KONSEP K3
1
I.4. Bahan Belajar
1. Buku Ajar
2. Prosedur operasional peralatan pengukuran pencahayaan
3. Prosedur operasional peralatan pengukuran kelembaban
2
kesehatan, terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu,
kotoran, api, asap, uap, gas, radiasi, suara atau getaran,
dilakukan pembuangan sampah atau limbah, dilakukan
penelitian atau riset yang menggunakan alat teknis.
3
a. Melakukan pengawasan dan pengarahan secara berkala terhadap
metode/prosedur pelaksanaan, bahan habis pakai, peralatan kerja
termasuk untuk kegiatan penelitian;
b. Memastikan semua petugas laboratorium memahami, dan
menggunakan alat pengamanan K3 (APD) untuk menghindari
bahaya;
c. Memantau petugas laboratorium yang sakit yang berhubungan
dengan pekerjaannya;
d. Melakukan penyelidikan dan mendokumentasikan semua
kejadian kecelakaan di laboratorium;
e. Melakukan pengawasan kegiatan dekontaminasi, desinfeksi dan
sterilisasi yang telah dilakukan bila terjadi tumpahan bahan
infeksius, sisa biakan (bahan bekas pakai), limbah infektif dan
peralatan laboratorium yang akan diperbaiki / diservis
f. Menyediakan kepustakaan / rujukan K3 yang sesuai untuk
menginformasikan perubahan prosedur, metode, petunjuk teknis
dan pengenalan penggunaan peralatan yang baru.
g. Menyusun jadwal kegiatan pemeliharaan peralatan
laboratorium;
h. Menyusun jadwal pemeriksaan kesehatan petugas secara berkala;
i. Membuat rencana pelaksanaan pelatihan K3 bagi seluruh petugas
laboratorium;
j. Mengembangkan sistem pencatatan mulai dari penerimaan,
perjalanan dan pembuangan bahan patogenik (infeksius);
k. Mengembangkan prosedur pemberitahuan tentang adanya bahan
infektif yang baru di dalam laboratorium;
l. Membuat /merancang sistem pengamanan pada keadaan darurat
seperti, sistem tanda bahaya/informasi darurat, sistem evakuasi,
P3K, alat komunikasi/panggil darurat, pelatihan dan pengadaan
alat pemadam kebakaran, nomor telpon darurat (ambulance,
polisi, pemadam kebakaran)
4
laboratorium dan tingkatannya, sikap dan kemampuan untuk
melakukan pengamanan sesuai dengan pekerjaannya, sesuai SOP,
mengontrol bahan specimen sesuai praktek laboratorium yang aman.
Pengamanan petugas dalam pemeriksaan di laboratorium mulai dari
proses pengambilan specimen, bahan media dan reagensia.
5
kemungkinan timbulnya mikroorganisme yang resisten terhadap
obat-obatan.
j. Ketersediaan prosedur pencegahan penyakit yang efektif secara
local, seperti pencegahan dengan imunisasi, pemberian antisera,
kondisi sanitasi seperti kebersihan makanan dan air serta
pengendalian hewa, vektor dan antropoda
6
e. Potensi bahaya yang muncul dari perubahan sifat pathogen
Modifikasi gen yang dapat merubah patogenitas, maka untuk
mengidentifikasi risiko bahaya, perlu dipertimbangkan :
1) Apakah ada peningkatan dalam pathogenitas dan virulensi
2) Dapatkah mutase dikendalikan ?
3) Apakah pengobatan tersedia ?
4) Apakah mikroorganisme yang dimodifikasi berkontribusi
terhadap pathogenitas ?
f. Potensi bahaya dari bahan kimia toksik, korosif, benda tajam
Potensi bahaya dari pekerjaan laboratorium yang menggunakan
bahan kimia adalah tertelan, terhirup dan tumpahan zat kimia,
dan tertusuk benda tajam dari pecahan gelas, pipet dan jarum
suntik.
g. Potensi bahaya dari limbah infeksius
Potensi bahaya dari kegiatan laboratorium berupa produk akhir
berupa limbah. Limbah infeksius berasal dari specimen biologis
berupa darah, sputum, yang terinfeksi. Petugas dapat terinfeksi
dari pekerjaannya bila tidak menggunakan perlengkapan
perlindungan diri dengan tepat. Limbah B3 juga cukup banyak
dihasilkan dari kegiatan laboratorium.
7
I.10. Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik, 2008. Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang Benar
(Good Laboratory Practice), Jakarta, Departemen Kesehatan.2008.
8
MATERI II
9
II.4. Bahan Ajar
1. Buku ajar
2. Format penugasan :
a. Table jenis tata ruang , fungsi dan fasilitas peralatan
laboratorium :
10
c.Jenis tata ruang dan fasilitas laboratorium medik
d.Jenis peralatan laboratorium, bahaya dan cara mengatasi
e.Format sub-topik 1,2,3 sesuai table 1
f.Format sub-topik 4 sesuai table 2
g.Selanjutnya setiap anggota kelompok yang diberi tugas
mempresentasikan di dalam kelompoknya masing-masing hasil
diskusi dengan anggota dari kelompok lain
h. Dosen sebagai fasilitator akan klarifikasi dan membahas materi
hasil diskusi.
i. Kelompok membuat summary hasil diskusi
2. Praktek cara penggunaan peralatan laminar air flow, sentrifuge,
autoklap dan oven sesuai dengan prosedur operasional peralatan
11
i. Denah ruang laboratorium yang lengkap ditempatkan pada
semua ruangan yang mudah terlihat termasuk letak telepon,
alat pemadam kebakaran ringan (APAR), dan pintu keluar
darurat
j. Tempat sampah dipisahkan untuk sampah kertas, sarung
tangan karet/plastik, tabung plastik dengan sampah
gelas/kaca/botol
k. Tersedia ruang ganti pakaian, ruang makan / minum dan kamar
kecil.
l. Tanaman hias dan hewan piaraan tidak diperbolehkan berada
di ruang kerja laboratorium.
3. Sistem Ventilasi
a. Ventilasi laboratorium harus cukup, bisa digunakan exhausfant;
b. Jendela laboratorium dapat dibuka dan ditutup. Pada jendela
perlu dilengkapi /dipasang perangkap serangga (kawat anti
nyamuk/lalat)
c. Udara di dalam laboratorium dibuat mengalir searah
4. Peralatan Laboratorium
Peralatan laboratorium yang biasanya terdapat di laboratorium
adalah :
a. Jarum semprit, sediakan jarum semprit dengan sistem pengunci
untuk mencegah terlepasnya jarum dari semprit. Jika mungkin
digunakan alat suntik sekali pakai;
b. Pipet, gunakan pipet yang bisa diotoklap atau disterilisasi.
Jangan menggunakan pipet yang retak atau gumpil. Sebaiknya
gunakan pipet ukur, karena cairan tidak perlu dikeluarkan
sampai tetes terakhir;
12
c. Alat bantu pipet, gunakan alat bantu pipet yang dapat
didesinfeksi, mudah digunakan dan dapar mencegah
kontaminasi serta kebocoran dari ujung pipet;
d. Tabung/botol tutup ulir, gunakan tabung/botol tutup ulir yang
bisa diotoklap, dapat memberikan perlindungan yang efektif;
e. Sentrifuse/alat pemusing
f. Alat homogenisasi / alat pengaduk (stirrer)
g. Alat penguncang (shaker)
h. Alat pemecah jaringan (grinder)
i. Autoklap
j. Cabinet biosafety (cabinet keamanan biologis I, II, III dan IV),
aliran udara yang masuk ke daerah kerja sedikit. Udara yang
keluar dan daerah kerja dari daerah kerja sudah terinfiltrasi
baik;
k. Lemari asam, untuk memisahkan daerah kerja dengan operator;
l. Mikropipet
m. Oven
5. Peralatan Keamanan
a. Cabinet biosafety (cabinet keamanan biologis) I, II, III, dan IV
untuk pengamanan yang maksimum dari bahaya aerosol atau
percikan;
b. Alat bantu pipet, untuk menghindari bahaya pemipetan dengan
mulut, tertelannya mikroorganisme pathogen, dan terhirupnya
aerosol;
c. Botol / tabung dengan tutup ulir, untuk mencegah aerosol dan
terkena tetesan
d. Alat inserasi mikro, untuk menghindari aerosol;
e. Lemari asam, untuk menghindari operator (petugas) dari
percikan, terhirup bahan kimia,
f. Autoklap, untuk sterilisasi sisa media yang mengandung
mikroorganisme pathogen;
g. Oven, untuk sterilisasi alat-alat gelas.
h. Pelindung muka dan pelindung mata dan bagian mata, untuk
mencegah pecahan dan percikan
i. Pelindung pernapasan, untuk menghindari inhalasi aerosol
13
II.9. Bacaan Tambahan
1. World Health Organization (WHO), Laboratory Biosafety Manual,
Third Edition, Geneva, 2004.
14
MATERI III
15
dekontaminasi, incenerasi suhu 800 ℃ - 1000 ℃ dengan waktu retensi
0,5 detik. Untuk limbah padat dengan waktu paruh ± 30 hari.
16
3. Topik collaborative learning yang akan didiskusikan adalah :
a. Pengetahuan dan penanganan limbah laboratorium medis
b. Pengetahuan dan penanganan limbah laboratorium non medis
c. Pengetahuan dan penanganan limbah B3
4. Topik tersebut untuk capaian pembelajaran pengetahuan dan
penanganan limbah
5. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi sesuai
dengan topik
6. Topik discovery learning adalah : Pengetahuan dan penanganan bahan
kimia. Pada metode ini mahasiswa diminta ke tempat penyimpanan
bahan kimia, untuk melihat, mengamati dan menginventaris kode
/tanda, sifat bahan kimia yang ada,
7. Mahasiswa membuat laporan hasil menginventaris : nama bahan kimia,
sifat / lambang bahan kimia, dan cara penempatan bahan kimia
8. Hasil dilaporkan untuk dipresentasikan
17
peralatan habis pakai, seperti alat suntik, sarung
tangan, kapas, medium pembiakan
3) Limbah Gas
- sterilisasi dengan etilen oksida, thermometer Hg
- generator
2. Penanganan dan Penampungan Limbah
a. Penanganan
Umum :
Prinsip Pengelolaan limbah adalah pemisahan jenis limbah/
diidentifikasi, untuk dipilah dan memisahkan langsung limbah
dari sumbernya dan ditempatkan dalam kantong/container
dan pengurangan volume limbah secara kontinue. Memilah
dan mengurangi volume limbah klinis sebagai syarat
keamanan yang penting untuk petugas pembuangan sampah,
petugas emergensi, dan masyarakat.
18
2) Siapkan surat /dokumen pengiriman yang di dalamnya
berisi informasi jenis dan sifat limbah, volume limbah,
dan informasi lain yang diperlukan, (litbangkes ada izin
menerima specimen dan surat /dokumen),
3) Perlu diatur rute pengiriman, lewat darah atau udara,
4) Jangan dikirim sebelum ada kesepakatan pengirim
dengan jasa transfortasi dan jasa penerima pengelolaan
limbah,
5) Persiapkan limbah yang akan dikirim dalam keadaan
dingin dengan menggunakan suhu – 40 ⁰℃ (nitrogen).
19
2) Limbah dibuang ke dalam saluran khusus yang
berhubungan langsung dengan saluran pusat pengolahan
limbah
3) Selanjutnya limbah cair dialirkan ke instalasi pengolahan
air limbah memakai sistem bioreactor(biodetox)
4) Air yang keluar ke saluran kota diharapkan sudah tidak
tercemar, dibuktikan dengan adanya ikan yang tetap hidup
di kolam control dan hasil analisa air dari laboratorium
5) Limbah cair disalurkan ke saluran tertutup, kedap air dan
dapat mengalir dengan lancar dan dengan kemiringan 2-4
derajat agar tidak mengendap
6) Jarak dari sumber air minimal 10 meter
20
1) Limbah atau sampah umum dibuang ke dalam tempat
sampah dengan kantong plastik berwarna hitam
2) Setelah semua limbah terkumpul plastik diikat kemudian
dibawa ke tempat penampungan sampah sementara di
rumah sakit
3) Sampah umum dibuang ke tempat pembunangan sampah
akhir yang dikelola oleh Pemda setempat
4) Sampah padat non medis tidak boleh dicampur dengan
sampah padat medis.
4. Penampungan Limbah
Hal yang perlu diperhatikan dalam penampungan limbah adalah :
a. Sarana penampungan limbah yang memadai
b. Sarana penampungan diletakan pada tempat yang pas, aman
dan hygienis
c. Pemadatan adalah cara yang efisien dalam penyimpanan
limbah yang bisa dibuang dengan landfill
d. Pemadatan tidak boleh dilakukan untuk limbah infeksius dan
limbah benda tajam
5. Pengiriman Limbah
a. Kantong limbah medis sebelum dimasukkan dalam kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam container yang kuat dan
tertutup
b. Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan
kendaraan khusus
c. Kantong limbah medis harus aman dari jangkauan manusia
maupun binatang
d. Pengumpulan limbah medis dari setiap ruangan penghasil
limbah menggunakan trolli khusus yang tertutup
e. Penyimpanan limbah medis harus sesuai iklim tropis yaitu
pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau
paling lama 24 jam.
21
f. Petugas yang menangani limbah harus menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap.
6. Pemisahan limbah
Pemisahan berbagai jenis limbah yang akan dibuang dapat
menggunakan kantong dengan kode warna yang berbeda untuk
jenis limbah. Kode warna kantong yang disarankan untuk limbah
klinis, yaitu :
a. Kantong warna hitam untuk jenis limbah rumah tangga biasa,
tidak digunakan untuk menyimpan atau mengangkut limbah
klinis
b. Kantong warna kuning untuk semua jenis limbah yang akan
dibakar
c. Kantong warna kuning dengan strip hitam jenis limbah yang
sebaiknya dibakar tetapi bisa juga dibuang di sanitary landfill
bila dilakukan pengumpulan terpisah dan pengaturan
pembuangan
d. Kantong biru muda atau transfaran dengan strip biru tua
adalah untuk jenis limbah autoclaving sebelum pembuangan
akhir
Keberhasilan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran,
prosedur yang jelas, serta keterampilan petugas sampah pada
semua tingkat.
7. Pengolahan limbah
Beberapa cara pengolahan limbah sederhana yang dapat
dilakukan, adalah sebagai berikut :
a. Limbah cair yang mengandung logam berat dapat dipisahkan
dengan cara pengendapan, koagulasi dan flokulasi. Tawas,
garam besi dan kapur sangat efektif untuk mengendapkan
logam berat dan partikel koloidnya.contoh 50 mg/FeCl 2 yang
22
membentuk Fe(OH)3 dapat mengikat arsen, seng, nikel,
mangan, dan air raksa. Pengendapan dapat pula dilakukan
dengan menambahkan sulfide.
b. Proses oksidasi-reduksi, dapat dilakukan untuk pengolahan
zat organic toksik dalam limbah sehingga terbentuk zat yang
kurang atau tidak toksik. Beberapa oksidator dan reduktor
yang bisa digunakan untuk mengolah limbah :
Oksidator : Cl2,OCl, H2O2, Oksidasi basah, elektrolisa, ozon
Reduktor : SO2, Sulfat, FeSO4,
c. Pertukaran ion oleh kation dapat menyerap ion logam berat
nikel, sedangkan anion beracun dapat diserap oleh resin anion.
d. Limbah infeksi semua harus diolah dengan cara disinfeksi,
dekontaminasi, sterilisasi dan insinerasi. Bahan untuk
insinerasi bila harus diautoklap lebih dahulu harus dikemas
dalam kantong plastic. Insinerasi adalah metode yang berguna
untuk membuang limbah laboratorium (cair/padat), sebelim
atau sesudah diautoklap dengan membakar limbah tersebut
dalam alat insinerasi (incinerator). Insinerasi bahan infeksi
dapat digunakan sebagai pengganti autoklap hanya jika alat
insinerasi berada di bawah pengawasan laboratorium dan
dilengkapi dengan alat pengontrol suhu dan ruangan bakar
sekunder. Alat insinerasi dengan ruang bakar tunggal tidak
memuaskan untuk menangani bahan infeksi, mayat, hewan
percobaan dan plastic. Bahan tersebut tidak dirusak dengan
sempurna, sehingga asap yang keluar dari cerobongnya
mencemari atmosfir dengan mikroorganisme dan zat kimia
toksik. Ada beberapa model ruang bakar yang baik, tetapi
yang ideal adalah yang memungkinkan suhu pada ruang
bakar pertama paling sedikit 800 ℃ dan pada ruang bakar
kedua 1000℃ , waktu retensi gas pada ruang bakar kedua
sebaiknya paling sedikit 0,5 detik.
e. Limbah padat harus dikumpulkan dalam kotak limbah yang
tutupnya dapat dibuka denga kaki dan sebelah dalamnya
dilapisi kantong kertas atau plastic. Kantong harus diikat
dengan selotif sebelum diangkat dari dalam kotak. Pengolahan
limbah padat yang mengandung zat radioaktif dimulai dari
biarkan meluruh untuk mencapai nilai batas yang diijinkan
dengan waktu paruh pendek 30 hari. Tambahkan tanah,
formaldehida atau hipoklorit untuk limbah padat yang mudah
busuk . Lakukan insinerasi jika limbah dapat dibakar.
23
f. Limbah gas harus dibersihkan melalui penyaring (filter)
sebelum dibuang ke udara . penyaring harus diperiksa secara
teratur.
24
c. An-aerobic filter treatment system
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan an-aerobic
melalui filter, air limbah tersebut sebelumnya telah
mengalami pre-treatmen dengan septic tank. Proses anaerobic
filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang
mengandung zat-zat asam organic dan senyawa anorganik
yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses
oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dikeluarkan ke
bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk
memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut, sehingga
akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada
proses klorinasi nanti. Sistem an-aerobic treatmen terdiri dari
komponen-komponen antara lain :
1) Pump swap
2) Septic tank
3) An-aerobic filter
4) Stabilization tank
5) Chlorination tank
6) Sludge drying bed
7) Control room
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga
tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah
tempat tidur, maka konstruksi an-aerobic filter treatment
system dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut,
misalnya :
1) Volume septic tank
2) Jumah an-aerob filter
3) Volume stabilization
4) Jumlah chlorination tank
5) Jumlah sludge drying bed
6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan
25
Limbah rumah sakit tentu berbeda dengan limbah rumah tangga.
Pengelolaan limbah rumah sakit berdasarkan Kemenkes RI
No.1204/Menkes/SK/X/2004. Pengelolaan limbah rumah sakit
atau sampah medis yang paling aman bertujuan untuk
mengurangi atau mencegah tertularnya penyakit. Limbah gas
pada rumah sakit antara lain :
26
lain yang membutuhkan udara bersih. Filter udara yang
digunakan tergantung kandungan udara yang disaring,
misalnya berdebu banyak, bersifat asam atau alkalis.
2) Pengendap siklon
Pengendap siklon (cyclone separator) adalah alat
pengendap materi partikulat yang ikut dalam gas atau
udara buangan. Prinsip kerja pengendap ini adalah
pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang
sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon
sehingga partikel yang relative berat akan jatuh ke bawah.
Ukuran materi partikulat yang bisa diendapkan oleh alat
ini adalah antara 5-4 μ unit. Makin besar ukuran partikel,
makin cepat partikel tersebut diendapkan.
3) Filter basah
Filter basah (wet scrubber) membersihkan udara yang kotor
dengan cara menyalurkan udara ke dalam filter kemudian
menyemprotkan air ke dalamnya. Saat udara kontak
dengan air, materi partikulat padat dan senyawa lain yang
larut air akan ikut terbawa air turun ke bagian bawah
sedangkan udara bersih dikeluarkan dari filter. Air yang
digunakan untuk menyemprot udara kotor juga dapat
diganti dengan senyawa cair lain yang dapat
bereaksi/melarutkan polutan udara. Contoh senyawa atau
materi partikulat yang dapat dibersihkan dari udara
dengan menggunakan filter basah adalah debu, sulfur
oksida, ammonia, hydrogen klorida dan senyawa asam
atau basa lain.
4) Pengendap sistem gravitasi
Pengendap sistem gravitasi hanya dapat digunakan untuk
membersihkan udara yang mengandung materi partikulat
dengan ukuran relative besar, yaitu sekitar 50 μ atau lebih.
Cara kerja alat ini sangat sederhana, yatu dengan
mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dapat
memperlambat kecepatan gerak udara. Saat terjadi
perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop) materi
partikulat akan jatuh terkumpul di bagian bawah alat
akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi).
5) Pengendap elektrostatik
Pengendap elektrostatik (electrostatic precipitator)
digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam
27
jumlah (volume) yang relative besar dan polutan udaranya
adalah aerosol atau uap air. Alat pengendap elektrostatik
ini menggunakan elektroda yang dialiri arus searah (DC).
Udara kotor disalurkan ke dalam alat dan elektroda akan
menyebabkan materi partikulat yang terkandung dalam
udara mengalami ionisasi. Ion-ion kotoran tersebut akan
ditarik ke bawah, sedangkan udara bersih akan terhembus
keluar.
28
Sampah ini dimasukkan dengan incinerator atau
autoclaving dengan kantung harus terbuka dan dibuat
sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus
secara efektif
b. Penampungan
Sampah klinis harus diangkut sesering mungkin sesuai
dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan
untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas
kebersihan (sesuai ketentuan yang ditunjuk) sampah tersebut
harus dilakukan pengelolaan sebagai berikut :
1) Sampah disimpan dalam container yang memenuhi syarat
2) Lokasi yang strategis, dikumpulkan dengan kantong
berkode warna yang telah ditentukan.
3) Diletakan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai
tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab,
dari binatang, bebas dari infestasi serangga dan tikus
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah
c. Pengangkutan
29
Pengangkutan dapat dilakukan internal dan eksternal.
Pengangkutan internal dimulai dari titik penampungan awal
sampai ke tempat pembuangan atau incinerator (pengolahan
on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan
kereta dorong. Kereta dorong atau troli yang digunakan harus
didesain sebagai berikut :
1) Permukaan harus licin, ratadan tidak tembus
2) Tidak akan menjadi sarang serangga
3) Mudah ibesihkan dan dikeringkan
4) Sampah tidak meempel pada alat angkut
5) Sampah mudah diisikan, diikat dan dituang kembali.
Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus
diangkut ke tempat lain maka harus disediakan bak terpisah
dari sampah biasa dalam truk pengangkut, dan harus
dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi sampah lain
yang dibawa. Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam
keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.
30
sekitar hingga menghambat atau merusak keberlangsungan
hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.
31
6) Limbah B3 dari sumber tidak specific, merupakan limbah
yang bukan dari proses utamanya, tetapi berasal
pemeliharaan alat pencucian, inhabitor, korosi, pelarut kerak
dll.
7) Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas
kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi
spesifikasi atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka
suatu produk menjadi limbah B3 yang memerlukan
pengelolaan limbah B3 lainnya. Hal yang sama juga berlaku
untuk sisa kemasan limbah B3 dan bahan kimia kadaluarsa.
32
limbah organic peroksida yang tidak stabil dalam suhu
tinggi. Limbah reaktif mempunyai sifat sbb :
a) Pada keadaan normal, tidak stabil dan dapat
menyebabkan perubahan tanpa peledakan
b) Dapat bereaksi hebat dengan air
c) Apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan
ledakan, mengahsilkan gas, uap atau asap beracun dalam
jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan
lingkungan
d) Merupakan limbah sianida, sulfit, atau amoniak yang
pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan
gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan
e) Mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan
standar (25 ℃ , 760 mmHg)
f) Menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima
oksigen atau limbah organic peroksida yang tidak stabil
pada suhu tinggi.
e. Macam-macam limbah B3 :
1) Limbah logam berat
33
Logam berat menunjuk pada logam yang mempunyai berat
jenis lebih tinggi dari 5-6g/cm3., dan unsur-unsur metalloid
yang mempunyai sifat erbahaya seperti logam berat.
Beberapa logam berat yang beracun adalah As, Cd, Cr, Cu,
Pb, Hg, Ni, Zn, Fe dan Mn.
2) Limbah zat kimia
Limbah zat kimia yang berbahaya, contohnya pestisida,
sulfide, sianida, fenol, dll.
3) Limbah deterjen
Proses penguraian deterjent akan menghasilkan benzene
dan klor yang akan membentuk senyawa klorobenzene yang
sangat berbahaya (karsinogenik)
4) Limbah tinja
Limbah tinja yang paling berbahaya adalah bagian
mikroorganisme pathogen yang dapat menularkan penyakit
bila masuk ke tubuh manusia. Dalam 1 gram tinja
mengandung 1 milyar partikel virus infektif yang mampu
bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu di
bawah 10 ℃ . Terdapat 4 mikroorganisme pathogen yang
terkandung dalam tinja yatu, virus, protozoa, cacing dan
bakteri
5) Limbah yang mudah meledak dan reaktif
Limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas
dengan cepat, suhu dan tekanan yang tinggi mampu
merusak lingkungan sekitarnya. Contoh limbah yang
mudah meledak, yaitu :
a) Limbah yang menghasilkan bahan ekspolosif
b) Limbah kimia khusus dari laboratorium seperti asam
pikrat (picric acid)
c) Kaleng bekas gas
d) Kaleng bekas obat yamuk
e) Korek isi gas yang tidak terpakai
6) Limbah beracun
Contoh limbah beracun yaitu :
a) Bekas cairan pembersih lantai
b) Pestisida, herbisida dan pupuk kimia apabila dikonsumsi
manusia akan menyebabkan keracunan dan sampai
kematian
7) Limbah yang bersifat korosif
34
Contoh limbah yang bersifat korosif adalah :
a) Produk automotif, contoh bahan bakar, oli kendaraan,aki
dan pembersih kendaraan
b) Produk pemeliharaan rumah, contoh cat,pewarna,
pengencer cat
c) Pestisida, contoh insektisida, racun tikus, kamper
d) Pembersih rumah, pembersih antai, pemutih, pengilat
oven
e) Produk lain eperti baterai, pemoles sepatu
8) Limbah infeksius
Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan
isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan limbah
laboratorium, kamar isolasi, kamar perawatan. Limbah yang
menjadi sumber penyebaran penyakit pada petugas, pasien
dan pengunjung, maupun masyarakat sekitar.
f. Mengklasifikasikan Limbah B3
1) Mengklasifikasikan limbah B3 akan memberikan informasi
lebih dini kepada penghasil atau pengelola limbah, sehingga
dapat diambil tindakan-tindakan preventif untuk menghindari
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti keracunan,
kebakaran, ledakan, irritasi dll. Tahap-tahap identifikasi limbah
sebagai limbah B3 adalah sbb :
Identifikasi jenis limbah B3 yang dihasilkan, yaitu :
a) masing-masing penghasil limbah B3 mengidentifikasi jenis
dan jumlah limbah B3 yang secara periodic dihasilkan oleh
penghasil limbah
b) identifikasi tersebut ditulis dalam formulir identifikasi
limbah B3 oleh masing-masing penanggung jawab
penghasil limbah, kemudian diserahkan kepada bidang
lingkungan hidup.
2) Mencocokan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3, apabila
termasuk dalam daftar maka limbah tersebut masuk dalam
kelompok limbah B3
a) Apabila jenis limbah tidak termasuk dalam daftar jenis
limbah B3, maka pemeriksaan dilanjutkan apakah masuk
dalam karakteristik mudah meledak, mudah terbakar,
beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi atau bersifat
korosif
35
b) Apabila tidak termasuk dalam daftar jenis limbah B3 dan
tidak memiliki karakteristik tersebut point c maka
dilanjutkan dengan uji toksikologi.
g. Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 meliputi pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Pengelolaan
limbah B3 yang memerlukan izin dari Direktorat Jenderal
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3, Kementerian
Lingkungan Hidup dan kehutanan diantaranya :
1) Pengumpulan limbah B3 skala nasional
2) Pemanfaatan limbahn B3
3) Pengolahan limbah B3
4) Penimbunan (landfill) limbah B3
5) Dumping limabh B3 ke laut
36
i. Pengemasan Limbah B3
Sebelum melakukan pengemasan penghasil/pengumpul limbah
B3 harus mengetahui karakteristik limbah , dan dapat diketahui
melalui pengujian laboratorium. Penghasil limbah secara
otomatis sudah mengetahui karakteristik limbah. Bila suatu
waktu terjadi perubahan dalam kegiatannya yang diperkirakan
mempengaruhi karakteristik limbah, maka perlu dilakukan
pengujian kembali. Dalam pemilihan bentuk dan kemasan
harus disesuaikan dengan jenis dan karakteristik limbah. Bahan
kemasan dapat terbentuk dari bahan plastic (HDPE, PP atau
PVC) atau dari bahan logam/teflon, baja karbon, disesuaikan
dengan limbah dan tidak boleh bereaksi dengan limbah yang
disimpan. Setelah mengetahui karakteristik , maka dapat
menentukan jenis kemasan yang sesuai.
37
menggunakan drum yang memiliki penutup lebar, dengan
istilah open top drum.
4) Bila kemasan yang digunakan adalah kemasan bekas limbah
atau bahan lain, maka perlu dipastikan apakah cocok untuk
limbah yang akan dikemas, bila tidak disarankan untuk
mencuci terlebih dahulu. Pastikan untuk menampung dan
melakukan karakteristik air cucian sebelum dibuang.
5) Jika kemasan akan digunakan kembali secara rutin,
pertimbangkan untuk menetapkan limbah yang akan
dikemas ke dalamnya. Hal ini untuk mempermudah
penggunaan kembali kemasan tersebut tanpa perlu
mencucinya terlebih dahulu.
6) Pastikan limbah-limbah yang tidak saling cocok, jauhkan
satu sama lain dan kemas dalam kemasan terpisah,
7) Pastikan kemasan tidak rusak oleh limbah B3 yang dikemas,
8) Gunakan corong untuk menuangkan limbah cair ke dalam
kemasan guna menghindari tumpahan. Jangan
menggunakan corong yang sama untuk semua limbah B3,
9) Beberapa limbah B3 dapat mengalami ekspansi volume
karena fluktuasi suhu dan tekanan (misalnya solvent).
Pastikan untuk tidak mengisi limbah B3 hingga penuh ke
dalam kemasan, kecuali jika menggunakan iso tank
10) Kemasan khusus untuk limbah infeksius memiliki simbol
biohazard yang sudah tercetak langsung di badannya dan
memiliki warna mencolok, yaitu kuning, merah dan jingga.
11) Untuk limbah infeksius tajam dan dapat menyayat kulit
(jarum suntik dan scalpel), limbah jaringan/potongan organ
tubuh, darah dan media agar bekas inokulasi bakteri harus
dikemas dengan wadah yang keras, kedap air dan anti tusuk
seperti ember/bin,
12) Untuk limbah infeksius non tajam seperti perban, kasa dan
kapas dapat dikemas mengunakan kantong plastik.
13) Semua kemasan limbah B3 yang telah terisi harus ditandai
dengan simbol dan label limbah B3 sebagai bentuk
komunikasi bahaya, dan memudahkan identifikasi limbah
B3. Symbol adalah gambar yang mewakili karakteristik suatu
limbah, sedangkan label adalah tulisan yang berisi segala
keterangan tentang suatu limbah yang terdapat di dalam
suatu kemasan.
38
k. Pengangkutan Limbah B3
Arah kebijakan pengangkutan limbah B3 adalah :
1) B3 merupakan bahan kimia yang berpotensi risiko terhadap
kesehatan manusia, pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup
2) Melakukan upaya pencegahan dan mengurangi potensi
bahaya B3 terhadap lingkungan hidup dan kesehatan
manusia selama proses pengangkutan
3) Melakukan upaya pencegahan kemungkinan
penyalahgunaan B3
4) Mengupayakan harmonisasi pengaturan dengan sistem
global (GHS Globally, Harmonized System)
Pengangkutan limbah B3 merupakan kegiatan pemindahan
lokasi dari sumber penghasil limbah ke lokasi penyimpanan,
pengumpulan dan pengolahan atau pemanfaatan di luar lokasi
penghasil limbah serta pemindahan lokasi penimbunan hasil
pengolahan. Setiap ada pemindahan harus disertai dokumen
limbah B3. Dokumen limbah B3 terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1) Bagian I : harus diiisi oleh penghasil limbah
2) Bagian II : harus diisi oleh pengangkut
3) Bagian III : harus diisi oleh pengumpul/pemamfaaan /
pengolah limbah
Dokumen limbah B3 tersebut merupakan legalitas dari kegiatan
pengelolaaan limbah B3 dan merupakan sarana/alat
pengawasan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan dan juga untuk
mengetahui mata rantai perpindahan dan penyebaran limbah
B3. Dokumen limbah B3 harus dibawa dari tempat
pengangkutan limbah B3 ke tempat tujuan, dan diserahkan
kembali pada saat penyerahan limbah B3. Dokumen limbah B3
juga meliputi dokumen muatan.
39
dikembalikan. Kelengkapan dokumen permohonan
rekomendasi pengangkutan limbah B3, yaitu :
a) Salinan akte pendirian penghasil limbah (RS/lab. Klinik)
b) Copi SK Menteri Kehakiman atau Menteri HAM,
tentang pengesahan akte pendirian penghasil limbah
c) Lampiran keterangan alat angkut
d) Lampiran keterangan limbah B3 (formulir jenis dan sal
muat B3
e) Copi STNK alat angkut
f) Copi lembar data keselamatan untuk setiap jenis B3
yang diangkut
g) Copi SOP (surat operasional pengangkutan), bongkar
muat dan SOP tanggap darurat
h) Foto berwarna alat angkut yang memperlihatkan
symbol B3, identitas nama perusahaan, emergency call
number pada sisi kiri dan kanan kendaraan
i) SOP bongkar muat, SOP Tanggap darurat pada
kendaraan
j) Foto kegiatan bongkar muat
k) Foto APD dan peralatan perlengkapan sistem tanggap
darurat
l) Sertifikat pelatihan pengangkutan B3 untk pengemudi
3) Pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan oleh
petugas UPT Kementerian lingkungan Hidup dan
Kehutanan, proses rekomendasi dapat dilanjutkan dengan
verifikasi teknis lapangan
4) Pelaksanaan verifikasi lapangan dalam rangka validasi
dokumen dan pemeriksaan kesesuaian jenis limbah B3
dengan alat angkut yang digunakan
5) Penerbitan surat rekomendasi pengangkutan limbah B3
40
akan dikelola atau dimanfaatkan. KLH bertugas
memverifikasi untuk kebenaran ijin tersebut.
2) Pihak transportasi harus mempunyai ijin dari Dirjen
Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan RI dan
mendapat rekomendasi dari KLH RI. Ijin sesuai dengan jalur
transportasi yang akan dilalui limbah B3.
3) Pihak ketiga yang ditunjuk mengisi berita acara pemeriksaan
dan berita acara serah terima limbah B3, bersama dengan
pihak penghasil limbah
4) Pihak ketiga berkewajiban memberikan dokumen limbah B3
(manifest) yang sudah ditandatangani oleh penghasil limbah
dan pihak transfortasi yaitu :
a) Manifest ke dua (warna kuning), penghasil limbah
berkewajiban untuk mengirim manifest ke KLH
b) Manifest ketiga (warna hijau) untuk disimpan oleh pihak
penghasil limbah.
c) Manifest ke empat (warna ungu), yaitu dokumen limbah
B3 yang lengkap dari pengumpul/pemanfaat selambat-
lambatnya 120 hari sejak limbah B3 diangkut oleh
trasnfortir ke pengumpul/pemanfaat
41
d. Kerucut pengaman, segitiga pengaman
e. Dongkrak,
f. Pita pembatas
g. Serbuk gergaji, sekop yang tidak menimbulkan api
h. Lampu senter
i. Warna kendaraan khusus
j. Pedoman pengoperasian kendaraan yang baik untuk
keadaan normal dan dururat
k. Ganjal roda yang cukup kuat dan diletakan pada tempat
yang mudah dijangkau oleh pembantu pengemudi.
o. Pengolahan limbah B3
Pengolahan limbah B3 mengacu pada keputusan Ka. Bapedal
No. Kep.-03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah B3. Pendekatan yang dilakukan dalam
pelaksanaan kegiatan pengelolaan limbah B3 berupa langkah-
langkah yang terintegrasi, yang merupakan upaya untuk :
1) Penekanan pihak penghasil limbah agar mau melakukan
pendekatan reduksi/eliminasi limbah B3
2) Menerapkan persyaratan teknik pengelolaan limbah B3
3) Melakukan larangan import limbah B3
4) Membuat peraturan tentang eksport limbah B3
5) Memberi persyaratan perizinan dalam pengelolaan limbah
B3
6) Menentukan jenis-jenis limbah yang dikategorikan limbah
B3 dan membuat prosedur penetapan limbah B3
7) Melakukan pengawasan dalam pengelolaan limbah B3
dalam setiap proses.
42
c) Jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas
umum minimum 300 m
d) Jarak dengan wilayah erairan dan sumur penduduk
minimum 300m
e) Jarak dengan wilayah terlindungi (cagar alam, hutan
lindung) minimum 300 m
2) Fasilitas Pengolahan
Fasiltas pengolahan harus menerapkan sistem operasi,
meliputi :
a) Sistem keamanan fasilitas
b) Sistem pencegahan terhadap kebakaran
c) Sistem penanggulangan keadaan darurat
d) Sistem pengujian peralatan
e) Pelatihan karyawan
3) Penanganan limbah B3 Sebelum Diolah
Limbah B3 harus diindentifikasi dan dilakukan uji analisis
kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam
pengolahan limbah, metode yang tepat untuk pengolahan
sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
4) Pengolahan limbah B3
Jenis pengolahan limbah B3 tergantung karakteristik dan
kandungan limbah. Perlakuan limbah untuk pengolahan
dapat dilakukan dengan proses sbb :
a) Proses secara kimia, meliputi redoks, elektrolisa,
netralisasi, pengendapan, stabilisasi, absorbs, penukaran
ion.
b) Proses secara fisika, meliputi pembersihan gas,
pemisahan cairan, dan penyisihan komponen specific
dengan metode kristalisasi, osmosis balik, dialisa dll
c) Proses stabilisasi/solidifikasi, dengan tujuan untuk
mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3
dengan cara membatasi daya larut, penyebaran dan daya
racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan
akhir
d) Proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran
materi limbah menggunakan alat khusus incinerator
dengan efisiensi pembakaran harus mencapai suhu 99,99
% atau lebih. Artinya jika suatu materi limbah B3 ingin
43
dibakar dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran
tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap jenis
limbah B3, tetapi proses dapat dipilih berdasarkan cara
terbaik pengolahan yang sesuai dengan jenis dan
karakteristik/ materi limbah.
44
awal. Beberapa unit pengolahan limbah menggunakan
proses flotation pada tahapan awal
b) Treatmen, stabilization, and conditioning, tahapan ini
bertujuan untuk menstabilkan senyawa organic dan
menghancurkan pathogen. Proses stabilisasi dapat
dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia,
fisika dan biologi. Pengkondisian secara kimia
berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan
bahan-bahan kimia dengan partikel koloid.
Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan
memisahkan bahan-bahan kimia dengan koloid dengan
cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara
biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi
dengan bantuan enzim dan rekasi oksidasi. Proses-
proses yang terlibat pada tahapan ini adalah lagooning,
anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,
polyelectrolyte, flocculation, chemical conditioning, dan
elutriation.
c) De-watering and drying, bertujuan untuk menghilangkan
atau mengurangi kandungan air dan sekaligus
mengurangi volume lumpur. Alat yang biasa digunakan
adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter dan
belt press.
d) Disposal, adalah proses pembuangan akhir limbah B3.
Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3
dibuang adalah pyrolysis, wet air oxidation, dan
composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3
umumnya adalah sanitary landfill, crop land, atau infection
well.
3) Solidification / stabilization
Secara umum stabilization dapat didifinisikan sebagai proses
pencampuran limbah dengan bahan tambahan (aditif)
dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar
dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah
tersebut. Sedangkan solidification didefinisikan sebagai
proses pemadatan bahan berbahaya dengan penambahan
aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga
sering dianggap mempunyai arti sama. Berdasarkan
45
mekanismenya proses Solidification / stabilization dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu :
a) Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan
berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks
struktur yang besar.
b) Microencapsulation, yaitu proses mirip macroencapsulation
tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam
struktur Kristal pada tingkat mikroskopik
c) Precipitation,yaitu proses menguapkan kontaminan dari
limbah sehingga limbah tersebut dapat stabil
d) Adsorbsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat
secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui
mekanisme adsorbs
e) Absorbs, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar
dengan menyerapkannya ke bahan padat
f) Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa
beracun menjadi senyawa lain yang tingkat
toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama
sekali.
Teknologi solidifikasi/stabilisasi umumnya menggunakan
semen, kapur (caOH)2, dan bahan termoplastik. Metode
yang diterapkan di lapangan adalah metode in-drum
mixing, in-situ mixing dan plant mixing.
4) Incineration
Teknologi pembakaran adalah alternatif yang menarik
dalam pengolahan limbah B3. Insenerasi mengurangi
volume dan massa limbah hingga sekitar 90 % (volume)
dan 75 % (berat). Proses insenerasi menghasilkan energy
dalam bentuk panas. Pada proses ini sebagian besar dari
komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah
berkurang dengan cepat. Selain itu, insenerasi memerlukan
lahan yang relative kecil.
46
diterapkan adalah rotary kiln, multiple hearth, fluidzed
bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous
waste infection, dan starved air unit.
47
a) Microalgae , penanganan logam berat dengan
mikroorganisme atau mikroba dikenal dengan
bioakumulasi, bioremediasi, atau bioremoval. Metode
atau teknologi ini memiliki kelebihan dibandingan
dengan proses kimiawi untuk menangani pencemaran
logam berat lebih efektif dibandingkan dengan resin
penular ion dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan
sensitivitas adanya padatan terlarut (suspended solid), zat
organic dan logam berat lainnya. Dan lebih baik dari
proses pengendapan (presipitation) untuk kemampuan
menstimulasi perubahan pH. Jenis sianobakteria
merupakan organisme yang mampu mengakumulasi
(menyerap) logam berat seperti Hg, Cd dan Pb.
Mekanisme penyerapan (bioakumulasi) logam berat oleh
sianobakteria, adalah :
aa Proses Aktif Uptake, mekanisme ini secara simultan
terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk
pertumbuhan sianobakteria, dana tau akumulasi
intraselullar ion logam tersebut. Logam berat dapat
juga diendapkan pada proses metabolism dan ekresi
sel padatingkat kedua. Proses ini tergantung dari
energy yang terkandung dan sensitivitasnya terhadap
parameter yang berbeda seperti pH, suhu, kekuatan
ikatan ionic, cahaya dan lainnya.
ab Proses Pasif Uptake, proses ini terjadi ketika ion logam
berat terikat pada dinding sel biosorben, dan dapat
dilakukan dengan cara pertukaran ion dimana ion
pada dinding sel digantikan oleh ion logam berat dan
pembentukan senyawa komplek antara ion-ion logam
berat dengan gugus fungsional seperti karbonil,
amino, thiol, hidroksi, fosfat dan hidrokikarboksil
secara bolak-balik dan cepat.
b) Aplikasi biosorpsi, proses penangkapan logam berat
melalui proses biosorpsi dengan memanfaatkan media
biomasa yang mudah diperoleh seperti, jerami, alang-
alang, eceng gondok, sekam padi. Metode yang
digunakan adalah absorbsi kation logam berat oleh
didnding sel media biomasa yang bermuatan negative
dari gugus karboksil, hidroksil, sulfidril, amina dan fosfat.
48
c) Pengolahan limbah logam berat Cr (VI), logam Cr di alam
terdapat bentuk oksida Cr(III) dan Cr (VI). Cr (VI) bersifat
karsinogenik, sedangkan Cr (III) merupakan salah satu
nutrisi yang dibutuhkan manusia dengan kadar 50-200
mikrogram per hari. Cr (VI) mudah larut dalam air dan
membentuk divalent oxyanion yaitu kromat dan
dikromat. Untuk Cr (III) mudah diendapkan atau
diabsorbsi oleh senyawa organic maupun anorganik pada
kondisi basa, sehingga pengolahan limbahnya dapat
dilakukan dengan metode presipitasi dimana akan
terbentuk endapan senyawa hidroksida. Untuk limbah Cr
(VI) tidak bisa dilakukan dengan metode tersebut, jadi Cr
(VI) harus direduksi terlebih dahulu menjadi Cr(III). Hal
ini karena pada kondisi basa akan terjadi rekasi
keseimbangan senyawa dikromat dan kromat seperti di
bawah ini :
Cr2O73- + 2 OH- 2CrO42- + H2O
Orange kuning
Pada kondisi asam reaksi akan bergerak ke kiri menjadi
dikromat, sedangkan pada kondisi basa kesetimbangan
akan bergerak ke kanan. Reduksi Cr (VI) menjadi Cr(III)
harus dilakukan dalam suasana asam dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
aa Air limbah dikondisikan pada pH 2,0 sampa 2,5
dengan asam sulfat, asam klorida, atau asam lainnya.
ab Kemudian direduksi dengan menggunakansodium
metabisulfit (NaHSO3), gas SO2, Na2S, H2S, garam ferro
atau bahan pereduksi lainnya. Reaksi reduksi-oksidasi
(redoks) berlangsung cepat dan ditandai dengan
perubahan warna dari warna orange/kuning menjadi
hijau kebiruan. Perubahan warna ini menandakan
telah terjadi perubahan ke senyawa Cr (III)
ac Dengan mempresipitasi dengan menambahkan unsur
OH-yang biasanya dari NaOH atau kapur hidroksida
pada pH 8,5 sampai 9,0. Pada kondisi ini
akanterbentuk Cr (III) hidroksida sesuai dengan reaksi
berikut :
Cr6+ + Fe2+ Cr3+ + Fe3+(proses reduksi)
Cr3+ + 3OH Cr(OH)3 (proses presipitasi)
49
ad Dengan cara lain yaitu dengan cara elektrolisa. Metode
ini lebih cocok untuk cairan air limbah yang
konsentrasinya tinggi. Sesuai dengan rekasi berikut :
50
bisa menyerap sedikit zat pencemar deterjen, dan tidak bisa
menyaring lemak. Cara yang lebih efektif adalah membuat
instalasi pengolahan air limbah (SPAL), yaitu :
a) Bak pengumpul, terdapat ruang fungsinya untuk
menangkap sampah yang dilengkapi dengan kasa 1 cm2,
ruang untuk menangkap lemak dan ruang untuk
menangkap pasir.
b) Tangki resapan, dibuat lebih rendah dari bak pengumpul
agar air dapat mengalir lancar. Di dalam tangka resapan
terdapat arang, dan batu koral yang berfungsi untuk
menyaring zat-zat pencemar yang ada dalam limabh
dterjen.
c) Air limbah yang mengandung deterjen dialirkan ke
ruang penangkap sampah yang telah dilengkapi dengan
saringan bagian dasarnya. Sampah akan tersaring dan air
akan mengalir masuk ke ruang bawahnya.
d) Jika air mengandung pasir, pasir akan mengendap di
dasar ruang, sedangkan lapisan minyak karena berat
jenisnya lebih ringan akan mengambang di ruang
penangkapan lemak,
e) Air yang telah bebas dari pasir, sampah dan lemak akan
mengalir ke pipa yang berada di tengah-tengah tangki
resapan. Bagian bawah pipa diberi lubang sehingga air
akan keluar dari bagian bawah,
f) Sebelum air air menuju ke saluran pembuangan air akan
melewati peyaring berupa batu koral dan batok kelapa
g) Limbah yang telah diolah bisa dimanfaatkan untuk
menyiram tanaman, mengguyur closet, dan mencuci
mobil
51
diperlukan lebih murah dibandingkan dengan metode
kimia atau fisik. Namun proses ini juga masih memiliki
kelemahan. Proses bioremidiasi dan vitoremediasi
merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu
yang relative lama untuk membersihkan limbah B3
terutama dalam skala besar. Selain itu karena
menggunakan mahluk hidup, proses ini dikuatirkan dapat
membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai
makanan di ekosistem.
52
dipergunakan untuk membuang tinja adalah jamban atau
biasa disebut WC. Pada jamban akan bermuara sebagai
tempat pembuangan tinja disebut sebagai septik tank.
Syarat jamban yang sehat sesuai kaedah-kaedah kesehatan
adalah sebagai berikut :
a) Tidak mencemari sumber air minum
b) Tidak berbau tinja dan tidak bebas dijamah oleh
serangga maupun tikus
c) Air seni, air bersh dan air penggelontor tidak
mencemari tanah sekitar, lantai sekitnya berukuran
1x1meter dan dibuat cukup landau, miring kea rah
lobang jongkok
d) Mudah dibersihkan dana man penggunaanya
e) Dilengkapi dengan dinding dan penutup
f) Cukup penerangan dan sirkulasi udara luas ruangan
yang cukup
g) Tersedia air dan alat pembersih
53
f) Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance)
54
MATERI IV
55
IV.4. Bahan Ajar
1. Modul pembelajaran
2. Spilled Kit K3
3. Peralatan penanganan kebakaran (APAR)
4. Peralatan pertolongan pertama kecelakaan
56
c) Gunting
d) Kasa steril
e) Alcohol 70 %
f) Obat luka bakar (bioplacenton /trombophob)
3) Kelompok membuat laporan hasil praktek cara penanganan
kecelakaan di laboratorium
IV.7. Uraian Materi
1. Peralatan Penanganan Kecelakaan
Beberapa peralatan yang perlu disediakan di laboratorium untuk
penanganan kecelakaan seperti :
a. Pakaian pelindung diri, sarung tangan karet, sepatu bot karet,
masker untuk pemeriksan khusus (avian influenza) digunakan
masker N-95, kacamata google, tutup kepala plastic.
b. Sekop dan pengumpul debu
c. Forsep untuk mengambil pecahan kaca
d. Kain lap dan kertas pembersih
e. Ember
f. Abu soda atau natrium bikarbonat
g. Pasir
h. Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfektan) dan
air mengalir
i. Obat luka bakar : levetrans, trombophob, bioplacenton
j. Salep boor
k. Alat Pemadam Api Ringan/ kebakaran (APAR)
57
6) Jika terjadi tumpahan bahan kimia yang bersifat asam dan
bahan korosif, maka pada tumpahan dinetralkan dengan
abu soda atau natrium bikarbonat;
7) Jika tumpahan berupa bahan kimia alkalis , maka taburkan
pasir di atasnya.
58
d. Pertolongan Pertama Luka Bakar Kimia Pada Mata
1) Jangan biarkan korban menggosok matanya yang terkena
zat kimia;
2) Letakkan bagian wajah yang terkena di bawah aliran air
dingin sehingga aliran membilas wajahnya dan tidak
melewati mata yang sehat;
3) Jika hal ini tidak memungkinkan dudukan atau baringkan
korban dengan kepala mendongak dan miring kea rah
bagian yang terkena,tutupi mata yang sehat;
4) Perlahan buka mata yang terkena dan tuangkan air steril
dari pembilas mata atau dari segelas air kran;
5) Periksa kedua kelopak mata setelah dibilas ± 20 menit . Jika
mata tertutup karena kejang akibat nyeri yang hebat,
pegang kelopak mata dengan kuat, lalu dengan perlahan
dibuka;
6) Tutup mata dengan kain steril, atau jika tidak tersedia
dengan bahan lain yang bersih;
7) Segera korban dibawa ke rumah sakit.
59
h. Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar Percikan Bromin
Jika kulit terkena percikan atau tumpahan bromin, kulit yang
terkena segera olesi dengan larutan amoniak encer (1 bagian
amoniak dalam 15 bagian air), kemudian luka tersebut ditutup
dengan pasta Na2CO3.
i. Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar Karena Fosfor
Jika terkena kulit, kulit dicuci dengan air sebanyak-banyaknya,
kemudian cuci dengan larutan CuSO4 3 %
60
Jika terjadi kebakaran hal-hal yang perlu dilakukan adalah :
1) Jangan panic;
2) Ambil tabung gas CO2 apabila api masih mungkin
dipadamkan;
3) Beritahu teman anda;
4) Hindari menggunakan lift;
5) Hindari menghirup asap secara langsung;
6) Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan
cepat (jangan dikunci);
7) Luka bakar pada kulit bila hanya memerah, olesi dengan
salep minyak ikan atau levertran;
8) Jika luka bakar akibat terkena api dan sipenderita merasa
nyeri, tindakan yang dapat dilakukan mencelupkan bagian
yang terbakar ke dalam air es secepat mungkin atau
dikompres agar rasa nyeri berkurang;
9) Jika luka terlalu besar, hindarkan kontaminasi terhadap luka
dan jangan memberikan obat apa-apa;
10) Tutup luka dengan kain steril yang bersih, kemudian bawa
penderita ke dokter.
61
Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang Benar (Good Laboratory
Practice), Jakarta, Departemen Kesehatan.2008
62
MATERI V
63
dengan memansakan paraformaldehid (10,8 g/m3) atau dengan
mendidihkan formalin (35 ml/m3). Untuk menghindari pemanasan
dapat digunakan paraformaldehid (10,8 g/m3) yang dicampur
dengan dua bagian kalium permanganate. Jika ditambahkan air,
campuran akan segera panas dan menghasilkan gas formaldehid.
Semua jendela dan pintu harus ditutup rapat sebelum fumigasi.
Lama fumigasi minimum delapan jam pada suhu 21 ℃ dan
kelembaban kurang dari 70 %. Setelah fumigasi, semua ruangan
harus dibuka minimal 1 jam sebelum orang diperbolehkan masuk.
Hindari reservoir air karena formalin mudah masukdi dalamnya.
Petugas yang melakukan fumigasi sebaiknya mengenakan masker
dan kaca mata pelindung. Untuk mengurangi bahaya yang
ditimbulkan bagi petugas fumigasi dekontaminasi dapat dilakukan
dengan menggunakan alat fumigasi komersial.
64
2) Masing-masing kelompok diberikan topik yang berbeda tetapi
untuk mencapai capaian pembelajaran yang sama yaitu
dekontaminasi laboratorium kesehatan
3) Topik collaborative learning yang akan didiskusikan adalah :
a. desinfeksi
b. dekontaminasi
c. sterilisasi
4) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi
sesuai dengan topik
B. Praktikum :
1) Kelompok praktek membuat bahan desinfektan , yaitu :
a) Natrium hipoklorit (larutan kaporit 7 %)
b) Larutan yodium 75 ppm (0,075 g/l)
c) Etil alcohol (alcohol 70 %)
Persiapan Sterilisasi :
Pencucian Alat Gelas
a. Alat gelas yang masih baru
1) Dengan sepotong kain, bersihkan debu yang melekat;
2) Cara pembersihan direndam dengan larutan HCL 1- 2 %
selama 12 jam untuk menetralisir sisa alkali pada gelas ,
65
kemudian dicuci bersih dan direndam dengan air hangat,
dibilas dengan akuades/air bebas ion kemudian
dikeringkan, disumbat/dibungkus, kemudian siap untuk
sterilisasi kering (oven)
b. Alat gelas bekas pakai
1) Alat bekas pakai direndam dengan sabun selama 12 jam;
2) Dicuci hingga bersih dengan air (dapat dengan air hangat),
kemudian dibilas dengan aqua/air bebas ion;
3) Dikeringkan, ditutup dengan kapas berlemak, dibungkus
dan siap untuk disterilisasi kering (oven)
c. Alat gelas bekas pakai, infeksius
1) Alat gelas bekas infeksius disterilisasi dengan autoklap
atau direbus dengan air sampai mendidih;
2) Setelah dingin, dicuci menggunakan air sabun;
3) Dibilas menggunakan air hingga bersih, dilanjutkan
dengan aquades / air bebas ion;
4) Dikeringkan/ditutup dengan kapas berlemak, dibungkus
dan siap untuk sterilisasi
d. Pipet bekas pakai
1) Alat pipet bekas pakai yang infeksius direndam dalam
desinfektan, misalnya fenol 5 % selama 12 jam;
2) Setelah dicuci dengan air, direndam dalam air sabun
selama 12 jam;
3) Dicuci menggunakan air hingga bersih, kemudian dibilas
dengan aquades/air bebas ion (jika ada bekas yang sukar
dihilangkan, direndam dalam kalium bichromat selama 12
jam);
4) Dikeringkan, ditutup menggunakan kapas berlemak pada
pangkalnya, dimasukkan pada silinder atau kotak logam
(atau jika tidak, dibungkus kertas satu per satu);
5) Alat pipet siap di sterilisasi kering dengan oven.
e. Peralatan lain
Peralatan lain yang terbuat dari plastic (disposable), setelah
digunakan, dimasukkan ke dalam kantong plastic infeksius,
kemudian diautoklap dan dikirim ke incinerator.
Jenis Sterilisasi :
a. Secara Fisika
1) Sterilisasi dengan pemijaran
66
Pemijaran dengan nyala api spirtus (alat yang tidak rusak
oleh nyala api). Adalah cara untuk mensterilkan alat
dengan nyala api yang menggunakan spiritus atau gas
hingga memijar. Biasa digunakan untuk alat yang tidak
rusak oleh api seperti alat dari logam, sperti sengkelit,
pinset, pisau, gunting dll;
2) Sterilisasi dengan udara panas dan kering.
Udara panas dan kering dengan menggunakan oven
“poupinel”1,5-3 jam pada suhu 160-180 ⁰C (alat-alat gelas).
Cara untuk mensterilikan alat gelas seperti Erlenmeyer,
cawan petri, tabung reaksi, labu takar, gelas takar dll.
Berdasarkan KepMenKes RI No.1204/Menkes/SK/IX/2004,
sterilisasi kering dalam oven suhu 160℃ 120 menit, 170
℃ 60 menit , dan 121℃ selama 30 menit . Jumlah alat yang
disterilisasi disesuaikan dengan volume oven;
3) Sterilisasi dengan air mendidih
Yang dapat disterilisasi dengan cara ini hanyalah alat-alat
yang tidak rusak oleh panasnya air, misalnya gunting,
pinset, pisau, spuit kaca dan jarumnya serta gelas
terutamayang infeksius sehabais pemakaian. Sterilisasi
dilakukan dengan menggodok air sampai mendidih 100⁰
C selama 15 menit.
4) Sterilisasi dengan uap air panas
Adalah cara untuk mensterilkan bahan yang mengandung
cairan atau perbenihan yang tidak tahan panas kering.
Sterilisasi ini dapat dilakukan dengan uap air panas
(mengukus) 100⁰C selama 15 menit.
5) Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan
Adalah cara untuk mensterilkan alat menggunakan uap
air panas bertekanan (autoclave) 1-2 atm (± 15 lbs), suhu
121⁰ C selama 15 – 20 menit. Cara ini dapat untuk
membunuh mikroorganisme dan spora;
Untuk berbagai tujuan, lamanya waktu dan suhu
sterilisasi yang tepat bagi proses penggunaan autoklap
adalah :
a) Waktu tinggal 3 menit pada 134 ℃
b) Waktu tinggal 10 menit pada 126℃
c) Waktu tinggal 5 menit pada121 ℃
d) Waktu tinggal 25 menit pada 115℃
6) Sterilisasi dengan penyinaran
67
Adalah cara untuk mensterilkan menggunakan
penyinaran cahaya dengan panjang gelombang pendek.
Sterilisasi ini mempunyai daya bunuh terhadap
mikroorganisme secara ionisasi- radiasi, ultra violet (UV),
sinar rontgen, sinar kosmos dll.
Sterilisasi untuk ruang biakan dan isolasi bakteri, sebelum
dan setelah digunakan, dilakukan desinfeksi
menggunakan lampu ultra violet bila kegiatan telah
selesai.
b. Secara Kimia
Adalah usaha membebaskan alat atau bahan dari
mikroorganisme menggunakan bahan kimia. Bahan kimia
bersifat bakteriostatik (menghambat bakteri) dan bakteriosida
(membunuh bakteri). Contoh garam logam berat, fenol, dan
senyawa sejenis (kreolin, Lysol, karbol), formaldehid, alcohol,
yodium, klor, detergent, sulfonamide, antibiotic. Berdasarkan
Kep.Men.Kes RI Nomor 1204/Menkes/SK/IX/2004 sterilisasi
dengan bahan kimia ethylene oxide (gas) 50-60 ℃ selama 3-8
jam dan glutardehyde (cair) selama 30 menit.
c. Secara Mekanik
Adalah usaha mensterilisasi bahan menggunakan alat
tertentu seperti filter / membrane filter (Millipore,
chamberland). Sterilisasi ini biasanya digunakan untuk cairan
yang sangat peka terhadap pemanasan (misalnya serum
darah, toksin dll) atau yang relative tidak tahan panas tinggi
(misalnya media yang mengandung gula). Beberapa filter
bakteri misalnya, Berkefeld filter, Chamberland filter, Sintered
glass filter, Seitz filter (filter asbes), Millipore.
Alat Sterilisasi :
Beberapa alat sterilisasi yang biasa digunakan :
a. Oven (hot air sterilisasi)
Alat sterilisasi ini dipakai untuk mensterilkan alat gelas
seperti Erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi dan alat-alat
gelas lainnya. Bahan darai kapas, kayu kain maupun kertas
dapat pula disterilkan dengan alat ini, tapai dalam batas-batas
tertentu. Alat yang menggunakan bahan karet maupun
plastic, akan rusak bila disterilkan dengan oven. Lamanya
sterilisasi juga tergantung pada jumlah alat yang akan
68
disterilkan. Temperature yangdigunakan berkisar antara 160-
180 ℃ selama 1,5- 3 jam.
Cara kerja sterilisasi dengan oven :
1) Alat gelas yang sudah dicuci diletakkan dalam rak oven
dengan tersusun rapi
2) Setelah pintu oven ditutup dan pengatur suhu telah sesuai
dengan jenis alat yang disterilkan, segera oven dihidupkan
3) Setelah suhu mencapai yang dikehendaki, pengatur waktu
diatur sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
4) Setelah temperature dan waktu tercapai, alat dimatikan,
lempengan penutup dibuka sampai temperature turun
yang memungkinkan alat dapat diambil
69
(dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Penghitungan
waktu 15 menit dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm.
6) Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan
dalam kompartemen turun hingga sama dengan tekanan
udara di lingkungan (jarum pada pressure gauge menunjuk
ke angka nol). Selanjutnya klep pengaman dibuka dan
keluarkan isi autoklap dengan hati-hati.
2. Disinfeksi
Disinfeksi merupakan aksi secara fisik atau kimia adalah proses
untuk membunuh mikroorganisme termasuk spora dengan
menggunakan bahan kimia (desinfectan). Desinfeksi dengan
bahan kimia biasanya digunakan untuk obyek yang tidak hidup.
70
4) Kekuatan di dalam larutan makin lama makin menurun
karena itu larutan baru perlu dibuat setiap minggu;
5) Tablet atau butiran kalsium hipoklorit (kaporit)
mengandung 70 % zat klor aktif. Larutan kalsium
hipoklorit dengan konsentrasi 0,7 – 1,4 dan 7 g/l masing-
masing akan mengandung 500 – 1000 dan 5000 ppm zat
klor aktif;
6) Pada keadaan darurat dan saat bekerja dengan
mikroorganisme kelompok risiko empat, digunakan
konsentrasi 4 – 5 g/l (4000 – 5000 ppm) zat klor aktif.
71
dianjurkan untuk dipakai terhadap virus ebola dan
hepatitis;
4) Gas formaldehid dan formalin dapat digunakan untuk
dekontaminasi ruangan fumigasi;
Sifat disinfektan :
1) Merusak struktur lipid dengan cara penetrasi ke dalam
daerah hidrokarbon dan denaturasi protein sel;
2) Alcohol rantai pendek menyebabkan kerusakan
membrane yang lebih besar daripada alcohol rantai
panjang. Yang umum digunakan adalah etanol dan
isopropanol;
3) Pada suhu kamar, alcohol alifatik tidak dapat membunuh
spora karena itu jangan digunakan untuk sterilisasi alat;
4) Aktif terhadap bakteri (kecuali bentuk spora), jamur dan
virus berselubung;
5) Paling efektif pada konsentrasi 70 – 90 %;
6) Campuran dengan desinfektan lain akan memperkuat
daya desinfektan alcohol, misalnya alcohol 70 % ditambah
formaldehid 100 g/l atau alcohol ditambah zat klor aktif 2
g/l.
72
d. Hidrogen Peroksida (H2O2), merupakan germisida yang
efektif, aman untuk manusia dan lingkungan dibanding klor.
Zat ini biasa pakai dalam bentuk larutan 3 – 6 %. Hydrogen
peroksida merupakan oksidan kuat dapat digunakan untuk
dekontaminasi permukaan bidang kerja di laboratorium,
cabinet biosafety, desinfeksi alat medis/dental yang sensitif
terhadap panas.
Yang harus diperhatikan hydrogen peroksida bersifat korosif
untuk bahan metal, aluminium, tembaga, kuningan dan seng,
juga dapat mewarnai kain, rambut dan selaput lendir.
Sehingga bahan-bahan yang didekontaminasi menggunakan
hydrogen peroksida harus dibilas dengan baik sebelum kontak
dengan mata dan selaput lendir. Hydrogen peroksida harus
dijauhkan dari panas dan terhindar dari cahaya.
e. Yodium
1) Cara kerjanya seperti natrium hipoklorit;
2) Permukaan tempat kerja dapat dibersihkan dengan larutan
yodium 0,075 g/l (75 ppm) kecuali jika terdapat banyak
protein;
3) Yodium yang dilarutkan dalam etil alcohol dapat
membunuh spora dan digunakan untuk mencuci tangan;
4) Konsentrasi 6,45 g/l (450 ppm) dapat dipakai untuk
desinfeksi mikroorganisme kelompok risiko empat;
5) Formulasi yang sering dijual adalah povidone-iodine (PVI)
berupa larutan dengan konsentrasi 10 % (mengandung
yodium 1 %). Untuk penggunaan khusus (misalnya
mencuci muka) dapat diencerkan 4 kali dengan air matang.
Larutan baru dibuat setiap hari;
6) Jangan digunakan terhadap aluminium dan tembaga
g. Glutaraldehid
73
1) Untuk membunuh bakteri dan spora, glutaradehid 10 %
lebih kuat daripada formaldehid. Aktivitasnya mampu
menembus lapisan protein;
2) Relative kurang toksik dibandingkan formaldehid;
3) Diduga glutaraldehid bekerja dengan melekatpada gugus
sulfidril/amino. Sasaran sebenarnya dalam sel belum
diketahui;
4) Sering digunakan untuk sterilisasi alat bedah;
5) Dijual dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 20 g/l (2%)
dan umumnya perlu diaktifkan dengan menambah
bikarbonat. Larutan akan bersifat alkalis dan harus
digunakan dalam waktu 2 minggu. Jika larutan menjadi
keruh harus dibuang;
6) Efek samping bersifat iritatif, toksik, dan mutagenic.
Hindari kontak dengan kulit,mata dan saluran napas.
74
orang diperbolehkan masuk. Hindari reservoir air karena
formalin mudah larut di dalamnya. Petugas yang melakukan
fumigasi harus menggunakan masker dan kacamata pelindung.
Semua materi untuk dekontaminasi harus ditempatkan pada
container khusus. Container yang bisa digunakan untuk
dekontamiansi dan pembuangan dapat berupa kantong plastic
dengan kode warna menurut sifat materi yang akan di autoklaf
dan/atau dibakar.
75
sebagai alternatif pengganti pembakaran pada penanganan
limbah infeksius.
76
V.9. Bacaan Tambahan
1.Block, SS, Disinfection, Sterilization &Preservation, 5th,ed. Philadelphia,
PA, Lippinctt Williams & Wilkins, 2001
77
MATERI VI
78
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, kemampuan untuk menjelaskan, dan
menerapkan penggunaan alat perlindungan diri di laboratorium
kesehatan.
79
1) Kelompok praktek membuat bahan hand saniter (larutan cuci
tangan) , yaitu :
Resep hand saniter (larutan cuci tangan) :
a) Berbasis alkohol non iritatif :
100 ml alcohol (70 %) + 1-2 ml gliserin (10 %) + pewangi
b) Resep WHO :
1) Etanol 96 % : 833,3 ml
2) Hydrogen peroksida 3 % : 41,7 ml
3) Gliserol 98 % : 14,5 ml
Atau
1) Isopropyl alcohol 99,8 % : 751,5 ml
2) Hydrogen peroksida 3 % : 41,7 ml
3) Gliserol 98 % : 14,5 ml
Tambahkan formula tersebut dengan air distilasi/rebusan
sampai mencapai 1000 ml, campur hingga homogeny
80
Tabel Contoh Peralatan Perlindungan Diri
Peralatan Risiko Tipe Pengamanan
Jas - Kontaminasi Kancing bukaan
laboratorium pada pakaian punggung
- Percikan pada /belakang, lengan
kulit panjang, panjang
selutut
Menutupi pakaian
sehari-hari
2. Perlindungan Badan
Peralatan perlindungan diri untuk badan biasanya adalah pakaian
laboratorium atau jas laboratorium. Jas laboratorium yang
memberikan perlindungan lebih baik disarankan seluruhnya
81
tertutup, dengan kancing atau bukaan di belakang, lengan
panjang, dan panjang selutut. Pakaian atau jas laboratorium
sebaiknya dipilih yang tidak memantulkan cahaya. Pakaian atau
jas laboratorium sebaiknya juga dirancang dapat digunakan pada
laboratorium mikrobiologi dan pekerjaan dengan cabinet biosafety.
Penggunaan pakaian atau jas laboratorium adalah untuk
melindungi kulit dan pakaian dari tumpahan dan percikan bahan-
bahan kimia, bahan biologi, atau risiko lainnya secara langsung.
82
4. Perlindungan Pernapasan
Peralatan perlindungan pernapasan atau respirator diperlukan
pada pekerjaan di laboratorium yang menghasilkan uap beracun
atau zat pencemar, terlebih pada bangunan ruangan laboratorium
yang tidak dirancang untuk memperkecil atau menghilangkan
uap yang berpotensi berbahaya. Penggunaan peralatan
perlindungan pernapasan seperti masker atau respirator
tergantung dengan jenis risiko pekerjaan. Respirator dilengkapi
dengan saringan (HEPA) yang dapat diganti sebagai
perlindungan dari gas, uap, partikulat dan mikroorganisme.
Untuk mencapai perlindungan optimal, respirator harus
disesuaikan dengan wajah pemakai dan diujikan.
5. Perlindungan Tangan
Jenis peralatan perlindungan tangan berupa sarung tangan latek
sekali pakai atau sarung tangan vinil digunakan secara luas untuk
pekerjaan laboratorium dan untuk menangani cairan biologis
seperti darah atau senyawa terinfeksi. Sarung tangan vinil bisa
digunakan bila terjadi masalah yang serius seperti kejadian KLB,
dan umumnya digunakan dibagian luar setelah penggunaan
sarung tangan latek. Berhati-hatilah ketika melepas sarung tangan.
Buka sarung tangan dimulai dari pergelangan tangan bergerak ke
arah jari. Sarung tangan sekali pakai dan segera disinfeksikan
sebelum dibuang ke container berdisain khusus (limbah
biohazard) setelah pekerjaan yang berhubungan dengan bahan
biologis atau bahan terinfeksi dan tangan harus segera dicuci
setelah pelepasan sarung tangan dan sebelum meninggalkan
laboratorium.
83
a. Stainless steel mesh digunakan bila ada suatu potensi terpapar
instrument tajam,
b. PVC melindungi dari sifat korosif dan iritan,
c. Lateks memberikan perlindungan ringan terhadap iritan dan
perlindungan terbatas terhadap senyawa infeksius,
d. Karet alami melindungi dari bahan korosif ringan dan tahan
terhadap goncangan elektris
e. Neoprene untuk melindungi dari pekerjaan yang
menggunakan bahan pelarut, minyak atau bahan bersifat
korosif
f. Kapas menyerap peluh, menjaga objek tetap bersih,
menyediakan beberapa property anti api
6. Perlindungan Kaki
Peralatan perlindungan kaki dirancang untuk melindungi /
mencegah kaki terluka, objek berat jatuh, dan risiko tumpah
bahan-bahan kimia beracun, korosif dan iritan. Direkomendasikan
sepatu yang kokoh dan menutupi seluruh kaki untuk memberi
perlindungan terbaik. Jika bahan-bahan kimia tumpah dan
mengenai bagian atas sepatu, maka segera buka dan lepaskan
segera alas kaki, dikuatirkan sepatu menyerap cairan bahan kimia.
84
7. Perlindungan kepala
Peralatan perlindungan kepala dimaksudkan untuk melindungi
kepala dari jatuhan objek / benda keras atau risiko seperti
kebakaran pada petugas laboratorium. Perlindungan kepala yang
digunakan pada petugas laboratorium seperti penutup kepala
elastis, jala rambut juga dimaksudkan untuk mencegah jatuhan
rambut / rambut panjang dan dapat terkena bahan kimia atau
sumber api.
8. Perlindungan Pendengaran
Peralatan perlindungan pendengaran harus dikenakan untuk
tingkat kebisingan di atas 85 desibel (dBA). Area dimana sumber
suara gaduh berasal harus diberi tanda untuk menandakan
diperlukan alat perlindungan pendengaran. Pelindung telinga
harus tersedia dan siap dikenakan untuk mengurangi kebisingan.
9. Kebersihan Tangan
Mencuci tangan adalah menggosok air dengan sabun secara
bersama-sama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan
ringkas kemudian dibilas di bawah aliran air. Kebersihan tangan,
mencuci tangan aseptic/antiseptic adalah proses yang secara
mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan
menggosok air dan sabun antiseptic yang mengandung
chlorheksidin di aplikasikan ke seluruh kulit permukaan tangan
dengan kuat dan ringkas. Tangan kemudian dibilas di bawah
aliran air, untuk menghambat dan membunuh mikroorganisme
(baik yang sementara atau yang merupakan penghuni tetap).
85
Antiseptic handrub berbasis alcohol tanpa air bereaksi cepat
menghilangkan sementara atau mengurangi mikroorganisme
penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan air.
Dengan komposisi mengandung alcohol 60 – 90 % suatu emollient
dan seringkalai antieptik tambahan (khlorheksidine glukonat 2 – 4
%) yang memiliki aksi residual.
Tujuan kebersihan tangan :
Meminimalkan dan menghilangkan mikroorganisme, mencegah
transmisi mikroorganisme dari pasien ke pasien lain, dari petugas
ke pasien, alat-alat kesehatan dan lingkungan.
86
Tambahkan formula tersebut dengan air distilasi/rebusan
sampai mencapai 1000 ml, campur hingga homogen
87
Health Canada, Infection Control guidelines for Hand Washing,
Cleaning, Disinfection and Sterilization Health Care, 2rd ed.Ottawa,
LLaboratory Centre for Disease Control, Health Canada, 1998
88
MATERI VII
K3 LABORATORIUM KIMIA
89
diketahui bagaimana cara pengamanan terhadap bahan kimia
khususnya bahan kimia yang berbahaya.
90
3. Anggota dari kelompok dipecah dan diberi tugas sub topik masing-
masing untuk berdiskusi dengan anggota dari kelompok lain untuk sub
topik yang sama;
4. Setelah selesai anggota kembali ke kelompok semula untuk berdiskusi;
5. Topik diskusi : K3 Laboratorium
6. Sub topik :
a. Penyelenggaraan K 3 laboratorium kimia
b. Penyelenggaraan K 3 laboratorium medik
c. Penyelenggaraan K 3 laboratorium mikrobiologi
VII.7. Uraian Materi
1. Peraturan Keselamatan Kerja
a. Peraturan Umum
Berdasarkan sifat bahan kimia digolongkan flameability hazard
(mudah terbakar), bila ada oksigen dapat menyebabkan
kebakaran. Contohnya adalah ,S2 (sulfur), F (fosfor), logam alkali,
eter, alcohol, aseton, benzene yang pada suhu kamar mudah
menguap, H2 (hydrogen), asetilen, etilen oksida. Selanjutnya
reactivity (mudah menimbulkan ledakan), pada kondisi panas
contohnya pikrat acid. Toksik, bahaya dapat menimbulkan
kematian, korosif dapat menyebabkan kerusakan bila kontak
dengan jaringan kulit, bahan radioaktif, sinar radioaktif
aktivitasnya > 2.1013 µc/gram, incompatible chemical, zat kimia
yang tidak boleh bercampur dengan zat kimia lain seperti,
asetat acid dengan asam nitrat, asam kromat dengan asetat
karena mudah terbakar, aseton dengan asam sulfat.
91
3) Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan
letaknya untuk memudahkan pertolongan saat terjadi
kecelakaan kerja,
4) Harus mengetahui cara pemakaian alat emergensi, seperti
alat pemadam kebakaran, eye shower, respirator dan alat
keselamatan kerja yang lain,
5) Staf laboratorium harus mengetahui cara pertolongan darurat
(P3K),
6) Pelatihan keselamatan harus dipraktekan secara berkala dan
bukan dihapalkan,
7) Dilarang makan dan minum, merokok, memakai kosmetik di
laboratorium berlaku untuk semua tanpa pengecualian,
8) Dilarang banyak bicara, berkelekar, dan lelucon ketika
bekerja di laboratorium,
9) Jauhkan alat-alat yang tidak digunakan atau diperlukan
seperti handphone, tas, dan benda lain dari atas meja kerja.
92
5) Memindahkan bahan kimia sebaiknya dilakukan di dalam
lemari asam.
93
2) Upaya melindungi label dari pengaruh bahan kimia dan
menjaga supaya melekat baik maka haruslah dilapisi dengan
lembaran plastic transparan. Label harus terlihat jelas dan
ditulis dengan pinsil atau tinta yang permanen,
3) Wadah dan botol untuk penyimpanan bahan kimia harus
dibuat dari bahan yang kuat. Wadah plastic atau gelas sering
digunakan untuk keperluan ini,
4) Bahan kimia yang mudah terbakar harus disimpan dalam
ruang terpisah,
5) Sediakanlah bahan kimia dalam jumlah secukupnya di dalam
ruang laboratorium,
6) Stok bahan kimia harus disimpan dalam ruang khusus
berlantai beton,
7) Untuk penyimpanan bahan kimia yang sangat sensitif seperti
dietil eter yang cenderung berubah membentuk peroksida
yang berbahaya maka menggunakan gelas berwarna gelap.
Jika botol plastic digunakan harus diperkirakan bahwa bahan
sangat mungkin akan rusak akibat pengaruh cahaya
matahari dan dapat pecah. botol seperti ini harus berulang
kali di cek dan bahan kimia dipindahkan pada wadah yang
lain jika diperlukan,
8) Untuk mencegah timbulnya kebakaran dan ledakan dari uap
karena terkena bunga api dari alat listrik, tombol lampu
untuk ruang penyimpanan harus berada di luar ruang dan
lampu dilengkapi dengan kap lampu,
9) Perhatian khusus harus dilakukan pada kemungkinan
perpindahan pelarut organic melalui dinding botol plastic,
10) Pembuangan stok bahan kimia yang sudah tidak terpakai
perlu dilakukan secara berulang. Semua bahan kimia dalam
laboratorium harus diperiksa dalam periode tertentu,
minimal satu kali setahun. Bahan kimia yang mungkin
melepaskan racun, bersifat korosif, atau gas-gas yang mudah
terbakar perlu dicadangkan hanya dalam jumlah kecil di
lemari asam.
11) Jangan menyimpan bahan kimia berdasarkan urutan abjad,
hal ini menyebabkan bahan yang seharusnya tidak
tercampur incompatible chemical jadi terletak berdekatan
satu sama lain;
94
12) Penyimpanan bahan kimia sebagian besar ruangan harus
dingin dan berventilasi. Persyaratan penyimpanan beberapa
bahan kimia sebagai berikut :
a) Untuk bahan kimia beracun (sianida, arsenide, fosfor)
ditempat penyimpanan disediakan alat pelindung diri
(pakaian kerja, masker, dan sarung tangan), jauhkan dari
bahaya kebakaran, jauhkan dari bahan yang mungkin
bereaksi,
b) Bahan kimia korosif (asam, anhibrida asam, dan alkali),
jauhkan dari bahan beracun karena zat dapat merusak
wadah dan bereaksi dengan zat beracun,
c) Bahan kimia mudah terbakar (benzene, aseton,
eter,heksana),jauhkan dari sumber api atau panas,
termasuk loncatan api listrik dan bara rokok, di tempat
penyimpanan tersedia alat pemadam kebakaran dan
jauhkan dari bahan oksidator,
d) Bahan kimia mudah meledak (ammonium nitrat,
nitrogliserin, trinitro toluene (TNT), natrium azida, asam
perklorat), jauhkan dari panas dan api, jauhkan dari
bahan yang mudah terbakar,hindarkan dari gesekan atau
tumbukan mekanis,
e) Bahan kimia oksidator (perklorat, permanganate,
peroksida organic), jauhkan dari sumber api dan panas,
termasuk loncatan api listrik dan bara rokok, jauhkan dari
bahan cair mudah terbakar dan zat reduktor (catatan :
pemadam kebakaran kurang bermanfaat karena zat
oksidator dapat menghasilkan oksigen sendiri),
f) Bahan kimia reaktif terhadap air (natrium, karbit),
jauhkan dari sumber nyala api dan panas, bangunan
kedap air, tersedia pemadam kebakaran tanpa air (missal
CO2),
g) Bahan reaktif terhadap asam (natrium, sianida), jauhkan
dari sumber api, panas dan asam, ruangan penyimpanan
dirancang untuk tidak terbentuknya kantung hydrogen,
tersedia APD seperti kacamata, pakaian kerja, dan sarung
tangan,
h) Bahan kimia bersifat gas bertekanan (gas nitrogen,
asetilen, hidogen klor), disimpan dalam keadaan tegak
dan terikat, ruanagntidak terkena sinar matahari
langsung, jauhkan dari api dan panas, jauhkan dari bahan
95
korosif yang dapt merusak kran dan katup, pisahkan gas
mudah terbakar dari gas bersifat oksidator.
i) Pengamanan gas bertekanan dan gas dalam bentuk cair
sebagai berikut :
aa Ruang laboratorium yang berisi tabung gas mudah
terbakar harus diberi label peringatan pada pintunya
dan pada tabung diberi symbol/label gas mudah
terbakar,
ab Dalam satu ruangan hindari penempatan lebih dari
satu tabung gas mudah terbakar, tabung cadangan
disimpan pada ruangan yang jauh jaraknya dari ruang
laboratorium,
ac Tabung gas bertekanan harus diikat/ditambat pada
dinding atau meja kerja dengan kokoh agar tidak
terlepas,
ad Tabung gas bertekanan harus diangkat dengan trolley
dan dilengkapi dengan penutupnya pada saat dibawa.
96
12) Yodium dengan asetilen dan ammonia.
j. Penanganan Limbah
Limbah bahan kimia dapat meracuni petugas laboratorium dan
pencemaran lingkungan. Secara umum penanganan limbah kimia
adalah :
1) Limbah bahan kimia tidak boleh dibuang langsung ke
lingkungan,
2) Limbah dibuang /ditampung pada tempat yang telah disediakan
sebelum dilakukan pengolahan,
3) Limbah organic dibuang pada tempat terpisah agar bisa di daur
ulang,
97
4) Limbah padat (kertas saring, endapan) dibuang di tempat
khusus,
5) Limbah yang tidak berbahaya ( missal deterjen) boleh langsung
dibuang dengan pengenceran air yang cukup banyak,
6) Buang segera limbah bahan kimia setelah pekerjaan /
pengamatan selesai,
7) Limbah cair yang tidak larut dalam air dan beracun
dikumpulkan pada botol dan diberi label yang jelas.
2) Terjadi Kebakaran
Kebakaran bisa saja terjadi di laboratorium kimia, karena di
dalamnya banyak tersimpan bahan yang mudah terbakar. Bila
terjadi kebakaran maka :
a) Jangan panic, tetap tenang,
b) Segera bunyikan tanda bahaya (alarm kebakaran),
c) Identifikasi bahan yang terbakar (kelas A, B ,C, D atau E)
padamkan dengan kelas pemadam (APAR) yang sesuai.
APAR Foam :
Kelas kebakaran A : benda padat, kain, kayu, kertas,
Kelas kebakaran B : benda cair, minyak, bensin, solar
Kelas kebakaran D : logam, magnesium, misiu
98
APAR Dry Chemical Powder :
Kelas kebakaran A, kelas kebakaran B, kelas kebakaran C
(benda gas, elpiji, tinner), dan kelas kebakaran E (elektrikal,
dynamo, motor listrik)
APAR CO2 :
Kelas kebakaran B, kelas kebakaran C, kelas kebakaran D dan
kelas kebakaran E
Bila kebakaran kelas B bensin, minyak tanah tidak boleh
disiram dengan air.
d) Hindari menghirup asap secara langsung, gunakan masker
atau tutup hidung dengan sapu tangan,
e) Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan cepat,
f) Cari bantuan pemadam kebakaran, pada nomor telepon
darurat di laboratorium.
99
2. Penelusuran literature, journal, dan media informasi lainnya
tentang pelaksanaan K3 laboratorium kimia
VII.9. Bacaan Tambahan
Furr AK. CRC Handbook of Laboratory Safety, 5 th ed. Boca Raton,
FL.CRC Press LLC,2000
100
MATERI VIII
101
Penyelenggaraan K3 laboratorium medik dapat dilakukan mulai
dari identifikasi bahan atau mikroorganisme sumber infeksi yang
digunakan atau dipelihara, sampai kegiatan untuk pengendalian
infeksi nosokomial. Identifikasi mikroorganisme sumber infeksi
diperlukan untuk membuat program pencegahan dan
pengendalian infeksi dan upaya pemenuhan perlengkapan
peralatan perlindungan diri.
102
4. Setelah selesai anggota kembali ke kelompok semula untuk
berdiskusi;
5. Topik diskusi : K3 Laboratorium
6. Sub topik :
a. Penyelenggaraan K 3 laboratorium kimia
b. Penyelenggaraan K 3 laboratorium medik
c. Penyelenggaraan K 3 laboratorium mikrobiologi
103
a. Infeksi endogen, sumber infeksi berasal dari kuman yang ada
di pasien itu sendiri yang kemudian menyebabkan infeksi.
Timbulnya infeksi karena penurunan daya tahan tubuh atau
terbawa masuk ke tubuh saat pasien mendapat perlakuan
perawatan.
b. Kontaminasi silang yang berlanjut ke infeksi silang, pasien
kontak dengan agen penginfeksi yang ada di lingkungan
rumah sakit, petugas kesehatan dan peralatan medis yang
digunakan.
104
dengan pengelola laboratorium atau rumah sakit yaitu direktur.
Anggota KPI minimal terdiri dari perwakilan medis, perawat,
bagian instalasi sarana prasarana, bagian teknik, bagian instalasi
laboratorium.
105
boleh digunakan kembali. Limbah yang akan dimanfaatkan
kembali harus disterilisasi.
106
menderita infeksi tertentu. Tindakan diambil tergantung pada
jenis transmisi yang mungkin terjadi, apakah melalui udara,
kontak, inokulasi lewat parenteral, faecooral, atau gabungan
dari beberapa rute tersebut.
c. Pencegahan infeksi pada saat pembedahan
Infeksi pada saat pembedahan adalah infeksi yang terjadi saat
menjalani operasi yang dapat muncul dalam 30 hari setelah
operasi, dalam waktu satu tahun apabila ada implant, atau
bahan asing seperti prosthetic heart valve atau joint prosthesis.
107
kantongnya biasanya tidak cocok untuk kultur karena akan
sulit untuk diinterprestasikan.
3) Infeksi yang berhubungan dengan penggunaan kateter
intravascular
Infeksi bisa terjadi pada bagian luar (exit site) kateter yang
biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan coagulase-
negative staphylococci. Kolonisasi di kateter eripheral atau
central venous bisa berkembang menjadi infeksi aliran darah
pada tingkat kolonisasi > 15 cfu (semi kuantitatif) atau > 103 cfu
(kuantitatif) pada bagian kateter.
108
d. Desikator, risiko adalah penyebaran fragmen kaca dan material
infeksius. Untuk mengurangi risiko adalah tempatkan dalam
wadah yang kuat.
109
Program pelatihan untuk keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
sangat penting untuk memelihara kesadaran akan keselamatan
kerja diantara staf laboratorium dan staf pendukung. Program
pelatihan yang akan dirancang tergantung komitmen manajemen,
faktor motivasi, komunikasi yang baik, sasaran akhir dan tujuan
dari organisasi. Identifikasi dimulai dari penilaian kebutuhan dan
deskripsi tugas. Program pelatihan keselamatan dan kesehatan
kerja yang paling efektif adalah pelatihan biosafety, yaitu secara
teknis training staf dalam rangka pencegahan infeksi dan teknis
perbaikan /kerusakan peralatan.
110
d. Catatan absensi sakit dan kecelakaan harus disimpan oleh
manajemen laboratorium untuk melihat sejarah penyakit.
111
MATERI IX
K3 LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
112
dengan cara pengolahan specimen dan penanganan kecelakaan di
laboratorium.
113
d. Penyelenggaraan K 3 laboratorium kimia
e. Penyelenggaraan K 3 laboratorium medik
f. Penyelenggaraan K 3 laboratorium mikrobiologi
IX.7. Uraian Materi
1. Penilaian Risiko
Konsep dasar dalam melakukan penilaian risiko dalam
penyelenggaraan K3 laboratorium mikrobiologi adalah :
a. karakteristik mikroorganisme yang digunakan
b. peralatan yang digunakan
c. prosedur yang dilakukan
d. peralatan perlindungan yang tersedia
114
2. Biosafety dan Kabinet Biosafety
Biosafety merupakan pedoman keamanan biologi yang
digunakan untuk menginformasikan cara kerja yang spesifik
dalam penanganan mikroorganisme pathogen atau bahan biologi
beracun, dan mudah menular di laboratorium. Klasifikasi
tingkatan biosafety berdasarkan bahaya dari mikroorganisme yang
dapat menginfeksi sesuai dengan kelompok risiko pekerjaan
laboratorium.
a. Biosafety level I
Tingkatan biosafety di laboratorium untuk pekerjaan yang
berhubungan atau menggunakan mikroorganisme pada
kelompok risiko I. Pemeriksaan specimen kelompok risiko I
adalah mikroorganisme yang tidak ada menimbulkan risiko
atau risiko menular kecil terhadap perorangan dan komunitas
dan tidak menyebabkan penyakit pada manusia atau hewan.
115
b. Dilarang menempelkan materi di mulut, label tidak boleh
dijilat,
c. Pekerja harus mematuhi semua prosedur, pekerjaan harus
dilakukan di dalam kabinet biosafety,
d. Jarum suntik dan jarum hipodermik penggunaan harus
dibatasi hanya untuk injeksi parenteral atau aspirasi
cairan,
e. Semua tumpahan, kecelakaan, kerusakan atau potensi
penyebaran pada materi menular harus dilaporkan kepala
instalasi K3 atau penyelia laboratorium secara tertulis dan
harus simpan dengan baik,
f. Laboratorium harus dijaga dengan bersih, permukaan
meja harus didekontaminasi, sebelum dan sesudah kerja
dan setelah terjadi tumpahan dari materi yang potensi
berbahaya,
g. Semua materi atau sisa biakan harus didekontaminasi
sebelum dibuang atau dibersihkan untuk dipakai kembali.
D. Peralatan laboratorium
Persyaratan untuk peralatan laboratorium dengan tingkat
biosafety harus dipastikan telah tersedia dan dapat
digunakan dengan baik. Persyaratan peralatan harus
memenuhi prinsip dasar yaitu :
a. Dapat mencegah atau membatasi kontak antara operator
dengan bahan yang dapat menginfeksi,
b. Dibuat dari bahan yang tahan cairan, tahan korosi dan
kuat,
c. Tidak runcing dan lancip dibagian ujungnya,
d. Dirancang, dibuat dan dipasang agar mudah untuk
digunakan, dipelihara dan dibersihkan, didekontaminasi
dan mudah untuk diuji dalam rangka sertifikasi.
116
f. Pipet Pasteur plastic sekali pakai,
Catatan, bila memungkinkan hindarkan peralatan dari bahan
gelas.
b. Biosafety level II
Tingkatan biosafety dasar di laboratorium untuk pemeriksaan
specimen risiko rendah terhadap komunitas sampai sedang
untuk perorangan. Pemeriksaan mikroorganisme pada
tingkatan kelompok risiko II adalah dapat menimbulkan
penyakit pada manusia atau hewan tetapi tidak menjadi
bahaya serius pada pekerja laboratorium, komunitas, mahluk
hidup atau pada lingkungan. Pelepasan pada laboratorium
dapat menyebabkan infeksi serius, tetapi pengobatan yang
efektif serta prosedur pencegahan telah tersedia dan risiko
penyebaran infeksi terbatas.
117
diimunisasi dan pengobatan yang efektif serta prosedur
pencegahan telah tersedia.
d. Biosafety level IV
Tingkatan biosafety pengendalian maksimum di laboratorium
dengan pemeriksaan specimen risiko tinggi, serius, dan
menular langsung /tidak langsung pada perorangan dan
komunitas. Senyawa pathogen yang biasanya menyebabkan
penyakit serius pada manusia dan hewan dan dapat
disebarkan dari satu orang ke orang lain. Perawatan efektif
akibat kontaminasi senyawa kelompok ini dan prosedur
pencegahan kecelakaan pada pemeriksaan specimen belum
tersedia.
118
Seluruh aturan baku, prosedur, perlindungan pekerja,
peralatan laboratorium pada laboratorium biosafety level III
diterapkan, dengan tambahan :
e. Jalan masuk minimum 2 pintu untuk menuju kabinet
biosafety level III dengan pancuran khusus dan ruang ganti,
f. Ruang khusus yang dilengkapi dengan peralatan
pernapasan, ruang ganti dan area pancuran dekontaminasi,
g. Harus menggunakan pakaian khusus bertekanan positif yang
dialirkan melalui HEPA filter,
h. Jalan masuk ke laboratorium melalui pintu kedap udara,
i. Disediakan sistem peringatan untuk staf yang bekerja di
laboratorium untuk menghindari kegagalan sistem udara,
j. Letak gedung terpisah dari zona bebas bangunan.
Mikroorganisme pada tingkatan pekerjaan dengan biosafety
level IV adalah kelompok : virus Marburg, Hantavirus, Corona
virus, Ebola, HIV, Stafilococcus, triponema pallidum,
Mycobacterium tuberculosis, virus lassa, virus flu burung, Lyssa
virus/virus rabies, Rift valley fever, Sin nombre virus, virus
Crimea, virus Machupo, virus Junin, Kyasanur forest virus (KFV)
119
Peralatan keamanan untuk tingkatan laboratorium dasar
(biosafety level I). Peralatan keamanan untuk tingkat ini
digunakan untuk pemeriksaan specimen pada tingkatan,
yang tidak menimbulkan risiko atau risiko menular kecil
dan tidak menyebabkan penyakit.
120
b. Pencegahan terhadap paparan infeksi pada saat bekerja di
laboratorium
Semua petugas laboratorium harus bekerja sesuai SOP
keselamatan dan keamanan kerja di laboratorium dan
menganggap semua specimen merupakan bahan infeksius.
hal-hal yang penting dalam keselamatan dan keamanan kerja
di laboratorium :
1) Penggunaan APD
2) Pengambilan specimen hanya boleh dilakukan oleh
petugas laboratorium
3) Pemeriksaan sesuai SOP
4) Pengelolaan limbah
121
3) Tanggal dan jam pengambilan specimen
4) Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat,
nomor rekam medik)
5) Identitas pengirim (nama,alamat, ruangan, nomor
telepon)
6) Identitas specimen (jenis, volume, lokasi
pengambilan)
7) Pemeriksaan laboratorium yang diminta
8) Nama pengambil specimen
9) Transport media pengawet yang digunakan
10) Keterangan klinis, diagnosis atau riwayat singkat
penyakit, riwayat pengobatan
2) Label
Label wadah specimen yang akan dikirim ke
laboratorium harus memuat :
a) Tanggal pengambilan specimen
b) Identitas pasien, nama umur, jenis kelamin, nomor
rekam medik
c) Jenis specimen
122
3) Meja penerima specimen harus dibersihkan dengan
desinfektan setiap hari
4) Tidak diperkenankan menggunakan ludah untuk
merekatkan label
5) Tidak diperkenankan makan dan minum serta merokok
saat bekerja
6) Cucilah tangan setiap selesai menerima specimen dengan
sabun/desinfektan
7) Tamu/pasien tidak diperbolehkan menyentuh apapun pada
meja dimana specimen tersimpan.
g. Petugas /pembawa specimen
1) Petugas harus menggunakan APD (jas laboratorium,
sarung tangan, masker) saat membawa specimen
2) Semua specimen dianggap infeksius dan harus berhati-hati
3) Membawa specimen dengan baki khusus (specimen
container)
4) Jika specimen tumpah atau bocor, dekontaminasi specimen
container dan sisa specimen diautoklap segera
5) Jangan menggunakan ludah untuk menempel label
6) Dilarang makan dan minum pada saat menangani
specimen
7) Cuci tangan dengan sabun (desinfektan) bila terkena
tumpahan dan setelah menangani specimen
8) Lapor pada petugas /tim keamanan kerja laboratorium jika
terluka saat bekerja
123
c) Untuk mencegah percikan, buka sumbat tabung
dengan dililit kain kasa
124
5) Gunakan pipet ukur karena cairan tidakperlu dikeluarkan
sampai tetes terakhir
6) Digunakan kapas yang telah diberi desinfektan bila ada
tetesan cairan yang jatuh di meja kerja dan kapas dibuang
di tempat penampungan pembuangan khusus untuk
diautoklap
7) Pipet habis pakai direndam dalam wadah berisi
desinfektan, dibiarkan selama 18-24 jam sebelum
disterilkan
125
5) Bagian atas ampul dilepaskan dengan erlahan dan
diperlakukan sebagai bahan yang terkontaminasi
6) Jika tutup masih ada di atas bahan, dilepaskan dengan
forsep steril
7) Perlahan ditambahkan cairan untuk melarutkan kembali
bahan dalam ampul dan mencegah timbulnya
busa/gelembung cairan
m. Menggunakan sentrifuge/alat pemusing
1) Dilakukan sentrifuge sesuai intruksi pabrik
2) Sentrifuge harus diletakan pada permukaan yang rata dan
tahan getaran
3) Rotor sentrifuge dan selongsong (bucket) diperiksa secara
berkala untuk melihat tanda korosi dan keretakan
4) Pada saat digunakan, selongsong berisi tabung sentrifuge
harus seimbang
5) Digunakan air untuk menyeimbangkan selongsong
6) Setelah dipakai selongsong disimpan dalam posisi terbalik
agar cairan penyeimbang dapat mengalir keluar
7) Cara sentrifuge yang benar, tabung yang tertutuprapat dan
selongsong yang terkunci dapat melindungi petugas
laboratorium terhadap aerosol dan sebaran partikel dari
mikroorganisme (biocontainment centrifuge).
n. Menggunakan lemari pendingin dan lemari pembeku
1) Lemari pendingin, lemari pembeku (freezer) dan tabung es
kering (dry ice) harus dibersihkan dan es dicairkan (defrost)
secara teratur
2) Setelah dibersihkan, permukaan dalam lemari pendingin
dan lemari pembeku harus didesinfeksi dengan desinfektan
yang tidak korosif
3) Semua wadah yang disimpan harus diberi label yang jelas
berisi nama bahan, tanggal disimpan dan nama orang yang
menyimpan
4) Wadah yang tidak erlabel dan bahan yang sudah
berkadaluarsa harus dimusnahkan
5) Cairan yang mudah terbakar tidak boleh disimpan dalam
lemari pendingin
o. Penanganan Limbah
Limbah merupakan bahan sisa atau hasil proses yang harus
dibuang. Di laboratorium tidak semua materi yang
126
terkontaminasi harus dimusnahkan. Kebanyakan dari
instrument, peralatan pecah belah dan pakaian
laboratoriumakan digunakan kembali atau di daur ulang
(recycle).
127
warna untuk dipindahkan ke tempat
pembakaran/insenerator.
e. Material terkontaminasi yang akan dibakar secara langsung
Pembakaran adalah metode pilihan untuk pembuangan
akhir limbah terkontaminasi. Pembakaran limbah
terkontaminasi harus memenuhi standar kesehatan publik.
q. Program Pelatihan
Penanggung jawab /pimpinan harus menyusun perencanaan
program pelatihan untuk stap laboratorium. Program pelatihan
dirancang untuk menghindari kesalahan dan teknik
pemeriksaan yang buruk serta memberikan perlindungan
terbaik. Staf ahli K3 harus memiliki pengetahuan yang baik dan
control terhadap bahaya atau risiko infeksi, insiden dan
kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerjaan laboratorium.
128
petugas pemeriksa laboratorium, oleh sebab itu perlu diupayakan
tindakan pencegahan dengan menyediakan fasilitas K3
laboratorium. Melalui kebijakan direktur, penanggung jawab
harus memastikan bahwa staf laboratorium mendapat
pengawasan yang ketat tentang kesehatan. Tujuannya adalah
untuk mengawasi penyakit yang mungkin diderita. Beberapa
program pengawasan kesehatan yang perlu dilaksanakan dan
penanganan kecelakaan, yaitu :
1) Perlindungan terhadap petugas laboratorium :
a) Pemeriksaan kesehatan petugas secara rutin. Memfasilitasi
deteksi dini terhadap penyakit menular atau infeksi,
pemantauan kesehatan setiap petugas, petugas harus
mempunyai kartu kesehatan yang selalu dibawa setiap saat
dan diperlihatkan kepada dokter bila petugas sakit.
Minimal setiap tahun dilaksanakan pemeriksaan rutin
termasuk pemeriksaan laboratorium,
b) Pemberian imunisasi/vaksinasi pada petugas secara
berkala. Menyediakan imunisasi aktif atau pasif, program
pemberian imunisasi setiap laboratorium terutama bagi
petugas yang bekerja di laboratorium tingkat keamanan
biologis 2,3 dan 4. Vaksinasi yang diberikan yaitu vaksinasi
hepatitis B untuk semua petugas laboratorium. Vaksinasi
Rubella untuk petugas wanita usia reproduksi.
c) Peningkatan daya tahan tubuh petugas. Membuat program
tes kesehatan / medis untuk pegawai yang bekerja dengan
bahan diduga mengandung bakteri tuberculosis
dilaboratorium setiap tahun yaitu pemeriksaan foto thorax,
sedangkan petugas lainnya foto thorax dilakukan setiap 3
tahun, dan mendokumentasikan secara uptodate.
d) Penggunaan APD secara benar. Menyediakan peralatan
perlindungan diri yang efektif dan prosedur standar yang
diakui nasional dan internasional,
e) Kebijakan untuk tidak mempekerjakan staf yang memiliki
tingkat kerawanan tinggi (wanita hamil) pada pekerjaan
yang berisiko tinggi atau dilarang bekerja dengan TORCH
(toxoplasma, Rubella,Cytomegalovirus dan Herpe virus).
f) Menyusun petunjuk pengawasan staf laboratorium yang
menangani mikroorganisme yang berisiko, seperti :
aa Tes kesehatan calon pegawai sebelum penempatan
lengkap termasuk foto thorax dan dicatat sejarah
129
kesehatan untuk direkomendasikan penempatannya
(untuk mengambil sampel serum),
ab Riwayat sakit dan absensi harus disimpan oleh
manajemen laboratorium. Pimpinan laboratorium dan
penasehat kesehatan bertanggung jawab untuk memberi
informasi tentang kesehatan dan absensi sakit staf
laboratorium kepada direktur,
ac Kewaspadaan untuk staf wanita usia produktif terhadap
ancaman risiko kematian bayi karena pengaruh
mikroorganisme seperti virus Rubella, Toxoplasma,
ad Larangan staf yang tidak memiliki daya tahan tubuh
yang baik tidak boleh bekerja di fasilitas laboratorium
terkendali (biosafety level 3).
2) Peralatan K3 :
a) Desinfektan
b) Peralatan P3K
c) Shower dan eye shower
d) Spill kit
e) Alat deteksi kebakaran
f) Alat pemadam api ringan (APAR)
g) Petunjuk arah evakuasi
130
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik, 2008. Pedoman Praktek Laboratorium Kesehatan Yang
Benar (Good Laboratory Practice), Jakarta, Departemen
Kesehatan.2008
131
MATERI X
132
X.2. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan, memahami, dan kemampuan untuk menyusun
prosedur penanganan keadaan darurat dan menerapkan pada
kondisi darurat di laboratorium kesehatan
133
Tangga
Pintu ruang
dosen :
2 Lantai II
3 Lantai III
134
b. Sistem informasi Darurat
a. Sistem tanda bahaya
Merupakan serangkaian sistem untuk memberitahukan akan
adanya bahaya. Bahaya dapat berupa bencana alam,
kebakaran, ledakan atau tanda-tanda alam lainnya. Secara
umum sistem tanda bahaya untuk keadaan darurat (alarm
system) terkait pada keamanan bangunan (contoh kebakaran)
dan yang terkait pada keamanan penghuni dan benda yang
ada di dalam bangunan. Contoh sistem tanda bahaya
kebakaran, bangunan dilengkapi dengan sistem tanda bahaya
(alarm system) dimana panel induk berada dalam ruang
pengendali kebakaran, sedangkan sub-panel dipasang
disetiap lantai berdekatan dengan kotak hidran.
Pengoperasian tanda bahaya dapat dilakukan secara manual
dengan memecahkan kaca tombol sakelar atau secara
otomatis yang dihubungkan dengan sistem detector (detector
asap atau panas) atau sitem sprinkler.
135
2) Rambu peringatan, adalah rambu yang memberikan
peringatan yang perlu diperhatikan kepada siapa saja
karena dapat mengakibatkan kejadian yang tidak
diinginkan. Ciri-ciri rambu peringatan berbentuk segitiga,
latar belakang berwarna kuning, logo berwarna hitam
dengan bingkai berwarna hitam.
Gambar rambu peringatan sebagai berikut :
136
latar belakang berwarna biru, loga atau gambar berwarna
putih.
Gambar rambu prasyarat atau wajib dilaksanakan sebagai
berikut :
c. Sistem evakuasi
Evakuasi adalah upaya pemindahan, menyingkirkan,
mengungsikan, membawa penghuni dari suatu tempat bahaya /
keadaan darurat ke tempat yang lebih aman. Prinsip evakuasi
dalam keadaan darurat bila situasi/kondisi/kejadian yang tidak
137
normal, menganggu kegiatan, terjadi tiba-tiba, dan perlu segera
ditangani.
TEMPAT TEMPAT
JALUR AMAN
BERBAHAYA AMAN
Prosedur evakuasi :
a. Segera tinggalkan gedung, sesuai petunjuk tim evakuasi,
tanggap darurat atau ikuti arah jalur evakuasi atau arah tanda
keluar, jangan kembali untuk alasan apapun
b. Turun atau berlarilah ikuti arah tanda keluar, jangan panic,
saling membantu untuk memastikan evakuasi selamat
c. Wanita tidak boleh menggunakan sepatu hak tinggi dan
stoking pada saat evakuasi
d. Beri bantuan terhadap orang yang cacat atau wanita sedang
hamil
e. Berkumpul di daerah yang aman (muster point) yang telah
ditentukan, tetap berkumpul sambal menunggu instruksi
selanjutnya.
138
b. Bila terpaksa harus menerobos kepulan asap, maka tahanlah
napas dan cepat menuju pintu darurat kebakaran.
139
i. Nomor telepon dan alamat harus ditempatkan di dekat semua
telepon agar mudah terlihat :
1) Institusi atau laboratorium itu sendiri
2) Direktur institusi atau laboratorium
3) Penyelia laboratorium
4) Petugas biosafety
5) Nomor telepon dan Jasa rumah sakit (nama rumah sakit,
departemen dan para dokter, petugas medis), biasanya
rumah sakit telah mengatur untuk menerima pasien akibat
kecelakaan dan personil berisiko tinggi
6) Jasa ambulance
7) Teknisi yang bertanggungjawab
8) Jasa pemadam kebakaran
9) Nomor telepon polisi
10) Jasa air, gas dan jasa listrik
140
l. Prosedur Darurat Untuk Laboratorium Mikrobiologi
1) Terkena suntikan, luka potongan dan lecet, petugas yang
terinfeksi harus mengganti pakaian pelindung, mencuci
tangan dan bagian yang terinfeksi, memberikan desinfektan
kulit yang sesuai yaitu Iodium (2,5 %), pergi ke ruang P3K,
dan menginformasikan pada staf yang berwenang tentang
penyebab luka dan organisme yang terlibat. Segeralah
berkonsultasi dengan dokter, catatan medis harus disimpan
dengan baik.
2) Tertelan bahan berpotensi risiko tinggi, pakaian pelindung
harus dibuka dan segera dibawa ke ruang P3K. Informasikan
ke dokter mengenai bahan yang tertelan. Catatan medis
harus disimpan dengan baik.
3) Pelepasan aerosol potensi risiko tinggi (di luar area cabinet
biosafety), area yang terinfeksi harus segera dikosongkan, dan
orang yang terinfeksi dirujuk ke pelayanan medis. Penyelia
laboratorium dan petugas biosafety harus segera diberitahu.
Tidak diperkenankan seorangpun masuk ke dalam ruangan
minimal 1 jam untuk membiarkan aerosol keluar, dan pintu
masuk harus diberi tanda larangan masuk selama 24 jam.
Selanjutnya ruangan perlu didekontaminasi dan diawasi oleh
petugas biosafety, dengan menggunakan pakaian pelindung
dan perlindungan pernapasan.
4) Tumpahan dan pecah subtansi mudah menyebar, termasuk
kultur jaringan, obyek yang rusak dan tercemar substansi
infeksius termasuk kultur jaringan harus ditutup dengan
kain atau handuk kertas dan di atasnya dituangkan
desinfektan dan dibiarkan 30 menit. Area yang dicemari
dibersihkan dengan desinfektan, begitu juga dengan kain,
handuk kertas dan kain penyeka ditempatkan dalam
container limbah terkontaminasi. Petugas harus selalu
menggunakan sarung tangan.
5) Kerusakan tabung berisi bahan risiko tinggi di dalam mesin
pemisah dua benda yang tidak bersegel, motor harus
dimatikan dan mesin ditinggalkan tertutup selama 30 menit.
Jika kerusakan setelah mesin berhenti penutup harus segera
diganti dan ditinggalkan tertutup selama 30 menit.
Informasikan petugas biosafety. Gunakan sarung tangan kuat
dari karet tebal dan ditutup dengan sarung tangan sekali
141
pakai selama proses. Gunakan tang untuk mengumpulkan
pecahan kaca, tabung yang rusak dan ditempatkan pada
larutan desinfektan selama 24 jam. Semua bahan yang
digunakan pada proses pembersihan harus diperlakukan
sebagai limbah yang infeksius.
6) Kerusakan tabung di dalam tabung sentrifuge (safety
cup),semua tabung sentrifuge yang bersegel harus diisi dan
dikosongkan di dalam cabinet biosafety. Jika terjadi kerusakan,
tutup harus dibuka dan dilepaskan kemudian wadah di
autoklap.
142
kecelakaan kerja di laboratorium (Materi IV). APAR hanya sebatas
untuk memadamkan api pada mula kebakaran dengan ukuran
relative kecil dan dalam waktu tidak lebih dari 3 menit untuk
bahan cair dan gas, dan tidak lebih dari 10 menit untuk bahan
padat.
Bagian-bagian dari APAR sebagai berikut :
a. Tabung (Tube), harus tahan terhadap bahan kimia
b. Valve, berfungsi untuk menutup dan membuka aliran media
(isi) yang berada di dalam tabung
c. Handle, spare part yang berfungsi sebagai pegangan untuk
menekan serta membantu valve dalam melakukan fungsinya
d. Pressure, untuk menunjukkan tekanan N2 dalam tabung
e. Hose, berfungsi sebagai selang penghantar media
f. Nozzle, berfungsi sebagai pegangan untuk mengarahkan
media pada sumber api
g. Sabuk Tabung , berfungsi sebagai dudukan selang pada
tabung
h. Pin Pengaman, berfungsi sebagai pengaman tabung
i. Bracket /Hanger, berfungsi sebagai gantungan APAR
143
a. Hydran, jenis hidran antara lain hydran gedung yang
ditempatkan dalam gedung, hydran halaman ditempatkan di
halaman, dan hidran kota biasanya ditempatkan pada
beberapa titik yang memungkinkan unit pemadam kebakaran
kota dapat mengambil cadangan air.
b. Fire alarm, peralatan yang digunakan untuk memberitahu
pada setiap orang akan ada bahaya kebakaran.
c. Sprinkler, peralatan yang digunakan khusus dalam gedung,
alat akan memancarkan air secara otomatis apabila terjadi
pemanasan pada suatu suhu tertentu pada tempat dimana ada
sprinkler.
d. Smoke Detector, detector asap merupakan peralatan yang
memungkinkan secara otomatis akan memberitahu kepada
setiap orang bila ada asap dan alat ini akan berbunyi, biasa
digunakan / pemakaian dalam gedung.
Cara penggunaan APAR adalah sebagai berikut :
a. Pastikan APAR berisi penuh dan dapat digunakan (lihat
indicator)
b. Tarik /lepas pin pengaman yang berbentuk seperti kunci pada
bagian APAR,
c. Sebelum masuk ke lokasi kebakaran, tes terlebih dahulu
dengan menekan sedikit pompanya untuk mencoba pancaran
APAR apakah masih berfungsi dengan baik,
d. Berdirilah sesuai arah mata angin untuk menghindari
panasnya api, sebaiknya tidak terlalu dekat berdiri sekitar 50 m
dengan sumber api ,
e. Peganglah tabung dan arahkan selang pada titik pusat api,
f. Tekan tuas pegangan/ katup yang biasa terletak di atas tabung
untuk mengeluarkan isi tabung pemadam,
g. Semprotkan /sapukan mulai pada titik (sumber api) dari sisi
ke sisi dengan gerakan seperti menyapu sampai api padam.
Perlu diingat semprot ke sumber api bukan ke lidah api.
h. APAR yang telah dipakai (kosong) agar diletakan di tempat
yang aman dalam posisi tidur.
144
Ukuran APAR dan Kemampuan Memadamkan Api :
145
dan keahlian tentang teknik pencegahan dan
penanggulangan kebakaran di tempat atau di lingkungan
kerja. Mengaplikasikan teknik penanggulangan dan
pemadam kebakaran berdasarkan media pemadam,
termasuk cara penggunaan selang hidran untuk
memadamkan kebakaran, memenfaatkan tenaga air untuk
memadamkan api yang menyala. Penggunaan APAR relative
lebih mudah dan aman, dari jarak 3 sampai 5 meter
pemadam menyemprotkan APAR ke material yang terbakar.
Unsur kimia dari APAR (contoh CO2, busa (foam), tepung
kimia kerin (dry chemical powder)) akan menghentikan reaksi
pembakaran yang sedang berlangsung pada material
tersebut.
b. Pelatihan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K),
seperti cara penggunaan peralatan darurat, cara memberikan
penawar racun khusus dan umum, perawatan medis darurat
orang yang terluka, manajemen klinis orang yang terpapar,
tindakan evakuasi darurat.
146
3. Sri harjati, S, Koesnandar, Dwi Kusuma Indriani, Hans
Arnaldo, 2008. Pedoman Keselamatan kerja di Laboratorium
Mikrobiologi dan Rumah Sakit. PT. Merck Tbk.2008. Jakarta.
147