Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1. Latar Belakang............................................................................ 1
2. Rumusan Masalah....................................................................... 1
3. Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Pengertian Teori Tabularasa........................................................ 3
B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Tabularasa.............................. 6
C. Faktor – Faktor Tabularasa menurut John Locke........................ 7
D. Peran Guru Dalam Teori Tabularasa.............................................. 16
E. Strategi Pembelajaran Aktif.......................................................... 19
F. Pentingnya Strategi Pembelajaran Aktif Bagi Anak Usia Dini....... 21
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 20
1. Kesimpulan................................................................................. 23
2. Saran........................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari teori Tabularasa?
2. Apa kelebihan dan kekurangan dari teori Tabularasa?
3. Bagaimana Faktor – Faktor Tabularasa menurut John Locke?
4. Bagaimana Peran Guru Dalam Teori Tabularasa?
5. Bagaimana itu strategi pembelajaran aktif
6. Bagaimana Pentingnya Strategi Pembelajaran Aktif Bagi Anak Usia Dini
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari teori tabularasa.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori tabularasa.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor tabularasa menurut John Locke.
4. Untuk memahami peran guru dalam teori tabularasa.
5. Untuk mengetahui strategi pembelajaran aktif.
6. Untuk mengetahui Pentingnya Strategi Pembelajaran Aktif Bagi Anak Usia
Dini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Umumnya para pendukung pandangan tabularasa akan melihat bahwa
pengalamanlah (lingkungan) yang akan menjadikan anak itu baik atau
buruk, pengalamanlah (lingkungan) yang berpengaruh terhadap
kepribadian, perilaku sosial dan emosional, serta kecerdasan. Jadi,
sejak lahir anak itu mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Anak
dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Di sini kekuatan ada pada
pendidik. Pendidikan dan lingkungan berkuasa atas pembentukan
anak.
Gagasan mengenai teori ini banyak dipengaruhi oleh pendapat John
Locke di abad 17. Dalam filosofi Locke, tabula rasa adalah teori
bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa “kertas kosong” tanpa
aturan untuk memproses data, dan data yang ditambahkan serta aturan
untuk memprosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya.
Selain itu ia juga menekankan tentang kebebasan individu untuk
mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari
karakternya namun identitas dasarnya sebagai umat manusia tidak
bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa yang bebas dan ditentukan
sendiri serta dikombinasikan dengan kodrat manusia inilah lahir
dokktrin Lockean tentang apa yang disebut alami.
Pendapat John Locke seperti di atas dapat disebut juga empirisme,
yaitu suatu aliran atau paham yang berpendapat bahwa segala
kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari pengamalan
(empirik) yang masuk melalui alat indera. Kaum behavioris juga
berpendapat senada dengan teori tabularasa itu. Behaviorisme tidak
mengakui adanya pembawaan dan keturunan, atau sifat-sifat yang
turun-temurun. Semua Pendikan, menurut behaviorisme adalah
4
pembentukan kebiasaan, yaitu menurut kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku di dalam lingkungan seorang anak.
Dalam bidang pendidikan, John Locke menganjurkan pengamatan
gejala-gejala psikis. Menurutnya segala sesuatu melalui pengalaman
inderawilah helai-helai kertas itu diisi Artinya pengamatan dengan
pancaindera akan mengisi jiwa dengan kesan-kesan (sensation) yang
dengan jalan sistesis, analisis dan perbandingan diolah menjadi
pengetahuan (reflexion).
Menurut teori ini, semua pengetahuan (dalam manusia) yang nampak
dalam perilaku berbahasanya merupakan hasil perpaduan peristiwa-
peritiwa linguistik yang dialami dan diamati olehnya. Yang dimaksud
dengan yang dialami dan diamati ialah bahwa apa yang tidak dialami
atau diamati tidak akan pernah menjadi bagian dari pengetahuan
linguistik seseorang.
Behaviorisme menganggap bahwa pengetahuan linguistik hanya
terdiri dari rangkaian hubungan-hubungan yang dibentuk dengan cara
pembelajaran S - R (Stimulus - Respons). Cara pembelajaran S – R
yang termuka adalah pelaziman klasik, pelaziman operan, dan mediasi
atau penengah yang telah dimodifikasi menjadi teori-teori
pembelajaran bahasa.
Teori pembelajaran bahasa pelaziman operan menyatakan bahwa
perilaku berbahasa seseorang dibentuk oleh serentetan ganjaran yang
bermacam-macam dan muncul di sekitar orang tersebut. Seorang anak
yang sedang memperoleh sistem bunyi bahasa ibunya, awalnya ia
akan “mengucapkan” semua bunyi yang ada di lingkungan ibu dari
anak tersebut. Lalu anak itu akan menggabungkan bunyi-bunyi yang
5
telah diucapkan itu dan menirukan ucapan orang tuanya. Jika, ucapan-
ucapan yang ia tirukan benar, maka si anak akan mendapatkan sebuah
“hadiah” berupa senyuman, tawa, ciuman, cubitan gemas, dan
sebagainya. Dapat dikatakan bahwa bahasa anak-anak itu berkembang
secara bertahap, mulai dari bunyi, kata, frasa, hingga kalimat.
Perkembangan kemampuan berbahasa tadi juga didukunang dengan
hadiah-hadiah dan ganjaran, sehingga menjadi tabiat dari anak
tersebut. Tabiat-tabiat seperti yang dituliskan pada “kertas kosong”
tabularasa otak anak-anak.
Pemerolehan bahasa menurut teori tabularasa tidak akan dapat
menjelaskan faktor kreatifitas dalam penggunaan bahasa. Tidak
mungkin semua kalimat yang diucapkan anak-anak telah dituliskan
terlebih dahulu dalam tabularasa otak si anak. Setiap kalimat yang
diucapkan adalah kalimat baru, kecuali peribahasa atau ungkapan
seperti “selamat pagi”, “keras kepala”, dan “membanting tulang”.
6
orang yang paling berpengaruh terhadap baik buruknya seorang anak.
Hal ini akan mematikan kreatifitas anak.
Di sisi lain, hal ini akan menafikan pendapat para peneliti genetika
perilaku yang telah menemukan bukti-bukti yang meningkat bahwa
hingga taraf tertentu, kemampuan kognitif, sifat kepribadian, orientasi
seksual dan gangguan kejiwaan dipengaruhi oleh faktor genetik.
Keberadaan atau ketiadaan gen tertentu memang tidak secara otomatis
mengakibatkan perilaku tertentu, tetapi gen lebih member predisposisi
(kesiapan) untuk merespon lingkungan dengan cara tertentu dan
bahkan mencari jenis lingkungan tertentu pula. Tidak diketahui adalah
sejauh mana gen mengendalikan tingkah laku.
7
kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah kertas putih
atau tabula rasa yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman
yang dijalani oleh manusia itu.
Tabularasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir
berupa “kertas kosong” tanpa aturan untuk memroses data, dan data
yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya
oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti
dari empirisme Lockean. Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa
pikiran individu “kosong” saat lahir, dan juga ditekankan tentang
kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu
bebas mendefinisikan isi dari karakternya - namun identitas dasarnya
sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa
yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan
dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang
disebut alami. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah
pengalaman-pengalaman manusia menjadi pengetahuan sehingga
sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman.
Lebih lanjut, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman
manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation)
dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection). Pengalaman
lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu
segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra
manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia
memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara
‘mengingat’, ‘menghendaki’, ‘meyakini’, dan sebagainya. Kedua
8
bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk
pengetahuan melalui proses selanjutnya.
Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana
ini, rasio atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi.
Setelah pandangan-pandangan sederhana ini tersedia, baru rasio atau
pikiran bekerja membentuk ‘pandangan-pandangan kompleks’
(complex ideas). Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks
dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung-
hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut.
Dia juga menganjurkan pakaian yang cocok , tidak terlalu panas dan
tidak terlalu sempit , makanan sehat tanpa pedas, sering menghirup
udara segar, melakukan gerak olah raga , serta kapala dan kaki harus
selalu dingin. John Locke mengutamakan pendidikan di rumah
daripada di sekolah, karena pendidikan di rumah member kesempatan
mengenal dari dekatkepribadian anak.
9
mencela. John Locke mementingkan kepatuhan si anak. Dari
permulaan anak harus
dibiasakan kepada yang baik – baik. Pendidikan harus dapat
mempertahankan
kewibawaannya. Ia menolak hukuman – hukuman dan hadiah. Ia pun
menolak pendidikan agama yang berlebihan. Menurutnya , anak lebih
baik disuruh membaca cerita-cerita Bibel John locke adalah filusuf
yang mengabdikan dirinya bukan hanya kepada dunia kedokteran
tetapi ia juga pakar dalam pendidikan , ia sangat tertarik dalam
pembentukan kemampuan yang dimiliki oleh anak, bahwa segala
sesutu sangat dipengaruhi oleh lingkungang yang memadai baik dari
sarana maupun oleh latih yang terus nerus. Itu semua dianggap benar
karena tanpa ada lingkungan luar anak tidak akan kelihatan
kemampuan baik kemampuan nyata ( actualty ability ) yang langsung
dapat diketahui pada saat individu telah mengalami proses belajar ,
maupun kemampuan bakat ( potencial ability ) yaitu kemampuan
potensi individu yang dimiliki secara khusus tidak dimiliki oleh
individu lain , hanya mungkin di sini john terlalu mengabaikan
lingkungan alami ( natural ) yang dimiliki oleh setiap anak, karena
setiap individu, heriditas yang dimiliki oleh individu oleh john locke
sangat diabaikan, beliau memandang bahwa pembawaan yang dimiliki
oelh individu itu tidak ada , semua yang dimiliki oleh anak sekarang
hanyalah pengaruh atau didikan dari luar semata.
Sementara menurut aliran holistik bahwa manusia ( human being
) itu merupakan kesatuan jiwa raga ( a whole being ) yang tak
terpisahkan satu sam lain, bahwa di dalam organisme itu terdapat
10
dorongan ( drives ) yang bersumber pada kebutuhan dasarnya ( basic
needs ) yang merupakan daya penggerak ( motives ) untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Holistik menekankan bahwa prilaku itu bertujuan ( purposive ) , yang
berarti aspek instrinsik dari dalam individu merupakan factor penentu
yang penting untuk melahirkan prilaku tertentu meskipun tanpa
adanya perangsang ( stimulus ) yang datang dari lingkungan.
Dari hasil uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
11
gejala-gejala psikis, manurutnya , segala sesuatu . Melalui
pengalaman inderawilah helai -helai kertas itu diisi. Artinya
pengamatan dengan pancaindera akan mengisi jiwa dengan kesan-
kesan ( sensation ) yang dengan jalan sistesis, analisis dan
perbandingan diolah menjadi pengetahuan ( reflexion ).
Sebagai pendidik , John Locke mengutamakan pendidikan jasmani.
Pernah mendengar teori tabula rasa? Teori ini sering kali dikonsumsi
dalam pendidikan anak usia dini. Teori ini dikemukakan oleh John
Locke, yang mana mengungkapkan bahwa anak lahir ibarat sebuah
'kertas kosong' yang mana membutuhkan orang dewasa untuk mengisi
dan mewarnainya.
Anak dipandang tidak memiliki apa-apa saat mereka lahir, tanpa bekal
kecerdasan, kemampuan dan lainnya, dianggap benar-benar kosong
dan tidak berdaya. Bagi orang-orang yang menggunakan teori ini
dalam pendidikan anak usia dini, maka anak usia dini dianggap tidak
memiliki kekuatan lebih dalam proses perkembangannya dan orang
dewasa bersifat absolut sebagai subjek pembentuk dalam membantu
proses perkembangan pada anak usia dini tersebut.
12
akan suatu hal secara sederhana menurut persepsi mereka serta yang
paling dekat dengan kita adalah dengan munculnya perilaku anak
yaitu sering bertanya.
Anak akan menanyakan apa saja kepada orang dewasa atau teman
sebaya yang mereka temui, hal ini dilakukan sebagai bentuk
memperoleh informasi yang mereka butuhkan. Anak akan bertanya
ketika telah melewati proses memberi atensi dan memiliki persepsi
atas apa yang ingin ia ketahui sebelumnya. Bertanya adalah karakter
anak yang perlu diasah. Dengan bertanya, anak yang semula 'kosong'
seperti halnya konsep tabula rasa yang dibahas diawal akan menjadi
terisi dan tak kosong lagi.
Ada beberapa kasus yang menjadi contoh dalam hal ini, pertama,
pernahkah kita sebagai orang tua menemukan anak kita tiba-tiba
mengucapkan kata-kata kotor padahal di keluarga tidak pernah
diajarkan hal tersebut? Ternyata anak belajar kata tersebut dari teman
sebayanya yang memang telah terbiasa mengucapkan hal tersebut.
Kedua, ada anak yang ketika di sekolah kita anggap sebagai anak yang
berkarakter agamis sejak dini, ternyata di keluarga mereka memang
13
telah dibiasakan untuk beribadah dengan rutin atau kita sebagai guru
menemui anak murid yang cenderung pendiam dan sangat pasif ketika
di sekolah? Ternyata hal tersebut terjadi karena karakter anak telah
terbunuh sebelumnya oleh lingkungan tempat ia tinggal.
14
bukankah secara alami intensitas pertanyaan yang keluar dari otak kita
semakin berkurang? Kita menganggap susah sekali membuat
pertanyaan atas suatu hal yang benar-benar tidak ketahui? Sebenarnya
jawabannya adalah adanya karakter yang telah terbunuh secara tidak
sadar dalam diri kita.
Kedua, mematahkan imajinasi anak. Pada masa golden age anak suka
sekali berimajinasi. Imajinasi ini merupakan hal yang berkembang
pada alam bawah sadar pada otak anak. ketika anak berimajinasi, ia
akan mengajak siapa saja untuk menjadi lawan mainnya. Biasanya,
orang tua akan menjadi objek bagi anak untuk mengungkapkan apa
saja yang sedang berada di pikirannya saat itu, mengungkapkan apa
saja yang sedang ia imajinasikan.
Fenomena kali ini biasanya terjadi pada orang tua yang terlalu realistis
dan tidak mau menyelam pada dunia anak, ketika anak mereka
berimajinasi dan menggunakan mereka sebagai objek, orang tua yang
terlalu realistis akan melakukan hal yang mematahkan imajinasi anak.
tentu, apabila hal ini terlalu sering dilakukan maka anak akan
terbunuh karakternya. Mereka akan berhenti memikirkan hal-hal yang
dianggap tidak realistis oleh orang tua mereka.
Apabila di sekolah biasanya terjadi pada anak yang biasa biasa saja
namun berimajinasi ingin menjadi dokter, imajinasinya bisa
dipatahkan oleh teman sebaya atau bahkan guru yang tidak menyukai
anak tersebut karena dianggap imajinasinya terlalu tinggi.
Dampaknya, bukan tidak mungkin anak tersebut akan mengubur
15
dalam cita-cita atau imajinasinya tadi dan kehilangan karakter positif
dalam drinya karena menganggap ia tidak akan mampu melakukan
apapun ketika ia hanya seorang anak yang biasa-biasa saja.
Ketiga, menganggap anak tidak tahu apa-apa. Teori tabula rasa tak
dapat selalu dibenarkan. Pemikiran bahwa anak lahir tanpa memiliki
kecerdasan apa-apa itu tidak selalu benar. Menurut teori kognitif dari
Piaget, anak memiliki kecerdasan bawaan yang merupakan keturunan
dari orang tuanya. Menurut penelitian, kecerdasan ibu memiliki
pengaruh 80% terhadap kecerdasan anak mereka.
Karakter pada anak usia dini ibarat sebuah identitas yang perlu diasah
sejak dini pada anak. lingkungan baik itu keluarga, teman atau
masyarakat yang berada dalam lingkup terdekat yang bersetuhan
langsung dengan pribadi anak usia dini harus memahami bahwa
pendidikan karakter, penanaman karakter itu penting sifatnya. Dengan
kemudian memahami ada hal-hal yang dapat membunuh karakter anak
usia dini yang jarang orang sadari, dapat bermanfaat berupa
penanganan yang lebih bijak dalam hal pendidikan pada anak usia
dini.
16
1. Implikasi Memandang Anak Sebagai Kertas Kosong
Lebih repot lagi, pandangan tentang “kertas kosong” itu terbawa terus
dalam pendidikan, walaupun siswa sudah setingkat SMA. Proses belajar
tingkat SMA sama saja dengan tingkat SD, seperti menulisi kertas
kosong dan anak-anak memperlakukan dirinya seperti kertas kosong
(alias pasif). Itulah model belajar yang diketahui dan diyakini
kebenarannya, baik oleh guru maupun siswa.
Terus, proses belajar dengan cara “menulisi kertas kosong” itu berlanjut
hingga tingkat perguruan tinggi. Dosen mencari cara gampang yaitu
hanya mengajar (knowledge transfer). Dosen malas untuk berdiskusi,
mahasiswa juga tak mau repot melakukan riset dan belajar sebelum
masuk kelas.
17
2. Anak Adalah Individu yang Bertumbuh
Bagiku, anak-anak adalah individu dengan segala sifatnya.
Memang ada bagian individu pada anak-anak yang belum berkembang
seperti orang dewasa. Tetapi, individu itu bukan kertas kosong yang pasif
menerima apapun pengaruh dari lingkungannya.
18
Menurutku, pandangan itu lebih tepat. Dan pandangan seperti itulah yang
menjadi salah satu spirit di dalam homeschooling kami.
19
keaktifan fisik. “ Sehingga siswa benar-benar berperan dan
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, dengan menempatkan
kedudukan siswa sebagai subjek dan sebagai pihak yang penting dan
merupakan inti dalam kegiatan belajar mengajar”.
Pada hakikatnya konsep ini adalah mengembangkan keaktifan
proses belajar mengajar baik dilakukan guru atau siswa. Jadi dalam
strategi pembelajaran aktif tampak jelas adanya guru aktif mengajar
disatu pihak dan siswa aktif belajar dilain pihak. Konsep inibersumber
dari teori kurikulum yang berpusat pada anak.
Active learning merupakan pembelajaran yang berorientasi
kepada learner-centered. Oleh sebab itu, strategi-strategi yang ada
akan memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja
lebih independent dibandingkan jika dengan strategi-strategi yang
berorientasi kepada teacher-centered. Kelebihan pernbelajaran yang
berpusat pada siswa atau student-centered telah diketahui sejak lama.
20
berbuat dalam proses belajar, baik di dalam maupun di luar kelas.
21
(1) melalui interaksisosial. anak mengetahui sesuai dari manusia lain
ketika anak meneliti atau melihatsesuatu, anak akan tahu tentang
objek jika diberitahu oleh objek lain;
(2) Melalui pengetahuan fisik, yaitu mengetahui sifat fisik dari suatu
benda. Pengetahuan ini diperoleh dengan menjelajah dunia yang
bersifat fisik, melalui kegiatan tersebut anak belajar tentang sifat
bulat, panjang, pendek, keras, lemah, dingin atau panas. Konsep ini
diperoleh dari pemahaman terhadap lingkungan dimana anak
berinteraksi secara
langsung ;
(3) Melalui logica mathematical, meliputi pengertian tentang angka,
seri, klasifikasi, waktu, ruang dan konversi. Didalam teori active
learning, pendidikan hendaknya mengarahkan anak untuk menjadi
pembelajar yang aktif. Dengan demikian, pendidikan harus dirancang
secara kreatif. Anak-anak akan terbiasa belajar dan mempelajari aspek
pengetahuan. Keterampilan dan kemampuan melalui berbagai
aktivitas mengamati, mencari, menemukan, mendiskusikan,
menyimpulkan dan
mengemukakan sendiri berbagai hal yang ditemukan di lingkungan
sekitar.
22
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tabula rasa menganngap pikiran manusia bagaikan kertas putih
yang nantinya akan diisi dan menjadi berwarna. Tabula rasa adalah
salah satu cabang dari aliran empirisme yang mendasarkan teorinya
berdasarkan pengalaman. Dengan demikian, tabula rasa erat dengan
pengalaman. Jika dikaitkan dengan proses pembelajaran di dalam
kelas, pengalaman belajar juga mengambil peran penting dalam
terbentuknya pemahaman siswa. Pembelajaran yang baik juga
pembelajaran yang memberikan pengalaman bagi siswa. Pengalaman
yang baik akan menjadikan materi yang dipelajari juga akan bertahan
lama dalam diri siswa.
Tabula rasa tidak dapat dipercaya secara penuh jika diterapkan
di dalam pembelajaran, karena tabula rasa masih memegang konsep
bahwa pikiran siswa adalah lembaran kosong yang dapat diisi dengan
materi-materi dari guru. Dalam hal ini, peran guru menjadi lebih aktif
di kelas, dan siswa hanya mendengarkan, mencatat, dan menjawab
pertanyaan dari guru. Peran siswa menjadi lebih sedikit dan tidak
menjadi aktor di dalam pembelajaran. Pembelajaran yang baik adalah
23
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjadi aktor di dalam pembelajaran dan diharapkan pembelajaran itu
akan membawa sesuatu yang bermakna.
2. Saran
Tabularasa merupakan sebuah hipotesis yang
berlandaskan dari teori Stimulus dan Respon. Adanya Stimulus-
Respon akan sangat membantu untuk mengajarkan berbahasa
kepada anak-anak dengan catatan menggunakan cara-cara yang
benar. Dalam proses pembelajaran teori S-R inipun dapat
diterapkan untuk mengoptimalkan pembelajaran. Penulis
menyarankan untuk menerapkan teori S-R ini untuk
membelajarkan bahasa kepada kanak-kanak serta dapat
dimanfaatkan untuk proses pembelajaran di sekolah.
24
DAFTAR PUSTAKA
Buleleng. (2020, juli 29). Jangan Bunuh Karakter Anak Sejak Dini. Retrieved from
bulelengkab: https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/jangan-bunuh-
karakter-anak-sejak-dini-95
inspirasi, r. (2010, juni 8). Anak-anak Bukan Kertas Kosong. Retrieved from
rumahinspirasi: https://rumahinspirasi.com/anak-anak-bukan-kertas-
kosong/#:~:text=Implikasi%20Memandang%20Anak%20sebagai%20Kertas
%20Kosong&text=Hal%20ini%20mengakibatkan%20sentral%20proses,kertas
%20kosong%20yang%20harus%20diisi).&text=Itulah%20model%20belajar
%20yang%20di
25
CURRICULUM VITAE KELOMPOK 6
1. NOVITA SARI
Nama Lengkap : Novita Sari
TTL : Ponggi, 05 Januari 2001
Alamat : Desa To’Bela Kec. Porehu
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua:
Ayah : Rusdan
Ibu : Jumia
Status : Belum Menikah
2. IRMAWATI
Nama Lengkap : Irmawati
TTL : To’Bela, 17 Januari 2002
Alamat : Desa To’bela Kec. Porehu
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua:
26
Ayah : Jastu
Ibu : Maida
Status : Belum Menikah
3. SARIANA
Nama Lengkap : Sariana
TTL : Tanggaruru, 25 Februari 1990
Alamat : Desa Tanggaruru Kec. Porehu
Agama : Islam
Jenis kelamin : Islam
Nama Orang Tua:
Ayah : Nasir Abdullah
Ibu : Ruhani
Status : Menikah
4. MARTA PATANTANAN
Nama Lengkap : Marta Patantanan
TTL : Tanggaruru, 9 Januari 1991
Alamat : Desa Tanggaruru Kec. Porehu
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua:
27
Ayah : Abd. Rahman
Ibu : Baria
Status : Belum Menikah
5. WINARNI
Nama Lengkap : Winarni
TTL : Labipi, 25 Juni 1987
Alamat : Desa Sarambu Kec. Porehu
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua:
Ayah : Kamaruddin
Ibu : Warina
Status : Menikah
28