Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“NEONATUS DENGAN RESIKO TINGGI”


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Pada Perempuan Dan Anak
Dengan Kondisi Rentan

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Siti Fatonah 212207159
Siti Rusniwati 212207160
Sri Puji Rezekiah 212207161
Surianti 212207162
Syadila Adzkiah Saleh 212207163
Vika Suci Indah Sari 212207164
Wiwit D. N. Putri 212207165
Wiwit Triastuti 212207166
Yani Sugianti 212207167

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S-1)


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2022

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada Perempuan Dan Anak Dengan Kondisi
Rentan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang penulis lakukan dalam penyelesaian
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan penulis
demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah makalah ini dibuat. Tentunya dengan besar harapan dapat bermanfaat.
Semoga makalah Isu Dalam Pelayanan Kebidanan ini bisa berguna bagi proses belajar.

Yogyakarta, Maret 2023

Penulis,

2
DAFTAR ISI
JUDUL.................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................3
BAB. I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................6
C. Tujuan.......................................................................................................6
BAB. II PEMBAHASAN
A. Pengertian tentang neonatus dengan resiko tinggi....................................7
B. Kategori neonatus dengan resiko tinggi....................................................7
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................20
B. Saran...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi baru lahir atau neonatus merupakan generasi penerus bangsa yang
berperan penting dalam kemajuan bangsa Indonesia, bayi yang sehat akan
menjadi penerus bangsa yang kuat dan berkualitas dimasa yang akan datang.
Neonatus adalah bayi baru lahir yang menyesuaikan diri dari kehidupan di
dalam uterus ke kehidupan di luar uterus (Tando, 2016). Neonatus merupakan
bayi yang berusia antara 0-28 hari.Sementara bayi dan balita merupakan fase
lanjutan dari neonatus.Masa-masa ini sangat penting dan memerlukan
perawatan khusus.Bayi baru lahir sensitif terhadap keadaan lingkungan sekitar
tempat tinggal, karena bayi mudah terserang berbagai macam
penyakit.Kekebalan tubuh bayi yang masih kurang juga memicu terjadinya
penyakit pada bayi. Periode neonatal merupakan masa yang paling kritis
dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi karena pada periode ini
terjadi transisi dari kehidupan di dalam kandungan ke kehidupan di luar
kandungan. Proses transisi ini menuntut perubahan fisiologis yang bermakna
dan efektif oleh bayi, guna memastikan kemampuan bertahan hidup. Janin
meninggalkan lingkungan dalam kandungan yang selama ini sepenuhnya
memelihara kebutuhan hidup (Saputra, 2014).
Ibu dan keluarga seringkali mengalami beberapa masalah ketika
melakukan perawatan pada neonatus . Penting bagi ibu dan keluarga
mengetahui penanganan yang tepat untuk masalah perawatan bayi baru
lahir .Masalah yang sering terjadi pada neonatus antara lain bayi sulit
bernapas, sianosis/kebiruan, hipotermia (suhu <36C), kejang, infeksi serta
sindrom kematian mendadak. Kondisi ini memerlukan penanganan yang
tepat.Penanganan yang tepat diperlukan untuk mengatasi masalah neonatus
dengan risiko tinggi tersebut untuk menghindari terjadinya komplikasi. Bayi
baru lahir yang tidak mendapatkan perawatan yang tepat akan menyebabkan
kelainan-kelainan yang akan mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan

4
kematian. Hal tersebut merupakan tantangan dalam dunia kesehatan yang
harus dapat diatasi.Keadaan bayi sangat tergantung pada pertumbuhan janin di
dalam uterus, kualitas pengawasan atenatal, penyakit-penyakit ibu di waktu
hamil, penanganan persalinan dan perawatan sesudah lahir.Kejadian kematian
pada neonatal sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan kesehatan yang
dipengaruhi oleh perawatan pada saat kehamilan, persalinan oleh tenaga
kesehatan dan perawatan bayi baru lahir.
Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari)
menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 59%
kematian bayi. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015
menunjukkan angka 22,23 per 1.000 kelahiran hidup, yang artinya sudah
mencapai target MDGs 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Tahun
2015 pelaksanaan MDGs telah berakhir dilanjutkan ke SDGs hingga tahun
2030, dengan target AKN sebesar 12 per 1000 kelahiran hidup. Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur masalah yang terkait dengan
kesehatan ibu dan anak pada tahun 2016 Angka Kematian Neonatus (AKN)
mencapai 23,60 per 1000 kelahiran hidup. Menurut
Neonatus memerlukan perawatan khusus serta berkesinambungan, untuk
membantu melewati masa transisi dengan baik.Periode setelah bayi baru lahir
yaitu adaptasi dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine.Peran bidan sangat
dibutuhkan pada masa ini, untuk ikut serta dalam upaya kelangsungan hidup,
perkembangan serta kualitas hidup anak.Upaya yang dapat dilakukan yaitu
dengan meningkatkan pelayanan kesehatan neonatus secara komprehensif
serta sesuai dengan standart yang ada.Standart asuhan pada neonatus yaitu 3
kali kunjungan baik ke fasilitas kesehatan atau kunjungan rumah pada
neonatus umur 1-28 hari. Upaya ini diharapkan mampu mendeteksi adanya
permasalahan pada neonatus, sehingga mampu menurunkan angka kematian
ataupun kesakitan pada neonatus (PWS-KIA, 2010).

5
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan neonatus dengan resiko tinggi ?
2. Apa yang dimaksud dengan kategori neonatus dengan resiko tinggi ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Tentang neonatus dengan resiko tinggi
2. Mengetahui Tentang kategori neonatus dengan resiko tinggi

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Neonatus Dengan Resiko Tinggi

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar
bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari
tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3
kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus.
Peralihan dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin memerlukan berbagai
perubahan biokimia dan fungsi (Mutiara & Agustina, 2016).

B. Kategori Neonatus Dengan Resiko Tinggi

1. Kejang

Kejang pada neonatus didefinisikan sebagai suatu gangguan terhadap


fungsi neurilogis seperti tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom.
Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari. Sebagian
kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam kehidupan
kelak. Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan manifestasi
klinis yang bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari
gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan
perkembangan jangka panjang.

Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, yaitu:


1) Bayi tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling
sering. Timbul dalam 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.
2) Pendarahan otak, dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan
oksigen atau trauma pada kepala. Pendarahan subdural yang
biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan kejang.

7
Penatalaksanaan:

Bayi yang mengalami kejang dapat dilakukan tindakan diantaranya:

a. Memasukkan tong spatel atau sudip lidah yang telah dibungkus


dengan kassa steril pada saat bayi kejang agar jalan napas tidak
tertutup oleh lidah

b. Mengurangi rangsangan pada bayi seperti cahaya

c. Memberikan pengobatan anti kunvulsan

d. Untuk menghindari infeksi dapat diberikan antibiotik serta


perawatan tali pusat dengan menggunakan teknik septik

2. Hipotermi

Hipotermi adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh bayi kurang dari
36,5º C dari suhu optimal. Menurut Sarwono (2002), gejala awal
hipotermia apabila suhu <36oC atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.
Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami
hipotermia sedang (suhu 32oC – 36oC). Disebut hipotermia kuat bila
suhu tubuh <32oC. Hipotermia pada BBL adalah suhu di bawah 36,5oC,
yang terbagi atas hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36,5oC,
hipotermia sedang yaitu suhu antara 36oC, dan hipotermia berat yaitu suhu
tubuh < 32oC. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat
merupakan awal penya kit yang berakhir dengan kematian. Hipotermia
menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah, yang
mengakibatkan metabolik anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen,
mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian.
Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir :
a. Radiasi
Dari objek ke panas bayi. Contoh: timbang bayi dingin tanpa alas
b. Evaporasi
Karena menguap cairan yang melekat pada kulit. Contoh: air ketuban
bayi baru lahir, tidak cepat dikeringkan

8
c. Konduksi
Panas tubuh diambil dari suatu permukaan yang melekat di tubuh.
Contoh: pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti
d. Konveksi
Penguapan dari tubuh ke udara. Contoh: angin disekitar tubuh bayi
baru lahir.

Sarwono (2010), mengklasifikasikan tanda dan gejala hipotermia pada


neonatus seperti dibawah ini :
a. Gejala hipotermia bayi baru lahir

1) Bayi tidak mau minum

2) Bayi tampak lesu atau mengantuk saja

3) Tubuh bayi teraba dingin

4) Dalam keadaan berat,denyut jantung bayi menurun dan kulit


tubu h bayi mengeras (sklerema)
b. Tanda-tanda hipotermia sedang (Stres dingin)

1) Aktivitas berkurang, letargis

2) Tangisan lemah

3) Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata)

4) Kemampuan menghisap lemah

5) Kaki teraba dingin


c. Tanda-tanda hipotermia berat (Cedera dingin)

1) Sama dengan hipotermia sedang

2) Bibir dan kuku kebiruan

3) Pernafasan lambat

4) Pernafasan tidak teratur

5) Bunyi jantung lambat

9
6) Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolic

d. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermia

1) Muka, ujung kaki dan tangan berwarma merah terang

2) Bagian tubuh lainnya pucat

3) Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada


punggung, kaki dan tangan (sklerema).
e. Komplikasi
Hipotermia dapat menyebabkan komplikasi, seperti peningkatan
konsumsi oksigen, produksi asam laktat, apneu, penurunan
kemampuan pembekuan darah dan yang paling sering terlihat
hipoglikemia.
Pada bayi premature, stress dingin dapat menyebabkan penurunan
sekresi dan sintetis surfaktan. Membiarkan bayi dingin meningkatkan
mortalitas dan morbiditas.
Penanganan serta Pencegahan Hipotermia Bayi Baru Lahir :
Kesempatan untuk bertahan hidup pada BBL ditandai dengan
keberhasilan usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh.
Untuk itu, BBL haruslah dirawat dalam lingkungan suhu netral
(Neutral Thermal Environment/NTE). NTE adalah rentang suhu
eksternal, dimana metabolisme dan konsumsi oksigen berada pada
tingkat minimum, dalam lingkungan tersebut bayi dapat
mempertahankan suhu tubuh normal.
Namun, pada bayi-bayi yang mengalami hipotermia maka harus
ditangani secara cepat dan tepat. Penanganan hipotermia pada
bayi, yaitu :
a. Bayi yang mengalami hipotermia biasanya mudah sekali
meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera
menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui
penyinaran lampu. Penyinaran di inkubator menggunakan

10
lampu 60 wat dengan jarak minimal 60 cm dari bayi dan
juga penghangatan kembali dengan metode yang sesuai
(dalam incubator pemanasan perlahan 0.5-1ºC /Jam).

b. Metode kangguru kontak kulit antara ibu dan bayi yang


berlangsung sejak dini secara terus menerus dan
berkesinambungan kalau mungkin selama 24 jam. Bayi
diletakkan diantara kedua payudara ibu dengan posisi
tegak/vertikal saat ibu berdiri dan duduk atau
tengkurap/miring saat ibu berbaring/tidur. Bayi mengenakan
penutup kepala, baju ibu berfungsi sebagai penutup badan
bayi.
c. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh
setiap orang adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh
ibu. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi
kontak kulit langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga agar bayi
tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada dalam satu
pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru) disebut
sebagai Metoda Kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan
pakaian longgar berkancing depan.
d. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain
hangat yang disetrika terlebih dahulu, yang digunakan untuk
menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali
sampai tubuh bayi hangat.
e. Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga
bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila
bayi tidak menghisap, diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-
80 ml/kg per hari.
f. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh
bayi stabil. Untuk mencegah terjadinya serangan dingin,
ibu/keluarga dan penolong persalinan harus menunda
memandikan bayi.

11
3. Hipertermi
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh dapat disebabkan suhu
lingkungan yang berlebihan, infeksi, dehidrasi atau perubahan
mekanisme penganturan suhu sentral yang berhubungan dengan
trauma lahir pada otak atau malformasi dan obat-obatan (buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal neonatal) . Lingkungan yang
terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi
diletakkan di dekat api atau dalam ruangan yang berudara panas.
a. Tanda dan gejalanya yaitu :

1) Pada suhu aksiler didapatkan suhu lebih 37,5ºC .

2) Terdapat tanda dehidrasi (elastisitas kulit turun, mata dan ubun-


ubun besar cekung, lidah dan membrane mukosa kering)

3) Malas minum/ menyusu.

4) Frekuensi nafas > 60 kali per menit.

5) Denyut jantung > 160 kali per menit.

Penyebabnya yaitu suhu lingkungan yang terlalu panas dapat


disebabkan oleh suhu incubator yang terlalu tinggi. Radiasi sinar
matahari pada waktu bayi berada didalam inkubator, terlalu banyak
dan dalam tempat tidur bayi atau berada didekat radiator panas dan
sebagainya.

a. Macam-Macam Hipertermi
1) Hipertermi maligna
Gangguan autosom dengan sifat dominan. Hal ini biasa
terjadi saat terjadi pajanan pada lingkungan yang sangat panas.
2) Sindrom neuroleptik maligna
Terjadi pasca pajanan dapat dibedakan dengan hipertermia
maligna.

12
3) Demam
Kenaikan suhu pada demam obat antara 38 ºC. apabila terjadi
demam obat maka tindakan pertama adalah menghentikan
pemberian obat demam.
b. Intervensi
1) Pindahkan bayi pada ruangan/ tempat yang sejuk.
2) Kompres bayi dengan kain basah dengan suhu 4º C lebih
rendah dari suhu tubuhnya.
3) Apabila terjadi infeksi segera berikan antibiotic.
c. Penatalaksanaan
1) Batasi aktifitas penderita yang demam tujuannya untuk
menghemat energi dan menurunkan kebutuhan oksigen.
Karena pada saat demam metabolisme tubuh meningkat
meskipun penderita tidak beraktifitas pasti akan terasa
capai sekali karena energi banyak digunakan. anjurkan
penderita banayk istirahat
2) Cegah dehidrasi (kekurangan Cairan) dengan memberikan
banyak minum, berikan minuman kesukaan seperti sari
buah, minuman ion, juz, teh manis, air susu, air limun, dll.
3) Ganti baju yang basah akibat keringat, gunakan baju tipis
dan menyerap keringat ketika demam dan bila klien
menggigil atau merasa kedinginan selimuti klien tetapi bila
menggigil telah hilang gunakan kembali baju tipis dan
lepas selimut. Tujuan dari penggunaan baju tipis adalah
agar kulit terpapar oleh udara, karena udara dapat
memindahkan panas. selain itu kulit yang terbuka dapat
memindahkan panas melalui radiasi sehingga membantu
memberi rasa nyaman saat demam. Berikan kompres
dengan air biasa selama 5 menit di bagian dahi, leher,
ketiak, selangkangan dan dibawah lutut. lakukan berulang
bila suhu kembali panas (kain kompres jangan dibiarkan

13
saja sepanjang waktu menempel dibagian tubuh penderita.
Pemberian kompres bukan bertujuan menurunkan suhu
tetapi memberi kenyamanan saat penderita demam. Bila
penderita merasa kedinginan atau menggigil hentikan
segera kompres. Menggigil itu merupakan kondisi yang
tidak menyenangkan dan sangat tidak nyaman, sehingga
sebisa mungkin jaga agar tidak menggigil. Jangan gunakan
air es untuk mengkompres karena di khwatirkan klien
merasa kedinginan dan akhirnya menggingil dan jangan
gunakan alkohol untuk mengkompres karena mudah
menguap dan bersifat racun bila terhirup.
4) Atur suhu ruangan lebih dingin, tujuannnya agar panas
berpindah ke ruangan. misalnya membuka jendela,
menyalakan kipas angin. Karena panas bisa berpindah
leawat udara dan berpindah ke lingkungan yang lebih
dingin
5) Untuk anak kecil bisa lakukan aktifitas bermain di tempat
tidur seperti mewarnai, menonton TV, bercerita atau tidur
ditemani orang tua.
6) berikan minuman atau makanan dingin seperti es-krim,
buah-buahan dingin, dll untuk memberikan rasa nyaman.
7) Antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap
penderita panas karena panas merupakan usaha pertahanan
tubuh, pemberian antipiretik juga dapat menutupi
kemungkinan komplikasi. Pengobatan terutama ditujukan
terhadap penyakit penyebab panas.
4. Hipoglekemia
Hipoglekemia adalah glukosa darah 60 mg/ dl atau kurang.
Hipoglekemia yang dapat muncul segera setelah kelahiran dan pada
IDM berhubungan dengan meningkatnya insulin dalam darah. Oleh
karena itu, direkomendasikan bahwa terapi segera untuk kadar

14
glukosa serum dibawah 47mg/dl sampai 50 mg/dl.
Dimplementasikan pada bayi.
Kadar glukosa maternal yang tinggi selama kehidupan fetal
merangsang terus-menerus sel tersebut pada bayi untuk
memproduksi insulin.Keadaan kadar hipoglekemia ini
berkepanjangan mendorong sekresi insulin fetal kemudian
menimbulkan pertumbuhan berlebihan dan deposisi lemak yang
kemungkinan merupakan penyebab bayi besar makrosomik. Ketika
glukosa nenonatus hilang mendadak saat kelahiran maka, produksi
insulin yang terus-menerus segera memecah glukosa yang beredar
dalam hipoglekemia dalam 1 ½ sampai 4 jam terutama pada bayi
yang ibunya menderita diabetes. Penurunan mendadak kadar
glukosa darah dapat menyebabkan kerusakan neologis serius atau
kematian.
IDM memiliki khas bayi yang ibunya menderita diabetes lanjut
mungkin kecil usia gestasi , mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterine atau cukup untuk usia gestasi karena keterlamlambatan
vascular maternal. Terdapat peningkatan abnomali pada IDM.
Selaian kepekaan yang tinggi terhadap hipoglekimia,
hiperbilirubenemia, hipogmanesemia. Meskipun besar bayi ini dapat
dilahirkan sebelum akibat komplikasi maternal atau bertambahnya
ukuran fetus.
Pada umur minggu pertama sebagian besar bayi menderita
hipoglekimia neonatus sementara sebagai akibat prematuritas atau
retardasi. Melewati masa bayi baru lahir pegangan untuk penyebab
hipoglekimia terus menerus atau berulang dapat diperoleh melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium awal.
Pencegahan hipoglekimia nenoatus dan pengaruh pengaruh yang
diakibatk an pada perkembangan sistem saraf sentral adalah sangat
penting pada masa bayi baru lahir.
Penatalaksanaan Hipoglekimia :

15
a. Monitor

Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu


DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama :
1) Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam. Ulangi
tiap

6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa


normal dalam 2 kali pemeriksaan.
2) Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif
tangani

hipoglikemia.

3) Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3


hari penanganan hipoglikemia selesai
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
1) Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan
kecepatan ml/menit.
2) Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan
infus glukosa 6-8 mg/kg/menit). (Contoh : BB 3
kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt
= 25920 mg/hari.
3) Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920
mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100
cc= 259 cc D 10% /hari)
Atau cara lain dengan GIR
1) Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah
12,5%,
2) Bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral.
3) Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus
dinyatakan dengan GIR.
c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala :

16
a) ASI teruskan

b)Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas

c) Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :

1) Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa


gejala tangani hipoglikemi.
2) Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum.

3) Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa


normal.
5. Tetanus Neonatorium
Tetanus Neonatorium adalah penyakit tetanus yang diderita oleh
bayi baru lahir yang disebabkan karena hasil klostarium tetani.
Tetanus neonatorium menyebabkan kematian pada bayi yang
tinggi di Negara berkembang karena pemotongan tali yang masih
banyak menggunakan alat-alat tradisional. Masuknya kuman
tetanus klostriudium tetani sebagian besar melalui tali pusat.
Masa inkubasinya sekitar 3 hari sampai 10 hari, dan makin pendek
masa inkubasinya penyakit makin fatal. Tetanus neonatorium
menyebabkan kerusakan pada pusat motorik, jaringan otak, pusat
pernafasan dan jantung.
Fase – fase kejang tetanus neonatorium :

a. Kejang Parsial

Kejang parsial adalah kesadaran utuh walaupun mungkin


berubah; focus disatu bagian tetapi dapat menyebar kebagian
lain.
1) Parsial sederhana
a) Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral),
sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang
abnormal), autonomic (takikardia,bradikardia,takipnu,
kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium), psikik

17
(disfagia, gangguan daya ingat).
b) Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.
2) Parsial kompleks
Dimulai sebagai kejang parsial sederhana; berkembang
menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh :
a) Gejala motorik, sensorik, otomatisme (mengecap-
ngecapkan bibir,mengunyah, menarik-narik baju.
b) Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang
menjadi kejang generalisata.
c) Biasanya berlangsung 1-3 menit

b. Kejang generalisata

Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan


simetrik, tidak ada aura.
1) Tonik-klonik
Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi;
menggigit lidah; fase pascaiktus.
2) Absence

a. Sering salah didiagnosa sebagai melamun

b. Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata


bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus postural
tidak hilang.
c. Berlangsung beberapa detik.
3) Mioklonik
Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas dibeberapa
otot atau tungkai; cenderung singkat.
4) Atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya
postur tubuh.
5) Klonik
Gerakan menyentak,repetitive,tajam,dan lambat.

18
Tanda-tanda gejala tetanus neonatorium yaitu :

a. Bayi tiba – tiba panas dan tidak mau minum

b. Gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang


disertai sianosis.

c. Ekstermitas terulur dan kaku, dahi berkerut

d. Alis mata terangkat.

e. Sudut mulut tertarik ke bawah

Penatalaksanaanya yang dapat diberikan :

a) Membersihkan jalan nafas

b) Melonggarkan pakaian bayi

c) Memasukkan tong spatel yang dibungkus kasa dalam mulut


bayi.

d) Menciptakan lingkungan yang tenang.

e) Memberikan asi sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada
masa neonatus ini sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian
fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini
dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus.
Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada
masa neonatus. Beberapa keadaan neonatus dengan resiko tinggi : kejang,
hipotermi, hipertermi, hipoglekimia, dan tetanus nenonatorium.

B. Saran
Diharapkan sebagai tenaga kesehatan termasuk Bidan untuk lebih
meningkatkan pengetahuan dan skill dalam mengenai ibu hamil, ibu
bersalin serta penanganan bayi baru lahir, yang bermanfaat untuk
mengurangi kasus neonatus dengan resiko tinggi serta angka kematian
bayi (AKB).

20
DAFTAR PUSTAKA

Mutiara, N., & Agustina, S. (2016). Memberi asuhan pada bayi dengan resiko
tinggi dan penatalaksanaannya.

Mutiara, N., & Agustina, S. (2016). Memberi asuhan pada bayi dengan resiko
tinggi dan penatalaksanaannya.

https://dupakdosen.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/2034/anak-
guslihan.pdf?sequence=1&isAllowed=y

21

Anda mungkin juga menyukai