Anda di halaman 1dari 8

INDEKS GLIKEMIK

A. Pengertian Indeks Glikemik


Indeks glikemik merupakan indikator seberapa cepat makanan berkarbohidrat
memengaruhi kenaikan gula darah dalam tubuh. Meski bermanfaat, indeks glikemik
tidak bisa dijadikan satu-satunya acuan dalam menjalani pola makan sehat. Indeks
glikemik (IG) suatu makanan diukur dengan skala 1–100. Semakin tinggi angka
indeks glikemiknya, semakin cepat pula makanan tersebut dapat meningkatkan kadar
gula darah. Angka indeks glikemik umumnya dapat ditemukan pada label kemasan
makanan (Agustin, Sienny 2021).
Sebagaimana yang dijelaskan dalam studi terbitan jurnal Nutrients, indeks
glikemik (IG) adalah angka (berskala 1-100) yang menunjukkan seberapa cepat
makanan berkarbohidrat diproses menjadi glukosa di dalam tubuh. Semakin tinggi
nilai IG suatu makanan, semakin cepat pula karbohidrat dalam makanan tersebut
diproses menjadi glukosa. Ini berarti, semakin cepat pula gula darah Anda melonjak
(Kemala, Fidhia 2021).
Konsep IG dikembangkan untuk memberikan klasifikasi numerik dari makanan
sumber karbohidrat yang diasumsikan bahwa data tersebut akan berguna dalam situasi
dimana toleransi glukosa terganggu. Konsep IG adalah perpanjangan dari hipotesis
serat bahwa makanan yang mengandung serat akan lebih lambat diserap oleh usus,
sehingga makanan tersebut memiliki manfaat metabolik dalam kaitannya dengan DM
dan pengurangan resiko penyakit jantung koroner (Jenkins et al., 2002).
Konsep indeks glikemik mulai diperkenalkan untuk melihat gambaran tentang
hubungan antara karbohidrat dalam makanan dengan kadar glukosa darah. Indeks
glikemik (IG) merupakan tingkatan pangan menurut efeknya terhadap gula darah
(Rimbawan dan Siagian (2004) atau metode yang digunakan untuk
mengklasifikasikan karbohidrat diet berdasarkan dampaknya terhadap respon glukosa
darah (2-jam setelah makan). Kadar glukosa darah normal berkisar antara 55-140
mg/dl, dan untuk penyediaan energi bagi susunan syaraf pusat diperlukan kadar
glukosa darah minimal 40-60 mg/dl.
Menurut FAO (1998), IG didefinisikan sebagai luas area di bawah kurva respon
glukosa darah dari 50g karbohidrat dari makanan uji yang dinyatakan sebagai persen
terhadap 50g karbohidrat dari makanan standar yang diambil dari subjek yang sama.
Pada awalnya, pangan karbohidrat yang digunakan sebagai pangan standar untuk
mengukur IG adalah glukosa murni dengan IG sebesar 100, tetapi saat ini pangan
standar yang sering digunakan adalah roti putih (Jenkins dkk., 2002).
Indeks glikemik pangan merupakan sifat bahan pangan yang sangat unik,
dipengaruhi oleh jenis bahan, cara pengolahan, karakteristik (komposisi dan sifat
biokimiawi) bahan, ukuran partikel (HU et al, 2004). Masing-masing komponen
bahan pangan akan memberikan kontribusi dan saling berpengaruh sinergis antarsifat
bahan hingga menghasilkan respon glikemik tertentu (Widowati 2007).
Menurut Cummings dan Stephen (2007) dalam Simila (2012), Indeks glikemik
(IG) adalah klasifikasi fisiologis makanan yang mengandung karbohidrat yang
didasarkan pada sejauh mana makanan tersebut meningkatkan konsentrasi glukosa
darah setelah makan (postprandial) dibandingkan dengan karbohidrat acuan dengan
jumlah yang setara.
B. Nilai Indeks Glikemik Makanan
Berdasarkan ukuran indeks glikemiknya, makanan digolongkan ke dalam tiga
kelompok berbeda, yaitu :
1. Makanan rendah IG: kurang dari 55
2. Makanan dengan IG sedang: 56-69
3. Makanan tinggi IG: lebih dari 70
Berikut ini adalah beberapa contoh makanan berdasarkan indeks glikemiknya, yaitu:
a. Makanan dengan Indeks Glikemik Rendah
Sementara itu, makanan dengan indeks glikemik rendah adalah makanan
yang dicerna oleh tubuh secara perlahan, sehingga tidak menyebabkan kadar
gula darah naik secara drastis. Makanan dengan indeks glikemik rendah
meliputi sebagian besar buah dan sayuran, biji-bijian utuh, kacang-kacangan,
dan produk susu rendah lemak (Agustin, Sienny 2021).
1. Jelai (IG: 28)
2. Wortel (IG: 34)
3. Susu full-fat (IG: 38)
4. Apel (IG: 36)
5. Kurma (IG: 42)
6. Jeruk (IG: 43)
7. Pisang (IG; 50)
8. Soun
9. Mi telur
10. Makaroni
11. Gandum utuh
b. Makanan dengan Indeks Glikemik sedang
1. Jagung manis (IG: 52)
2. Nanas (IG: 59)
3. Madu (IG: 61)
4. Ubi (IG: 63)
5. Labu (IG: 64)
c. Makanan dengan Indeks Glikemik Tinggi
Makanan dengan indeks glikemik tinggi mengandung karbohidrat yang
dapat dicerna secara cepat oleh tubuh, sehingga membuat kadar gula darah
naik dengan lebih cepat. Beberapa jenis makanan dengan IG tinggi adalah
nasi putih, roti tawar putih, kentang, minuman bersoda, dan minuman manis
(Agustin, Sienny 2021).
1. Kerupuk beras (IG: 87)
2. Kentang rebus (IG: 78)
3. Semangka (IG: 76)
4. Roti tawar putih (IG: 75)
5. Nasi putih (IG: 73)
6. Sereal jagung/cornflakes (IG: 81)
7. Gula pasir (IG: 100)
Pengolahan makanan dapat meningkatkan atau menurunkan nilai IG. Buah dalam
jus memiliki indeks glikemik yang lebih tinggi dibandingkan buah yang tidak diolah.
Begitu pun dengan kentang tumbuk yang memiliki IG lebih tinggi daripada kentang
panggang utuh. Durasi atau berapa lama makanan dimasak dapat menurunkan nilai IG
makanan tertentu, seperti pasta mentah yang memiliki IG lebih rendah dari pasta yang
dimasak sampai lunak (Kemala, Fidhia 2021).
Kandungan lemak dan protein dapat menurunkan IG. Cokelat tergolong ke dalam
makanan rendah IG karena tingginya kandungan lemak, begitu juga dengan susu yang
kandungan protein dan lemaknya tinggi. Bentuk makanan sumber karbohidrat juga
memengaruhi nilai IG. Beras putih dengan butiran yang lebih kecil dan pendek
memiliki IG lebih tinggi dari beras merah dengan bentuk yang lebih memanjang
(Kemala, Fidhia 2021).
Indeks glikemik makanan tidak selalu tetap, karena ada beberapa faktor yang
dapat merubah nilai indeks glikemik suatu makanan, yaitu:
1. Cara pengolahan makanan
Indeks glikemik suatu makanan dapat turun saat ditambahkan cuka, lemon,
atau bahan makanan yang tinggi serat dan lemak. Indeks glikemik suatu
makanan juga akan turun saat dimasak dengan cara digoreng. Sementara itu,
indeks glikemik makanan dengan kandungan pati tinggi, seperti pasta dan nasi,
dapat naik bila dimasak terlalu lama (Agustin, Sienny 2021).
2. Kombinasi makanan dengan indeks glikemik berbeda
Menggabungkan makanan indeks glikemik tinggi dan rendah secara
bersamaan, akan membuat nilai indeks glikemik keseluruhan makanan tersebut
menjadi lebih rendah (Agustin, Sienny 2021).
3. Tingkat kematangan
Indeks glikemik pada beberapa jenis buah, seperti pisang, akan meningkat
seiring dengan kematangannya. Semakin matang buah pisang, semakin manis
dan tinggi pula indeks glikemiknya (Agustin, Sienny 2021).
C. Pengaruh Indeks Glikemik pada Pola Makanan
Makanan dengan indeks glikemik rendah kerap disebut sebagai makanan yang
lebih sehat, karena tidak membuat gula darah melonjak secara signifikan. Hal ini
membuatnya bermanfaat bagi penderita diabetes untuk mengatur pola makan dan
mengontrol kadar gula darah. Jenis karbohidrat di dalam sebagian besar makanan
dengan indeks glikemik rendah juga dapat membuat Anda merasa kenyang lebih
lama, sehingga baik dikonsumsi untuk menurunkan atau menjaga berat badan tetap
ideal. Meski demikian, indeks glikemik sebaiknya tidak dijadikan satu-satunya acuan
untuk menjalankan pola makan sehat (Agustin, Sienny 2021).
Berikut ini adalah beberapa alasannya: Dua jenis makanan yang mengandung
jumlah karbohidrat sama dapat memiliki indeks glikemik yang berbeda. Tidak semua
makanan dengan indeks glikemik tinggi buruk untuk kesehatan. Contohnya adalah
semangka, karena meski memiliki indeks glikemik yang tinggi, tetapi dapat
memberikan banyak manfaat bagi tubuh. Sebaliknya, beberapa jenis makanan dengan
indeks glikemik rendah bisa memiliki kadar kalori, gula, dan lemak yang lebih tinggi.
Contohnya adalah es krim dan kue cokelat. Proses penggorengan dapat menurunkan
indeks glikemik makanan. Padahal, cara memasak ini membuat makanan menjadi
lebih berlemak dan tinggi kalori (Agustin, Sienny 2021).
Sejauh ini, penelitian menunjukkan bahwa pola makan dengan indeks glikemik
rendah maupun tinggi tidak secara signifikan memengaruhi kondisi kesehatan
tertentu, seperti kadar kolesterol, tekanan darah, atau sensitivitas insulin. Kadar gula
darah juga tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pola makan, melainkan juga
bergantung pada usia, tingkat aktivitas fisik, waktu istirahat, dan bahkan tingkat stres
(Agustin, Sienny 2021).
Oleh karena itu, Anda sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan indeks glikemik
dalam memilih makanan, melainkan juga memperhatikan kelengkapan kandungan
nutrisi yang ada di dalam makanan tersebut. Untuk menjaga kesehatan, Anda
disarankan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, berolahraga secara rutin,
berhenti merokok, membatasi konsumsi minuman beralkohol, dan mengurangi stres
(Agustin, Sienny 2021).
Selain itu, jangan lupa untuk membatasi asupan makanan dengan kandungan
gula, garam, dan kalori yang tinggi, seperti permen, gorengan, makanan cepat saji,
dan minuman manis. Jika masih memiliki pertanyaan terkait indeks glikemik atau
ingin mengetahui pola makan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
kesehatan Anda, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter (Agustin, Sienny
2021).
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi IG

Faktor-faktor yang memengaruhi IG pada pangan antara lain adalah kadar serat,
perbandingan amilosa dan amilopektin (Rimbawan dan Siagian 2004), daya cerna
pati, kadar lemak dan protein, dan cara pengolahan (Ragnhild et al. 2004). Masing-
masing komponen bahan pangan memberikan kontribusi dan saling berpengaruh
hingga menghasilkan respons glikemik tertentu (Widowati 2007).
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan IG pangan yang satu berbeda
dengan yang lainnya. Perbedaan IG dan kecernaan pati yang cukup signifikan telah
ditemukan baik antar sumber tanaman maupun didalam satu sumber tanaman
tunggal (Denardin, et al, 2007). Bahan pangan dengan jenis yang sama apabila
diolah dengan menggunakan cara yang berbeda dapat memiliki IG yang berbeda. Hal
ini dapat terjadi karena pengolahan dapat menyebabkan perubahan struktur dan
komposisi kimia pangan. Rimbawan dan Siagian (2004) menjelaskan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi IG beras antara lain jenis/varietas beras, proses
pengolahan, dan perbandingan amilosa dan amilopektin. Sebagai makanan utama
sumber karbohidrat, beras berperan penting dalam memenuhi kebutuhan akan asupan
energi dan gizi karena kandungan patinya yang tinggi (90% butir putih). Pengetahuan
mengenai efek asupan karbohidrat terhadap kadar glukosa darah dan respon insulin
(berdasarkan IG-nya) berguna sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis
pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan dan memelihara asupan
pangan yang sehat. Konsumsi beras sebagai makanan pokok yang memiliki IG rendah
bagi penderita diabetes melitus berguna untuk mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dikarenakan lambat untuk dicerna dan diserap maka membantu untuk
mempertahankan tingkat glukosa dalam darah dan untuk mengurangi respon insulin.
E. Keterkaitan Indeks Glikemik dan Beban Glikemik
Indeks glikemik merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukan
kecepatan suatu makanan dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Beban glikemik
merupakan nilai yang menunjukan seberapa besar karbohidrat dalam satu porsi
makanan mampu meningkatkan kadar glukosa darah. Indeks glikemik dan beban
glikemik memiliki keterkaitan satu sama lain (Prastiwi, 2017).
Beberapa ahli mengatakan bahwa penilaian beban glikemik lebih penting
dibandingkan dengan hanya menilai indeks glikemik suatu makanan. Namun, beban
glikemik tidak dapat kita ketahui bila kita tidak mengetahui indeks glikemik dari
suatu makanan. Perbedaan antara indeks glikemik dan beban glikemik terdapat pada
spesifikasi indikator yang dinilai. Beban glikemik mampu menilai secara lebih
spesifik peningkatan glukosa darah pada satu porsi makanan dengan jumlah
karbohidrat tertentu. Sementara itu, indeks glikemik hanya mampu menilai kecepatan
makanan dalam meningkatkan kadar glukosa darah (Prastiwi, 2017).

Kedua indikator ini tidak selalu berjalan beriringan. Nilai indeks glikemik yang
rendah tidak selalu diikuti dengan beban glikemik yang rendah, begitupun sebaliknya.
Jumlah karbohidrat dan makanan yang dikonsumsi memiliki peran penting dalam
penentuan beban glikemik. Makanan yang memiliki indeks glikemik rendah dapat
memiliki nilai beban glikemik yang tinggi bila dikonsumsi dalam jumlah yang
banyak. Sementara itu, makanan yang mengandung indeks glikemik yang tinggi dapat
memiliki beban glikemik yang rendah apabila jumlah yang dikonsumsi sedikit
(Prastiwi, 2017).
F. Menghitung IG
Nilai IG dapat dihitung setelah mengetahui luas kurva sampel (pangan uji) dan
glukosa (pangan acuan), yaitu dihitung berdasarkan perbandingan antara luas kurva
kenaikan glukosa darah setelah mengonsumsi pangan yang diuji dengan kenaikan
glukosa darah setelah mengonsumsi pangan rujukan terstandar, seperti glukosa
(Marsono et al, 2002). Nilai IG pangan berkisar antara 1-100 dan di bagi dalam tiga
level, yaitu rendah (<55), sedang (55-70), dan tinggi (>70) (Anonim, 2009).
Indeks glikemik pangan ujidihitung dengan rumus : IG = (AUC pangan uji/AUC
glukosa) x 100. (BPOM, 2011).
Daftar Pustaka

Agustin, Sienny. 2021. Makanan dengan Indeks Glikemik Rendah belum tentu lebih Sehat.
https://www.alodokter.com/makanan-dengan-indeks-glikemik-rendah-belum-tentu-
lebih-sehat Diakses pada 11 November 2021.

Kemala, Fidhia. 2021. Pentingnya mengetahui Indeks Glikemik untuk Mengendalikan Gula
Darah. https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/diabetes/tipe-2/indeks-
glikemik/%3famp=1 Diakses pada 11 November 2021.

Prastiwi, Katharina Listyaningrum. 2017. Indeks Glikemik dan Beban Glikemik.


https://www.alomedika.com/indeks-glikemik-dan-beban-glikemik Diakses pada 11
November 2021.

Anda mungkin juga menyukai