Makalah Asuhan Gadar PD Masa Nifas
Makalah Asuhan Gadar PD Masa Nifas
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Illahi Rabbi karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, dengan didorong semangat dan daya upaya penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul Asuhan Kegawatdaruratan Pada
Masa Nifas dengan Metritis, Peritonitis, Infeksi Payudara, dan Infeksi Nifas
Tromboplebitis.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Dalam makalah ini penulis membahas
mengenai teori serta asuhan yang diberikan pada kasus kegawatdaruratan yang terjadi
pada masa nifas disertai dengan studi kasus yang didokumentasikan dalam bentuk
SOAP.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan acuan
sebagai bahan pembelajaran mengenai asuhan yang diberikan pada kasus
kegawatdaruratan masa nifas. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menghasilkan yang terbaik dalam penulisan makalah ini, tetapi penulis menyadari
masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus...........................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Masa Nifas.................................................................................................5
2.2 Infeksi Pada Masa Nifas...................................................................................................6
2.3 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas dengan Metritis..........................................8
2.4 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Peritonitis.....................................12
2.5 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Infeksi Payudara
(Mastitis)....................................................................................................................................13
2.6 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Tromboflebitis.............................16
2.7 Studi Kasus.....................................................................................................................20
BAB III
KESIMPULAN..............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................26
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Berdasarkan masalah pada latar belakang diatas kejadian infeksi pada masa
nifas sangat erat kaitanya dengan penyebab kematian dan kesakitan ibu. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk membahas mengenai asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas yang diakibatkankan oleh infeksi untuk mewujudkan persalinan
yang aman dan asuhan nifas yang sesuai sehingga komplikasi pada masa nifas
tidak lagi terjadi.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama
berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan
2.2.2 Etiologi
Organisme infeksius pada infeksi puerperium berasal dari tiga
sumber yaitu organisme yang normalnya berada dalam saluran genetalia
bawah atau dalam usus besar, infeksi saluran genetalia bawah, dan bakteri
dalam nasofaring atau pada tangan personel yang menangani persalinan
atau di udara dan debu lingkungan. (Varney, 2004)
Organisme yang umum pada infeksi puerperium termasuk berbagai
spesies Streptococcus (termasuk S.viridans, S. pyogenes, dan S.agalactiae),
6
Staphylococcus aureus, Gardnerella vaginalis, E.Coli, spesies Klebsiella,
spesies Proteus, peptostreptococci anaerobic, spesies Bacteroides,
Ureaplasma, dan Mycooplasma. Beberapa organisme ini cukup umum
sebagai flora vagina sehingga hubungannya dengan infeksi tidak jelas.
Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis juga dapat
menyebabkan infeksi genitalia pascapartum meskipun penapisan prenatal
akan meminimalkan risiko keberdaanyya. (Varney, 2004)
7
kecepatan nadi dapat terjadi, terutama pada infeksi berat. Interpretasi kultur
laboratorium dan sensitivitas, pemeriksaan lebih lanjut, dan penanganan
memerlukan diskusi dan kolaborasi dengan dokter. (Varney, 2004)
8
2.3.2 Faktor Predisposisi
Menurut Sarwono (2010) faktor predisposisi terjadinya metritis
adalah sebagai berikut :
1) Persalinan Pervaginam
Jika dibandingkan dngan persalinan perabdominan/seksio sesarea,
maka timbulnya metritis pada persalinan pervaginam relative jarang.
Bila persalinan pervaginam disertai penyulit yaitu pada ketuban pecah
premature yang lama, partus lama dan pemeriksaan dalam berulang,
maka kejadian metritis akan meningkat sampai mendekati 6 %. Bila
terjadi korioamnionitis intrapartum, maka kejadian metritis akan lebih
tinggi yaitu mencapai 13%.
2) Persalinan Seksio Sesaria
Seksio sesarea merupakan faktor predisposisi utama timbulnya
metritis dan erat kaitannya dengan status sosioekonom penderita. Faktor
risiko penting untuk timbulnya infeksi adalah lamanyya proses
persalinan dan ketuban pecah, pemeriksaan dalam berulang dan
pemakaian alat monitoring janin internal.
3) Bakteriologi
Meskipun pada serviks umumnya terdapat bakteri, kavum uteri
biasanya steril sebelum selaput ketuban pecah. Sebagai akibat proses
persalinan dan manipulasi yang dilakukan selama proses persalinan
tersebut, cairan ketuban dan mungkin uterus akan terkontaminasi oleh
bakteri aeroob dan anaerob.
9
Demam biasanya timbul pada hari ke-3 disertai nadi yang cepat. Penderita
biasanya mengeluhkan adanya nyeri abdomen, pada pemeriksaan bimanual
teraba agak membesar, nyeri, dan lembek. Lochia yang berbau menyengat
sering menyertai timbulnya metritis, tetapi bukan merupakan tanda pasti.
Pada infeksi oleh grup A β-hemolitik streptokokus sering disertai lochia
bening yang tidak berbau. (Sarwono, 2010)
2.3.4 Tatalaksana
Pada penderita metritis ringan pascapersalinan normal pengobatan
dengan antibiotika oral biasanya memberikan hasil yang baik. Pada
penderita metritis sedang dan berat, termasuk penderita pascaseksio
sesarea, perlu diberikan antibiotika dengan spectrum luas secara intravena,
dan biasanya penderita akan membaik dalam waktu 48-72 jam. Bila setelah
72 jam demam tidak membaik perlu dicari dengan lebih teliti penyebabnya,
karena demam yang menetap ini jarang disebabkan oleh resistensi bakteri
terhadap antibiotika atau suatu efek samping obat. Pada kasus metritis yang
berat dan disertai penyulit perlu dipertimbangkan intervensi bedah untuk
drainase abses dan/atau evakuasi jaringan yang rusak. (Sarwono, 2010)
10
3. Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai
terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam
vaginanya).
4. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan
bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau kuret tumpul
besar bila perlu
5. Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas dan
nyeri abdomen), lakukan laparotomy dan drainase abdomen bila
terdapat pus
6. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.
7. Lakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah perifer
lengkap termsuk hitung jenis leukosit, golongan darah ABO dan jenis
Rh, gula darah sewaktu (GDS), analisis urin, kultur (cairan vagina,
darah, dan urin sesuai indikasi), ultrasonografi (USG) untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya sisa plasenta dalam rongga uterus
atau massa intra abdomen-pelvik
8. Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang
digantungkan pada tempat tidur pasien.
9. Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan per
vaginam setiap 4 jam.
10. Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jumlah leukosit per
48 jam
11. Terima, catat dan tindak lanjut hasil kultur’perbolehkan pasien pulang
jika suhu < 37,5oc selama minimal 48 jam dan hasil pemeriksaan
leukosit < 11.000/mm3.
11
2.4 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Peritonitis
2.4.1 Definisi
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam
uterus, langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis atau
melalui jaringan di antara kedua lembar ligamentum latum yang
menyebabkan parametritis. (Sulistyawati, 2009)
Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut
pelvioperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga peritoneum disebut
peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian
33% dari seluruh kematian akibat infeksi. (Rini, 2016)
12
2.4.4 Tatalaksana
Menurut Nettina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai
berikut :
1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki
fungsi ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga
diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi
penginfeksi dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan
drainase.
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
13
2.5.2 Faktor Predisposisi
Predisposisi dan faktor risiko adalah primipara, stress, teknik
meneteki yang tidak benar sehigga pengosongan payudara tidak terjadi
dengan baik, pemakaian kutang yang terlalu ketat, dan pengisapan bayi
yang kurang kuat juga dapat menyebabkan stasis dan obstruksi kelenjar
payudara. Adanya luka putting payudara juga dapat sebagai faktor risiko
terjadinya mastitis. (Sarwono, 2010)
Pada kondisi ini terjadi bendungan ASI yang merupakan permulaan
dari kemungkinan infeksi payudara. Bakteri yang sering menyebabkan
infeksi payudara adalah stafilokokus aureus yang masuk melalui luka
puting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri local pada payudara,
terjadi pemadatan payudara, dan terjadi perubahan warna kulit payudara.
(Manuaba, 2010)
14
2.5.4 Macam-Macam Mastitis
Menurut Sarwono (2010), mastitis dapat dibedakan berdasarkan
tempatnya diantaranya sebagai berikt :
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae;
2. Mastitis di tengah payudara yang menyebabkan abses di tempat itu;
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara payudara dan otot-otot di bawahnya.
15
2.6 Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Tromboflebitis
2.6.1 Definisi
Tromboflebitis adalah invasi/perluasan mikroorganisme patogen
yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya.
Tromboflebitis didahului dengan thrombosis, dapat terjadi pada kehamilan
tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas. (Wiknjosastro: 2002)
2.6.3 Klasifikasi
1. Pelvio tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan
ligamentum latum yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena
hipogastika. Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dextra
perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ke vena renalis, sedangkan
perluasan infeksi dari vena ovarika dextra adalah ke vena cava inferior.
(Cunningham Gary, 2005)
Gejala
Nyeri terdapat pada perut bagian bawah atau perut bagian samping,
timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas
16
Penderita tampak sakit berat
Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat (30-40 menit)
dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari.
Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
Suhu badan naik turun secara tajam (36ᵒC-40ᵒC)
Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan
Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama ke
paru-paru
Gambaran darah: Terdapat leukositosis. Untuk membuat kultur
darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulai menggigil, kultur
darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
Komplikasi
Komplikais pada paru-paru infark, abses, pneumonia
Komplikasi pada ginjal sinistra, yaitu nyeri mendadak yang diikuti
dengan proteinuria dan hematuria
Komplikasi pada mata, persendian dan jaringan subkutan
(Cunningham Gary: 2005)
Penanganan
Rawat inap: penderita tirah baring untuk pemantauan gejala
penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonal.
Therapi medic: pemberian antibiotika atau pemberian heparin jika
terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonal
Therapi operasi: peningkatan vena cava inferior dan vena ovarika
jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru
meskipun sedang dilakukan heparisasi.
(Wiknjosastro: 2002)
17
2. Tromboflebitis femoralis (Flegmasia alba dolens)
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai
misalnya pada vena femoralis, vena poplitea dan vena safena. Edema
pada salah satu tungkai kebanyakan disebabkan oleh suatu trombosis
yaitu suatu pembekuan darah balik dengan kemungkinan timbulnya
komplikasi emboli paru-paru yang biasanya mengakibatkan kematian.
(Cunningham Gary:2005)
Tromboflebitis Femoralis yaitu suatu tromboflebitis yang
mengenai satu atau kedua vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh
adanya trombosis atau embosis yang disebabkan karena adanya
perubahan atau kerusakan pada intima pembuluh darah, perubahan pada
susunan darah, laju peredaran darah, atau karena pengaruh infeksi atau
venaseksi.
Penilaian klinik
Keadaan umum tetap baik
Suhu badan subfebris 7-10 hari kemudian suhu mendadak baik kira-
kira pada hari ke 10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri
sekali.
18
Edema kadang-kadang terjadi selalu atau setelah nyeri, pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas tetapi lebih sering dimulai
dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian meluas dari bawah
keatas
Nyeri pada betis
Pada trombosis vena femoralis, vena dapat teraba didaerah lipat paha
Oedema pada tungkai dapat dibuktikan dengan mengukur lingkaran
dari betis dan dibandingkan dengan tungkai sebelah lain yang
normal.
Penanganan
Kaki ditinggikan untuk mengurangi oedema lakukan kompres pada
kaki
Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai
kaos kaki yang panjang elastik selama mungkin
Jangan menyusui bayinya, mengingat kondisi ibu yang sangat jelek
Terapi pemberian antibiotik dan anti analgesik
(Wiknjosastro:2002)
19
2.7 Studi Kasus
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.A
POSTPARTUM 4 HARI DENGAN METRITIS
Tanggal : 10-08-2017
Pukul : 09.00 WIB
Tempat : IGD Kebidanan RS.X
B. Riwayat
Ibu senang telah melahirkan anak pertama dan belum pernah keguguran, saat
ini ibu mengeluh sudah dua hari badan terasa panas dingin, nyeri perut bagian
bawah, pagi ini keluar darah kotor dari vagina dan berbau seperti nanah. Ibu
melahirkan pada tanggal 6-08-2017 pukul 22.00 WIB ditolong oleh Bidan di
Puskesmas Y, jenis persalinan spontan, tidak ada faktor penyulit, dan ada
robekan jalan lahir. Ibu mengkonsumsi obat yang diberikan oleh bidan yaitu
Amoxilin 3x/hari, Paracetamol 3x/hari, Fe 1x/hari, tidak mengkonsumsi obat
warung, obat herbal maupun jamu. Ibu makan 3x/hari sejak sakit nafsu
makan berkurang, keluarga melarang ibu untuk mengkonsumsi daging dan
telur. Dalam sehari ibu minum ± 10 gelas/ hari (gelas ukuran 200 cc).
Frekuensi BAK ± 5 - 6 x/hari dan ibu belum BAB setelah melahirkan. Ibu
20
memberikan ASI saja kepada bayinya secara on demand karena produksi ASI
sudah banyak. Ibu tidur pada malam hari selama ± 4-5 jam dan tidak tidur
siang karena pantangan dari keluarga. Ibu tidak pernah menderita penyakit
TBC, hepatitis, asma, hipertensi dan penyakit jantung. Ibu tidak memiliki
riwayat operasi dan riwayat alergi.
21
Bentuk terlihat simetris, tidak ada oedema, tidak ada varises.
7. Genitalia
Tidak terlihat oedema dan varises, tidak teraba pembesaran kelenjar
bartholini, terlihat pengeluaran darah berwarna merah kekuningan ± 30 cc,
berbau dan purulen. Terdapat luka jahitan perineum, luka tampak basah,
dan kemerahan. Tidak terdapat hematoma.
D. Pemeriksaan Laboratorium & penunjang :
Hemoglobin : 10 gr/dL
Leukosit : 20.000 UI
Golongan Darah :O
III. Analisa
Ny.A 19 tahun P1A0 4 hari post partum dengan metritis dan laktasi baik, potensial
terjadi peritonitis, perlu kolaborasi dengan Dokter SpOG untuk pemberian
therapy.
IV. Penatalaksanaan
1. Membina hubungan baik kepada ibu dan keluarga, respon ibu dan keluarga
baik.
2. Menjelaskan hasil pemeriksaan dan melakukan informed concent kepada ibu
dan keluarga mengenai tindakan yang akan dilakukan selanjutnya, ibu dan
keluarga mengetahui hasil pemeriksaan dan menyetujui tindakan yang akan
dilakukan.
3. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian theraphy,
dokter SpOG memberikan advis sebagai berikut :
- Memberikan infus cairan kristaloid untuk mencegah terjadinya dehidrasi
- Memberikan antibiotika sampai 48 jam bebas demam, yaitu ampisilin 2 g
IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV tiap 24 jam,
ditambah metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam.
22
- Melakukan observasi kemajuan pasien meliputi pemeriksaan suhu setiap
4 jam, tanda vital, malaise, myeri perut dan cairan per vaginam setiap 4
jam.
- Melakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit per 48
jam
- Memperbolehkan pasien pulang jika suhu < 37,5oC selama minimal 48
jam dan hasil pemeriksaan leukosit < 11.000/mm3
4. Memberikan theraphy kepada ibu sesuai dengan advis dokter, ibu telah
dipasang infus pada lengan kiri dan telah diberikan therapy sesuai dengan
advis dokter dan jadwal pemberian obat.
5. Memberikan KIE kepada ibu mengenai :
a. Kebutuhan nutrisi dan hidrasi yaitu makan yang cukup dengan gizi
seimbang tanpa memantang makanan apapun dan memperbanyak minum
minimal 8 gelas/hari.
b. Personal hygiene yang baik yaitu dengan mandi 2x/hari, mengganti doek
minimal 3 kali atau setiap terasa penuh, melakukan vulva hygiene setiap
setelah BAK dan BAB, memakai celana yang longgar dari bahan katun
untuk mencegah lembab dan infeksi.
c. Menganjurkan kepada ibu untuk istirahat yang cukup dengan tidur malam
minimal 6 jam dan tidak memantang tidur siang.
d. Memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu dan keluarga mengenai
mobilisasi ketika sudah pulih untuk mempercepat proses pengembalian
rahim.
e. Memberitahu ibu dan keluarga mengenai tanda bahaya pada masa nifas
dan menganjurkan untuk memberitahu tenaga kesehatan yang sedang bertugas
apabila merasakan salah satu tanda bahaya tersebut.
Ibu mengerti dan dapat mengulang kembali semua informasi yang telah
dijelaskan.
6. Melakukan observasi keadaan umum dan tanda vital ibu secara berkala, ibu
telah dilakukan observasi dan hasil terlampir.
23
BAB III
KESIMPULAN
24
3. Asuhan kegawatdaruratan pada kasus infeksi payudara
Penanganan utama infeksi payudara (mastitis) adalah dengan memulihkan
keadaan dan mencegah terjadinya abses serta sepsis diantaranya memberikan
terapi suportif seperti bed-rest, pemberian cairan yang cukup, pemberian obat oral
antinyeri dan antiinflamasi, pemberian antibiotika yang pada sebagian kasus dapat
diberikan secara per oral dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, serta
tetap menganjurkan laktasi untuk pengosongan payudara demi keberhasilan terapi.
Pada umumnya dengan pengobatan segera dan adekuat gejala akan menghilang
dalam 1-2 hari dan jarang terjadi komplikasi.
25
DAFTAR PUSTAKA
Rini, Susilo. 2016. Panduan, Asuhan Nifas dan Evidence Based Practice.
Yogyakarta : Deepublish
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.
Yogyakarta : Penerbit Andi
26
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
27