program nasional gagal atasi krisis literasi


Program pemerintah selama ini - mulai dari kebijakan wajib belajar sembilan tahun era Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono hingga kampanye Gerakan Literasi Nasional yang digagas
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sejak 2016 - terhambat oleh
terbatasnya akses ke perpustakaan dan buku bacaan yang berkualitas. Laporan terkini dari
Perpustakaan Nasional menyebutkan bahwa perpustakaan yang ada di Indonesia saat ini baru
mencapai 154.000 atau hanya memenuhi 20% dari kebutuhan nasional. Sumber:

Kekurangan perpustakaan ini terdiri di antaranya dari perpustakaan umum (baru 26% dari
kebutuhan 91.000) dan perpustakaan sekolah (baru 42% dari kebutuhan 287.000) Minimnya
akses terhadap perpustakaan juga terasa hingga level kecamatan. Dari total kebutuhan 7.094
perpustakaan kecamatan di seluruh Indonesia, baru terpenuhi sekitar 6% atau 600 perpustakaan
yang letaknya masih terpusat di Pulau Jawa. Hal ini menyebabkan akses masyarakat terhadap
perpustakaan dan buku di daerah luar Jawa masih rendah. Skor berdasarkan ‘Indeks Aktivitas
Literasi Membaca’ tahun 2019 keluaran Kemendikbud. terkait akses ke perpustakaan maupun
bacaan buku di daerah luar Jawa, seperti provinsi Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat,
Aceh, dan Papua masih berkisar kurang dari 20. Nilai ini kalah jauh dari Yogyakarta (47,11) dan
Jakarta (46,46). Masalah minimnya jumlah perpustakaan juga diperparah dengan sedikitnya

5
6

jumlah buku bacaan yang berkualitas. Belum ada data yang menunjukkan kondisinya secara
nasional, namun survei dari Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) - program
kemitraan pemerintah Australia dengan Indonesia - memberikan sedikit gambaran di daerah. Di
Kalimantan Utara, meskipun 80% anak mengaku suka membaca, namun bahan bacaan mereka
didominasi oleh buku pelajaran (67%). Hanya sedikit dari mereka yang membaca buku cerita
(13%) atau buku pengetahuan umum (2%).

Kebijakan inovatif: belajar dari Yogyakarta


Studi kualitatif Program RISE menemukan bahwa masyarakat Yogyakarta memiliki minat
membaca yang tinggi. Keberhasilan tersebut didorong oleh adanya kegiatan literasi rutin dari
lingkungan RW (Rukun Warga) dan kelurahan di provinsi Yogyakarta yang dihadiri secara
antusias oleh masyarakat dari segala usia. Minat baca yang tinggi ini didukung juga oleh
kolaborasi masyarakat dengan pemerintah daerah. Dinas Perpustakaan Daerah (Perpusda) Kota
Yogyakarta membuat program literasi yang menjangkau masyarakat secara aktif, contohnya
layanan perpustakaan motor roda tiga (PUSPITA) dan mobil perpustakaan keliling (MONIKA).

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksploratif dengan menyebar
angket melalui sosial media guna mnegetahui minat baca masyarakat di sekitar. Penggunaan
metode ini diperkirakan akan membantu peneliti dalam Menyusun proposal ini.
3.2. Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah teman-teman dari berbagai sosial
media yang dimiiki peneliti sejumlah 20 orang.
3.3. Analisis Data
1. Menganalisis masalah dari hasil peneitian dengan mengambil hipotesis awal
penyebab darurat literasi dewasa ini.
2. Mencari gagasan ide atau metode tang efektif dan efisien untuk menamkan pola
pikir baru yang berbeda dan inovatif dengan adanya pemahaman tentang literasi

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
1.1 Anggaran Biaya

No Jenis Pengeluaran Biaya

6
7

1 Peralatan Penunjang Rp. 1.000.000


2 Bahan habis pakai Rp. 1.000.000
3 Kutota internet Rp. 100.000
4 Lain-lain Rp. 2.000.000
jumla Rp. 4.100.000
h

1.2 Jadwal Kegiatan


Hari ke-1
Merumuskan masalah yang akan diteliti
Hari ke-2
Membuat angket dan menyebarkannya di sosial media
Hari ke-3
Persiapan penelitian
Hari ke-4
Pengumpulan data
Hari ke-5
Analisis data
Hari ke-6
Pembutan laporan

DAFTAR PUSTAKA
Sulianta, Feri 2020 Buku literasi digital, riset dan perkembngan dalam perspektif social studies;
Universitas pendidikan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai