Anda di halaman 1dari 13

Al-Baqarah: 42 yang artinya: 39 “Dan janganlah kamu campur adukkan yang benar dengan yang

salah, dan janganlah kamu sembunyikan yang benar itu, sedangkan kamu mengetahui.”
Dalam menghilangkan yang madaratnya, tidak boleh dengan menempuh madaratnya yang sama
atau yang lebih berat madaratnya.

Moh Wardi, “Pemikiran Para Ahli Hukum dalam Merespon Dinamika Ke Islaman dan
Kebangsaan”, Vol 1 (April 2018), diunduh 18 September 2018, h. 2-3 74I
Dalam persepektif Mahfud MD, politik hukum HTI tentang sistem pemerintahan Khilafah tidak
relefan dengan paradigma pembangunan hukum Nasional. Jika hukum Islam klasik versi Hizbut
Tahrir Indonesia akan diundangkan dan dijadikan ideology dalam pembangunan hukum
Nasional, maka harus sesuai dengan sejumlah prinsip hukum Nasional diantaranya yaitu.
Pertama, hukum Nasinal harus dapat menjaga integrasi baik ideology maupun teritori sesuai
dengan tujuan “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”.Kedua, hukum
Nasional harus dibangun secara demokrasi.Ketiga, hukum Nasional harus mampu menciptakan
keadilan social.Keempat, hukum harus menjamin toleransi beragama yang berkeadaban antara
pemeluknya

ridwan HR dalam bukunya juga mengungkapkan tentang Teori Kewenangan yang digagas oleh
F.P.C.L Tonner dimana beliau berpendapat bahwa Kewenangan pemerintah dalam kaitan
ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu
dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintahan dengan warga negara.

Menurut Wahiduddin, sebagai suatu negara, Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi,
memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi
tersebut, sebagai salah satu bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana yang diamanatkan
dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945.  Namun demikian, meskipun bersifat fundamental, hak
atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut bukanlah hak yang bersifat mutlak

Sedangkan menurut Prof. Romli Atmasasmita, tidak benar bahwa Perppu Ormas 2017 melanggar
due process of law dengan alasan proses pembubaran tidak melalui proses peradilan
sebagaimana telah dimuat dalam Pasal 71, Pasal 78 Undang-Undang Ormas 2013. Prinsip due
process of law tidak tergantung dari pengaturan atas suatu proses peradilan semata-mata,
melainkan tergantung dan sangat penting apakah di dalam proses peradilan, termohon, pemohon,
atau tersangka dan penuntut, telah memperoleh hak-haknya sesuai dengan ketentuan undang-
undang acara yang berlaku.

Walaupun dalam hal pembubaran Ormas yang diatur dalam UU ini tidak disediakannya prosedur
dan mekanisme peradilan, namun keputusan menteri terkait dalam hal membubarkan Ormas
tersebut apabila ada pihak yang merasa keberatan, maka keputusan menteri tersebut masih dapat
diuji melalui jalur pengadilan di Tata Usaha Negara (PTUN).

peneliti Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara (ASHTN) Indonesia, Sudiyatmiko Aribowo
menerangkan asas contrarius actus merupakan asas yang memiliki arti formalitas atau prosedur
yang diikuti dalam proses pembentukan suatu keputusan dan diikuti proses pencabutan atau
pembatalan. Ia berpendapat pencabutan maupun pembatalan suatu keputusan
Menteri (beschikking)  pun masih dapat diuji melalui jalur pengadilan di tata usaha negara
(PTUN). Tanpa penegasan asas contrarius actus pun setiap pejabat tata usaha negara
-menteri- ketika mengetahui keputusan yang diterbitkan bermasalah pun dapat diperbaiki
atau dibatalkan secara langsung tanpa harus menunggu pihak lain keberatan atau
mengajukan gugatan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak bersifat absolut (relatif ). Hal ini sejalan dengan
pandangan ASEAN di dalam butir pertama dan kedua Bangkok Declaration human Rights 1993

Pada dasarnya HAM tidak dapat digunakan dengan sebebas-bebasnya meskipun hak berserikat,
berkumpul dan berpendapat tidak dapat dicabut, tetapi hak tersebut dapat dibatasi dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku.

PRO
A GOOD PERSON CAN MAKE ANOTHER PERSON GOOD; IT MEANS THAT
GOODNESS WILL ELICIT GOODNESS IN THE SOCIETY; OTHER PERSON WILL ALSO
BE GOOD – Bhumibol Adulyadej
“orang baik bisa membuat orang lain menjadi baik; artinya kebaikan akan menghasilkan
kebaikan di masyarakat; orang lain juga akan menjadi baik; begitupun sebaliknya orang jahat
akan membuat dirimu menjadi penjahat dan akan menyebabkan kejahatan di masyarakat”

Dewan juri yang kami hormati


Tim KONTRA sebagai teman kami berfikir dalam perdebatan kita dalam mossi kita kali ini
Dan rekan-rekan pemerhati debat hukum .
Sebelum mengelaborasi lebih dalam mossi perdebatan kita pada siang hari ini izinkanlah kami
tetap pada pendirian kami untuk kesekian kalinya menyatakan sikap SEPAKAT terhadap mosi
perdebatan kita pada siang hari ini.

Dewan juri yang kami hormati, perlu kita terangkan bahwasanya sangatlah apik, dan sangatlah
elok argumentasi dari tim kontra dalam perdebatan pada siang hari ini, namun telah terang disini
bahwasanya tim kontra memiliki beberapa kekeliruan dalam argumentasi dan rekomendasi yang
di tawarkanya dalam tatanan yang masih abstrak dan tidak tegas dalam pemahamannya.
Yang pertama tim KONTRA menyatakan :
1.
2.
3.

Jaminan membentuk Ormas telah dijamin dalam Ketentuan Pasal 9 dan Pasal 33 Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Keberadaan Ormas
sebagai salah satu wadah dalam upaya pergerakan kemerdekaan Indonesia dengan segala
bentuknya tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam hal pembubaran organisasi masyarakat keagamaan yang tidak sejalan
dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945 adalah hal yang tepat untuk dilakukan oleh pemerintah.
Contohnya pada kasus pembubaran organisasi masyarakat keagamaan HTI. Mahfud MD
menuturkan, politik hukum HTI tentang sistem pemerintahan Khilafah tidak relefan dengan
paradigma pembangunan hukum Nasional.
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan” an-nahl ayat 90.

Pemerintah menilai bahwasanya kegiatan HTI bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,
kemudian aktivitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang
dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta membahayakan keutuhan bangsa.

Bahwa dewan juri yang kami hormati dan rekan-rekan pemerhati debat hukum, pada pasal
60 UU No. 16 Tahun 2017 Tentang Penetapan tertera bahwa apabila melanggar ketentuan
yang dimaksud dalam ketentuan pasal a quo organisasi kemasyarakat dapat di jatuhi sanksi
berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Yang dimaksud dengan “penjatuhan sanksi administratif berupa pencabutan surat


keterangan terdaftar dan pencabutan status badan hukum” adalah sanksi yang bersifat
langsung dan segera dapat dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri atau Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia terhadap Ormas yang asas dan kegiatannya nyata-nyata mengancam
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga Pemerintah
berwenang melakukan pencabutan. pencabutan surat keterangan terdaftar dan pencabutan
status badan hukum Ormas sudah sesuai dengan asas contarius actus, sehingga pejabat yang
berwenang menerbitkan surat keterangan/surat keputusan juga berwenang untuk melakukan
pencabutan.

Kemudian pembubaran ormas FPI melalui SKB pada tahun 2020. Dalam SKB tersebut
ditetapkan bahwa alasan pembubaran FPI adalah selain tidak terdaftar sebagaimana yang diatur
dalam perundang-undangan, sehingga secara de jure telah dinyatakan bubar sebagai organisasi
kemasyarakatan. Kemudian pada dictum kedua pemerintah menyatakan bahwa FPI melakukan
berbagai kegiatan yang mengganggu ketrentaman, ketertiban umum dan bertentangan dengan
hukum.

Pemerintah yang diwakili oleh Edward Omar Sharif Hiariej, wakil Menteri Hukum dan HAM
mengatakan berdasarkan data sebanyak 35 orang anggota FPI terlibat tindaak pidana terorisme
dan 29 orang diantaranya telah dijatuhi pidana, kemudian sejumlah 206 orang terlibat berbagai
tindak pidana umum lainnya dan 100 diantaranya telah dijatuhi pidana. Kemudian anggota FPI
juga melakukan kegiatan yang meresahkan yakni kerap kali melakukan sweeping, contohnya
pada tahun 2011 terhadap warung makan yang buka pada siang hari saat bulan ramadhan yang
sebernarnya hal tersebut merupakan tugas wewenang aparat penegak hukum, serta kekerasan
pada AKBB (Aliasnsi untuk Kebasan Beragama dan Berkeyakinan) tahun 2008 menurut data
yang disampaikan aiman witjaksono dalam kompas tv

Dewan juri yang kami hormati dan rekan-rekan pemerhati debat hukum, Bahwa sesuai
dengan amanat konstitusi, Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi, memajukan,
menegakkan, memenuhi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, sebagai salah satu
bagian dari hak asasi manusia, sebagaiana yang diamanatkan dalam Pasal 28I ayat 4 UUD 1945.
Namun dewan juri yang kami hormati, pasal 28 I tersebut dibatasi oleh pasal 28J ayat 2 “Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.”

---

CLOSING STATEMENT:

‫صالِ ُح قُ ِّد َم ْاألَعْ َلى ِم ْن َها‬


َ ‫ت ْال َم‬ َ ‫إِ َذا َت َز‬
ِ ‫اح َم‬
Izataza hamatil masolihu kuddimal a’la minha
“Jika ada beberapa kemaslahatan bertabrakan, maka maslahat yang lebih besar (lebih tinggi)
harus didahulukan.”
Keberadaan Ormas sebagai salah satu wadah dalam upaya pergerakan kemerdekaan Indonesia
dengan segala bentuknya tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara.

‫ت ْال َم َفاسِ ُد قُ ِّد َم ْاألَ َخفُّ ِم ْن َها‬ َ ‫َوإِ َذا! َت َز‬


ِ ‫اح َم‬
wa iza taza hamatil mafasidu kuddimal akhoffu mihha
“Dan jika ada beberapa mafsadah (bahaya, kerusakan) bertabrakan, maka yang dipilih adalah
mafsadah yang paling ringan”

Pertumbuhan jumlah organisasi kemasyarakatan, sebaran dan jenis kegiatan organisasi


kemasyarakatan dalam kehidupan demokrasi makin menuntut peran, fungsi dan tanggung jawab
organisasi kemasyarakatan untuk berpartisipasi dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional
bangsa Indonesia, serta menjaga dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Peningkatan peran dan fungsi organisasi kemasyarakatan dalam
pembangunan memberi konsekuensi pentingnya membangun sistem pengelolaan organisasi
kemasyarakatan yang memenuhi kaidah organisasi kemasyarakatan yang sehat sebagai
organisasi nirlaba yang demokratis, profesional, mandiri, transparan, dan akuntabel. Oleh karena
itu, dinamika organisasi kemasyarakatan dengan segala kompleksitasnya menuntut pengelolaan
dan pengaturan hukum yang lebih komprehensif melalui undang-undang.

Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa “kemerdekaan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
undang”. Bahwa kebebasan bukan hak yang absolute artinya kebebasan tersebut tunduk kepada
sejumlah pembatasan yang juga harus ditetapkan dalam undang-undang.

pembubaran ormas perlu dilakukan dgn cermas untuk menjaga kedaulatan negara dari paham2
radikal, penegakannya melalui uu demi u menjamin asas kepastian hukum

-----
Tanggal 19 Juli 2017 pemerintah Indonesia mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir
Indonesia, dengan demikian Hizbut Tahrir Indonesia resmi dibubarkan. Pencabutan dilakukan
sebagai tindak lanjut Perppu No. 2 Tahun 2017 yang menggantikan UU No. 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan. Ada tiga alasan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir
Indonesia:

a. Sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil
bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
b. Kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azaz,
dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
c. Aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang
dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta membahayakan keutuhan
bangsa.

HTI mengusung sistem khilafah dalam organisasinya

Ketua Umum Pengurus Besar Nhadatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengatakan bahwa HTI
memiliki pandangan yang bertentangan dengan Pancasila. Meski diakuinya Hizbut Tahrir
Indonesia tidak melakukan kekerasan dalam menyebarkan dakwahnya, Said mengatakan Hizbut
Tahrir Indonesia tetap perlu diwaspadai karena memiliki agenda mengubah sistem Pemerintahan
Republik Indonesia menjadi Khilafah. Sangat bahaya jika dibiarkan menjadi besar, bisa
berpotensi perpecahaa, konflik, bahkan perang saudara.
KONTRA

You must not lose faith in humanity. Humanity is an ocean; if a few drops of the ocean are dirty,
the ocean doesn’t become dirty.- mahatma gandhi

“kamu tidak boleh kehilangan kepercayaan kepada kemanusiaan. Kemanusiaan adalah samudra;
jika beberapa tetes samudra kotor; samudra tidak menjadi kotor”

Dewan juri yang kami hormati


Tim PRO sebagai teman kami berfikir dalam perdebatan kita dalam mossi kita kali ini
Dan rekan-rekan pemerhati debat hukum .
Sebelum mengelaborasi lebih dalam mossi perdebatan kita pada siang hari ini izinkanlah kami
tetap pada pendirian kami untuk kesekian kalinya menyatakan sikap TIDAK SEPAKAT
terhadap mosi perdebatan kita pada siang hari ini.

Dewan juri yang kami hormati, perlu kita terangkan bahwasanya sangatlah apik, dan sangatlah
elok argumentasi dari tim PRO dalam perdebatan pada siang hari ini, namun telah terang disini
bahwasanya tim kontra memiliki beberapa kekeliruan dalam argumentasi dan rekomendasi yang
di tawarkanya dalam tatanan yang masih abstrak dan tidak tegas dalam pemahamannya.
Yang pertama tim PRO menyatakan :
1.
2.
3.
Penggunaan asas contrarius actus menurut aktivis hukum Eryanto Nugroho dalam undang
undang ini tidaklah tepat. Selain karena argumen hak kebebasan berserikat, lahirnya suatu entitas
badan hukum (rechtpersoon) bukan sekadar persoalan administrasi perizinan belaka. Suatu badan
hukum lahir kemudian diakui sebagai subyek hukum. Sebagai subyek hukum, dia dapat memiliki
hak dan melakukan perbuatan hukum selayaknya manusia.

Dalam hal ini pejabat tata usaha negara tanpa melalui sebuah proses peradilan administrasi dapat
mencabut atau membatalkannya keputusannya. Ketentuan tersebut telah bertolak belakang
dengan unsur-unsur negara hukum eropa kontinental, yaitu salah satu unsurnya adalah peradilan
administrasi, karena pada dasarnya tujuan dari peradilan administrasi untuk menyelesaikan
perselisihan antara penguasa dengan rakyatnya atau pejabat TUN dengan warga negaranya.
Undang-Undang tersebut merupakan langkah mundur dari sebuah negara yang berasaskan
demokrasi, karena seharusnya pemerintah tidak dapat membubarkan ormas begitu saja, tanpa
melalui mekanisme peradilan administrasi dan hal itu akan bertolak belakang dengan unsur–
unsur negara hukum.

Tidak adanya parameter yang jelas terhadap pelanggaran tersebut, dan tidak dapat diukur secara
objektif. Mekanisme pembubaran seperti yang di atur oleh Undang-Undang No.16 Tahun 2017
Tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 20017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan ini adalah
bentuk pemberhangusan hak kebebasan berserikat dengan memungkinkannya kesewenang-
wenangan masuk di dalamnya, karena dianggap akan bertentangan dengan semangat reformasi
dan prinsip demokrasi, serta negara hukum.

Meskipun dengan pengambilalihan perubahan status ormas (hingga pembubaran ormas) tidak
memerlukan waktu yang lama. Namun penerapan asas tersebut belum melihatkan sistem
demokrasi yang baik antara pemisahan lembaga eksekutif dan yudikatif. Selain itu UU ormas
juga belum mencerminkan perlindungan HAM. Dengan pembubaran di lembaga eksekutif dapat
menimbulkan penilaian subjektif pemerintah terhadap ormas tersebut (Amer, 2020). Amer, N.
2020. Analisis Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan dalam Perspektif Negara Hukum. Jurnal
Legalitas, 13(1), 1-15
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gajah Mada Zainal Arifin Mochtar berpendapat,
Pentignya proses peradilan adalah apakah pelanggaran tersebut benar dilakukan oleh ormas
tersebut atau oknum. Dengan asas contrarius actus yang terdapat di UU ormas 2017 sebuah
ormas tidak dapat kesempatan untuk melakukan pembuktian atau pembelaan. Artinya keputusan
tersebut berdasarkan interpretasi pemerintah sepihak.

Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa “kemerdekaan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
undang”. Dan Pasal 28C ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa “setiap orang
berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya”. Selain itu juga di atur dalam Pasal 28E ayat (3)
yang berbunyi “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”, serta dalam Pasal 28I ayat (5) yang menyebutkan bahwa “untuk menegakkan dan
melindungi hak sasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan
perundangundangan”.

Implementasi UU ormas memberikan sanksi kepada ormas terkhusus penambahan sanksi pidana.
Dalam UU ormas juga terdapat absennya asas contrarius actus yang membuat pemerintah
melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai kewenangan tanpa batas
dalam menentukan status sebuah ormas. Dalam implementasi UU ormas ini terdapat juga bahwa
ormas tidak dapat melakukan kegiatan baik internal maupun eksternal tanpa izin.

----
CLOSING STATEMENT:
“Negara hukum adalah untuk mencegah kekuasaan sewenang-wenang oleh penguasa negara dan
untuk melindungi hak-hak rakyat dari tindakan pemerintah yang tidak adil dan kesewenang
wenangan yang mengakibatkan penderitaan rakyat.” definisi Negara hukum yang di kemukakan
oleh filosof Yunani kuno, Plato.

konsep Negara hukum, penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan tidak bersifat sentralistik.


Negara hukum (rechtsstaat) sendiri cirinya adalah adanya pembatasan kekuasaan Negara
(eksekutif). Wewenang pembubaran Ormas yang tersentralistik dalam kekuasaan eksekutif akan
melahirkan negara kekuasaan, bukan negara hukum.

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang benar dengan yang salah, dan janganlah kamu
sembunyikan yang benar itu, sedangkan kamu mengetahui.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak bersifat absolut (relatif ). Hal ini sejalan dengan
pandangan ASEAN di dalam butir pertama dan kedua Bangkok Declaration human Rights 1993

Pada dasarnya HAM tidak dapat digunakan dengan sebebas-bebasnya meskipun hak berserikat,
berkumpul dan berpendapat tidak dapat dicabut, tetapi hak tersebut dapat dibatasi dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku.

Sehingga dalam hal ini dewan juri yang terhormat kami menawarkan solusi dan rekomendasi
berupa: “seharusnya pemerintah dalam hal ini melakukan upaya pembinaan terhadap ormas-
ormas yang bertentangan dengan ideologi pancasila bukan secara semena-mena mencabut badan
hukum dari ormas tersebut. Dan pemerintah dapat menerapkan peradilan administrasi dalam
pembubaran organisasi kemasyarakatan.

VAN RECHTSWEGE NIETING, NULL AND VOID


Suatu proses peradilan yang dilakukan tidak menurut hukum adalah bata demi hukum
---
Reference bidasan dan jawaban

1. Parameter dalam pembubaran ormas


2. Apakah jika terdapat partai politik yang strukturnya banyak melakukan korupsi apakah
partai tersebut dapat dibubarkan?
3. Putusan pembubaran FPI

Putusan MK mengatakan bahwasaya perkumpulan atau suatu organisasi yang tidak memiliki
SKT bukan berarti bisa dibubarkan. Kecuali mereka melakukan pelanggaran hukum.
Pada dictum 2 dinyatakan bahwa FPI sebagai organisasi kemasyarakatan yang secra de jure telah
bubar, pada kenyataannya masih terus melakukan berbagai kegiatan yang mengganggu
ketentraman, ketertiban umum, dan bertentangan dengan hukum. Pertanyaan nya adalah apakah
pelanggaran tersebut dilakukan oleh FPI secara organisasi atau dilakukan oleh perorangan atau
oknum sebagai anggotanya?

Anggota FPI terpidana kasus terorisme

Dan yang menriknya adalah dalam SKB Ormas FPI terdapat penghentian kegiatan organisasi
tersbut dan juga pelarangan penggunaan symbol, atribut FPI dsb. Yang pada UU ormas hanya
terdapat pengaturan penghentian kegiatan dan pelarangan penggunaan symbol serta atribut hanya
terdapat pada UU terorisme. Kemudian apakah FPI dituduh sebagai organisasi terorisme? Jika ya
maka seharusnya dalam SKB ini dituangkan juga UU terorisme

Berdasarkan data sebanyak 35 orang anggota FPI terlibat tindaak pidana terorisme dan 29 orang
diantaranya telah dijatuhi pidana, kemudian sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana
umum lainnya dan 100 diantaranya telah dijatuhi pidana

Dalam putusan MK NO. 82 tahun 2013 (pertimbangan hukum) dinyatakan bahwasanya negara
tidak dapat melarang kegiatan organisasi masyarakat selama tidak bertentangan dengan Pancasila
dan UUD 1945. Bahwa terdapat jejak digital ketua umum FPI Habieb Riziq secara terang-
terangan mendukung ISIS yang bercita-cita mendirikan kekhalifahan.

Sweeping FPI pada tahun 2011 terhadap warung makan yang buka pada siang hari saat bulan
ramadhan, kekerasan pada AKBB (Aliasnsi untuk Kebasan Beragama dan Berkeyakinan) tahun
2008, SKT tidak diurus tahun 2019. Mengapa pemerintah baru melakukan pembubaran FPI pada
tahun 2020?

Asas Contrarius actus adalah asas dimana badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan
keputusan tata usaha negara dan dengan sendirinya dapat membatalkan keputusannya.
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang telah menegaskan bahwa, “Negara Indonesia adalah negara
hukum”. Negara hukum sebagaimana disebut A.V. Dicey sebagai “The Rule of Law” memiliki
karakteristik, yaitu: Supremacy of Law, Equality Before the Law dan Due Process of Law

Menurut Atif Latipulhayat bahwa pembatasan kebebasan berserikat dan berkumpul dan juga
pembubaran organisasinya mensyaratkan adanya pengadilan yang mandiri dan imparsial. Dengan
perkataan lain harus dilakukan dengan proses yang adil atau due process of law. Due process of law
bukan konsepsi teknis yang hanya menyangkut teknis dan mekanisme peradilan semata, akan
tetapi ia adalah suatu proses dan perlakuan yang adil (just and fair treatment) yang memberikan
tempat dan kesempatan kepada mereka yang hak dan kebebasannya terancam untuk membela
hak-haknya.

Anda mungkin juga menyukai