Anda di halaman 1dari 24

MODUL 9

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI DAN


HUKUM BISNIS

The System and Structure of GCG

Tatap
Fakultas Program Studi Kode MK Disusun Oleh
Muka
Ekonomi dan Akuntansi 55005 Mochammad Rosul, Ph.D,
Bisnis Magister 09 M.Ec.Dev., SE
Abstract Kompetensi

Tata kelola perusahaan yang baik ( Good Corporate Mahsiswa diharapkan dapat memahami secara umum hal yang
Governance) dapat diartikan sebagai suatu proses dan struktur terkait dengan “The System and Structure of GCG” prinsip –
yang digunakan oleh organ perusahaan untuk meningkatkan prinsip Good Corporate Gonvernance terdiri dari : 1.
nilai perusahaan dan pemegang saham secara Transparasi (transparency) yang berarti keterbukaan dalam
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
berkesinambungan dengan tetap memperhatikan kepentingan mengemukakan informasi yang materil dan relevan mengenai
stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan suatu perusahaan. 2. Kemandirian (independency) yang berarti
serta norma-norma yang berlaku. suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh maupun tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat. 3.
Akuntabilitas (Accountability) yang berarti kejelasan fungsi,
pelaksanaan dan pertanggung jawaban organisasi, sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 4.
Pertanggungjawaban (responbility) yang berarti kesesuaian
dalam pengelolaan perusahaan, yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 5. Kewajaran (fairness)
yang berarti kesetaraan atau keadilan dalam memenuhi hak-
hak stakeholder lainnya, yang berlaku. Adapun pengertian dari
kinerja adalah prestasi yang dicapai dalam periode tertentu.
A.    Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry,
misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report –
mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara
kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada
para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini
dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain
yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara
mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah.
Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara
manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan
di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu
memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait
dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai
transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.

Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung
empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation.
Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut
lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk
mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan
pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan
nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para
stakeholder lainnya.

Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah,
governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG,
governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang
awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun
tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan,
meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari
istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.Pengertian GCG (good Corporate
Governance) relative berbeda beda antar para ahli / sumber acuan dengan titik berat perhatian

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
2 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
atau penekanan yang berbeda-beda. Ada berbagai macam pengertian GCG yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :

 Corporate Gonvernance merupakan seperangkat tata hubungan diantara manajemen


perseroan, direksi, komisaris, pemegang saham dan parang kepentingan lainnya.
(OECD dalam Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata,2007:17)
 Corporate Governance sebagai proses dan sruktur yang diterapkan dalam menjalankan
perusahaan , dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang, dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholders yang lain. (IICG dalam
G. Suprayitno, et all, 2004:18)
 Corporate Governance adalah suatu konsep yang menyangkut struktur perseroan,
pemabgian tugas, pembagian kewenangan dan pembagian beban tanggung jawab dari
masing –masing unsur yang membentuk struktur perseroan, dan mekanisme yang harus
ditempuh oleh masing-masing unsur dari perseroan tersebut, serta hubungan-hubungan
antara unsur-unsur dari strukur perseroan itu mulai dari RUPS, direksi, komisaris, juga
mengatur hubungan-hubungan antara unsur-unsur dari struktur perseroan dengan
unsur-unsur diluar perseroan yang pada hakikanya merupakan stakeholders dari
perseroan, yaitu Negara yang sangat berkepentingan akan perolehan pajak dari
perseroan yang bersangkutan, dan masyarakat luas yang meliputi para investor public
dari perseroan itu. (Sutan Remy Sjahdeini, 1999:1)
 GCG adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan
(transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responbility),
independensi (independency), dan kewajaran (fairness). (perauran Bank Indonesia no.
8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan GCG bagi Bank Umum).
 Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, penerapan praktik Good
Corporate Governance dipertegas dengan keluarnya Keputusan Menteri BUMN Nomor
kep-117/M-MBU/2002 pasal 1 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance
pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pengertian Corporate Governance
berdasarkan berdasarkan keputusan ini adalah :

“Sesuatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang lainnya berlandaskan peraturan perundang-undangan dan
nilai-nilai etika.”
Berdasarkan uraian mengenai corporate governance tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa Good Corporate Governance adalah suatu sistem pengelolaan perusahaan yang
dirancang untuk meningkatkan kinerja perusahaan, melindungi kepentingan stakeholders dan

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
3 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika yang
berlaku secara umum.
Good Corporate Governance (GCG) tidak lain pengelolaan bisnis yang melibatkan
kepentingan stakeholders serta penggunaan sumber daya berprinsip keadilan, efisiensi,
transparansi dan akuntabilitas. Hal tersebut, dalam keberadaannya penting dikarenakan dua
hal. Hal yang pertama, cepatnya perubahan lingkungan yang berdampak pada peta persaingan
global. Sedangkan sebab kedua karena semakin banyak dan kompleksitas stakeholders
termasuk struktur kepemilikan bisnis. Dua hal telah dikemukakan, menimbulkan: turbulensi,
stres, risiko terhadap bisnis yang menuntut antisipasi peluang dan ancaman dalam strategi
termasuk sistem pengendalian yang prima. Good Corporate Governance tercipta apabila terjadi
keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita.
Identifikasi keseimbangan dalam keberadaannya memerlukan sebuah sistem pengukuran yang
dapat menyerap setiap dimensi strategis dan operasional bisnis serta berbasis informasi.
Sistem pengukuran tersebut, tidak lain konsep BSC. BSC mampu mengukur kinerja
komprehensif dan mengakomodasikan kepentingan internal bersama kepentingan eksternal
bisnis.
Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia khususnya bagi perusahaan
publik belum begitu berjalan dengan mulus. Kenyataannya Good Corporate Governance belum
diterapkan sepenuhnya hingga saat ini. Memang harus diakui bahwa belum semua perusahaan
BUMN atau perusahaan swasta, khususnya perusahaan publik melaksanakan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance secara sempurna. Hal ini dikarenakan Pedoman Good Corporate
Governance ini hanya dalam bentuk rekomendasi dan belum sepenuhnya ketentuan Good
Corporate Governance diadopsi ke dalam peraturan-peraturan perundangan yang memiliki
kekuatan hukum mengikat. Sehingga banyak perusahaan merasa enggan untuk menerapkan
Good Corporate Governance secara utuh.
Diakui ataupun tidak, penerapan Good Corporate Governance di Indonesia merupakan
hal yang sangat vital, karena dapat membantu perusahaan keluar dari krisis ekonomi dan
bermanfaat bagi perusahaan-perusahaan Indonesia yang harus menghadapi arus globalisasi,
mengikuti perkembangan ekonomi global dan pasar dunia yang kompetitif.
Wilayah Permasalahan Penerapan Good Corporate Governance yang Berkaitan dengan
Pemegang Saham :
a) Masalah Corporate Governance
Dipisahkannya pemilikan dari pengelolahan perusahaan menimbulkan masalah
corporate governance. Apabila manager yang digaji dipisahkan dari pemegang saham yang
terpencar, timbullah kemungkinan bahwa perusahaan dikelola tidak sesuai dengan kepentingan
para pemegang saham.

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
4 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
b) Struktur Kepemilikan yang Beraneka Ragam
Pemilikan bias terkonsentrasi ataupun tersebar antara banyak pemilik. Tingkat
konsentrasi dan komposisi kepemilikan menentukan distribusi kekuasaan perusahaan antara
manajer dan pemegang saham, yang pada dirinya akan mempengaruhi sifat pengambilan
keputusan yang berpengaruh pada perkembangan perusahaan.
c) Pengawasan dari Pemegang Saham
Jika manajemen terpisah dari pemilik, akan timbul permasalahan tentang bagaimana
pemegang saham dapat secara efektif memonitor pengurusan perusahaan, sehingga
pengelolaan dilaksanajan sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Untuk itu dilahirkan
lembaga Komisaris, partisipasi pemegang saham melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham), peran menentukan kompensasi Direksi yang dikaitan dengan kinerja, perlindungan
hukum, transparansi, dan kewajiban disclosure, termasuk dalam hal ini adalah mengenai hak
pemegang saham minoritas
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:

1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan
komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian
perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang
salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian,
berikut pengukuran kinerjanya.

B. Arti penting Good Corporate Governance (GCG)


GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan
konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga
pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha
sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip
dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang
menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement).
Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar
pelaksanaan usaha.

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
5 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena
dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial
(social control) secara obyektif dan bertanggung jawab.
Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) adalah suatu subjek yang
memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah
menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab/ mandat, khususnya implementasi
pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan
pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem
tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan
penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan
subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang
menunjuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham,
misalnya karyawan atau lingkungan.
Sampai saat ini para ahli tetap menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan GCG yang
dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan. Tidak terbentuknya definisi yang akomodatif
bagi semua pihak yang berkepentingan dengan GCG disebabkan karena cakupan GCG yang
lintas sektoral. Definisi CGC menurut Bank Dunia adalah aturan, standar dan organisasi di
bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer serta
perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor
(pemegang saham dan kreditur). Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem
pengendaliaan dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari
sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.
Inti dari kebijakan tata kelola perusahaan adalah agar pihak-pihak yang berperan dalam
menjalankan perusahaan memahami dan menjalankan fungsi dan peran sesuai wewenang dan
tanggung jawab. Pihak yang berperan meliputi pemegang saham, dewan komisaris, komite,
direksi, pimpinan unit dan karyawan.
Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah saatnya
diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena melalui
konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, direksi dan
komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan
tanggung jawab yang harmonis, baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan
meningkatkan nilai perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.

Prinsip-prinsip Good Corporate Governance

Prinsip-prinsip mengenai corporate governance memiliki banyak versi, namun pada


dasarnya mempunyai banyak kesamaan. Untuk penelitian ini prinsip-prinsip Good Corporate

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
6 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
Governance yang digunakan adalah prinsip-prinsip yang dikenal sebagai “TARIF”
(transparency, accountability, responsibility, independency, fairness).

Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia (2004) yang dikeluarkan


Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) mempaparkan mengenai arti dari
kelima prinsip tersebut, yakni:
“Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan
usahanya harus menganut prinsip keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari
semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate value,
sasaran usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability),
berpegang pada prudential banking practices dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang
berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank (responsibility), objektif dan bebas dari tekanan
pihak manapun dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran
(fainess)”.
Pedoman tersebut merinci konsepsi dari kelima prinsip GCG, yakni:
Dalam Undang-undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip Good Corporate Governance
harus mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut :

1. Transparency (Keterbukaan Informasi)


Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-undang seperti misalnya mengumukan
pendirian PT dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia ataupun Surat Kabar. Serta
keterbukaan yang dilakukan oleh perusahaan menyangkut masalah keterbukaan informasi
ataupun dalam hal penerapan management keterbukaan, informasi kepemilikan Perseroan
yang akurat, jelas dan tepat waktu baik kepada share holders maupun stakeholder.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi
yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi
keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja
perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses
informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya,
stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan
perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara
akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan
terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
7 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai
pihak dalam manajemen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1.1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai
dengan haknya.
1.2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya,
sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan
pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi
kondisi perusahaan.
1.3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
1.4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan
kepada pemangku kepentingan.

2. Akuntabilitas (Accountability) 
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, system dan
pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka
akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara
pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
Banyak perusahaan di Asia dikontrol oleh kelompok kecil pemegang saham atau oleh
pemilik keluarga (family-owned). Hal ini menimbulkan masalah dalam mempertahankan
objektivitas dan pengungkapan yang memadai (adequate disclosure).
Sepertinya pengelolaan perusahaan didasarkan pada pembagian kekuasaan di antara
manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan
pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksinya. Dewan direksi diharapkan untuk
menetapkan kesalahan (oversight) dan pengawasan. Di banyak perusahaan, manajemen
perusahaan duduk dalam dewan pengurus, sehingga terdapat kurangnya accountability dan
berpotensi untuk timbulnya konflik kepentingan. Komplikasi tambahan adalah berulangnya
kesenjangan (lack) dalam laporan komisi pemeriksaan keuangan (audit committee reporting)
kepada dewan dan lemah atau tidak efektifnya system control internal. Dalam kasus demikian,

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
8 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
hasil akhirnya (net result) adalah seperti integritas manajemen yang rendah, etika bisnis yang
buruk dan aturan kekuatan daripada aturan hukum.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
2.1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing
organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai
perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
2.2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam
pelaksanaan GCG.
2.3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif
dalam pengelolaan perusahaan.
2.4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang
konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi
(reward and punishment system).
2.5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan
semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct)
yang telah disepakati.

3. Tanggung Jawab (Responsibility)


Adanya keterbukaan informasi dalam bidang financial dalam hal ini ada dua
pengendalian yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan operasional
perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan oleh
Direksi, termasuk pengawasan keuangan. Sehingga sudah sepatutnya dalam suatu perseroan,
Komisaris Independent mutlak diperlukan kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya
mekanisme, peran dan tanggung jawab jajaran manajemen yang professional atas semua
keputusan dan kebijakan yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional perseroan.
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan
industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian,
dan persaingan yang sehat.
Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat “HALAL”. Ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi
konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak
merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
9 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan,
kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha,
pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi
manfaat maksimal bagi pemegang saham.
Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga
merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin
mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari
sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan
usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
3.1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (by-laws).
3.2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

4. Independensi (Independency) 
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh atau
tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. (Siregar, 2004)
Memastikan tidak adanya campur tangan pihak diluar lingkungan perusahaan terhadap
berbagai keputusan yang diambil perusahaan.
Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada
benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
4.1. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak
manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict
of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif.
4.2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau
melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
10 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
5. Kewajaran (Fainess) 
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil
dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta
peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan
penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya pemegang saham
minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading
(transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai
perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti
pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi,
atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan
prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair
(jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap
praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi
jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam
perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa
diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas,
tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena
akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa
ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara
(litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam
mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu
kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus
dibayarkannya.
Prinsip GCG yang paling relevan dengan pengembangan sistem dan mekanisme
internal perusahaan adalah accountability. Berdasarkan prinsip ini, pertama-tama masing-
masing komponen perusahaan, seperti komisaris, direksi, internal auditor dituntut untuk
mengerti hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawabnya. Hal tersebut penting sehingga
masing-masing komponen mampu melaksanakan tugas secara professional.
Dengan demikian masing-masing pihak baik Direksi maupun Komisaris perlu
mengamankan investasi dan aset perusahaan. Dalam hal ini Direksi harus memiliki sistem dan
pengawasan internal, yang meliputi bidang keuangan, operasional, risk management dan

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
11 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
kepatuhan (compliance). Sedangkan Komisaris menjaga agar tidak terjadi mismanagement dan
penyalahgunaan wewenang oleh Direksi dan para pejabat eksekutif perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
5.1. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta
membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup
kedudukan masing-masing.
5.2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
5.3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.

C. Manfaat dan Faktor Penerapan GCG

Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin


menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali hubungan
antara praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini. Karakter
investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui
‘pool of investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
12 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka
penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun
perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan
praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan.
Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
a) Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham
sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini
dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan
wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk
mencegah terjadinya hal tersebut.
b) Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan
perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya
yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko
perusahaan.
c) Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan
tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
d) Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam
lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan
kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan
bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi
perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Good Corporate Governance akan memberikan empat manfaat besar (Wilson Arafat,
2008:10), yaitu:
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan
yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih
meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Meningkatkan corporate value.
3. Meningkatkan kepercayaan investor.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan
meningkatkan shareholder’s value dan dividen.
Penerapan tata kelola yang baik (GCG) pada BUMN harus berpedoman pada Permen
BUMN No Per-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 dengan tetap memperhatikan ketentuan
dan norma yang berlaku, serta anggaran dasar BUMN:

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
1. Manual Direksi dan Dewan Komisaris : Membangun pemahaman, kepedulian dan
komitmen untuk melaksanakan GCG oleh semua anggota Direksi dan Dewan Komisaris,
serta Pemegang Saham Pengendali, dan semua karyawan.
2. Manual Manajemen Risiko : Melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang
berkaitan dengan pelaksanaan GCG dan tindakan korektif yang diperlukan.
3. Sistem Pengendalian Intern : Menyusun program dan pedoman pelaksanaan GCG
perusahaan setelah ketimpangan dan tindakan korektif yang diperlukan teridentifikasi.
4. Sistem Pengawasan Intern : Melakukan internalisasi pelaksanaan GCG sehingga
terbentuk rasa memiliki dari semua pihak di dalam perusahaan, serta pemahaman atas
pelaksanaan pedoman GCG dalam kegiatan sehari-hari.
5. Mekanisme Pelaporan atas Dugaan Penyimpangan : Melakukan penilaian independen
untuk memastikan penerapan GCG secara berkesinambungan.
6. Tata Kelola Teknologi Informasi.
7. Pedoman Perilaku Etika.

PEDOMAN PRAKTIS PENERAPAN GCG


Prinsip Dasar
Pelaksanaan GCG perlu dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu
diperlukan pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan oleh perusahaan dalam melaksanakan
penerapan GCG.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Dalam rangka penerapan GCG, masing-masing perusahaan harus menyusun pedoman GCG
perusahaan dengan mengacu pada Pedoman GCG ini dan Pedoman Sektoral (bila ada). Pedoman
GCG perusahaan tersebut mencakup sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:
1.1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan;
1.2. Kedudukan dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, komite penunjang Dewan
Komisaris, dan pengawasan internal;
1.3. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya fungsi setiap organ perusahaan secara
efektif;
1.4. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya akuntabilitas, pengendalian internal yang
efektif dan pelaporan keuangan yang benar;
1.5. Pedoman perilaku yang didasarkan pada nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis;
1.6. Sarana pengungkapan informasi untuk pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya;

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
14 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
1.7. Kebijakan penyempurnaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka memenuhi
prinsip GCG.
2. Agar pelaksanaan GCG dapat berjalan efektif, diperlukan proses keikutsertaan semua pihak
dalam perusahaan. Untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut:
2.1. Membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen untuk melaksanakan GCG oleh
semua anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta Pemegang Saham Pengendali,
dan semua karyawan;
2.2. Melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan
GCG dan tindakan korektif yang diperlukan;
2.3. Menyusun program dan pedoman pelaksanaan GCG perusahaan;
2.4. Melakukan internalisasi pelaksanaan GCG sehingga terbentuk rasa memiliki dari
semua pihak dalam perusahaan, serta pemahaman atas pelaksanaan pedoman GCG
dalam kegiatan sehari-hari;
2.5. Melakukan penilaian sendiri atau dengan menggunakan jasa pihak eksternal yang
independen untuk memastikan penerapan GCG secara berkesinambungan. Hasil
penilaian tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan dan dilaporkan dalam RUPS
tahunan.

D. Tujuan Penerapan Good Corporate Governance

Penerapan sistem GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:

1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang


memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai
dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi
tantangan organisasi kedepan.
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders.

Dalam menerapkan nilai-nilai Tata Kelola Perusahaan, Perseroan menggunakan


pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang baik. Berdasarkan keyakinan  yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk
menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa Tata Kelola

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
15 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
Perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi, Perseroan
menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan. Selain acuan yang
disusun sendiri,  Perseroan juga mengadopsi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E. Peranan Etika Bisnis dalam Penerapan GCG

1. Code of Corporate and Business Conduct

Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business
Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-
praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan.
Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi
“mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori
pelanggaran hukum.

2. Nilai Etika Perusahaan

Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan
perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai
pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan
kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang
tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan
& pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action).
Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia, benturan kepentingan (conflict of interest)
dan sanksi.

 Informasi rahasia

Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia
mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
16 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut
berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk
melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu
melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga
harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang
diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang
baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi
(keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga
keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan
yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada
umumnya.

 Benturan Kepentingan (Conflict of interest)

Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas
dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan
kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung
maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana
keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi
kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang
dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan
perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus
segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya
(atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan
kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :

a) Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan
mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing
(competitor).
b) Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
c) Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih
ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh
personal tersebut.

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
17 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
d) Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh
atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal
yang masih ada hubungan keluarga .
e) Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan
demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual
barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia
tersebut.
f) Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan
pribadi.
g) Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga
yang berhubungan dengan perusahaan.
h) Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah
go public, yang merugikan pihak lain.
3. Sanksi

Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik
tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku di
perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan
Kerja). Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori
pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan
aset milik perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau
merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik
perusahaan. Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu
dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya
Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan
dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik. Akhirnya
diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate &
Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.

F. Faktor-Faktor Dalam Penerapan Good Corporate Governance

1. Faktor Eksternal

Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar
perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
18 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
a) Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya
supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b) Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang
diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government
menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
c) Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat
menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata
lain, semacam benchmark (acuan).

Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat.
Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan
masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG
terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan
publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan
perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat
mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.

2. Faktor Internal

Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang
berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:

a) Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung


penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di
perusahaan.
b) Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada
penerapan nilai-nilai GCG.
c) Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-
kaidah standar GCG.
d) Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e) Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak
dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat
memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika
perusahaan dari waktu ke waktu.

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
19 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
G. Contoh-contoh Penerapan dan Struktur Good Corporate
Governance

 Penerapan GCG di Perbankan Syariah


Corporate governance yang dalam bahasa indonesia memiliki arti ” tata kelola
perusahaan” ini memiliki makna sebagai sebuah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan,
aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu
perusahaan atau korporasi. Tata kelola ini menyangkut hubungan antara para pemangku
kepentingan (stakeholder), manajemen, dewan direksi dan pihak terkait lainnya. Pada tanggal
30 April 2010 ini Bank Indonesia melalui Surat Edarannya memberikan penegasan terhadap
PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah. Melalui PBI ini diatur kegiatan-kegiatan yang menyangkut
dengan check and balance yang harus dilakukan bank dan juga menghindari conflict of interest
dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan kulaitas pelaksanaan GCG Bank diwajibkan
untuk melakukan self assessment secara komprehensif agar kekurangan bisa segera di
deteksi. Dan pada akhirnya Bank akan menyerahkan Laporan penerapan GCG ini kepada
stakeholder sebagai sebuah bentuk transparansi yang dilakukan oleh manajemen. Pelaksanaan
Good Corporate Government pada industri perbankan Syariah harus berlandaskan kepada lima
prinsip dasar. Pertama, transparansi (transparancy), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan
informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan.
Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan
pertanggungjawaban organisasi bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. Ketiga,
pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat,
profesional (proffesional) yaitu memiliki kompetensi, mampu bertindak obyektif, dan bebas dari
pengaruh/tekanan dari pihak manapun (independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk
mengembangkan bank syariah. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan
dalam memenuhi hak-hak stakeholders berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam dunia bisnis dan beberapa paradigma pemikiran pelaku bisnis, ada beberapa
kesimpulan mengenai prinsip-prinsip mendasar yang harus dipegang teguh pada penerapan
GCG, yaitu ; Keadilan (fairness), Transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability),
Tanggung jawab (responsbility), moralitas (morality), komitmen (commitment) dan kemandirian.
Prinsip-prinsip inilah yang pada akhirnya diintisarikan menjadi sebuah himbauan yang tersirat
dalam PBI No. 11 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Dalam ajaran Islam, point-point
tersebut diatas menjadi prinsip penting dalam aktivitas dan kehidupan seorang muslim. Islam

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
20 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
sangat intens mengajarkan untuk diterapkannya prinsip ’adalah (keadilan), tawazun
(keseimbangan), mas’uliyah (akuntabilitas), akhlaq (moral), shiddiq (kejujuran), amanah
(pemenuhan kepercayaan), fathanah (kecerdasan), tabligh (transparansi, keterbukaan),
hurriyah (independensi dan kebebasan yang bertanggungjawab), ihsan (profesional), wasathan
(kewajaran), ghirah (militansi syari’ah), idarah (pengelolaan), khilafah (kepemimpinan), aqidah
(keimanan), ijabiyah (berfikir positif), raqabah (pengawasan), qira’ah dan ishlah (organisasi
yang terus belajar dan selalu melakukan perbaikan). Berdasarkan uraian di atas dapat
dipastikan bahwa Islam jauh mendahului kelahiran GCG (Good Coorporate Governance) yang
menjadi acuan bagi tata kelola perusahaan yang baik di dunia. Prinsip-prinsip itu diharapkan
dapat menjaga pengelolaan institusi ekonomi dan keuangan syari’ah secara profesional dan
menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan sosial berjalan sesuai dengan aturan permainan dan
best practice yang berlaku. Selain mengatur tata kelola secara mendasar, PBI ini juga mengatur
tentang keterkaitan dan tugas serta tanggung jawab yang harus diemban oleh para punggawa
syariah compliance, yaitu Dewan Pengawas Syariah. Tugas dan tanggung jawab DPS
dilakukan dengan cara, antara lain ; (a) melakukan pengawasan terhadap proses
pengembangan produk baru Bank terkait dengan pemenuhan prinsip syariah dan (b)
melakukan pengawasan terhadap kegiatan Bank terkait dengan pemenuhan prinsip syariah.
Dua hal ini menjadi sebuah point penting dalam penerapan GCG pada Perbankan Syariah, dari
sisi manajemen dan tata kelola perusahaan lainnya, semua telah mengacu kepada rule of the
games yang telah ada, dan telah diatur dengan kebijakan intern dan juga PBI, sedangkan untuk
DPS, hal ini masih baru dan belum terlalu maksimal pengaturannya. Dewan Pengawas akan
sangat berperan dalam menjaga syariah compliance yang berkaitan erat dengan pengelolaan
perusahaan dari sisi kebenaran syariah, dan hal ini akan menjadi sangat penting ketika
perusahaan akan mengeluarkan produk-produk perbankannya. Sehingga bisa kita simpulkan,
selain tata kelola yang baik dari sisi manajemen perusahaan, tata kelola pengawasan dan
pengembangan yang dilakukan oleh DPS menjadi tolak ukur mendasar dalam kesuksesan
penerapan GCG pada Bank Syariah.

 Penerapan GCG dalam BUMN


Penerapan tata kelola perusahaan yang baik Good Corporate Governance (GCG)
merupakan keharusan dan landasan penting bagi keberhasilan mewujudkan visi dan misi serta
kelangsungan usaha perusahaan. Penerapan GCG saat ini tidak hanya sebagai pemenuhan
kewajiban saja, namun telah menjadi kebutuhan dalam menjalankan kegiatan bisnis
perusahaan dalam rangka menjaga pertumbuhan usaha secara berkelanjutan, meningkatkan
nilai perusahaan dan sebagai upaya agar perusahaan dalam persaingan. Sebagai salah satu
BUMN, Perum BULOG senantiasa memenuhi kaidah-kaidah serta aturan GCG yang ditetapkan

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
21 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
oleh Pemerintah Cq Kementerian BUMN sebagaimana diamanatkan didalam Surat Keputusan
Menteri Negara BUMN Nomor : Kep-117/MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 sebagaimana telah
diubah menjadi Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus
2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance)
pada Badan Usaha Milik Negara. Ketentuan peraturan tersebut dimaksudkan untuk
memberikan pedoman yang lebih rinci bagi perusahaan dalam menerapkan GCG berdasarkan
prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian serta kewajaran.
Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) di Perum BULOG terus mengalami
peningkatan dan penyempurnaan sejalan dengan perkembangan dan tuntutan bisnis serta
keinginan Perum BULOG untuk memenuhi misi perusahaan yaitu terwujudnya SDM
professional, jujur, amanah dan menerapkan prinsip-prinsip GCG di bidang pangan. Penerapan
prinsip-prinsip GCG telah diwujudkan oleh Perusahaan diantaranya dengan dibentuknya fungsi
pembinaan GCG dibawah Sekretaris Perusahaan yang secara khusus menangani dan
memantau kegiatan penerapan GCG di Perum BULOG. Perusahaan telah menerbitkan
dokumen-dokumen pendukung dalam penerapan GCG seperti Pedoman GCG dan Pedoman
Perilaku (Code of Conduct). Dewan Pengawas juga telah memiliki organ pendukung yaitu
Komite-komite Dewan Pengawas yang berperan dalam membantu meningkatkan efektivitas
pelaksaaan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris. Selain itu, dalam rangka
meningkatkan kesadaran serta wawasan segenap pegawai dan jajaran Perum BULOG tentang
GCG, perusahaan melakukan kegiatan sosialisasi pelaksanaan GCG di lingkungan internal
perusahaan. Kegiatan sosialisasi telah dilaksanakan secara berkesinambungan sejak tahun
2004 baik dalam bentuk sosialisasi GCG untuk pejabat Perum BULOG dengan melibatkan
pihak luar sebagai pembicara/narasumber; melakukan kunjungan ke Divre-Divre untuk
mensosialisasikan pelaksanaan GCG; penyampaian materi GCG dan Pedoman Perilaku pada
diklat-diklat internal Perum BULOG serta sosialisasi oleh manajemen rutin yang dilaksanakan
pada berbagai kesempatan rapat-rapat internal.
 Penerapan GCG dalam Pemerintahan / Institusi Pemerintah
Pengadaan barang dan jasa di instansi Pemerintah memiliki peluang yang besar untuk
terjadinya penyelewengan. Penyelewengan dapat berupa menaikkan nilai proyek dari nilai yang
sebenarnya, tidak melakukan prosedur pelelangan yang ditetapkan oleh peraturan, dan
pengadaan barang/jasa fiktif. Banyak kasus pengadaan barang/jasa yang ada sekarang ini,
akhirnya menyeret para pemegang kekuasaan pemerintahan termasuk di dalamnya para
Menteri menjadi terdakwa dan juga menjadi pesakitan masuk ke dalam penjara. Dan berita
yang paling up to date adalah kasus SISMINBAKUM di Kementerian Hukum dan HAM, dimana
mantan Menteri Hukum dan HAM, Yuzril Ihza Mahendra telah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung
sebagai tersangka. Berdasarkan uraian diatas maka focus penulisan adalah bagaimana

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
22 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
penerapan Good Corporate Governance (GCG) Dalam Pengadaan Barang/Jasa di Instansi
Pemerintah. Dengan adanya GCG ini dapat mengurangi penyelewengan pengadaan barang
dan jasa di BUMN, BUMD, PEMDA dan juga Kementerian dan Lembaga.

Contoh Struktur dari Good Corporate Governance (GCG)

Daftar Pustaka

Sita Supomo, Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Prinsip GCG, 2008

https://diaryintan.wordpress.com/2010/11/15/good-corporate-governance-gcg-2/

http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/5243/Abstrak.pdf?
sequence=3

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
23 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id
OECD dalam Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata,2007:17

http://globallavebookx.blogspot.co.id/2014/07/pengertian-good-corporate-governance.html

Miko Kamal, Undang Undang PT dan Harapan Implementasi GCG, www.alf.com, 2008

https://erizanugrahvianti.wordpress.com/2013/05/27/good-corporate-governance/

Ernawan, Erni. 2011. Business Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung


Dewi Kurniaty. 2008. Penerapan Etika Bisnis melalui Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance. Jurnal Universitas Paramadina. Volume 05, No. 03. Hal. 221 – 231
Jurnal Keuangan & Perbankan (JKP), Vol. 2 No.1, Desember 2005, Hlm.49 – 58, ISSN : 1829-
9865.
http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-news/303-bentuk-
kerangka-kerja-bisnis-berazaskan-good-corporate-governance
http://saepudinonline.wordpress.com/2010/11/27/prinsip-good-corporate-governance-gcg-dan-10-
prinsip-good-governance/

http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2010/05/18/penerapan-gcg-pada-perbankan-syariah-
143868.html

http://www.bulog.co.id/gcg_v2.php?detail=gcg

http://treasury-state.blogspot.com/2010/06/penerapan-prinsip-good-corporate.html

http://www.ecgi.org/codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan

http://2frameit.blogspot.com/2011/12/tentang-good-corporate-governance.html

http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2259789-tujuan-dan-manfaat-penerapan-prinsip/

http://almirans.wordpress.com/2012/11/06/pengertian-good-corporate-governance-dan-contoh-kasus-
penyimpangannya/

2016 Kewirausahaan, Etika dan Hukum Bisnis Pusat Bahan Ajar dan eLearning
24 Mochammad Rosul, Ph.D, M.Ec.Dev., SE http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai