Anda di halaman 1dari 147

MATERI I

KONSEP K3

I.1. Deskripsi Singkat


Essensi Kesehatan kerja menurut UU No.1/1970 adalah mencegah,
mengurangi kecelakaan, mengurangi kebakaran, menggunakan alat-
alat APD pada para pekerja, mencegah dan mengendalikan factor
risiko suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap dan gas. Mencegah
penyakit akibat kerja seperti infeksi dan keracunan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.50 / 2012, bahwa keselamatan


dan kesehatan kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi tenaga kerja melalui upaya pencegahan dan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja. K3 bukan hanya pencegahan
kecelakaan kerja termasuk untuk menciptakan tempat kerja yang
aman, nyaman, efisien dan produktif.

Kegiatan atau penerapan K3 seharusnya melekat pada pekerja untuk


setiap pelaksananan pekerjaan dan harus menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam praktik pekerjaan. Keselamatan dan kesehatan
kerja pada dasarnya menjadi tanggung jawab setiap petugas terutama
yang berhubungan langsung dengan pekerjaaanya yang berpotensi
menimbulkan risiko /bahaya infeksi kuman pathogen atau terkena zat
kimia. Pengamanan kerja terutama dimulai dari proses pengambilan
dan penerimaan specimen, bahan media dan reagensia pemeriksaan,
dan pemeriksaan itu sendiri..

I.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, kemampuan untuk menjelaskan, dan
mengimplementasi tentang konsep K3.

I.3. Pokok Bahasan


Pada materi ini dijelaskan dan dibahas tentang pengertian kesehatan
dan keselamatan kerja, jenis lingkungan kerja, pengaruh lingkungan
kerja terhadap kesehatan, penyakit akibat kerja dan pekerjaan yang
berisiko terhadap kesehatan.

1
I.4. Bahan Belajar
1. Buku Ajar
2. Prosedur operasional peralatan pengukuran pencahayaan
3. Prosedur operasional peralatan pengukuran kelembaban

1.5. Metode Pembelajaran


1. Team Based Learning (TBL) melalui small group discussion :
a. Presentasi kelompok
b. Klarifikasi dan pembahasan materi oleh dosen
2. Praktek cara pengukuran faktor risiko infeksi nosocomial

I.6. Langkah-langkah Pembelajaran


1. TBL :
a. Kelas dibagi dalam 8 kelompok. Masing- masing kelompok
terdiri dari 5 orang anggota;
b.Tiap kelompok menentukan ketua untuk mengatur jalannya
diskusi dan notulen untuk mencatat hasil diskusi;
c. Setiap anggota dalam kelompok termasuk ketua dan notulen
semua terlibat dalam diskusi, waktu diskusi selama 45 menit;
d. Hasil diskusi disampaikan dalam bentuk presentasi;
e. Topik diskusi :
1) Apa yang menjadi alasan penyelenggaraan K3 diperlukan di
tempat kerja ?
2) Bagaimana kecelakaan atau penyakit akibat kerja bisa terjadi ?

2. Praktek pengukuran faktor risiko infeksi nosokomial


a. Praktek pengukuran faktor risiko infeksi nosokomial terdiri dari
pengukuran pencahayaan dan kelembaban.
b. Cara pengukuran sesuai dengan prosedur pengoperasian pada
alat.

I.7. Uraian Materi


1. Pengertian K3
Dalam UU RI No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
ditetapkan sebagai tempat kerja yaitu ruangan-ruangan atau
lapangan-lapangan yang dapat membahayakan keselamatan
atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan
atau lapangan yang ruang lingkupnya antara lain disimpan
bahan atau barang yang mudah meledak, mudah terbakar,
beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi, lapangan

2
kesehatan, terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu,
kotoran, api, asap, uap, gas, radiasi, suara atau getaran,
dilakukan pembuangan sampah atau limbah, dilakukan
penelitian atau riset yang menggunakan alat teknis.

Syarat-syarat keselamatan kerja pada peraturan perundangan


tersebut adalah dimulai dari :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang
berbahaya;
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. Memyediakan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar
luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,
hembusan angin,cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan
penularan.

K3 Laboratorium merupakan bagian dari pengelolaan laboratorium


secara keseluruhan. Laboratorium melakukan berbagai tindakan dan
kegiatan terutama berhubungan dengan specimen yang berasal dari
manusia maupun bukan manusia.

Dalam pengamanan kerja di laboratorium pada dasarnya menjadi


tanggung jawab setiap petugas yang berhubungan langsung dengan
pekerjaannya. Kepala instalasi laboratorium atau koordinator tim K3
diperlukan terutama untuk laboratorium yang melakukan berbagai
jenis pelayanan dan pemeriksaan dan berkewajiban untuk
merencanakan, mengkoordinasikan, menginformasikan, memonitor
dan mengevaluasi pelaksanaan K3 yang telah dilakukan oleh setiap
petugas dan keamanan laboratorium secara keseluruhan.

Kewajiban kepala instalasi atau koordinator K3 dalam pelaksanaan


pengamanan kerja di laboratorium, mencakup :

3
a. Melakukan pengawasan dan pengarahan secara berkala terhadap
metode/prosedur pelaksanaan, bahan habis pakai, peralatan kerja
termasuk untuk kegiatan penelitian;
b. Memastikan semua petugas laboratorium memahami, dan
menggunakan alat pengamanan K3 (APD) untuk menghindari
bahaya;
c. Memantau petugas laboratorium yang sakit yang berhubungan
dengan pekerjaannya;
d. Melakukan penyelidikan dan mendokumentasikan semua
kejadian kecelakaan di laboratorium;
e. Melakukan pengawasan kegiatan dekontaminasi, desinfeksi dan
sterilisasi yang telah dilakukan bila terjadi tumpahan bahan
infeksius, sisa biakan (bahan bekas pakai), limbah infektif dan
peralatan laboratorium yang akan diperbaiki / diservis
f. Menyediakan kepustakaan / rujukan K3 yang sesuai untuk
menginformasikan perubahan prosedur, metode, petunjuk teknis
dan pengenalan penggunaan peralatan yang baru.
g. Menyusun jadwal kegiatan pemeliharaan peralatan
laboratorium;
h. Menyusun jadwal pemeriksaan kesehatan petugas secara berkala;
i. Membuat rencana pelaksanaan pelatihan K3 bagi seluruh petugas
laboratorium;
j. Mengembangkan sistem pencatatan mulai dari penerimaan,
perjalanan dan pembuangan bahan patogenik (infeksius);
k. Mengembangkan prosedur pemberitahuan tentang adanya bahan
infektif yang baru di dalam laboratorium;
l. Membuat /merancang sistem pengamanan pada keadaan darurat
seperti, sistem tanda bahaya/informasi darurat, sistem evakuasi,
P3K, alat komunikasi/panggil darurat, pelatihan dan pengadaan
alat pemadam kebakaran, nomor telpon darurat (ambulance,
polisi, pemadam kebakaran)

2. Jenis lingkungan Kerja, Pengaruh lingkungan Kerja Terhadap


Kesehatan, Penyakit Akibat Kerja dan Pekerjaan Yang Berisiko
Terhadap Kesehatan.

Petugas laboratorium yang selalu kontak dengan specimen berpotensi


terinfeksi kuman pathogen. Potensi infeksi juga dapat terjadi dari
petugas ke petugas lainnya, atau keluarga dan masyarakat. Untuk
mengurangi infeksi petugas harus memahami keamanan

4
laboratorium dan tingkatannya, sikap dan kemampuan untuk
melakukan pengamanan sesuai dengan pekerjaannya, sesuai SOP,
mengontrol bahan specimen sesuai praktek laboratorium yang aman.
Pengamanan petugas dalam pemeriksaan di laboratorium mulai dari
proses pengambilan specimen, bahan media dan reagensia.

Dalam praktek keselamatan kerja untuk biosafety perlu dilakukan


penilaian risiko. Penilaian risiko harus dilakukan oleh petugas untuk
memahami karakteristik spesifik dari organisme, peralatan yang
digunakan, prosedur yang harus dilakukan, dan alat perlindungan
serta fasilitas yang tersedia. Penilaian risiko harus dikaji secara
berkala dan dapat dilakukan revisi sesuai informasi dan
perkembangan yang terkait dengan literature ilmiah.

Salah satu cara untuk melakukan penilaian risiko untuk keselamatan


kerja yang penting untuk di laboratorium mikrobiologi melalui daftar
senyawa mikrobiologi (bakteri pathogen) yang berisiko menularkan
penyakit. Untuk melindungi petugas laboratorium dan pekerja
lainnya perlu mempraktekan aturan baku laboratorium yang berisi
prosedur dasar teknik mikrobiologi yang baik dan mengembangkan
pengoperasian laboratorium yang aman.

Faktor-faktor lain yang dapat digunakan untuk penilaian risiko di


laboratorium untuk mencegah gangguan terhadap kesehatan pekerja,
yaitu :
a. Sifat pathogen dan dosis infeksi dari semua mikroorganisme
b. Pertimbangan terhadap hasil penyebaran
c. Jalur alamiah terjadinya infeksi
d. Jalur penyebaran infeksi sebagai hasil dari manipulasi
laboratorium
e. Stabilitas senyawa di lingkungan
f. Konsentrasi senyawa dan volume bahan pekat yang akan
dimanipulasi
g. Adanya inang yang cocok (manusia) dan cara penularan
h. Informasi yang tersedia dari hasil penelitian dan laporan kejadian
dari infeksi yang disebabkan oleh kegiatan laboratorium atau
laporan klinis
i. Ketersediaan pengobatan yang efektif secara local, seperti
imunisasi pasif, vaksinasi paska penyebaran, dan penggunaan
antimikroba, antiviral dan senyawa kemoterapi. Perlu diantisipasi

5
kemungkinan timbulnya mikroorganisme yang resisten terhadap
obat-obatan.
j. Ketersediaan prosedur pencegahan penyakit yang efektif secara
local, seperti pencegahan dengan imunisasi, pemberian antisera,
kondisi sanitasi seperti kebersihan makanan dan air serta
pengendalian hewa, vektor dan antropoda

Jenis dan pengaruh lingkungan pekerjaan terhadap kesehatan di


lingkungan laboratorium pada umumnya dapat terjadi antara lain :
a. Specimen dengan informasi terbatas
Pada situasi tertentu dimana informasi yang tersedia tidak cukup
untuk menunjukkan risiko yang tepat pada specimen klinis yang
dikumpulkan dari lapangan. Untuk menghindari risiko maka
disarankan :
1) Harus selalu mentaati prosedur pencegahan lengkap dengan
menggunakan peralatan perlindungan diri, tidak tergantung
pada sumber specimen tersebut.
2) Selalu menggunakan pengendalian dasar biosafety level II
sebagai persyaratan minimum
b. Penilaian risiko terhadap mikroorganisme rekayasa genetika
Potens bahaya yang membahayakan dari pekerjaan juga
melibatkan mikroorganisme yang dimodifikasi (genetically modified
mikroorganisme, GMMOs). Potensi bahayanya berupa sifat
pathogen, aktivitas biologi atau tingkat racun.
c. Potensi bahaya yang berkaitan dengan inang/penerima
Yang perlu diperhatikan adalah kerentanan inang, tingkat
pathogen dari strain, virulensi, daya infeksi, produksi toksin, dan
modifikasi dari inang, tingkat imunitas dari penerima, dan status
dari sistem imun, dan seberapa parah dampak penyebaran
d. Potensi bahaya yang timbul langsung dari gen yang diisersi
Jika produk dari gen yang disisipkan dikenal sifat aktif biologinya
yang dapat menyebabkan bahaya seperti :
1) Toksin
2) Sitokin
3) Hormon
4) Faktor virulensi
5) Resistensi terhadap antibiotika
6) Alergen

6
e. Potensi bahaya yang muncul dari perubahan sifat pathogen
Modifikasi gen yang dapat merubah patogenitas, maka untuk
mengidentifikasi risiko bahaya, perlu dipertimbangkan :
1) Apakah ada peningkatan dalam pathogenitas dan virulensi
2) Dapatkah mutase dikendalikan ?
3) Apakah pengobatan tersedia ?
4) Apakah mikroorganisme yang dimodifikasi berkontribusi
terhadap pathogenitas ?
f. Potensi bahaya dari bahan kimia toksik, korosif, benda tajam
Potensi bahaya dari pekerjaan laboratorium yang menggunakan
bahan kimia adalah tertelan, terhirup dan tumpahan zat kimia,
dan tertusuk benda tajam dari pecahan gelas, pipet dan jarum
suntik.
g. Potensi bahaya dari limbah infeksius
Potensi bahaya dari kegiatan laboratorium berupa produk akhir
berupa limbah. Limbah infeksius berasal dari specimen biologis
berupa darah, sputum, yang terinfeksi. Petugas dapat terinfeksi
dari pekerjaannya bila tidak menggunakan perlengkapan
perlindungan diri dengan tepat. Limbah B3 juga cukup banyak
dihasilkan dari kegiatan laboratorium.

I.8. Soal-soal Latihan / Penugasan


1. Jelaskan tentang konsep K3 di laboratorium kesehatan
2. Jelaskan dan berikan contoh cara pencegahan yang efektif untuk
keselamatan kerja di laboratorium !
3. Jelaskan dan berikan contoh jalur alamiah terjadinya infeksi di
laboratorium !.
4. Kelompok membuat laporan/summary hasil pengukuran faktor
risiko infeksi nosokomial

I.9. Bacaan Tambahan


1. Ahmad Djojosugito, dkk, Buku Manual Pengendalian Infeksi
nosocomial diRumah Sakit, Jakarta, 2001.

2. Kementerian Kesehatan RI, 2008, Pedoman Pencegahan dan


pengendalian infeksi Di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya.

7
I.10. Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik, 2008. Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang Benar
(Good Laboratory Practice), Jakarta, Departemen Kesehatan.2008.

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : Kep.51/MEN/1999,


tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996, tentang


Sistem Manajemen keselamatan Dan Kesehatan Kerja.

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No:


PER.04/MEN/1980, tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan
pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

5. Peraturan Pemerintah RI. Nomor 50 Tahun 2012, tentang Penerapan


sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

6. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans Arnaldo,


2008. Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan
Rumah Sakit. PT. Merck Tbk.2008. Jakarta.

7. Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja.

8. WHO. 2014. Step to Remove on Personal protective Equipment (PPE)

9. WHO. 2006. Your 5 Moment for Hand Hygiene.

10. WHO. 2014. Personal Protective Equipment (PPE) in The Context of


Filovirus Dosease outbreat Response Technical Specification for PPE
Equipement to be Used by Health Workers providing Clinical Care for
Patients

8
MATERI II

JENIS TATA RUANG DAN FASILITAS LABORATORIUM KESEHATAN

II.1. Deskripsi Singkat


Jenis tata ruang dan fasilitas laboratorium yang menyelenggarakan
pelayanan laboratorium kesehatan tergantung dari kemampuan
laboratorium melakukan berapa banyak parameter / jenis
pemeriksaan dan tingkat risiko yang ada. Semakin banyak parameter
/ jenis pemeriksaan akan membutuhkan ruangan dan peralatan yang
sesuai dengan jenis pemeriksaan dengan tingkat risiko yang berbeda.

Laboratorium yang memberikan pelayanan pemeriksaan


mikrobiologi dan biomedis tentu harus mempunyai ruangan yang
berbeda dengan tingkat klasifikasi mikroorganisme. Begitu juga
dengan fasilitas keamanan kerja di laboratorium, upaya keamanan
didasarkan atas mikroorganisme yang ditangani dan diperiksa.

Laboratorium diagnostic dan pelayanan kesehatan (kesehatan


masyarakat, klinik dan rumah sakit) harus dirancang minimal untuk
biosafety level 2 atau level di atasnya.

II.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, kemampuan untuk menjelaskan dan dapat
menerapkan penggunaan jenis tata ruang dan fasilitas untuk
menyelenggarakan pelayanan laboratorium kesehatan.

II.3. Pokok Bahasan


Pada materi ini dijelaskan dan dibahas tentang :
1. Ruangan Laboratorium
2. Koridor, Gang, Lantai dan Tangga
3. Sistem Ventilasi
4. Peralatan Laboratorium
5. Peralatan Keamanan

9
II.4. Bahan Ajar
1. Buku ajar
2. Format penugasan :
a. Table jenis tata ruang , fungsi dan fasilitas peralatan
laboratorium :

NO Jenis/ Tata Ruang Fungsi Fasilitas/Peralatan


Laboratorium

b. Table peralatan laboratorium, bahaya dan cara mengatasi :

NO Peralatan Bahaya Cara Mengatasi


Laboratorium

3. Prosedur operasional peralatan laminar air flow, sentrifuge,


autoklap, oven

II.5. Metode Pembelajaran


1. Student Centre Learning (SCL) : Cooperative Learning
2. Praktek cara penggunaan/operasional peralatan laminar air flow,
sentrifuge, autoklap dan oven

II.6. Langkah-langkah Pembelajaran


1. Metode Cooperative Learning :
a. Kelas dibagi menjadi 8 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5
orang anggota,
b. Setiap kelompok diberi topik yang sama untuk capaian tujuan
pembelajaran yang sama,
c. Anggota dari setiap kelompok ditugaskan untuk diskusi dengan
anggota dari kelompok lain untuk setiap sub-topik.
d. Setelah selesai anggota kembali berdiskusi ke kelompoknya
semula.
e. Topik diskusi : Jenis tata ruang dan fasilitas laboratorium
f. Sub-topik :
a. Jenis tata ruang dan fasilitas laboratorium mikrobiologi
b. Jenis tata ruang dan fasilitas laboratorium kimia

10
c.Jenis tata ruang dan fasilitas laboratorium medik
d.Jenis peralatan laboratorium, bahaya dan cara mengatasi
e.Format sub-topik 1,2,3 sesuai table 1
f.Format sub-topik 4 sesuai table 2
g.Selanjutnya setiap anggota kelompok yang diberi tugas
mempresentasikan di dalam kelompoknya masing-masing hasil
diskusi dengan anggota dari kelompok lain
h. Dosen sebagai fasilitator akan klarifikasi dan membahas materi
hasil diskusi.
i. Kelompok membuat summary hasil diskusi
2. Praktek cara penggunaan peralatan laminar air flow, sentrifuge,
autoklap dan oven sesuai dengan prosedur operasional peralatan

II.7. Uraian Materi


1. Ruangan Laboratorium
Secara umum ruangan laboratorium harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Seluruh ruangan dalam laboratorium harus mudah dibersihkan
b. Pertemuan antara dua dinding dibuat melengkung
c. Permukaan meja kerja tidak tembus air, tahan asam, alkali,
larutan organic dan panas. Pinggiran meja dibuat melengkung
d. Ada jarak antara meja kerja, lemari dan alat sehingga mudah
dibersihkan
e. Ada dinding pemisah antara ruang pasien dan laboratorium
f. Tersedia wastafel dengan air mengalir dalam setiap ruangan
laboratorium di dekat pintu keluar
g. Pintu laboratorium sebaiknya menggunakan alat penutup pintu
otomatis, dilengkapi dengan label KELUAR dan label
BAHAYA INFEKSI (BIOHAZARD)

h. Jalan masuk, symbol dan tanda peringatan bahan biologi


berbahaya skala international harus dipasang pada pintu dari
ruangan dimana mikroorganisme dari kelompok 2 atau tingkat
di atasnya digunakan.

11
i. Denah ruang laboratorium yang lengkap ditempatkan pada
semua ruangan yang mudah terlihat termasuk letak telepon,
alat pemadam kebakaran ringan (APAR), dan pintu keluar
darurat
j. Tempat sampah dipisahkan untuk sampah kertas, sarung
tangan karet/plastik, tabung plastik dengan sampah
gelas/kaca/botol
k. Tersedia ruang ganti pakaian, ruang makan / minum dan kamar
kecil.
l. Tanaman hias dan hewan piaraan tidak diperbolehkan berada
di ruang kerja laboratorium.

2. Koridor, Gang, Lantai dan Tangga


Yang perlu diperhatikan pada koridor, lantai dan tangga adalah :
a. Koridor, gang dan tangga harus bebas dari halangan
b. Koridor dan gang diberikan penerangan yang cukup
c. Lantai laboratorium harus mudah dibersihkan, kering dan tidak
licin
d. Pada tangga harus dilengkapi pegangan tangan
e. Permukaan anak tangga harus rata dan tidak licin.

3. Sistem Ventilasi
a. Ventilasi laboratorium harus cukup, bisa digunakan exhausfant;
b. Jendela laboratorium dapat dibuka dan ditutup. Pada jendela
perlu dilengkapi /dipasang perangkap serangga (kawat anti
nyamuk/lalat)
c. Udara di dalam laboratorium dibuat mengalir searah

4. Peralatan Laboratorium
Peralatan laboratorium yang biasanya terdapat di laboratorium
adalah :
a. Jarum semprit, sediakan jarum semprit dengan sistem pengunci
untuk mencegah terlepasnya jarum dari semprit. Jika mungkin
digunakan alat suntik sekali pakai;
b. Pipet, gunakan pipet yang bisa diotoklap atau disterilisasi.
Jangan menggunakan pipet yang retak atau gumpil. Sebaiknya
gunakan pipet ukur, karena cairan tidak perlu dikeluarkan
sampai tetes terakhir;

12
c. Alat bantu pipet, gunakan alat bantu pipet yang dapat
didesinfeksi, mudah digunakan dan dapar mencegah
kontaminasi serta kebocoran dari ujung pipet;
d. Tabung/botol tutup ulir, gunakan tabung/botol tutup ulir yang
bisa diotoklap, dapat memberikan perlindungan yang efektif;
e. Sentrifuse/alat pemusing
f. Alat homogenisasi / alat pengaduk (stirrer)
g. Alat penguncang (shaker)
h. Alat pemecah jaringan (grinder)
i. Autoklap
j. Cabinet biosafety (cabinet keamanan biologis I, II, III dan IV),
aliran udara yang masuk ke daerah kerja sedikit. Udara yang
keluar dan daerah kerja dari daerah kerja sudah terinfiltrasi
baik;
k. Lemari asam, untuk memisahkan daerah kerja dengan operator;
l. Mikropipet
m. Oven

5. Peralatan Keamanan
a. Cabinet biosafety (cabinet keamanan biologis) I, II, III, dan IV
untuk pengamanan yang maksimum dari bahaya aerosol atau
percikan;
b. Alat bantu pipet, untuk menghindari bahaya pemipetan dengan
mulut, tertelannya mikroorganisme pathogen, dan terhirupnya
aerosol;
c. Botol / tabung dengan tutup ulir, untuk mencegah aerosol dan
terkena tetesan
d. Alat inserasi mikro, untuk menghindari aerosol;
e. Lemari asam, untuk menghindari operator (petugas) dari
percikan, terhirup bahan kimia,
f. Autoklap, untuk sterilisasi sisa media yang mengandung
mikroorganisme pathogen;
g. Oven, untuk sterilisasi alat-alat gelas.
h. Pelindung muka dan pelindung mata dan bagian mata, untuk
mencegah pecahan dan percikan
i. Pelindung pernapasan, untuk menghindari inhalasi aerosol

II.8. Soal-soal Latihan dan Penugasan


1. Kelompok melakukan penelusuran pustaka/refferensi
2. Kelompok membuat summary hasil diskusi

13
II.9. Bacaan Tambahan
1. World Health Organization (WHO), Laboratory Biosafety Manual,
Third Edition, Geneva, 2004.

II.10. Daftar Pustaka


1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik, 2008.
Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang Benar (Good Laboratory
Practice), Jakarta, Departemen Kesehatan.2008

2. National Sanition Foundation, Class II (laminar Flow) Biohazard cabinetry,


Ann Arbor,M.2002 (NSF/ANSI, 2002)

3. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans Arnaldo, 2008.


Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Sakit.
PT. Merck Tbk.2008. Jakarta.

14
MATERI III

PENGETAHUAN DAN PENANGANAN


LIMBAH LABORATORIUM MEDIS DAN NON MEDIS,
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

III.1. Deskripsi Singkat


Laboratorium dalam kegiatannya dapat menjadi sumber penghasil
limbah cair, padat dan gas. Limbah laboratorium bila tidak ditangani
secara serius dan benar dapat berbahaya, baik bagi kesehatan petugas,
maupun kesehatan lingkungan. Oleh karena itu pengolahan limbah
harus dilakukan dengan semestinya agar tidak menimbulkan dampak
negative.

Penanganan limbah ditentukan oleh sifat dan bentuk limbah yang


digolongan menjadi limbah B3, limbah infeksius, limbah radioaktif
dan limbah umum, yang penanganannya berbeda. Setiap jenis limbah
dibuang dalam wadah tersendiri yang diberi label sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Bila penanganan limbah tidak dapat
dilakukan sendiri, maka pengelola laboratorium bisa meminta jasa
pengolahan limbah professional melalui kesepakatan antara pengirim
dengan pemberi jasa. Pihak pengirim limbah sebaiknya tidak
mengirim limbah sebelum ada kesepakatan antara pengirim, pemberi
jasa transfortasi dan penerima yang memastikan bahwa limbah boleh
masuk ke daerah tersebut serta tidak terjadi keterlambatan dalam
pengiriman paket.

Penampungan limbah berupa kantong/kontainer dapat berdasarkan


warna, contoh hitam untuk limbah domestik (seperti dapur), kuning
semua jenis limbah yang dibakar, kuning dengan strip hitam bisa
dibakar dan sanitary lanffill, biru muda transfaran limbah untuk
autoklap sebelum dibuang limbah infeksi diolah desinfeksi, sterilisasi,

15
dekontaminasi, incenerasi suhu 800 ℃ - 1000 ℃ dengan waktu retensi
0,5 detik. Untuk limbah padat dengan waktu paruh ± 30 hari.

III.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, kemampuan untuk menjelaskan tentang
cara penanganan limbah laboratorium, limbah medis dan non medis
dan limbah B3.

III.3. Pokok Bahasan


Pada materi ini akan dibahas tentang pengetahuan dan penanganan
limbah laboratorium, limbah B3, sumber, sifat, jenis, dan bentuk
limbah, penanganan dan pengelolaan limbah, penanganan bahan
kimia

III.4. Bahan Ajar


1. Modul pembelajaran
2. Format inventarisasi, penilaian risiko dan identifikasi lambang
bahan kimia berbahaya

NO Nama Bahan Kimia Lambang Makna


Lambang
1

III.5. Metode Pembelajaran


Student Centre Learning (SCL) :
1. Collaborative Learning
2. Discovery Learning

III.6. Langkah-langkah Pembelajaran


Metode : collaborative learning dan Discovery learning

1. Kelas dibagi dalam 8 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 orang


anggota
2. Masing-masing kelompok diberikan topik yang berbeda tetapi untuk
mencapai capaian pembelajaran yang sama

16
3. Topik collaborative learning yang akan didiskusikan adalah :
a. Pengetahuan dan penanganan limbah laboratorium medis
b. Pengetahuan dan penanganan limbah laboratorium non medis
c. Pengetahuan dan penanganan limbah B3
4. Topik tersebut untuk capaian pembelajaran pengetahuan dan
penanganan limbah
5. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi sesuai
dengan topik
6. Topik discovery learning adalah : Pengetahuan dan penanganan bahan
kimia. Pada metode ini mahasiswa diminta ke tempat penyimpanan
bahan kimia, untuk melihat, mengamati dan menginventaris kode
/tanda, sifat bahan kimia yang ada,
7. Mahasiswa membuat laporan hasil menginventaris : nama bahan kimia,
sifat / lambang bahan kimia, dan cara penempatan bahan kimia
8. Hasil dilaporkan untuk dipresentasikan

III.7. Uraian Materi


1. Sumber, sifat, jenis, dan bentuk limbah
a. Sumber limbah
1) Bahan baku yang sudah kadaluarsa
2) Bahan habis pakai (media perbenihan yang tidak
terpakai)
3) Produk proses (sisa specimen)
4) Produk upaya penanganan limbah (jarum suntik sekali
pakai)
b. Sifat limbah
1) Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
2) Limbah Infektif
3) Limbah Radioaktif
4) Limbah Umum
c. Jenis limbah
1) Limbah medis
2) Limbah non medis
d. Bentuk limbah
1) Limbah Cair
- pelarut organic
- bekas cuci alat
- sisa specimen (darah, cairan tubuh)
2) Limbah Padat

17
peralatan habis pakai, seperti alat suntik, sarung
tangan, kapas, medium pembiakan
3) Limbah Gas
- sterilisasi dengan etilen oksida, thermometer Hg
- generator
2. Penanganan dan Penampungan Limbah
a. Penanganan
Umum :
Prinsip Pengelolaan limbah adalah pemisahan jenis limbah/
diidentifikasi, untuk dipilah dan memisahkan langsung limbah
dari sumbernya dan ditempatkan dalam kantong/container
dan pengurangan volume limbah secara kontinue. Memilah
dan mengurangi volume limbah klinis sebagai syarat
keamanan yang penting untuk petugas pembuangan sampah,
petugas emergensi, dan masyarakat.

Beberapa pertimbangan dalam memilah dan mengurangi


limbah, yaitu :
1) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah
2) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan
perlakuan khusus dengan pemisahan limbah B3 dan
non-B3
3) Diusahakan tidak menggunakan bahan kimia B3
4) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari
berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga
kerja dan pembuangan.
Kunci pembuangan yang baik adalah dengan memisahkan
langsung limbah berbahaya dari semua limbah di tempat
penghasil limbah. Tempatkan masing-masing jenis limbah
dalam kantong atau container yang sama untuk penyimpanan,
pengangkutan dan pembuangan untuk mengurangi
kemungkinan kesalahan petugas dan penanganannya.

Penanganan limbah dimulai dengan penampungan limbah.


Penampungan harus dalam wadah tersendiri dan diberi label.
Bila limbah perlu dikirim yang perlu diperhatikan adalah :
1) Sebelum pengiriman limbah hubungi pemberi jasa
transportasi yang akan membawa limbah ke jasa
pengelolaan limbah,

18
2) Siapkan surat /dokumen pengiriman yang di dalamnya
berisi informasi jenis dan sifat limbah, volume limbah,
dan informasi lain yang diperlukan, (litbangkes ada izin
menerima specimen dan surat /dokumen),
3) Perlu diatur rute pengiriman, lewat darah atau udara,
4) Jangan dikirim sebelum ada kesepakatan pengirim
dengan jasa transfortasi dan jasa penerima pengelolaan
limbah,
5) Persiapkan limbah yang akan dikirim dalam keadaan
dingin dengan menggunakan suhu – 40 ⁰℃ (nitrogen).

3. Penanganan Limbah Cair Biologis :


Limbah cair adalah semua air limbah / buangan termasuk tinja
yang berasal dari kegiatan laboratorium yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
a. Penanganan limbah cair biologis adalah sebagai berikut :
1) Darah, serum, plasma didesinfeksi terlebih dahulu dengan
larutan hipoklorit 0,5 %, rendam selama 15 menit sebelum
dibuang ke septik tank,
2) Urin atau cairan tubuh lainnya dibuang ke wastafel yang
sudah dihubungkan ke septik tank. Sisa-sisa reaksi atau sisa
produk pemeriksaan yang dapat menimbulkan bahaya
infeksi, didesinfeksi terlebih dahulu dengan natrium
hipoklorit 0,5 % selama 15 menit., selanjutnya dapat
dibuang ke septik tank. Sisa reagen yang bersifat asam atau
basa dinetralkan terlebih dahulu lalu dibuang ke dalam
septik tank.
3) Limbah cair disalurkan ke saluran tertutup, kedap air dan
mengalir dengan lancar dengan kemiringan 2-4 derajat agar
tidak mengendap. Jarak dari sumber air kurang lebih 10 m.

b. Penanganan Limbah Cair Kimia :


Limbah cair kimia adalah semua limbah/buangan yang
dihasilkan dari penggunaan bahan kimia seperti sisa reagen
dan cairan pewarna.
Penanganan limbah cair kimia adalah sebagai berikut :
1) Limbah cair ditampung dalam wadah penampung khusus

19
2) Limbah dibuang ke dalam saluran khusus yang
berhubungan langsung dengan saluran pusat pengolahan
limbah
3) Selanjutnya limbah cair dialirkan ke instalasi pengolahan
air limbah memakai sistem bioreactor(biodetox)
4) Air yang keluar ke saluran kota diharapkan sudah tidak
tercemar, dibuktikan dengan adanya ikan yang tetap hidup
di kolam control dan hasil analisa air dari laboratorium
5) Limbah cair disalurkan ke saluran tertutup, kedap air dan
dapat mengalir dengan lancar dan dengan kemiringan 2-4
derajat agar tidak mengendap
6) Jarak dari sumber air minimal 10 meter

c. Penanganan Limbah Padat (medis) :


Limbah padat medis terdiri dari limbah benda tajam dan
limbah infeksius yang dapat mempengaruhi berbagai aspek
pelayanan antara lain infeksi nosokomial serta berbagai aspek
yang merupakan dampak negative dari keberadaan
laboratorium termasuk perusakan lingkungan.
Penanganan limbah padat (medis) adalah sebagai berikut :
1) Jarum suntik, pecahan alat gelas, objek glass dibuang ke
dalam box khusus
2) Blue tips, yellow tips,pipet LED, botol urine, dibuang ke
dalam tempat sampah dengan kantong plastic berwarna
kuning (limbah padat medis harus ditampung khusus yang
yang berwarna kuning)
3) Limbah infeksius akan dimusnahkan melalui incinerator
pada suhu 1000℃ bekerjasama dengan pihak pengelola
limbah
4) Sampah padat medis tidak boleh dicampur dengan sampah
padat non medis.

d. Penanganan Limbah Padat Non Medis :


Limbah padat non medis terdiri dari limbah kertas, kapas,
bungkus spuit, tisu, dll yang dapat mempengaruhi berbagai
aspek pelayanan antara lain infeksi nosokomial, dan dampak
negative dari keberadaan laboratorium yaitu perusakan
lingkungan.
Penanganan limbah padat non medis adalah sebagai berikut :

20
1) Limbah atau sampah umum dibuang ke dalam tempat
sampah dengan kantong plastik berwarna hitam
2) Setelah semua limbah terkumpul plastik diikat kemudian
dibawa ke tempat penampungan sampah sementara di
rumah sakit
3) Sampah umum dibuang ke tempat pembunangan sampah
akhir yang dikelola oleh Pemda setempat
4) Sampah padat non medis tidak boleh dicampur dengan
sampah padat medis.

e. Penanganan Limbah Gas :


Penanganan limbah gas secara teknis dilakukan dengan alat
bantu yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran
udara sebenarnya dapat berasal dari limbah berupa gas atau
materi partikulat yang terbawa bersama gas tersebut.

4. Penampungan Limbah
Hal yang perlu diperhatikan dalam penampungan limbah adalah :
a. Sarana penampungan limbah yang memadai
b. Sarana penampungan diletakan pada tempat yang pas, aman
dan hygienis
c. Pemadatan adalah cara yang efisien dalam penyimpanan
limbah yang bisa dibuang dengan landfill
d. Pemadatan tidak boleh dilakukan untuk limbah infeksius dan
limbah benda tajam

5. Pengiriman Limbah
a. Kantong limbah medis sebelum dimasukkan dalam kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam container yang kuat dan
tertutup
b. Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan
kendaraan khusus
c. Kantong limbah medis harus aman dari jangkauan manusia
maupun binatang
d. Pengumpulan limbah medis dari setiap ruangan penghasil
limbah menggunakan trolli khusus yang tertutup
e. Penyimpanan limbah medis harus sesuai iklim tropis yaitu
pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau
paling lama 24 jam.

21
f. Petugas yang menangani limbah harus menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap.

6. Pemisahan limbah
Pemisahan berbagai jenis limbah yang akan dibuang dapat
menggunakan kantong dengan kode warna yang berbeda untuk
jenis limbah. Kode warna kantong yang disarankan untuk limbah
klinis, yaitu :
a. Kantong warna hitam untuk jenis limbah rumah tangga biasa,
tidak digunakan untuk menyimpan atau mengangkut limbah
klinis
b. Kantong warna kuning untuk semua jenis limbah yang akan
dibakar
c. Kantong warna kuning dengan strip hitam jenis limbah yang
sebaiknya dibakar tetapi bisa juga dibuang di sanitary landfill
bila dilakukan pengumpulan terpisah dan pengaturan
pembuangan
d. Kantong biru muda atau transfaran dengan strip biru tua
adalah untuk jenis limbah autoclaving sebelum pembuangan
akhir
Keberhasilan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran,
prosedur yang jelas, serta keterampilan petugas sampah pada
semua tingkat.

Keseragaman standar kantong dan container limbah mempunyai


keuntungan, yaitu :
a. Mengurangi biaya dan waktu pelatihan stap yang dimutasi
antar unit
b. Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di
lingkungan rumah sakit maupun pada penanganan limbah di
luar rumah sakit
c. Pengurangan biaya produksi kantong dan container.

7. Pengolahan limbah
Beberapa cara pengolahan limbah sederhana yang dapat
dilakukan, adalah sebagai berikut :
a. Limbah cair yang mengandung logam berat dapat dipisahkan
dengan cara pengendapan, koagulasi dan flokulasi. Tawas,
garam besi dan kapur sangat efektif untuk mengendapkan
logam berat dan partikel koloidnya.contoh 50 mg/FeCl 2 yang

22
membentuk Fe(OH)3 dapat mengikat arsen, seng, nikel,
mangan, dan air raksa. Pengendapan dapat pula dilakukan
dengan menambahkan sulfide.
b. Proses oksidasi-reduksi, dapat dilakukan untuk pengolahan
zat organic toksik dalam limbah sehingga terbentuk zat yang
kurang atau tidak toksik. Beberapa oksidator dan reduktor
yang bisa digunakan untuk mengolah limbah :
Oksidator : Cl2,OCl, H2O2, Oksidasi basah, elektrolisa, ozon
Reduktor : SO2, Sulfat, FeSO4,
c. Pertukaran ion oleh kation dapat menyerap ion logam berat
nikel, sedangkan anion beracun dapat diserap oleh resin anion.
d. Limbah infeksi semua harus diolah dengan cara disinfeksi,
dekontaminasi, sterilisasi dan insinerasi. Bahan untuk
insinerasi bila harus diautoklap lebih dahulu harus dikemas
dalam kantong plastic. Insinerasi adalah metode yang berguna
untuk membuang limbah laboratorium (cair/padat), sebelim
atau sesudah diautoklap dengan membakar limbah tersebut
dalam alat insinerasi (incinerator). Insinerasi bahan infeksi
dapat digunakan sebagai pengganti autoklap hanya jika alat
insinerasi berada di bawah pengawasan laboratorium dan
dilengkapi dengan alat pengontrol suhu dan ruangan bakar
sekunder. Alat insinerasi dengan ruang bakar tunggal tidak
memuaskan untuk menangani bahan infeksi, mayat, hewan
percobaan dan plastic. Bahan tersebut tidak dirusak dengan
sempurna, sehingga asap yang keluar dari cerobongnya
mencemari atmosfir dengan mikroorganisme dan zat kimia
toksik. Ada beberapa model ruang bakar yang baik, tetapi
yang ideal adalah yang memungkinkan suhu pada ruang
bakar pertama paling sedikit 800 ℃ dan pada ruang bakar
kedua 1000℃ , waktu retensi gas pada ruang bakar kedua
sebaiknya paling sedikit 0,5 detik.
e. Limbah padat harus dikumpulkan dalam kotak limbah yang
tutupnya dapat dibuka denga kaki dan sebelah dalamnya
dilapisi kantong kertas atau plastic. Kantong harus diikat
dengan selotif sebelum diangkat dari dalam kotak. Pengolahan
limbah padat yang mengandung zat radioaktif dimulai dari
biarkan meluruh untuk mencapai nilai batas yang diijinkan
dengan waktu paruh pendek 30 hari. Tambahkan tanah,
formaldehida atau hipoklorit untuk limbah padat yang mudah
busuk . Lakukan insinerasi jika limbah dapat dibakar.

23
f. Limbah gas harus dibersihkan melalui penyaring (filter)
sebelum dibuang ke udara . penyaring harus diperiksa secara
teratur.

8. Pengolahan Limbah Cair


Limbah cair rumah sakit mengandung bermacam-macam
organisme, bahan organic dan an-organik. Beberapa contoh
fasilitas atau unit pengolahan limbah (UPL) di rumah sakit antara
lain :
a. Kolam stabilisasi air limbah (waste stabilization pond system)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien, kecuali
memrlukan lahan yang luas terutama untuk kolam stabilisasi.
Dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota yang mempunyai
lahan yang luas.sistem ini terdiri dari bagian-bagian, yaitu :
1) Pump swap(pompa air kotor)
2) Stabilization pond (kolam stabilisasi)
3) Bak klorinasi
4) Control room
5) Inlet
6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi
b. Kolam oksidasi (waste oxidation ditch treatment system)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di
kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam
oksidasi dibuat bulat atau ellips, dan air limbah dialirkan
secara berputar agar ada kesempatan lebih lama kontak
dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah
dialirkan ke bak sedimen untuk mengendapkan benda padat
dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak
klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai.
Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan
pada sludge drying bed. Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari
yaitu :
1) Pump swap
2) Oxidation ditch
3) Sedimentation tank
4) Chlorination tank
5) Sludge drying bed
6) Control room

24
c. An-aerobic filter treatment system
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan an-aerobic
melalui filter, air limbah tersebut sebelumnya telah
mengalami pre-treatmen dengan septic tank. Proses anaerobic
filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang
mengandung zat-zat asam organic dan senyawa anorganik
yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses
oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dikeluarkan ke
bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk
memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut, sehingga
akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada
proses klorinasi nanti. Sistem an-aerobic treatmen terdiri dari
komponen-komponen antara lain :
1) Pump swap
2) Septic tank
3) An-aerobic filter
4) Stabilization tank
5) Chlorination tank
6) Sludge drying bed
7) Control room
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga
tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah
tempat tidur, maka konstruksi an-aerobic filter treatment
system dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut,
misalnya :
1) Volume septic tank
2) Jumah an-aerob filter
3) Volume stabilization
4) Jumlah chlorination tank
5) Jumlah sludge drying bed
6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan

9. Pengolahan limbah Gas


Limbah gas adalah limbah atau buangan yang berwujud gas.
Limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas selalu
bergerak sehingga penyebarannya sangat luas. Limbah gas yang
dibuang ke udara mengandung partikel bahan padatan atau
cairan yang berukuran sangat kecil dan ringan sehingga
tersuspensi dengan gas-gas. Bahan padatan dan cairan tersebut
disebut sebagai materi partikulat.

25
Limbah rumah sakit tentu berbeda dengan limbah rumah tangga.
Pengelolaan limbah rumah sakit berdasarkan Kemenkes RI
No.1204/Menkes/SK/X/2004. Pengelolaan limbah rumah sakit
atau sampah medis yang paling aman bertujuan untuk
mengurangi atau mencegah tertularnya penyakit. Limbah gas
pada rumah sakit antara lain :

a. Pembakaran dari incinerator


b. Pembakaran sisa dapur
c. Penggunaan generator
d. Pembakaran sisa anestesi
e. Pembuatan obat citotoksik

Pengolahan limbah gas merupakan cara untuk mencegah


pencemaran udara oleh limbah gas yang dihasilkan dari kegiatan
atau materi partikulat yang terbawa bersama udara. Berikut
beberapa cara menangani limbah gas :
a. Mengontrol Emisi Gas Buang
Gas buang antara lain sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon
monoksida, dan hidrokarbon pengeluarannya harus dikontrol.
Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil
pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi
menggunakan filter basah (wet scrubber). Gas nitrogen oksida
dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan ermotor
dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas
karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran
kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang
alat pengubah katalik (catalytic converter) untuk
menyempurnakan pembakaran. Gas buang dapat dikurangi
dengan cara mengurangi kegiatan pembakaran bahan bakar
atau menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih
sedikit menghasilkan gas buang berupa polutan.
b. Menghilangkan Materi Partikulat dari udara Pembuangan
1) Filter udara
Filter udara adalah alat untuk menghilangkan materi
partikulat padat seperti debu, serbuk sari dan spora dari
udara yang melewati akan tersaring dan keluar sebagai
udara bersih. Filter udara dapat digunakan pada ventilasi
ruangan atau bangunan, mesin atau cerobong, atau area

26
lain yang membutuhkan udara bersih. Filter udara yang
digunakan tergantung kandungan udara yang disaring,
misalnya berdebu banyak, bersifat asam atau alkalis.
2) Pengendap siklon
Pengendap siklon (cyclone separator) adalah alat
pengendap materi partikulat yang ikut dalam gas atau
udara buangan. Prinsip kerja pengendap ini adalah
pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang
sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon
sehingga partikel yang relative berat akan jatuh ke bawah.
Ukuran materi partikulat yang bisa diendapkan oleh alat
ini adalah antara 5-4 μ unit. Makin besar ukuran partikel,
makin cepat partikel tersebut diendapkan.
3) Filter basah
Filter basah (wet scrubber) membersihkan udara yang kotor
dengan cara menyalurkan udara ke dalam filter kemudian
menyemprotkan air ke dalamnya. Saat udara kontak
dengan air, materi partikulat padat dan senyawa lain yang
larut air akan ikut terbawa air turun ke bagian bawah
sedangkan udara bersih dikeluarkan dari filter. Air yang
digunakan untuk menyemprot udara kotor juga dapat
diganti dengan senyawa cair lain yang dapat
bereaksi/melarutkan polutan udara. Contoh senyawa atau
materi partikulat yang dapat dibersihkan dari udara
dengan menggunakan filter basah adalah debu, sulfur
oksida, ammonia, hydrogen klorida dan senyawa asam
atau basa lain.
4) Pengendap sistem gravitasi
Pengendap sistem gravitasi hanya dapat digunakan untuk
membersihkan udara yang mengandung materi partikulat
dengan ukuran relative besar, yaitu sekitar 50 μ atau lebih.
Cara kerja alat ini sangat sederhana, yatu dengan
mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dapat
memperlambat kecepatan gerak udara. Saat terjadi
perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop) materi
partikulat akan jatuh terkumpul di bagian bawah alat
akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi).
5) Pengendap elektrostatik
Pengendap elektrostatik (electrostatic precipitator)
digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam

27
jumlah (volume) yang relative besar dan polutan udaranya
adalah aerosol atau uap air. Alat pengendap elektrostatik
ini menggunakan elektroda yang dialiri arus searah (DC).
Udara kotor disalurkan ke dalam alat dan elektroda akan
menyebabkan materi partikulat yang terkandung dalam
udara mengalami ionisasi. Ion-ion kotoran tersebut akan
ditarik ke bawah, sedangkan udara bersih akan terhembus
keluar.

10. Pengolahan Limbah Padat


Dalam kaitan dengan pengelolaan limbah medis dikategorikan
menjadi 5 golongan sebagai berikut :
a. Golongan A, yang termasuk limbah padat medis golongan A
adalah : dressing bedah, swab, dan semua limbah
terkontaminasi dari kamar bedah
b. Golongan B, syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas
dan benda-benda tajam lainnya
c. Golongan C, limbah dari ruang laboratorium dan postpartum,
kecuali yang termasuk dalam golongan A
d. Golongan D, limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi
tertentu
e. Golongan E, pelapis bed-pan disposable, urinoir, incontinence-
pad, dan stomach

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah padat medis perlu


dilakukan, seperti :
a. Pemisahan :
1) Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang
terkontaminasi dari ruang pengobatan sebaiknya
ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang
mudah dijangkau, bak sampah yang dilengkapi dengan
pelapis (kantong plastic) pada tempat produksi sampah.
Kantong plastic tersebut hendaknya diambil paling sedikit
satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat
penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan
ditampung sementara di bak sampah klinis. Bak sampah
tersebut juga diikat dengan kuat bila mencapai tiga
perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan
sampah. Sampah dibuang dengan cara yaitu :
2) Sampah dari haemodialisis

28
Sampah ini dimasukkan dengan incinerator atau
autoclaving dengan kantung harus terbuka dan dibuat
sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus
secara efektif

3) Sampah dari unit lain


Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator, bila
tidak memungkinkan bisa dengan cara lain dengan
membuat sumur dalam yang aman. Semua jaringan tubuh,
placenta ditampung pada bak limbah medis atau kantong
lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan
incinerator. Perkakas laboratorium yang terinfeksi
dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus
dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau
bagian laboratorium.

4) Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan


keadaan tertutup. Limbah ini ditampung dalam bak tahan
benda tajam dan bila penuh (dengan interval maksimal
tidak lebih dari satu minggu) diikat dan ditampung di
dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan
dimasukkan dengan incinerator.

b. Penampungan
Sampah klinis harus diangkut sesering mungkin sesuai
dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan
untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas
kebersihan (sesuai ketentuan yang ditunjuk) sampah tersebut
harus dilakukan pengelolaan sebagai berikut :
1) Sampah disimpan dalam container yang memenuhi syarat
2) Lokasi yang strategis, dikumpulkan dengan kantong
berkode warna yang telah ditentukan.
3) Diletakan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai
tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab,
dari binatang, bebas dari infestasi serangga dan tikus
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah

c. Pengangkutan

29
Pengangkutan dapat dilakukan internal dan eksternal.
Pengangkutan internal dimulai dari titik penampungan awal
sampai ke tempat pembuangan atau incinerator (pengolahan
on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan
kereta dorong. Kereta dorong atau troli yang digunakan harus
didesain sebagai berikut :
1) Permukaan harus licin, ratadan tidak tembus
2) Tidak akan menjadi sarang serangga
3) Mudah ibesihkan dan dikeringkan
4) Sampah tidak meempel pada alat angkut
5) Sampah mudah diisikan, diikat dan dituang kembali.
Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus
diangkut ke tempat lain maka harus disediakan bak terpisah
dari sampah biasa dalam truk pengangkut, dan harus
dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi sampah lain
yang dibawa. Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam
keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.

11. Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Tujuan pengelolaan limbah B3 adalah mencegah dan
menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup
yang diakibatkan limbah B3 serta melakukan pemulihan
kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai
dengan fungsinya kembali.

Berdasarkan, dan PP RI No. 85 Tahun 1999, tentang Perubahan


Atas PP RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3,
yang dimaksud limbah B3 adalah sisa suatu kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena
sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan
atau kerusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan
kesehatan, kelangungan hidup manusia serta mahluk hidup
lainnya.

Limbah B3 berdasarkan PP No. 74 Tahun 2001, limbah B3


adalah limbah yang jika diperhatikan secara sifatnya,
konsentrasinya, termasuk jumlahnya memiliki kecenderungan
mencemari lingkungan sekitar, membahayakan lingkungan

30
sekitar hingga menghambat atau merusak keberlangsungan
hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) adalah setiap


bahan sisa (limbah)suatu kegiatan proses produksi yang
mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat,
(toxicity, flameability, reactivity, dan corrosivity) serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung,
maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.

a. Karakteristik limbah B3 adalah :


1) Dapat menyebabkan pengaruh buruk terhadap terjadinya
atau meningkatnya kematian dan sakit yang serius
2) Berpotensi menimbulkan bahaya terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan apabila disimpan, diangkut,
dimanfaatkan, diolah, ditimbun dan dibuang dengan tidak
benar atau tidak dikelola.

b. Kategori limbah B3, yaitu :


1) Berdasarkan sumbernya
2) Berdasarkan karakteristik

c. Limbah B3 berdasarkan sumbernya :


1) Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tanki
sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung
biomassa senyawa organic yang stabil dan mudah menguap,
2) Chemical s.ludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses
koagulasi dan flokulasi.
3) Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses
pengolahan dengan lumpur aktif sehingga banyak
mengandung padatan organic yang stabil dan mudah
menguap.
4) Digested sludge, limbah yang berasaldari pengolahan biologi
dengan digested aerobic maupun anaerobic dimana padatan
lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak
mengandung padatan organic.
5) Limbah B3 dari sumber spesifik, adalah limbah B3 sisa
proses suatu industry atau kegiatan tertentu yang secara
specific dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah

31
6) Limbah B3 dari sumber tidak specific, merupakan limbah
yang bukan dari proses utamanya, tetapi berasal
pemeliharaan alat pencucian, inhabitor, korosi, pelarut kerak
dll.
7) Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas
kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi
spesifikasi atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka
suatu produk menjadi limbah B3 yang memerlukan
pengelolaan limbah B3 lainnya. Hal yang sama juga berlaku
untuk sisa kemasan limbah B3 dan bahan kimia kadaluarsa.

d. Limbah B3 berdasarkan karakteristiknya :


1) Mudah meledak (explosive), limbah pada suhu dan tekanan
standar (25 ℃ , 760 mmHg) dapat meledak atau melalui
rekasi kimia dan fisika dapat menghasilkan gas dengan
suhu dan tekanan tinggi dengan cepat dapat merusak
lingkungan.
2) Mudah terbakar (flammable), limbah yang mempunyai sifat
sebagai berikut :
a) limbah yang berupa cairan mudah terbakar, apabila :
aa Mengandung alcohol kurang dari 24 % volume dan
mempunyai titik nyala kurang dari 60 ℃ ,
ab Terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber
nyala lain pada tekanan 760 mmHg
b) limbah berupa padatan, limbah pada temperature dan
tekanan standar (25 ℃ , 760 mmHg) mudah
menyebabkan kebakaran, melalui gesekan, penyerapan
uapair, atau perubahan kimia secara spontan. Limbah
padat apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran
yang terus menerus dalam waktu lama. Apabila nilai
titik nyala limbah , 40℃ , berarti karakteristik mudah
terbakar.
c) limbah bertekanan mudah terbakar,
Apabila waktu pembakaran limbah sama atau lebih
pendek dari waktu pembakaran senyawa standar, berarti
karakteristik mudah terbakar.

3) Bersifat reaktif (reactif), adalah limbah yang menyebabkan


kebakarankarena melepaskan atau menerima oksigen atau

32
limbah organic peroksida yang tidak stabil dalam suhu
tinggi. Limbah reaktif mempunyai sifat sbb :
a) Pada keadaan normal, tidak stabil dan dapat
menyebabkan perubahan tanpa peledakan
b) Dapat bereaksi hebat dengan air
c) Apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan
ledakan, mengahsilkan gas, uap atau asap beracun dalam
jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan
lingkungan
d) Merupakan limbah sianida, sulfit, atau amoniak yang
pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan
gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan
e) Mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan
standar (25 ℃ , 760 mmHg)
f) Menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima
oksigen atau limbah organic peroksida yang tidak stabil
pada suhu tinggi.

4) Bersifat beracun (toxic), limbah yang mengandung pencemar


dan bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan. Limbah
dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila
masukke dalam tubuh, baik melalui pernapasan, kulit
maupun mulut.
5) Bersifat korosif (corrosive), limbah yang mempunyai sifat
sebagai berikut :
a) Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
b) Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja
(SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35
mm/tahun dengan temperature pengujian 55℃
c) Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah
bersifat asam atau lebih besar dari12,5 untuk yang bersifat
basa
6) Menyebabkan infeksi (infeksius), berasal dari bahan padat
atau cair yang dapat menginfeksi lingkungan atau mahluk
hidup disekitarnya, misalnya jarum suntik, sisa obat-obatan
dll.

e. Macam-macam limbah B3 :
1) Limbah logam berat

33
Logam berat menunjuk pada logam yang mempunyai berat
jenis lebih tinggi dari 5-6g/cm3., dan unsur-unsur metalloid
yang mempunyai sifat erbahaya seperti logam berat.
Beberapa logam berat yang beracun adalah As, Cd, Cr, Cu,
Pb, Hg, Ni, Zn, Fe dan Mn.
2) Limbah zat kimia
Limbah zat kimia yang berbahaya, contohnya pestisida,
sulfide, sianida, fenol, dll.

3) Limbah deterjen
Proses penguraian deterjent akan menghasilkan benzene
dan klor yang akan membentuk senyawa klorobenzene yang
sangat berbahaya (karsinogenik)
4) Limbah tinja
Limbah tinja yang paling berbahaya adalah bagian
mikroorganisme pathogen yang dapat menularkan penyakit
bila masuk ke tubuh manusia. Dalam 1 gram tinja
mengandung 1 milyar partikel virus infektif yang mampu
bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu di
bawah 10 ℃ . Terdapat 4 mikroorganisme pathogen yang
terkandung dalam tinja yatu, virus, protozoa, cacing dan
bakteri
5) Limbah yang mudah meledak dan reaktif
Limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas
dengan cepat, suhu dan tekanan yang tinggi mampu
merusak lingkungan sekitarnya. Contoh limbah yang
mudah meledak, yaitu :
a) Limbah yang menghasilkan bahan ekspolosif
b) Limbah kimia khusus dari laboratorium seperti asam
pikrat (picric acid)
c) Kaleng bekas gas
d) Kaleng bekas obat yamuk
e) Korek isi gas yang tidak terpakai
6) Limbah beracun
Contoh limbah beracun yaitu :
a) Bekas cairan pembersih lantai
b) Pestisida, herbisida dan pupuk kimia apabila dikonsumsi
manusia akan menyebabkan keracunan dan sampai
kematian
7) Limbah yang bersifat korosif

34
Contoh limbah yang bersifat korosif adalah :
a) Produk automotif, contoh bahan bakar, oli kendaraan,aki
dan pembersih kendaraan
b) Produk pemeliharaan rumah, contoh cat,pewarna,
pengencer cat
c) Pestisida, contoh insektisida, racun tikus, kamper
d) Pembersih rumah, pembersih antai, pemutih, pengilat
oven
e) Produk lain eperti baterai, pemoles sepatu
8) Limbah infeksius
Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan
isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan limbah
laboratorium, kamar isolasi, kamar perawatan. Limbah yang
menjadi sumber penyebaran penyakit pada petugas, pasien
dan pengunjung, maupun masyarakat sekitar.

f. Mengklasifikasikan Limbah B3
1) Mengklasifikasikan limbah B3 akan memberikan informasi
lebih dini kepada penghasil atau pengelola limbah, sehingga
dapat diambil tindakan-tindakan preventif untuk menghindari
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti keracunan,
kebakaran, ledakan, irritasi dll. Tahap-tahap identifikasi limbah
sebagai limbah B3 adalah sbb :
Identifikasi jenis limbah B3 yang dihasilkan, yaitu :
a) masing-masing penghasil limbah B3 mengidentifikasi jenis
dan jumlah limbah B3 yang secara periodic dihasilkan oleh
penghasil limbah
b) identifikasi tersebut ditulis dalam formulir identifikasi
limbah B3 oleh masing-masing penanggung jawab
penghasil limbah, kemudian diserahkan kepada bidang
lingkungan hidup.
2) Mencocokan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3, apabila
termasuk dalam daftar maka limbah tersebut masuk dalam
kelompok limbah B3
a) Apabila jenis limbah tidak termasuk dalam daftar jenis
limbah B3, maka pemeriksaan dilanjutkan apakah masuk
dalam karakteristik mudah meledak, mudah terbakar,
beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi atau bersifat
korosif

35
b) Apabila tidak termasuk dalam daftar jenis limbah B3 dan
tidak memiliki karakteristik tersebut point c maka
dilanjutkan dengan uji toksikologi.

g. Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 meliputi pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Pengelolaan
limbah B3 yang memerlukan izin dari Direktorat Jenderal
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3, Kementerian
Lingkungan Hidup dan kehutanan diantaranya :
1) Pengumpulan limbah B3 skala nasional
2) Pemanfaatan limbahn B3
3) Pengolahan limbah B3
4) Penimbunan (landfill) limbah B3
5) Dumping limabh B3 ke laut

h. Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3


Penghasil limbah wajib mengumpulkan limbah B3 yang
dihasilkan di tempat yang telah disediakan sebelum diserahkan
untuk pengolahan, dan melaporkan hasil limbah B3 tentang
jenis dan jumlah limbah. Penghasil limbah mengangkut limbah
B3 ke gudang penyimpanan sementara. Limbah B3 berukuran
kecil seperti cartridge printer, majun bekas, sarung tangan
bekas, masker bekas dibuang di tempat sampah berwarna
ORANGE, apabila sudah penuh maka penghasil limbah
mengkoordinir pengangkutannya. Penyimpanan limbah B3
harus dilakukan jika limbah belum dapat diolah dengan segera.
Kegiatan penyimpanan limbah B3 bertujuan untuk mencegah
terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, sehingga potensi bahaya
terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan. Untuk
meningkatkan keamanan sebelum dilakukan penyimpanan,
limbah B3 terlebih dahulu dikemas. Penyimpanan sementara
limbah B3 dipisah menurut sifat/karakteristi limbah. Tim
limbah B3 memberikan symbol dan label, mengisi inventori
menggunakan formulir inventory limbah B3, dan mengisi
neraca limbah B3 berdasarkan inventarisasi gudang limbah B3
sementara. Masa simpan dalam gudang TPS limbah B3
maksimal 90 hari sesuai persyaratan yang ditetapkan atau
apabila limbah B3 lebih dari 50 kg/hari.

36
i. Pengemasan Limbah B3
Sebelum melakukan pengemasan penghasil/pengumpul limbah
B3 harus mengetahui karakteristik limbah , dan dapat diketahui
melalui pengujian laboratorium. Penghasil limbah secara
otomatis sudah mengetahui karakteristik limbah. Bila suatu
waktu terjadi perubahan dalam kegiatannya yang diperkirakan
mempengaruhi karakteristik limbah, maka perlu dilakukan
pengujian kembali. Dalam pemilihan bentuk dan kemasan
harus disesuaikan dengan jenis dan karakteristik limbah. Bahan
kemasan dapat terbentuk dari bahan plastic (HDPE, PP atau
PVC) atau dari bahan logam/teflon, baja karbon, disesuaikan
dengan limbah dan tidak boleh bereaksi dengan limbah yang
disimpan. Setelah mengetahui karakteristik , maka dapat
menentukan jenis kemasan yang sesuai.

Tujuan dari pengemasan limbah B3 adalah untuk mencegah


kontak antara limbah dengan manusia dan lingkungan sekitar.
Kemasan limbah B3 harus memiliki penutup yang kuat dan
mampu mengungkung limbah yang dikemasnya sebelum
ditangani lebih lanjut. Kemasan limbah B3 juga harus selalu
dalam kondisi tertutup jika sedang tidak dilakukan
penambahan muatan, pengambilan sampel, atau pemindahan
muatan.

Jenis kemasan yang dapat digunakan antara lain drum plastic


tutup lebar dan kecil, drum logam tutup lebar dan kecil, jumbo
bag, IBC box dsb

j. Kemasan limbah B3 yang perlu diperhatikan, yaitu :


1) Jumlah limbah yang akan dikemas, jika limbah hanya
berjumlah kecil/sedikit maka gunakan kemasan kecil.
2) Pastikan limbah yang akan dikemas tidak akan bereaksi dan
merusak kemasan. Dipilih kemasan yang terbuat dari bahan
inert terhadap limbah yang dikemas. Untuk mengemas
limbah yang bersifat korosif harus menggunakan kemasan
yang terbuat dari plastic, bukan logam
3) Bentuk fisik limbah yang akan dikemas, untuk limbah cair
menggunakan drum yang memiliki penutup kecil dengan
istilah closed top drum. Jika limbah padat yang akan dikemas

37
menggunakan drum yang memiliki penutup lebar, dengan
istilah open top drum.
4) Bila kemasan yang digunakan adalah kemasan bekas limbah
atau bahan lain, maka perlu dipastikan apakah cocok untuk
limbah yang akan dikemas, bila tidak disarankan untuk
mencuci terlebih dahulu. Pastikan untuk menampung dan
melakukan karakteristik air cucian sebelum dibuang.
5) Jika kemasan akan digunakan kembali secara rutin,
pertimbangkan untuk menetapkan limbah yang akan
dikemas ke dalamnya. Hal ini untuk mempermudah
penggunaan kembali kemasan tersebut tanpa perlu
mencucinya terlebih dahulu.
6) Pastikan limbah-limbah yang tidak saling cocok, jauhkan
satu sama lain dan kemas dalam kemasan terpisah,
7) Pastikan kemasan tidak rusak oleh limbah B3 yang dikemas,
8) Gunakan corong untuk menuangkan limbah cair ke dalam
kemasan guna menghindari tumpahan. Jangan
menggunakan corong yang sama untuk semua limbah B3,
9) Beberapa limbah B3 dapat mengalami ekspansi volume
karena fluktuasi suhu dan tekanan (misalnya solvent).
Pastikan untuk tidak mengisi limbah B3 hingga penuh ke
dalam kemasan, kecuali jika menggunakan iso tank
10) Kemasan khusus untuk limbah infeksius memiliki simbol
biohazard yang sudah tercetak langsung di badannya dan
memiliki warna mencolok, yaitu kuning, merah dan jingga.
11) Untuk limbah infeksius tajam dan dapat menyayat kulit
(jarum suntik dan scalpel), limbah jaringan/potongan organ
tubuh, darah dan media agar bekas inokulasi bakteri harus
dikemas dengan wadah yang keras, kedap air dan anti tusuk
seperti ember/bin,
12) Untuk limbah infeksius non tajam seperti perban, kasa dan
kapas dapat dikemas mengunakan kantong plastik.
13) Semua kemasan limbah B3 yang telah terisi harus ditandai
dengan simbol dan label limbah B3 sebagai bentuk
komunikasi bahaya, dan memudahkan identifikasi limbah
B3. Symbol adalah gambar yang mewakili karakteristik suatu
limbah, sedangkan label adalah tulisan yang berisi segala
keterangan tentang suatu limbah yang terdapat di dalam
suatu kemasan.

38
k. Pengangkutan Limbah B3
Arah kebijakan pengangkutan limbah B3 adalah :
1) B3 merupakan bahan kimia yang berpotensi risiko terhadap
kesehatan manusia, pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup
2) Melakukan upaya pencegahan dan mengurangi potensi
bahaya B3 terhadap lingkungan hidup dan kesehatan
manusia selama proses pengangkutan
3) Melakukan upaya pencegahan kemungkinan
penyalahgunaan B3
4) Mengupayakan harmonisasi pengaturan dengan sistem
global (GHS Globally, Harmonized System)
Pengangkutan limbah B3 merupakan kegiatan pemindahan
lokasi dari sumber penghasil limbah ke lokasi penyimpanan,
pengumpulan dan pengolahan atau pemanfaatan di luar lokasi
penghasil limbah serta pemindahan lokasi penimbunan hasil
pengolahan. Setiap ada pemindahan harus disertai dokumen
limbah B3. Dokumen limbah B3 terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1) Bagian I : harus diiisi oleh penghasil limbah
2) Bagian II : harus diisi oleh pengangkut
3) Bagian III : harus diisi oleh pengumpul/pemamfaaan /
pengolah limbah
Dokumen limbah B3 tersebut merupakan legalitas dari kegiatan
pengelolaaan limbah B3 dan merupakan sarana/alat
pengawasan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan dan juga untuk
mengetahui mata rantai perpindahan dan penyebaran limbah
B3. Dokumen limbah B3 harus dibawa dari tempat
pengangkutan limbah B3 ke tempat tujuan, dan diserahkan
kembali pada saat penyerahan limbah B3. Dokumen limbah B3
juga meliputi dokumen muatan.

l. Proses Rekomendasi Pengangkutan Limbah B3 :


1) Mengajukan permohonan rekomendasi pengangkutan
limbah B3 kepada Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah,
Limbah
2) Wajib melengkapi dokumen administrasi sesuai yang
dipersyaratkan, jika dokumen belum lengkap berkas akan

39
dikembalikan. Kelengkapan dokumen permohonan
rekomendasi pengangkutan limbah B3, yaitu :
a) Salinan akte pendirian penghasil limbah (RS/lab. Klinik)
b) Copi SK Menteri Kehakiman atau Menteri HAM,
tentang pengesahan akte pendirian penghasil limbah
c) Lampiran keterangan alat angkut
d) Lampiran keterangan limbah B3 (formulir jenis dan sal
muat B3
e) Copi STNK alat angkut
f) Copi lembar data keselamatan untuk setiap jenis B3
yang diangkut
g) Copi SOP (surat operasional pengangkutan), bongkar
muat dan SOP tanggap darurat
h) Foto berwarna alat angkut yang memperlihatkan
symbol B3, identitas nama perusahaan, emergency call
number pada sisi kiri dan kanan kendaraan
i) SOP bongkar muat, SOP Tanggap darurat pada
kendaraan
j) Foto kegiatan bongkar muat
k) Foto APD dan peralatan perlengkapan sistem tanggap
darurat
l) Sertifikat pelatihan pengangkutan B3 untk pengemudi
3) Pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan oleh
petugas UPT Kementerian lingkungan Hidup dan
Kehutanan, proses rekomendasi dapat dilanjutkan dengan
verifikasi teknis lapangan
4) Pelaksanaan verifikasi lapangan dalam rangka validasi
dokumen dan pemeriksaan kesesuaian jenis limbah B3
dengan alat angkut yang digunakan
5) Penerbitan surat rekomendasi pengangkutan limbah B3

m. Pengelolaan Limbah B3 Oleh Pihak Ketiga


Limbah B3 bisa dilakukan oleh pihak ketiga, bila penghasil
limbah memiliki keterbatasan sumber daya . Setelah jumlah
limbah B3 di tempat penampungan sudah mencukupi bisa
diserahkan kepihak ketiga :
1) Pihak ketiga sebagai pengumpul/pengelola limbah B3 harus
mempunyai ijin dari Kementerian Lingkungan Hidup RI. Ijin
yang dimaksud harus sesuai dengan jenis limbah B3 yang

40
akan dikelola atau dimanfaatkan. KLH bertugas
memverifikasi untuk kebenaran ijin tersebut.
2) Pihak transportasi harus mempunyai ijin dari Dirjen
Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan RI dan
mendapat rekomendasi dari KLH RI. Ijin sesuai dengan jalur
transportasi yang akan dilalui limbah B3.
3) Pihak ketiga yang ditunjuk mengisi berita acara pemeriksaan
dan berita acara serah terima limbah B3, bersama dengan
pihak penghasil limbah
4) Pihak ketiga berkewajiban memberikan dokumen limbah B3
(manifest) yang sudah ditandatangani oleh penghasil limbah
dan pihak transfortasi yaitu :
a) Manifest ke dua (warna kuning), penghasil limbah
berkewajiban untuk mengirim manifest ke KLH
b) Manifest ketiga (warna hijau) untuk disimpan oleh pihak
penghasil limbah.
c) Manifest ke empat (warna ungu), yaitu dokumen limbah
B3 yang lengkap dari pengumpul/pemanfaat selambat-
lambatnya 120 hari sejak limbah B3 diangkut oleh
trasnfortir ke pengumpul/pemanfaat

n. Persyaratan Umum Transfortasi / Alat Angkutan B3


1) Plakat atau symbol B3
2) Nama perusahaan
3) Jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard
4) Kotak obat lengkap dengan isinya
5) Alat pemantau unjuk kerja pengemudi, yang sekurang-
kurangnya dapat merekam kecepatan kendaraan dan
perilaku pengemudi dalam mengoperasikan kendaraannya
6) Alat pemadam kebakaran
7) Nomor telpon pusat pengendali operasi yang dapat
dihubungi jika terjadi keadaan darurat (emergency call),
yang dicantumkan pada sebelah kiri dan kanan kendaraan
pengangkut B3
8) Persyaratan safety pada armada pengangkut yaitu :
a. Alat komunikasi antara pengemudi dengan pusat
pengendali operasi atau sebaliknya
b. Lampu tanda bahaya berwarna kuning yang
ditempatkan di atas atap ruang kemudi
c. Rambu portable

41
d. Kerucut pengaman, segitiga pengaman
e. Dongkrak,
f. Pita pembatas
g. Serbuk gergaji, sekop yang tidak menimbulkan api
h. Lampu senter
i. Warna kendaraan khusus
j. Pedoman pengoperasian kendaraan yang baik untuk
keadaan normal dan dururat
k. Ganjal roda yang cukup kuat dan diletakan pada tempat
yang mudah dijangkau oleh pembantu pengemudi.

o. Pengolahan limbah B3
Pengolahan limbah B3 mengacu pada keputusan Ka. Bapedal
No. Kep.-03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah B3. Pendekatan yang dilakukan dalam
pelaksanaan kegiatan pengelolaan limbah B3 berupa langkah-
langkah yang terintegrasi, yang merupakan upaya untuk :
1) Penekanan pihak penghasil limbah agar mau melakukan
pendekatan reduksi/eliminasi limbah B3
2) Menerapkan persyaratan teknik pengelolaan limbah B3
3) Melakukan larangan import limbah B3
4) Membuat peraturan tentang eksport limbah B3
5) Memberi persyaratan perizinan dalam pengelolaan limbah
B3
6) Menentukan jenis-jenis limbah yang dikategorikan limbah
B3 dan membuat prosedur penetapan limbah B3
7) Melakukan pengawasan dalam pengelolaan limbah B3
dalam setiap proses.

p. Persyaratan Pengolahan Limbah B3 :


1) Lokasi Pengolahan
Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi
penghasil limbah atau di luar lokasi. Syarat lokasi
pengolahan limbah adalah daerah bebas banjir dan jarak
dengan fasilitas umum minimal 50 meter. Syarat lokasi
pengolahan di luar area penghasil limbah harus :
a) Daerah bebas banjir
b) Jarak dengan jalan utama minimum 150 m atau 50 m
untuk jalan lainnya

42
c) Jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas
umum minimum 300 m
d) Jarak dengan wilayah erairan dan sumur penduduk
minimum 300m
e) Jarak dengan wilayah terlindungi (cagar alam, hutan
lindung) minimum 300 m

2) Fasilitas Pengolahan
Fasiltas pengolahan harus menerapkan sistem operasi,
meliputi :
a) Sistem keamanan fasilitas
b) Sistem pencegahan terhadap kebakaran
c) Sistem penanggulangan keadaan darurat
d) Sistem pengujian peralatan
e) Pelatihan karyawan
3) Penanganan limbah B3 Sebelum Diolah
Limbah B3 harus diindentifikasi dan dilakukan uji analisis
kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam
pengolahan limbah, metode yang tepat untuk pengolahan
sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
4) Pengolahan limbah B3
Jenis pengolahan limbah B3 tergantung karakteristik dan
kandungan limbah. Perlakuan limbah untuk pengolahan
dapat dilakukan dengan proses sbb :
a) Proses secara kimia, meliputi redoks, elektrolisa,
netralisasi, pengendapan, stabilisasi, absorbs, penukaran
ion.
b) Proses secara fisika, meliputi pembersihan gas,
pemisahan cairan, dan penyisihan komponen specific
dengan metode kristalisasi, osmosis balik, dialisa dll
c) Proses stabilisasi/solidifikasi, dengan tujuan untuk
mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3
dengan cara membatasi daya larut, penyebaran dan daya
racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan
akhir
d) Proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran
materi limbah menggunakan alat khusus incinerator
dengan efisiensi pembakaran harus mencapai suhu 99,99
% atau lebih. Artinya jika suatu materi limbah B3 ingin

43
dibakar dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran
tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap jenis
limbah B3, tetapi proses dapat dipilih berdasarkan cara
terbaik pengolahan yang sesuai dengan jenis dan
karakteristik/ materi limbah.

5) Hasil pengolahan limbah B3


Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3
yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area
pembuangan akhir dengan jangka waktu 30 tahun setelah
tempat pembuangan akhir masa pakainya atau ditutup.
Perlu diketahu bahwa keseluruhan proses pengelolaan,
termasuk penghasil limbah B3 harus melaporkan
aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan.

q. Teknologi Pengolahan Limbah B3


Banyak metode pengolahan limbah B3 yang bisa digunakan,
beberapa diantaranya adalah :
1) Chemical Conditioning
Tujuan utama dari chemical conditioning adalah :
a) Menstabilkan senyawa-senyawa organic yang
terkandung di dalam lumpur
b) Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air
dalam lumpur
c) Mendestruksi organisme pathogen
d) Memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning
yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane
yang dihasilkan pada proses digestion
e) Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke
lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima
lingkungan.

2) Tahapan chemical conditioning sebagai berikut :


a) Concentration thickening, tahapan ini bertujuan untuk
mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan
cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang
digunakan pada tahapan ini adalah gravity thickener dan
solid bowl centrifuge, tahapan ini merupakan tahapan

44
awal. Beberapa unit pengolahan limbah menggunakan
proses flotation pada tahapan awal
b) Treatmen, stabilization, and conditioning, tahapan ini
bertujuan untuk menstabilkan senyawa organic dan
menghancurkan pathogen. Proses stabilisasi dapat
dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia,
fisika dan biologi. Pengkondisian secara kimia
berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan
bahan-bahan kimia dengan partikel koloid.
Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan
memisahkan bahan-bahan kimia dengan koloid dengan
cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara
biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi
dengan bantuan enzim dan rekasi oksidasi. Proses-
proses yang terlibat pada tahapan ini adalah lagooning,
anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,
polyelectrolyte, flocculation, chemical conditioning, dan
elutriation.
c) De-watering and drying, bertujuan untuk menghilangkan
atau mengurangi kandungan air dan sekaligus
mengurangi volume lumpur. Alat yang biasa digunakan
adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter dan
belt press.
d) Disposal, adalah proses pembuangan akhir limbah B3.
Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3
dibuang adalah pyrolysis, wet air oxidation, dan
composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3
umumnya adalah sanitary landfill, crop land, atau infection
well.

3) Solidification / stabilization
Secara umum stabilization dapat didifinisikan sebagai proses
pencampuran limbah dengan bahan tambahan (aditif)
dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar
dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah
tersebut. Sedangkan solidification didefinisikan sebagai
proses pemadatan bahan berbahaya dengan penambahan
aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga
sering dianggap mempunyai arti sama. Berdasarkan

45
mekanismenya proses Solidification / stabilization dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu :
a) Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan
berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks
struktur yang besar.
b) Microencapsulation, yaitu proses mirip macroencapsulation
tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam
struktur Kristal pada tingkat mikroskopik
c) Precipitation,yaitu proses menguapkan kontaminan dari
limbah sehingga limbah tersebut dapat stabil
d) Adsorbsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat
secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui
mekanisme adsorbs
e) Absorbs, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar
dengan menyerapkannya ke bahan padat
f) Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa
beracun menjadi senyawa lain yang tingkat
toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama
sekali.
Teknologi solidifikasi/stabilisasi umumnya menggunakan
semen, kapur (caOH)2, dan bahan termoplastik. Metode
yang diterapkan di lapangan adalah metode in-drum
mixing, in-situ mixing dan plant mixing.

4) Incineration
Teknologi pembakaran adalah alternatif yang menarik
dalam pengolahan limbah B3. Insenerasi mengurangi
volume dan massa limbah hingga sekitar 90 % (volume)
dan 75 % (berat). Proses insenerasi menghasilkan energy
dalam bentuk panas. Pada proses ini sebagian besar dari
komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah
berkurang dengan cepat. Selain itu, insenerasi memerlukan
lahan yang relative kecil.

Aspek penting dalam sistem insenerasi adalah nilai


kandungan energi (heating value) limbah. Selain
menentukan kemampuan dalam mempertahankan
berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga
menentukan banyaknya energy yang dapat diperoleh dari
sistem insenerasi. Jenis insenerator yang paling umum

46
diterapkan adalah rotary kiln, multiple hearth, fluidzed
bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous
waste infection, dan starved air unit.

Insenerator efektif terutama untuk buangan organic dalam


bentuk padat, cair, gas, lumpur cair, dan lumpur padat. Zat
karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan
sempurna bila insenerator dioperasikan. Insenerator
memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai
senyawa organic dengan sempurna, tetapi terdapat
kelemahan yaitu operator harus terlatih. Selain itu biaya
investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain
dan potensi emisi ke atmosfer lebih esar bila perencanaan
tidak sesuai dengan kebutuhan operasional.

Karena limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon,


hydrogen, oksigen, halogen, sulfur, nitrogen, dan logam
berat. Elemen lain dalam jumlah kecil tidak menganggu
proses oksidasi limbah B3. Struktur molekul umumnya
menentukan bahaya dari suatu zat organic terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul limbah
dapat dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida
dan air dan senyawa organi, tingkat senyawa ornaik akan
berkurag.

r. Beberapa Contoh Cara Pengolahan Limbah B3


1) Pengolahan Limbah Logam Berat
Upaya penanganan limbah logam berat dapat dilakukan
dengan menggunakan proses kimiawi. Penambahan
senyawa kimia tertentu untuk proses pemisahan ion logam
berat atau dengan resin penukar ion, serta beberapa metode
lainnya seperti penyerapan menggunkan karbon aktif,
elektrodialysis dan reverse osmosis. Proses tersebut diatas
relative mahal dan cenderung menimbulkan permasalahan
baru, yaitu akumulasi senyawa tersebut dalam sedimen dan
organisme akuatik.

Beberapa upaya alternative penanggulangan pencemaran


limbah logam berat :

47
a) Microalgae , penanganan logam berat dengan
mikroorganisme atau mikroba dikenal dengan
bioakumulasi, bioremediasi, atau bioremoval. Metode
atau teknologi ini memiliki kelebihan dibandingan
dengan proses kimiawi untuk menangani pencemaran
logam berat lebih efektif dibandingkan dengan resin
penular ion dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan
sensitivitas adanya padatan terlarut (suspended solid), zat
organic dan logam berat lainnya. Dan lebih baik dari
proses pengendapan (presipitation) untuk kemampuan
menstimulasi perubahan pH. Jenis sianobakteria
merupakan organisme yang mampu mengakumulasi
(menyerap) logam berat seperti Hg, Cd dan Pb.
Mekanisme penyerapan (bioakumulasi) logam berat oleh
sianobakteria, adalah :
aa Proses Aktif Uptake, mekanisme ini secara simultan
terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk
pertumbuhan sianobakteria, dana tau akumulasi
intraselullar ion logam tersebut. Logam berat dapat
juga diendapkan pada proses metabolism dan ekresi
sel padatingkat kedua. Proses ini tergantung dari
energy yang terkandung dan sensitivitasnya terhadap
parameter yang berbeda seperti pH, suhu, kekuatan
ikatan ionic, cahaya dan lainnya.
ab Proses Pasif Uptake, proses ini terjadi ketika ion logam
berat terikat pada dinding sel biosorben, dan dapat
dilakukan dengan cara pertukaran ion dimana ion
pada dinding sel digantikan oleh ion logam berat dan
pembentukan senyawa komplek antara ion-ion logam
berat dengan gugus fungsional seperti karbonil,
amino, thiol, hidroksi, fosfat dan hidrokikarboksil
secara bolak-balik dan cepat.
b) Aplikasi biosorpsi, proses penangkapan logam berat
melalui proses biosorpsi dengan memanfaatkan media
biomasa yang mudah diperoleh seperti, jerami, alang-
alang, eceng gondok, sekam padi. Metode yang
digunakan adalah absorbsi kation logam berat oleh
didnding sel media biomasa yang bermuatan negative
dari gugus karboksil, hidroksil, sulfidril, amina dan fosfat.

48
c) Pengolahan limbah logam berat Cr (VI), logam Cr di alam
terdapat bentuk oksida Cr(III) dan Cr (VI). Cr (VI) bersifat
karsinogenik, sedangkan Cr (III) merupakan salah satu
nutrisi yang dibutuhkan manusia dengan kadar 50-200
mikrogram per hari. Cr (VI) mudah larut dalam air dan
membentuk divalent oxyanion yaitu kromat dan
dikromat. Untuk Cr (III) mudah diendapkan atau
diabsorbsi oleh senyawa organic maupun anorganik pada
kondisi basa, sehingga pengolahan limbahnya dapat
dilakukan dengan metode presipitasi dimana akan
terbentuk endapan senyawa hidroksida. Untuk limbah Cr
(VI) tidak bisa dilakukan dengan metode tersebut, jadi Cr
(VI) harus direduksi terlebih dahulu menjadi Cr(III). Hal
ini karena pada kondisi basa akan terjadi rekasi
keseimbangan senyawa dikromat dan kromat seperti di
bawah ini :
Cr2O73- + 2 OH- 2CrO42- + H2O
Orange kuning
Pada kondisi asam reaksi akan bergerak ke kiri menjadi
dikromat, sedangkan pada kondisi basa kesetimbangan
akan bergerak ke kanan. Reduksi Cr (VI) menjadi Cr(III)
harus dilakukan dalam suasana asam dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
aa Air limbah dikondisikan pada pH 2,0 sampa 2,5
dengan asam sulfat, asam klorida, atau asam lainnya.
ab Kemudian direduksi dengan menggunakansodium
metabisulfit (NaHSO3), gas SO2, Na2S, H2S, garam ferro
atau bahan pereduksi lainnya. Reaksi reduksi-oksidasi
(redoks) berlangsung cepat dan ditandai dengan
perubahan warna dari warna orange/kuning menjadi
hijau kebiruan. Perubahan warna ini menandakan
telah terjadi perubahan ke senyawa Cr (III)
ac Dengan mempresipitasi dengan menambahkan unsur
OH-yang biasanya dari NaOH atau kapur hidroksida
pada pH 8,5 sampai 9,0. Pada kondisi ini
akanterbentuk Cr (III) hidroksida sesuai dengan reaksi
berikut :
Cr6+ + Fe2+ Cr3+ + Fe3+(proses reduksi)
Cr3+ + 3OH Cr(OH)3 (proses presipitasi)

49
ad Dengan cara lain yaitu dengan cara elektrolisa. Metode
ini lebih cocok untuk cairan air limbah yang
konsentrasinya tinggi. Sesuai dengan rekasi berikut :

Cr2O72- + 14H+ + 6e- 2Cr3+ + 7H2O


ae Metode lainnya yaitu dengan penukar ion meski
jarang dilakukan karena memerlukan energy yang
sangat tinggi dan bahan kimia yang sangat banyak.
Untuk air limbah organic asam kromat digunakan
resin penukar ion positip yang bersifat basa kuat.
af Metode lain yang juga dapat digunakan adalah
reduksi fotokatalitik, merupakan kombinasi proses
fotokimia dan katalis yang terintegrasi untuk dapat
melangsungkan suatu reaksi transformasi kimia yang
berlangsung pada permukaan bahan katalis
semikonduktor yang terinduksi oleh sinar.

2) Pengolahan Limbah Zat kimia


Pengolahan limbah zat kimia sebelum dikirim ke pihak
ketiga bisa dilakukan di laboratorium dalam skala kecil
menggunakan derigen atau drum kecil sebelum limbah
dikumpulkan /disimpan dalam drum besar untuk diangkut
ke tempat pengolahan limbah pihak ketiga. Limbah zat
kimia terlebih dahulu dilakukan penetralan pada pH 6,5 – 7.
Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya pengolahan
limbah kimia. Limbah kimia biasanya masih terlalu asam
atau terlalu besa maka akan membutuhkan biaya
pengolahan per liter limbah dikenakan biaya relative mahal.
Drum kecil tempat limbah bisa ditempatkan di laboratorium
kimia, diberi identitas berupa label. Setelah dilakukan
penetralan, limbah tersebut ditampung dalam drum besar
dan ditempatkan pada ruangan khusus pengumpul limbah,
terkunci, jauh dari lalu lalang karyawan dan siap untuk
dilakukan pengangkutan.

3) Pengolahan Limbah Deterjen


Cara yang paling sederhana menggunakan tanaman air
yang bisa menyerap zat pencemar, antara lain Pontederia
cordata (bunga ungu), Thypa angustifolia (bunga coklat),
melati air, dan lili air. Cara ini sangat mudah, tapi hanya

50
bisa menyerap sedikit zat pencemar deterjen, dan tidak bisa
menyaring lemak. Cara yang lebih efektif adalah membuat
instalasi pengolahan air limbah (SPAL), yaitu :
a) Bak pengumpul, terdapat ruang fungsinya untuk
menangkap sampah yang dilengkapi dengan kasa 1 cm2,
ruang untuk menangkap lemak dan ruang untuk
menangkap pasir.
b) Tangki resapan, dibuat lebih rendah dari bak pengumpul
agar air dapat mengalir lancar. Di dalam tangka resapan
terdapat arang, dan batu koral yang berfungsi untuk
menyaring zat-zat pencemar yang ada dalam limabh
dterjen.
c) Air limbah yang mengandung deterjen dialirkan ke
ruang penangkap sampah yang telah dilengkapi dengan
saringan bagian dasarnya. Sampah akan tersaring dan air
akan mengalir masuk ke ruang bawahnya.
d) Jika air mengandung pasir, pasir akan mengendap di
dasar ruang, sedangkan lapisan minyak karena berat
jenisnya lebih ringan akan mengambang di ruang
penangkapan lemak,
e) Air yang telah bebas dari pasir, sampah dan lemak akan
mengalir ke pipa yang berada di tengah-tengah tangki
resapan. Bagian bawah pipa diberi lubang sehingga air
akan keluar dari bagian bawah,
f) Sebelum air air menuju ke saluran pembuangan air akan
melewati peyaring berupa batu koral dan batok kelapa
g) Limbah yang telah diolah bisa dimanfaatkan untuk
menyiram tanaman, mengguyur closet, dan mencuci
mobil

4) Pengolahan limbah Yang Mudah Meledak Dan Reaktif


Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah
cukup berkembang saatini dikenal dengan istilah
bioremediasi dan vitoremediasi. Bioremediasi adalah
penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk
mendegradasi/mengurai limbah B3. Sedangkan
vitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk
mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun
dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam
mengatsi pencemaran olehlimbah B3 dan biaya yang

51
diperlukan lebih murah dibandingkan dengan metode
kimia atau fisik. Namun proses ini juga masih memiliki
kelemahan. Proses bioremidiasi dan vitoremediasi
merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu
yang relative lama untuk membersihkan limbah B3
terutama dalam skala besar. Selain itu karena
menggunakan mahluk hidup, proses ini dikuatirkan dapat
membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai
makanan di ekosistem.

5) Pengolahan Limbah Korosif


Limbah cair yang bersifat korosif mengandung bahan yang
bersifat asam (acidic) ataupun basa (alkaline) yang perlu
dinetralkan sebelum dibuang ke badan air maupun
sebelum limbah masuk pada proses pengolahan, baik
pengolahan secara biologic maupun secara kimiawi. Proses
netralisasi tersebut bisa dilakukan sebelum atau sesudah
proses equalisasi. Netralisasi adalah penambahan basa
(alkali) pada limbah yang bersifat asam (pH < 7). Pemilihan
bahan /reagen untuk proses netralisasi banyak ditentukan
oleh harga/ biaya dan praktisnya. Bahan/reagen yang biasa
digunakan tersebut adalah :
a) Asam :
aa Sulfuric acid (H2SO4)
ab Hydrochloric acid (HCL)
ac Carbon dioxide (CO2)
ad Sulfur dioxide
ae Nitric acid
b) Basa :
aa Caustic soda (NaOH)
ab Ammonia
ac Soda ash (Na2CO3)
ad Limestone (CaCO3)

6) Pengolahan limbah Tinja


Limbah tinja merupakan bahan buangan yang banyak
mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan
sebagai media bibit penyakit seperti diare, typus, muntaber,
desentri, cacingan, gatal-gatal, dan pencemaran lingkungan
pada sumber air, bau, serta estetika. Bangunan yang

52
dipergunakan untuk membuang tinja adalah jamban atau
biasa disebut WC. Pada jamban akan bermuara sebagai
tempat pembuangan tinja disebut sebagai septik tank.
Syarat jamban yang sehat sesuai kaedah-kaedah kesehatan
adalah sebagai berikut :
a) Tidak mencemari sumber air minum
b) Tidak berbau tinja dan tidak bebas dijamah oleh
serangga maupun tikus
c) Air seni, air bersh dan air penggelontor tidak
mencemari tanah sekitar, lantai sekitnya berukuran
1x1meter dan dibuat cukup landau, miring kea rah
lobang jongkok
d) Mudah dibersihkan dana man penggunaanya
e) Dilengkapi dengan dinding dan penutup
f) Cukup penerangan dan sirkulasi udara luas ruangan
yang cukup
g) Tersedia air dan alat pembersih

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan


jarak jamban dan sumber air bersih adalah sbb :
a) Kondisi daerah datar atau miring
b) Tinggi rendahnya permukaan air
c) Arah aliran air tanah
d) Sifat, macam dan struktur tanah

Untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi


kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan
kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Maksudnya
pembuangan kotoran harus disuatu tempat tertentu atau
jamban yang sehat.

Jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan-


persyaratan sebagai berikut :
a) Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban
tersebut
b) Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
c) Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
d) Tidak dapat terjangkau oleh serangga, terutama lalat dan
kecoa
e) Tidak menimbulkan bau

53
f) Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance)

III.8. Soal-soal Latihan / Penugasan


Kelompok membuat prototype teknologi pengolahan limbah cair
secara sederhana dari bahan-bahan yang ada disekitarnya.

III.9. Bacaan Tambahan


1. Keputusan Menteri Kesehatan RI NO.1204/MENKES/SK/X/2004,
Persyaratan Kesehatan lingkungan Rumah Sakit, Departemen
Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan lingkungan, 2004

III.10. Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina


Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik, 2008.
Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang Benar (Good
Laboratory Practice), Jakarta, Departemen Kesehatan.2008

2. Peraturan Pemerintah RI No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan


Limbah Bahan Berbahaya dan Baracun

3. Reinhardt, PA and Gordon, JG. 1991. Infection and Medical Waste


Management, Michigan. Lewis publisher. Inc

4. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans Arnaldo, 2008.


Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah
Sakit. PT. Merck Tbk.2008. Jakarta.

5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup

54
MATERI IV

JENIS DAN PENANGANAN KECELAKAAN KERJA DI


LABORATORIUM

IV.1. Deskripsi Singkat


Kecelakaan yang sering terjadi di laboratorium banyak disebabkan
oleh bahan kimia, bahan biologis, baik tumpahan, aerosol maupun
percikan dan kecelakaan karena percikan api sampai kebakaran.
Disamping itu juga kecelakaan karena tertusuk benda tajam seperti
jarum suntik, pecahan kaca objek, dan pipet Pasteur. Untuk
menghindari kecelakaan itu dapat dihindari dengan bekerja secara
hati-hati dan dapat memilih peralatan yang lebih aman, contohnya
memilih pipet Pasteur yang terbuat dari plastic. Untuk mencegah
timbulnya bahaya yang lebih luas, maka perlu diberikan pengetahuan
mengenai cara penanganan yang benar jika terjadi tumpahan bahan
kimia, bahan biologis di laboratorium. Petugas laboratorium dapat
lebih mudah mengetahui kalau cara penanganan dibuat dalam
bentuk bagan yang sederhana dan dipasang pada dinding dalam
ruang laboratorium.

IV.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, dan kemampuan untuk menerapkan
tentang cara penanganan kecelakaan di laboratorium kesehatan.

IV.3. Pokok Bahasan


1. Peralatan Penanganan Kecelakaan
2. Penanganan Kecelakaan Bahan Kimia
3. Penanganan Kecelakaan Bahan Biologis dan Infeksius
4. Penanganan Kecelakaan Tertusuk Benda Tajam
5. Penanganan Kecelakaan Kebakaran

55
IV.4. Bahan Ajar
1. Modul pembelajaran
2. Spilled Kit K3
3. Peralatan penanganan kebakaran (APAR)
4. Peralatan pertolongan pertama kecelakaan

IV.5. Metode Pembelajaran


A. Student Centre Learning (SCL) : Team Based Learning
B. praktikum
IV.6. Langkah-langkah Pembelajaran
A. Metode TBL
1) Kelas dibagi dalam 8 kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 5 orang anggota;
2) Tiap kelompok menentukan ketua untuk mengatur jalannya
diskusi dan notulen untuk mencatat hasil diskusi
3) Setiap anggota dalam kelompok termasuk ketua dan notulen
semua terlibat dalam diskusi, waktu diskusi selama 45 menit
4) Kelompok membuat laporan hasil diskusi
5) Hasil diskusi disampaikan dalam bentuk presentasi
6) Topik diskusi adalah jenis dan penanganan kecelakaan kerja di
laboratorium
B. Praktikum
1) Kelompok mempersiapkan bahan spilled kit K3 yang terdiri :
a) Jas laboratorium (kancing belakang, lengan panjang dan
elastis pada pergelangan)
b) Sarung tangan karet
c) Masker, bisa jenis masker N 95
d) Alas kaki/sepatu tertutup rapat
e) Sekop kecil pengumpul debu
f) Forsep untuk mengambil pecahan gelas
g) Kain lap dan kertas pembersih
h) Abu soda (natrium bikarbonat untuk menetralkan asam)
i) Natrium hipoklorit (karbol) untuk tumpahan darah atau
cairan biologis
j) Pasir
k) Alcohol 70 % dan 90 % (untuk jamur, virus, bakteri (tapi
tidak membunuh spora)
2) Kelompok mempersiapkan bahan P3K yang terdiri :
a) Obat merah, yodium, betadine
b) Plester/perban

56
c) Gunting
d) Kasa steril
e) Alcohol 70 %
f) Obat luka bakar (bioplacenton /trombophob)
3) Kelompok membuat laporan hasil praktek cara penanganan
kecelakaan di laboratorium
IV.7. Uraian Materi
1. Peralatan Penanganan Kecelakaan
Beberapa peralatan yang perlu disediakan di laboratorium untuk
penanganan kecelakaan seperti :
a. Pakaian pelindung diri, sarung tangan karet, sepatu bot karet,
masker untuk pemeriksan khusus (avian influenza) digunakan
masker N-95, kacamata google, tutup kepala plastic.
b. Sekop dan pengumpul debu
c. Forsep untuk mengambil pecahan kaca
d. Kain lap dan kertas pembersih
e. Ember
f. Abu soda atau natrium bikarbonat
g. Pasir
h. Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfektan) dan
air mengalir
i. Obat luka bakar : levetrans, trombophob, bioplacenton
j. Salep boor
k. Alat Pemadam Api Ringan/ kebakaran (APAR)

2. Penanganan Kecelakaan Bahan Kimia


a. Tumpahan Bahan Kimia
Tindakan yang harus dilakukan jika terdapat tumpahan bahan
kimia berbahaya :
1) Beritahu petugas keamanan laboratorium dan jauhkan
petugas yang tidak berkepentingan dari lokasi tumpahan;
2) Upayakan pertolongan bagi petugas laboratorium yang
cedera;
3) Jika bahan kimia yang tumpah adalah bahan yang mudah
terbakar, segera matikan semua api, gas dalam ruangan
tersebut dan ruangan yang berdekatan. Matikan semua
peralatan listrik yang mungkin mengeluarkan bunga api;
4) Jangan menghirup bau dari bahan yang tumpah;
5) Nyalakan kipas angina penghisap (exhaust fan) jika aman
untuk dinyalakan.

57
6) Jika terjadi tumpahan bahan kimia yang bersifat asam dan
bahan korosif, maka pada tumpahan dinetralkan dengan
abu soda atau natrium bikarbonat;
7) Jika tumpahan berupa bahan kimia alkalis , maka taburkan
pasir di atasnya.

b. Pertolongan Pertama Pada luka Bakar


1) Bila memungkinkan bawa segera korban ke rumah sakit;
2) Bila tidak mungkin dilakukan rendam bagian tubuh yang
terbakar dalam wadah yang berisi air dingin;
3) Bila luka bakar luas atau derajat berat jangan Tarik /
menarik pakaian yang melekat di luka, jangan memberi
minyak gosok, pelumas, odol atau antiseptic, jangan
memecah lepuh, jangan menolong diri sendiri, kirim ke
ruumah sakit, bila korban sadar berikan minum larutan
garam (1/4 sendok teh tiap gelas 200cc), berikan satu gelas
tiap jam.

c. Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar Kimia


1) Bila bagian tubuh yang terkena, bilas dengan air dingin
yang mengalir selama sekurang-kurangnya 10-20 menit
untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada daerah yang
terbakar;
2) Perlahan tanggalkan pakaian korban yang terkontaminasi
sambal membilas bagian yang cedera, jaga agar penolong
tidak terkontaminasi;
3) Teruskan membilas bagian yang terkena dengan air dingin
sampai rasa nyeri tidak terasa;
4) Korban dirujuk ke rumah sakit, untuk mengurangi
penderitaan luka dikompres dengan kain kasa yang
dibasahi dengan air dingin sesring mungkin;
5) Jangan melakukan usaha netralisasi pada luka bakar kimia
sebab panas yang dikeluarkan akan mengakibatkan
kerusakan yang lebih parah;
6) Cairan asam kuat menyebabkan luka yang serius;
7) Segera dibawa korban ke kamar mandi dan diguyur
beberapa kali dengan air (gunakan shower) sampai larutan
kimia bersih dari tubuh, lepaskanlah pakaian korban;
8) Segera korban dibawa ke dokter

58
d. Pertolongan Pertama Luka Bakar Kimia Pada Mata
1) Jangan biarkan korban menggosok matanya yang terkena
zat kimia;
2) Letakkan bagian wajah yang terkena di bawah aliran air
dingin sehingga aliran membilas wajahnya dan tidak
melewati mata yang sehat;
3) Jika hal ini tidak memungkinkan dudukan atau baringkan
korban dengan kepala mendongak dan miring kea rah
bagian yang terkena,tutupi mata yang sehat;
4) Perlahan buka mata yang terkena dan tuangkan air steril
dari pembilas mata atau dari segelas air kran;
5) Periksa kedua kelopak mata setelah dibilas ± 20 menit . Jika
mata tertutup karena kejang akibat nyeri yang hebat,
pegang kelopak mata dengan kuat, lalu dengan perlahan
dibuka;
6) Tutup mata dengan kain steril, atau jika tidak tersedia
dengan bahan lain yang bersih;
7) Segera korban dibawa ke rumah sakit.

e. Pertolongan Pertama Pada Luka karena Asam


1) Asam yang mengenai kulit hendaknya segera dihapus
dengan kapas atau lap halus, kemudian dicuci dengan air
mengalir sebanyak-banyaknya;
2) Selanjutnya cuci dengan larutan Na2CO3 1 %, kemudian
cuci lagi dengan air;
3) Keringkan dan olesi dengan salep levertran.

f. Pertolongan Pertama Pada Luka Akibat Basa


Kulit segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya, kemudian
dibilas dengan larutan asam asetat 1 %, cuci dengan air
kemudian keringkan dan olesi dengan salep boor.

g. Pertolongan Pertama Luka Bakar Terkena Natrium/Kalium


1) Ambil logam yang menempel dengan pinset secara hati-
hati, kemudian cuci kulit yang terkena zat tersebut dengan
air mengalir selama ± 15−20 menit ;
2) Netralkan dengan larutan asam asetat 1 %, kemudian
keringkan dan olesi dengan salep levertran atau luka
ditutup dengan kapas steril atau kapas yang telah dibasahi
dengan asam pikrat

59
h. Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar Percikan Bromin
Jika kulit terkena percikan atau tumpahan bromin, kulit yang
terkena segera olesi dengan larutan amoniak encer (1 bagian
amoniak dalam 15 bagian air), kemudian luka tersebut ditutup
dengan pasta Na2CO3.
i. Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar Karena Fosfor
Jika terkena kulit, kulit dicuci dengan air sebanyak-banyaknya,
kemudian cuci dengan larutan CuSO4 3 %

j. Penanganan Kecelakaan Bahan Biologis dan Infeksius


Bekerja dengan bahan biologis dan infeksius harus
menggunakan perlengkapan perlindungan diri untuk
laboratorium tingkat keamanan biologis 2,3 dan 4, yang
memerlukan kehati-hatian yang tinggi. Kejadian kecelakaan di
laboratorium yang menangani pemeriksaan bahan ini harus
dicatat secara rinci dan melaporkannya kepada kepala
laboratorium. Bila kecelakaan ini terjadi maka langkah
tindakan penanganannya adalah :
1) Bila terjadi tumpahan darah atau bahan biologis yang
banyak diatasnya diberikan bahan desinfektan dengan
konsentrasi natrium hipoklorit yang mengandung zat klor
aktif 10.000 ppm (10gr/l), dibiarkan sedikitnya selama 30
menit;
2) Alternatif lain bisa digunakan sebagai pengganti natrium
hipoklorit adalah iodium yang dilarutkan etil alcohol
sehingga dapat membunuh spora, dengan konsentrasi 450
ppm (0,45 gr/l);
3) Formula yang sering dijumpai adalah povidone-
iodine(PVI) berupa larutan dengan konsentrasi 10 %
(mengandung yodium 1 %). Untuk penggunaan khusus
(misalnya mencuci muka) dapat diencerkan 4 kali dengan
air matang. Larutan harus baru dan dibuat setiap hari.

k. Penanganan Kecelakaan Tertusuk Benda Tajam


Suntikan tidak sengaja, luka potongan dan lecet, kena pecahan
kaca objek glass dapat dilihat pada penanganan keadaan
darurat laboratorium mikrobiologi (Materi X).

l. Penanganan Kecelakaan Kebakaran

60
Jika terjadi kebakaran hal-hal yang perlu dilakukan adalah :
1) Jangan panic;
2) Ambil tabung gas CO2 apabila api masih mungkin
dipadamkan;
3) Beritahu teman anda;
4) Hindari menggunakan lift;
5) Hindari menghirup asap secara langsung;
6) Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan
cepat (jangan dikunci);
7) Luka bakar pada kulit bila hanya memerah, olesi dengan
salep minyak ikan atau levertran;
8) Jika luka bakar akibat terkena api dan sipenderita merasa
nyeri, tindakan yang dapat dilakukan mencelupkan bagian
yang terbakar ke dalam air es secepat mungkin atau
dikompres agar rasa nyeri berkurang;
9) Jika luka terlalu besar, hindarkan kontaminasi terhadap luka
dan jangan memberikan obat apa-apa;
10) Tutup luka dengan kain steril yang bersih, kemudian bawa
penderita ke dokter.

Penggunaan alat pemadam kebakaran ringan (APAR) terdiri


dari : cara penggunaan APAR, kelas kebakaran, jenis APAR
dapat dipelajari pada materi penanganan keadaan darurat
(materi X)

IV.8. Soal-soal Latihan / Penugasan


1. Kelompok membuat laporan hasil diskusi penanganan kecelakaan
kerja di laboratorium
2. Kelompok membuat laporan praktek cara penanganan kecelakaan
di laboratorium

IV.9. Bacaan Tambahan


World Health Organization (WHO), Laboratory Biosafety Manual, Third
Edition, Geneva, 2004

IV.10. Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina


Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik, 2008.

61
Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang Benar (Good Laboratory
Practice), Jakarta, Departemen Kesehatan.2008

2. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans Arnaldo, 2008.


Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Sakit.
PT. Merck Tbk.2008. Jakarta.

3. World Health Organization (WHO), Hospital Higiene and Infection


Control

4. World Health Organization (WHO), 1997. Safety in Health Care


Laboratory, (unpublished document, WHO/LAB/97), Geneva, 1997. 1.
available on request from division of Blood Safety ang Clinical Technology,
World Health Organization, WHO, 1211 Geneva 27,
Switzerland,http/whoint/hg/1997/WHO.LAB.97,1pdf)

62
MATERI V

DESINFEKSI, DEKONTAMINASI DAN STERILISASI

V.1. Deskripsi Singkat


Sterilisasi adalah suatu usaha untuk membebaskan alat atau bahan
dari semua mikroorganisme. Pemeriksaan untuk menentukan
mikroorganisme penyebab infeksi adalah proses mengidentifikasi
mikroorganisme tersebut sampai tingkat species yang didasarkan
atas pengenalan sifat-sifat biakan murni dari species tersebut.
Untuk mendapatkan biakan murni serta mengetahui sifat-sifat
biokimia masing-masing species diperlulan alat, bahan dan media
yang steril. Dalam praktek sterilisasi alat, bahan serta media
dilakukan dengan banyak cara yaitu cara fisika (misalnya dengan
pemanasan, penyinaran), secara kimiawi (misalnya dengan
desinfektan) dan secara mekanik (misalnya dengan penyaringan).
Cara sterilisasi yang dipakai tergantung pada macam dan sifat alat
atau bahan yang akan disterilisasi (missal ketahanan terhadap
panas, bentuk media, padat, cair dll). Di dalam pelaksanaan
sterilisasi alat tidak dapat dipisahkan dengan tahap-tahap
sebelumnya, yaitu pencucian, dan pembungkusan.

Desinfeksi adalah suatu proses untuk membunuh mikroorganisme,


termasuk spora dengan menggunakan bahan kimia. Desinfeksi
dengan bahan kimia biasanya digunakan untuk obyek yang tidak
hidup.

Dekontaminasi ruang laboratorium memerlukan gabungan antara


desinfeksi cair dan fumigasi. Permukaan tempat kerja
didekontaminasi dengan desinfektan cair, sedangkan untuk
ruangan/meja kerja BSC dan alat di dalamnya digunakan fumigasi.
Fumigasi dapat dilakukan dengan gas formaldehid. Umumnya

63
dengan memansakan paraformaldehid (10,8 g/m3) atau dengan
mendidihkan formalin (35 ml/m3). Untuk menghindari pemanasan
dapat digunakan paraformaldehid (10,8 g/m3) yang dicampur
dengan dua bagian kalium permanganate. Jika ditambahkan air,
campuran akan segera panas dan menghasilkan gas formaldehid.
Semua jendela dan pintu harus ditutup rapat sebelum fumigasi.
Lama fumigasi minimum delapan jam pada suhu 21 ℃ dan
kelembaban kurang dari 70 %. Setelah fumigasi, semua ruangan
harus dibuka minimal 1 jam sebelum orang diperbolehkan masuk.
Hindari reservoir air karena formalin mudah masukdi dalamnya.
Petugas yang melakukan fumigasi sebaiknya mengenakan masker
dan kaca mata pelindung. Untuk mengurangi bahaya yang
ditimbulkan bagi petugas fumigasi dekontaminasi dapat dilakukan
dengan menggunakan alat fumigasi komersial.

V.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, kemampuan untuk menjelaskan dan
mengimplementasikan cara-cara desinfeksi, dekontaminasi dan
sterilisasi

V.3. Pokok Bahasan


1. Sterilisasi
2. Desinfeksi
3. Dekontaminasi

V.4. Bahan Ajar


1. Modul pembelajaran
2. Bahan desinfektan

V.5. Metode Pembelajaran


A. Student Centre Learning (SCL) : Collaborative learning
B. Praktikum

V.6. Langkah-langkah Pembelajaran


A. Collaborative Learning :
1) Kelas dibagi dalam 8 kelompok, masing-masing terdiri dari 5
orang anggota

64
2) Masing-masing kelompok diberikan topik yang berbeda tetapi
untuk mencapai capaian pembelajaran yang sama yaitu
dekontaminasi laboratorium kesehatan
3) Topik collaborative learning yang akan didiskusikan adalah :
a. desinfeksi
b. dekontaminasi
c. sterilisasi
4) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi
sesuai dengan topik
B. Praktikum :
1) Kelompok praktek membuat bahan desinfektan , yaitu :
a) Natrium hipoklorit (larutan kaporit 7 %)
b) Larutan yodium 75 ppm (0,075 g/l)
c) Etil alcohol (alcohol 70 %)

V.7. Uraian Materi


1. Sterilisasi
Sterilisasi secara harfiah adalah membebaskan alat/bahan dari
semua mikroorganisme. Cara streilisasi tergantung macam, sifat
alat/bahan, ketahanan terhadap panas, bentuk media (padat, cair
dll).

Pemanasan cara yang paling umum digunakan untuk


dekontaminasi mikroba pathogen. Desinfeksi dengan pemanasan
kering yang bersifat non korosif untuk peralatan laboratorium,
tahan panas pada temperature 160 ℃ atau yang lebih tinggi
selama 2-4 jam. Contoh bentuk pemanasan kering seperti
insenerasi /pembakaran. Pemanasan dengan menggunakan uap
panas dari autoklap bertekanan (autoclaving) adalah paling
efektif untuk proses sterilisasi dan desinfeksi. Bahan-bahan yang
sudah disterilisasi harus disimpan dengan baik dan dipastikan
tetap bebas dari kontaminasi sampai akan digunakan.

Persiapan Sterilisasi :
Pencucian Alat Gelas
a. Alat gelas yang masih baru
1) Dengan sepotong kain, bersihkan debu yang melekat;
2) Cara pembersihan direndam dengan larutan HCL 1- 2 %
selama 12 jam untuk menetralisir sisa alkali pada gelas ,

65
kemudian dicuci bersih dan direndam dengan air hangat,
dibilas dengan akuades/air bebas ion kemudian
dikeringkan, disumbat/dibungkus, kemudian siap untuk
sterilisasi kering (oven)
b. Alat gelas bekas pakai
1) Alat bekas pakai direndam dengan sabun selama 12 jam;
2) Dicuci hingga bersih dengan air (dapat dengan air hangat),
kemudian dibilas dengan aqua/air bebas ion;
3) Dikeringkan, ditutup dengan kapas berlemak, dibungkus
dan siap untuk disterilisasi kering (oven)
c. Alat gelas bekas pakai, infeksius
1) Alat gelas bekas infeksius disterilisasi dengan autoklap
atau direbus dengan air sampai mendidih;
2) Setelah dingin, dicuci menggunakan air sabun;
3) Dibilas menggunakan air hingga bersih, dilanjutkan
dengan aquades / air bebas ion;
4) Dikeringkan/ditutup dengan kapas berlemak, dibungkus
dan siap untuk sterilisasi
d. Pipet bekas pakai
1) Alat pipet bekas pakai yang infeksius direndam dalam
desinfektan, misalnya fenol 5 % selama 12 jam;
2) Setelah dicuci dengan air, direndam dalam air sabun
selama 12 jam;
3) Dicuci menggunakan air hingga bersih, kemudian dibilas
dengan aquades/air bebas ion (jika ada bekas yang sukar
dihilangkan, direndam dalam kalium bichromat selama 12
jam);
4) Dikeringkan, ditutup menggunakan kapas berlemak pada
pangkalnya, dimasukkan pada silinder atau kotak logam
(atau jika tidak, dibungkus kertas satu per satu);
5) Alat pipet siap di sterilisasi kering dengan oven.
e. Peralatan lain
Peralatan lain yang terbuat dari plastic (disposable), setelah
digunakan, dimasukkan ke dalam kantong plastic infeksius,
kemudian diautoklap dan dikirim ke incinerator.

Jenis Sterilisasi :
a. Secara Fisika
1) Sterilisasi dengan pemijaran

66
Pemijaran dengan nyala api spirtus (alat yang tidak rusak
oleh nyala api). Adalah cara untuk mensterilkan alat
dengan nyala api yang menggunakan spiritus atau gas
hingga memijar. Biasa digunakan untuk alat yang tidak
rusak oleh api seperti alat dari logam, sperti sengkelit,
pinset, pisau, gunting dll;
2) Sterilisasi dengan udara panas dan kering.
Udara panas dan kering dengan menggunakan oven
“poupinel”1,5-3 jam pada suhu 160-180 ⁰C (alat-alat gelas).
Cara untuk mensterilikan alat gelas seperti Erlenmeyer,
cawan petri, tabung reaksi, labu takar, gelas takar dll.
Berdasarkan KepMenKes RI No.1204/Menkes/SK/IX/2004,
sterilisasi kering dalam oven suhu 160℃ 120 menit, 170
℃ 60 menit , dan 121℃ selama 30 menit . Jumlah alat yang
disterilisasi disesuaikan dengan volume oven;
3) Sterilisasi dengan air mendidih
Yang dapat disterilisasi dengan cara ini hanyalah alat-alat
yang tidak rusak oleh panasnya air, misalnya gunting,
pinset, pisau, spuit kaca dan jarumnya serta gelas
terutamayang infeksius sehabais pemakaian. Sterilisasi
dilakukan dengan menggodok air sampai mendidih 100⁰
C selama 15 menit.
4) Sterilisasi dengan uap air panas
Adalah cara untuk mensterilkan bahan yang mengandung
cairan atau perbenihan yang tidak tahan panas kering.
Sterilisasi ini dapat dilakukan dengan uap air panas
(mengukus) 100⁰C selama 15 menit.
5) Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan
Adalah cara untuk mensterilkan alat menggunakan uap
air panas bertekanan (autoclave) 1-2 atm (± 15 lbs), suhu
121⁰ C selama 15 – 20 menit. Cara ini dapat untuk
membunuh mikroorganisme dan spora;
Untuk berbagai tujuan, lamanya waktu dan suhu
sterilisasi yang tepat bagi proses penggunaan autoklap
adalah :
a) Waktu tinggal 3 menit pada 134 ℃
b) Waktu tinggal 10 menit pada 126℃
c) Waktu tinggal 5 menit pada121 ℃
d) Waktu tinggal 25 menit pada 115℃
6) Sterilisasi dengan penyinaran

67
Adalah cara untuk mensterilkan menggunakan
penyinaran cahaya dengan panjang gelombang pendek.
Sterilisasi ini mempunyai daya bunuh terhadap
mikroorganisme secara ionisasi- radiasi, ultra violet (UV),
sinar rontgen, sinar kosmos dll.
Sterilisasi untuk ruang biakan dan isolasi bakteri, sebelum
dan setelah digunakan, dilakukan desinfeksi
menggunakan lampu ultra violet bila kegiatan telah
selesai.
b. Secara Kimia
Adalah usaha membebaskan alat atau bahan dari
mikroorganisme menggunakan bahan kimia. Bahan kimia
bersifat bakteriostatik (menghambat bakteri) dan bakteriosida
(membunuh bakteri). Contoh garam logam berat, fenol, dan
senyawa sejenis (kreolin, Lysol, karbol), formaldehid, alcohol,
yodium, klor, detergent, sulfonamide, antibiotic. Berdasarkan
Kep.Men.Kes RI Nomor 1204/Menkes/SK/IX/2004 sterilisasi
dengan bahan kimia ethylene oxide (gas) 50-60 ℃ selama 3-8
jam dan glutardehyde (cair) selama 30 menit.

c. Secara Mekanik
Adalah usaha mensterilisasi bahan menggunakan alat
tertentu seperti filter / membrane filter (Millipore,
chamberland). Sterilisasi ini biasanya digunakan untuk cairan
yang sangat peka terhadap pemanasan (misalnya serum
darah, toksin dll) atau yang relative tidak tahan panas tinggi
(misalnya media yang mengandung gula). Beberapa filter
bakteri misalnya, Berkefeld filter, Chamberland filter, Sintered
glass filter, Seitz filter (filter asbes), Millipore.

Alat Sterilisasi :
Beberapa alat sterilisasi yang biasa digunakan :
a. Oven (hot air sterilisasi)
Alat sterilisasi ini dipakai untuk mensterilkan alat gelas
seperti Erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi dan alat-alat
gelas lainnya. Bahan darai kapas, kayu kain maupun kertas
dapat pula disterilkan dengan alat ini, tapai dalam batas-batas
tertentu. Alat yang menggunakan bahan karet maupun
plastic, akan rusak bila disterilkan dengan oven. Lamanya
sterilisasi juga tergantung pada jumlah alat yang akan

68
disterilkan. Temperature yangdigunakan berkisar antara 160-
180 ℃ selama 1,5- 3 jam.
Cara kerja sterilisasi dengan oven :
1) Alat gelas yang sudah dicuci diletakkan dalam rak oven
dengan tersusun rapi
2) Setelah pintu oven ditutup dan pengatur suhu telah sesuai
dengan jenis alat yang disterilkan, segera oven dihidupkan
3) Setelah suhu mencapai yang dikehendaki, pengatur waktu
diatur sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
4) Setelah temperature dan waktu tercapai, alat dimatikan,
lempengan penutup dibuka sampai temperature turun
yang memungkinkan alat dapat diambil

b. Autoklap, manometer, thermometer, klep pengaman.


Autoklap paling baik karena adanya tekanan untuk penetrasi
uap ke dalam sel mikroorganisme. Alat ini terdiri atas bejana
yang tahan tekanan tinggi, yang dilengkapi dengan
manometer, thermometer dan klep pengaman. Sterilisasi
dengan otoklap merupakan sterilisasi yang paling baik dari
cara lainnya, karena adanya tekanan yang mempermudah
penetrasi uap ke dalam sel mikroorganisme. Bahan/ alat yang
disterilkan adalah bahan/alat yang tidak rusak karena
pemanasan dan tekanan tinggi.
Cara kerja sterilisasi dengan autoklap :
1) Sebelm melakukan sterilisasai cek dahulu banyaknya air
dalam autoklap. Jika air kurang dari batas yang
ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas
tersebut. Gunakan air hasil destilasi, untuk menghindari
terbentuknya kerak dan karat.
2) Masukkan peralatan dan bahan. Jika mensterilisasi botol
tutup ulir, maka tutup harus dilonggarkan.
3) Tutup autoklapdengan rapat lalu kencangkan baut
pengaman agar tidak ada uap yang keluar dari bibir
autoklap. Klep pengaman jangan dikencangkan terlebih
dahulu.
4) Nyalakan outoklap, diatur timer dengan waktu minimal 15
menit pada suhu 121 ℃ .
5) Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi
kompartemen autoklap dan terdesak keluar dari klep
pengaman. Kemudian klep pengaman ditutup

69
(dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Penghitungan
waktu 15 menit dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm.
6) Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan
dalam kompartemen turun hingga sama dengan tekanan
udara di lingkungan (jarum pada pressure gauge menunjuk
ke angka nol). Selanjutnya klep pengaman dibuka dan
keluarkan isi autoklap dengan hati-hati.

2. Disinfeksi
Disinfeksi merupakan aksi secara fisik atau kimia adalah proses
untuk membunuh mikroorganisme termasuk spora dengan
menggunakan bahan kimia (desinfectan). Desinfeksi dengan
bahan kimia biasanya digunakan untuk obyek yang tidak hidup.

Disinfektan sendiri adalah bahan kimia atau campuran bahan


kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme, tetapi
bukan spora dan dipakai untuk permukaan objek tidak bergerak.

Jenis Desinfectan yang bisa digunakan :


a. Natrium Hipoklorit (NaOCL) /Klor, aktif untuk semua
mikroorganisme, bersifat korosif, dijual dipasaran dengan
konsentrasi 5,25 %; dilarutkan dengan air, bekerja secara
cepat, daya kekuatan ( daya bunuh) semakin menurun.
Larutan dengan konsentrasi 5 g/l klor direkomendasikan
untuk menangani tumpahan bahaya biologi. Bahan pemutih
tidak direkomendasikan sebagai antiseptic, tetapi bisa
digunakan sebagai desinfektan. Dalam keadaan darurat,
bahan pemutih dapat juga digunakan untuk membasmi
kuman pada air dengan konsentrasi akhir 1-2 mg/l klor.
Sifat disinfektan :
1) Bersifat oksidatif kuat, korosif dan aktif terhadap semua
mikroorganisme;
2) Konsentrasi larutan natrium hipoklorit yang dijual untuk
keperluan laboratorium adalah 5,25 %yang mengandung
50 g/l (50.000 ppm) zat klor aktif;
3) Konsentrasi yang umum digunakan untuk disinfeksi
adalah 1 g/l (1000 ppm) zat klor aktif. Konsentrasi 10 g/l
(10.000 ppm) zat klor aktif digunakan bila ada tumpahan
darah-atau bahan biologis yang banyak;

70
4) Kekuatan di dalam larutan makin lama makin menurun
karena itu larutan baru perlu dibuat setiap minggu;
5) Tablet atau butiran kalsium hipoklorit (kaporit)
mengandung 70 % zat klor aktif. Larutan kalsium
hipoklorit dengan konsentrasi 0,7 – 1,4 dan 7 g/l masing-
masing akan mengandung 500 – 1000 dan 5000 ppm zat
klor aktif;
6) Pada keadaan darurat dan saat bekerja dengan
mikroorganisme kelompok risiko empat, digunakan
konsentrasi 4 – 5 g/l (4000 – 5000 ppm) zat klor aktif.

Yang harus diperhatikan gas klor sangat beracun, sehingga


bahan pemutih harus disimpan dan digunakan pada area
dengan ventilasi yang baik. Penggunaan desinfektan yang
berbahan klor khususnya bahan pemutih secara berlebihan
harus dihindari.

b. Formaldehida (HCHO), adalah gas untuk desinfeksi semua


mikroorganisme dan sporanya, termasuk virus ebola dan
virus hepatitis B pada suhu di atas 20 ℃ . Formaldehida
bekerja lambat dan memerlukan kelembaban sekitar 70%.
Dipasaran dijual dalam bentuk padat, tablet, atau larutan gas
formalin. Larutan gas formalin di dalam air konsentrasi 37 g/l
(37%) dan mengandung methanol untuk penstabil (100 ml/l).
Larutan gas formalin dipanaskan dimana gas yang
dibebaskan digunakan untuk dekontaminasi ruangan
(fumigasi) atau pencucihamaan seperti kabinet biosafety (lihat
pada dekontaminasi).
Sifat disinfektan :
1) Dapat dipakai untuk semua mikroorganisme. Tidak efektif
pada suhu rendah (di bawah 20℃ ). Efektif pada
kelembaban relative tinggi(70 %);
2) Biasanya djual dalam bentuk polimer padat
(paraformaldehid). Dalam bentuk serbuk, tablet atau gas
dalam air (formalin). Konsentrasi formalin adalah 37 %.
Untuk menstabilkan formalin, digunakan metanol 100
mg/l;
3) Formaldehid dengan konsentrasi 18,5 g/l (5 % formalin
dalam air) dapat digunakan sebagai disinfektan cair dan

71
dianjurkan untuk dipakai terhadap virus ebola dan
hepatitis;
4) Gas formaldehid dan formalin dapat digunakan untuk
dekontaminasi ruangan fumigasi;

Yang harus diperhatikan formaldehida bersifat karsinogenik,


bau menusuk dan uapnya menyebabkan iritasi mata dan
selaput lendir maka penggunaannya harus hati-hati dan
disimpan dalam ruangan dengan ventilasi yang baik.

c. Alcohol/Etanol (Etil-Alkohol (C2H5OH), aktif melawan


bakteri vegetative, jamur dan virus yang mengandung lipid
tetapi tidak untuk membunuh spora. Alcohol banyak
digunakan sebagai desinfektan karena tidak meninggalkan
residu. Efektivitas desinfektan ini pada konsentrasi 70 %,
dan larutan etanol 70 % dapat digunakan pada kulit,
permukaan meja, kabinet biosafety dan merendam instrument
hasil pembedahan. Waktu kontak untuk kulit minimal 10
detik, permukaan meja kerja minimal 3 menit.

Sifat disinfektan :
1) Merusak struktur lipid dengan cara penetrasi ke dalam
daerah hidrokarbon dan denaturasi protein sel;
2) Alcohol rantai pendek menyebabkan kerusakan
membrane yang lebih besar daripada alcohol rantai
panjang. Yang umum digunakan adalah etanol dan
isopropanol;
3) Pada suhu kamar, alcohol alifatik tidak dapat membunuh
spora karena itu jangan digunakan untuk sterilisasi alat;
4) Aktif terhadap bakteri (kecuali bentuk spora), jamur dan
virus berselubung;
5) Paling efektif pada konsentrasi 70 – 90 %;
6) Campuran dengan desinfektan lain akan memperkuat
daya desinfektan alcohol, misalnya alcohol 70 % ditambah
formaldehid 100 g/l atau alcohol ditambah zat klor aktif 2
g/l.

Yang harus diperhatikan alcohol mudah terbakar, mudah


menguap maka harus dijauhkan dari sumber api dan diberi
label pada botol/kemasan.

72
d. Hidrogen Peroksida (H2O2), merupakan germisida yang
efektif, aman untuk manusia dan lingkungan dibanding klor.
Zat ini biasa pakai dalam bentuk larutan 3 – 6 %. Hydrogen
peroksida merupakan oksidan kuat dapat digunakan untuk
dekontaminasi permukaan bidang kerja di laboratorium,
cabinet biosafety, desinfeksi alat medis/dental yang sensitif
terhadap panas.
Yang harus diperhatikan hydrogen peroksida bersifat korosif
untuk bahan metal, aluminium, tembaga, kuningan dan seng,
juga dapat mewarnai kain, rambut dan selaput lendir.
Sehingga bahan-bahan yang didekontaminasi menggunakan
hydrogen peroksida harus dibilas dengan baik sebelum kontak
dengan mata dan selaput lendir. Hydrogen peroksida harus
dijauhkan dari panas dan terhindar dari cahaya.

e. Yodium
1) Cara kerjanya seperti natrium hipoklorit;
2) Permukaan tempat kerja dapat dibersihkan dengan larutan
yodium 0,075 g/l (75 ppm) kecuali jika terdapat banyak
protein;
3) Yodium yang dilarutkan dalam etil alcohol dapat
membunuh spora dan digunakan untuk mencuci tangan;
4) Konsentrasi 6,45 g/l (450 ppm) dapat dipakai untuk
desinfeksi mikroorganisme kelompok risiko empat;
5) Formulasi yang sering dijual adalah povidone-iodine (PVI)
berupa larutan dengan konsentrasi 10 % (mengandung
yodium 1 %). Untuk penggunaan khusus (misalnya
mencuci muka) dapat diencerkan 4 kali dengan air matang.
Larutan baru dibuat setiap hari;
6) Jangan digunakan terhadap aluminium dan tembaga

f. Fenol (Asam Karbol)


1) Efektif untuk semua bentuk mikroorganisme kecuali spora;
2) Digunakan sebagai pengganti natrium hipoklorit;
3) Turunan fenol sering merupakan desinfektan kuat misalnya
heksaklorofein;
4) Memberikan efek yang bervariasi terhadapvirus.

g. Glutaraldehid

73
1) Untuk membunuh bakteri dan spora, glutaradehid 10 %
lebih kuat daripada formaldehid. Aktivitasnya mampu
menembus lapisan protein;
2) Relative kurang toksik dibandingkan formaldehid;
3) Diduga glutaraldehid bekerja dengan melekatpada gugus
sulfidril/amino. Sasaran sebenarnya dalam sel belum
diketahui;
4) Sering digunakan untuk sterilisasi alat bedah;
5) Dijual dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 20 g/l (2%)
dan umumnya perlu diaktifkan dengan menambah
bikarbonat. Larutan akan bersifat alkalis dan harus
digunakan dalam waktu 2 minggu. Jika larutan menjadi
keruh harus dibuang;
6) Efek samping bersifat iritatif, toksik, dan mutagenic.
Hindari kontak dengan kulit,mata dan saluran napas.

Yang harus diperhatikan materi yang sangat kotor tidak bisa


segera didisinfeksi atau disterilkan. Maka harus dilakukan
pembersihan untuk mencapai sterilisasi dan pencucihamaan
bahan yang sesuai.

3. Dekontaminasi, adalah proses yang dilakukan untuk


menghilangkan dan/atau membunuh mikroorganisme, dan
dipakai juga untuk istilah menghilangkan atau menetralkan
bahan radioaktif atau bahan kimia penuh risiko. Dekontaminasi
merupakan gabungan antara disinfeksi cair dan fumigasi.
Autoklaf dengan uap adalah metode yang terbaik untuk semua
proses dekontaminasi. Permukaan tempat kerja didekontaminasi
dengan desinfektan cair, sedangkan untuk ruangan meja
kerja/BSC dan alat di dalamnya digunakan fumigasi. Fumigasi
dapat dilakukan dengan gas formaldehid. Umumnya dengan
memanaskan paraformaldehid (10,8 g/m3) atau dengan
mendidihkan formalin (35 mL/m3). Untuk menghindari
pemanasan dapat digunakan paraformaldehid (10,8 g/m 3) yang
dicampur dengan dua bagian kalium permanganate. Jika
ditambahkan air, campuran akan segera panas dan menghasilkan
gas formaldehid. Semua jendela dan pintu harus ditutup rapat
sebelum difumigasi. Lama fumigasi minimum 8 jam pada suhu
21 ℃ S dan kelembaban kurang dari 70 %. Setelah
fumigasi,semua ruangan harus dibuka minimal 1 jam sebelum

74
orang diperbolehkan masuk. Hindari reservoir air karena
formalin mudah larut di dalamnya. Petugas yang melakukan
fumigasi harus menggunakan masker dan kacamata pelindung.
Semua materi untuk dekontaminasi harus ditempatkan pada
container khusus. Container yang bisa digunakan untuk
dekontamiansi dan pembuangan dapat berupa kantong plastic
dengan kode warna menurut sifat materi yang akan di autoklaf
dan/atau dibakar.

4. Dekontaminasi bahan yang mengandung prion, senyawa


infeksius “yang tidak biasa” atau senyawa encephalopathies
berbentuk spons yang dapat ditransmisikan sebagai senyawa
protein saja. Prion dapat menyebabkan penyakit Creutzfeldt-Jakob
pada manusia dan scrapie pada domba, E.bovin pada lembu.
Dekontaminasi pada senyawa infeksius yang tidak biasa ini
dapat diinaktivasi oleh larutan natrium hidroksida dan natrium
hipoklorit yang diikuti oleh penguapan pada autoklap pada suhu
132 ℃ selama 4−5 jam atauinsinerasi .

5. Insinerasi, adalah cara yang efektif untuk pembakaran bagian


anatomis, bahan infeksius dan limbah laboratorium dengan atau
tanpa dekontaminasi terlebih dahulu. Insinerasi adalah metode
alternatif selain sterilisasi autoklap. Temperature ideal proses
insinerasi minimal 800℃ pada ruang utama dan 1000
℃ pada ruang sekunder .Hanya saja insinerator harus dilengkapi
dengan alat pengendali temperature dan ruang pembakaran
sekunder. Incinerator dengan ruang pembakaran tunggal tidak
memenuhi persyaratan untuk insinerasi bahan infeksius. Emisi
hasil pembakaran dari cerobong asap harus dalam pengawasan
laboratorium karena dapat mencemari udara.

Untuk kepentingan keamanan harus didokumentasikan dengan


baik semua petunjuk tertulis penggunaan disinfektan dari
perusahaan pembuatnya. Harus dipastikan semua disinfektan
telah divalidasi untuk digunakan di laboratorium.

Beberapa desinfektan yang direkomendasikan untuk digunakan


di laboratorium seperti natrium hipoklorit, senyawa fenol,
alcohol, iodin, hidrolisis alkalin, yang terakhir dapat digunakan

75
sebagai alternatif pengganti pembakaran pada penanganan
limbah infeksius.

Yang dapat dilakukan tindakan dekontaminasi :


a. Permukaan tempat kerja /meja kerja dekontamnasi dengan
dsinfektan cair;
b. Dekontaminasi lingkungan laboratorium :
1) Ruang laboratorium, mebel dan peralatannya
memerlukan dekontaminasi gabungan desinfektan
berbentuk cairan dan gas;
2) Permukaan meja dapat didekontaminasi menggunakan
larutan natrium hipoklorit (NaOCl) yang mengandung
1% klor atau larutan hydrogen peroksida (H2O2) 3 %
lebih baik dari pada larutan pemutih. Untuk pekerjaan
berisiko tinggi direkomendasikan menggunakan larutan
yang lebih kuat mengandung 5 % klor;
3) Untuk ruangan kerja / biosafety cabinet (BSC) digunakan
fumigasi dengan formaldehid. Caranya dengan
memanaskan paraformaldehid atau mendidihkan
formalin 35 ml/M3, semua jendela harus ditutup rapat,
lama fumigasi minimal 8 jam pada suhu 21 ⁰C,
kelembaban < 70 %, setelah fumigasi semua ruangan
dibuka minimal 1 jam, dan selama pelepasan gas orang
tidak boleh masuk,
4) Pencucian tangan dan dekontaminasi, penggunaan
sarung tangan yang tepat untuk menangani potensi
bahaya biologi (biohazard) tidak berarti menggantikan
keharusan untuk melakukan cuci tangan bagi setiap
orang yang bekerja di laboratorium. Mencuci tangan
harus dilakukan setiap kali selesai bekerja di
laboratorium dan sebelum meninggalkan laboratrium.
Pencucian tangan dengan sabun germisida
direkomendasikan sebagai tindakan dekontaminasi.

V.8. Soal-soal Latihan / Penugasan


1. Kelompok membuat laporan hasil diskusi
2. Kelompok membuat laporan hasil praktikum

76
V.9. Bacaan Tambahan
1.Block, SS, Disinfection, Sterilization &Preservation, 5th,ed. Philadelphia,
PA, Lippinctt Williams & Wilkins, 2001

V10. Daftar Pustaka


1. Ascenzi, JM. Handbook of Disinfectans and Antiseptics, New York, NY,
Marcel Dekker. 1996

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina


Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik, 2008.
Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang Benar (Good Laboratory
Practice), Jakarta, Departemen Kesehatan.2008

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1204/


Menkes /SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004.

4. Russel AD, Hugo WB,Ayliffe, GAJ. Disinfection, Preservation and


Sterilization, 3rd.ed, Oxford, Blackwell Scientific, 1999.

5. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans Arnaldo, 2008.


Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Sakit.
PT. Merck Tbk.2008. Jakarta.

77
MATERI VI

PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


DI LABORATORIUM KESEHATAN

VI.1. Deskripsi Singkat


Alat Pelindung Diri merupakan perlengkapan perlindungan diri /
peralatan dan pakaian perlindungan untuk penghalang atau
memperkecil risiko kontaminasi atau paparan terhadap tumpahan,
aerosol, percikan, inokulasi, radiasi dari pekerjaan yang dapat
menimbulkan kecacatan, penyakit bahkan kematian.

Alat perlengkapan perlindungan diri pada umumnya terdiri dari,


perlindungan badan, perlindungan mata (penglihatan), perlindungan
pernapasan, perlindungan tangan, perlindungan kaki, perlindungan
kepala dan perlindungan pendengaran. Perlengkapan perlindungan
diri harus menjamin pakaian laboratorium harus pas dengan ukuran
tubuh pemakai tidak kebesaran atau kekecilan, harus dipastikan
peralatan bekerja dengan baik dan benar.

Pakaian pelindung untuk bekerja di laboratorium harus dikenakan


pada saat masuk ke laboratorium dan pakaian pelindung harus
dilepaskan saat meninggalkan laboratorium. Pakaian pelindung
laboratorium tidak boleh dikenakan di luar laboratorium. Sebelum
meninggalkan laboratorium tangan harus dicuci dengan sabun.

Penggunaan sarung tangan pelindung sebaiknya selalu digunakan


pada saat bekerja di laboratorium. Selain sebagai pelindung antara
tangan dengan bahan yang penuh risiko . lakukan pemeriksaan untuk
memastikan sarung tangan baik latek maupun vinil dalam kondisi
baik, tidak robek atau berlubang.

VI.2. Tujuan Pembelajaran

78
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, kemampuan untuk menjelaskan, dan
menerapkan penggunaan alat perlindungan diri di laboratorium
kesehatan.

VI.3. Pokok Bahasan


1. Peralatan Perlindungan Diri
2. Perlindungan Badan
3. Perlindungan Penglihatan (Mata)
4. Perlindungan Pernapasan
5. Perlindungan Tangan
6. Perlindungan Kaki
7. Perlindungan kepala
8. Perlindungan Pendengaran
9. Kebersihan Tangan

VI.4. Bahan Ajar


1) Modul pembelajaran
2) Bahan dan peralatan praktikum
3) Bahan hand saniter (larutan cuci tangan)

VI.5. Metode Pembelajaran


A. Student Centre Learning (SCL) : Team Based learning (TBL)
B. Praktikum

VI.6. Langkah-langkah Pembelajaran


A. Metode Team Based Learning (TBL)
1) Kelas dibagi dalam 8 kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 5 orang anggota;
2) Tiap kelompok menentukan ketua untuk mengatur
jalannya diskusi dan notulen untuk mencatat hasil diskusi
3) Setiap anggota dalam kelompok termasuk ketua dan
notulen semua terlibat dalam diskusi, waktu diskusi selama
45 menit
4) Kelompok membuat laporan hasil diskusi
5) Hasil diskusi disampaikan dalam bentuk presentasi
6) Topik diskusi adalah perlengkapan peralatan perlindungan
diri di laboratorium
B. Praktikum

79
1) Kelompok praktek membuat bahan hand saniter (larutan cuci
tangan) , yaitu :
Resep hand saniter (larutan cuci tangan) :
a) Berbasis alkohol non iritatif :
100 ml alcohol (70 %) + 1-2 ml gliserin (10 %) + pewangi

b) Resep WHO :
1) Etanol 96 % : 833,3 ml
2) Hydrogen peroksida 3 % : 41,7 ml
3) Gliserol 98 % : 14,5 ml
Atau
1) Isopropyl alcohol 99,8 % : 751,5 ml
2) Hydrogen peroksida 3 % : 41,7 ml
3) Gliserol 98 % : 14,5 ml
Tambahkan formula tersebut dengan air distilasi/rebusan
sampai mencapai 1000 ml, campur hingga homogeny

2) Praktek cara penggunaan dan fungsi alat pelindung diri


(APD), dan cara melepaskan APD yang benar berdasarkan
standar WHO
3) Praktek cara cuci tangan yang benar sesuai standar WHO

VI.7. Uraian Materi

1. Peralatan Perlindungan Diri


Peralatan perlindungan diri adalah suatu peralatan yang
digunakan untuk memperkecil risiko paparan terhadap aerosol,
percikan dan inokulasi yang tidak di sengaja. Peralatan
perlindungan diri yang dipilih bergantung pada jenis pekerjaan
yang dilakukan. Semakin berisiko tinggi suatu pekerjaan, maka
perlengkapan perlindungan diri juga semakin ketat dan disiplin
dalam pemakaiannya. Pakaian pelindung harus dikenakan ketika
bekerja di laboratorium. Sebelum meninggalkan laboratorium,
pakaian pelindung harus dibuka dan tangan harus dicuci.

Contoh peralatan perlindungan diri dapat dilihat pada table


berikut :

80
Tabel Contoh Peralatan Perlindungan Diri
Peralatan Risiko Tipe Pengamanan
Jas - Kontaminasi  Kancing bukaan
laboratorium pada pakaian punggung
- Percikan pada /belakang, lengan
kulit panjang, panjang
selutut
 Menutupi pakaian
sehari-hari

Apron plastic - Kontaminasi  Anti air


pada pakaian
Safety shoes - Percikan zat  Sepatu tertutup
(pelindung kimia  Tahan asam dan
kaki) basa
 Perlindungan kaki
Sarung tangan - Percikan  Lateks sekali pakai
/kontak atau bahan vinil
langsung zat  Perlindungan
kimia tangan
- Tertusuk jarum
atau tersayat
pisau
Masker - Percikan zat  Full face
kimia (menutupi seluruh
wajah)
 Mudah dibuka jika
terjadi kecelakaan
Kacamata - Percikan zat  Lensa tahan banting
pelindung kimia
Respirator - Terhisapnya  Full masker
aerosol
- Terhisapnya
zat asam

2. Perlindungan Badan
Peralatan perlindungan diri untuk badan biasanya adalah pakaian
laboratorium atau jas laboratorium. Jas laboratorium yang
memberikan perlindungan lebih baik disarankan seluruhnya

81
tertutup, dengan kancing atau bukaan di belakang, lengan
panjang, dan panjang selutut. Pakaian atau jas laboratorium
sebaiknya dipilih yang tidak memantulkan cahaya. Pakaian atau
jas laboratorium sebaiknya juga dirancang dapat digunakan pada
laboratorium mikrobiologi dan pekerjaan dengan cabinet biosafety.
Penggunaan pakaian atau jas laboratorium adalah untuk
melindungi kulit dan pakaian dari tumpahan dan percikan bahan-
bahan kimia, bahan biologi, atau risiko lainnya secara langsung.

Alternatif pakaian laboratorium adalah mantel laboratorium. Jenis


mantel laboratorium antara lain celemek dan apron. Celemek pada
umumnya dibuat dari plastic atau karet untuk melindungi pekerja
dari tumpahan bahan kimia atau bahan biologi seperti darah atau
cairan kultur . Celemek atau apron harus dikenakan di atas jas
laboratorium.

3. Perlindungan Penglihatan (Mata)


Kaca mata dengan bingkai khusus dan tahan banting juga dapat
melindungi, mencegah wajah dari percikan bahan kimia dan
risiko biologis. Penggunaan kaca mata harus nyaman dipakai,
tepat bertengger di mata dan wajah, dan tidak mengganggu
dengan kegiatan pemakai. Beberapa ruang laboratorium
mewajibkan menggunakan kacamata pada tanda di pintu masuk
laboratorium.

Lensa pelindung mata harus memenuhi specifikasi ANSI (Institute


Standar Nasional Amerika). Peralatan pelindung mata harus
mudah dibersihkan, dapat dideisinfeksi. Pelindung mata harus
dikenakan ketika :
a. Bekerja dengan benda tajam, kaustik, bahan yang bersifat
memusnahkan atau bersifat iritan,
b. Barang pecah belah di ruang hampa atau tekanan,
c. Bahan kriogenik,
d. Bahan mudah terbakar,
e. Bahan radioaktif,
f. Bahan yang mudah meledak,
g. Bekerja dengan laser, biasanya menggunakan kaca mata
khusus untuk laser,
h. Bekerja dengan biohazard

82
4. Perlindungan Pernapasan
Peralatan perlindungan pernapasan atau respirator diperlukan
pada pekerjaan di laboratorium yang menghasilkan uap beracun
atau zat pencemar, terlebih pada bangunan ruangan laboratorium
yang tidak dirancang untuk memperkecil atau menghilangkan
uap yang berpotensi berbahaya. Penggunaan peralatan
perlindungan pernapasan seperti masker atau respirator
tergantung dengan jenis risiko pekerjaan. Respirator dilengkapi
dengan saringan (HEPA) yang dapat diganti sebagai
perlindungan dari gas, uap, partikulat dan mikroorganisme.
Untuk mencapai perlindungan optimal, respirator harus
disesuaikan dengan wajah pemakai dan diujikan.

Peralatan Laboratorium dasar biasanya di lengkapi dengan lemari


asam dan biosafety yang dilengkapi dengan HEPA. Lemari asam
digunakan untuk menangani bahan kimia beracun dan mudah
menguap dan biosafety digunakan pada saat menangani bahan
yang bersifat infeksius atau menular lewat udara atau aerosol.
Biosafety memberikan perlindungan diri dan lingkungan pada
saat bekerja, karena udara ruang tidak disterilkan.

5. Perlindungan Tangan
Jenis peralatan perlindungan tangan berupa sarung tangan latek
sekali pakai atau sarung tangan vinil digunakan secara luas untuk
pekerjaan laboratorium dan untuk menangani cairan biologis
seperti darah atau senyawa terinfeksi. Sarung tangan vinil bisa
digunakan bila terjadi masalah yang serius seperti kejadian KLB,
dan umumnya digunakan dibagian luar setelah penggunaan
sarung tangan latek. Berhati-hatilah ketika melepas sarung tangan.
Buka sarung tangan dimulai dari pergelangan tangan bergerak ke
arah jari. Sarung tangan sekali pakai dan segera disinfeksikan
sebelum dibuang ke container berdisain khusus (limbah
biohazard) setelah pekerjaan yang berhubungan dengan bahan
biologis atau bahan terinfeksi dan tangan harus segera dicuci
setelah pelepasan sarung tangan dan sebelum meninggalkan
laboratorium.

Beberapa jenis sarung tangan dapat dipilih berdasarkan bahan


yang ditangani dan risiko yang dihadapi, yaitu :

83
a. Stainless steel mesh digunakan bila ada suatu potensi terpapar
instrument tajam,
b. PVC melindungi dari sifat korosif dan iritan,
c. Lateks memberikan perlindungan ringan terhadap iritan dan
perlindungan terbatas terhadap senyawa infeksius,
d. Karet alami melindungi dari bahan korosif ringan dan tahan
terhadap goncangan elektris
e. Neoprene untuk melindungi dari pekerjaan yang
menggunakan bahan pelarut, minyak atau bahan bersifat
korosif
f. Kapas menyerap peluh, menjaga objek tetap bersih,
menyediakan beberapa property anti api

6. Perlindungan Kaki
Peralatan perlindungan kaki dirancang untuk melindungi /
mencegah kaki terluka, objek berat jatuh, dan risiko tumpah
bahan-bahan kimia beracun, korosif dan iritan. Direkomendasikan
sepatu yang kokoh dan menutupi seluruh kaki untuk memberi
perlindungan terbaik. Jika bahan-bahan kimia tumpah dan
mengenai bagian atas sepatu, maka segera buka dan lepaskan
segera alas kaki, dikuatirkan sepatu menyerap cairan bahan kimia.

Beberapa jenis alas kaki yang tidak boleh digunakan di


laboratorium :
a. Sandal,
b. Sandal kayu
c. Sepatu tumit tinggi
d. Sepatu yang terbuka
Jenis alas kaki yangdirekomendasikan adalah :
1) Sepatu keselamatan (steel-toed), melindungi dari luka akibat
pengangkatan bahan berat, menggunakan perkakas bertenaga
besar,
2) Sepatu boot karet atau tutup sepatu plastic (treated boot),
melindungi kaki dari bahan kimia,
3) Sepatu insulated melindungi dari guncangan elektris,
4) Sepatu boot karet dengan anti selip pada bagian luar sol,
melindungi dalam kondisi basah mencegah kemungkinan
terjadi selip.
Peggunaan sepatu keselamatan harus dipilih yang tepat untuk jenis
pekerjaan atau risiko di laboratoriu.

84
7. Perlindungan kepala
Peralatan perlindungan kepala dimaksudkan untuk melindungi
kepala dari jatuhan objek / benda keras atau risiko seperti
kebakaran pada petugas laboratorium. Perlindungan kepala yang
digunakan pada petugas laboratorium seperti penutup kepala
elastis, jala rambut juga dimaksudkan untuk mencegah jatuhan
rambut / rambut panjang dan dapat terkena bahan kimia atau
sumber api.

8. Perlindungan Pendengaran
Peralatan perlindungan pendengaran harus dikenakan untuk
tingkat kebisingan di atas 85 desibel (dBA). Area dimana sumber
suara gaduh berasal harus diberi tanda untuk menandakan
diperlukan alat perlindungan pendengaran. Pelindung telinga
harus tersedia dan siap dikenakan untuk mengurangi kebisingan.

Penilaian pengurangan kebisingan (NRR) untuk produk


perlindungan pendengaran harus terdaftar pada kemasan produk.
Jenis perlindungan telinga meliputi :
a. Busa telinga untuk perlindungi dasar untuk mengunci telinga
terhadap suara gaduh,
b. Muffs telinga untuk perlindungan ekstra terhadap suara gaduh
dan lebih nyaman dipakai dibandingkan busa telinga,
c. Kapas adalah penekan suara bising, tetapi tidak tepat dan
tidak direkomendasikan.

9. Kebersihan Tangan
Mencuci tangan adalah menggosok air dengan sabun secara
bersama-sama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan
ringkas kemudian dibilas di bawah aliran air. Kebersihan tangan,
mencuci tangan aseptic/antiseptic adalah proses yang secara
mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan
menggosok air dan sabun antiseptic yang mengandung
chlorheksidin di aplikasikan ke seluruh kulit permukaan tangan
dengan kuat dan ringkas. Tangan kemudian dibilas di bawah
aliran air, untuk menghambat dan membunuh mikroorganisme
(baik yang sementara atau yang merupakan penghuni tetap).

85
Antiseptic handrub berbasis alcohol tanpa air bereaksi cepat
menghilangkan sementara atau mengurangi mikroorganisme
penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan air.
Dengan komposisi mengandung alcohol 60 – 90 % suatu emollient
dan seringkalai antieptik tambahan (khlorheksidine glukonat 2 – 4
%) yang memiliki aksi residual.
Tujuan kebersihan tangan :
Meminimalkan dan menghilangkan mikroorganisme, mencegah
transmisi mikroorganisme dari pasien ke pasien lain, dari petugas
ke pasien, alat-alat kesehatan dan lingkungan.

Indikasi melakukan kebersihan tangan :


a. Sebelum kontak dan sesudah kontak dengan pasien
(menyentuh tubuh pasien, baju atau pakaian)
b. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan aseptic (isolasi dan
inokulasi), proses sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi
c. Sebelum dan sesudah kontak dengan cairan tubuh (muntah,
darah, urin, feses, produksi drain)
d. Sebelum dan sesudah kontak dengan media, reagensia dan zat
kimia.
e. Sebelum meninggalkan ruangan laboratorium

Tangan harus dicuci dengan sabun antiseptic, segera setelah


melepaskan sarung tangan, karena pada saat tersebut mungkin
sarung tangan ada lubang kecil atau robek, sehingga bakteri
dengan cepat berkembang biak pada tangan akbat lingkungan
yang lembab dan hangat.

Resep larutan cuci tangan :


1. Berbasis alkohol non iritatif :
100 ml alcohol (70 %) + 1-2 ml gliserin (10 %) + pewangi
2. (resep WHO) :
a. Etanol 96 % : 833,3 ml
b. Hydrogen peroksida 3 % : 41,7 ml
c. Gliserol 98 % : 14,5 ml
Atau
a. Isopropyl alcohol 99,8 % : 751,5 ml
b. Hydrogen peroksida 3 % : 41,7 ml
c. Gliserol 98 % : 14,5 ml

86
Tambahkan formula tersebut dengan air distilasi/rebusan
sampai mencapai 1000 ml, campur hingga homogen

Cara cuci tangan sesuai standar kesehatan :

VI.8. Soal-soal Latihan / Penugasan


1. Setiap kelompok untuk membuat larutan cuci tangan. Masing-
masing kelompok membuat 2 resep larutan cuci tangan, yaitu :
a. Larutan cuci tangan berbasis alcohol non iritatif
b. Larutan cuci tangan resep WHO
2. Larutan cuci tangan ditempatkan dalam wadah/botol plastic
3. Kelompok membuat laporan hasil diskusi
4. Kelompok membuat laporan hasil praktikum

VI.9. Bacaan Tambahan

87
Health Canada, Infection Control guidelines for Hand Washing,
Cleaning, Disinfection and Sterilization Health Care, 2rd ed.Ottawa,
LLaboratory Centre for Disease Control, Health Canada, 1998

VI.10. Daftar Pustaka


1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik, 2008. Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang Benar
(Good Laboratory Practice), Jakarta, Departemen Kesehatan.2008

2. Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian


Penyakit Dan Penyehatan lingkungan, 2015. Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Penyakit Virus Ebola, Kementerian
Kesehatan, 2015

3. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans Arnaldo, 2008.


Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Sakit.
PT. Merck Tbk.2008. Jakarta.

88
MATERI VII

K3 LABORATORIUM KIMIA

VI1.1. Deskripsi Singkat


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) seyogyanya melekat pada
pelaksanaan praktikum dan penelitian di laboratorium. Laboratorium
adalah tempat stap pengajar, mahasiswa dan pekerja laboratorium
melakukan eksperimen dengan bahan kimia, alat gelas dan alat khusus.
Penggunaan bahan kimia dan alat tersebut berpotensi terjadinya
kecelakaan kerja.

Pada umumnya kecelakaan kerja penyebab utamanya adalah kelalaian


atau kecerobohan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dengan cara membina dan
mengembangkan kesadaran (attitudes) akan pentingnya K3 di
laboratorium. Keselamatan kerja di laboratorium perlu diinformasikan
secara cukup (tidak berlebihan) dan relevan untuk mengetahui sumber
bahaya di laboratorium dan akibat yang ditmbulkan serta cara
penanggulangannya. Hal tersebut perlu dijelaskan berulang-ulang agar
lebih meningkatkan kewaspadaan. Keselamatan yang dimaksud
termasuk orang yang ada disekitarnya.

Peraturan keselamatan kerja di laboratorium kimia pada prinsipnya


juga sama dengan laboratorium kesehatan lainnya yaitu bertujuan
untuk menjamin K3 orang yang bekerja di laboratorium, mencegah
orang lain di sekitar kita terkena risiko, terganggu kesehatannya akibat
kegiatan di laboratorium. Disamping itu K3 laboratorium kimia juga
mengontrol penyimpanan dan penggunaan bahan yang mudah
terbakar dan beracun, mengontrol pelepasan bahan berbahaya (gas)
dan zat berbau ke udara sehingga tidak berdampak negatif terhadap
lingkungan. Di laboratorium banyak bahan kimia berbahaya yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan, karena itu mutlak perlu

89
diketahui bagaimana cara pengamanan terhadap bahan kimia
khususnya bahan kimia yang berbahaya.

Bahan kimia digunakan dalam laboratorium dalam jumlah sedikit, dan


jenisnya beragam. Ada bahan kimia yang sifatnya mudah terbakar
(flameable hazard), bahan kima yang mudah meledak (reactivity) dan
stability hazard dan bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan (health
hazard), bahan kimia yang tidak boleh tercampur (incompatible chemical)
Berdasarkan jenis dan sifatnya maka perlu diperhatikan penanganan
dan penyimpanan bahan kimia untuk mencegah pengaruhnya
terhadap kesehatan.

VII.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, dan kemampuan untuk menyusun
penyelenggaraan K3 dan menerapkan dalam pekerjaan pada
laboratorium kimia.

VII.3. Pokok Bahasan


1. Peraturan Keselamatan Kerja
2. Peralatan Perlindungan Diri
3. Sanitasi Ruang dan Peralatan Laboratorium
4. Penanganan Limbah
5. Penanganan Kondisi Darurat

VII.4. Bahan Ajar


1. Modul pembelajaran
2. Journal, pedoman K3 laboratorium kesehatan

VII.5. Metode Pembelajaran


1. Student Centre Learning (SCL) : Cooperative Learning
2. Tugas mandiri penelusuran pustaka / refferensi

VII.6. Langkah-langkah Pembelajaran


Metode Cooperative Learning:
1. Kelas dibagi 8 kelompok, masing –masing kelompok terdiri dari 5 orang
anggota;
2. Kelompok diberi topik yang sama;

90
3. Anggota dari kelompok dipecah dan diberi tugas sub topik masing-
masing untuk berdiskusi dengan anggota dari kelompok lain untuk sub
topik yang sama;
4. Setelah selesai anggota kembali ke kelompok semula untuk berdiskusi;
5. Topik diskusi : K3 Laboratorium

6. Sub topik :
a. Penyelenggaraan K 3 laboratorium kimia
b. Penyelenggaraan K 3 laboratorium medik
c. Penyelenggaraan K 3 laboratorium mikrobiologi
VII.7. Uraian Materi
1. Peraturan Keselamatan Kerja
a. Peraturan Umum
Berdasarkan sifat bahan kimia digolongkan flameability hazard
(mudah terbakar), bila ada oksigen dapat menyebabkan
kebakaran. Contohnya adalah ,S2 (sulfur), F (fosfor), logam alkali,
eter, alcohol, aseton, benzene yang pada suhu kamar mudah
menguap, H2 (hydrogen), asetilen, etilen oksida. Selanjutnya
reactivity (mudah menimbulkan ledakan), pada kondisi panas
contohnya pikrat acid. Toksik, bahaya dapat menimbulkan
kematian, korosif dapat menyebabkan kerusakan bila kontak
dengan jaringan kulit, bahan radioaktif, sinar radioaktif
aktivitasnya > 2.1013 µc/gram, incompatible chemical, zat kimia
yang tidak boleh bercampur dengan zat kimia lain seperti,
asetat acid dengan asam nitrat, asam kromat dengan asetat
karena mudah terbakar, aseton dengan asam sulfat.

Untuk mengantisipasi terjadinya bahaya di laboratorium kimia,


maka perlu adanya peraturan umum keselamatan kerja di
laboratorium kimia menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1) Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk
laboratorium, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan,
2) Jangan melakukan eksperimen sebelum mengetahui
informasi mengenai bahaya bahan kimia, alat-alat dan cara
pemakaiannya,

91
3) Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan
letaknya untuk memudahkan pertolongan saat terjadi
kecelakaan kerja,
4) Harus mengetahui cara pemakaian alat emergensi, seperti
alat pemadam kebakaran, eye shower, respirator dan alat
keselamatan kerja yang lain,
5) Staf laboratorium harus mengetahui cara pertolongan darurat
(P3K),
6) Pelatihan keselamatan harus dipraktekan secara berkala dan
bukan dihapalkan,
7) Dilarang makan dan minum, merokok, memakai kosmetik di
laboratorium berlaku untuk semua tanpa pengecualian,
8) Dilarang banyak bicara, berkelekar, dan lelucon ketika
bekerja di laboratorium,
9) Jauhkan alat-alat yang tidak digunakan atau diperlukan
seperti handphone, tas, dan benda lain dari atas meja kerja.

b. Bekerja Dengan Bahan Kimia :


Diperlukan perhatian dan kecermatan dalam penanganannya
bila bekerja dengan bahan kimia. Adapun hal umum yang harus
diperhatikan adalah :
1) Hindari kontak langsung dengan bahan kimia;
2) Hindari menghirup langsung uap bahan kimia;
3) Dilarang mencicipi atau mencium bahan kimia kecuali ada
perintah kusus cukup dengan mengkibaskan kearah hidung;
4) Hindari bahan kimia kontak langsung dengan kulit karena
dapat menimbulkan iritasi (pedih dan gatal).

c. Memindahkan Bahan kimia


Pekerjaan memindahkan bahan kimia pasti dilakukan oleh
seorang petugas laboratorium pada setiap kerjanya. Pemindahan
bahan kimia harus memperhatikan hal sebagai berikut :
1) Terlebih dahulu membaca label bahan kimia paling sedikit
dua kali untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan
bahan, misalnya antara asam sitra dan asam nitrat,
2) Pindahkan sesuai jumlah yang diperlukan,
3) Jangan menggunakan bahan kimia secara berlebihan,
4) Jangan mengembalikan bahan kimia ke tempat botol semula
untuk menghindari kontaminasi, meskipun dalam hal ini
kadang terasa boros,

92
5) Memindahkan bahan kimia sebaiknya dilakukan di dalam
lemari asam.

d. Memindahkan Bahan kimia Cair


1) Tutup botol dibuka dengan cara dipegang dengan jari tangan
dan sekaligus telapak tangan memegang botol tersebut,
2) Tutup botol jangan ditaruh di atas meja karena isi botol bisa
kotor oleh kotoran yang ada di atas meja,
3) Pindahkan cairan menggunakan batang pengaduk untuk
menghindari percikan,
4) Pindahkan dengan alat lain seperti pipet volume dengan alat
bantu sehingga lebih mudah,
5) Pemindahan bahan kimia cair sebaiknya dilakukan di dalam
lemari asam.

e. Memindahakan Bahan Kimia Padat


1) Pemindahan menggunakan spatel atau alat lain yang bukan
dari logam,
2) Jangan mengeluarkan bahan kimia secara berlebihan,
3) Gunakan alat untuk memindahkan supaya tidak
terkontaminasi, hindari menggunakan satu sendok untuk
bermacam-macam keprluan

f. Penyimpanan Bahan Kimia Dan Pengamanan Terhadap Bahan


Khusus Bahan Kimia
Dalam menjalankan aktivitasnya, petugas laboratorium
seringkali terpapar berbagai bahan kimia. Walaupun di
laboratorium bahan kimia digunakan dalam jumlah sedikit tapi
beragam jenisnya, disamping itu bahan kimia dapat berbahaya
bagi kesehatan. Mengabaikan sifat fisik dan kimia dari bahan
kimia yang disimpan dapat menimbulkan bahaya kebakaran,
ledakan, keluarnya gas beracun, uap dan debu, atau kombinasi
dari bahaya di atas. Dengan mempertimbangan faktor tersebut
maka untuk pengamanannya perlu penyimpanan yang
memenuhi syarat, yaitu sebagai berikut :
1) Bahan kimia harus disimpan dalam kemasan asli dari
produsen, jika memungkinkan mengingat label kemasan
memberikan informasi yang berharga terkait dengan
simsymbolhaya dan frase R & S. Jika wadah lain digunakan,
maka harus digunakan pelabelan yang sama,

93
2) Upaya melindungi label dari pengaruh bahan kimia dan
menjaga supaya melekat baik maka haruslah dilapisi dengan
lembaran plastic transparan. Label harus terlihat jelas dan
ditulis dengan pinsil atau tinta yang permanen,
3) Wadah dan botol untuk penyimpanan bahan kimia harus
dibuat dari bahan yang kuat. Wadah plastic atau gelas sering
digunakan untuk keperluan ini,
4) Bahan kimia yang mudah terbakar harus disimpan dalam
ruang terpisah,
5) Sediakanlah bahan kimia dalam jumlah secukupnya di dalam
ruang laboratorium,
6) Stok bahan kimia harus disimpan dalam ruang khusus
berlantai beton,
7) Untuk penyimpanan bahan kimia yang sangat sensitif seperti
dietil eter yang cenderung berubah membentuk peroksida
yang berbahaya maka menggunakan gelas berwarna gelap.
Jika botol plastic digunakan harus diperkirakan bahwa bahan
sangat mungkin akan rusak akibat pengaruh cahaya
matahari dan dapat pecah. botol seperti ini harus berulang
kali di cek dan bahan kimia dipindahkan pada wadah yang
lain jika diperlukan,
8) Untuk mencegah timbulnya kebakaran dan ledakan dari uap
karena terkena bunga api dari alat listrik, tombol lampu
untuk ruang penyimpanan harus berada di luar ruang dan
lampu dilengkapi dengan kap lampu,
9) Perhatian khusus harus dilakukan pada kemungkinan
perpindahan pelarut organic melalui dinding botol plastic,
10) Pembuangan stok bahan kimia yang sudah tidak terpakai
perlu dilakukan secara berulang. Semua bahan kimia dalam
laboratorium harus diperiksa dalam periode tertentu,
minimal satu kali setahun. Bahan kimia yang mungkin
melepaskan racun, bersifat korosif, atau gas-gas yang mudah
terbakar perlu dicadangkan hanya dalam jumlah kecil di
lemari asam.
11) Jangan menyimpan bahan kimia berdasarkan urutan abjad,
hal ini menyebabkan bahan yang seharusnya tidak
tercampur incompatible chemical jadi terletak berdekatan
satu sama lain;

94
12) Penyimpanan bahan kimia sebagian besar ruangan harus
dingin dan berventilasi. Persyaratan penyimpanan beberapa
bahan kimia sebagai berikut :
a) Untuk bahan kimia beracun (sianida, arsenide, fosfor)
ditempat penyimpanan disediakan alat pelindung diri
(pakaian kerja, masker, dan sarung tangan), jauhkan dari
bahaya kebakaran, jauhkan dari bahan yang mungkin
bereaksi,
b) Bahan kimia korosif (asam, anhibrida asam, dan alkali),
jauhkan dari bahan beracun karena zat dapat merusak
wadah dan bereaksi dengan zat beracun,
c) Bahan kimia mudah terbakar (benzene, aseton,
eter,heksana),jauhkan dari sumber api atau panas,
termasuk loncatan api listrik dan bara rokok, di tempat
penyimpanan tersedia alat pemadam kebakaran dan
jauhkan dari bahan oksidator,
d) Bahan kimia mudah meledak (ammonium nitrat,
nitrogliserin, trinitro toluene (TNT), natrium azida, asam
perklorat), jauhkan dari panas dan api, jauhkan dari
bahan yang mudah terbakar,hindarkan dari gesekan atau
tumbukan mekanis,
e) Bahan kimia oksidator (perklorat, permanganate,
peroksida organic), jauhkan dari sumber api dan panas,
termasuk loncatan api listrik dan bara rokok, jauhkan dari
bahan cair mudah terbakar dan zat reduktor (catatan :
pemadam kebakaran kurang bermanfaat karena zat
oksidator dapat menghasilkan oksigen sendiri),
f) Bahan kimia reaktif terhadap air (natrium, karbit),
jauhkan dari sumber nyala api dan panas, bangunan
kedap air, tersedia pemadam kebakaran tanpa air (missal
CO2),
g) Bahan reaktif terhadap asam (natrium, sianida), jauhkan
dari sumber api, panas dan asam, ruangan penyimpanan
dirancang untuk tidak terbentuknya kantung hydrogen,
tersedia APD seperti kacamata, pakaian kerja, dan sarung
tangan,
h) Bahan kimia bersifat gas bertekanan (gas nitrogen,
asetilen, hidogen klor), disimpan dalam keadaan tegak
dan terikat, ruanagntidak terkena sinar matahari
langsung, jauhkan dari api dan panas, jauhkan dari bahan

95
korosif yang dapt merusak kran dan katup, pisahkan gas
mudah terbakar dari gas bersifat oksidator.
i) Pengamanan gas bertekanan dan gas dalam bentuk cair
sebagai berikut :
aa Ruang laboratorium yang berisi tabung gas mudah
terbakar harus diberi label peringatan pada pintunya
dan pada tabung diberi symbol/label gas mudah
terbakar,
ab Dalam satu ruangan hindari penempatan lebih dari
satu tabung gas mudah terbakar, tabung cadangan
disimpan pada ruangan yang jauh jaraknya dari ruang
laboratorium,
ac Tabung gas bertekanan harus diikat/ditambat pada
dinding atau meja kerja dengan kokoh agar tidak
terlepas,
ad Tabung gas bertekanan harus diangkat dengan trolley
dan dilengkapi dengan penutupnya pada saat dibawa.

g. Kombinasi Bahan Kimia Yang Harus Dihindari


Kombinasi bahan kimia yang harus dihindari yang berpotensi
terjadi kecelakaan kerja, yaitu :
1) Logam alkali (natrium, Kalium, kalsium harus dihindari
dengan air,CO2, karbon tetraklorida dan hidrokarbon yang
mengandung klor
2) Ammonium nitrat, dengan asam, serbuk seng (bubuk logam),
klorat, nitrat, sulfat, dan zat yang mudah terbakar
3) Kalium nitrat dengan natrium asetat;
4) Nitrat dengan ester;
5) Peroksida dengan magnesium, seng atau aluminium;
6) Benzene atau alcohol dengan api;
7) Cairan mudah terbakar dengan ammonium nitrat, asam
kromat, hydrogen peroksida, asam nitrat, natrium peroksida
dan halogen;
8) Hidrokarbon dengan fluorin, klorin, formin, asam kromat
dan natrium peroksida;
9) Asam nitrat dengan asam asetat, asam kromat,, asam
hidrosianat, anilin,karbon, hydrogen sulfide, cairan/gas yang
mudah bereaksi dengan nitrat;
10) Aseton dengan campuran asam sulfat dan asam nitar pekat;
11) Logam (tembaga, perak, merkuri) dengan asetilen;

96
12) Yodium dengan asetilen dan ammonia.

h. Peralatan Perlindungan Diri


Bekerja di laboratorium dengan bahan kimia harus berhati-hati
dan mentaati peraturan penggunaan alat pelindung diri.
Peralatan perlindungan diri untuk bekerja di laboratorium kimia
pada prinsipnya sama dengan alat pelindung diri di
laboratorium kesehatan lainnya (lihat pada materi VI
penggunaan alat pelindung diri).

i. Sanitasi Ruang dan Peralatan Laboratorium


1) Kondisi lantai secara umum harus bersih, kedap air, tidak
licin, rata sehingga mudah dibersihkan dan tidak ada
genangan air,
2) Dinding tembok, jendela, langit-langit, kerangka bangunan,
perpipaan,lampu-lampu dan benda lain yang berada di
sekitar ruang laboratorium harus dalam kondisi bersih,
3) Kondisi umum bangunan harus memperhatikan aspek
pencahayaan dan ventilasi yang baik. Ventilasi harus tersedia
dengan cukup dan berfungsi dengan baik;
4) Pencahayaan atau penerangan hendaknya tersebar secara
merata dan cukup di semua ruangan, dan tidak
menyilaukan;
5) Semua peralatan yang digunakan harus selalu diperhatikan
kebersihannya;
6) Semua peralatan alat gelas dan non gelas harus dibersihkan
setelah penggunaan dan ruangan juga dibersihkan dengan
bahan desinfektan dan air bersih yang memenuhi syarat
kesehatan.

j. Penanganan Limbah
Limbah bahan kimia dapat meracuni petugas laboratorium dan
pencemaran lingkungan. Secara umum penanganan limbah kimia
adalah :
1) Limbah bahan kimia tidak boleh dibuang langsung ke
lingkungan,
2) Limbah dibuang /ditampung pada tempat yang telah disediakan
sebelum dilakukan pengolahan,
3) Limbah organic dibuang pada tempat terpisah agar bisa di daur
ulang,

97
4) Limbah padat (kertas saring, endapan) dibuang di tempat
khusus,
5) Limbah yang tidak berbahaya ( missal deterjen) boleh langsung
dibuang dengan pengenceran air yang cukup banyak,
6) Buang segera limbah bahan kimia setelah pekerjaan /
pengamatan selesai,
7) Limbah cair yang tidak larut dalam air dan beracun
dikumpulkan pada botol dan diberi label yang jelas.

k. Penanganan Kondisi Darurat


1) Terkena Bahan kimia
Kecelakaan kerja bisa saja terjadi meskipun telah bekerja dengan
hati-hati. Bila kecelakaan terjadi, maka perhatikan beberapa hal
sebagai berikut :
a) Jangan panic, tetap tenang,
b) Mintalah bantuan teman anda yang ada di dekat anda, oleh
karenanya janganlah bekerja sendirian di laboratorium,
c) Segera bersihkan bagian yang mengalami kontak langsung
dengan bahan kimia tersebut, bila memungkinkan dibilas
sampai bersih,
d) Bila terkena kulit, jangan digaruk supaya tidak merata,
e) Bawalah korban ke luar ruangan supaya banyak menghirup
oksigen,
f) Bila kesehatannya semakin mengkhawtirkan segera hubungi
paramedic secepatnya

2) Terjadi Kebakaran
Kebakaran bisa saja terjadi di laboratorium kimia, karena di
dalamnya banyak tersimpan bahan yang mudah terbakar. Bila
terjadi kebakaran maka :
a) Jangan panic, tetap tenang,
b) Segera bunyikan tanda bahaya (alarm kebakaran),
c) Identifikasi bahan yang terbakar (kelas A, B ,C, D atau E)
padamkan dengan kelas pemadam (APAR) yang sesuai.
APAR Foam :
Kelas kebakaran A : benda padat, kain, kayu, kertas,
Kelas kebakaran B : benda cair, minyak, bensin, solar
Kelas kebakaran D : logam, magnesium, misiu

98
APAR Dry Chemical Powder :
Kelas kebakaran A, kelas kebakaran B, kelas kebakaran C
(benda gas, elpiji, tinner), dan kelas kebakaran E (elektrikal,
dynamo, motor listrik)

APAR CO2 :
Kelas kebakaran B, kelas kebakaran C, kelas kebakaran D dan
kelas kebakaran E
Bila kebakaran kelas B bensin, minyak tanah tidak boleh
disiram dengan air.
d) Hindari menghirup asap secara langsung, gunakan masker
atau tutup hidung dengan sapu tangan,
e) Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan cepat,
f) Cari bantuan pemadam kebakaran, pada nomor telepon
darurat di laboratorium.

3) Pemberian Rambu / Simbol Bahaya


Simbol yang terdapat di laboratorium kimia adalah :

VII. 8. Soal-soal Latihan / Penugasan


1. Mahasiswa menyusun pedoman/instruksi kerja/ pelaksanaan K3
laboratorium kimia

99
2. Penelusuran literature, journal, dan media informasi lainnya
tentang pelaksanaan K3 laboratorium kimia
VII.9. Bacaan Tambahan
Furr AK. CRC Handbook of Laboratory Safety, 5 th ed. Boca Raton,
FL.CRC Press LLC,2000

VII.10. Daftar Pustaka


1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik, 2008. Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang Benar
(Good Laboratory Practice), Jakarta, Departemen Kesehatan. 2008.

2. Eggimann W, Bastian, C Safety in Handling Chemical Substances at a


Global level , Immunological Investigation, 1997,

3. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans Arnaldo, 2008.


Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Sakit.
PT. Merck Tbk.2008. Jakarta.

100
MATERI VIII

K3 LABORATORIUM MEDIK (DI RUMAH SAKIT)

VIII.1. Deskripsi Singkat


Seiring dengan perkembangan zaman, penemuan berbagai macam
penyakit dan penyebabnya mendorong perkembangan ilmu dalam
mendeteksi dan mengidentifikasi penyebab penyakit yang ada,
baik penyakit menular yang disebabkan oleh mikroorganisme
maupun penyakit tidak menular yang juga membutuhkan
specimen biologis untuk mendeteksinya.

Keamanan, keselamatan dan kesehatan adalah bagian penting


upaya keselamatan dalam melaksanakan pemeriksaan di
laboratorium medik khususnya di rumah sakit, dengan tujuan
melindungi petugas laboratorium dan orang di sekitarnya dari
risiko terkena gangguan kesehatan yang ditimbulkan akibat
kegiatan di laboratorium.

Laboratorium medik khususnya di rumah sakit merupakan


laboratorium yang diperlukan untuk menunjang upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan dan pengobatan penyakit,
serta pemulihan kesehatan. Sebagai komponen yang penting dalam
pelayanan kesehatan, hasil pemeriksaan laboratorium digunakan
untuk penetapan diagnosis, pemberian pengobatan dan
pemantauan hasil pengobatan. Kegiatan pemeriksaan tersebut
tentu memiliki risiko tertular penyakit baik dari bahan, pasien
maupun lingkungan yang tercemar.

101
Penyelenggaraan K3 laboratorium medik dapat dilakukan mulai
dari identifikasi bahan atau mikroorganisme sumber infeksi yang
digunakan atau dipelihara, sampai kegiatan untuk pengendalian
infeksi nosokomial. Identifikasi mikroorganisme sumber infeksi
diperlukan untuk membuat program pencegahan dan
pengendalian infeksi dan upaya pemenuhan perlengkapan
peralatan perlindungan diri.

VIII.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, dan kemampuan untuk menyusun
penyelenggaraan K3 dan menerapkan dalam pekerjaan pada
laboratorium medik (di rumah sakit).

VIII.3. Pokok Bahasan


1. Identifikasi Sumber Infeksi
2. Program Pengendalian Infeksi
3. Pencegahan Infeksi Nosokomial
4. Perlengkapan Untuk Mengurangi Potensi Bahaya
5. Program Pelatihan
6. Program Pengawasan Kesehatan Pekerja

VIII.4. Bahan Ajar


1. Modul pembelajaran
2. Journal, pedoman K3 laboratorium medik (rumah sakit)

VIII.5. Metode Pembelajaran


1. Student Centre Learning (SCL) : Cooperative Learning
2. Tugas mandiri penelusuran pustaka / refferensi

VIII.6. Langkah-langkah Pembelajaran


Metode Cooperative Learning:
1. Kelas dibagi 8 kelompok, masing –masing kelompok terdiri dari 5
orang anggota;
2. Kelompok diberi topik yang sama;
3. Anggota dari kelompok dipecah dan diberi tugas sub topik masing-
masing untuk berdiskusi dengan anggota dari kelompok lain untuk
sub topik yang sama;

102
4. Setelah selesai anggota kembali ke kelompok semula untuk
berdiskusi;
5. Topik diskusi : K3 Laboratorium
6. Sub topik :
a. Penyelenggaraan K 3 laboratorium kimia
b. Penyelenggaraan K 3 laboratorium medik
c. Penyelenggaraan K 3 laboratorium mikrobiologi

VIII.7. Uraian Materi


1. Identifikasi Sumber Infeksi
Laboratorium medik sebagai sumber infeksi yang berisiko
menularkan pasien, pengunjung dan staf laboratorium.
Identifikasi sumber infeksi diperlukan untuk melakukan
penilaian risiko berdasarkan bahaya dari mikroorganisme yang
dapat menginfeksi pasien, petugas kesehatan, peralatan yang
digunakan, pengunjung maupun lingkunga sekitarnya.
Identifikasi sumber infeksi dapat dilakukan antara lain mulai
dari :
a. Inventarisasi jenis dan sifat mikroorganisme pathogen yang
ada dan dosis infeksi;
b. Inventarisasi sumber infeksi dari kuman yang ada di pasien
(flora normal);
c. Inventarisasi agen penginfeksi yang ada di laboratorium (di
rumah sakit), dan jalur penyebaran alamiah dan stabilitas
senyawa di lingkungan;
d. Inventarisasi patogenitas dari GMMOs
e. Ketersediaan prosedur penggunaan peralatan laboratorium;
f. Ketersediaan prosedur pengolahan limbah bahan dan alat
infeksius.
g. Ketersediaan pengobatan;
h. Inventarisasi penilaian risiko pemakaian hewan dalam
penelitian.

Sumber infeksi bisa berasal dari pasien itu sendiri, petugas


kesehatan, peralatan yang digunakan, pengunjung maupun
lingkungan rumah sakit. Sumber infeksi bisa berasal dari :

103
a. Infeksi endogen, sumber infeksi berasal dari kuman yang ada
di pasien itu sendiri yang kemudian menyebabkan infeksi.
Timbulnya infeksi karena penurunan daya tahan tubuh atau
terbawa masuk ke tubuh saat pasien mendapat perlakuan
perawatan.
b. Kontaminasi silang yang berlanjut ke infeksi silang, pasien
kontak dengan agen penginfeksi yang ada di lingkungan
rumah sakit, petugas kesehatan dan peralatan medis yang
digunakan.

Jalur penyebaran infeksi bisa secara kontak langsung maupun


tidak langsung. Kontak secara langsung antar pasien biasanya
jarang terjadi, akan tetapi petugas kesehatan yang terinfeksi
dapat menularkan penyakit ke seorang pasien atau
menyebarkan penyakit dari satu pasien ke pasien lainnya pada
saat melaksanakan tugasnya. Yang paling banyak terjadi adalah
infeksi melalui jalur kontak tidak langsung, yaitu

2. Program Pengendalian Infeksi


Sebuah laboratorium medik atau rumah sakit harus
mengembangkan program untuk menerapkan cara
pengendalian infeksi yang baik (good infection control practices)
untuk mencegah dan mengontrol infeksi nosokomial pada
pasien, pengunjung dan petugas kesehatan.

Program pengendalian infeksi yang bisa dilakukan adalah :


a. Monitoring infeksi nosokomial
b. Training stap untuk pencegahan infeksi
c. Training staf untuk perbaikan / kerusakan peralatan
d. Monitoring kesehatan staf untuk pencegahan penularan
e. Audit pengendalian infeksi, penanganan limbah & laundry
f. Monitoring penggunaan antibiotic yang aman
g. Pengawasan lingkungan yang bersih dan aman
h. Pengawasan makanan dan minuman
i. Pengawasan untuk menjamin suplay bahan-bahan steril
j. Dekontaminasi melalui disinfeksi dan sterilisasi
k. Pembentukan komite pengendalian infeksi

Pembentukan komite pengendalian infeksi (KPI) diperlukan


untuk menghubungkan antara masing-masing departemen

104
dengan pengelola laboratorium atau rumah sakit yaitu direktur.
Anggota KPI minimal terdiri dari perwakilan medis, perawat,
bagian instalasi sarana prasarana, bagian teknik, bagian instalasi
laboratorium.

KPI memiliki tugas antara lain memformulasikan kebijakan untuk


pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai dengan dokumen
manual pengendalian infeksi. Formulasi kebijakan pencegahan
dan pengendalian infeksi oleh KPI diperoleh dari hasil
pengukuran kegiatan pengendalian infeksi, identifikasi sumber
infeksi, surveilans infeksi /KLB, analisis data resistensi antibiotic,
emerging pathogen, dan hasil laboratorium yang tidak umum.

Kesehatan lingkungan memegang peranan penting untuk upaya


pengendalian infeksi. Kegiatan kesehatan lingkungan dalam
upaya pengendalian infeksi antara lain penyehatan/ kebersihan
ruangan bangunan dan halaman rumah sakit, pengukuran
pencahayaan ruangan, ventilasi untuk udara segar, pengukuran
kebisingan, dan pengukuran kualitas udara ruangan secara kimia,
fisik dan mikrobiologi.

Penyehatan Air untuk memenuhi kualitas air minum melalui


proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum sebagai upaya pengendalian
infeksi. Kegiatan penyehatan air untuk keperluan penyediaan air
pada ruang laboratorium harus memenuhi syarat kesehatan baik
kualitas maupun kuantitas.

Limbah laboratorium medik / rumah sakit adalah semua limbah


yang dihasilkan dari kegiatan laboratorium dalam bentuk padat,
cair dan gas yang terdiri dari limbah medis dan non medis.
Laboratorium harus melakukan pengelolaan limbah dalam upaya
pengendalian infeksi dengan usaha minimisasi limbah,
pengawasan penggunaan bahan kimia beracun, pengelolaan
sediaan bahan biakan infeksius atau bahan lain yang telah
diinokulasi, dan peralatan pengelolaan limbah medis yang harus
dalam pengawasan pihak yang berwenang. Pemilahan limbah
harus dilakukan mulai dari sumber dan dipisahkan antara limbah
yang bisa dimnfaatkan ulang dengan yang tidak. Limbah benda
tajam dipisahkan dalam wadah tersendiri, jarum dan syringe tidak

105
boleh digunakan kembali. Limbah yang akan dimanfaatkan
kembali harus disterilisasi.

Dekontaminasi merupakan upaya pengendalian infeksi di


laboratorium untuk mengurangi dan atau menghilangkan
kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan
dan ruang melalui desinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan
kimiawi.

3. Pencegahan Infeksi Nosokomial


Infeksi nosocomial adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit.
Gejala penyakit belum tampak saat pasien masuk rumah sakit
atau saat mulai di rawat. Dan gejala mulai tampak 48 jam atau
lebih sejak mulai perawatan atau timbul setelah pasien pulang bila
masa perawatan di rumah sakit pendek. Beberapat Tindakan
pencegahan infeksi nosocomial adalah sebagai berikut :
a. Tindakan pencegahan umum (standard universal precaution)
Di rumah sakit semua pasien dan specimen berpotensi
menyebabkan infeksi bloodborne pathogen seperti HIV,
hepatitis B dan C. Cairan tubuh yang berpotensi sebagai
bloodborne pathogen antara lain semen, sekresi vagina, cairan
amnion, cairan pericardial, cairan serebrospinal, cairan
synovial atau cairan tubuh lainnya. Tetesan darah atau cairan
tubuh lainnya harus didekontaminasi dengan hipoklorit, dan
berlaku juga untuk jaringan yang tidak difiksasi dan semua
specimen pathologis dan laboratorium.

Tindakan pencegahan umum infeksi adalah penyediaan


peralatan dan pakaian steril yang cukup, disain ruangan
operasi, disiplin dan prosedur kerja, aplikasi umum untuk
teknik aseptic, teknik pembersihan lingkungan yang baik,
penyediaan makanan yang aman, prosedur laundry yang
efektif, penanganan limbah yang aman, dan standarisasi
prosedur tindakan medis yang benar.

b. Tindakan pencegahan tambahan


Tindakan pencegahan tambahan diperlukan untuk pencegahan
penyebaran infeksi. Tindakan ini biasanya untuk pasien yang

106
menderita infeksi tertentu. Tindakan diambil tergantung pada
jenis transmisi yang mungkin terjadi, apakah melalui udara,
kontak, inokulasi lewat parenteral, faecooral, atau gabungan
dari beberapa rute tersebut.
c. Pencegahan infeksi pada saat pembedahan
Infeksi pada saat pembedahan adalah infeksi yang terjadi saat
menjalani operasi yang dapat muncul dalam 30 hari setelah
operasi, dalam waktu satu tahun apabila ada implant, atau
bahan asing seperti prosthetic heart valve atau joint prosthesis.

Pencegahan infeksi pada saat pembedahan bisa dilakukan


dengan cara antara lain menjaga kebersihan ruangan bedah,
kebersihan petugas kesehatan, dokter yang terlibat, dan
persiapan pasien. Untuk kondisi tertentu sebagai pencegahan
bisa diberikan chemoprophylaxis dengan pilihan antibiotika
sesuai dengan flora endogen dan pasien yang mungkin
menyebabkan infeksi.

Beberapa infeksi nosocomial yang sering terjadi antara lain :


1) Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan atau pneumonia nosocomial adalah
infeksi saluran pernapasan bawah yang paling sering dan
serius yang terjadi selama atau setelah perawatan di rumah
sakit. Infeksi ini dapat terjadi pada kelompok pasien yang
berbeda, dan pada beberapa kasus karena kondisi lingkungan
rumah sakit yang berperan besar. Contoh bakteri yang banyak
menyebabkan infeksi saluran pernapasan adalah Legionella.
2) Infeksi saluran kemih
Infeksi saulran kemih merupakan infeksi nosocomial yang
paling sering terjadi dan sebagian besar terkait dengan
pemasangan kateter. Pada kejadian ini jumlah bakteri di urin
lebih dari 105 cfu/ml dan jenisnya adalah Escherichia coli.

Cara menghindari infeksi ini adalah dengan penggunaan


kateter hanya apabila benar-benar diperlukan dan dipilih
ukuran terkecil, melakukan invasi kateter secara aseptic
dengan metode kateterisasi yang benar, dan keteterisasi dalam
waktu lama harus dihindari. Pengambilan specimen harus
dengan jarum dari kateter. Ujung kateter dan specimen dari

107
kantongnya biasanya tidak cocok untuk kultur karena akan
sulit untuk diinterprestasikan.
3) Infeksi yang berhubungan dengan penggunaan kateter
intravascular
Infeksi bisa terjadi pada bagian luar (exit site) kateter yang
biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan coagulase-
negative staphylococci. Kolonisasi di kateter eripheral atau
central venous bisa berkembang menjadi infeksi aliran darah
pada tingkat kolonisasi > 15 cfu (semi kuantitatif) atau > 103 cfu
(kuantitatif) pada bagian kateter.

Bakteri penyebab infeksi kateter intravascular kemungkinan


Staphylococcus aureus dan coagulase negative Staphylococci,
Candida sp dan Diptheroids. Infus yang terkontamnasi bisa
menyebabkan bacteremia atau infeksi sitemik dan biasanya
disebabkan oleh bakteri gram negative, bentuk batang.
Pencegahannya yang paling penting adalah cara kerja yang
aseptis pada saat persiapan sampai saat memberikan infus dan
tindakan intravascular.

4. Perlengkapan Untuk Mengurangi Potensi Bahaya


Peralatan maupun kegiatan dapat menimbulkan risiko
keselamatan. Risiko tersebut dapat dikurangi bahkan mungkin
dapat dihilangkan. Beberapa peralatan dan kegiatan yang bisa
menimbulkan keselamatan kerja di laboratorium secara umum
adalah :
a. Jarum hypodermis, risiko tumpahan aerosol, inokulasi. Untuk
mengurangi risiko adalah jangan menggunakan kembali jarum,
gunakan jarum suntik dengan kuncian.
b. Sentrifuge, risiko aerosol, tumpahan dan kebocoran botol.
Untuk mengurangi risiko adalah gunakan wadah/mangkuk
bersegel (safety cup) atau rotor bersegel.
c. Homogenizers, grinder, kultur jaringan, risiko adalah aerosol,
kebocoran dan kerusakan container. Untuk mengurangi risiko
adalah menggunakan model dengan disain yang melindungi
kebocoran, menggunakan peralatan didalam cabinet biosafety,
sebelum membuka mangkuk blender, tunggu 30 menit untuk
membiarkan aerosol terlepas.

108
d. Desikator, risiko adalah penyebaran fragmen kaca dan material
infeksius. Untuk mengurangi risiko adalah tempatkan dalam
wadah yang kuat.

Aerosol adalah sumber infeksi yang paling banyak terjadi, untuk


itu harus diambil langkah untuk mengurangi pembentukan dan
penyebarannya. Cara terbaik untuk keselamatan adalah melakukan
kegiatan di dalam cabinet biosafety. Peralatan yang diperlukan
untuk mengurangi potensi bahaya di laboratorium medik antara
lain :
a. Peralatan biosafety , yaitu cabinet biosafety level I, II, III untuk
perlindungan maksimum dari risiko aerosol dan cipratan.
b. Isolator flexible-film bertekanan negative, untuk perlindungan
maksimum dari cipratan dan aerosol.
c. Perlengkapan pipet tambahan untuk menghindari risiko oral
masuknya material infeksius dan partikel pathogen terhisap
dan jari yang terkontaminasi yang ditempatkan pada ujung
pipet.
d. Homogenizer yang khusus dirancang untuk digunakan di
laboratorium dan dioperasikan di dalam cabinet biosafety.
e. Kawat transfer sekali pakai digunakan di dalam cabinet
biosafety. Lakukan dekontaminasi dengan desinfektan setelah
digunakan dan dibuang sebagai limbah terkontaminasi.
f. Botol tutup ulir untuk menghindari aerosol dan tumpahan
g. Incinerator kecil (microincinerator) dengan pemanas elektrik
mengandung gelas borosilikat yang memperkecil percikan dan
penyebaran material infeksius ketika transfer loops disterilkan.
Karena microincinerator menganggu aliran udara maka tidak
boleh digunakan pada cabinet biosafety.
h. Autoklap untuk sterilisasi panas untuk material infeksius,
material bisa digunakan kembali.

Peralatan perlengkapan perlindungan diri yang digunakan untuk


keselamatan adalah perlengkapan perlindungan diri lengkap, yaitu
perlindungan badan, penglihatan, pernapasan, tangan, kaki, kepala
dan pendengaran , secara lengkap dapat dilihat pada materi VI
penggunaan alat pelindung diri (APD) di laboratorium kesehatan
5. Program Pelatihan

109
Program pelatihan untuk keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
sangat penting untuk memelihara kesadaran akan keselamatan
kerja diantara staf laboratorium dan staf pendukung. Program
pelatihan yang akan dirancang tergantung komitmen manajemen,
faktor motivasi, komunikasi yang baik, sasaran akhir dan tujuan
dari organisasi. Identifikasi dimulai dari penilaian kebutuhan dan
deskripsi tugas. Program pelatihan keselamatan dan kesehatan
kerja yang paling efektif adalah pelatihan biosafety, yaitu secara
teknis training staf dalam rangka pencegahan infeksi dan teknis
perbaikan /kerusakan peralatan.

Program pelatihan secara teknis harus dapat meningkatkan


kemampuan staf dalam K3 di laboratorium, antara lain :
a. Praktek laboratorium yang baik,
b. Teknik mikrobiologi yang baik
c. Lingkungan laboratorium yang aman
d. Teknik mikrobiologi yang baik untuk menangani
mikroorganisme kelompok risiko 3 dan 4
.
6. Program Pengawasan Kesehatan Pekerja
Penanggungjawab laboratorium harus memastikan staf
laboratorium mendapatkan pengawasan kesehatan yang memadai.
Tujuan pengawasan kesehatan staf adalah untuk mengawasi
penyakit yang mungkin diderita. Pengawasan kesehatan idealnya
semua staf laboratorium harus melewati tes kesehatan mulai dari
penerimaan tes calon pegawai atau sebelum penempatan di
laboratorium. Hasil tes kesehatan dicatat dan disimpan menjadi
sejarah kesehatan untuk direkomendasikan penempatan di
laboratorium.

Program kesehatan yang perlu dilaksanakan pada prinsipnya


sama dengan pengawasan kesehatan staf yang bekerja di
laboratorium kesehatan lainnya, yaitu :
a. Memberikan imunisasi secara aktif atau pasif
b. Melakukan pemeriksaan deteksi dini penyakit menular atau
infeksi
c. Tidak mempekerjakan staf dengan risiko tinggi, seperti wanita
hamil pada pekerjaan berbahaya yang menyebabkan kematian
bayi

110
d. Catatan absensi sakit dan kecelakaan harus disimpan oleh
manajemen laboratorium untuk melihat sejarah penyakit.

VIII.8. Soal-soal Latihan / Penugasan


1. Mahasiswa menyusun pedoman/instruksi kerja/ pelaksanaan K3
laboratorium medik (di rumah sakit)
2. Penelusuran literature, journal, dan media informasi lainnya
tentang pelaksanaan K3 laboratorium medik (di rumah sakit)
VIII.9. Bacaan Tambahan
1. Ahmad Djojosugito, Prof.DR.Dr.M,dkk, Buku Manual Pengendalian
Infeks Nosokomial di rumah Sakit, Jakarta,2001
2. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di RS dan Fasilitas pelayanan kesehatan Lainnya, Jakarta 2007
VIII.10. Daftar Pustaka
1. World Health Organization (WHO),Hospital Hygiene and Infection
Control.

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1204/


Menkes /SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
RS, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan, 2004.

3. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans Arnaldo,


2008. Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium Mikrobiologi
dan Rumah Sakit. PT. Merck Tbk.2008. Jakarta.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal


Bina Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik, 2008. Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang
Benar (Good Laboratory Practice), Jakarta, Departemen
Kesehatan. 2008

5. International Society for Infectius Diseases, AGuide to Infection


Control in The Hospital, Third Edition, Boston,2004

111
MATERI IX

K3 LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

IX.1. Deskripsi Singkat


Keamanan , keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium adalah
bagian penting upaya keselamatan dalam melaksanakan pemeriksaan
di laboratorium, dengan tujuan melindungi petugas laboratorium dan
orang disekitarnya dan risiko terkena gangguan kesehatan yang
ditimbulkan dari laboratorium. Petugas laboratorium mikrobiologi
harus memiliki pemahaman akan pentingnya keamanan di
laboratorium mikrobiologi. Hal ini mutlak perlu diperhatikan karena
mempunyai dampak kesehatan langsung bagi petugas laboratorium
dan dampak kesehatan yang tidak langsung terhadap masyarakat di
lingkungan sekitarnya.

K3 laboratorium mikrobiologi dalam pelaksanaannya adalah


melakukan tindakan pencegahan infeksi laboratorium yang
melindungi petugas dan pasien yaitu selalu menggunakan APD
selama bekerja untuk menghindarkan penyebaran percikan bahan
infeksi dari specimen pada saat pelaksanaan pemeriksaan, tata cara
menggunakan peralatan laboratorium seperti penggunaan alat bantu
pipet, cara menggunakan sentrifuge sesuai instruksi pabrik, cara
pemeliharaan/pemakaian lemari pendingin dan lemari pembeku, cara
membuka ampul berisi bahan infeksius yang diliofilisasi, sampai

112
dengan cara pengolahan specimen dan penanganan kecelakaan di
laboratorium.

IX.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, dan kemampuan untuk menyusun
penyelenggaraan K3 dan menerapkan dalam pekerjaan pada
laboratorium mikrobiologi.

IX.3. Pokok Bahasan


1. Penilaian Risiko,
2. Biosafety dan Kabinet Biosafety
3. Teknik Laboratorium Mikrobiologi Yang Aman,
4. Penanganan Limbah
5. Program Pelatihan
6. Penanganan Kecelakaan Dan Program Kesehatan Petugas
Laboratorium
IX.4. Bahan Ajar
1. Modul pembelajaran
2. Journal, pedoman K3 laboratorium mikrobiologi

IX.5. Metode Pembelajaran


1. Student Centre Learning (SCL) : Cooperative Learning
2. Tugas mandiri penelusuran pustaka / refferensi

IX.6. Langkah-langkah Pembelajaran


Metode Cooperative Learning:
1. Kelas dibagi 8 kelompok, masing –masing kelompok terdiri dari 5
orang anggota;
2. Kelompok diberi topik yang sama;
3. Anggota dari kelompok dipecah dan diberi tugas sub topik masing-
masing untuk berdiskusi dengan anggota dari kelompok lain untuk
sub topik yang sama;
4. Setelah selesai anggota kembali ke kelompok semula untuk
berdiskusi;
5. Topik diskusi : K3 Laboratorium
6. Sub topik :

113
d. Penyelenggaraan K 3 laboratorium kimia
e. Penyelenggaraan K 3 laboratorium medik
f. Penyelenggaraan K 3 laboratorium mikrobiologi
IX.7. Uraian Materi
1. Penilaian Risiko
Konsep dasar dalam melakukan penilaian risiko dalam
penyelenggaraan K3 laboratorium mikrobiologi adalah :
a. karakteristik mikroorganisme yang digunakan
b. peralatan yang digunakan
c. prosedur yang dilakukan
d. peralatan perlindungan yang tersedia

Cara melakukan penilaian risiko dapat melalui langkah sbb :


a. inventarisasi daftar senyawa mikrobiologi yang berisiko
b. sifat pathogen dan dosis infeksi dari organisme yangdigunakan
c. jalur alamiah terjadinya infeksi
d. stabilitas organisme di lingkungan
e. inang yang cocok
f. informasi yang tersedia dari penelitian dan laporan dari
kejadian infeksi yang disebabkan oleh kegiatan laboratorium
g. ketersediaan pencegahan penyakit yang efektif

Specimen dengan informasi terbatas mempengaruhi tingkat risiko.


Informasi yang memadai diperlukan agar prosedur penilaian risiko
akan bekerja dengan baik. Pada kondisi tidak tersedianya informasi
maka disarankan untuk melakukan pendekatan sbb :
a. harus selalu mentaati prosedur pencegahan lengkap dan
menggunakan peralatan perlindungan diri, tidak tergantung
pada sumber sampel,
b. pengendalian dasar biosafety level II harus menjadi persyaratan
minimum untuk penanganan specimen,
c. transport specimen harus mengikuti prosedur standar nasional
dan/atau internasional,
d. informasi tambahan untuk membantu menentukan risiko
dalam menangani specimen, seperti data medis dari pasien,
data epidemiologi (morbiditas, mortalitas, cara penularan, data
investigasi wabah), informasi geografis asal specimen.

114
2. Biosafety dan Kabinet Biosafety
Biosafety merupakan pedoman keamanan biologi yang
digunakan untuk menginformasikan cara kerja yang spesifik
dalam penanganan mikroorganisme pathogen atau bahan biologi
beracun, dan mudah menular di laboratorium. Klasifikasi
tingkatan biosafety berdasarkan bahaya dari mikroorganisme yang
dapat menginfeksi sesuai dengan kelompok risiko pekerjaan
laboratorium.
a. Biosafety level I
Tingkatan biosafety di laboratorium untuk pekerjaan yang
berhubungan atau menggunakan mikroorganisme pada
kelompok risiko I. Pemeriksaan specimen kelompok risiko I
adalah mikroorganisme yang tidak ada menimbulkan risiko
atau risiko menular kecil terhadap perorangan dan komunitas
dan tidak menyebabkan penyakit pada manusia atau hewan.

Pada laboratorium dengan tingkatan biosafety level I dan II


adalah kelompok perlindungan dasar, berlaku aturan sbb :
A. Pintu Masuk :
a. Simbol tanda peringatan bahan biologi berbahaya harus
dipasang pada pintu ruangan,
b. Hanya orang yang berkepentingan diijinkan masuk,
c. Pintu laboratorium harus selalu tertutup,
d. Anak-anak di bawah umur tidak diijinkan masuk,
e. Peringatan dilarang merokok, dilarang makan/minum.
B. Perlindungan Pekerja :
a. Pergunakan alat perlengkapan perlindungan diri lengkap
seperti jas laboratorium, sarung tangan, kaca mata
pelindung, masker harus selalu dipakai setiap bekerja di
laboratorium,
b. Pekerja harus mencuci tangan setelah bekerja dan sebelum
meninggalkan daerah kerja laboratorium,
c. Dilarang menggunakan alas kaki terbuka di laboratorium,
d. Dilarang makan, minum dan memakai kosmetik serta
membersihkan lensa kontak di laboratorium,
e. Pakaian perlindungan laboratorium tidak boleh disimpan
di tempat yang sama dengan pakaian sehari-hari.
C. Prosedur
a. Dilarang penggunaan pipet dengan mulut,

115
b. Dilarang menempelkan materi di mulut, label tidak boleh
dijilat,
c. Pekerja harus mematuhi semua prosedur, pekerjaan harus
dilakukan di dalam kabinet biosafety,
d. Jarum suntik dan jarum hipodermik penggunaan harus
dibatasi hanya untuk injeksi parenteral atau aspirasi
cairan,
e. Semua tumpahan, kecelakaan, kerusakan atau potensi
penyebaran pada materi menular harus dilaporkan kepala
instalasi K3 atau penyelia laboratorium secara tertulis dan
harus simpan dengan baik,
f. Laboratorium harus dijaga dengan bersih, permukaan
meja harus didekontaminasi, sebelum dan sesudah kerja
dan setelah terjadi tumpahan dari materi yang potensi
berbahaya,
g. Semua materi atau sisa biakan harus didekontaminasi
sebelum dibuang atau dibersihkan untuk dipakai kembali.
D. Peralatan laboratorium
Persyaratan untuk peralatan laboratorium dengan tingkat
biosafety harus dipastikan telah tersedia dan dapat
digunakan dengan baik. Persyaratan peralatan harus
memenuhi prinsip dasar yaitu :
a. Dapat mencegah atau membatasi kontak antara operator
dengan bahan yang dapat menginfeksi,
b. Dibuat dari bahan yang tahan cairan, tahan korosi dan
kuat,
c. Tidak runcing dan lancip dibagian ujungnya,
d. Dirancang, dibuat dan dipasang agar mudah untuk
digunakan, dipelihara dan dibersihkan, didekontaminasi
dan mudah untuk diuji dalam rangka sertifikasi.

Peralatan laboratorium untuk tingkat biosafety yang penting


antara lain :
a. Kabinet biosafety level I, perlu digunakan pada saat :
b. Alat bantu pipet, untuk menghindari kontak dengan
mulut,
c. Transfer loops plastik sekali pakai, dan transfer loops
elektrik untuk digunakan dalam kabinet biosafety,
d. Tabung bertutup ulir,
e. Autokalp untuk dekontaminasi bahan infeksius,

116
f. Pipet Pasteur plastic sekali pakai,
Catatan, bila memungkinkan hindarkan peralatan dari bahan
gelas.

Mikroorganisme pada tingkatan pekerjaan dengan biosafety


level I adalah kelompok risiko I yaitu : Bacillus subtilis, E.
coli,virus hepatitis A, Naegleria fauleri/N.grauberi, Lactobacillus
casei, Cephalos acremonium, Sacharomyces cerevisiae, fungi, yeast

b. Biosafety level II
Tingkatan biosafety dasar di laboratorium untuk pemeriksaan
specimen risiko rendah terhadap komunitas sampai sedang
untuk perorangan. Pemeriksaan mikroorganisme pada
tingkatan kelompok risiko II adalah dapat menimbulkan
penyakit pada manusia atau hewan tetapi tidak menjadi
bahaya serius pada pekerja laboratorium, komunitas, mahluk
hidup atau pada lingkungan. Pelepasan pada laboratorium
dapat menyebabkan infeksi serius, tetapi pengobatan yang
efektif serta prosedur pencegahan telah tersedia dan risiko
penyebaran infeksi terbatas.

Seluruh aturan baku, prosedur, perlindungan pekerja,


peralatan laboratorium pada laboratorium biosafety level I
juga diterapkan pada biosafety level II.

Mikroorganisme pada tingkatan pekerjaan dengan biosafety


level II adalah kelompok : virus Hepatitis B, virus Hepatitis C,
virus influenza, Salmonella, virus campak, Toxoplasma gondii,
HIV, Staphylococcus aureus, Plasmodium falciparum, virus west
nile.

c. Biosafety level III


Tingkatan biosafety terkendali di laboratorium untuk
pemeriksaan specimen yang lebih diperketat dengan risiko
perorangan tinggi dan komunitas rendah. Pada laboratorium
dengan tingkatan ini tidak boleh setiap orang masuk.
Pemeriksaan mikroorganisme patogen pada tingkatan ini
biasanya dapat menimbulkan penyakit serius pada manusia
atau hewan, tetapi tidak menginfeksi dari satu orang ke orang
lain. Untuk pencegahan petugas laboratorium harus

117
diimunisasi dan pengobatan yang efektif serta prosedur
pencegahan telah tersedia.

Seluruh aturan baku, prosedur, perlindungan pekerja,


peralatan laboratorium pada laboratorium biosafety level I
dan II juga diterapkan pada biosafety level III dengan
tambahan :
d. Aturan bekerja 2 orang, tidak boleh bekerja sendirian di
dalam lanoratorium,
e. Pada pintu masuk laboratorium tertera simbol peringatan
biohazard internasional, mikroorganisme yang ditangani,
dan nama penyelia,
f. Pakaian laboratorium menggunakan jubah yang menutup
seluruh badan dan perlengkapan perlindungan diri yang
lengkap,
g. Laboratorium harus terpisah dari area terbuka terhadap
lalu lintas di dalam sebuah bangunan,
h. Kabinet biosafety harus ditempatkan jauh dari area berjalan
dan jauh dari jangkauan pintu dan sistem ventilasi,
i. Pintu masuk laboratorium harus tertutup otomatis dan
dapat terkunci luar dalam.
j. Peralatan laboratorium terkendali menggunakan kabinet
biosafety level III
Mikroorganisme pada tingkatan pekerjaan dengan biosafety
level III adalah kelompok : virus Avian influenza,
Mycobacterium tuberculosis, Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Nesseria
gonorrhoeae, Bordetella pertussis, Clamydia trachomatis,
Cryptococcus neoformans.

d. Biosafety level IV
Tingkatan biosafety pengendalian maksimum di laboratorium
dengan pemeriksaan specimen risiko tinggi, serius, dan
menular langsung /tidak langsung pada perorangan dan
komunitas. Senyawa pathogen yang biasanya menyebabkan
penyakit serius pada manusia dan hewan dan dapat
disebarkan dari satu orang ke orang lain. Perawatan efektif
akibat kontaminasi senyawa kelompok ini dan prosedur
pencegahan kecelakaan pada pemeriksaan specimen belum
tersedia.

118
Seluruh aturan baku, prosedur, perlindungan pekerja,
peralatan laboratorium pada laboratorium biosafety level III
diterapkan, dengan tambahan :
e. Jalan masuk minimum 2 pintu untuk menuju kabinet
biosafety level III dengan pancuran khusus dan ruang ganti,
f. Ruang khusus yang dilengkapi dengan peralatan
pernapasan, ruang ganti dan area pancuran dekontaminasi,
g. Harus menggunakan pakaian khusus bertekanan positif yang
dialirkan melalui HEPA filter,
h. Jalan masuk ke laboratorium melalui pintu kedap udara,
i. Disediakan sistem peringatan untuk staf yang bekerja di
laboratorium untuk menghindari kegagalan sistem udara,
j. Letak gedung terpisah dari zona bebas bangunan.
Mikroorganisme pada tingkatan pekerjaan dengan biosafety
level IV adalah kelompok : virus Marburg, Hantavirus, Corona
virus, Ebola, HIV, Stafilococcus, triponema pallidum,
Mycobacterium tuberculosis, virus lassa, virus flu burung, Lyssa
virus/virus rabies, Rift valley fever, Sin nombre virus, virus
Crimea, virus Machupo, virus Junin, Kyasanur forest virus (KFV)

Kabinet biosafety adalah peralatan laboratorium yang


dirancang untuk melindungi operator atau pekerja
laboratorium, seluruh lingkungan laboratorium dan material
kerja dari penyebaran aerosol beracun dan percikan yang
mungkin terjadi dari senyawa infeksius. Petugas laboratorium
tanpa disadari terkontaminasi oleh pelepasan aerosol atau
partikel dan kemungkinan terhirup. Penggunaan kabinet
biosafety yang tepat akan sangat efektif dalam mengurangi
infeksi di laboratorium.

Kabinet biosafety harus dilengkapi saringan HEPA dengan


efisiensi tinggi pada sistem pembuangan udara. Saringan
HEPA harus mampu menyaring 99,9 % partikel unsur yang
lebih kecil atau lebih besar, dan menyaring secara efektif
semua senyawa infeksius dan memastikan bahwa hanya udara
yang bebas mikroba saja yang dikeluarkan dari kabinet
biosafety.
a. Kabinet biosafety level I

119
Peralatan keamanan untuk tingkatan laboratorium dasar
(biosafety level I). Peralatan keamanan untuk tingkat ini
digunakan untuk pemeriksaan specimen pada tingkatan,
yang tidak menimbulkan risiko atau risiko menular kecil
dan tidak menyebabkan penyakit.

b. Kabinet biosafety level II


Peralatan keamanan untuk tingkatan laboratorium dengan
pemeriksaan specimen risiko rendah sampai sedang
(biosafety level II). Pemeriksaan specimen pada tingkatan
laboratorium ini dapat menjadi risiko III pada kondisi
tertentu. Pada laboratorium ini diberi tanda / symbol
bahaya infeksi.

c. Kabinet biosafety level III


Peralatan keamanan untuk tingkatan laboratorium dengan
pemeriksaan specimen yang lebih diperketat dengan risiko
tinggi, serius dan menular langsung / tidak langsung
(biosafety level III dan IV). Untuk akses laboratorium perlu
izin masuk. Petugas laboratorium tidak boleh bekerja
sendiri, dan harus memiliki keterampilan mikrobiologi
yang tinggi. Laboratorium dilengkapi dengan ventilasi
mekanik, ultra violet, filter HEPA dan ruang antara.
Petugas laboratorium harus diimunisasi, menggunakan
pakaian pelindung. Pakaian laboratorium setelah
digunakan di lepas dan harus diautoklap, petugas harus
mandi.

4. Teknik Laboratorium Mikrobiologi Yang Aman


Dipilih cara penggunaan peralatan biosafety yang tepat
a. Pengiriman specimen dengan informasi terbatas perlu
dilakukan tindakan khusus terhadap specimen :
1) Mengambil, memberi label dan membawa specimen harus
petugas laboratorium yang boleh mengambil specimen
sesuai dengan prosedur.
2) Pengambilan specimen harus menggunakan sarung tangan
3) Pemberian label bahaya infeksi pada specimen
4) Specimen dimasukan ke dalam kantong plastik untuk
dibawa ke laboratorium disertai dengan formulir yang
berisi informasi yang diperlukan

120
b. Pencegahan terhadap paparan infeksi pada saat bekerja di
laboratorium
Semua petugas laboratorium harus bekerja sesuai SOP
keselamatan dan keamanan kerja di laboratorium dan
menganggap semua specimen merupakan bahan infeksius.
hal-hal yang penting dalam keselamatan dan keamanan kerja
di laboratorium :
1) Penggunaan APD
2) Pengambilan specimen hanya boleh dilakukan oleh
petugas laboratorium
3) Pemeriksaan sesuai SOP
4) Pengelolaan limbah

c. Membuka tabung specimen untuk mengambil sampel :


1) Membuka tabung specimen dengan menggunakan sarung
tangan
2) Membuka specimen harus di dalam biosafety cabinet, untuk
mencegah percikan, buka sumbat tabung specimen dengan
dililit kain kasa
d. Penanganan dan Pengelolaan specimen :
Penanganan specimen dalam pemeriksaan kultur bakteri
sangat menentukan keberhasilan dari diagnostic klinik dan
merupakan bagian dari proses pra-analitik biakan bakteri,
mulai dari persiapan pasien,pemberian identitas, persiapan
alat, pengambilan specimen sesuai jenis pemeriksaan, cara
penyimpanan dan pengiriman ke laboratorium rujukan.

Penanganan specimen adalah suatu proses yang perlu


dilaksanakan setelah specimen tersebut diambil. Specimen
dapat ditampung di dalam botol/pot yang bersih dan kering
atau harus di dalam botol/pot yang steril, dimasukkan ke
dalam media transport seperti carry-blair, amies atau stuart,
dll, atau sesegera mungkin ditanam padamedia isolasi atau
media penyubur.
1) Pemberian Identitas
1) Formulir permintaan pemeriksaan, surat
pengantar/formulir permintaan pemeriksaan
laboratorium sebaiknya memuat secara lengkap :
2) Tanggal permintaan

121
3) Tanggal dan jam pengambilan specimen
4) Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat,
nomor rekam medik)
5) Identitas pengirim (nama,alamat, ruangan, nomor
telepon)
6) Identitas specimen (jenis, volume, lokasi
pengambilan)
7) Pemeriksaan laboratorium yang diminta
8) Nama pengambil specimen
9) Transport media pengawet yang digunakan
10) Keterangan klinis, diagnosis atau riwayat singkat
penyakit, riwayat pengobatan

2) Label
Label wadah specimen yang akan dikirim ke
laboratorium harus memuat :
a) Tanggal pengambilan specimen
b) Identitas pasien, nama umur, jenis kelamin, nomor
rekam medik
c) Jenis specimen

e. Penerimaan specimen di laboratorium


1) Laboratorium harus mempunyai loket khusus penerimaan
specimen. Jika jumlah specimen tidak banyak, maka tempat
pemeriksaan specimen dapat dilakukan padameja khusus
dalam area laboratorium
2) Specimen harus ditempatkan dalam wadah tertutup rapat
untuk mencegah tumpah/bocor nya specimen
3) Wadah specimen harus bisa didesinfeksi atau di autoklap
4) Wadah terbuat dari bahan tidak mudah pecah/bocor
5) Wadah diberi label tentang identitas specimen
6) Wadahs Specimen di tempatkan dalam baki khusus yang
terbuat dari logam atau plastic yang dapat didesinfeksiatau
diautoklap ulang. Baki dan meja harus didesinfeksi secara
teratur.
f. Petugas penerima Specimen
1) Semua petugas harus menggunakan jas laboratorium
2) Semua specimen dianggap/diperlakukan infeksius / harus
ditangani hati-hati

122
3) Meja penerima specimen harus dibersihkan dengan
desinfektan setiap hari
4) Tidak diperkenankan menggunakan ludah untuk
merekatkan label
5) Tidak diperkenankan makan dan minum serta merokok
saat bekerja
6) Cucilah tangan setiap selesai menerima specimen dengan
sabun/desinfektan
7) Tamu/pasien tidak diperbolehkan menyentuh apapun pada
meja dimana specimen tersimpan.
g. Petugas /pembawa specimen
1) Petugas harus menggunakan APD (jas laboratorium,
sarung tangan, masker) saat membawa specimen
2) Semua specimen dianggap infeksius dan harus berhati-hati
3) Membawa specimen dengan baki khusus (specimen
container)
4) Jika specimen tumpah atau bocor, dekontaminasi specimen
container dan sisa specimen diautoklap segera
5) Jangan menggunakan ludah untuk menempel label
6) Dilarang makan dan minum pada saat menangani
specimen
7) Cuci tangan dengan sabun (desinfektan) bila terkena
tumpahan dan setelah menangani specimen
8) Lapor pada petugas /tim keamanan kerja laboratorium jika
terluka saat bekerja

h. Tindakan khusus terhadap darah / cairan tubuh


1) Mengambil, memberi label dan membawa specimen :
a) Petugas laboratorium yang boleh mengambil darah
b) Menggunakan sarung tangan terbuat dari latek
c) Pengambilan sesuai dengan teknik (SOP)
pengambilan darah
d) Memberikan label bahaya infeksi pada botol
specimen
e) Masukkan tabung ke dalam kantong plastic untuk
dibawa ke laboratorium dengan formulir permintaan
2) Membuka tabung specimen dan mengambil sampel :
a) Menggunakan sarung tangan terbuat dari latek
b) Tabung specimen dibuka dalam biosafety cabinet

123
c) Untuk mencegah percikan, buka sumbat tabung
dengan dililit kain kasa

i. Mencegah penyebaran bahan infeksi :


1) Melindungi petugas dan pasien :
a) APD harus selalu digunakan pada saat bekerja di
laboratorium
b) Dihindarkan penyebaran percikan bahan infeksi dari
specimen pada saat pelaksanaan pemeriksaan (misalnya
penanaman specimen dengan sengkelit dan pada saat
pembakaran sengkelit di atas api)
c) Specimen ditempatkan dalam wadah yang tahan bocor
d) Dilakukan dekontaminasi permukaan meja kerja
dengan desinfektan sebelum dan sesudah bekerja
e) Tangan dicuci sesering mungkin dengan
sabun/desinfektan, tidak menyentuh mulut dan mata
selama bekerja
f) Tidak diperkenankan makan dan minum dan merokok
selama di laboratorium
g) Melaporkan kepada tim K3, apabila terjadi kecelakaan
kerja di dalam laboratorium
2) Harus disediakan wadah yang berisi desinfektan, untuk
peralatan yang telaah digunakan dan terkontaminasi
bakteri
3) Proses sterilisasi yang benar sisa proses sebelum mencuci
alat atau membuang sisa specimen
4) Harus disediakan tempat untuk pembuangan jarum suntik,
tissue atau kapas bekas pengambilan specimen dan pasien
5) APD (jas laboratorium dan sepatu kerja laboratorium)
mikrobiologi sebaiknya tidak dipakai di luar daerah kerja.
j. Menggunakan pipet dan alat bantu pipet
1) Dihindarkan memipet dengan mulut, sebaiknya selalu
digunakan alat bantu pipet
2) Tutup kapas dimasukkan ke dalam mulut pipet untuk
mengurangi kontaminasi
3) Tidak diperkenankan mengeluarkan cairan dari dalam
pipet secara paksa
4) Tidak diperkenankan meniupkan udara atau mencampur
bahan infeksi dengan cara menghisap dan meniup cairan
lewat pipet

124
5) Gunakan pipet ukur karena cairan tidakperlu dikeluarkan
sampai tetes terakhir
6) Digunakan kapas yang telah diberi desinfektan bila ada
tetesan cairan yang jatuh di meja kerja dan kapas dibuang
di tempat penampungan pembuangan khusus untuk
diautoklap
7) Pipet habis pakai direndam dalam wadah berisi
desinfektan, dibiarkan selama 18-24 jam sebelum
disterilkan

k. Cara Pembukaan Wadah


Pembukaan wadah (botol, cawan petri, semprit, tabung
biaakan, dll) dari wadah yang berpotensi menginfeksi dengan
risiko tak terlihat yang menimbulkan aerosol atau kontaminasi
pada kulit atau daerah kerja harus dilakukan dengan hati-hati.
Berbagai pencegahan yang dapat dilakukan untuk
menghindari risiko terinfeksi adalah sebagai berikut :
1) Penggunaan APD secara benar
2) Tutup wadah dibuka dengan hat-hati agar tidak terjadi
aerosol
3) Specimen yang bocor atau pecah hanya boleh dibuka di
dalam biosafety cabinet

l. Cara Membuka Ampul Berisi Bahan Infeksius


Ampul berisi bahan infeksius yang disimpan dalam bentuk
liofilisasi harus dibuka dengan hati-hati
Bahan di dalam ampul berada dalam tekanan yang rendah dan
jika dibuka dengan tiba-tiba sebagian dapat menyebarkan
udara. Ampul harus selalu dibuka dalam BSC. Dianjurkan
untuk mengikuti petunjuk di bawah ini saat membuka ampul :
1) Pembukaan luar ampul didekontaminasi
2) Bagian ampul dekat tutup kapas atau selulosa diberi tanda
3) Ampul dipegang dalam keadaan terbungkus kapas
4) Batang yang membara ditempelkan pada dinding ampul
yang telah diberi tanda agar ampul mudah dipatahkan

125
5) Bagian atas ampul dilepaskan dengan erlahan dan
diperlakukan sebagai bahan yang terkontaminasi
6) Jika tutup masih ada di atas bahan, dilepaskan dengan
forsep steril
7) Perlahan ditambahkan cairan untuk melarutkan kembali
bahan dalam ampul dan mencegah timbulnya
busa/gelembung cairan
m. Menggunakan sentrifuge/alat pemusing
1) Dilakukan sentrifuge sesuai intruksi pabrik
2) Sentrifuge harus diletakan pada permukaan yang rata dan
tahan getaran
3) Rotor sentrifuge dan selongsong (bucket) diperiksa secara
berkala untuk melihat tanda korosi dan keretakan
4) Pada saat digunakan, selongsong berisi tabung sentrifuge
harus seimbang
5) Digunakan air untuk menyeimbangkan selongsong
6) Setelah dipakai selongsong disimpan dalam posisi terbalik
agar cairan penyeimbang dapat mengalir keluar
7) Cara sentrifuge yang benar, tabung yang tertutuprapat dan
selongsong yang terkunci dapat melindungi petugas
laboratorium terhadap aerosol dan sebaran partikel dari
mikroorganisme (biocontainment centrifuge).
n. Menggunakan lemari pendingin dan lemari pembeku
1) Lemari pendingin, lemari pembeku (freezer) dan tabung es
kering (dry ice) harus dibersihkan dan es dicairkan (defrost)
secara teratur
2) Setelah dibersihkan, permukaan dalam lemari pendingin
dan lemari pembeku harus didesinfeksi dengan desinfektan
yang tidak korosif
3) Semua wadah yang disimpan harus diberi label yang jelas
berisi nama bahan, tanggal disimpan dan nama orang yang
menyimpan
4) Wadah yang tidak erlabel dan bahan yang sudah
berkadaluarsa harus dimusnahkan
5) Cairan yang mudah terbakar tidak boleh disimpan dalam
lemari pendingin

o. Penanganan Limbah
Limbah merupakan bahan sisa atau hasil proses yang harus
dibuang. Di laboratorium tidak semua materi yang

126
terkontaminasi harus dimusnahkan. Kebanyakan dari
instrument, peralatan pecah belah dan pakaian
laboratoriumakan digunakan kembali atau di daur ulang
(recycle).

Prinsip dasar yang harus dipertanyakan sebelum


memusnahkan setiap objek atau materi dari laboratorium yang
berhubungan dengan mikroorganisme mudah menular adalah
sebagai berikut :
1) Sudahkah objek atau materi didekontaminasi atau
didesinfeksi secara efektif dan dengan prosedur yang benar
dan diakui
2) Jika tidak, sudahkah dikemas sesuai aturan untuk
pembakaran di tempat secara langsung atau ke fasilitas lain
?
3) Apakah pembuangan dari bahan atau materi
terdekontaminasi ditangani di luar fasilitas laboratorum ?

p. Penanganan limbah dan prosedur pembuangan :


a. Limbah non infeksius yang dapat digunakan kembali atau
didaur ulang atau dibuang seperti limbah buangan rumah
tangga biasa,
b. Peralatan infeksius, benda-benda tajam, seperti jarum
hipodermik, pisau bedah, pisau dan pecahan gelas, setelah
digunakan ditempatkan dalam penampung. Penampung
harus tahan bocor, tidak melebihi kapasitas, dan
ditempatkan dalam container dengan penutupnya dan
diberlakukan sebagai limbah mudah menular, dibakar dan
terlebih dahulu di autoklap.
c. Material terkontaminasi yang akan didekontaminasi
dengan autokap selanjutnya melalui pencucian atau akan
didaur ulang. Terhadap material terkontaminasi, tidak
perlu melalui pra pembersihan sebelum diautoklap.
Pembersihan dilakukan hanya setelah proses sterlisasi uap
air (autoklap),
d. Material terkontaminasi yang akan diautoklap dan
dibuang,
Semua material berpotensi infeksius harus diautoklap
sebelum dibuang. Setelah proses sterilisasi dengan autoklap
materi ditempatkan dikontainer khusus dengan kode

127
warna untuk dipindahkan ke tempat
pembakaran/insenerator.
e. Material terkontaminasi yang akan dibakar secara langsung
Pembakaran adalah metode pilihan untuk pembuangan
akhir limbah terkontaminasi. Pembakaran limbah
terkontaminasi harus memenuhi standar kesehatan publik.

q. Program Pelatihan
Penanggung jawab /pimpinan harus menyusun perencanaan
program pelatihan untuk stap laboratorium. Program pelatihan
dirancang untuk menghindari kesalahan dan teknik
pemeriksaan yang buruk serta memberikan perlindungan
terbaik. Staf ahli K3 harus memiliki pengetahuan yang baik dan
control terhadap bahaya atau risiko infeksi, insiden dan
kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerjaan laboratorium.

Program pelatihan keselamatan kerja di laboratorium


mikrobiologi prinsipnya juga dapat berlaku untuk pelatihan K3
untuk laboratorium lainnya, secara garis besar adalah :
1) Praktek dan prosedur di laboratorium yang aman, prosedur
menghadapi bahaya dan terintegrasi, terutama yang
berhubungan dengan :
a) Risiko inhalasi (produk aerosol), penggunaan loops,
pemipetan, membuat pulasan,pembukaan jaringan,
pengambilan sampel darah/serum dan sentrifugase,
b) Risiko tertusuk jarum suntik, pemulasan cairan dan
kulturjaringan,
c) Risiko penggunaan alat semprot dan jarum,
d) Penanganan darah dan materi patologis yang berbahaya
e) Pelatihan dekontaminasi dan pembuangan dari materi
infeksius.
2) Pelatihan kode praktis dan peraturan K3 yang aman di
laboratorium,
3) Pelatihan kriteria standar tentang petunjuk kerja, petunjuk
teknis laboratorium yang baik

r. Penanganan Kecelakaan Dan Program Kesehatan Petugas


Laboratorium
Di laboratorium mikrobiologi, infeksi bakteri merupakan risiko
yang sering terjadi sebagai penyebab penularan utama pada

128
petugas pemeriksa laboratorium, oleh sebab itu perlu diupayakan
tindakan pencegahan dengan menyediakan fasilitas K3
laboratorium. Melalui kebijakan direktur, penanggung jawab
harus memastikan bahwa staf laboratorium mendapat
pengawasan yang ketat tentang kesehatan. Tujuannya adalah
untuk mengawasi penyakit yang mungkin diderita. Beberapa
program pengawasan kesehatan yang perlu dilaksanakan dan
penanganan kecelakaan, yaitu :
1) Perlindungan terhadap petugas laboratorium :
a) Pemeriksaan kesehatan petugas secara rutin. Memfasilitasi
deteksi dini terhadap penyakit menular atau infeksi,
pemantauan kesehatan setiap petugas, petugas harus
mempunyai kartu kesehatan yang selalu dibawa setiap saat
dan diperlihatkan kepada dokter bila petugas sakit.
Minimal setiap tahun dilaksanakan pemeriksaan rutin
termasuk pemeriksaan laboratorium,
b) Pemberian imunisasi/vaksinasi pada petugas secara
berkala. Menyediakan imunisasi aktif atau pasif, program
pemberian imunisasi setiap laboratorium terutama bagi
petugas yang bekerja di laboratorium tingkat keamanan
biologis 2,3 dan 4. Vaksinasi yang diberikan yaitu vaksinasi
hepatitis B untuk semua petugas laboratorium. Vaksinasi
Rubella untuk petugas wanita usia reproduksi.
c) Peningkatan daya tahan tubuh petugas. Membuat program
tes kesehatan / medis untuk pegawai yang bekerja dengan
bahan diduga mengandung bakteri tuberculosis
dilaboratorium setiap tahun yaitu pemeriksaan foto thorax,
sedangkan petugas lainnya foto thorax dilakukan setiap 3
tahun, dan mendokumentasikan secara uptodate.
d) Penggunaan APD secara benar. Menyediakan peralatan
perlindungan diri yang efektif dan prosedur standar yang
diakui nasional dan internasional,
e) Kebijakan untuk tidak mempekerjakan staf yang memiliki
tingkat kerawanan tinggi (wanita hamil) pada pekerjaan
yang berisiko tinggi atau dilarang bekerja dengan TORCH
(toxoplasma, Rubella,Cytomegalovirus dan Herpe virus).
f) Menyusun petunjuk pengawasan staf laboratorium yang
menangani mikroorganisme yang berisiko, seperti :
aa Tes kesehatan calon pegawai sebelum penempatan
lengkap termasuk foto thorax dan dicatat sejarah

129
kesehatan untuk direkomendasikan penempatannya
(untuk mengambil sampel serum),
ab Riwayat sakit dan absensi harus disimpan oleh
manajemen laboratorium. Pimpinan laboratorium dan
penasehat kesehatan bertanggung jawab untuk memberi
informasi tentang kesehatan dan absensi sakit staf
laboratorium kepada direktur,
ac Kewaspadaan untuk staf wanita usia produktif terhadap
ancaman risiko kematian bayi karena pengaruh
mikroorganisme seperti virus Rubella, Toxoplasma,
ad Larangan staf yang tidak memiliki daya tahan tubuh
yang baik tidak boleh bekerja di fasilitas laboratorium
terkendali (biosafety level 3).

2) Peralatan K3 :
a) Desinfektan
b) Peralatan P3K
c) Shower dan eye shower
d) Spill kit
e) Alat deteksi kebakaran
f) Alat pemadam api ringan (APAR)
g) Petunjuk arah evakuasi

IX.8. Soal-soal Latihan / Penugasan


1. Mahasiswa menyusun pedoman/instruksi kerja/ pelaksanaan K3
laboratorium mikrobiologi
2. Penelusuran literature, journal, dan media informasi lainnya
tentang pelaksanaan K3 laboratorium mikrobiologi

IX.9. Bacaan Tambahan


Biosafety in Microbiological and Biomedical Laboratories, 5th Edition.
Centre for Diseases Control and prevention and National instituties
of Health, Februari.2007.

IX.10. Daftar Pustaka


1. Adisoemarno, Soemarno (penerjemah). 1993. Volk & Wheeler:
Mikrobiologi Dasar. Jakarta. Erlangga.

2. CDC, Guidelines for Sterilization and Disinfection, 2002

130
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik, 2008. Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang
Benar (Good Laboratory Practice), Jakarta, Departemen
Kesehatan.2008

4. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans Arnaldo, 2008.


Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan
Rumah Sakit. PT. Merck Tbk. 2008. Jakarta.

5. World Health Organization (WHO), Guidelines on Prevention and


Control of Hospital associated infection, New Delhi. 2002

6. World Health Organization (WHO), Laboratory Biosafety Manual, Third


Edition, Geneva,2004.

131
MATERI X

PENGAMANAN PADA KEADAAN DARURAT

X.1. Deskripsi Singkat


Laboratorium yang bekerja dengan mikroorganisme infeksius atau
bahan material berisiko tinggi perlu membuat tindakan pencegahan
sesuai dengan risiko yang ditangani. Tersedianya perencanaan
darurat yang tertulis merupakan keharusan untuk pekerjaan yang
berhubungan dengan laboratorium dan kecelakaan pada fasilitas
yang bekerja dengan atau menyimpan mikroorganisme kelompok
risiko 3 dan 4. Perencanaan keadaan darurat yang disusun harus
melibatkan beberapa otoritas antara lain, otoritas kesehatan otoritas
kepolisian, otoritas pemadam kebakaran local dan atau nasional.

Pengembangan perencanaan kesiapsiagaan untuk keadaan darurat


laboratorium kesehatan harus menyediakan prosedur operasional
untuk tindakan pencegahan terhadap bencana alam, kebakaran,
ledakan, prosedur penilaian risiko biohazard, prosedur evakuasi,
perawatan dan pengawasan medis darurat orang yang terluka.
Secara rinci pengamanan keadaan darurat harus tersedia sistem
tanda bahaya, sistem evakuasi, alat komunikasi darurat, sistem
informasi darurat, tersedianya perlengkapan pertolongan darurat
dan pelatihan khusus penanganan keadaan darurat secara berkala.

132
X.2. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, dan kemampuan untuk menyusun
prosedur penanganan keadaan darurat dan menerapkan pada
kondisi darurat di laboratorium kesehatan

X.3. Pokok Bahasan


1. Prosedur Keadaan Dururat
2. Sistem informasi Darurat
3. Peralatan Keadaan Darurat
4. Prosedur Darurat Untuk Laboratorium Mikrobiologi
5. Prosedur Darurat Untuk Penanganan Kebakaran
6. Pelatihan Khusus Penanganan Keadaan Darurat

X.4. Bahan Ajar


1. Modul pembelajaran
2. Contoh rambu keadaaan darurat
3. Format inventaris rambu larangan
4. Peralatan keadaan darurat

X.5. Metode Pembelajaran


Metode Studen Centre Learning (SCL) : discovery learning

X.6. Langkah-langkah Pembelajaran


Topik discovery learning adalah :
1. Kelas dibagi dalam 8 elompok, masing-masing kelompok terdiri dari
5 orang anggota
2. Masing-masing kelompok diminta untuk diminta ke lapangan untuk
melihat, menginventaris kekurangan sistem komunikasi keadaan
darurat di setiap spot, terdiri dari rambu pertolongan, rambu
peringatan, rambu larangan, rambu wajib /persyaratan.
3. Hasil inventaris dilaporkan untuk dipresentasikan dengan format
sebagai berikut :

N SPOT RAMBU RAMBU RAMBU RAMBU


o LOKASI LARANGAN PERTOLONGAN PERINGATAN WAJIB
/LANTAI
1 Lantai I :
Pintu keluar :

133
Tangga
Pintu ruang
dosen :

2 Lantai II
3 Lantai III

X.7. Uraian Materi


a. Prosedur Keadaan Darurat
Prosedur dalam keadaan darurat harus menyediakan prosedur
operasional untuk :
a. Tindakan pencegahan terhadap bencana seperti kebakaran,
banjir, gempa bumi dan ledakan
b. Prosedur penilaian risiko biohazard
c. Manajemen paparan kecelakaan dan pembebasan gas
beracun
d. Prosedur evakuasi darurat
e. Prosedur perawatan medis darurat orang terluka
f. Pengawasan medis untuk orang yang terpapar
g. Manajemen klinis untuk orang yang terpapar
h. Penyelidikan epidemiologis

Materi yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan


perencanaan prosedur dalam keadaan darurat :
a. Identifikasi organisme berisiko tinggi
b. Penempatan area berisiko tinggi, misalnya laboratorium,
area penyimpanan barang
c. Identifikasi terhadap personil dan populasi yang berisiko
d. Identifikasi personil yang bertanggung jawab terhadap
tugas, misalnya petugas biosafety, pekerja klinik, otoritas
kesehatan lokal, personil keselamatan, ahli mikrobiologi,
jasa pemadam kebakaran, jasa polisi, ahli epidemiologi,
dokter
e. Daftar peerawatan dan fasilitas isolasi yang dapat menerima
orang yang terkena infeksi
f. Pengangkutan orang yang terkena infeksi
g. Daftar sumber serum kekebalan, vaksin, obat, persediaan
dan peralatan khusus
h. Pengawasan peralatan untuk keadaan darurat, misalnya
pakaian pelindung, desinfektan, peralatan dekontaminasi.

134
b. Sistem informasi Darurat
a. Sistem tanda bahaya
Merupakan serangkaian sistem untuk memberitahukan akan
adanya bahaya. Bahaya dapat berupa bencana alam,
kebakaran, ledakan atau tanda-tanda alam lainnya. Secara
umum sistem tanda bahaya untuk keadaan darurat (alarm
system) terkait pada keamanan bangunan (contoh kebakaran)
dan yang terkait pada keamanan penghuni dan benda yang
ada di dalam bangunan. Contoh sistem tanda bahaya
kebakaran, bangunan dilengkapi dengan sistem tanda bahaya
(alarm system) dimana panel induk berada dalam ruang
pengendali kebakaran, sedangkan sub-panel dipasang
disetiap lantai berdekatan dengan kotak hidran.
Pengoperasian tanda bahaya dapat dilakukan secara manual
dengan memecahkan kaca tombol sakelar atau secara
otomatis yang dihubungkan dengan sistem detector (detector
asap atau panas) atau sitem sprinkler.

Pada umumnya sistem tanda bahaya juga dalam bentuk


standar rambu-rambu keselamatan dan kesehatan kerja yang
dipasang di tempat kerja /laboratorium untuk mengingatkan
atau mengidentifikasi kepada semua pelaksana / staf terhadap
kondisi, risiko yang terkait dengan keselamatan dan
kesehatan kerja, memberikan peringatan waspada terhadap
tindakan atau perilaku yang tidak diperbolehkan. Rambu-
rambu sebagai sistem tanda bahaya dalam laboratorium
adalah semua bentuk peraturan yang dituangkan dalam
bentuk gambar atau poster, tulisan, logo, semboyan, motto
dan symbol.

Sistem tanda bahaya dalam bentuk rambu-rambu di


laboratorium sering dipasang adalah :
1) Rambu larangan, wajib ditaati oleh siapa saja dan harus
mematuhinya, tanpa ada pengecualian. Ciri-ciri rambu
larangan berbentuk bulat, latar belakang putih, logo
berwarna hitam dan lingkaran terpotong berwarna merah.
Gambar rambu larangan sebagai berikut :

135
2) Rambu peringatan, adalah rambu yang memberikan
peringatan yang perlu diperhatikan kepada siapa saja
karena dapat mengakibatkan kejadian yang tidak
diinginkan. Ciri-ciri rambu peringatan berbentuk segitiga,
latar belakang berwarna kuning, logo berwarna hitam
dengan bingkai berwarna hitam.
Gambar rambu peringatan sebagai berikut :

3) Rambu prasyarat atau wajib dilaksanakan, memberikan


persyaratan untuk dilaksanakan. Rambu persayaratan ini
merupakan kewajiban untuk dilaksanakan sesuai dengan
rambu yang terpasang. Ciri-ciri rambu berbentuk bulat,

136
latar belakang berwarna biru, loga atau gambar berwarna
putih.
Gambar rambu prasyarat atau wajib dilaksanakan sebagai
berikut :

4) Rambu pertolongan, rambu yang memberikan pertolongan


atau bantuan seperti arah dan merupakan petunjuk arah
yang harus diikuti siapa saja terutama bila terjadi kondisi
darurat. Rambu pertolongan biasanya dipasang pada
tempat yang strategis dan mudah terlihat dengan jelas.
Ciri-ciri rambu berbentuk segi empat, warna dasar hijau
dan logo/gambar warna putih.
Gambar rambu pertolongan sebagai berikut :

c. Sistem evakuasi
Evakuasi adalah upaya pemindahan, menyingkirkan,
mengungsikan, membawa penghuni dari suatu tempat bahaya /
keadaan darurat ke tempat yang lebih aman. Prinsip evakuasi
dalam keadaan darurat bila situasi/kondisi/kejadian yang tidak

137
normal, menganggu kegiatan, terjadi tiba-tiba, dan perlu segera
ditangani.

Sarana evakuasi adalah bagian dari konstruksi bangunan yang


dirancang aman untuk digunakan pada waktu keadaan darurat.

TEMPAT TEMPAT
JALUR AMAN
BERBAHAYA AMAN

Syarat sarana evakuasi :


a. Aman sementara, terjamin kedap asap dan panas
b. Pintu tidak dikunci
c. Tidak terhalang oleh benda apapun
d. Memiliki lampu darurat
e. Bukaan pintu kearah pelarian
f. Mudah dijangkau (jarak tempuh sependek mungkin)
g. Ada petunjuk arah yang dapat dilihat dalam keadaan gelap

Prosedur evakuasi :
a. Segera tinggalkan gedung, sesuai petunjuk tim evakuasi,
tanggap darurat atau ikuti arah jalur evakuasi atau arah tanda
keluar, jangan kembali untuk alasan apapun
b. Turun atau berlarilah ikuti arah tanda keluar, jangan panic,
saling membantu untuk memastikan evakuasi selamat
c. Wanita tidak boleh menggunakan sepatu hak tinggi dan
stoking pada saat evakuasi
d. Beri bantuan terhadap orang yang cacat atau wanita sedang
hamil
e. Berkumpul di daerah yang aman (muster point) yang telah
ditentukan, tetap berkumpul sambal menunggu instruksi
selanjutnya.

Contoh sistem evakuasi darurat, yaitu evakuasi kebakaran


a. Bila terjebak kepulan asap kebakaran, tetap menuju tangga
darurat dengan ambil napas pendek-pendek, upayakan
merayap atau merangkak untuk menghindari asap, jangan
berbalik arah karena akan bertabrakan dengan orang di
belakang kita.

138
b. Bila terpaksa harus menerobos kepulan asap, maka tahanlah
napas dan cepat menuju pintu darurat kebakaran.

Prosedur evakuasi keadaan darurat kebakaran :


a. Tetap tenang dan jangan panic
b. Segera menuju tangga darurat yang terdekat dengan berjalan
biasa dngan cepat namun tidak berlari
c. Lepaskan sepatu hak tinggi karena menyulitkan dalam
langkah kaki
d. Janganlah membawa barang yang lebih besar dari tas
kantor/tas tangan
e. Beritahu orang lain / tamu yang masih berada di dalam
ruangan lain untuk segera melakukan evakuasi
f. Bila pandangan tertutup asap, berjalanlah dengan merayap
pada tembok atau pegangan pada tangga, atur pernapasan
pendek-pendek
g. Jangan berbalik arah karena akan bertabrakan dengan
orang-orang yang di belakang anda dan menghambat
evakuasi
h. Segeralah menuju titik kumpul yang ada di tempat tersebut
untuk menunggu instruksi berikutnya.
Contoh rambu pertolongan untuk ttitik kumpul :

h. Alat komunikasi darurat, dalam kondisi darurat siapa yang


harus dihubungi, alat komunikasi apa saja yang bisa
digunakan, yaitu :

139
i. Nomor telepon dan alamat harus ditempatkan di dekat semua
telepon agar mudah terlihat :
1) Institusi atau laboratorium itu sendiri
2) Direktur institusi atau laboratorium
3) Penyelia laboratorium
4) Petugas biosafety
5) Nomor telepon dan Jasa rumah sakit (nama rumah sakit,
departemen dan para dokter, petugas medis), biasanya
rumah sakit telah mengatur untuk menerima pasien akibat
kecelakaan dan personil berisiko tinggi
6) Jasa ambulance
7) Teknisi yang bertanggungjawab
8) Jasa pemadam kebakaran
9) Nomor telepon polisi
10) Jasa air, gas dan jasa listrik

j. Alat komunikasi darurat :


1) Kentongan
2) Alarn
3) Lonceng
4) Sirine
5) Speaker (pengeras suara)
6) Pluit
7) Handy talky

k. Peralatan Keadaan Darurat


Peralatan keadaan darurat yang harus tersedia
1) Alat pemadam kebakaran ringan (APAR) yang sesuai,
selimut api (fire blanket), pasir, dan sumber air terletak pada
lokasi yang mudah dicapai,
2) Peralatan Dururat seperti kampak, palu, obeng, tangga dan
tali temali, tandu, peranti penyuci hamaan.
3) Perlengkapan pengobatan darurat kotak P3K termasuk
penawar racun khusus dan umum
4) Pakaian pelindung lengkap (baju terusan, sarung tangan dan
penutup untuk peristiwa yang menyertakan mikroorganisme
kelompok risiko 3 dan 4
5) Masker gas (full face) dengan bahan kimia yang sesuai dan
canister saringan partikulat

140
l. Prosedur Darurat Untuk Laboratorium Mikrobiologi
1) Terkena suntikan, luka potongan dan lecet, petugas yang
terinfeksi harus mengganti pakaian pelindung, mencuci
tangan dan bagian yang terinfeksi, memberikan desinfektan
kulit yang sesuai yaitu Iodium (2,5 %), pergi ke ruang P3K,
dan menginformasikan pada staf yang berwenang tentang
penyebab luka dan organisme yang terlibat. Segeralah
berkonsultasi dengan dokter, catatan medis harus disimpan
dengan baik.
2) Tertelan bahan berpotensi risiko tinggi, pakaian pelindung
harus dibuka dan segera dibawa ke ruang P3K. Informasikan
ke dokter mengenai bahan yang tertelan. Catatan medis
harus disimpan dengan baik.
3) Pelepasan aerosol potensi risiko tinggi (di luar area cabinet
biosafety), area yang terinfeksi harus segera dikosongkan, dan
orang yang terinfeksi dirujuk ke pelayanan medis. Penyelia
laboratorium dan petugas biosafety harus segera diberitahu.
Tidak diperkenankan seorangpun masuk ke dalam ruangan
minimal 1 jam untuk membiarkan aerosol keluar, dan pintu
masuk harus diberi tanda larangan masuk selama 24 jam.
Selanjutnya ruangan perlu didekontaminasi dan diawasi oleh
petugas biosafety, dengan menggunakan pakaian pelindung
dan perlindungan pernapasan.
4) Tumpahan dan pecah subtansi mudah menyebar, termasuk
kultur jaringan, obyek yang rusak dan tercemar substansi
infeksius termasuk kultur jaringan harus ditutup dengan
kain atau handuk kertas dan di atasnya dituangkan
desinfektan dan dibiarkan 30 menit. Area yang dicemari
dibersihkan dengan desinfektan, begitu juga dengan kain,
handuk kertas dan kain penyeka ditempatkan dalam
container limbah terkontaminasi. Petugas harus selalu
menggunakan sarung tangan.
5) Kerusakan tabung berisi bahan risiko tinggi di dalam mesin
pemisah dua benda yang tidak bersegel, motor harus
dimatikan dan mesin ditinggalkan tertutup selama 30 menit.
Jika kerusakan setelah mesin berhenti penutup harus segera
diganti dan ditinggalkan tertutup selama 30 menit.
Informasikan petugas biosafety. Gunakan sarung tangan kuat
dari karet tebal dan ditutup dengan sarung tangan sekali

141
pakai selama proses. Gunakan tang untuk mengumpulkan
pecahan kaca, tabung yang rusak dan ditempatkan pada
larutan desinfektan selama 24 jam. Semua bahan yang
digunakan pada proses pembersihan harus diperlakukan
sebagai limbah yang infeksius.
6) Kerusakan tabung di dalam tabung sentrifuge (safety
cup),semua tabung sentrifuge yang bersegel harus diisi dan
dikosongkan di dalam cabinet biosafety. Jika terjadi kerusakan,
tutup harus dibuka dan dilepaskan kemudian wadah di
autoklap.

m. Prosedur Darurat Untuk Penanganan Kebakaran


Kebakaran yaitu peristiwa bencana yang ditimbulkan oleh api,
dan tidak dikendaki oleh manusia karena dapat mengakibatkan
kerugian harta dan kehilangan nyawa.

Hal-hal yang bisa menyebabkan kebakaran pada laboratorium


antara lain :
1) Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan
kimia dan proses serta perlengkapan atau peralatan yang
digunakan dalam melakukan kegiatan di laboratorium
2) Kurangnya kejelasan petunjuk atau prosedur kegiatan
laboratorium dan kurangnya pengawasan yang dilakukan
selama kegiatan di laboratorium
3) Kurangnya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan
dan perlengkapan perlindungan diri
4) Kurangnya atau tidak patuh mengikuti petunjuk yang harus
ditaati selama bekerja di laoratorium
5) Kurangnya tidak bersikap hati-hati dalam bekerja di
laboratorium.

Alat pemadam kebakaran atau fire extinguishers merupakan


peralatan reaksi cepat yang multi guna untuk digunakan pada
kondisi darurat kebakaran sebelum memanggil petugas
kebakaran. Jenis alat pemadam kebakaran untuk memadamkan
api kecil yaitu alat pemadam api ringan (APAR). Jenis dan kelas
kebakaran dapat dipelajari pada materi jenis dan penanganan

142
kecelakaan kerja di laboratorium (Materi IV). APAR hanya sebatas
untuk memadamkan api pada mula kebakaran dengan ukuran
relative kecil dan dalam waktu tidak lebih dari 3 menit untuk
bahan cair dan gas, dan tidak lebih dari 10 menit untuk bahan
padat.
Bagian-bagian dari APAR sebagai berikut :
a. Tabung (Tube), harus tahan terhadap bahan kimia
b. Valve, berfungsi untuk menutup dan membuka aliran media
(isi) yang berada di dalam tabung
c. Handle, spare part yang berfungsi sebagai pegangan untuk
menekan serta membantu valve dalam melakukan fungsinya
d. Pressure, untuk menunjukkan tekanan N2 dalam tabung
e. Hose, berfungsi sebagai selang penghantar media
f. Nozzle, berfungsi sebagai pegangan untuk mengarahkan
media pada sumber api
g. Sabuk Tabung , berfungsi sebagai dudukan selang pada
tabung
h. Pin Pengaman, berfungsi sebagai pengaman tabung
i. Bracket /Hanger, berfungsi sebagai gantungan APAR

Alat pendukung APAR antara lain :

143
a. Hydran, jenis hidran antara lain hydran gedung yang
ditempatkan dalam gedung, hydran halaman ditempatkan di
halaman, dan hidran kota biasanya ditempatkan pada
beberapa titik yang memungkinkan unit pemadam kebakaran
kota dapat mengambil cadangan air.
b. Fire alarm, peralatan yang digunakan untuk memberitahu
pada setiap orang akan ada bahaya kebakaran.
c. Sprinkler, peralatan yang digunakan khusus dalam gedung,
alat akan memancarkan air secara otomatis apabila terjadi
pemanasan pada suatu suhu tertentu pada tempat dimana ada
sprinkler.
d. Smoke Detector, detector asap merupakan peralatan yang
memungkinkan secara otomatis akan memberitahu kepada
setiap orang bila ada asap dan alat ini akan berbunyi, biasa
digunakan / pemakaian dalam gedung.
Cara penggunaan APAR adalah sebagai berikut :
a. Pastikan APAR berisi penuh dan dapat digunakan (lihat
indicator)
b. Tarik /lepas pin pengaman yang berbentuk seperti kunci pada
bagian APAR,
c. Sebelum masuk ke lokasi kebakaran, tes terlebih dahulu
dengan menekan sedikit pompanya untuk mencoba pancaran
APAR apakah masih berfungsi dengan baik,
d. Berdirilah sesuai arah mata angin untuk menghindari
panasnya api, sebaiknya tidak terlalu dekat berdiri sekitar 50 m
dengan sumber api ,
e. Peganglah tabung dan arahkan selang pada titik pusat api,
f. Tekan tuas pegangan/ katup yang biasa terletak di atas tabung
untuk mengeluarkan isi tabung pemadam,
g. Semprotkan /sapukan mulai pada titik (sumber api) dari sisi
ke sisi dengan gerakan seperti menyapu sampai api padam.
Perlu diingat semprot ke sumber api bukan ke lidah api.
h. APAR yang telah dipakai (kosong) agar diletakan di tempat
yang aman dalam posisi tidur.

144
Ukuran APAR dan Kemampuan Memadamkan Api :

Ukuran APAR perlu diperhatikan karena akan berpengaruh pada


luas api yang akan dimatikan. Ukuran APAR memiliki berat 1-9
kg. Ukuran 9 kg digunakan untuk 5 m2 luas api, jadi perkilonya
dapat digunakan untuk 0,5 m2. Khusus untuk tabung pemadam
api berisi CO2 memiliki berat 2-7 kg (standar)

Penempatan APAR sebagai berikut :

a. APAR ditempatkan setiap jarak 20 meter,


b. Ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dilihat,
c. Ditempatkan pada jalur keluar arah reflex pelarian,
d. Ditempatkan dengan memperhatikan suhu sekitarnya,
e. APAR tidak terkunci,
f. Memperhatikan jenis dan sifat bahan yang dapat terbakar,
g. Intensitas kebakaran yang mungkin terjadi seperti jumlah
bahan bakar, ukurannya, kecepatan menjalarnya,
h. Memperhatikan orang yang akan menggunakan
i. Kemungkinan akan timbulnya reaksi kimia,
j. Efek terhadap keselamatan dan kesehatan orang yang
menggunakan.

Pelatihan Khusus Penanganan Keadaan Darurat


Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.
KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di
Tempat Kerja. Pengurus atau pengusaha wajib mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran, latihan
penanggulangan kebakaran di tempat kerja. Termasuk dalam
kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
ini adalah menyelenggarakan pelatihan dan gladi
penanggulangan kebakaran secara berkala.

Pelatihan khusus penanganan kedaruratan yang harus


dilakukan pada staf laboratorium minimal adalah :
a. Pelatihan pencegahan dan proteksi api antara lain pelatihan
cara penggunaan alat pemadam kebakaran ringan. Tujuan
dari pelatihan ini dirancang untuk memberikan pengetahuan

145
dan keahlian tentang teknik pencegahan dan
penanggulangan kebakaran di tempat atau di lingkungan
kerja. Mengaplikasikan teknik penanggulangan dan
pemadam kebakaran berdasarkan media pemadam,
termasuk cara penggunaan selang hidran untuk
memadamkan kebakaran, memenfaatkan tenaga air untuk
memadamkan api yang menyala. Penggunaan APAR relative
lebih mudah dan aman, dari jarak 3 sampai 5 meter
pemadam menyemprotkan APAR ke material yang terbakar.
Unsur kimia dari APAR (contoh CO2, busa (foam), tepung
kimia kerin (dry chemical powder)) akan menghentikan reaksi
pembakaran yang sedang berlangsung pada material
tersebut.
b. Pelatihan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K),
seperti cara penggunaan peralatan darurat, cara memberikan
penawar racun khusus dan umum, perawatan medis darurat
orang yang terluka, manajemen klinis orang yang terpapar,
tindakan evakuasi darurat.

X.8. Soal-soal Latihan / Penugasan


1. Kelompok membuat rambu-rambu keadaan darurat yang terdiri
dari rambu larangan, rambu pertolongan, rambu peringatan dan
rambu wajib/persyaratan
2. Rambu dipasang pada tempat / spot sesuai dengan jenis rambu.

X.9. Bacaan Tambahan


1. Furr AK,CRC Handbook of Laboratory Safety, 5 th,ed. Boca Raton,
FL. CRC Prss LLC, 2000

X.10. Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat


Jenderal Bina Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik, 2008. Pedoman Praktek Laboratorium
Kesehatan Yang Benar (Good Laboratory Practice), Jakarta,
Departemen Kesehatan.2008
2. Kementerian Kesehatan RI, 2015, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Penyakit Virus Ebola, Jakarta, 2015.

146
3. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans
Arnaldo, 2008. Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium
Mikrobiologi dan Rumah Sakit. PT. Merck Tbk.2008. Jakarta.

4. Eggimann, W.Bastian,C. Safety in Handling Chemical Substances


at Global Level Immunological Investigation, 1997.

147

Anda mungkin juga menyukai