Anda di halaman 1dari 60

ADAPTASI BAYI BARU LAHIR NORMAL DAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA BAYI BARU LAHIR NORMAL

                                       

Disusun oleh :

Debby adi purnama 213220055

Khodotul Janah 213220032

Sentiawati Anjelike Timisela 213220006

Wina diana 213220052

Herdi liana nugraha 213220054

Rizky Sukma 213220034

Ferdinand syahdika 213220031

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDRAL ACHMAD YANI

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai
tugas kelompok dari keperawatan maternitas dengan judul “ADAPTASI BAYI BALU LAHIR NORMAL
DAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA BAYI BARU LAHIR NORMAL”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen keperawatan
maternitas yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang 1
B. Rumusan masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
1. KONSEP DASAR BAYI BARU LAHIR (BBL) 3
A. Pengertian 3
B. Adaptasi Fisiologis 3
2. ASUHAN KEPERAWATAN BAYI BARU LAHIR 8
B. Diagnose keperawatan 17
C. Intervensi atau Perencanaan 17
D. Implementasi 19
E. Evaluasi 19
Bab III PENUTUP 20
A. Kesimpulan 20
B. Saran 20
Daftar pustaka 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai janin lahir. Lama kehamilan normal
dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) yaitu 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7
hari). Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester yaitu trimester pertama mulai dari konsepsi sampai 3
bulan, trimester kedua mulai dari bulan keempat sampai 6 bulan, trimester ketiga mulai dari
bulan ketujuh sampai 9 bulan (Saifuddin, 2009). Selama trimester pertama hingga trimester
ketiga janin mengelami perubahan fisiologis tubuh, sampai akhirnya pada periode neonatal.

Periode neonatal/ neonates/ bayi baru lahir (BBL) periode bayi sejak bayi lahir sampai 28
hari pertama kehidupan. Selama beberapa minggu. Neonates mengalami masa transisi dari
kehidupan intrauterium ke ekstrauterium dan menyesuaikan dengan lingkungan yang baru.
Kebanyakan neonates yang matur (matang usia kehamilannya) dan ibu yang mengalami
kehamilan yang sehat dan persalinan yang beresiko rendah, untuk mencapain transisi relative
mudah.

Bayi baru lahir (BBL) disebut juga neonates yang merupakan individu yang sedang
bertumbuh dan baru saja mengelami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyusuaian
dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstauterin. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang
lahir dengan usia kehamilan 37-42 minggu dan berat 2.500 sampai 4.000 gram (Vivian Nany,
2013;1)

Bayi baru lahir memerlukan perjuangan yang hebat untuk dapat bertahan hidup dilingkungan
barunya. Selama janin berada di lingkungan intrauterine (didalam kandungan ibunya), dia
mendapatkan pasokan nutrisi dan oksigen serta membuang hasil sektresinya dibantu oleh
plasenta. Namun sejak janin itu dilahirkan, maka bayi tersebut harus berjuang untuk bias
menyusuaikan diri dengan lingkungan extrauterium (di luar kandungan ibunya).

1
Di dalam uterus janin hidup dan tumbuh dengan segala kenyamanan karena ia tumbuh dan
hidup bergantung penuh pada ibunya. Sedangkan, pada waktu kelahiran, setiap bayi baru lahir
akan mengalami adaptasi atau proses penyesuaian fungsi – fungsi vital dari kehidupan di dalam
uterus ke kehidupan di luar uterus. Kemampuan adaptasi fisiologis ini disebut juga homeostasis
atau kemampuan mempertahankan fungsi – fungsi vital, bersifat dinamis, dipengaruhi oleh tahap
pertumbuhan dan perkembangan intrauterin. Adaptasi segera setelah lahir meliputi adaptasi
fungsi-fungsi vital (sirkulasi, respirasi, susunan saraf pusat, pencernaan dan metabolisme). Oleh
karena itu, bayi baru lahir memerlukan pemantauan ketat dan perawatan yang dapat
membantunya untuk melewati masa transisi dengan berhasil (Muslihatun, 2010).

Selain itu resiko kematian yang tinggi dan berbagai serangan komplikasi pada minggu
pertama kelahiran menjadi hal utama yang harus diperhatian, maka setiap bayi baru lahir harus
mendapatkan pemeriksaan sesuai standar lebih sering, minimal dua kali dalam minggu pertama.
Langkah ini dilakukan untuk menemukan secara dini jika terdapat penyakit atau tanda bahaya
pada neonatus sehingga pertolongan dapat segera diberikan untuk mencegah penyakit bertambah
berat yang dapat menyebabkan kematian. Kunjungan neonatus merupakan salah satu intervensi
untuk menurunkan kematian bayi baru lahir (Kemenkes RI, 2014).

Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah masa neonatus (bayi baru
lahir 0-28 hari). Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi
berat lahir rendah, dan infeksi. Menurut hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 57% dari
kematian neonatal terjadi pada umur 0-6 hari Profil Kesehatan Indonesia (Kemenkes RI, 2014).
Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang
paling kritis. Pencegahan asfiksia, mempertahankan suhu tubuh bayi terutama pada bayi berat
lahir rendah, pemotongan dan perawatan tali pusat, pemberian air susu ibu (ASI) dalam usaha
menurunkan angka kematian oleh karena diare, pencegahan terhadap infeksi, pemantauan
kenaikan berat badan dan stimulasi psikologis merupakan tugas pokok bagi petugas kesehatan
bayi dan anak. Neonatus pada minggu-minggu pertama sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada
waktu ibu hamil dan melahirkan (JNPK-KR, 2013).

Penyebab utama kematian neonatal pada minggu pertama (0-6 hari) adalah asfiksia.
Asfiksia adalah suatu keadaan kegawatan bayi berupa kegagalan bernafas secara spontan serta
teratur segera setelah lahir. Asfiksia neonatus menyebabkan suplai oksigen ke tubuh menjadi

2
terhambat, jika terlalu lama dapat membuat bayi menjadi koma, walaupun sadar dari koma
bayi akan mengalami cacat otak, sehingga kegawatan nafas pada neonatus dapat
menjadikan henti napas bahkan kematian, maka dapat mempengaruhi tingkat mordibitas
dan mortalitas pada bayi baru lahir (Nurviyanti, 2021).

Penyebab kematian neonatal kedua yaitu berat badan lahir rendah. BBLR adalah bayi yang
lahir dengan kondisi berat badan lahir kurang dari 2.500 gram (5.5 pon). Bayi dengan BBLR
memiliki peluang hidup sangat kecil dan risiko untuk mengalami kematian lebih tinggi yaitu
sebanyak 20 kali jika dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Selain
itu, BBLR jika bertahan hidup, akan mengalami berbagai masalah kesehatan, seperti :
masalah pertumbuhan dan perkembangan kognitif dan penyakit degeneratif pada saat dewasa
(Layuk, 2021).

Penyebab kematian neonatal ketiga yaitu infeksi. Kerentanan neonatus terhadap infeksi
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah
rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit imunitas masih rendah, imunoglobulin
yang kurang efisien dan luka umbilikal yang masih belum sembuh. Selain itu
infeksi lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit, ini dapat
terjadi karena bayi terpajan pada kuman yang berasal dari orang lain karena bayi tidak
memiliki imunitas terhadap kuman tersebut (Ratnaningsih, 2020).

Penanganan bayi baru lahir memerlukan upaya bersama tenaga kesehatan khususnya bidan
dengan memberikan asuhan komprehensif sesuai dengan PerMenKes RI No.1464/MenKes/2010
sejak bayi dalam kandungan, selama persalinan, segera sesudah melahirkan serta melibatkan
keluarga dan masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas seperti
mengajarkan cara merawat tali pusat, cara memandikan bayi serta cara menyusui yang benar dan
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya akan menghasilkan bayi yang sehat,
maka peran perawat yaitu memberikan Asuhan Keperawatan Neonatus Komprehensif sangat
penting dalam upaya pembangunan kesehatan terutama pada kesehatan ibu dan anak sehingga
mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam meningkatkan umur harapan hidup,
menurunnya angka kesakitan dan angka kematian terutama pada neonatus. (Mutiara & Detti)

B. Rumusan masalah

3
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini adalah
“Bagaimanan adaptasi bayi baru lahir normal dan asuhan keperawatannya”

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Mahasiswa diharapkan dapat menegrti dan memahami konsep dan asuhan bayi baru lahir
normal

2. Tujuan khusus

a. Menjelaskan pengertian bayi baru lahir

b. Memahami adaptasi fiosilogis bayi baru lahir

c. Adaptasi psikologis

d. Memahami cara asuhan keperawatan bayi baru lahir normal (BBL)

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. KONSEP DASAR BAYI BARU LAHIR (BBL)


A. Pengertian

Neonatus adalah bulan pertama kelahiran, neonatus normal memiliki berat 2.500
sampai 4.000 gram, panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009).

Bayi baru lahir (BBL) disebut juga neonates yang merupakan individu yang
sedang bertumbuh dan baru saja mengelami trauma kelahiran serta harus dapat
melakukan penyesuaian dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstauterin. Bayi
baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan 37-42 minggu dan
berat 2.500 sampai 4.000 gram (Vivian Nany, 2013;1)

Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru lahir mengalami proses
kelahiran, berusia 0-28 hari, BBL memerlukan penyesuaian fisiologis berupa
maturase, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan
(ekstrauterain) dan toleransi bagi BBL utuk dapat hidup dengan baik (Marmi &
Rahardjo, 2015).(Mutiara Putri A.H)

Begitu juga dengan Wagiyo & Purono (2016) bahwa bayi baru lahir normal
adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dengan berat
badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram, menangis spontan kurang dari 30
detik setelah lahir dengan nilai APGAR antara 7-10. (Eva Santika-214121133)

Periode neonatal/neonatus/BBL adalah periode sejak bayi lahir sampai 28 hari


pertama kehidupan. Selama beberapa minggu, neonatus mengalami masa transisi dari
kehidupan intrauterine ke extrauterine dan menyesuaikan dengan lingkungan yang
baru. Kebanyakan neonatus yang matur (matang usia kehamilannya) dan ibu yang
mengalami kehamilan yang sehat dan persalinan berisiko rendah, untuk mencapai

5
masa transisi ini berjalan relatif mudah. (Modul Keperawatan Maternitas, BPPSDMK,
2016).

Bayi baru lahir (BBL) normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram dan
tanpa tanda – tanda asfiksia dan penyakit penyerta lainnya (Noordiati, 2018). - tian
yohanes

Dari pengertian diatas dapat disimpul bayi baru lahir normal adalah proses sejak
bayi lahir sampai 28 hari pertama, neonatus normal lahir dengan usia kehamilan 37-42
minggu dan memiliki berat 2.500 sampai 4.000 gram, panjang 48-53 cm, lingkar
kepala 33-35cm.

B. Adaptasi Fisiologis

Perubahan fisiologi pada bayi baru lahir merupakan suatu proses adaptasi dengan
lingkungan luar atau dikenal dengan kehidupan ekstrauteri. Sebelumnya bayi cukup
hanya beradaptasi dengan kehidupan intrauteri. (Aziz Alimul, 2008).

Adaptasi fisiologis pada bayi baru lahir antara lain (Chapman & Durham, 2010;
Bobak & Lowdermilk, 2005; Kinzie & Gomez, 2004; Perry et all, 2010; Pilliteri, 2003;
Reeder, Martin, Griffin, 2011; Novita, 2011) dijelaskan sebagai berikut.

1) Sistem Pernafasan
Sebelum lahir, O2 janin disuplai oleh plasenta, sehingga agar neonatus dapat bertahan,
maka maturasi organ paru sangat penting karena proses ini melibatkan faktor fisik,
sensorik, dan kimiawi (perubahan tekanan dari kehidupan di dalam uterus dan
kehidupan di luar uterus mungkin menghasilkan stimulasi fisik untuk mempercepat
pernafasan. Berikut faktor fisik, sensorik dan kimia :
a) Faktor-faktor fisik meliputi usaha yang diperlukan untuk mengembalikan paru-paru
dan mengisi alveolus yang kolaps (misalnya perubahan dalam gradien tekanan).
b) Faktor-faktor sensorik, meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara dan penurunan suhu.
c) Faktor-faktor kimia, meliputi perubahan dalam darah (misalnya, penurunan kadar
oksigen, peningkatan kadar karbondioksida dan penurunan pH) sebagai akibat
asfiksia sementara selama kehamilan.

6
Selanjutnya frekuensi pernafasan bayi baru lahir berkisar 30-60 kali/menit.
Sekresi lendir mulut dapat menyebabkan bayi batuk dan muntah, terutama selama
12-18 jam pertama. Bayi baru lahir lazimnya bernafas melalui hidung. Respon
reflek obstruksi. Nasal dan membuka mulut untuk mempertahankan jalan nafas
tidak ada pada sebagian besar bayi sampai 3 minggu setelah kelahiran.
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 detik sesudah
kelahiran. Pernapasan ini timbul akibat aktivitas normal system saraf pusat dan
porifera yang dibantu oleh beberapa rangsangan lainnya. Semua ini menyebabkan
perangsangan pusat pernapasan dalam otak yang melanjutkan rangsangan tersebut
untuk menggerakkan diafragma, serta otot-otot lainnnya. Tekanan rongga dada bayi
pada saat melalui jalan lahir per vaginam mengakibatkan paru-paru kehitungan 1/3
dari cairan yang terdapat di dalamnya, sehingga tersisa 80-100 ml. Setelah bayi
lahir, cairan yang hilang tersebut akan diganti dengan udara (Sondakh & Jenny,
2016). (Sifa Rahayu)
Stimulasi kimiawi, yaitu penurunan kadar oksigen (dari 80 ke 15 mmHg),
Kenaikan kadar karbon dioksida (dari 40 ke 70 mmHg) dan penurunan PH yang
akan merangsang kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus dan akibatnya akan
terjadi asfiksia sementara selama kelahiran. (Joko)

Manurut Cunningham (2016) lotus birth atau sering disebut dengan


persalinan teratai adalah suatu metode persalinan dengan meninggalkan tali pusat
yang belum dipotong sampai pemisahan terjadi secara alami. Kemudian tali pusat
mengering dan akhirnya lepas dari umbilicus. Pelepasan tersebut terjadi 3-10 hari
setelah lahir.
Selama kehamilan organ yang berperan dalam respirasi janin sampai janin
lahir adalah placenta. Pada saat bayi lahir, iaharus segera bernafas. Rangsangan
yang menstimulasi neonatus untuk bernafas pertama kali, diantaranya; peristiwa
mekanis seperti penekanan toraks pada proses kelahiran pervagina dan tekanan
yang tinggi pada toraks tersebut tiba-tiba hilang ketika bayi lahir disertai oleh
stimulus fisik, nyeri, cahaya suara menyebabkan perangsangan pusat pernafasan.
Pada saat bayi mencapai cukup bulan, kurang dari 100 ml cairan paru–paru
terdapat di dalam nafasnya. Selama proses kelahiran, kompresi dinding dada akan

7
membantu pengeluaran sebagian dari cairan ini dan lebihnya akan diserap oleh
sirkulasi pulmonum serta sistem limphatik setelah kelahiran bayi. Tarikan nafas
yang pertama pada bayi baru lahir, udara di ruangan mulai mengisi saluran napas
besar trakhea neonatus dan bronkus. Oksigenasi yang memadai merupakan faktor
yang sangat penting dalam mempertahankan kecukupan pertukaran udara.
Peningkatan aliran darah paru akan memperlancar pertukaran gas dalam alveolus
dan menghilangkan cairan paru (Sugarni et al., 2018 dalam sumi 2001).(Joko)
Lotus birth menjadi salah satu metode persalinan yang dilakukan dalam
proses persalinan normal yaitu dengan menunda pemotongan tali pusat sehingga
plasenta dan tali pusat tetap terhubung dengan bayi. World Health Organization
(WHO) menyebutkan bahwa dengan menunda penjepitan tali pusat dapat
meningkatkan suplay zat besi sehingga mengurangi kejadian anemia pada bayi
sebesar 60%, mengurangi ada bayi premetur sebesar 62%, mengurangi sepsis, dan
mengurangi kebutuhan transfuse darah pada bayi prematur (WHO, 2018 dalam
sumi 2021).(Joko)
Karakteristik Pernapasan BBL (nenonatus)

● Jam–jam pertama sering disebut periode reaktivitas.


● Respirasi Rate (RR) BBL normal 30–60x/menit tapi kecepatan dan kedalamannya
tidak teratur, nafas dapat berhenti sampai 20 detik, RR bisa sampai 80x/menit.
● Dapat terjadi nafas cuping hidung, retraksi dada.
2) Sistem kardiovaskuler
Menilai volume darah pada BBL sulit. Saat dilakukan klem pada tali pusat terjadi
peningkatan volume darah yang cepat sehingga menekan vaskularisasi jantung dan
paru. BBL dapat menjadi hiperbilirubinemia selama minggu–minggu pertama
kehidupannya sebagai hasil dari pemecahan hemoglobin tambahan. Sirkulasi perifer
pada BBL agak lambat sehingga terjadi sianosis residual pada area tangan, kaki, dan
sirkumoral BBL. Frekuensi nadi cenderung tidak stabil, dan mengikuti pola yang
serupa dengan pernapasan. Frekuensi nadi normal 120–160 x/ menit.

8
1. Penurunan tahanan vaskuler paru dan peningkatan tahanan sistemik

Penurunan tahanan vaskuler paru terjadi akibat ekspansi mekanik paru, peningkatan

saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar ketika bayi menangis untuk

pertama kalinya. Penurunan tahanan arteri pulmonalis, menyebabkan aliran darah

pulmonal meningkat sehingga paru dapat berkembang. Penurunan tahanan arteri

pulmonalis dipengaruhi oleh perubahan pada dinding arteriol paru. Lapisan medial

arteri pulmonalis perifer berangsur-angsur menipis dan pada usia 10-14 hari tahanan

arteri pulmonalis sudah seperti kondisi orang dewasa. Sedangkan tekanan darah

sistemik tidak segera meningkat dengan pernapasan pertama, biasanya terjadi secara

9
berangsur-angsur, bahkan mungkin tekanan darah turun lebih dulu dalam 24 jam

pertama.

2. Penutupan foramen ovale

Setelah plasenta terlepas dari sirkulasi, aliran darah melalui vena cava inferior yang

menuju ke kedua atrium menurun. Ketika pernapasan dimulai, aliran darah ke atrium

kiri yang melalui jaringan pulmonal meningkat. Perubahan pola aliran yang menuju ke

jantung ini mengubah hubungan antara tekanan atrium kiri dan kanan. Tekanan atrium

kiri, yang pada janin dalam kandungan lebih rendah daripada atrium kanan, kini

menjadi lebih tinggi, sehingga menyebabkan katup foramen ovale menutup. Walaupun

penutupan fungsional foramen ovale terjadi pada kebanyakan bayi, penutupan secara

anatomis tidak selalu sempurna, dan foramen tersebut dapat tetap ada untuk beberapa

tahun, kadang-kadang sampai dewasa.

3. Penutupan Duktus Arteriosus

Duktus arteriosus menutup secara fungsional pada 10-15 jam setelah lahir. Penutupan

permanen terjadi pada usia 2-3 minggu. Duktus arteriosus janin mengandung otot

polos medialis yang dipertahankan dalam keadaan relaksasi oleh kerja prostaglandin

E2 sirkulasi. Setelah persalinan, plasenta yang merupakan sumber PGE2 diangkat dan

terjadi peningkatan aliran darah pulmonal yang meningkatkan metabolisme seluruh

PGE sirkulasi. Sebagai akibatnya, konsentrasi PGE2 dalam serum menurun dan tidak

ada yang menghalangi konstriksi duktus arteriosus. Di samping itu, peningkatan

tekanan oksigen arteri (PaO2) dan peningkatan substansi vasoaktif seperti bradikinin,

katekolamin dan histamin juga menyebabkan konstriksi dari otot polos dari dinding

10
pembuluh darah duktus arteriosus. Oksigen yang mencapai paru pada waktu

pernapasan pertama merangsang pelepasan bradikinin. Bradikinin mempunyai efek

kontraktil terhadap otot polos. Aksi ini tergantung dari kadar oksigen yang tinggi

dalam darah arteri setelah terjadinya pernafasan pertama. Ketika PO2 dalam darah

diatas 50 mmHg, dinding duktus arteriosus akan mengalami konstriksi. Pada keadaan

oksia seperti sindrom gangguan pernafasan dan prematuritas, duktus arteriosus dapat

tetap terbuka atau disebut Duktus Arteriosus Persisten.

4. Penutupan duktus venosus, vena dan arteri umbilikal

Terputusnya hubungan peredaran darah ibu dan janin akibat dipotong dan diikatnya

tali pusat, arteri umbilikalis dan duktus venosus akan mengalami obliterasi, dengan

demikian kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak tergantung lagi dari ibu. Melainkan

oksigen akan dipenuhi oleh udara yang dihisap paru, dan nutrisi akan diperoleh dari

makanan yang dicerna oleh sistem pencernaan bayi itu sendiri. (M.Ramdansyah)

Karakteristik kardiovaskuler pada BBL

● Jika BBL menangis, Heart Rate (HR) dapat mencapai 180 x/menit, namun jika
BBL tidur maka HR turun menjadi 100 x/menit. Perubahan sirkulasi
menyebabkan darah mengalir ke paru–paru.
● Perubahan tekanan di (paru–paru, jantung, pembuluh darah besar)
menyebabkan menutupnya foramen ovale, duktus arteriosus, duktus venosus.
● Inspirasi O2 menyebabkan vena pulmonal dilatasi sehingga resistensi vaskuler
dipulmonal menurun (tekanan di atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonal
menurun sehingga terjadi peningkatan aliran darah pulmonal).
● Kondisi yang mempengaruhi penutupan duktus: peningkatan konsentrasi O2
dalam darah, penurunan prostaglandin (dari plasenta), asidosis (PO2 menurun,
pH menurun PCO2 meningkat).

11
3) Sistem termoregulasi
Karakteristik BBL yang dapat menyebabkan hilangnya panas antara lain kulit tipis,
pembuluh darah yang dekat dengan permukaan, sedikit lemak subkutan Untuk
menjaga panas, bayi cukup bulan yang sehat akan mempertahankan posisi fleksi.
Sesaat setelah bayi lahir,ia akan berada ditempat yang suhunya lebih rendah
dari dalam kandungan dan dalam keadaan basah. Bila bayi dibiarkan dalam suhu
25˚C,maka bayi akan kehilangan panas melalui evaporasi,konveksi,konduksi,dan
radiasi sebanyak 200 kalori/kgBB/menit. Sementara itu, pembentukan panas yang
dapat diproduksi hanya seper sepuluh dari pada yang tersebut diatas dalam waktu yang
bersamaan. Hal ini akan menyebabkan penurunan suhu tubuh sebanyak 2˚C dalam
waktu 15 menit. Suhu lingkungan yang tidak baik akan menyebabkan bayi menderita
hipotermi dan trauma dingin (cold injury serta merawatnya di dalam Natural Thermal
Environment (NTE),yaitu suhu lingkungan rata-rata dimana produksi panas,pemakaian
oksigen,dan kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan adalah minimal agar suhu tubuh
menjadi normal menurut Mitayani,(2016) dalam Siburian,(2020).(Dhea)
Saat terjadi penurunan suhu tubuh inti, maka akan terjadi mekanisme
homeostasis yang membantu produksi panas melalui mekanisme umpan balik negatif
dengan meningkatkan suhu tubuh sampai batas normal. Termoreseptor di kulit dan
hipotalamus mengirimkan impuls saraf ke area preoptik dan pusat peningkatan panas
di PH/POA serta sel neurosekretorik. Hipotalamus yang menghasilkan hormon
Thyrotropin Releasing Hormon (TRH). Hipotalamus mengirimkan impuls saraf dan
menyekresi TRH, yang merangsang tirotropin di kelenjar pituitari anterior untuk
melepaskan Thyroid Stimulating Hormone (TSH). Impuls saraf di hipotalamus dan
TSH kemudian mengaktifkan beberapa organ efektor. Menurut Sasra (2019) berbagai
organ efektor meningkatkan suhu tubuh agar mencapai nilai normal, diantaranya
adalah:
1. Impuls saraf merangsang saraf simpatis sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah kulit. Vasokonstriksi akan menurunkan aliran darah hangat, sehingga terjadi
perpindahan panas dari organ dalam ke kulit.

12
2. Impuls saraf di saraf simpatis menyebabkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin
oleh medula adrenal kedalam darah untuk meningkatkan metabolisme selular dalam
upaya termogenesis
3. Pusat produksi panas merangsang bagian otak untuk meningkatkan tonus otot dan
produksi panas. Tonus otot meningkatdan terjadi siklus berulang yang disebut
menggigil, sehingga produksi panas tubuh meningkat hingga empat kali dari BMR
dalam waktu beberapa menit.
4. Kelenjar tiroid memberikan reaksi terhadap TSH dengan melepaskan hormon tiroid
ke dalam darah. Peningkatan kadar hormon tiroid secara perlahan meningkatkan
metabolicrate dan suhu tubuh. (EMILIYA)

Suhu tubuh hampir seluruhnya diatur oleh mekanisme persarafan, dan hampir
semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada
hipotalamus. Mekanisme pengaturan suhu tubuh di hipotalamus disebut termostat
hipotalamus. Sedangkan pada dengan alat tubuh yang belum sempurna berfungsi
seperti bayi matur memiliki masalah dalam pengaturan suhu tubuh.

Pengatur panas atau temperatur regulasi terpelihara karena adanya


keseimbangan antara panas yang hilang melalui lingkungan, dan produksi panas.
Kedua proses ini aktifitasnya diatur oleh susunan saraf pusat yaitu hipotalamus.

Dengan prinsip adanya keseimbangan panas tersebut bayi akan berusaha


menstabilkan suhu tubuhnya terhadap faktor-faktor penyebab hilangnya panas karena
lingkungan. Pada saat kelahiran, bayi mengalami perubahan dari lingkungan intra
uterin yang hangat ke lingkungan ekstra uterin yang relatif lebih dingin. Hal tersebut
menyebabkan penurunan suhu tubuh 2-3ºC, terutama hilangnya panas karena
evaporasi atau penguapan cairan ketuban pada kulit bayi yang tidak segera
dikeringkan. Pada BBLR mengalami kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang
disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan lemak di
bawah kulit. Kondisi tersebut akan memacu tubuh menjadi dingin yang akan
menyebabkan respon metabolisme dan produksi panas.

13
Pengaturan panas pada bayi berhubungan dengan metabolisme dan penggunaan
oksigen. Dalam lingkungan tertentu pada batas suhu maksimal, penggunaan oksigen
dan metabolisme minimal, karena itu suhu tubuh harus dipertahankan untuk
keseimbangan panas. Lingkungan bayi baru lahir harus dipertahankan pada suhu
yang tidak menyebabkan peningkatan laju metabolik yang terlalu besar untuk
mempertahankan suhu tubuh bayi tersebut. Bayi yang prematur dapat
menghamburkan oksigen dan kalori yang sangat berharga hanya untuk
melaksanakan fungsi ini.

Jika suhu lingkungan turun dibawah suhu yang rendah, bayi akan merespon
dengan meningkatkan oksigen dan memperbesar metabolisme sehingga akan
meningkatkan produksi panas. Bila bayi berada ditempat terbuka dengan lingkungan
yang dingin dapat menyebabkan habisnya cadangan glikogen dan menyebabkan
asidosis.

1. Produksi panas atau Thermogenesis

Ditempat yang terbuka dan lingkungan yang dingin bayi baru memerlukan
penambahan panas. Bayi mempunyai mekanisme fisiologi untuk meningkatkan
produksi panas dipengaruhi oleh karena : Meningkatnya Metabolisme Rate, Aktifitas
otot dan Thermogenesis Kimiawi :

a. Basal Metabolisme Rate

Basal metabolisme rate adalah jumlah energi yang digunakan tubuh selama
istirahat mutlak dan keadaan sadar. Pada bayi baru lahir, gerakan tubuh, menggigil
merupakan mekanisme penting untuk memproduksi panas. Gerakan menggigil
terjadi ketika reseptor kulit menurun pada suhu lingkungan yang dingin, dan
kondisi tersebut akan diteruskan kesusunan saraf pusat yang akan menstimuli
sistem saraf simpatis untuk menggunakan cadangan lemak coklat, yang merupakan
sumber panas yang utama untuk mengatasi stres dingin. Pelepasan norephineprin
oleh kelenjar adrenal dan saraf lokal berakhir pada lemak coklat yang
menyebabkan trigliserid dapat dimetabolisme menjadi gliserol dan fatty acid (asam

14
lemak). Oksidasi asam lemak ini meningkatkan produksi panas. Jika suplai lemak
coklat habis maka respon metabolisme terhadap keadaan dingin akan berkurang.
Oksidasi asam lemak pada bayi tergantung dari tersedianya oksigen, glukosa,
Adenosin TriPhospat (ATP) dan kemampuan bayi untuk mengubah menjadi panas.
Kemampuan bayi untuk menghasilkan panas dapat berubah pada keadaan
patologis seperti hipoksia, asidosis, dan hipoglikemi.

b. Aktifitas Otot

Menggigil adalah bentuk dari aktifitas otot yang disebabkan karena suhu yang
dingin. Produksi panas terjadi melalui peningkatan metabolisme rate dan aktifitas
otot. Jika bayi tidak menggigil berarti metabolisme rate pada bayi sudah cukup.

c. Thermogenesis Kimiawi

Disebabkan karena pelepasan norephineprin dan ephineprin oleh rangsang saraf


simpatis.

d. Aliran Darah ke Kulit

Kecepatan aliran darah yang tinggi menyebabkan konduksi panas yang disalurkan
dari inti tubuh ke kulit sangat efisien. Efek aliran darah kulit pada konduksi panas
dari inti tubuh permukaan kulit menggambarkan peningkatan konduksi panas
hampir delapan kali lipat. Oleh karena itu“Kulit merupakan sistem pengatur
radiator panas yang efektif “, dan aliran darah ke kulit adalah mekanisme
penyebaran panas yang paling efektif dari inti tubuh ke kulit. Dengan meletakan
bayi telungkup didada ibu akan terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi sehingga
bayi akan memperoleh kehangatan karena ibu merupakan sumber panas yang baik
bagi bayi. (Thewidya et al., 2018) (Neng Listiani Fauziah)

BBL dapat mengalami kehilangan panas melalui cara:


● Penguapan/evaporasi: terjadi ketika permukaan yang basah terkena udara (selama
mandi, Insensible Water Loose (IWL) artinya kehilangan panas tanpa disadari,
linen atau pakaian basah).

15
● Konduksi: terjadi ketika bayi bersentuhan langsung dengan benda–benda padat
yang lebih dingin dari kulit mereka (timbangan berat badan, tangan dingin,
stetoskop).
● Konveksi: terjadi ketika panas dipindahkan ke udara sekitar bayi (pintu/ jendela
terbuka, AC).
● Radiasi: transfer panas ke benda dingin yang tidak bersentuhan langsung dengan
bayi (bayi di dekat panas permukaan yang dingin hilang ke luar dinding &
jendela).
4) Sistem neurologis
Anda harus mengkaji reflek–reflek fisiologis BBL karena hal ini penting sekali untuk
mengetahui reflek protektif seperti blink, gag, bersin, dan batuk. Anda juga harus
mengkaji reflek primitif BBL meliputi: rooting/sucking, moro, startle, tonic neck,
stepping, and palmar/plantar grasp (Anda dapat melihat cara pengkajian reflek–reflek
fisiologis BBL).
1) Sistem neurologis bayi secara anatomik atau fisiologis belum berkembang
sempurna.
2) Bayi baru lahir menunjukkna gerakan-gerakan tidak terkoordinasi, pengaturan
suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah terkejut dan tremor pada
ekstremitas.
3) Perkembangan neonatus terjadi cepat. Saat bayi tumbuh, perilaku yang lebih
kompleks (misalnya: control kepala, tersenyum, dan meraih dengan tujuan) akan
berkembang
4) Refleks bayi baru lahir merupakan indikator penting perkembangan normal.

Reflek Respons Normal Respons Abnormal

Rooting Bayi baru lahir Respons yang lemah


dan menolehkan kepala kea atau tidak ada respons
menghis rah stimulus, membuka terjadi pada
ap mulut dan memulai prematuritas, penurunan
menghisap bila pipi, atau cedera neurologis,
bibir atau sudut mulut atau depresi system
bayi disentuh dengan syaraf pusat ( SSP)
jari atau putting.

16
Menelan Bayi baru lahir menelan Muntah, batuk dan
berkooordinasi dengan regurgitasi cairan dapat
menghisap bila cairan terjadi, kemungkinan
ditaruh di belakang berhubungan dengan
lidah. sianosis sekunder karena
prematuritas, deficit
neurologis, atau cedera
terutama terlihat setelah
laringoskopi.

Ekstrusi Bayi baru lahir Ekstrusi lidah secara


menjulurkan lidah kontinu atau
keluar bila ujung lidah menjulurkan lidah
disentuh dengan jari yangb berulang-ulng
atau terjadi pada kelainan
putting. SSP
dan kejang.

Moro Ekstensi simetris Respon asimetris


bilateral dan abduksi terdapat pada cedera
seluruh ekstremitas, syaraf porifera (pleksus
dengan ibu jari telunjuk brankialis) atauu fraktur
membentuk huruf C, klavikula atau tulang
diikuti dengan adduksi panjang tulang lengan
ekstremitas dan kembali atau kaki
ke fleksi relaks jika
posisi bayi berubah tiba-
tiba atau bayi diletakkan
terlentang pada
permukaan yang datar.

Melang Bayi akan melangkah Respon asimetris terlihat


kah dengan satu kaki dan pada cedera saraf SSP
kemudian kaki lainnya atau porifera fruktur
dengan gerakan berjalan tulang panjang kaki.
bila satu kaki di sentuh
pada permukaan rata

Merang Bayi akan berusaha Respons asimetris


kak merangkak ke depan terlihat pada cedera
dengan kedua tangan saraf pusat SSP dan
dan gangguan neurologis.
letakkan telungkup pada
permukaan datar

17
Tonik Ekstremitas pada satu Respon persisten
leher atau sisi dimana saat kepala setelah bulan keempat
fencing di tolehkan akan ekstensi dapat menandakan
yang berlawanan akan cedera neurologis.
fleksi bila bila kepala Respon menetap
bayi ditolehkan ke satu tampak pada cedera
sisi selagi beristirahat. SSP dan ganggan
neurologis.

Terkejut Bayi akan melakukan Tidak ada respon yang


abduksi dan fleksi menandakan defisit
seluruh ekstremitas dan neurologis atau cedera.
dapat mulai menagis bila Tidak adanya respon
mendapatkan gerakan secara lengkap dan
mendadak atau suara konsisten terhadap
keras bunyi keras dapat
menandakan ketulian.
Respon mendapat jadi
tidak ada atau
berkurang selama tidur
malam.

Ekstensi Kaki bayi yang Respon yang lemah


silang berlawanan akan fleksi atau tidak ada refpon
dan kemudian akan yang terlihat pada
ekstensi dengan cepat cedera saraf porifera
seolah olah akan atau fraktur tulang
memindahkan stimulus panjang.
ke kaki yang lain bila
diletakkan terlentang,
bayi akan
mengekstensikan satu
kaki sebagai respons
terhadap stimulus pada
telapak kaki

Glabellar Bayi akan berkedip bila Terus berkedip dan


“blink” diakukan 4 atau 5 gagal untuk berkedip
ketukan pertama pada menandakan gangguan
batang hidung saat mata pada neurologis.
terbuka.

Palmar Jari bayi akan menekuk Respons ini akan


grasp di sekitar benda dan berkurang pada
menggenggamnya pematuritas. Asimetris
seketika bila jari terjadi pada kerusakan
diletakkan di sekitar saraf porifera (pleksus
tangan bayi brankialis) atau fraktur

18
humerus. Tidak ad
respons yang terjadi
pada deficit neurologis
yang berat.

Plantar Jari bayi akan menekuk Respons yang


grasp di sekeliling benda berkurang terjadi pada
seketika bila jari prematuritas tidak ada
diletakkan di telapak respon yang terjadi
kaki bayi. pada deficit neurologis
yang berat.

Tanda Jari-jari kaki akan Tidak ada respons


babinski hiperekstensi dan tepisah yang terjadi pada deficit
seperti kipas dari SSP.
dorsofleksi ibu jari kaki
bila satu kaki digosok
dari tumitke atas
melintasi bantalan kaki

Sumber : Sondakh (2013) (Eva Santika)


Anda dapat melihat perbedaan antara Caput succedanum dan Cephalhematom di
bawah ini:

Caput succedanum Cephalhematom


● Muncul saat lahir. ● Muncul beberapa jam setelah lahir.
● Tidak bertambah besar. ● Bertambah besar pada hari 2–3 hari.
● Hilang beberapa hari. ● Hilang setelah 6 minggu. - Batas
● Batas tidak tegas. tegas.
● Kadang–kadang melewati sutura. ● Tidak melewati sutura.
● Tidak ada komplikasi. ● Penyebab perdarahan periosteum.
● Komplikasi: jaundice, faktur,
perdarahan intrakranial.

5) Sistem hematologi
Volume darah rata–rata pada BBL 80–85ml/Kg. Eritrosit/sel darah merah (SDM) lebih
banyak dan lebih banyak mengandung hemoglobin dan hematocrit dibandingkan
dengan dewasa, Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-kira 6
mg/dL, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dL maka
19
dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis. Pada bayi dengan kurang
bulan, kadar bilirubin mencapai puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL, antara lima dan
tujuh hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 14 mg/dL maka dikatakan
hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis (Suriadi & Yulliani, 2010). (Neng
Listiani Fauziah).
Hemoglobin dan hematokrit dapat meningkat karena adanya
hemokonsentrasi, atau bisa juga terjadi anemia sekunder karena hemolisis pada
kasus-kasus tertentu. Kadar leukosit, terutama neutrofil, meningkat karena
menggambarkan proses inflamasi yang terjadi pada preeklampsia/eklampsia.
Kenaikan jumlah neutrofil juga dapat menggambarkan tingkat keparahan
respon inflamasi pada preeklampsia berat. Trombositopenia terjadi karena
adanya peningkatan aktivasi platelet dan koagulasi platelet akibat perlukaan
pembuluh darah. Trombositopenia juga memudahkan terjadinya hemolisis dan
fragmentasi eritrosit sehingga nilai MCH, MCV, dan MCHC, serta jumlah
eritrosit juga. Preeklamsia juga sangat mempengaruhi janin dan bayi yang
dilahirkan, tingginya angka kejadian mempengaruhi kondisi janin dan perinatal.
Penyebab terbesar kematian dan kesakitan ibu pada preeklamsia adalah abrasio
plasenta, edema pulmonary, kegagalan ginjal dan hepar, miokardial infark,
disseminated intravascular coagulation (DIC), pedarahan serebral (Baru et al.,
2016). (EMILIYA)
Menurut Novieac,(2011) dalam jurnal Rosmadewi,(2016) mengatakan bahwa
penudaan pengkleman tali pusat akan meningkatkan status hemalogi bayi hingga umur
2 tahun. Penundaan pengkleman tali pusat pada bayi prematur selama 30 detik terbukti
mengurangi kebutuhan bayi untuk tranfusi, mengurangi resiko retraksi distress
syndrome dan memberi suplai oksigen lebih banyak bagi bayi. Hal ini
mengindikasikan peningkatan harapan hidup dibanding pengkleman tali pusat segera.
(Dhea)

Hiperbilirubinemia pada neonatus atau disebut juga ikterus neonatorum adalah


keadaan klinis pada neonatus yang ditandai pewarnaan kuning pada kulit, mukosa,
sklera akibat dari akumulasi bilirubin (indirek maupun direk) di dalam serum/darah

20
yang secara klinis akan mulai tampak di daerah muka, apabila kadarnya mencapai 5-
7mg/dL.
Kejadian hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sekitar 60-70%, bahkan
pada bayi kurang bulan (BKB)/bayi berat lahir rendah (BBLR) jauh lebih tinggi.
Lebih dari 85% BCB yang dirawat kembali dalam minggu pertama kehidupan
karena hiperbilirubinemia neonatal tersebut. Walaupun hiperbilirubinemia pada
neonatus kejadiannya tinggi, tetapi hanya sebagian kecil yang bersifat patologis yang
mengancam kelangsungan hidup neonatus tersebut baik akibat peninggian bilirubin
indirek (hiperbilirubinemia ensefalopati) maupun hiperbilirubinemia direk akibat
hepatitis neonatal ataupun atresia biliaris.
Bilirubin baik indirek maupun direk berasal dari degradasi,
penghancuran/proses hemolisis dari eritrosit (heme eritrosit) maupun dari mioglobin
dan katalase (heme protein) di dalam sistem retikulo endotelial (RES) oleh enzim
haem oksigenase menjadi biliverdin, yang selanjutnya oleh enzim bilirubin reduktase
dirubah menjadi bilirubin indirek. Secara difusi bilirubin indirek ini akan masuk ke
dalam sistem sirkulasi darah yang selanjutnya akan diikat oleh albumin serum
(albumin-bilirubin binding). Kemudian bilirubin ini dibawa ke dalam hati melalui
membran sinusoid lalu ditangkap oleh protein Y dan Z, selanjutnya ditransfer ke
retikulum endoplasmi halus/kasar. Di sini akan dimetabolisir oleh enzim uridine
diphosphate glucuronosyl transferase (UDPG-T) menjadi bilirubin mono dan
diglukoronid yang larut dalam air. Pada proses selanjutnya bilirubin direk ini dirubah
menjadi garam empedu dan disalurkan ke kandung empedu untuk digunakan dalam
proses pencernaan lemak di usus. Pada tahap akhir produk bilirubin ini akan
dikeluarkan menjadi sterkobilin melalui feses dan urobilin/urobilinogin melalui ginjal
dalam urin.
Jika neonatus dipuasakan terlalu lama, di dalam usus garam empedu ini oleh ß
glukoronidase yang dapat menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali
menjadi bilirubin indirek yang selanjutnya di absorsi kembali terjadilah proses
enterohepatik, sehingga bilirubin indirek meningkat di dalam darah.
Pada proses hemolitik yang meningkat/hebat yang terjadi akibat keadaan-
keadaan seperti inkomtabilitas ABO, Rh, defisiensi enzim G6PD, polisitemia, sefal

21
hematom, sepsis, asfiksia, hipoalbunemia, hipotermia, hipoglikemia, prematuritas dll,
produski bilirubin indirek dalam hari-hari pertama kehidupan meningkat tajam.
Bilirubin indirek bebas tersebut akan menembus sawar darah otak (blood brain barrier)
dan dideposit di dalam sel-sel neuron syaraf yang akan menimbulkan efek toksik
terhadap susunan saraf pusat (SSP). Pada keadaan trauma serebral (brain injury)
bilirubin indirek terikat pun dapat menembus sawar darah otak dan bersifat toksik
terhadap SSP. Akhirnya ancaman bilirubin ensefalopati tidak terhindarkan.
Pada infeksi TORCH khususnya CMV yang fase lanjut/desiminata di dalam
organ hati, dapat menimbulkan atresia biliaris yang akan menyebabkan peninggian
bilirubin direk baik di dalam darah maupun di dalam hati sendiri.
Sebagai manisfestasi klinis akibat peninggian bilirubin (indirek maupun direk)
di dalam darah akan memberikan warna kuning pada kulit mukosa dan sklera yang
akan menyebar secara sefalo caudal dan dapat di nilai secara klinis dengan
pemeriksaan Kremer (I, II, III, IV, V), selain itu kencing dan berak bayi akan berwarna
kuning.
Jika kadar bilirubin indirek tinggi akan berbahaya karena menimbulkan efek
toksik pada sel-sel syaraf pusat yang klinis bayi menjadi tidak mau menetek, letarkhi,
kejang, koma, dan lain-lain (Mahendra, 2020). (lutfi vania)
Nilai hematologi normal bayi

Parameter Kisaran Normal

Hemoglobin 15-20 g/Dl

Sel- sel darah merah 5,0-7,5 juta/mm2

Hematokrit 43-61%

Sel-sel darah putih 10.000-30.000/mm2

Neutrofit 40-80%

Eosinophil 2-3%

22
Limfosit 3-10%

Monosit 6-10%

Trombosit 10.000-280.000/mm2

Retikulosit 3-6 %

Volume darah - Pengekleman tali pusat dini: 78 mL/kg


- Pengekleman tali pusat lambat: 98,6
mL/kg
- Hari ketiga setelah pengekleman tali
pusat dini: 82,3 mL/kg
- Hari ketiga setelah pengekleman tali
pusat lambat: 92,6 mL/kg
Sumber : Sondakh (2013) ( Eva Santika-214121133)

sedangkan leukosit/sel darah putih (SDP) 9000–30.000/mm3. BBL memiliki risiko


defisiensi pembekuan darah. Hal ini terjadi karena:

● BBL risiko defisit faktor pembekuan karena kurang vitamin K (berfungsi sebagai
aktivasi/pemicu faktor pembekuan secara umum (factor II, VII, IX, X).
● terdapat 2 jalan utama pembekuan aktivator protombin :
1. lintasan ekstrinsik yang dimulai dengan trauma terhadap dinding vaskular atau
jaringan di luar pembuluh darah
2. lintasan instrinsik yang dimulai dari darah itu sendiri
mekanisme ekstrinsik :
1. pelepasan faktor jaringan dan fosfolipid jaringan oleh jaringan yang mengalami trauma
2. pengaktifan faktor X untuk membentuk faktor X teraktivasi oleh faktor VII dan faktor
jaringan
3. faktor X teraktivasi akan membentuk aktivator protombin bersama-sama dengan faktor
V
mekanisme instrinsik
1. pengaktifan faktor XII dan pengeluaran fosfolipid ttrombosit karena adanya trauma
pada darah
2. faktor XII teraktivasi secara enzimatik mengaktifkan faktor XI

23
3. faktor XI kemudian mengaktifkan faktor IX
4. faktor IX yang teraktivasi bekerjasama dengan faktor VIII + fosfolipid trombosit untuk
mengaktifkan faktor X
5. faktor X teraktivasi berikatan dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk
membentuk aktivator protombin
mekanisme pembekuan darah:
1. pembekuan aktivator protrombin akibat robeknya pembuluh darah dan
rusaknya darah
2. aktivator protombin mengaktifkan perubahan protombin menjadi trombin ->
polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin (10-15
detik)
3. trombin bekerja sebagai enzim yang mengubah fibrinogen menjadi benang-
benag fibrin kemudian menyaring sel darah merah dan plasma untuk
membentuk bekuan (Wulan Yulyanti)
● Vitamin K disintesa di usus tapi makanan dan flora usus normal membantu proses ini.
● Untuk mengurangi risiko perdarahan, vitamin K diberikan secara Intra Muskuler (IM).
6) Sistem gastrointestinal
BBL harus mulai makan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan setelah lahir.
Kapasitas lambung 6 ml/Kg saat lahir tapi bertambah sekitar 90 ml pada hari pertama
kehidupan. Udara masuk ke saluran gastrointestinal setelah lahir dan bising usus
terdengar pada jam pertama. Enzim mengkatalis protein dan karbohidrat sederhana.
Enzim pankreatik lipase sedikit diproduksi, lemak susu dalam ASI mudah dicerna
dibanding dengan susu formula. BBL yang aterm (matang usia kehamilannya)
memiliki kadar glukosa stabil 50–60mg/dl (jika dibawah 40mg/dl hipoglikemi).

Feses meconium adalah feses pertama yang dikeluarkan oleh BBLN berwarna
hijau kehitaman dan lengket yang terdiri dari partikel cairan amnion seperti sel kulit,
rambut, empedu dan sekresi intestine lainnya.

Menurut Nurhidayah (2017) Spingter cardiac antara esophagus dan lambung


pada neonatus masih immature, panjang esofagus yang belum maksimal
menyebabkan katup belum berfungsi dengan baik sehingga bayi berisiko aspirasi, hal

24
ini juga dapat terjadi karena kontrol persarafan pada lambung belum sempurna.
(dynna oktaviani_056)

● Sebelum lahir janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan
● Reflek gumoh dan batuk yang matang sudah mulai terbentuk dengan baik pada
saat lahir.

Kemampuan bayi cukup bulan menerima dan menelan makanan terbatas, hubungan
esofagus bawah dan lambung belum sempurna sehingga mudah gumoh terutama bayi
baru lahir dan bayi muda. Kapasitas lambung terbatas kurang dari 30 cc untuk bayi
cukup bulan. Kapasitas lambung akan bertambah bersamaan dengan tambah
umur.Usus bayi masih belum matang sehingga tidak mampu melindungi diri dari zat
berbahaya, kolon bayi baru lahir kurang efisien dalam mempertahankan air dibanding
dewasa sehingga bahaya diare menjadi serius pada bayi baru lahir (Astuti Setiyani,
2016). (Victoria F)

7) Sistem imunitas
BBL kurang efektif melawan infeksi karena SDP berespon lambat dalam menghadapi
mikroorganisme. BBL mendapat imunitas pasif dari ibu selama kehamilan trimester 3,
kemudian dilanjutkan dengan pemberian ASI. IgG menembus plasenta saat fetus
(imunitas pasif temporer terhadap toksin bakteri dan virus). IgM diproduksi BBL
untuk mencegah penyerangan bakteri gram negative. IgA diproduksi BBL setelah usia
6–12 minggu setelah lahir (bisa didapat pada kolostrum dan ASI). IgA bermanfaat
untuk melindungi bayi dari alergi, terutama anak yang memiliki riwayat alergi dari
keluarganya. Selain itu, IgA juga bermanfaat untuk melindungi saluran pernapasan dan
usus si kecil, serta bisa mencegah kuman, bakteri, virus, jamur, dan parasit memasuki
tubuh dan aliran darahnya. (Alicia)

Pada jurnal Penelitian (Rahmawati et al., (2018), Antibodi IgA ini diperlukan untuk
melawan agen infeksius dari lingkungan ibu, dimana mukosa merupakan tempat
tersering masuknya agen infeksius. Masa neonatus adalah masa kritis terhadap patogen
mukosa karena imaturitas mukosa. ASI akan merangsang pembentukan IgA pada
mukosa neonates. pada jurnal penelitian Meinapuri & Putri, (2018), IgA berperan

25
terhadap infeksi bakteri seperti ( E.coli, helicobacter pylori, Sallmonella, Shigella Sp,
Clostridium tetani, Corynebacterium diptheriae, Klebsiella pneumoniae, Streptococus
pneumonia). IgA juga berperan dalam infeksi virus seperti (Polio , Rubella, Influeza,
Respiratory Synctical Virus (HSV)), IgA juga berperan terhadap infeksi parasit seperti
(Giardia lambdia, dan Entamoeba histolitica) (Atlastieka Nurfanty S_009)

a) Sistem imunitas bayi baru lahir, masih belum matang sehingga rentan
terhadap berbagai infeksi dan alergi.
b) Sistem imunitas yang matang menyebabkan kekebalan alami dan buatan.
Kekebalan alami terdiri dari struktur tubuh yg mencegah dan
meminimalkan infeksi
c) Beberapa contoh kekebalan alami :
● perlindungan oleh kulit membran mukosa
● Fungsi saringan saluran napas
● Pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus
● Perlindungan kimia oleh asam lambung.
d) Kekebalan alami juga disediakan pada tingkat sel darah yang membantu
bayi baru lahir membunuh mikroorganisme asing.
e) Tetapi sel darah masih belum matang sehingga bayi belum mampu
melokalisasi dan memerangi infeksi secara efisien. Kekebalan akan muncul
kemudian
f) Reaksi bayi terhadap antigen asing masih belum bisa dilakukan sampai awal
kehidupan.
g) Tugas utama bayi dan anak-anak awal membentuk kekebalan.
h) Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi
i) Reaksi bayi baru lahir terhadap infeksi masih sangat lemah dan tidak
memadai. Pencegahan pajanan mikroba seperti praktik persalinan aman,
menyusui ASI dini dan pengenalan serta pengobatan dini infeksi menjadi
sangat penting (Astuti Setiyani, 2016). (Victoria F)

Perkembangan produksi immunoglobulin

26
sintesis awal IgG Dan IgM awalnya terjadi di limpa pada masa kehamilan sekitar
10 minggu, kemudian mengalami peningkatan hingga masa kehamilan 26 minggu.
Level ini meningkat dengan drastis pada saat kelahiran. Bayi yang baru lahir,
mempunyai level serum IgM, IgA,IgE yang rendah. Proteksi awal bayi diperoleh
dari asi dimna bayi yang mendapatkan asupan ASI akan memperoleh IgA
khususnya sebagai proteksi terhadap mikroba saluran pencernaan dan juga IgG
dipindahkan dari ibu melalui plasenta sebagai proteksi selama satu tahun pertama
kehidupan bayi. Belum matangnya sel limphosit T dan B juga antigen presenting c

ell (APC) ikut berperan pada rendahnya produksi antibody pada bayi yang baru
lahir (Kusumo,2012). (Lutfi vania)

8) Sistem urinary
Kemampuan bayi dalam mengkonsentrasikan urin kurang. Intake/ asupan 2 hari
pertama: 65ml/ Kg. Output 2–6 X/ hari. Distribusi cairan pada BBL, total cairan tubuh
78% cairan etraseluler 45% cairan intraseluler 33%, sedangkang dewasa total cairan
tubuh 55-60%, cairan extraseluler 20% cairan intraseluler 40%. BBL mudah
kehilangan bikarbonat sampai di bawah dewasa (meningkat risiko asidosis).
Kadar natrium bayi baru lahir relatif lebih besar dari pada kalium karena ruangan
ekstra seluler yang luas. Ginjal telah berfungsi tetapi belum sempurna karena nefron
masih belom banyak. Laju filtrasi glomerulus BBL hanyalah 30-50% akibatnya
kemampuan mengeluarkan limbah dari dalam masih kurang. Meskipun keterbatasan
ini tidak mengancam bayi baru lahir yang normal, tetapi menghambat kapasitas bayi
untuk berespon terhadap stressor.(Mutiara Putri A.H)
Bayi baru lahir sudah harus buang air kecil dalam 24 jam pertama jumlah urine sekitar
20-30 mL/Jam dan meningkat sekitar 100-200 Ml/Jam pada akhir minggu pertama.
Bayi yang diberikan susu formula umumnya lebih sering BAK, tetapi jumlah urin bayi
yang diberikan ASI meningkat 3-4 hari setelah kolostrum sudah tidak produksi lagi.
Setelah hari keempat bayi seharusnya sudah BAK 6-8 kali setiap 24 jam.
Berkemih paling sedikit 6 kali selama 2-7 hari setelah lahir, ini menunjukan bahwa
asupan cairan adekuat (Rochmah, 2012) (Ressy Khalvia Frahmie)
9) Sistem endokrin

27
Sistem ini merupakan sistem yang kondisinya lebih baik dari pada sistem yang
lainnya. Jika terjadi gangguan, biasanya berkaitan dengan kondisi hormonal ibunya.
Contoh: pseudomenstruasi (seperti terdapat menstruasi pada BBL perempuan), breast
engorgement (seperti terdapat pembesaran pada payudara). Kondisi tersebut adalah
normal pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan DM.
C. Periode Transisional Bayi Baru Lahir (Ressy Khalvia Frahmie)
Karakteristik perilaku terlihat nyata selama jam transisi segera setelah lahir. Masa
transisi ini mencerminkan suatu kombinasi respon setelah lahir. Masa transisi ini
mencerminkan suatu kombinasi respons simpatik terhadap tekanan persalinan (tachypnea,
tachycarnia) dan respons parasimpatik (sebagai repons yang diberikan oleh kehadiran
mucus, muntah dan gerak peristaltic. Periode transisi dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Reaktivitas I (The First Period of Reactivity)
Dimulai pada masa persalinan dan berakhir setelah 30 menit. Selama periode ini
detak jantung cepat dan pulsasi talipusat jelas. Warna kulit terlihat sementara sianosis
atau akrosianosis. Selama 8 periode ini mata bayi membuka dan bayi memperlihatkan
perilaku siaga. Bayi mengkin menangis, terkejut atau terpaku. Selama periode ini setiap
usaha harus dibuat untuk memudahkan kontak bayi dan ibu. Membiarkan ibu memegang
bayi untuk mendukung proses pengenalan. Beberapa bayi akan disusui selama periode
ini. Bayi sering mengeluarkan kotoran dengan seketika setelah persalinan dan suara usus
pada umumnya terdengar setelah usia 30 menit. Bunyi usus menandakan sistem
pencernaan berfungsi dengan baik. Keluarnya kotoran sendiri, tidak menunjukka
kehadiran gerak peristaltic hanya menunjukan bahwa anus dalam keadaan baik
(Midwifery, 2004 dalam Armini 2017).
b. Fase tidur (Periode of Unresponsive Sleep)
Berlangsung selama 3 menit sampai 2 jam persalinan . tingkat pernapasan
menjadi lebih lambat. Bayi dalam keadaan tidur, suara usus muncul tapi berkurang.
Jika mungkin, bayi tidak diganggu untuk pengujian utama dan jangan
memandikannya. Selama masa tidur memberikan kesempata pada bayi untuk
memulihkan diri dari proses persalinan dan periode transisi ke kehidupan di luar
uterin (Midwifery, 2004 dalam Armini 2017).
c. Periode Reaktivitas II (The Second Period of Reactivity)/ Transisi keIII

28
Berlangsung selama 2 sampai 6 jam setelah persalinan. Jantung bayi labil dan
terjadi perubahan warna kulit yang berhubungan dengan stimulus lingkungan.
Tingkat pernapasan bervariasi tergantung pada aktivitas. Bayi baru lahir mungkin
membutuhkan makanan dan harus menyusu. Pemberian makan awal penting dalam
pencegahan hipoglikemia dan stimulasi pengeluaran kotoran dan pencegahan
penyakit kuning. Pemberian makan awal juga menyediakan kolonisasi bakteri isi
perut yang mengarahkan pembentukan vitamin K oleh traktus instinal. Bayi baru
lahir mungkin bereaksi terhadap makanan perama dengan cara memuntahkan susu
bersama mukus. Ibu harus diajari cara menyendawakan bayinya. Setiap mukus yang
terdapat selama pemberian makana awal dapat berpengaruh terhadap kecukupan
pemberian makanan, terutama jika mukus berlebihan.. (Midwifery 2004 dalam
Armini 2017). (Ressy 214121132)
2. ASUHAN KEPERAWATAN BAYI BARU LAHIR

Fokus asuhan keperawatan selama periode neonatal adalah untuk melindungi dan
mendukung neonatus saat ia mengalami banyak perubahan fisiologis dan menyesuaikan
dengan kehidupan ekstrauterin, yang dilakukan dengan:

● Mempertahankan panas tubuh.


● Mempertahankan fungsi pernafasan.
● Penurunan risiko infeksi.
● Membantu orang tua dalam memberikan nutrisi yang tepat dan hidrasi.
● Membantu orangtua dalam belajar untuk merawat bayi mereka.
A. Pengkajian
1) Maternal (ibu): usia, riwayat kesehatan yang lalu, perkembangan sosial dan riwayat
pekerjaan.
2) Obstetri: kondisi kehamilan terakhir, usia gestasi, lama dan karakteristik persalinan,
kondisi ibu (perdarahan), keadaan bayi (fetal distress), penggunaan analgetik saat
bersalin, dan metode melahirkan (pervaginam, section cesarean, vakum), warna
ketuban.

Air Ketuban adalah bagian paling penting dalam masa kehamilan, cairan
ini melindungi bayi dari trauma, memberikan ruang untuk pertumbuhan janin dan

29
mencegah tali pusat mengalami kompresi dari luar, selain itu cairan ketuban adalah
mediator utama untuk mengetahui segala informasi tentang janin yang ada
didalam uterus, cairan ketuban menyediakan daya pantul akustik yang
memfasilitasi pencitraan ultasonografi dan pemanfaatan dopler untuk
memantulkan detak jantung janin. Cairan ketuban juga memiliki sifat
bakteriostatik yang berfungsi melawan infeksi bakteri dari luar (Pratiwi & Rahayu,
2018)

Menurut Putri et al, (2020) ciri-ciri Warna ketuban pecah yang normal adalah
cairan yang dikeluarkan tidak berbau, berwarna bening, atau bisa saja bercampur
sedikit darah. Ciri-ciri ketuban pecah yang perlu diwaspadai:

1. Air ketuban berwarna kekuningan atau kehijauan. Ini menjadi tanda bahwa
telah terjadi percampuran antara air ketuban dengan mekonium (tinja pertama
janin).

2. Air ketuban pecah disertai demam.

3. Air ketuban pecah disertai gawat janin.

4. Air ketuban berbau busuk. Ini mengindikasikan adanya infeksi dalam


kandungan.

5. Warna air ketuban lebih gelap. Hal ini bisa saja mengindikasikan janin telah
meninggal di dalam kandungan.

6. Air ketuban pecah sebelum minggu ke-37 kehamilan (ketuban pecah dini).

(Azka Nurseha Bahriyati_060)

Pemeriksaan fisik pada BBL

Penilaian awal

Nilai kondisi bayi : B U G A R adalah suatu metode yang dipakai untuk memeriksa keadaan
bayi yang baru lahir (RATNADILLA)

● Apakah bayi menangis kuat/bernafas tanpa kesulitan ?


● Apakah bayi bergerak dengan aktif/lemas?

30
● Apakah warna kulit bayi merah muda, pucat/biru?

● Apakah bayi cukup bulan?

● Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium? (Lutfi vania)

Preosedur penilaian APGAR :

Pastikan pencahayaan baik, Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama
dengan cepat dan simultan. Jumlahkan hasilnya Lakukan tindakan dengan cepat & tepat sesuai
dengan hasilnya, ulangi pada menit kelima ulangi pada menit kesepuluh dokumentasikan hasil
& lakukan tindakan yang sesuai.

Penilaian

● Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2


● Nilai tertinggi adalah 10
● Nilai 7-10 menunjukkan bahwa bayi dlm keadaan baik
● Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang & membutuhkan tindakan resusitasi
● Nilai 0 – 3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius & membutuhkan resusitasi segera
sampai ventilasi SKOR APGAR

TANDA 0 1 2
Appearance Biru,pucat Badan pucat,tungkai Semuanya merah muda
biru
Pulse Tidak Teraba < 100 > 100
Grimace Tidak ada lambat Menangis kuat
Activity Lemah/ Lumpuh Gerakan sedikit/fleksi Aktif/fleksi tungkai
tungkai baik/reaksi melawan
Respiratory Tidak ada , Lambat,tidak teratur Baik menangiskuat
SKOR APGAR

Penilaian keadaan umum bayi dinilai 1 menit setelah bayi lahir dengan penggunaan nilai
APGAR. Penilaian ini perlu untuk menilai apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.
Bila nilai APGAR dalam 2 menit tidak mencapai 7, maka harus dilakukan tindakan
resusitasi lebih lanjut, kerena jika bayi menderita asfiksia lebh dari 5 menit kemungkinan

31
terjadi gejala-gejala neurologic lanjutan dikemudian hari akan lebih besar, maka
penilaian APGAR selain dilakukan pada menit pertama juga dilakukan pada menit ke-5
setelah bayi lahir (Suprapti & Didien, 2016).(Eva Santika-214121133)

No. Klinis Penilaian

0 1 2

1 Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100 x/menit

2 Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat

3 Refleks saat jalan nafas Tidak ada Menyeringai Bentuk/bersih


dibersihkan

4 Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas Fleksi kuat gerak aktif


(lemah)

5 Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah seluruh tubuh


ekstremitas biru

Sumber : Suprapti & Didien (2016) (Eva Santika-214121133)

Menurut Sondakh (2017) penatalaksanaan 1 jam pertama setalah dilakukannya


APGAR score :

1. Keringkan
2. Suction
3. Mengeringkan tubuh bayi dari cairan ketuban dengan menggunakan kain atau
handuk yang kering, bersih dan halus. Dikeringkan mulai dari muka, kepala dan
bagian tubuh lainnya dengan lembut tanpa menghilangkan verniks. Verniks
akan membantu menyamankan dan menghangatkan bayi. Setelah dikeringkan,

32
selimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat
diklem, Hindari mengeringkan punggung tangan bayi. Bau cairan amnion pada
tangan bayi membantu bayi mencari putting ibunya yang berbau sama.
4. Memotong dan mengikat tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik.
Tindakan ini dilakukan untuk menilai APGAR skor menit kelima. Cara
pemotongan dan pengikatan tali pusat adalah sebagai berikut :
a. Klem, potong dan ikat tali pusat dua menit pasca bayi lahir. Penyuntikan
oksitosin dilakukan pada ibu sebelum tali pusat dipotong (oksotosin IU
intramuscular)
b. Melakukan penjepitan ke-I tali pusat dengan klem logam DTT 3 cm dari
dinding perut (pangkal pusat) bayi, dari titik jepitan tekan tali pusat dengan dua
jari kemudian dorong isi tali pusat kea rah ibu (agar darah tidak terpancar pada
saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan ke-2 dengan jarak 2
cm dari tempat jepitan ke-1 ke arah ibu.
c. Pegang tali pusat diantara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan
tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat diantara
kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting DTT (steril)
d. Mengikat tali pusat dengan benang DTT pada satu sisi, kemudian lingkarkan
kembali benang tersebut dan ikat dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
e. Melepaskan klem penjepit tali pusat dan masukkan ke dalam larutan klorin
0,5%
f. Meletakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk upaya inisisasi menyusui dini.
5. Melakukan IMD, dimulai sedini mungkin, eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan
sampai 2 tahun dengan makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan. Pemberian
ASI pertama kali dapat dilakukan setelah mengikat tali pusat. Langkah IMD
pada bayi baru lahir adalah lakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi selama
paling sedikit satu jam dan biarkan bayi mencari dan menemukan putting dan
mulai menyusui.
6. Memberikan identitas diri segera setelah IMD, berupa gelang pengenal tersebut
berisi identitas nama ibu dan ayah, tanggal, jam lahir, dan jenis kelamin.

33
7. Memberikan suntikan Vitamin K1. Karena sistem pembekuan darah pada bayi
baru lahir belum sempurna, semua bayi baru lahir beresiko mengalami
perdarahan. Untuk mencegah terjadinya perdarahan pada semua bayi baru
lahir, terutama bayi BBLR diberikan suntikan vitamin K1 (phytomenadione)
sebanyak 1 mg dosis tunggal, intra muscular pada anterolateral paha kiri.
Suntikan vit K1 dilakukan setelah proses IMD dan sebelum pemberian imunisasi
Hepatitis B
8. Memberi salep mata antibiotik pada kedua mata untuk mencegah terjadinya
infeksi pada mata.Salep ini sebaiknya diberikan 1 jam setelah lahir.
9. Menberikan imunisasi Hepatitis B pertama (HB-O) diberikan 1-2 jam setelah
pemberian vitamin K1 secara intramuscular. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat
untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-
bayi. Imunisasi Hepatitis B harus diberikan pada bayi usia 0-7 hari.
10. Melakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir untuk mengetahui apakah terdapat
kelainan yang perlu mendapat tindakan segera serta kelainan yang berhubungan
dengan kehamilan, persalinan dan kelahiran. Memeriksa secara sistematis head
to toe (dari kepala hingga jari kaki). (Ratnadilla)
setelah itu baru pengkajian lengkap

PENGUKURAN ANTROPOMETRI

● Penimbangan berat badan, N: 2500-4000 g


● Pengukuran panjang badan, N: 48-53 cm
● Ukur lingkar kepala, N: 33-35 cm
● Ukur lingkar dada, N: 30,5-33 cm
Kepala

● Raba sepanjang garis sutura dan fontanel ,apakah ukuran dan tampilannya normal.
● Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi preterm,moulding yang buruk atau
hidrosefalus.
● Pada kelahiran spontan letak kepala, sering terlihat tulang kepala tumpang tindih yang
disebut moulding/moulase.
● Keadaan ini normal kembali setelah beberapa hari sehingga ubun-ubun mudah diraba.

34
● Fontanel anterior harus diraba, fontanel yang besar dapat terjadi akibat prematuritas
atau hidrosefalus, sedangkan yang terlalu kecil terjadi pada mikrosefali.
● Jika fontanel menonjol, hal ini diakibatkan peningkatan tekanan intakranial, sedangkan yang
cekung dapat tejadi akibat deidrasi.
● Periksa adanya trauma kelahiran misalnya; caput suksedaneum (edema pd kulit kepala), sefal
hematoma (perdarahan dibawah periostium tulang kepala)

Wajah

● wajah harus tampak simetris.


● Terkadang wajah bayi tampak asimetris hal ini dikarenakan posisi bayi di intrauteri.
● Perhatikan kelainan wajah yang khas seperti sindrom down atau sindrom piere robin.
Perhatikan juga kelainan wajah akibat trauma lahir seperti laserasi, paresi N.fasialis.

● Hiperpigmentasi melantonik ada atau tidak (Lutfi vania)

Mata

● Kelopak mata biasanya edema


● Pupil berekasi terhadap cahaya
● Belum ada air mata
● Reflek mengedip pada cahaya atau sentuhan
● Warna mata: abu, biru tua, coklat. Warna mata tidak bisa ditentukan sampai dgn usia 3-6 bulan
● Periksa adanya trauma seperti palpebra, perdarahan konjungtiva atau retina
● Periksa adanya sekret pada mata, konjungtivitis oleh kuman gonokokus dapat menjadi
panoftalmia dan menyebabkan kebutaan
● Apabila ditemukan epichantus melebar kemungkinan bayi mengalami sindrom down.
● Bintik bitot ada / tidak
● Simetris/tidak, juling, buta/tidak (kelopak mata / bulu mata lengkap
/tidak )
● Selaput lender mata pucat / tidak
● Penyakit mata akut / kronis, tumor / tidak (Lutfi vania)
Hidung

● Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan lebarnya harus lebih dari 2,5 cm.

35
● Bayi harus bernapas dengan hidung, jika melalui mulut harus diperhatikan
kemungkinan ada obstruksi jalan napas akarena atresia koana bilateral, fraktur tulang
hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring
● Periksa adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang berdarah , hal ini
kemungkinan adanya sifilis kongenital
● Periksa adanya pernapasan cuping hidung, jika cuping hidung mengembang
menunjukkan adanya gangguan pernapasan

Mulut

● Perhatikan mulut bayi, bibir harus berbentuk dan simetris.


● Ketidaksimetrisan bibir menunjukkan adanya palsi wajah.
● Mulut yang kecil menunjukkan mikrognatia
● Periksa adanya bibir sumbing, adanya gigi atau ranula (kista lunak yang berasal dari
dasar mulut)
● Periksa keutuhan langit-langit, terutama pada persambungan antara palatum keras dan
lunak
● Lidah kotor, tenggorokan bersih / tidak, pharynx membesar / tidak,
tonsil membesar / tidak (Lutfi vania)
● Periksa lidah apakah membesar atau sering bergerak. Bayi dengan edema otak atau
tekanan intrakranial meninggi seringkali lidahnya keluar masuk (tanda foote) Refleks
sucking kuat dan terkoordinasi
● Terdapat reflek rooting Saliva minimal
Telinga
● Periksa dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya
● Pada bayi cukup bulan, tulang rawan sudah matang
● Daun telinga harus berbentuk sempurna dengan lengkungan yang jelas dibagian atas
● Perhatikan letak daun telinga. Daun telinga yang letaknya rendah (low set ears)
terdapat pada bayi yang mengalami sindrom tertentu (Pierre-robin)
● Perhatikan adanya kulit tambahan atau aurikel hal ini dapat berhubungan dengan
abnormalitas ginjal

Leher

36
● Leher bayi biasanya pendek dan harus diperiksa kesimetrisannya. Pergerakannya harus
baik. Jika terdapat keterbatasan pergerakan kemungkinan ada kelainan tulang leher
● Periksa adanya trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan pad fleksus
brakhialis
● Lakukan perabaan untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan.periksa adanya
pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis
● Adanya lipatan kulit yang berlebihan di bagian belakang leher menunjukkan adanya
kemungkinan trisomi 21.

Klavikula

● Raba seluruh klavikula untuk memastikan keutuhannya terutama pada bayi yang lahir
dengan presentasi bokong atau distosia bahu. Periksa kemungkinan adanya fraktur

Tangan

● Kedua lengan harus sama panjang, periksa dengan cara meluruskan kedua lengan ke
bawah
● Kedua lengan harus bebas bergerak, jika gerakan kurang kemungkinan adanya
kerusakan neurologis atau fraktur
● Periksa jumlah jari. Perhatikan adanya polidaktili atau sidaktili
● Telapak tangan harus dapat terbuka, garis tangan yang hanya satu buah berkaitan
dengan abnormalitas kromosom

Dada

● Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernapas.


● Apabila tidak simetris kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, paresis diafragma
● Pada bayi cukup bulan, puting susu sudah terbentuk dengan baik dan tampak simetris
● Payudara dapat tampak membesar tetapi ini normal Abdomen
● Abdomen harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan dengan gerakan dada
saat bernapas. Kaji adanya pembengkakan
● Jika perut sangat cekung kemungkinan erdapat hernia diafragmatika
● Abdomen yang membuncit kemungkinan karena hepato-splenomegali atau tumor
lainnya

37
● Jika perut kembung kemungkinan adanya enterokolitis vesikalis, omfalokel atau
ductus omfaloentriskus persisten

Genetalia

● Pada bayi laki-laki panjang penis 3-4 cm dan lebar 1-1,3 cm.Periksa posisi lubang
uretra. Prepusium tidak boleh ditarik karena akan menyebabkan fimosis
● Periksa adanya hipospadia dan epispadia
● Skrortum harus dipalpasi untuk memastikan jumlah testis ada dua
● Pada bayi perempuan cukup bulan labia mayora menutupi labia minora
● Lubang uretra terpisah dengan lubang vagina
● Terkadang tampak adanya sekret yang berdarah dari vagina, hal ini disebabkan oleh
pengaruh hormon ibu (withdrawl bedding) Anus dan rectum)
● Periksa adanya kelainan atresia ani , kaji posisinya
● Mekonium secara umum keluar pada 24 jam pertama, jika sampai 48 jam belum keluar
kemungkinan adanya meconium plug syndrom, megakolon atau obstruksi saluran
pencernaan

Tungkai

● Periksa kesimetrisan tungkai dan kaki.


● Periksa panjang kedua kaki dengan meluruskan keduanya dan bandingkan
● Kedua tungkai harus dapat bergerak bebas. Kuraknya gerakan berkaitan dengan
adanya trauma, misalnya fraktur, kerusakan neurologis.
● Periksa adanya polidaktili atau sidaktili pada jari kaki
Spinal

● Periksa spina dengan cara menelungkupkan bayi, cari adanya tanda-tanda abnormalitas
seperti spina bifida, pembengkakan, lesung atau bercak kecil berambut yang dapat
menunjukkan adanya abdormalitas medula spinalis atau kolumna vertebra

Kulit

● Perhatikan kondisi kulit bayi.


● Periksa adanya ruam dan bercak atau tanda lahir

38
● Periksa adanya pembengkakan
● Perhatikan adanya vernik kaseosa
● Perhatikan adanya lanugo, jumlah yang banyak terdapat pada bayi kurang bulan

39
Cara mengkaji reflex BBL

40
B. Diagnosa keperawatan

41
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1) Hipotermia berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan (Alicia)


2) Risiko infeksi (D.0142) Halaman 304

Kemungkinan berhubungan dengan :

1) Efek prosedur invasif


2) Ketuban pecah lama
3) Ketuban pecah sebelum waktunya
4) Tindakan invasif (Eva Santika-214121133)
3) bersihan jalan napas tidak efektif Kemungkinan berhubungan dengan :

1) Sekresi yang tertahan


2) Infeksi saluran napas (Nanda Putri Pertiwi- 214121122)

4) risiko defisit volume cairan berhubungan dengan asupan oral terbatas bingung
puting

5) Ketidakefektifan menyusui berhubungan bingung puting (Risna dan Esa)

6) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi. (D.0111).


(Levana Juliana P).

7) Resiko perdarahan

Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma (Palpebra,perdarahan konjungtiva


atau retina) (Risna dan Esa)

8) resiko aspirasi berhubungan dengan ketidakmatangan koordinasi menghisap,


menelan, dan bernapas ( Nanda Putri Pertiwi)

9) Defisit Nutrisi (D.0019) halaman 56

Kemungkinan berhubungan dengan :

1) Ketidakmampuan menelan makanan (Eva Santika-214121133)


10) Resiko Ikterik Neonatus berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari (Alicia)

42
11 ) termoregulasi tidak efektif b.d penurunan jumlah lemak subkutan, permukaan
tubuh besar, berat badan ekstrrem, fluktuasi suhu lingkungan ditandai dengan
menggigil, pucat, frekuensi nafas meningkat (Wulan Yulyanti)
12) Perfusi perifer tidak efektif Kemungkinan berhubungan dengan : Penurunan aliran
arteri dan/atau vena Gagal jantung kongestif Kelaianan jantung kongenital
Trombosis arteri Trombosis vena dalam (Wulan Yulyanti)
13) Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan (Ridwan Milah 214121081)
a) Hambatan upaya napas (mis. kelemahan otot pernapasan)
b) Penurunan energi
B. Intervensi
● Diagnosa Keperawatan 1 Hipotermia berhubungan dengan kekurangan lemak
subkutan (Alicia)
Observasi (I.14578)
- Monitor suhu bayi sampai stabil (36,5ºC-37,5ºC)
- Monitor warna dan suhu kulit
Terapeutik
- Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
- Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas
- Masukkan bayi BBLR ke dalam plastik segera setelah lahir (mis. bahan
polyethylene, polyurethane)
- Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir
- Tempatkan bayi baru lahir dibawah radiant warmer
- Pertahankan kelembaban inkubator 50% atau lebih untuk mengurangi kehilangan
panas karena evaporasi
- Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan
- Hangatkan terlebh dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi (mis.
selimut, kain bedongan, stetoskop)
Edukasi
- Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

● Diagnosa keperawatan 2 Risiko infeksi(Alicia)


Observasi (I.12419)

43
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan kepada ibu untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan manfaat perawatan bayi
- Ajarkan perawatan tali pusat
- Ajarkan memandikan bayi dengan memperhatikan suhu ruangan 21-24ºC dan
dalam waktu 5-10 menit, sehari 2 kali
- Anjurkan untuk menjemur bayi sebelum jam 9 pagi
- Anjurkan segera mengganti popok jika basah
1) diagnose keperawatan 3
a. Observasi (I.02084)
- Lakukan penilaian awal (mis. apakah bayi cukup bulan, apakah bayi menagis
atau bernapas, apakah tonus otot bayi baik)
- Monitor secara periodik pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan
oksigenasi
b. Terapeutik

- Lakukan langkah awal stavilisasi (mis. berikan kehangatan, bersihan jalan


napas jika diperluhkan dengan penghisap bola karet, keringkan bayi, berikan
rangsang taktil dengan menggosok punggung bayi atau telapak kaki bayi, atur
posisi bayi dengan meletakkan gulungan kain pada bahu bayi)
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur kepada orang tua dengan metode komunikasi
terapeutik
d. Kolaborasi
- Kolaborasi intubasi endotrajeak jika ventilasi dengan balon-sungkup tidak
efektif atau memerlukan waktu lama

(nanda putri pertiwi- 214121122)

4) Diagnose keperawatan 4

a. Monitor intake dan output.


b. Monitor tanda–tanda dehidrasi, yaitu, fontanel cekung, turgor kulit buruk, membrane
mukosa kering.
c. Berikan pemberian makan/cairan secara oral.

44
● Diagnose keperawatan 5
a. Kaji tingkat pengetahuan orang tua .
b. Berikan informasi tentang karakteristik dan perilaku baru lahir.
c. Berikan informasi tentang perawatan bayi baru lahir.
d. Bantu orang tua dengan mengurus bayi mereka.
e. Puji orang tua untuk perawatan mereka dari mereka baru lahir.
● Diagnosa Keperawatan 5
Edukasi nutrisi bayi (I. 12397)
a. Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan ibu atau pengasuh menerima informasi
- Identifikasi kemampuan ibu atau pengasuh menyediakan nutrisi
b. Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan kepada ibu atau pengasuh untuk bertanya
c. Edukasi
- Jelaskan tanda-tanda awal rasa lapar (mis. bayi gelisah, membuka mulut dan
menggeleng-gelengkan kepala, menjulur-julurkan lidah, mengisap jari atau
tangan)
- Anjurkan menghindari pemberian pemanis buatan
- Ajarkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (mis. mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, cuci tangan dengen sabun setelah ke toilet)
- Ajarkan cara memilih makanan sesuai dengan usia bayi
- Ajarkan cara mengatur frekuensi makan sesuai usia bayi
- Anjurkan tetap memberikan ASI saat bayi sakit. (Levana Juliana P)
Diagnosa Keperawatan 6 (Ressy 214121132)
Diagnosa : Risiko Perdarahan (D. 0012) hal 42
Definisi : Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam tubuh) maupun
eksternal (terjadi hingga keluar tubuh)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Sirkulasi

45
Luaran : Tingkat Perdarahan (L.02017) hal 147
1. Kelembapan mebran mukosa meningkat
2. Kelembapan kulit meningkat
3. Hemoptisis menurun
4. Hematemesis menurun
5. Hematuria menurun
6. Hemoglobin membaik
7. Hematokrit membaik
Intervensi : Manajemen Perdarahan (I.02040)
Observasi
1. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Monitor terjadinya perdarahan (sifat dan jumlah)
3. Monitor nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum dan setelah kehilangan darah
4. Monitor tekanan darah dan parameter hemodinamik
5. Monitor intake dan output cairan
6. Monitor koagulasi darah
7. Monitor tanda dan gejala perdarahan massif
Terapeutik
1. Istirahatkan area yang mengalami perdarahan
2. Berikan kompres dingin, jika perlu
3. Pertahankan akses IV
Edukasi
1. Jelaskan tanda-tanda perdarahan
2. Anjurkan melapor jika menemukan tanda tanda perdarahan
3. Anjurkan membatasi aktifitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu

● Diagnose keperawatan 7
a. observasi

46
- monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronchi
kering)
- monitor sputum
b. terapeutik
- pertahankan kepatenan jalan napas
- lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- berikan oksigen, jika perlu
c. kolaborasi
- kolaborasi pemberian brokodilator, jika perlu.
(Nanda putri pertiwi- 214121122)
● Diagnose keperawatan 8 (Eva Santika-214121133)
Observasi (I. 03144)
- Monitor tanda dan gejala aspirasi
- Monitor tanda kelelahan saat makan,minum dan menelan
Terapeutik
- Berikan lingkungan yang nyaman
- jaga privasi pasien
- Berika perawatan mulut, sesuai kebutuhan
Edukasi
- Informasikan manfaat terapi menelan kepada pasien da keluarga
- Anjurkan membuka dan menutup mulut saat memberikan makanan

● Diagnosa keperawatan 9 Resiko Ikterik neonatus (Alicia)


Observasi keperawatan 9 (I.03132)
- Identifikasi kondisi awal bayi setelah lahir
- Monitor TTV
Terapeutik
- lakukan inisiasi menyusui dini
- Berikan Vit K 1mg IM untuk mencegah pendarahan
- mandikan selama 5-10 menit, minimal sehari sekali
47
- memandikan dengan air hangat (36-37C)
- gunakan sabun yang mengandung provitamin B5
- Rawat tali pusat secara terbuka
- bersihakan tali pusat dengan air steril atau matang
- kenakan pakaian dari bahan katun
- selimuti untuk mempertahankan kehangatan dan mencegah hipotermia
- ganti popok segera jika basah
Edukasi
- anjurkan tidak membubuhi apapun pada tali pusat
- anjurkan ibu menyusui bayi setiap 2 jam
- anjurkan ibu menyendawakan bayi setelah disusui
- anjurkan ibu mencuci tangan sebelum menyentuh bayi
diagnosa keperawatan 10 termoregulasi tidak efektik (Wulan Yulyanti )
Regulasi temperartur (I.14578)

Observasi :

a. Monitor suhu bayi sampai stabil

b. Monitor suhu anak tiap dua jam, jika perlu

c. Monitor warna dan suhu kulit

Terapeutik

a. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu

b. Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas

c. Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir

d. Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer

e. Atur suhu incubator sesuai kebutuhan

f. Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi (mis,
stetoskop)

g. Gunakan matras penghangat, selimut hangat, dan penghangat ruangan untuk


menaikkan suhu tubuh, jika perlu

h. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien

48
Edukasi

a. Demonstrasikan teknik perawatan metode kangguru

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

diagnosa keperawatan 11 (Wulan Yulyanti )


Perawatan sirkulasiI.02079
Observasi :
- Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu).
- Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
Terapeutik :
- Hindari pemasanan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi :
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Rasa sakit yang tidak hilang
saat istiraht, luka tidak sembuh, hilangnya rasa.

● Diagnosa Keperawatan 12 (Ridwan Milah 214121081)


Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

C. Implementasi

49
Diagnosa Keperawatan 1 (Alicia)
Observasi (I.14578)
- Memonitor suhu bayi sampai stabil (36,5ºC-37,5ºC)
- Memonitor warna dan suhu kulit
Terapeutik
- Memasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
- Membedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas
- Memasukkan bayi BBLR ke dalam plastik segera setelah lahir (mis. bahan
polyethylene, polyurethane)
- Menggunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir
- Menempatkan bayi baru lahir dibawah radiant warmer
- Mempertahankan kelembaban inkubator 50% atau lebih untuk mengurangi
kehilangan panas karena evaporasi
- Mengatur suhu inkubator sesuai kebutuhan
- Menghangatkan terlebh dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi (mis.
selimut, kain bedongan, stetoskop)
Edukasi
- Menjelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
Kolaborasi
- Berkolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
Diagnose keperawatan 2 (Alicia)
Observasi (I.12419)
- Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Memberikan kesempatan kepada ibu untuk bertanya
Edukasi
- Menjelaskan manfaat perawatan bayi
- mengajarkan perawatan tali pusat
- Mengajarkan memandikan bayi dengan memperhatikan suhu ruangan 21-24ºC dan
dalam waktu 5-10 menit, sehari 2 kali
- Menganjurkan untuk menjemur bayi sebelum jam 9 pagi
- Menganjurkan segera mengganti popok jika basah

diagnose keperawatan 3
a. Observasi (I.02084)

50
- Melakukan lakukan penilaian awal (mis. apakah bayi cukup bulan, apakah bayi
menangis atau bernapas, apakah tonus otot bayi baik)
- Monitor secara periodik pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi
b. Terapeutik
- Melakukan langkah awal stavilisasi (mis. berikan kehangatan, bersihan jalan
napas jika diperluhkan dengan penghisap bola karet, keringkan bayi, berikan
rangsang taktil dengan menggosok punggung bayi atau telapak kaki bayi, atur
posisi bayi dengan meletakkan gulungan kain pada bahu bayi)
c. Edukasi
- Menjelaskan tujuan dan prosedur kepada orang tua dengan metode komunikasi
terapeutik
d. Kolaborasi
- Berkolaborasi intubasi endotrajeak jika ventilasi dengan balon-sungkup tidak
efektif atau memerlukan waktu lama

(nanda putri pertiwi- 214121122)

● Diagnose keperawatan 7
a. observasi
- Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Memonitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
ronchi kering)
- Memonitor sputum
b. terapeutik
- Mempertahankan kepatenan jalan napas
- Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Memberikan oksigen, jika perlu
c. kolaborasi
- Berkolaborasi pemberian brokodilator, jika perlu.
(Nanda putri pertiwi- 214121122)
● Diagnosa keperawatan 9 Resiko Ikterik neonatus (Alicia)
Observasi keperawatan 9 (I.03132)
- Mengindentifikasi kondisi awal bayi setelah lahir
- Memonitor TTV
Terapeutik

51
- Melakukan inisiasi menyusui dini
- Memerikan Vit K 1mg IM untuk mencegah pendarahan
- mandikan selama 5-10 menit, minimal sehari sekali
- memandikan dengan air hangat (36-37C)
- menggunakan sabun yang mengandung provitamin B5
- merawat tali pusat secara terbuka
- membersihakan tali pusat dengan air steril atau matang
- mengenenakan pakaian dari bahan katun
- menyelimuti untuk mempertahankan kehangatan dan mencegah hipotermia
- mengganti popok segera jika basah
Edukasi
- menganjurkan tidak membubuhi apapun pada tali pusat
- menganjurkan ibu menyusui bayi setiap 2 jam
- anjurkan ibu menyendawakan bayi setelah disusui
- anjurkan ibu mencuci tangan sebelum menyentuh bayi
D. Evaluasi
a. Suhu BBL akan berada dalam batas normal, dan kulit akan menjadi merah muda dan
terasa hangat saat disentuh.
b. BBL tidak akan menunjukkan tanda–tanda atau gejala dari suatu infeksi.
c. Tingkat pernapasan BBL dan denyut jantung akan berada dalam rentang normal, kulit
akan menjadi merah muda dan jalan napas akan tetap bersih.
d. BBL akan BAK enam kali sehari.
e. Orang tua akan merespon kebutuhan bayi mereka.

52
Bab III
Penutup

A. Kesimpulan

Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan mahasiswa S1 Keperawatan


dapat memehami adaptasi bayi baru lahir normal seta asuhan keperawatan kepada bayi
baru lahir normal. Hal-hal yang penting yang telah kita pelajari dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :

● Periode neonatal/ neonates atau BBL adalah periode sejak bayi lahir sampai usia
28 hari pertama kehidupan.
● Setiap bayi yang baru lahir dari intrauterium dan extrauterium pasti akn
mengalami adaptasi fisiologis mulai dari system pernafasan/ respirasi,
kardiovaskuler,pencernaan/gastrointestinal, dan system-system yang ada
diseluruh tubuh BBL
● Perawat harus dapat melakukan pengkajian fisik pada BBL yang dimulai dari
antropometri (melakukan pengukuran ukuran tubuh), pemeriksaan fisik dari
ujung kaki sampai ujung kepala, dan mengkaji refleks pada BBL serta dapat
menentukan asuhan keperawatan yang tepat.

B. Saran

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

53
Daftar pustaka
Ahmar, H., Mulia Sari, E., Oktarina, M., Raidanti, D., Trisna Yulianti, N.,
Andariya Ningsih, D., ... & Natalia, S. Asuhan kebidanan Persalinan & Bayi Baru
Lahir. Forum Dosen Kebidanan Indoensia. (Ressy)

AKBAR, Z. (2015). ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY.“T” BAYI BARU LAHIR
NORMAL DI PUSKESMAS PETERONGAN JOMBANG (Doctoral dissertation,
Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum). (Ressy)

Aprianto, D. S., Riyadi, N. A., Jaya, L. S., & Maulani, C. (2021). Kadar Imunoglobulin
A dalam Saliva pada Pemakai Gigi Tiruan sebagian Lepasan Basis Resin Akrilik.
Majalah Sainstekes, 8(1). (Alicia)

Februanti, Sofia. 2013. Konsep dan Asuhan Keperawatan Ibu Intranatral dan Bayi Baru
Lahir. Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI.

Februanti, Sofia. 2013. Konsep dan Asuhan Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir. Badan
PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI.

Indriyani, Ratna Imas. 2016.Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir Terhadap By.Ny
di Puskesmas Bojong Rawalumbu Bekasi. Akademi Kebidanan Gema Nusantara.
Kepmenkes RI No. 1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin Penyelenggaraan Praktik
Bidan.
KEMENKES RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : KEMENKES RI

Layuk, R. R. (2021). Analisis Deskriptif RisikoBBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) Di


RSUP Dr. Tadjuddin Chalid Makassar. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan,
Volume 1, No 1.

Mika Sugarni, P. (2018). PERBEDAAN LOTUS BIRTHDENGAN TANPA LOTUS BIRTH PADA
PERSALINAN NORMAL TERHADAP ADAPTASI FISIOLOGIS BAYI BARU LAHIR DI
PUSKESMASKANDAI KOTA KENDARI 2018 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Kendari). (Ressy)

54
Nanny, Vivian, 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika.

Nurviyanti, S. S. (2021). Efektifitas Terapi OksigenTerhadapDownesScorepada Pasien


Asfiksia Neonatus di Ruang Perinatologi. Faletehan Health Journal, Vol 8, No 1.

JNPK-KR. 2013. Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial, Pencegahan Dan


Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: JNPK-
KR.

Thewidya, A., Kurniyanta, P., & Wiryana, M. (2018). Manajemen termoregulasi untuk
mencegah kejadian hipotermia pada pasien neonatus yang menjalani operasi
gastroschisis. Medicina, 49(2), 155–160. https://doi.org/10.15562/medicina.v49i2.65.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI. (Eva Santika-214121133)

Muslihatun, WafiNur. (2010). Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta:


Fitramaya

Yuliani, Rita dan Suriadi. 2010 Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: SAGUNG
SETO.

Meinapuri, M., & Putri, B. O. (2018). Hubungan kadar imunoglobulin a sekretori


air susu ibu dengan berat badan bayi yang mendapat air susu ibu eksklusif.
Majalah Kedokteran Andalas, 41(1), 1.
https://doi.org/10.22338/mka.v41.i1.p1-9.2018

Rahmawati, P., Mayetti, M., & Rahman, S. (2018). Hubungan Sepsis Neonatorum
dengan Berat Badan Lahir pada Bayi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(3), 405. https://doi.org/10.25077/jka.v7i3.894

55
Ratnaningsih, T. (2020). Hubungan Prosedur Perawatan Bayi Dengan Infeksi
Neonatal Bayi Prematur . JUrnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol 11, No
1.

Sondakh, & Jenny. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan Bayi Baru lahir.

Astuti Setiyani, S. M. (2016). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Pra Sekolah. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan. (Victoria F)

Pratiwi, I. (2018). STUDI PENDAHULUAN : PENGUKURAN pH CAIRAN


KETUBAN. Volume 6 no 2.

Putri, A. R. (2020). GAMBARAN KPD, WARNA KETUBAN DAN INFEKSI


IBU DENGAN KEJADIAN INFEKSI BAYI BARU LAHIR DI RSUD ABDUL
WAHAB SJAHRANIE. Jurnal Kebidanan Mutiara Mahakam, 1-7.

Sondakh, J. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi baru Lahir. .


Malang: Erlangga. (Azka dan Ratnadilla)

Sondakh, Jenny J. S. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan Bayi Baru Lahir. Jakarta :
Penerbit Erlangga.(Eva Santika)

Sumi, Susi Sastika, and Wa Mina La Isa. "Adaptasi Fisiologis Bayi Baru Lahir melalui
Persalinan Normal dengan Lotus Birth dan Tanpa Lotus Birth." Jurnal Keperawatan
Silampari 5.1 (2021): 148-155.(Joko)

Wagiyo & Putrono. (2016). Asuhan Keperawatan Antenatal, Intanatal, dan Bayi Baru
Lahir. Ypgyakarta : CV. Andi Offset. (Eva Santika-214121133)

Rosmadewi. (2016). Perbedaan kadar hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir
antara pengkleman tali pusat segera dan tertunda. XII(2), 197–202. (Dhea-
214121118)

Siburian, S. W. (2020). Asuhan kebidanan pada ny. w masa hamil, bersalin, nifas,
bayi baru lahir, dan keluarga berencana di praktek mandiri bidan d.s kota
pematangsiantar. (Dhea-214121118)

56
57

Anda mungkin juga menyukai