Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PERAN GURU PAUD DALAM TEORI TABULARASA

Mata Kuliah: Konsep Dasar AUD


Dosen Pengajar: Dr. Rasid, M.Pd

Disusun oleh Kelompok 6:

1. NOVITA SARI ( 22014099 )


2. IRMAWATI ( )
3. SARIANA ( 22014125 )
4. MARTA PATANTAN ( 22014085 )
5. WINARNI ( 22014137 )
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “Peran Guru PAUD dalam Teori
Tabularasa”.
Makalah ini berisikan tentang Peran Guru PAUD dalam Teori
Tabularasa, implikasinya dalam pengajaran beserta dengan kelebihan
dan kekurangannya masing-masing dengan harapan bahwa makalah
ini bisa memberikan informasi kepada pembaca, dan kita semua
tentang teori Tabularasa ini secara lebih mendalam.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga
akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Aamiin.

Kolaka Utara, 1 Desember 2020

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1. Latar Belakang............................................................................ 1
2. Rumusan Masalah....................................................................... 1
3. Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Pengertian Teori Tabularasa........................................................ 3
B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Tabularasa.............................. 6
C. Faktor – Faktor Tabularasa menurut John Locke........................ 7
D. Peran Guru Dalam Teori Tabularasa.............................................. 16
E. Strategi Pembelajaran Aktif.......................................................... 19
F. Pentingnya Strategi Pembelajaran Aktif Bagi Anak Usia Dini....... 21
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 20
1. Kesimpulan................................................................................. 23
2. Saran........................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Umumnya para pendukung pandangan tabula rasa akan melihat


bahwa pengalamanlah yang berpengaruh terhadap kepribadian,
perilaku sosial dan emosional, serta kecerdasan.

Gagasan mengenai teori ini banyak dipengaruhi oleh


pendapat John Locke pada abad 17. Dalam filosofi Locke, tabula
rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa "kertas
kosong" tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang
ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya oleh
pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti
dari empirisme Lockean. Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa
pikiran individu "kosong" saat lahir, dan juga ditekankan tentang
kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu
bebas mendefinisikan isi dari karakternya - namun identitas dasarnya
sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa
yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan
dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang
disebut alami.

B.  Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari teori Tabularasa?
2. Apa kelebihan dan kekurangan dari teori Tabularasa?
3. Bagaimana Faktor – Faktor Tabularasa menurut John Locke?
4. Bagaimana Peran Guru Dalam Teori Tabularasa?
5. Bagaimana itu strategi pembelajaran aktif
6. Bagaimana Pentingnya Strategi Pembelajaran Aktif Bagi Anak Usia Dini

C.  Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari teori tabularasa.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori tabularasa.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor tabularasa menurut John Locke.
4. Untuk memahami peran guru dalam teori tabularasa.
5. Untuk mengetahui strategi pembelajaran aktif.
6. Untuk mengetahui Pentingnya Strategi Pembelajaran Aktif Bagi Anak Usia
Dini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Tabularasa

Tabularasa secara harviah berarti ‘kertas kosong’, dalam arti belum


tentu ditulisi apa-apa. Tabula rasa berasal dari bahasa Latin, yang
berarti kertas kosong. Teori tabularasa adalah teori yang menyatakan
bahwa setiap individu yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan
sebagai kertas putih yang belum ditulisi (a sheet ot white paper avoid
of all characters), dengan jiwa yang putih bersih, suci, tanpa mental
bawaan. Seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit
melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar
dirinya. Teori Tabularasa merupakan pandangan behavioristik ekstrim
yang mengklaim bahwa kanak-kanak memasuki dunia nyata dengan
suatu tabula rasa, suatu batu tulis kosong yang tidak mengandung
nosi-nosi bawaan (preconceived) tentang dunia atau tentang bahasa,
dan bahwa kanak-kanak ini kemudian dibentuk oleh lingkungan
mereka dan secara lamban terkondisikan melalui beragam skedul
penguatan.

3
Umumnya para pendukung pandangan tabularasa akan melihat bahwa
pengalamanlah (lingkungan) yang akan menjadikan anak itu baik atau
buruk, pengalamanlah (lingkungan) yang berpengaruh terhadap
kepribadian, perilaku sosial dan emosional, serta kecerdasan. Jadi,
sejak lahir anak itu mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Anak
dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Di sini kekuatan ada pada
pendidik. Pendidikan dan lingkungan berkuasa atas pembentukan
anak.
Gagasan mengenai teori ini banyak dipengaruhi oleh pendapat John
Locke di abad 17. Dalam filosofi Locke, tabula rasa adalah teori
bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa “kertas kosong” tanpa
aturan untuk memproses data, dan data yang ditambahkan serta aturan
untuk memprosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya.
Selain itu ia juga menekankan tentang kebebasan individu untuk
mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari
karakternya namun identitas dasarnya sebagai umat manusia tidak
bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa yang bebas dan ditentukan
sendiri serta dikombinasikan dengan kodrat manusia inilah lahir
dokktrin Lockean tentang apa yang disebut alami.
Pendapat John Locke seperti di atas dapat disebut juga empirisme,
yaitu suatu aliran atau paham yang berpendapat bahwa segala
kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari pengamalan
(empirik) yang masuk melalui alat indera. Kaum behavioris juga
berpendapat senada dengan teori tabularasa itu. Behaviorisme tidak
mengakui adanya pembawaan dan keturunan, atau sifat-sifat yang
turun-temurun. Semua Pendikan, menurut behaviorisme adalah

4
pembentukan kebiasaan, yaitu menurut kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku di dalam lingkungan seorang anak.
Dalam bidang pendidikan, John Locke menganjurkan pengamatan
gejala-gejala psikis. Menurutnya segala sesuatu melalui pengalaman
inderawilah helai-helai kertas itu diisi Artinya pengamatan dengan
pancaindera akan mengisi jiwa dengan kesan-kesan (sensation) yang
dengan jalan sistesis, analisis dan perbandingan diolah menjadi
pengetahuan (reflexion).
Menurut teori ini, semua pengetahuan (dalam manusia) yang nampak
dalam perilaku berbahasanya merupakan hasil perpaduan peristiwa-
peritiwa linguistik yang dialami dan diamati olehnya. Yang dimaksud
dengan yang dialami dan diamati ialah bahwa apa yang tidak dialami
atau diamati tidak akan pernah menjadi bagian dari pengetahuan
linguistik seseorang.
Behaviorisme menganggap bahwa pengetahuan linguistik hanya
terdiri dari rangkaian hubungan-hubungan yang dibentuk dengan cara
pembelajaran S - R (Stimulus - Respons). Cara pembelajaran S – R
yang termuka adalah pelaziman klasik, pelaziman operan, dan mediasi
atau penengah yang telah dimodifikasi menjadi teori-teori
pembelajaran bahasa.
Teori pembelajaran bahasa pelaziman operan menyatakan bahwa
perilaku berbahasa seseorang dibentuk oleh serentetan ganjaran yang
bermacam-macam dan muncul di sekitar orang tersebut. Seorang anak
yang sedang memperoleh sistem bunyi bahasa ibunya, awalnya ia
akan “mengucapkan” semua bunyi yang ada di lingkungan ibu dari
anak tersebut. Lalu anak itu akan menggabungkan bunyi-bunyi yang

5
telah diucapkan itu dan menirukan ucapan orang tuanya. Jika, ucapan-
ucapan yang ia tirukan benar, maka si anak akan mendapatkan sebuah
“hadiah” berupa senyuman, tawa, ciuman, cubitan gemas, dan
sebagainya. Dapat dikatakan bahwa bahasa anak-anak itu berkembang
secara bertahap, mulai dari bunyi, kata, frasa, hingga kalimat.
Perkembangan kemampuan berbahasa tadi juga didukunang dengan
hadiah-hadiah dan ganjaran, sehingga menjadi tabiat dari anak
tersebut. Tabiat-tabiat seperti yang dituliskan pada “kertas kosong”
tabularasa otak anak-anak.
Pemerolehan bahasa menurut teori tabularasa tidak akan dapat
menjelaskan faktor kreatifitas dalam penggunaan bahasa. Tidak
mungkin semua kalimat yang diucapkan anak-anak telah dituliskan
terlebih dahulu dalam tabularasa otak si anak. Setiap kalimat yang
diucapkan adalah kalimat baru, kecuali peribahasa atau ungkapan
seperti “selamat pagi”, “keras kepala”, dan “membanting tulang”.

B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Tabularasa

Kelebihan teori ini yaitu anak dapat dibentuk sekehendak


pendidiknya. Di sini kekuatan ada pada pendidik. Pendidikan dan
lingkungan berkuasa atas pembentukan anak. Sedangkan kekurangan
dari teori ini adalah jika diterapkan dalam pendidikan, akan
menjadikan pendidikan yang disebut sebagai teacher center, artinya
pendidik sebagai sumber ilmu pengetahuan dan dianggap sebagai

6
orang yang paling berpengaruh terhadap baik buruknya seorang anak.
Hal ini akan mematikan kreatifitas anak.
Di sisi lain, hal ini akan menafikan pendapat para peneliti genetika
perilaku yang telah menemukan bukti-bukti yang meningkat bahwa
hingga taraf tertentu, kemampuan kognitif, sifat kepribadian, orientasi
seksual dan gangguan kejiwaan dipengaruhi oleh faktor genetik.
Keberadaan atau ketiadaan gen tertentu memang tidak secara otomatis
mengakibatkan perilaku tertentu, tetapi gen lebih member predisposisi
(kesiapan) untuk merespon lingkungan dengan cara tertentu dan
bahkan mencari jenis lingkungan tertentu pula. Tidak diketahui adalah
sejauh mana gen mengendalikan tingkah laku.

C. Faktor – Faktor Tabularasa menurut John Locke


         
Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam
sejarah filsafat adalah mengenai proses manusia mendapatkan
pengetahuan. Ia berupaya menjelaskan bagaimana proses manusia
mendapatkan pengetahuannya. Menurut Locke, seluruh pengetahuan
bersumber dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi
empirisme yang menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan
sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau
pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga
di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan demikian,
Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami
sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih

7
kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah kertas putih
atau tabula rasa yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman
yang dijalani oleh manusia itu.
         Tabularasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir
berupa “kertas kosong” tanpa aturan untuk memroses data, dan data
yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya
oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti
dari empirisme Lockean. Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa
pikiran individu “kosong” saat lahir, dan juga ditekankan tentang
kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu
bebas mendefinisikan isi dari karakternya - namun identitas dasarnya
sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa
yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan
dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang
disebut alami. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah
pengalaman-pengalaman manusia menjadi pengetahuan sehingga
sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman.
         Lebih lanjut, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman
manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation)
dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection). Pengalaman
lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu
segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra
manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia
memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara
‘mengingat’, ‘menghendaki’, ‘meyakini’, dan sebagainya. Kedua

8
bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk
pengetahuan melalui proses selanjutnya.
         Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana
ini, rasio atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi.
Setelah pandangan-pandangan sederhana ini tersedia, baru rasio atau
pikiran bekerja membentuk ‘pandangan-pandangan kompleks’
(complex ideas). Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks
dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung-
hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut.
Dia juga menganjurkan pakaian yang cocok , tidak terlalu panas dan
tidak terlalu sempit , makanan sehat tanpa pedas, sering menghirup
udara segar, melakukan gerak olah raga , serta kapala dan kaki harus
selalu dingin. John Locke mengutamakan pendidikan di rumah
daripada di sekolah, karena pendidikan di rumah member kesempatan
mengenal dari dekatkepribadian anak.

Ciri didaktik John Locke adalah :


1. Belajar seperti bermain,
2. Mengajarkan mata pelajaran berturut-turut , tidak sama ,
3. Mengutamakan pengalaman dan pengamatan ,
4. Mengutamakan pendidikan budi pekerti
         
Perihal pendidikan budi pekerti , John Locke menekankan soal
menahan diri dan membangkitkan rasa harga diri,pendapat orang 
harus menjadi salah satu alasan penting untuk perbuatan susila . Selain
itu anak harus memperhatikan apakah orang lain menyetujui atau

9
mencela. John Locke mementingkan kepatuhan si anak. Dari
permulaan anak harus
dibiasakan kepada yang baik  –  baik. Pendidikan harus dapat
mempertahankan
kewibawaannya. Ia menolak hukuman  –  hukuman dan hadiah. Ia pun
menolak pendidikan agama yang berlebihan. Menurutnya , anak lebih
baik disuruh membaca cerita-cerita Bibel John locke adalah filusuf
yang mengabdikan dirinya bukan hanya kepada dunia kedokteran
tetapi ia juga pakar dalam pendidikan , ia sangat tertarik dalam
pembentukan kemampuan yang dimiliki oleh anak, bahwa segala
sesutu sangat dipengaruhi oleh lingkungang yang memadai baik dari
sarana maupun oleh latih yang terus nerus. Itu semua dianggap benar
karena tanpa ada lingkungan luar anak tidak akan kelihatan
kemampuan baik kemampuan nyata ( actualty ability ) yang langsung
dapat diketahui pada saat individu telah mengalami proses belajar ,
maupun kemampuan bakat ( potencial ability ) yaitu kemampuan
potensi individu yang dimiliki secara khusus tidak dimiliki oleh
individu lain , hanya mungkin di sini john terlalu mengabaikan
lingkungan alami ( natural ) yang  dimiliki oleh setiap anak, karena
setiap individu, heriditas yang dimiliki oleh individu oleh john locke
sangat diabaikan, beliau memandang bahwa pembawaan yang dimiliki
oelh individu itu tidak ada , semua yang dimiliki oleh anak sekarang
hanyalah pengaruh atau didikan dari luar semata.
         Sementara menurut aliran holistik bahwa manusia ( human being
) itu merupakan kesatuan jiwa raga ( a whole being ) yang tak
terpisahkan satu sam lain, bahwa di dalam organisme itu terdapat

10
dorongan ( drives ) yang bersumber pada kebutuhan dasarnya ( basic
needs ) yang merupakan daya penggerak ( motives ) untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Holistik menekankan bahwa prilaku itu bertujuan ( purposive ) , yang
berarti aspek instrinsik dari dalam individu merupakan factor  penentu
yang penting untuk melahirkan prilaku tertentu meskipun tanpa
adanya perangsang ( stimulus ) yang datang dari lingkungan.
Dari hasil uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.  Pendidikan sangat didominan dipengaruhi oleh lingkungan luar


2.  Individu memiliki pengetahuan hasil dari pengalaman
3.  Pendidikan yang digagas oleh John Locke bersifat utilistis, yang
didasarkan pada kegunaan
4.  Proses pendidikanlah yang memberi banyak hal kepada anak.
         
Dalam bentuk yang pertama , pengetahuan diperoleh dengan
cara memeriksa dua idea atau lebih, untuk melihat apakah ada
persamaan atau perbedaan . Dalam pengetahuan yang kedua yaitu ada
dua atau lebih idea yang berhubungan satu sama lain. Dalam bentuk
yang ketiga , yaitu pengetahuan yang berpangkal pada kecocokan
antara idea yang satu dengan yang lainnya . Bentuk yang terakhir ,
yakni pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada pengalaman yang
berada di luar jiwa kita. Mayer menyimpulkan dari buku “  essay
concerning human understanding  “ sebagai berikut: John Locke
sebagai penganut teori tabularasa , teori kertas putih, kertas tidak
tertulis. Dalam bidang pendidikan , ia menganjurkan pengamatan

11
gejala-gejala psikis, manurutnya , segala sesuatu  . Melalui
pengalaman inderawilah helai -helai kertas itu diisi. Artinya
pengamatan dengan pancaindera akan mengisi jiwa dengan kesan-
kesan ( sensation ) yang dengan jalan sistesis, analisis dan
perbandingan diolah menjadi pengetahuan ( reflexion ).
Sebagai pendidik , John Locke mengutamakan pendidikan jasmani.

Pernah mendengar teori tabula rasa? Teori ini sering kali dikonsumsi
dalam pendidikan anak usia dini. Teori ini dikemukakan oleh John
Locke, yang mana mengungkapkan bahwa anak lahir ibarat sebuah
'kertas kosong' yang mana membutuhkan orang dewasa untuk mengisi
dan mewarnainya.

Anak dipandang tidak memiliki apa-apa saat mereka lahir, tanpa bekal
kecerdasan, kemampuan dan lainnya, dianggap benar-benar kosong
dan tidak berdaya. Bagi orang-orang yang menggunakan teori ini
dalam pendidikan anak usia dini, maka anak usia dini dianggap tidak
memiliki kekuatan lebih dalam proses perkembangannya dan orang
dewasa bersifat absolut sebagai subjek pembentuk dalam membantu
proses perkembangan pada anak usia dini tersebut.

Dalam rentang usia 0 hingga 6 tahun, berbagai aspek perkembangan


anak usia dini mulai dari kognitif, sosial emosional, bahasa, dan
lainnya berkembang dengan begitu pesat. Masa ini adalah masa awal
anak membangun karakter dalam dirinya. Indikator yang kita sadari
saat proses ini berlangsung adalah dengan munculnya perilaku anak
seperti menaruh atensi berlebih pada sebuah hal yang baru, berceloteh

12
akan suatu hal secara sederhana menurut persepsi mereka serta yang
paling dekat dengan kita adalah dengan munculnya perilaku anak
yaitu sering bertanya.

Anak akan menanyakan apa saja kepada orang dewasa atau teman
sebaya yang mereka temui, hal ini dilakukan sebagai bentuk
memperoleh informasi yang mereka butuhkan. Anak akan bertanya
ketika telah melewati proses memberi atensi dan memiliki persepsi
atas apa yang ingin ia ketahui sebelumnya. Bertanya adalah karakter
anak yang perlu diasah. Dengan bertanya, anak yang semula 'kosong'
seperti halnya konsep tabula rasa yang dibahas diawal akan menjadi
terisi dan tak kosong lagi.

Sepakat dengan konsep yang dikemukakan oleh John Locke, Vygotski


mengemukakan bahwa lingkungan mengambil peran yang begitu
besar dalam proses perkembangan kognitif pada anak usia dini.
Lingkungan disini bisa berupa keluarga, teman sebaya atau
lingkungan tempat dimana anak tinggal. Oleh karena itu, lingkungan
dapat dikatakan sebagai faktor terbesar dalam mempengaruhi
terbentuknya karakter anak usia dini.

Ada beberapa kasus yang menjadi contoh dalam hal ini, pertama,
pernahkah kita sebagai orang tua menemukan anak kita tiba-tiba
mengucapkan kata-kata kotor padahal di keluarga tidak pernah
diajarkan hal tersebut? Ternyata anak belajar kata tersebut dari teman
sebayanya yang memang telah terbiasa mengucapkan hal tersebut.

Kedua, ada anak yang ketika di sekolah kita anggap sebagai anak yang
berkarakter agamis sejak dini, ternyata di keluarga mereka memang

13
telah dibiasakan untuk beribadah dengan rutin atau kita sebagai guru
menemui anak murid yang cenderung pendiam dan sangat pasif ketika
di sekolah? Ternyata hal tersebut terjadi karena karakter anak telah
terbunuh sebelumnya oleh lingkungan tempat ia tinggal.

Dari begitu banyaknya faktor lingkungan dan pengaruhnya pada


terbentuk atau terbunuhnya karakter anak sejak dini yang dapat kita
sadari, ada beberapa hal yang sebenarnya kita anggap membentuk
namun ternyata dapat membunuh karakter anak. hal berikut juga
seringkali tidak kita sadari, diantaranya:

Pertama, abai dan acuh atas pertanyaan anak. Seperti telah


disinggung sebelumnya bahwa anak bertanya adalah karena mereka
ingin mengetahui sesuatu. Dalam proses ini, anak sangat
membutuhkan respon yang positif dari orang di sekitarnya dengan
memberikan respon atas apa yang ingin ia ketahui.

Pernahkah kita menemui fenomena anak yang awalnya sering sekali


bertanya namun setelah pertanyaan tersebut diacuhkan malah
mengakibatkan anak memilih untuk diam? Atau pernahkah kita berada
di posisi sangat penasaran akan suatu hal dan kemudian
menanyakannya kepada guru dan orang tua namun bukan alih-alih
pertanyaan kita terjawab tapi kita malah disalahkan karena sering
bertanya? Dan respon setelahnya, mengakibatkan kita cenderung
enggan untuk kembali bertanya.

Secara tidak sadar, acuh terhadap pertanyaan anak dapat membunuh


karakter anak. Coba kita ingat-ingat lagi bahwa semakin dewasa,

14
bukankah secara alami intensitas pertanyaan yang keluar dari otak kita
semakin berkurang? Kita menganggap susah sekali membuat
pertanyaan atas suatu hal yang benar-benar tidak ketahui? Sebenarnya
jawabannya adalah adanya karakter yang telah terbunuh secara tidak
sadar dalam diri kita.

Kedua, mematahkan imajinasi anak. Pada masa golden age anak suka
sekali berimajinasi. Imajinasi ini merupakan hal yang berkembang
pada alam bawah sadar pada otak anak. ketika anak berimajinasi, ia
akan mengajak siapa saja untuk menjadi lawan mainnya. Biasanya,
orang tua akan menjadi objek bagi anak untuk mengungkapkan apa
saja yang sedang berada di pikirannya saat itu, mengungkapkan apa
saja yang sedang ia imajinasikan.

Fenomena kali ini biasanya terjadi pada orang tua yang terlalu realistis
dan tidak mau menyelam pada dunia anak, ketika anak mereka
berimajinasi dan menggunakan mereka sebagai objek, orang tua yang
terlalu realistis akan melakukan hal yang mematahkan imajinasi anak.
tentu, apabila hal ini terlalu sering dilakukan maka anak akan
terbunuh karakternya. Mereka akan berhenti memikirkan hal-hal yang
dianggap tidak realistis oleh orang tua mereka.

Apabila di sekolah biasanya terjadi pada anak yang biasa biasa saja
namun berimajinasi ingin menjadi dokter, imajinasinya bisa
dipatahkan oleh teman sebaya atau bahkan guru yang tidak menyukai
anak tersebut karena dianggap imajinasinya terlalu tinggi.
Dampaknya, bukan tidak mungkin anak tersebut akan mengubur

15
dalam cita-cita atau imajinasinya tadi dan kehilangan karakter positif
dalam drinya karena menganggap ia tidak akan mampu melakukan
apapun ketika ia hanya seorang anak yang biasa-biasa saja.

Ketiga, menganggap anak tidak tahu apa-apa. Teori tabula rasa tak
dapat selalu dibenarkan. Pemikiran bahwa anak lahir tanpa memiliki
kecerdasan apa-apa itu tidak selalu benar. Menurut teori kognitif dari
Piaget, anak memiliki kecerdasan bawaan yang merupakan keturunan
dari orang tuanya. Menurut penelitian, kecerdasan ibu memiliki
pengaruh 80% terhadap kecerdasan anak mereka.

Jadi sebenanrya, anak sudah memiliki yang namanya kecerdasan sejak


lahir. Permasalahannya sekarang adalah banyak yang tidak mengakui
akan hal tersebut sehingga dalam proses mendidik anak menjadi
sangat over protective sehingga anak kehilangan atau tidak memiliki
kuasa untuk membentuk karakter diri sesuai dengan apa yang ia mau.

Karakter pada anak usia dini ibarat sebuah identitas yang perlu diasah
sejak dini pada anak. lingkungan baik itu keluarga, teman atau
masyarakat yang berada dalam lingkup terdekat yang bersetuhan
langsung dengan pribadi anak usia dini harus memahami bahwa
pendidikan karakter, penanaman karakter itu penting sifatnya. Dengan
kemudian memahami ada hal-hal yang dapat membunuh karakter anak
usia dini yang jarang orang sadari, dapat bermanfaat berupa
penanganan yang lebih bijak dalam hal pendidikan pada anak usia
dini.

D. Peran Guru Dalam Teori Tabularasa

16
1. Implikasi Memandang Anak Sebagai Kertas Kosong

Dalam pandangan pribadiku, teori yang memandang anak-anak


sebagai sebuah kertas kosong adalah sangat reduktif. Hal ini
mengakibatkan sentral proses belajar (pendidikan) terletak pada orang
dewasa dan anak-anak dikondisikan pasif (karena mereka hanya sebuah
kertas kosong yang harus diisi).

Pengetahuan tentang teori tabula rasa ini bagiku menjelaskan fenomena


anak-anak sekolah yang pasif dan kegiatan utama guru yang fokusnya
mengajar (mengisi kertas kosong). Keterlibatan anak tak dianggap terlalu
penting, apalagi pendapat dan inisiatif anak. Kalaupun ada, semua itu
hanya bersifat suplemen untuk kegiatan utama tadi, yaitu mengisi pada
anak-anak.

Lebih repot lagi, pandangan tentang “kertas kosong” itu terbawa terus
dalam pendidikan, walaupun siswa sudah setingkat SMA. Proses belajar
tingkat SMA sama saja dengan tingkat SD, seperti menulisi kertas
kosong dan anak-anak memperlakukan dirinya seperti kertas kosong
(alias pasif). Itulah model belajar yang diketahui dan diyakini
kebenarannya, baik oleh guru maupun siswa.

Terus, proses belajar dengan cara “menulisi kertas kosong” itu berlanjut
hingga tingkat perguruan tinggi. Dosen mencari cara gampang yaitu
hanya mengajar (knowledge transfer). Dosen malas untuk berdiskusi,
mahasiswa juga tak mau repot melakukan riset dan belajar sebelum
masuk kelas.

Lalu, sampai kapan “kertas kosong” itu berisi?

17
2. Anak Adalah Individu yang Bertumbuh
Bagiku, anak-anak adalah individu dengan segala sifatnya.
Memang ada bagian individu pada anak-anak yang belum berkembang
seperti orang dewasa. Tetapi, individu itu bukan kertas kosong yang pasif
menerima apapun pengaruh dari lingkungannya.

Ketika kita memandang anak sebagai individu, itu akan membuat


proses pendidikan yang kita lakukan berbeda dibandingkan jika kita
memandang anak sebagai kertas kosong. Dengan memandang anak
sebagai individu, kita lebih melibatkan anak dalam proses pendidikan
untuk dirinya sendiri; kita mendengarkan dan memperhatikan pendapat
mereka serta menjadikannya sebuah hal yang penting dalam proses
pendidikan anak.

Karena sudut pandang itu, aku merasa lebih setuju dengan


pandangan Robert T. Kiyosaki (yang kelihatannya berakar dari pemikiran
Plato) yang menyatakan bahwa esensi pendidikan itu adalah
mengeluarkan (potensi), bukan mengisi anak dengan potongan-potongan
informasi.

18
Menurutku, pandangan itu lebih tepat. Dan pandangan seperti itulah yang
menjadi salah satu spirit di dalam homeschooling kami.

G. Strategi Pembelajaran Aktif

Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan


yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Kemp menjelaskan bahwa
strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien. Dari pendapat tersebut, Dick and Carey juga
menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi
dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama
untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Pembelajaran aktif adalah kegiatan-kegiatan pembelajaran yang
melibatkan para pelajar dalam melakukan suatu hal dan memikirkan
apa yang sedang mereka lakukan. Pembelajaran aktif itu diambil dari
asumsi bahwa belajar pada dasarnya adalah proses yang aktif, dan
orang yang berbeda, belajar dalam cara yang berbeda pula. Strategi
pembelajaran aktif bukanlah sebuah ilmu dan teori tetapi merupakan
salah satu strategi partisipasi siswa sebagai subjek didik secara
optimal
sebagai siswa mampu merubah dirinya (tingkah laku cara berfikir dan
bersikap) secara lebih efektif. Keterlibatan siswa secara active dalam
proses pengajaran yang diharapkan adalah keterlibatan secara mental
(intelektual dan emosional) yang dalam beberapa hal diikuti sebuah

19
keaktifan fisik. “ Sehingga siswa benar-benar berperan dan
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, dengan menempatkan
kedudukan siswa sebagai subjek dan sebagai pihak yang penting dan
merupakan inti dalam kegiatan belajar mengajar”.
Pada hakikatnya konsep ini adalah mengembangkan keaktifan
proses belajar mengajar baik dilakukan guru atau siswa. Jadi dalam
strategi pembelajaran aktif tampak jelas adanya guru aktif mengajar
disatu pihak dan siswa aktif belajar dilain pihak. Konsep inibersumber
dari teori kurikulum yang berpusat pada anak.
Active learning merupakan pembelajaran yang berorientasi
kepada learner-centered. Oleh sebab itu, strategi-strategi yang ada
akan memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja
lebih independent dibandingkan jika dengan strategi-strategi yang
berorientasi kepada teacher-centered. Kelebihan pernbelajaran yang
berpusat pada siswa atau student-centered telah diketahui sejak lama.

Berbagai penelitian telah dilakukan oleh pala ahli, dan salah


satu hasilnya adalah apa yang ditulis oleh Chamot:

“Learning strategies instruction is based on the idea that students are


more effective when they take control of their learning”. (Pemilihan)
strategi pembelajaran didasarkan pada pandangan bahwa siswa dapat
belajar dengan lebih efektif jika mereka mengendalikan belajar
mereka sendiri. Dengan demikian, strategi-strategi active
learning tentunya akan melatih dan juga membuat siswa lebih banyak
bekerja dan

20
berbuat dalam proses belajar, baik di dalam maupun di luar kelas.

H. Pentingnya Strategi Pembelajaran Aktif Bagi Anak Usia


Dini

Pada hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun


sendiri pengetahuannya. Itu artinya guru tidaklah dapat menuangkan
air begitu saja ke dalam gelas yang seolah-olah kosong melompong.
Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk
ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan
kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari potensi yang
tersembunyi tersebut. Anak usia dini secara psikologis memerlukan
kebebasan dalam berpikir, bersikap, bertindak bahkan bebas
mengemukakan sesuatu sesuai dengan informasi yang diterimanya.
Kebebasan ini juga diperlukan pada saat anak usia dini mengikuti
proses pembelajaran di dalam ruangan tetapi anak juga sangat
memerlukan proses pembelajaran di luar ruangan secara bebas. Sarana
pembelajaran di luar ruangan biasanya dilakukan area terbuka seperti
di lapangan, pasar, stasiun, alun-alun bahkan halaman rumah dan
lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan, karena pembelajaran anak usia
dini tidak dibatasi tempat yang harus diatur secara ketat dan
sedemikian rupa. Namun, prinsip sarana dan proses pembelajaran
harus mendukung proses berkembangnya kreativitas, karakter, sosial,
spiritual, seni dan motorik bagi anak usia dini.
Cara anak memperoleh pengetahuan, diantaranya yaitu:

21
(1) melalui interaksisosial. anak mengetahui sesuai dari manusia lain
ketika anak meneliti atau melihatsesuatu, anak akan tahu tentang
objek jika diberitahu oleh objek lain;
(2) Melalui pengetahuan fisik, yaitu mengetahui sifat fisik dari suatu
benda. Pengetahuan ini diperoleh dengan menjelajah dunia yang
bersifat fisik, melalui kegiatan tersebut anak belajar tentang sifat
bulat, panjang, pendek, keras, lemah, dingin atau panas. Konsep ini
diperoleh dari pemahaman terhadap lingkungan dimana anak
berinteraksi secara
langsung ;
(3) Melalui logica mathematical, meliputi pengertian tentang angka,
seri, klasifikasi, waktu, ruang dan konversi. Didalam teori active
learning, pendidikan hendaknya mengarahkan anak untuk menjadi
pembelajar yang aktif. Dengan demikian, pendidikan harus dirancang
secara kreatif. Anak-anak akan terbiasa belajar dan mempelajari aspek
pengetahuan. Keterampilan dan kemampuan melalui berbagai
aktivitas mengamati, mencari, menemukan, mendiskusikan,
menyimpulkan dan
mengemukakan sendiri berbagai hal yang ditemukan di lingkungan
sekitar.

22
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Tabula rasa menganngap pikiran manusia bagaikan kertas putih
yang nantinya akan diisi dan menjadi berwarna.  Tabula rasa adalah
salah satu cabang dari aliran empirisme yang mendasarkan teorinya
berdasarkan pengalaman. Dengan demikian, tabula rasa erat dengan
pengalaman. Jika dikaitkan dengan proses pembelajaran di dalam
kelas, pengalaman belajar juga mengambil peran penting dalam
terbentuknya pemahaman siswa. Pembelajaran yang baik juga
pembelajaran yang memberikan pengalaman bagi siswa. Pengalaman
yang baik akan menjadikan materi yang dipelajari juga akan bertahan
lama dalam diri siswa.
Tabula rasa tidak dapat dipercaya secara penuh jika diterapkan
di dalam pembelajaran, karena tabula rasa masih memegang konsep
bahwa pikiran siswa adalah lembaran kosong yang dapat diisi dengan
materi-materi dari guru. Dalam hal ini, peran guru menjadi lebih aktif
di kelas, dan siswa hanya mendengarkan, mencatat, dan menjawab
pertanyaan dari guru. Peran siswa menjadi lebih sedikit dan tidak
menjadi aktor di dalam pembelajaran. Pembelajaran yang baik adalah

23
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjadi aktor di dalam pembelajaran dan diharapkan pembelajaran itu
akan membawa sesuatu yang bermakna.

2. Saran
Tabularasa merupakan sebuah hipotesis yang
berlandaskan dari teori Stimulus dan Respon. Adanya Stimulus-
Respon akan sangat membantu untuk mengajarkan berbahasa
kepada anak-anak dengan catatan menggunakan cara-cara yang
benar. Dalam proses pembelajaran teori S-R inipun dapat
diterapkan untuk mengoptimalkan pembelajaran. Penulis
menyarankan untuk menerapkan teori S-R ini untuk
membelajarkan bahasa kepada kanak-kanak serta dapat
dimanfaatkan untuk proses pembelajaran di sekolah.

24
DAFTAR PUSTAKA

Buleleng. (2020, juli 29). Jangan Bunuh Karakter Anak Sejak Dini. Retrieved from
bulelengkab: https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/jangan-bunuh-
karakter-anak-sejak-dini-95

Fatimah, H. (2015, Oktober Minggu). Teori Tabularasa. Retrieved from


fatimahazzahramutmainnah:
https://fatimahazzahramutmainnah.blogspot.com/2015/10/teori-
tabularasa.html

inspirasi, r. (2010, juni 8). Anak-anak Bukan Kertas Kosong. Retrieved from
rumahinspirasi: https://rumahinspirasi.com/anak-anak-bukan-kertas-
kosong/#:~:text=Implikasi%20Memandang%20Anak%20sebagai%20Kertas
%20Kosong&text=Hal%20ini%20mengakibatkan%20sentral%20proses,kertas
%20kosong%20yang%20harus%20diisi).&text=Itulah%20model%20belajar
%20yang%20di

25
CURRICULUM VITAE KELOMPOK 6

1. NOVITA SARI
Nama Lengkap : Novita Sari
TTL : Ponggi, 05 Januari 2001
Alamat : Desa To’Bela Kec. Porehu
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua:
Ayah : Rusdan
Ibu : Jumia
Status : Belum Menikah

2. IRMAWATI
Nama Lengkap : Irmawati
TTL : To’Bela, 17 Januari 2002
Alamat : Desa To’bela Kec. Porehu
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua:

26
Ayah : Jastu
Ibu : Maida
Status : Belum Menikah

3. SARIANA
Nama Lengkap : Sariana
TTL : Tanggaruru, 25 Februari 1990
Alamat : Desa Tanggaruru Kec. Porehu
Agama : Islam
Jenis kelamin : Islam
Nama Orang Tua:
Ayah : Nasir Abdullah
Ibu : Ruhani
Status : Menikah

4. MARTA PATANTANAN
Nama Lengkap : Marta Patantanan
TTL : Tanggaruru, 9 Januari 1991
Alamat : Desa Tanggaruru Kec. Porehu
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua:

27
Ayah : Abd. Rahman
Ibu : Baria
Status : Belum Menikah

5. WINARNI
Nama Lengkap : Winarni
TTL : Labipi, 25 Juni 1987
Alamat : Desa Sarambu Kec. Porehu
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua:
Ayah : Kamaruddin
Ibu : Warina
Status : Menikah

28

Anda mungkin juga menyukai