Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH

ASAS TERMODINAMIKA DI PABRIK GULA

Disusun Oleh:
Arinda Faridhotus Safirra
(17.01.004)

Dosen Pembimbing:
Ratna Sri Harjanti S.T, M.Eng

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK LPP YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Asas Termodinamika di Pabrik Gula.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen pengajar mata
kuliah termodinamika Politeknik LPP Yogyakarta tahun 2018.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat utamanya untuk
menambah wawasan serta pengetahuan mengenai asas-asas termodinamika yang
diaplikasikan di dalam industri gula untuk berbagai pihak pada umumnya dan
bagi penulis pada khususnya.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi menyumbangkan tenaga, pikiran, serta waktu dalam proses
pembuatan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
banyak kekurangan dan tidak sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengalaman
yang penulis miliki. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan terhadap makalah di masa yang akan datang.
Namun semoga segala kekurangan yang ada tidak mengurangi kegunaan makalah
ini untuk dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 19 April 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................1
B. TUJUAN................................................................................................................1
C. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................1
BAB II KAJIAN PUSTAKA.............................................................................................2
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................6
A. STASIUN PEMBANGKIT TENAGA UAP..........................................................6
B. STASIUN PEMERAHAN NIRA...........................................................................7
C. STASIUN PEMURNIAN NIRA............................................................................8
D. STASIUN PENGUAPAN......................................................................................8
E. STASIUN KRISTALISASI.................................................................................10
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................12
A. KESIMPULAN....................................................................................................12
B. SARAN................................................................................................................12

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Penggunaan Uap Ketel...................................................................7

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seperti telah diketahui bahwa energi di alam dapat terwujud dalam
berbagai bentuk, selain energi panas dan kerja, yaitu energi kimia, energi
listrik, energi nuklir, energi gelombang elektromagnit, energi akibat gaya
magnit, dan lain-lain . Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain,
baik secara alami maupun hasil rekayasa tehnologi. Selain itu energi di alam
semesta bersifat kekal, tidak dapat dibangkitkan atau dihilangkan, yang
terjadi adalah perubahan energi dari satu bentuk menjadi bentuk lain tanpa
ada pengurangan atau penambahan. Prinsip ini disebut sebagai prinsip
konservasi atau kekekalan energy yang merupakan salah satu asas dalam
termodinamika.
Pabrik gula adalah salah satu industri yang mengolah tanaman tebu
menjadi gula yang dapat konsumsi. Dalam proses pengolahan tebu menjadi
gula terdapat beberapa proses mulai dari stasiun gilingan, stasiun pemurnian,
stasiun penguapan, stasiun kristalisasi, stasiun puteran dan penyelesaian. Dari
proses – proses tersebut terdapat cukup banyak aplikasi kerja dari sistem
termodinamika. Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk membahas tentang
aplikasi asas termodinamika dalam proses di pabrik gula.

B. TUJUAN
a. Untuk memahami asas-asas termodinamika
b. Untuk mengetahui aplikasi asas termodinamika di pabrik gula

C. RUMUSAN MASALAH
a. Di bagian mana sajakah asas termodinamika digunakan dalam proses di
pabrik gula?
b. Bagaimana penerapan asas termodinamika dalam proses di pabrik gula
dan apa hukum termodinamika yang berlaku?

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Termokimia adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari perubahan energi


secara kimia atau fisis. Menurut hukum termokimia, perubahan energi yang
menyertai perubahan wujud dinyatakan dalam rumus:

∆E = Q – W dengan Q = kalor yang diserap oleh sistem


W = kalor yang dilkaukan oleh sistem

Kebanyakan reaksi kimia berlangsung pada tekanan tetap. Kerja dirumuskan


dengan persamaan :

W = P . ∆V dengan W = tekanan gas


∆V= Perubahan volume untuk sistem gas
Oleh karena pada tekanan tetap :

∆E = Q - ∆V
Bila ∆V = 0, maka ∆E = 0. Kuantitas kalor yang diserap pada tekanan tetap
disebut entalpi (∆H).

 Untuk reaksi kimia, ∆H adalah kalor reaksi ∆H suatu reaksi kimia dapat
ditetapkan dengan mengukur perubahan suhu yang mengiringi reaksi sejumlah
reagen tertentu, lalu koreksi dengan kalor yang diserap oleh kalorimeter (tetapan
kalorimeter). Untuk reaksi eksotermik, kalor diberikan oleh sistem reaksi ke
sekeliling, tanda Q reaksi adalah negatif. Untuk reaksi Q reaksi endodermik, Q
reaksi positif. Sama halnya, untuk reaksi eksotermik, ∆H reaksi negatif dan untuk
reaksi endotermik ∆H reaksinya positif.
Panas dan kerja, keduanya adalah bentuk perpindahan energi ke dalam
atau keluar sistem; maka dapat dibayangkan sebagai energi dalam keadaan
singgah. Jika perubahan energi disebabkan kontak mekanik sistem dengan
lingkungannya, maka kerja dilakukan : jika perubahan itu disebabkan oleh kontak
kalor (menyebabkan perubahan suhu), maka kalor dipindahkan. Dalam banyak
proses, kalor dan keduanya menembus batas system, dan perubahan energi dalam

2
sistem adalah jumlah dari kedua kontribusi itu. Pernyataan ini disebut hukum
pertama termodinamika, yang mempunyai rumus matematika :
E=Q+W

Suatu sistem dapat dibayangkan mengandung kerja atau kalor, sebab kerja
dan kalor keduanya mengacu bukan pada keadaan sistem, tetapi pada proses yang
mengubah suatu keadaan kedalam lainnya. Perubahan keadaan yang sama dari
sistem dapat dilakukan dengan memindahkan kalor ke sistem tanpa melakukan
kerja sehingga : E = q + w. karena q dan w tergantung pada proses tertentu atau
(lintasan) yang menghubungkan keadaan, maka mereka bukanlah fungsi keadaan.

Perubahan energi dalam reaksi kimia selalu dapat dibuat sebagai kalor.
Jadi, lebih tepat apabila istilah disebut kalor reaksi. Alat yang dipakai untuk
mengukur kalor reaksi disebut kalorimeter. Ada beberapa macam bentuk alat ini,
yaitu kalorimeter volume-konstan dan kalorimeter tekanan-konstan. Kalorimeter
volume-konstan biasanya digunakan untuk mengukur kalor pembakaran dengan
menempatkan senyawa yang massanya diketahui ke dalam wadah baja yang diisi
dengan oksigen pada tekanan 30 atm. Sementara itu peralatan yang lebih
sederhana dibandingkan kalorimeter volume-konstan adalah kalorimeter tekanan-
konstan yang digunakan untuk menentukan perubahan kalor untuk reaksi selain
pembakaran. Kalorimeter tekanan-konstan yang terbuat dari dua cangkir kopi
sterofoam. Cangkir luar membantu menyekat campuran reaksi dari lingkungan.
Dua macam larutan yang diketahui volumenya yang mengandung reaktan pada
suhu yang sama dicampurkan secara hati-hati dalam kalorimeter.
Kalor yang dihasilkan atau diserap oleh reaksi dapat ditentukan dengan
mengukur perubahan suhu. Peralatan ini mengukur pengaruh kalor pada berbagai
reaksi seperti penetralan asam-basa, kalor pelarutan dan kalor pengenceran.
Karena tekanannya konstan, perubahan kalor untuk proses (reaksi) sama dengan
perubahan entalpi (DH) seperti dalam kalorimeter volume-konstan, kita
memperlakukan kalorimeter sebagai sistem terisolasi. Lebih jauh lagi, dalam
perhitungan kita mengabaikan kapasitas kalor yang kecil dari cangkir kopi. Dalam
prinsip kerja kalorimeter dikenal pula istilah tetapan kalorimeter, yaitu jumlah

3
kalori yang diserap oleh kalorimeter untuk menaikkan suhunya sebesar satu
derajat. Harga dari tetapan kalorimeter dapat diperoleh dengan membagi jumlah
kalor yang diserap kalorimeter dibagi dengan perubahan suhu pada kalorimeter

Ditinjau dari jenisnya, terdapat empat jenis kalor, yaitu kalor


pembentukan, kalor penguraian, kalor penetralan dan kalor reaksi. Kalor
pembentukan ialah kalor yang menyertai pembentukan satu mol senyawa
langsung dari unsur-unsurnya. Kalor penguraian (kebalikan kalor pembentukan)
adalah kalor yang menyertai penguraian satu mol senyawa langsung menjadi
unsur-unsurnya. Kalor penetralan yaitu kalor yang menyertai suatu reaksi dengan
koefisien yang paling sederhana. Kalor reaksi dapat ditentukan dengan percobaan
laboratorium atau dengan perhitungan.dengan perhitungan ada tiga cara yaitu
berdasarkan hukum Hess, data kalor pembentukan standar dan data energi ikatan.

Menurut G.H Hess panas reaksi (panas yang timbul atau yang diserap) dari
suatu reaksi kimia hanya tergantung pada keadaan awal dan akhir dari reaksi.
Tidak bergantung pada bagaimana reaksi tersebut berlangsung. Hal ini berarti bila
suatu reaksi dapat berjalan bertingkat, maka panas reaksinya sama besar. Apakah
reaksi itu berjalan secara langsung atau bertingkat. Dengan kata lain, bila suatu
reaksi berjalan bertingkat atau langsung, maka panas reaksinya sama. Hukum
Hess ini sangat berguna, karena dengan menerapkan hukum Hess kita dapat
menentukan besarnya perubahan entalpi reaksi-reaksi yang secara langsung sukar
untuk ditentukan. Sebagai contoh jika zat A dapat berubah langsung menjadi zat
C, tetapi zat A juga dapat berubah menjadi zat B kemudian zat C, maka panas
reaksi yang terjadi akan sama. Jadi dengan menggunakan hukum Hess kita dapat
menentukan besarnya perubahan entalpi yang sukar dilakukan dengan
eksperimen.
Jika reaksi kimia terjadi pada tekanan konstan, panas diserap dengan
perubahan entalpi sistem. Hal ini disebut entalpi reaksi dari proses entalpi reaksi
mungkin positif atau negatif. Jika reaksi kimia meningkatkan panas, sistem
kehilangan panas, dan panas tersebut hilang pada tekanan konstan adalah

4
berkurangnya dalam entalpi (AH < 0). Reaksi seperti itu dengan ΔH negatif
adalah eksotermik. Dalam reaksi endotermik, panas diserap oleh reaksi dari
lingkungan membuat Qp dan ΔH positif, hukum Hess dapat digunakan untuk
menentukan perubahan entalpi, hukum Hess berbunyi : jika dua atau lebih
persamaan kimia bergabung dengan penambahan atau pengurnagan untuk
memberikan persamaan kimia baru, kemudian penambahan atau pengurangan
perubahan entalpinya, dalam operasi paralel memberikan perubahan entalpi untuk
reaksi yang digambarkan oleh persamaan baru.

5
BAB III
PEMBAHASAN

Pada dasarnya, termodinamika adalah ilmu tentang energi, yang secara


spesifik membahas tentang hubungan antara energi panas dengan kerja. Dalam
proses pengolahan tebu menjadi gula terdapat beberapa proses mulai dari stasiun
gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun kristalisasi, stasiun
puteran dan penyelesaian. Dari proses – proses tersebut terdapat cukup banyak
aplikasi kerja dari sistem termodinamika utamanya pada stasiun – stasiun yang
melibatkan proses pemanasan dan penguapan seperti stasiun pembangkit tenaga
uap (boiler/ketel), juice heater pada stasiun pemurnian nira, evaporator, dan pan
masak pada stasiun kristalisasi serta stasiun gilingan.

A. STASIUN PEMBANGKIT TENAGA UAP


Pembangkit tenaga uap atau yang biasa disebut ketel uap adalah suatu
alat penghasil tenaga uap melalui pembakaran bahan bakar untuk
memanaskan air sampai menjadi uap. Di pabrik gula, uap digunakan untuk
proses pengolahan gula dan sebagai sumber tenaga penggerak. Untuk
menunjang kelancaran proses dalam giling. Maka pengadaan kebutuhan uap
di stasiun ketel harus memperhatikan baik kapasitas maupun mutu, sehingga
mampu mencukupi kebutuhan proses dengan tetap memperhatikan faktor –
faktor efesiensinya.
Bahan bakar yang umumnya digunakan pada ketel uap adalah bagasse
(ampas) dan BBA (bahan bakar alternatif). Di dalam ketel akan diisikan air
yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan uap oleh ketel sebagai
sumber energi/ tenaga. Air pengisi ketel berfungsi untuk mengisi dan
menggantikan air pada boiler yang telah mengalami proses pemanasan hingga
menjadi uap. Air yang menjadi pengisi ketel diharapkan memiliki kemurnian
tinggi agar tidak memberikan dampak pada proses pembuatan uap yang
dilakukan oleh ketel uap. Semua ketel memilik pipa air yang beroperasi

6
secara paralel dan uap yang dihasilkan digabung dalam steam header yang
kemudian siap didistribusikan sesuai kebutuhan pabrik.

Gambar 1. Alur Penggunaan Uap Ketel


Sumber: Dikutip dari Prianto, Ahmad Edo. Laporan Praktik Kerja Lapang II Pengawasan
Proses Pengolahan Gula di PG Semboro (2015:197)

.
B. STASIUN PEMERAHAN NIRA
Stasiun pemerahan adalah stasiun yang berfungsi untuk mengeluarkan
nira sebanyak banyaknya yang terkandung di dalam tebu dengan cara digiling
dengan menggunakan rol – rol gilingan sehingga diperoleh ekstraksi
maksimal dengan menekan kehilangan gula seminimal mungkin. Walaupun
dalam stasiun pemerahan nira tidak terdapat proses pemanasan ataupun
penguapan nira, namun di dalam stasiun ini terdapat penerapan asas
termodinamika, yakni penggunaan uap dari ketel yang dialirkan pada turbin
sehingga energai panas dari uap tersebut dapat diubah menjadi energi
penggerak untuk mesin dan roll – roll gilingan serta unigrator dan cane cutter.
Dalam hal ini dapat berlaku Hukum Termodinamika I yang menyatakan
tentang kekekalan energi, dimana:
∆U = Q – W

7
Perubahan energi dalam sistem (∆U) sama dengan kalor (Q) yang
ditambahkan ke sistem dikurangi dengan kerja (W) yang dilakukan oleh
sistem.

C. STASIUN PEMURNIAN NIRA


Stasiun pemurnian nira bertujuan menghilangkan sebanyak mungkin
kotoran yang terdapat dalam nira mentah tanpa menimbulkan kehilangan gula
selama proses tersebut sehingga diperoleh nira yang bersih dan dengan biaya
serendah mungkin. Di dalam stasiun pemurnian terdapat dua kali proses
pemanasan nira pada alat yang disebut juice heater.
Pada juice heater I, suhu yang digunakan sekitar 75o – 80o C. Fungsi
dari juice heater I adalah membunuh mikroorganisme, mempercepat reaksi
kimia pada proses defekasi dan sulfitasi, mempercepat reaksi nira mentah
dengan susu kapur, optimalisasi pembentukan Ca3(PO4)2 pada defekator dan
CaSO3 pada sulfitir nira mentah. Kontrol suhu juice heater I yang hanya
sekitar 75o – 80o C dikarenakan untuk menghindari adanya kerusakan gula
pada nira karena kondisinya yang masih mentah dan memiliki pH asam,
sehingga rawan terjadi perpecahan.
Pada juice heater II, suhu yang digunakan sekitar 105o – 110o C.
Fungsi dari juice heater II adalah menyempurnakan endapan CaSO3,
memanaskan nira jernih dan membantu kerja evaporator, menyempurnakan
reaksi, menyiapkan agar gas terlarut dapat keluar pada flash tank, dan
memepercepat pengendapan di clarifier. Karena suhu yang dibutuhkan tidak
terlalu tinggi, pada umumnya sumber pemanas yang digunakan juice heater
berasal dari uap bekas turbin dan atau bleeding steam dari evaporator.

D. STASIUN PENGUAPAN
Stasiun Penguapan bertujuan untuk menguapkan sebagian air yang
terkandung dalam nira jernih hasil dari stasiun pemurnian, sehingga diperoleh
nira kental dengan konsentrasi yang mendekati jenuh. Untuk menghindari
terjadinya kerusakan sukrosa, maka proses penguapan dilakukan dalam

8
kondisi vacuum yang dibantu dengan mesin pendingin (kondensor). Dengan
demikian, temperatur mengikuti titik didih nira dan kecepatan penguapan
tinggi.
Proses penguapan adalah proses perubahan air menjadi uap sehingga
air dapat dipisahkan dari nira. Pada proses penguapan akan terjadi proses
perpindahan panas dari bahan pemanas ke nira sehingga air yang tadinya
berada pade fase cair didalam nira berubah menjadi fase gas. Panas yang
diperlukan untuk mengubah fase cair menjadi fase gas ini disebut Panas
Laten. Didalam peristiwa ini, proses perpindahan panas akan dapat
berlangsung bila ada daya dorong terjadinya perpindahan panas, dan daya
dorong terjadinya perpindahan panas adalah selisih suhu antara sumber atau
bahan pemanas dengan nira yang akan dipanaskan. Makin besar selisih ini
akan makin besar pula jumlah panas yang berpindah, berarti semakin banyak
air yang diuapkan. Proses perpindahan panas ini secara umum dapat
dituliskan :
Q = U . A . ΔT
Dimana :
Q = Panas yang berpindah (kkal/jam)
A = Luas bidang perpindahan panas (kkal/m2/jam/oC)
U = Koefisien perpindahan panas (m2)
ΔT = Selisih suhu (°C)

Agar proses penguapan berjalan cepat berarti panas yang berpindah


(Q) harus besar, maka daya dorong perpindahan panas (ΔT) diusahakan
besar. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guna mendapatkan laju
perpindahan panas yang tinggi, antara lain :
1) Bahan media pemanas harus memiliki suhu tinggi
2) Suhu media pemanas yang tinggi akan memberikan selisih suhu (ΔT) yang
tinggi pula sehingga laju proses transfer panas dapat meningkat
3) Proses transfer panas harus berjalan dengan baik tanpa banyak kehilangan
panas.

9
Dalam proses transfer panas diharapkan seluruh media pemanas dapat
memberikan dan mentransfer seluruh kalori yang dimiliki guna menguapkan
air yang ada pada nira, hal–hal berikut ini dapat mengganggu proses transfer
panas diantaranya:
1) gas ammonia (gas tak mengembun) pada ruang pemanas
2) air embun penguapan pada ruang pemanas
3) kerak pada permukaan media pemanas
Nira jernih memiliki kadar air sekitar 85% dan mempunyai komposisi
yang sama dengan nira mentah, kecuali bahan-bahan yang terendapkan dalam
proses pemurnian. Stasiun Penguapan bertujuan mengurangi sebagian besar
air yang terkandung dalam nira encer tanpa merusak sukrosa hingga nira
berada pada titik saturasi. Titik saturasi merupakan titik dimana keadaan
kristal gula mulai muncul dalam cairan yang diakibatkan oleh meningkatnya
konsentrasi/kejenuhan larutan nira, titik saturasi ini merupakan batas antara
proses penguapan dan pengkristalan (masakan) gula. Nira encer yang telah
mengental umumnya memiliki titik saturasi pada brix sekitar 78% – 80%
(41°Be – 42°Be). Oleh karena itu proses penguapan secara teoritis dilakukan
hingga brix nira mencapai 72% – 74%.

E. STASIUN KRISTALISASI
Stasiun Kristalisasi merupakan stasiun yang bertugas mengambil
sukrosa dalam bentuk kristal gula dengan cara menguapkan air yang masih
terdapat dalam nira kental secara terkendali pada kondisi titik didih rendah
(dalam keadaan vaccum). Dalam proses ini sukrosa yang ada dalam larutan
dikristalkan dan juga diuraikan agar tercapai kristal gula yang diinginkan.
Secara umum, prinsip penerapan asas termodinamika dalam stasiun
kristalisasi hampir sama dengan evaporator, hanya bahan yang diolah yang
berbeda. Jika evaporator berfungsi untuk menguapkan air pada nira, maka
pan kristalisasi lebih kepada menjenuhkan nira agar diperoleh kristal gula
dengan menguapkan air yang masih tersisa pada nira kental.

10
Pada proses kristalisasi agar didapat mutu yang tinggi, pengkristalan
dilakukan dalam bejana tertutup dan vaccum, serta dilakukan secara
bertingkat. Proses kristalisasi dilakukan dengan membawa nira kental ke
konsentrasi lewat jenuh dengan jalan menguapkan air hingga diperoleh hasil
kristal yang memenuhi syarat. Pemilihan skema tingkat kristalisasi didasarkan
pada Harkat Kemurnian (HK) bahan baku kristalisasi yang akan diolah, serta
kualitas yang ingin dihasilkan.

11
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada dasarnya, termodinamika adalah ilmu tentang energi, yang
secara spesifik membahas tentang hubungan antara energi panas dengan
kerja. Pada proses pengolahan gula di pabrik terdapat cukup banyak aplikasi
kerja dari sistem termodinamika utamanya pada stasiun – stasiun yang
melibatkan proses pemanasan dan penguapan seperti stasiun pembangkit
tenaga uap (boiler/ketel), juice heater pada stasiun pemurnian nira,
evaporator, dan pan masak pada stasiun kristalisasi serta turbin stasiun
gilingan.

B. SARAN
Demikian makalah tentang Asas Termodinamika di Pabrik Gula.
Penulis menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.
Oleh karena itu penulis mengharap adanya kritik dan saran yang membangun.
Selain itu juga diperlukan studi literasi dan lapangan yang lebih lanjut dan
lebih luas untuk dapat menambah wawasan penulis dan memperbaiki
makalah dan atau tugas lain di masa yang akan datang

12
DAFTAR PUSTAKA

Alberty, R. 1992. Kimia Fisika Jilid I Edidi Kelima. Jakarta: Erlangga

Atskin, P.W. 1999. Kimia Fisika. Oxford: University Lecturer and Fellow of
Lincoln Collage

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar: Konsep – Konsep Inti. Edisi ke 3. Jakarta:
Erlangga

Oxtoby, D.W., Gillis, H. P., Nachtrieb, N.H. 2001. Prinsip Prinsip Kimia
Modern. Edisi ke 4, Jilid 1. Diterjemahkan oleh S.S. Achmadi. Jakarta:
Erlangga

Prianto, Achmad Edo. 2015. Laporan Praktik Kerja Lapang II: Pengawasan
Proses Pengolahan Gula di PG. Semboro. Yogyakarta: Politeknik LPP

Reynolds, William C., Perkins, Henry C. 1960. Termodinamika Teknik.


Diterjemahkan oleh Filino Harahap. Jakarta: Erlangga

13

Anda mungkin juga menyukai